You are on page 1of 22

1.

ENERGI FOSIL
Minyak bumi, gas alam, dan batu bara dikatakan sebagai bahan bakar fosil karena
pada dasarnya mereka memang fosil. Bahan bakar fosil terbentuk lewat proses alamiah
berupa pembusukan dari organisme yang mati ratusan juta tahun lalu. Dinosaurus,
pepohonan, dan hampir semua mahluk hidup yang mati, terendapkan di tanah, dan sekarang
telah menjadi minyak bumi, gas alam, atau batu bara. Gas alam berbentuk gas, minyak bumi
berbentuk cair, dan batu bara berbentuk padat. Perbedaan wujud mereka disebabkan
perbedaan pada tekanan dan panas yang mereka terima di perut bumi selama jutaan tahun.
Bahan bakar fosil adalah sumberdaya tak terbarukan karena perlu jutaan tahun untuk
terbentuk, dan sumber yang ada lebih cepat habis ketimbang terbentuk yang baru. Produksi
dan pemakaian bahan bakar fosil menyebabkan masalah-masalah lingkungan. Gerakan global
menuju

pembangkitan

energi

terbarukan

dilakukan

untuk

membantu

memenuhi

meningkatkanya kebutuhan energi.


Ada banyak jenis senyawa hidrokarbon atau terbarukan dalam campuran bahan bakar
tertentu. Campuran khusus hidrokarbon memberi sebuah bahan bakar sifat karakteristiknya,
seperti titik didih, titik beku, kepadatan, kekentalan, dsb. Sebagian bahan bakar seperti gas
alam, misalnya, mengandung komponen gas dengan titik didih yang sangat rendah. Yang lain
seperti bensin dan diesel mengandung komponen dengan titik didih lebih tinggi.
Bahan bakar fosil itu penting karena bila dibakar (dioksidasi menjadi karbon dioksida dan
air) akan menghasilkan energi yang besar per satuan berat. Penggunaan batu bara sebagai
bahan bakar sudah dilakukan di masa prasejarah. Batu bara digunakan untuk menjalankan
tungku pencairan bijih logam. Hidrokarbon setengah padat juga telah digunakan semenjak
zaman kuno, namun bahan ini umumnya dipakai untuk bahan anti air dan balsem.
Minyak mentah berat, yang lebih kental dari minyak mentah biasa, dan pasir aspal yang
merupakan campuran bitumen dengan pasir dan tanah liat, menjadi sumber bahan bakar fosil
yang penting. Landas minyak dan bahan sejenis adalah batuan endapan yang mengandung
kerogen, sebuah campuran kompleks senyawa organik dengan berat molekul besar, yang
menghasilkan minyak mentah sintetis ketika dipanaskan (pirolisis). Bahan ini belum
dieksploitasi secara komersial untuk saat ini. Bahan bakar ini dapat digunakan untuk mesin
pembakaran internal, pembangkit listrik bahan bakar fosil, dan kegunaan lain.

Penggunaan Bahan Bakar Fosil


Pada paruh terakhir abad ke 18, kincir angin dan air memberi energi untuk menggiling
tepung, menggergaji kayu, atau memompa sementara kayu atau gambut digunakan untuk
memberikan pemanasan di musim dingin. Penggunaan bahan bakar fosil secara luas diawali
oleh batu bara dan kemudian minyak bumi, untuk mentenagai mesin uap memungkinkan
revolusi industri. Pada saat yang sama, cahaya gas menggunakan gas alam atau gas batu bara
menjadi luas. Penemuan mesin pembakaran internal dan penggunaannya pada mobil dan truk
meningkatkan kebutuhan bensin dan disel, keduanya dibuat dari bahan bakar fosil. Alat
transportasi lain, kereta api dan pesawat, juga membutuhkan bahan bakar fosil. Penggunaan
bahan bakar fosil lainnya mencakup pembangkitan listrik dan industri biokimia. Aspal, sisa
dari ekstraksi minyak bumi, digunakan untuk membangun jalan.
Saat ini di dunia terdapat persediaan batu bara sebesar 905 miliar metrik ton yang setara
dengan 4416 miliar barel (702.1 km3) minyak bumi. Sementara itu persediaan minyak bumi
sendiri adalah 1119 miliar barel (177,9 km3) hingga 1317 miliar barel (209,4 km3). Gas alam
lebih sedikit, yaitu hanya 175-181 triliun meter kubik, atau setara 1161 miliar barel minyak
bumi.
Produksi harian bahan bakar fosil pada tahun 2006 adalah sebagai berikut:
Batu bara diproduksi 52 juta barel ekuivalen minyak per hari.
Minyak bumi diproduksi 84 juta barel per hari
Gas alam diproduksi 19 juta barel ekuivalen minyak per hari.
Saat ini diduga cadangan minyak dunia hanya cukup untuk 34 tahun lagi (per 2011).
Sementara gas alam tinggal 52 tahun dan batu bara masih cukup untuk 139 tahun ke depan.
Dampak Lingkungan
Di Amerika Serikat, lebih dari 90% emisi gas rumah kaca datang dari pembakaran bahan
bakar fosil. Pembakaran bahan bakar fosil juga menghasilkan pencemar lain, seperti nitrogen
oksida, sulfur dioksida, senyawa organik berbau, dan logam berat.
Di Kanada, sektor listrik adalah sektor industri yang unik karena kontribusi emisinya yang
sangat besar pada semua isu udara. Pembangkitan listrik menghasilkan sejumlah besar
nitrogen oksida dan sulfur dioksida, yang menyebabkan kabut dan hujan asam serta

