You are on page 1of 5

IODOMETRI DAN IODIMETRI

I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan percobaan praktikum ini adalah untuk menentukan kadar tembaga dalam kristal CuSO
4
.5
H
2
O.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi,
sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi.Berarti proses oksidasi
disertai hilangnya elektron sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa di
mana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor,
atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu
berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu
kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja (Khopkar, 2003).
Oksidator lebih jarang ditentukan dibandingkan reduktor. Namin demikian, oksidator dapat
ditentukan dengan reduktor. Reduktor yang lazim dipakai untuk penentuan oksidator adalah kalium
iodida, ion titanium(III), ion besi(II), dan ion vanadium(II). Cara titrasi redoks yang menggunakan
larutan iodium sebagai pentiter disebut iodimetri, sedangkan yang menggunakan larutan iodida
sebagai pentiter disebut iodometri (Rivai, 1995).
Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri) dan ion iodida
digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif beberapa zat merupakan pereaksi reduksi
yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodimetrik
adalah sedikit. Akan tetapi banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion
iodida, dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan
kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi
dengan larutan natrium tiosulfat. Reaksi antara iodium dan tiosulfat berlangsung secara sempurna
(Underwood, 1986).
Iodium hanya sedikit larut dalam air (0,00134 mol per liter pada 25
0
C), tetapi agak larut dalam
larutan yang mengandung ion iodida. Larutan iodium standar dapat dibuat dengan menimbang
langsung iodium murni dan pengenceran dalam botol volumetrik. Iodium, dimurnikan dengan
sublimasi dan ditambahkan pada suatu larutan KI pekat, yang ditimbang dengan teliti sebelum dan
sesudah penembahan iodium. Akan tetapi biasanya larutan distandarisasikan terhadap suatu
standar primer, As
2
O
3
yang paling biasa digunakan. (Underwood, 1986).
Larutan standar yang dipergunakan dalam kebanyakan proses iodometrik adalah natrium tiosulfat.
Garam ini biasanya tersedia sebagai pentahidrat Na
2
S
2
O
3
.5H
2
O. Larutan tidak boleh distandarisasi
dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi terhadap standar primer. Larutan
natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Sejumlah zat padat digunakan sebagai standar
primer untuk larutan natrium tiosulfat. Iodium murni merupakan standar yang paling nyata, tetapi
jarang digunakan karena kesukaran dalam penanganan dan penimbangan. Lebih sering digunakan
pereaksi yang kuat yang membebaskan iodium dari iodida, suatu proses iodometrik (Underwood,
1986).
Metode titrasi iodometri langsung (kadang-kadang dinamakan iodimetri) mengacu kepada titrasi
dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (kadang-kadang
dinamakan iodometri), adlaah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia.
Potensial reduksi normal dari sistem reversibel:
I
2(solid)
2e 2I
-

adalah 0,5345 volt. Persamaan di atas mengacu kepada suatu larutan air yang jenuh dengan adanya
iod padat; reaksi sel setengah ini akan terjadi, misalnya, menjelang akhir titrasi iodida dengan suatu
zat pengoksid seperti kalium permanganat, ketika konsentrasi ion iodida menjadi relatif rendah.
Dekat permulaan, atau dalam kebanyakan titrasi iodometri, bila ion iodida terdapat dengan berlebih,
terbentuklah ion tri-iodida:
I
2(aq)
+ I
-
I
3
-

Karena iod mudah larut dalam larutan iodida. Reaksi sel setengah itu lebih baik ditulis sebagai:
I
3
-
+ 2e 3I
-

Dan potensial reduksi standarnya adalah 0,5355 volt. Maka, iod atau ion tri-iodida merupakan zat
pengoksid yang jauh lebih lemah ketimbang kalium permanganat, kalium dikromat, dan serium(IV)
sulfat (Bassett, J. dkk., 1994).
Dalam kebanyakan titrasi langsung dengan iod (iodimetri), digunakan suatu larutan iod dalam kalium
iodida, dan karena itu spesi reaktifnya adalh ion tri-iodida, I
3
-
. Untuk tepatnya, semua persamaan
yang melibatkan reaksi-reaksi iod seharusnya ditulis dengan I
3
-
dan bukan dengan I
2
, misalnya:
I
3
-
+ 2S
2
O
3
2-
= 3I
-
+ S
4
O
6
2-

akan lebih akurat daripada:
I
2
+ 2S
2
O
3
2-
= 2I
-
+ S
4
O
6
2-

(Bassett, J. dkk., 1994).
Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga iodium dapat bekerja sebagai indikatornya
sendiri. Iodium juga memberi warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut
sebagai karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini digunakan untuk mengetahui
titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloidal) kanji, karena
warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium.
Kepekaan lebih besar dalam larutan yang sedikit asam daripada larutan netral dan lebih besar
dengan adanya ion iodida (Underwood, 1986).
Pembahasan
Garam KIO
3
mampu mengoksidasi iodida menjadi iod secara kuantitatif dalam larutan asam. Oleh
karena itu digunakan sebagai larutan standar dalam proses titrasi Iodometri ini. Selain itu juga
karena sifat Iod itu sendiri yang mudah teroksidasi oleh oksigen dalam lingkungan sehingga iodida
mudah terlepas. Reaksi ini sangat kuat dan hanya membutuhkan sedikit sekali kelebihan ion
hidrogen untuk melengkapi reaksinya. Namun kekurangan utama dari garam ini sebagai standar
primer adalah bahwa bobot ekivalennya yang rendah. Larutan standar ini sangat stabil dan
menghasilkan iod bila diolah dengan asam :
IO
3
-
+ 5I
-
+ 6H
+
3 I
2
+ 3H
2
O
Larutan KIO
3
memiliki dua kegunaan penting, pertama, adalah sebagai sumber dari sejumlah iod yang
diketahui dalam titrasi, ia harus ditambahkan kepada larutan yang mengandung asam kuat, ia tak
dapat digunakan dalam medium yang netral atau memiliki keasaman rendah. Yang kedua, dalam
penetapan kandungan asam dari larutan secara iodometri, atau dalam standarisasi larutan asam
keras. Larutan baku KIO
3
0,1 N dibuat dengan melarutkan beberapa gram massa kristal KIO
3
yang
berwarna putih dengan menggunakan aquades dan mengencerkannya.
1. 1. Pembakuan Larutan Na
2
S