terbentuknya materi bubuk halus. Ia merupakan sumber industri yang paling tidak terkendali
dalam menghasilkan pencemaran raksa di Kanada. Pembangkit listrik berbahan bakar fosil
juga memancarkan karbon dioksida yang menyumbang pada perubahan iklim. Selain itu,
sektor ini berpengaruh besar pada air dan habitat serta spesies. Bendungan dan jalur transmisi
berpengaruh nyata pada air dan keanekaragaman hayati. Menurut ilmuan AS Jerry Mahlman,
secara ilmiah 99% pasti kalau bahan bakar fosil menjadi penyebab utama pemanasan global.
Pembakaran bahan bakar fosil menghasilkan asam sulfat, karbonik, dan nitrik, yang jatuh ke
Bumi sebagai hujan asam, mempengaruhi daerah alamiah dan lingkungan buatan. Monumen
dan pahatan yang dibuat dari pualam dan batu kapur rentan terhadapnya karena asam
melarutkan kalsium karbonat.
Bahan bakar fosil juga mengandung bahan radioaktif, terutama uranium dan thorium, yang
dilepaskan ke atmosfer. Tahun 2000, sekitar 12 ribu ton thorium dan 5 ribu ton uranium telah
dilepaskan dari pembakaran batu bara di dunia. Diperkirakan kalau tahun 1982, pembakaran
batu bara oleh AS telah melepaskan 155 kali lebih banyak radioaktif ke atmosfer ketimbang
insiden Three Mile Island. Walau begitu, radioaktivitas dari pembakaran batu bara ini sangat
kecil dalam tiap sumber dan tidak memiliki dampak yang nyata pada fisiologi manusia.
Pembakaran batu bara menyebabkan sejumlah besar abu dasar dan abu terbang. Bahan ini
digunakan dalam berbagai jenis penerapan industri yang bahkan mencakup 40% produksi
AS. Mantan direktur CIA, James Woolsey, menggariskan argumen keamanan nasional untuk
segera berpindah dari bahan bakar fosil.

Minyak bumi atau dalam bahasa Inggrisnya disebut Petroleum, menurut bahasa Latin
terdiri dari dua penggalan kata yaitu Petrus yang artinya karang dan Oleum yang artinya
minyak. Oleh karena itu kimia minyak bumi (petroleum) merupakan ilmu yang mempelajari
tentang kelanjutan dari tumbuhan setelah dipendam atau dikubur selama jutaan
tahun. Senyawa yang terkandung dalam petroleum mempunyai variasi yang besar dari
senyawa dengan kerapatan rendah (gas) sampai senyawa dengan kerapatan tinggi (padatan).

Minyak bumi atau petroleum dijuluki juga sebagai emas hitam, yaitu cairan yang kental,
coklat gelap, atau kehijauan yang mudah terbakar, dan berada di lapisan atas dari beberapa
area di kerak bumi. Minyak bumi terdiri dari campuran kompleks dari berbagai hidrokarbon,
dimana sebagian besar terdiri dari seri alkana tetapi bervariasi dalam penampilan, komposisi,
dan kemurniannya. Asal minyak bumi adalah mahluk hidup (tumbuhan, hewan) yang
terkubur selama jutaan tahun dengan melalui proses penguburan, proses diagenesis kemudian
proses lebih lanjut pada masa katagenesis dan tidak dapat dimanfaatkan lagi pada masa
metagenesis.
Tahapan penguburan bahan alam mengalami tiga masa perubahan kimiawi yaitu:
a.

Diagenesis

Masa ini merupakan zona tak matang dan terjadi perengkahan tak mencolok (10%), yang
dibagi dalam tiga bagian yaitu :
1)

Diagenesis dini, yaitu peralihan dari senyawa yang stabil saat di permukaan bumi,

menjadi senyawa yang stabil pada kedalaman ribuan meter dengan suhu sekitar 40-42oC.
Pada masa ini terjadi pembentukan kerogen (fase dari petroleum yang tidak dapat larut dalam
pelarut organik dan anorganik).
2)

Diagenesis pertengahan, terjadi proses aromatisasi (senyawa rantai panjang membentuk

senyawa aromatik, lingkar dan mempunyai ikatan rangkap dengan elektron terdelokalisasi).
3)

Diagenesis akhir, adalah proses yang terjadi pengkhelatan logam oleh senyawa organik

yang terbentuk pada masa sebelumnya.


Pembentukan minyak bumi terjadi pada diagenesis akhir dan dapat dikenal berdasar hasil
eksplorasi.
b.

Katagenesis

Katagenesis adalah zona minyak dan gas basah. Pada masa ini terjadi perengkahan
mencolok, dimana terjadi perubahan senyawa kimia yang diakibatkan oleh suhu dan
kedalaman pendaman (penguburan) sehingga menyebabkan penguraian termal kerogen.

c.

Metagenesis

Pada tahap ini terjadi masa perusakan termal dari karakter senyawa (cairan) menjadi residu
(padatan), sehingga mengakibatkan senyawa organik menjadi senyawa yang kekurangan
hidrogen, dan material tak bernilai atau menjadi material bernilai dari senyawa karbon (grafit,
intan).
Adapun proses pengendapan bahan organik dalam proses pembentukan minyak bumi
ditunjukkan pada gambar 1. berikut.

Gambar 1. Diagram Pembentukan Minyak Bumi

Komposisi kimia dari minyak bumi dipisahkan dengan cara destilasi yang didasari oleh
perbedaan titik didih, kemudian setelah diolah lagi lebih lanjut akan diperoleh minyak tanah,
bensin, lilin dan lain-lain. Meskipun demikian pemisahan tidak dapat memberikan senyawa
tunggal, melainkan kumpulan senyawa dengan isomernya.

Minyak bumi terdiri dari hidrokarbon, senyawa hydrogen dan karbon. Empat alkana
teringan, yaitu CH4 (metana), C2H6 (etana), C3H8 (propane), dan C4H10 (butana)
semuanya adalah gas yang mendidih pada suhu -161.6C, -88.6C, -42C, dan -0.5C,
berturut-turut (-258.9, 127.5, -43.6, dan +31.1 F).
Rantai karbon dengan C5-7 semuanya ringan, dan mudah menguap, nafta jernih. Senyawaan
tersebut digunakan sebagai pelarut, cairan pencuci kering (dry clean), dan produk cepatkering lainnya. Rantai dari C6H14 sampai C12H26 dicampur bersama dan digunakan untuk
bensin. Minyak tanah terbuat dari rantai C10 sampai C15, diikuti oleh minyak diesel
(C10hingga C20) dan bahan bakar minyak yang digunakan dalam mesin kapal. Senyawaan
dari minyak bumi ini semuanya dalam bentuk cair dalam suhu ruangan. Minyak pelumas dan
gemuk setengah-padat (termasuk Vaselin) berada di antara C16 sampai ke C20. Sedangkan
rantai di atas C20 berwujud padat, dimulai dari "lilin, kemudian tar, dan bitumen aspal.
Titik pendidihan dalam tekanan atmosfer dari fraksi distilasi minyak bumi (oC) adalah
sebagai berikut.
- Minyak eter: 40 - 70 oC (digunakan sebagai pelarut)
- Minyak ringan: 60 - 100 oC (bahan bakar mobil)
- Minyak berat: 100 - 150 oC (bahan bakar mobil)
- Minyak tanah ringan: 120 - 150 oC (pelarut dan bahan bakar untuk rumah tangga)
- Kerosene: 150 - 300 oC (bahan bakar mesin jet)
- Minyak gas: 250 - 350 oC minyak diesel/pemanas)
- Minyak pelumas > 300 oC (minyak mesin)
- Sisanya: ter, aspal, bahan bakar residu
Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah Apakah ada perbedaan antara gas yang di
dalam tabung dan gas di dalam pipa. Jawaban pertanyaan ini adalah gas LPG (LPG
singkatan dari gas dan bertekanan atau liquid pressure gas) lebih murni dari pada gas dalam
pipa. Harga gas LPG lebih mahal, hal ini menunjukkan bahwa proses gas LPG yang
melibatkan pembuatan gas-gas metana, etana, dan propana dari hasil perengkahan (cracking)
tidak mudah yaitu dengan cara memasukkan gas dalam tabung yang harus dikontrol

tekanannya sehingga mencair dan volume cairan lebih kecil dari volume gas. Tekanan tabung
harus dijaga dan dipertahankan.

Proses perengkahan, pengubahan, alkilasi, atau polimerisasi merupakan tahap awal dari
pemanfaatan senyawa (zat kimia) yang berasal dari minyak bumi. Minyak bumi mengandung
banyak senyawa kimia dan hasil isolasi senyawa ini dapat dimanfaatkan oleh industri. Bahan
kimia ini disebut sebagai bahan petrokimia. Pemanfaatan industri umumnya didasari oleh
reaksi-reaksi polimerisasi (perpanjangan rantai), reaksi perengkahan (perpendekan rantai),
reaksi pengubahan (paduan dengan senyawa lain), maupun pembentukan senyawa pendek
dari senyawa panjang minyak bumi (pembentukan gas, alkilasi, perpendekan rantai atom
karbon). Perpendekan rantai minyak bumi menghasilkan senyawa yang ekonomis dan
bermanfaat.
Senyawa kimia lain dari tumbuhan atau hewan pembentuk minyak bumi adalah alkaloid,
terpena, steroid, asam amino, dan lipid. Senyawa-senyawa ini terkubur bersama tumbuhan
dan hewan. Senyawa kimia yang terkubur dan pada saat pengeboran minyak masih dapat
dikenali dari strukturnya, maka senyawa ini dianggap dapat menjadi pengungkap sejarah
pembentukan minyak bumi yang dikenal sebagai biomarker atau penanda hayati (contoh:
porfirin dari klorofil, sekobikadinana dari isoprena atau terpena, skualena, sterana, bahkan
steroid, dan kolesterol).

Minyak bumi dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar industri. Bahan dasar ini
dipisahkan berdasar beberapa proses sebagai berikut.
a.

Reaksi Perengkahan (cracking)

Cracking adalah pemecahan senyawa organik rantai panjang menjadi dua atau lebih senyawa
organik rantai lebih pendek, terjadi secara alami maupun dari pemanasan langsung.
Contoh pemanasan

Proses alami:

Proses cracking atau alkilasi penting untuk minyak bumi dalam mencari senyawa yang lebih
dibutuhkan oleh konsumen, yaitu untuk mendapatkan bensin lebih banyak dari minyak
pelumas. Contoh cracking adalah minyak diesel (C16-C24) dan minyak pelumas (C20-C30)
yang dipecah menjadi bensin (C4-C10) dan senyawa lain yang lebih banyak digunakan.
b.

Reaksi pengubahan (reforming)

Reaksi pengubahan adalah reaksi dari bahan petroleum menjadi bahan dasar industri dengan
pemanfaatan bahan yang murah menjadi material yang dibutuhkan sehingga bernilai
ekonomis (murah). Proses ini diperoleh pada polimerisasi (pembentukan plastik).
c.

Reaksi alkilasi

Proses alkilasi dibagi dua yaitu proses perpanjangan atom karbon rantai lurus dan proses
pemutusan ikatan rantai karbon (dealkilasi). Proses ini dapat dikelompokkan dalam
polimerisasi, bila perpanjangannya memiliki gugus fungsi yang sama. Dealkilasi dapat
dimasukkan ke dalam kelompok perengkahan.

d.

Polimerisasi

Polimerisasi adalah proses pembentukan polimer. Polimer terdiri dari polimer alami dan
polimer sintetik. Polimer adalah molekul besar yang terdiri atas pengulangan satuan kecil
(monomer). Monomer adalah senyawa organik yang memiliki ikatan rangkap dua dan ikatan
rangkap ini terbuka membentuk ikatan dengan monomer lain sampai jumlah yang diinginkan

(polimer sintetik). Polimer alam membentuk senyawa secara alami, contoh polimer alam
yaitu lateks (dari pohon karet), karbohidrat (singkong jagung), protein, selulosa, resin.
Sedangkan Contoh polimer sintetik adalah nilon, dakron, teflon.
Proses pembentukan polimer terdiri dari tiga tahap yaitu pembentukan radikal bebas
(inisiasi), perpanjangan monomer (propagasi), dan terminasi (pemotongan atau penyetopan
reaksi). Pembentukan cabang dalam proses polimerisasi menyebabkan tiga bentuk struktur
yaitu struktur beraturan (isotaktik), struktur tak beraturan (ataktik), campuran (sindiotaktik).
Struktur polimer sangat berpengaruh terhadap sifat polimernya.

Minyak bumi merupakan bahan alam dengan berbagai jenis senyawa kimia, sehingga dapat
digunakan dalam berbagai bahan baku industri.
a.

Plastik (PE)

Plastik adalah bahan yang elastik, tahan panas, mudah dibentuk, lebih ringan dari kayu, dan
tidak berkarat oleh adanya kelembapan. Plastik selain harganya murah, juga dapat digunakan
sebagai isolator dan mudah diwarnai. Sedangkan kelemahan plastik adalah tidak dapat
dihancurkan (degredasi). Contoh plastik adalah polietilena, polistirena, (Styron, Lustrex,
Loalin), poliester (Mylar, Celanex, Ekonol), polipropilena (Poly- Pro, Pro-fax), polivinil
asetat.
Polietilena atau PE (Poly Eth, Tygothene, Pentothene) adalah polimer dari etilena (CH2 =
CH2) dan merupakan plastik putih mirip lilin, dapat dibuat dari resin sintetik dan
digolongkan dalam termoplastik (plastik tahan panas). Polietilena mempunyai sifat daya
tekan baik, tahan bahan kimia, kekuatan mekanik rendah, tahan kelembapan, kelenturan
tinggi, hantaran elektrik rendah. Berdasar kerapatannya PE dibagi dua yaitu PE dengan
kerapatan rendah (digunakan sebagai pembungkus, alat rumah tangga dan isolator) dan yang
berkerapatan tinggi (dimanfaatkan sebagai drum, pipa air, atau botol).
Plastik disamping mempunyai kelebihan dalam berbagai hal, ternyata limbahnya dapat
menimbulkan masalah bagi lingkungan. Penyebabnya yaitu sifat plastik yang tidak dapat
diuraikan dalam tanah. Untuk mengatasi masalah ini para pakar lingkungan dan ilmuwan dari

berbagai disiplin ilmu telah melakukan berbagai penelitian dan tindakan, diantaranya yaitu
dengan cara mendaur ulang limbah plastik, Namun cara ini tidak terlalu efektif karena hanya
sekitar 4% yang dapat didaur ulang. sisanya menggunung di tempat penampungan
sampah. Sebagian besar plastik yang digunakan masyarakat merupakan jenis plastik
polietilena. Ada dua jenis polietilena, yaitu high density polyethylene (HDPE) dan low
density polyethylene (LDPE). HDPE banyak digunakan sebagai botol plastik minuman,
sedangkan LDPE untuk kantong plastik.
Pemanasan polietilena menggunakan metode pirolisis akan terbentuk suatu senyawa
hidrokarbon cair. Senyawa ini mempunyai bentuk mirip lilin (wax). Banyaknya plastik yang
terurai adalah sekitar 60%, suatu jumlah yang cukup banyak. Struktur kimia yang dimiliki
senyawa hidrokarbon cair mirip lilin ini memungkinkannya untuk diolah menjadi minyak
pelumas berkualitas tinggi. Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa minyak
pelumas yang saat ini beredar di pasaran berasal dari pengolahan minyak bumi. Sifat kimia
senyawa hidrokarbon cair dari hasil pemanasan limbah plastik mirip dengan senyawa
hidrokarbon yang terkandung dalam minyak mentah sehingga dapat diolah menjadi minyak
pelumas. Pengubahan hidrokarbon cair hasil pirolisis limbah plastik menjadi minyak pelumas
menggunakan metode hidroisomerisasi. Minyak pelumas buatan ini diharapkan dapat
digunakan untuk kendaraan bermotor dengan kualitas yang sama dengan minyak bumi hasil
penyulingan minyak mentah, ramah lingkungan, sekaligus ekonomis.
b.

Cat

Cat adalah produk dari industri pelapis permukaan, bertujuan untuk menjaga keawetan bahan
yang dilapisi (kayu, logam atau tembok) dan untuk estetika (keindahan). Fungsi cat ini yaitu
memberikan ikatan yang baik antara permukaan benda dan cat pelapis. Cat primer disediakan
dalam kemasan yang lebih encer dari cat biasa dan dilarutkan dalam air atau minyak.
Kemasan cat umumnya terdiri atas resin atau bahan pengikat (untuk mengikat pigmen warna
di dalam cat, misal: minyak biji rami dan getah tumbuhan seperti gom arab, gom senegal),
bahan pengisi (untuk memperbaiki sifat mekanis dan fisik cat agar tidak retak/terjadi goresan
saat pengeringan, contohnya: bubuk kaca agar memantulkan cahaya matahari/lampu pada
rambu lalu lintas), penstabil (digunakan sebagai penetral pengaruh sinar ultraviolet
matahari), pengering pelarut, dan pigmen.
Pigmen bersifat ganda yaitu untuk menampilkan keindahan dan memberikan sifat mekanik
pada selaput yang terbentuk. Pigmen menghalangi penyebaran uap air dan sinar matahari

langsung pada bahan yang dilapisi. Warna yang dihasilkan pigmen bergantung pada
banyaknya cahaya matahari yang diserap dan diserap dan dipantulkan. Pigmen harus tidak
toksik dan merupakan senyawa anorganik yang tak larut dalam pelarut organik sehingga
mengendap di dasar wadah. Pigmen seperti zink, aluminium, dan stainless digolongkan
dalam pigmen metalik, banyak digunakan untuk dekorasi. Krom dalam bentuk polikrometik
dipakai sebagai cat lapis akhir pada kendaraan bermotor.
c.

Tekstil ( Nilon )

Kata tekstil berasal dari bahasa latin texer yang berarti menenun. Tekstil dibuat dari
serat yang dipintal, ditenun, dirajut, dianyam atau dibuat jala benang. Serat dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu serat alami dan serat sintetik. Serat alami (wol, sutera,
katun, dan rami) pada umumnya pendek dengan panjang 1,3-20 cm. Serat alam berasal dari
kapas akan menghasilkan kain yang lunak dan menyerap air sehingga baik untuk dibuat
handuk, sprei, maupun pakaian. Serat rami dapat dibuat linen yang indah dan kuat sehingga
dimanfaatkan untuk membuat taplak, sapu tangan dan serbet. Serat binatang (domba)
dibentuk menjadi wol, sutera (kepompong ulat sutera) juga termasuk serat alami Serat alam
yang berasal dari mineral adalah asbestos, mempunyai sifat tahan terhadap api dan digunakan
pada pembungkus kabel.
Bahan baku serat sintetik adalah filamen yang bersambung/serat pendek, seragam dalam
panjang, dan terpintal dalam benang. Poliester, nilon, akrilik, dan poliolefin merupakan
contoh serat sintetik yang dibuat dari petrokimia. Perbedaan bahan tersebut terletak pada
kekuatan tarik, elastisitas, kelembutan, daya serap terhadap air, ketahanan terhadap cahaya
dan panas atau usia pemakaian. Bahan yang dihasilkan merupakan bahan yang kuat dan
mudah disetrika. Serat sintetik yang terbuat dari bubur kayu, sampah kapas atau petrokimia
yaitu rayon, asetat dan triasetat. Kain rayon menghasilkan bahan penghisap yang mudah
kering, kain asetat tahan kerut dan tarikan, sedangkan triasetat merupakan bahan yang lebih
tahan kusut.
Nilon adalah kelompok poliamida hasil polimerisasi heksametilena-diamina dan asam adipat.
Nilon termasuk polimer paling ulet, kuat, dan kenyal, tidak rusak oleh minyak dan gemuk
serta tak basah oleh air sehingga dapat dibentuk menjadi serat, sikat, lembaran, batang, pipa,
maupun bahan penyalut. Nilon terdiri dari Nilon 6, Nilon 6,6 dan Nilon 8.. Nilon 6,6 dibuat
dari reaksi polimerisasi asam adipat dan heksametilena diamina. Asam adipat dibuat dari
sikloheksana, dan petroleum mengandung sikloheksana.

Diagram pembuatan Nilon 6,6 ditampilkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Pembuatan Nilon 6 dari Benzena

Bagan pembuatan Nilon 6,6 dan Nilon 8 ditampilkan pada Gambar 3

Gambar 3. Proses Pembuatan Nilon 6,6 dan nilon 8

Untuk produksi nilon besar-besaran sebagai bahan baku digunakan batu bara, minyak bumi,
gas alam, maupun hasil pertanian. Nylon 66 (Huruf 6,6 atau 6 merupakan jumlah atom
karbon pembentuk bahan) dibuat dari bahan baku kaprolaktam.
d.

PVC (Polivinil klorida)

Monomer dari PVC (poli vinil klorida) adalah etena yang satu atom hidrogen diganti
(substitusi) dengan atom klorida. Vinil klorida dengan rumus kimia CH2=CHCl disebut
kloroetilena atau kloroetena adalah gas tak berwarna, yang mencair pada suhu 13,9oC.
PVC termasuk termoplastik yang paling banyak digunakan, bersifat kuat dan ulet. PVC
dibagi dua yaitu PVC elastik dan PVC keras, atau kaku. Jenis PVC elastik dimanfaatkan
untuk penutup lantai, bola mainan, sarung tangan, jas hujan.
PVC keras dimanfaatkan sebagai pipa listrik atau pipa air, kartu kredit. Kedua jenis PVC
memiliki sifat sama yaitu tahan cuaca dan isolator. PVC dimodifikasi dengan bahan lain
untuk meningkatkan pemakaiannya. PVC/akrilik tahan api dan bahan kimia, sedangkan
PVC/ABS (akrilonitril-butadiena-stirena) mudah diproses pada rentangan api dan kuat
terhadap tegangan tinggi. ABS adalah suatu bahan yang kuat, kaku, dan murah. PVC di
Indonesia dijual dengan beberapa merk, dari yang tebal sampai yang tipis. Pabrik pembuat
PVC menyebut dengan istilah paralon. Membakar PVC bekas menimbulkan asap yang
diduga dapat menyebabkan kanker hati. PVC terbakar perlahan-lahan.
Plastik vinil dibuat dari gas alam, atau minyak bumi. Vinil dapat dibuat lemas, kaku, maupun
bening. Sebagai bahan yang tidak mudah pecah atau sobek, vinil tidak dirusak oleh asam,
minyak atau air. Sejak tahun 1927 PVC merupakan bahan plastik vinil yang telah diproduksi
secara komersial. Pada pertengahan tahun 1970 vinil diteliti sebagai salah satu pencemar
udara penyebab penyakit serius, seperti kanker hati. Plastik vinil dimanfaatkan secara luas
sebagai barang yang murah dan tahan lama yang fleksibel (lantai, isolasi, kopor, tirai kamar
mandi, pakaian mirip kulit, atau selang air). Jenis vinil yang tegar digunakan untuk mainan
dan pipa air. Penyalutan dengan vinil dilakukan agar tidak lembek atau lembab, dan kertas
dokumen maupun kertas dinding tidak terkena noda.
e.

Perekat atau Adhesif

Perekat adalah bahan untuk menggabungkan dua benda pada permukaannya, contohnya
semen, pelapisan tablet, lem, maupun getah. Mekanisme kerja perekat adalah perekatan
mekanik atau fisika dan perekatan kimia.

Proses perekatan benda yaitu dengan memasukkan bahan perekat ke dalam pori-pori benda,
sehingga terjadi penguncian secara mekanik. Pada perekatan kimia terjadi reaksi kimia (gaya
tarik elektrik) antar molekul perekat dan permukaan benda. Umumnya perekatan terjadi
secara bersamaan antara perekatan fisika dan kimia.
Perekat terdiri dari perekat yang mengering di udara, dilelehkan sebelum digunakan,
dilakukan penekanan, atau yang aktif secara kimiawi. Benda yang direkatkan biasanya kertas,
plastik, karet, kayu, logam, logam bukan logam, kaca, bahkan gigi. Plastik termoset
memerlukan perekat untuk menggabungkan kedua bahan.
Powerglu adalah perekat yang bekerja berdasarkan reaksi polimerisasi pada saat pengeringan.
Reaksi perekatan dibantu oleh uap air di udara/zat lain yang ditambahkan. Perekat untuk kayu
dikenal sebagai perekat tahan-cuaca dan setengah tahan-cuaca. Perekat tahan cuaca umumnya
memiliki kekuatan lebih besar dari kayunya. Bahan perekat jenis ini dibuat dari bahan
polimer fenolik, epoksi, atau resorsinol. Perabot kayu yang tidak mengalami perubahan suhu
yang drastis dan tidak kena air terlalu sering dapat memanfaatkan perekat dari bahan tulang
atau perekat vinil. Perekat kayu setengah tahan-cuaca terbuat dari perekat urea dan kasein.
f.

Polistirena (PS).

Polistirena adalah polimer yang mengandung monomer stirena C6H5CH=CH2. Polimer ini
termasuk golongan termoplastik, merupakan plastik jernih dan keras. Polistirena diproduksi
dalam bentuk busa plastik dengan nama komersial styrofoam, atau sebagai bahan isolasi
(listrik, panas), komponen perabot, bahan pengemas, mainan, maupun benda toilet. Stirena
dibuat dengan cara pirolisis-dehidrogenasi dari etilbenzena. Etilbenzena disintesis dari
etilena dan benzena. Polimer ini bersifat tahan asam, basa, maupun garam. Penampilan PS
lembut dan kecerahannya baik sehingga banyak digunakan untuk pipa, busa, pendingin,
instrumen atau panel dalam otomotif.
Stirena dapat digunakan sebagai monomer karet sintetik. Jenis karet sintetik ini
dikopolimerisasi dengan gugus lain yaitu SBR (stirena-butadiena), SCR (stirena-kloroprena),
dan SIR (stirena-isoprena). Pemanfaatan polimer yang dapat menggantikan logam (sifat:
konduktor, titik leleh yang tinggi, berpenampilan cantik dalam pewarnaan) dan kayu (tahan
suhu dan tekanan) makin diteliti. Polimer adalah bahan yang anti karat dan tidak mudah
terbakar.

Semakin langka dan tingginya harga minyak bumi serta masih minimnya penggunaan energi
alternatif, seperti energi angin, tenaga surya, biomassa, dan panas bumi menyebabkan kita
harus berpikir untuk mencari alternatif penggunaan BBM fosil yang lain. Alternatif yang
sudah dilakukan selama ini yaitu penggunaan biodiesel (campuran solar dan minyak kelapa
sawit) atau biofuel (campuran etanol dan bensin) yang bahan bakunya merupakan komoditas
pasar siap pakai. Alternatif lain yang perlu dipertimbangkan adalah energi hijau terbarukan
seperti pemanfaatan biji jarak pagar (Jatropha curcas). Sekurang-kurangnya, ada dua pilihan
dalam proses produksi minyak jarak pagar diukur dari hasil olahan, investasi, dan biaya
pengolahannya.
1. mengolah biji jarak pagar secara mekanik dengan memeras biji untuk mendapat straight
jatropha oil (SJO). Minyak jenis SJO ini dengan biaya produksi di bawah Rp 2.000 per liter
sudah dapat mengganti minyak tanah untuk menyalakan kompor dapur atau menggantikan
minyak bakar untuk memanaskan ketel uap air yang menggerakkan turbin-turbin pembangkit
listrik.
2. mengolah SJO melalui proses esterifikasi yang rumit dan karenanya mahal pada investasi
maupun bahan tambahan serta katalis untuk memacu reaksi kimia. Hal ini menyebabkan
biaya pokok produksi ester SJO dua kali lipat SJO. Pada dasarnya, dari sisi mutu, ester-SJO
hanya berbeda pada titik nyala dan derajat kekentalan.
Salah satu pertimbangan penggunaan alternatif BBM fosil dengan menggunakan minyak
jarak pagar (SJO), yaitu: tanaman jarak pagar bisa hidup dan tetap produktif meski ditanam di
tanah kritis dan tandus, tumbuh baik di dataran rendah maupun pegunungan, tidak memiliki
hama dan mulai berbuah pada usia lima bulan sesudah ditanam, serta dapat dipanen terusmenerus hingga usia 50 tahun. Pertimbangan lainnya yaitu dapat meningkatkan penghasilan
petani, mampu menghemat devisa negara apabila produksinya melewati kebutuhan dalam
negeri, dan dapat menurunkan kadar emisi NOx, SOx dan CO.

BATU BARA
The International Handbook of Coal Petrography (1963) menyebutkan bahwa batubara
adalah batuan sedimen yang mudah terbakar, terbentuk dari sisa tanaman dalam variasi
tingkat pengawetan, diikat proses kompaksi dan terkubur dalam cekungan-cekungan pada
kedalaman yang bervariasi.

Sedangkan Prijono (Dalam Sunarijanto, dkk, 2008) berpendapat bahwa batubara adalah
bahan bakar hidrokarbon tertambat yang terbentuk dari sisa tumbuh-tumbuhan yang
terendapkan dalam lingkungan bebas oksigen serta terkena pengaruh temperatur dan tekanan
yang berlangsung sangat lama. Sedang menurut Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara dijelaskan bahwa batubara adalah endapan senyawa
organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan.

Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa batubara adalah mineral organik
yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba yang mengendap di dalam tanah
selama

jutaan

tahun.

Endapan

tersebut

telah

mengalami

berbagai

perubahan

bentuk/komposisi sebagai akibat dari dari adanya proses fisika dan kimia yang berlangsung
selama waktu pengendapannya. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam katagori bahan
bakar fosil.

Batubara merupakan salah satu sumber energi fosil alternatif yang cadangannya cukup besar
di dunia. Bagi Indonesia, yang sumber energi minyak buminya sudah semakin menipis,
pengusahaan penggalian batubara sudah merupakan suatu keniscayaan. Hampir setiap pulau
besar di Indonesia memiliki cadangan batubara, walau dalam kuantitas dan kualitas yang
berbeda.

Terdapat dua model formasi pembentuk batubara (coal bearing formation), yakni model
formasi insitu dan model formasi endapan material tertransportasi (teori drift). Berikut akan
dijelaskan masing-masing model formasi pembentuk batubara tersebut.

1). Model Formasi Insitu

Menurut teori ini, batubara terbentuk pada lokasi dimana pohon-pohon atau tumbuhan kuno
pembentukya tumbuh. Lingkungan tempat tumbuhnya pohon-pohon kayu pembentuk
batubara itu adalah pada daerah rawa atau hutan basah. Kejadian pembentukannya diawali
dengan tumbangnya pohon-pohon kuno tersebut, disebabkan oleh berbagai faktor, seperti
angin (badai), dan peristiwa alam lainnya. Pohon-pohon yang tumbang tersebut langsung
tenggelam ke dasar rawa. Air hujan yang masuk ke rawa dengan membawa tanah atau batuan
yang tererosi pada daerah sekitar rawa akan menjadikan pohon-pohon tersebut tetap
tenggelam dan tertimbun.

Demikianlah seterusnya, bahwa semakin lama semakin teballah tanah penutup pohonpohonan tersebut. Dalam hal ini pohon-pohon tersebut tidak menjadi busuk atau tidak
berubah menjadi humus, tetapi sebaliknya mengalami pengawetan alami. Dengan adanya
rentang waktu yang lama, puluhan atau bahkan ratusan juta tahun, ditambah dengan pengaruh
tekanan dan panas, pohon-pohonan kuno tersebut mengalami perubahan secara bertahap,
yakni mulai dari fase penggambutan sampai ke fase pembatubaraan.

2) Model Formasi Transportasi Material (Teori Drift)

Berdasarkan teori drift ini, batubara terbentuk dari timbunan pohon-pohon kuno atau sisa-sisa
tumbuhan yang tertransportasikan oleh air dari tempat tumbuhnya. Dengan kata lain pohonpohon pembentuk batubara itu tumbang pada lokasi tumbuhnya dan dihanyutkan oleh air
sampai berkumpul pada suatu cekungan dan selanjutnya mengalami proses pembenaman ke
dasar cekungan, lalu ditimbun oleh tanah yang terbawa oleh air dari lokasi sekitar cekungan.

Seterusnya dengan perjalanan waktu yang panjang dan dipengaruhi oleh tekanan dan panas,
maka terjadi perubahan terhadap pohon-pohon atau sisa tumbuhan itu mulai dari fase
penggambutan sampai pada fase pembatubaraan.

Terdapat perbedaan tipe endapan batubara dari kedua formasi pembentukan tersebut.
Batubara insitu biasanya lebih tebal, endapannya menerus, terdiri dari sedikit lapisan, dan
relatif tidak memiliki pengotor. Sedangkan batubara yang terbentuk atau berasal dari
transportasi material (berdasarkan teori drift) ini biasanya terjadi pada delta-delta kuno
dengan ciri-ciri: lapisannya tipis, endapannya terputus-putus (splitting), banyak lapisan
(multiple seam), banyak pengotor, dan kandungan abunya biasanya tinggi.

Dari kedua teori tentang formasi pembentukan batubara tersebut di atas dapat diketahui
bahwa kondisi lingkungan geologi yang dipersyaratkan untuk dapat terjadinya batubara
adalah: berbentuk cekungan berawa, berdekatan dengan laut atau pada daerah yang
mengalami penurunan (subsidence), karena hanya pada lingkungan seperti itulah
memungkinkan

akumulasi

tumbuhan

kuno

yang

tumbang

itu

dapat

mengalami

penenggelaman dan penimbunan oleh sedimentasi. Tanpa adanya penenggelaman dan


penimbunan oleh sedimentasi, maka proses perubahan dari kayu menjadi gambut dan
seterusnya menjadi batubara tidak akan terjadi, malahan kayu itu akan menjadi lapuk dan
berubah menjadi humus.

Terdapat dua tahapan proses pembentukan batubara, yakni proses penggambutan


(peatification) dan proses pembatubaraan (coalification). Pada proses penggambutan terjadi

perubahan yang disebabkan oleh makhluk hidup, atau disebut dengan proses biokimia,
sedangkan pada proses pembatubaraan prosesnya adalah bersifat geokimia.

Pada proses biokimia, sisa-sisa tumbuhan atau pohon-pohonan kuno yang tumbang itu
terakumulasi dan tersimpan dalam lingkungan bebas oksigen (anaerobik) di daerah rawa
dengan sistem drainase (drainage system) yang jelek, dimana material tersebut selalu
terendam beberapa inchi di bawah muka air rawa. Pada proses ini material tumbuhan akan
mengalami pembusukan, tetapi tidak terlapukan. Material yang terbusukkan akan melepaskan
unsur-unsur hidrogen (H), Nitrogen (N), Oksigen (O), dan Karbon (C) dalam bentuk
senyawa-senyawa: CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya bakteri-bakteri
anaerobik serta fungi merubah material tadi menjadi gambut (peat). (Susilawati, 1992 dalam
Sunarijanto, 2008: 5).

Sedangkan pada proses pembatubaraan (coalification), terjadi proses diagenesis dari


komponen-komponen organik yang terdapat pada gambut. Peristiwa diagenesis ini
menyebabkan naiknya temperatur dalam gambut itu. Dengan semakin tebalnya timbunan
tanah yang terbawa air, yang menimbun material gambut tersebut, terjadi pula peningkatan
tekanan. Kombinasi dari adanya proses biokimia, proses kimia, dan proses fisika, yakni
berupa tekanan oleh material penutup gambut itu, dalam jangka waktu geologi yang panjang,
gambut akan berubah menjadi batubara. Akibat dari proses ini terjadi peningkatan persentase
kandungan Karbon (C), sedangkan kandungan Hidrogen (H) dan Oksigen (O) akan menjadi
menurun, sehingga dihasilkan batubara dalam berbagai tingkat mutu (Susilawati, 1992 dalam
Sunarijanto, 2008: 5).

Secara berurutan, proses yang dilalui oleh endapan sisa-sisa tumbuhan sampai menjadi
batubara yang tertinggi kualitasnya adalah sebagai berikut:
1. Sisa-sisa tumbuhan mengalami proses biokimia berubah menjadi gambut (peat);
2. Gambut mengalami proses diagenesis berubah menjadi batubara muda (lignite) atau
disebut juga batubara coklat (brown coal);
3. Batubara muda (lignite atau brown coal) menerima tekanan dari tanah yang menutupinya
dan mengalami peningkatan suhu secara terus menerus dalam waktu jutaan tahun, akan
berubah menjadi batubara subbituminus (sub-bituminous coal);
4. Batubara subbituminus tetap mengalami peristiwa kimia dan fisika sebagai akibat dari
semakin tingginya tekanan dan temperatur dan dalam waktu yang semakin panjang,
berubah menjadi batubara bituminus (bitumninous coal);
5. Batubara bitumninus ini juga mengalami proses kimia dan fisika, sehingga batubara itu
semakin padat, kandungan karbon semakin tinggi, menyebabkan warna semakin hitam
mengkilat. Dalam fase ini terbentuk antrasit (anthracite);
6. Antrasit, juga mengalami peningkatan tekanan dan temperatur, berubah menjadi meta
antrasit (meta anthrasite);
7. Meta antrasit selanjutnya akan berubah menjadi grafit (graphite). Peristiwa perubahan
atrasit menjadi grafit disebut dengan penggrafitan (graphitization).
Dalam semua tingkatan pembentukan batubara itu terdapat berbagai unsur yang sangat
mempengaruhi

peringkat

mutu

batubaranya

dan

sebagai

dasar

pembagian

klas

penggunaannya. Secara garis besarnya dalam batubara terdapat unsur-unsur:

Kandungan air total (total moisture), yakni jumlah kandungan air yang ada pada fisik
batubara, yang terdiri dari air dalam batubara itu sendiri dan air yang terbawa waktu
melakukan penambangan.

Kandungan air bawaan (inheren moisture), yakni air yang ada dalam batubara itu mulai
saat awal pembentukannya. Kadar air itu pada dasarnya akan mempengaruhi nilai
batubara, artinya semakin tinggi kandungan air, maka semakin rendahlah mutu batubara
tersebut.

Kandungan zat terbang (volatile matter), adalah semua unsur yang akan menguap
(terbang) waktu batubara itu mengalami pemanasan. Volatile matter yang tinggi akan
menyebabkan mutu batubara jadi rendah, karena pada intinya volatile matter tidak
memberikan nilai kalor. Batubara dengan volatile matter tinggi, yang tertumpuk pada

stockpile, akan mudah mengalami swabakar, terutama pada udara lembab dan adanya
unsur pemicu oksidasi di dalamnya, seperti pirit dan sebagainya.

Total sulphur (belerang), adalah salah satu unsur yang dapat menurunkan mutu batubara,
karena unsur belerang yang banyak akan menyebabkan rendahnya nilai kalor dan dapat
menyebabkan kerusakan pada dapur pembakaran, serta juga menyebabkan adanya gas
beracun.

Kandungan abu (ash content), adalah sejumlah material yang didapat dari sisa
pembakaran batubara. Semakin tinggi kadar abu batubara, maka semakin rendahlah mutu
batubara tersebut. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, abu ini berasal dari material yang
tidak dapat dioksidasi oleh oksgen.

Kandungan karbon tertambat (fixed carbon), adalah persentase karbon yang ada pada
suatu satuan volume batubara. Semakin tinggi kadar karbon, maka semakin baguslah
kualitas batubara tersebut, karena yang paling berguna dari batubara itu adalah karbon
ini, karena karbonlah yang menghasilkan nilai kalori pada waktu dilakukan pembakaran
batubara.

Nilai kalori (CV), adalah jumlah kalori yang dihasilkan per kg batubara yang dibakar.
Semakin tinggi nilai kalorinya, semakin baguslah mutu batubaranya.

You might also like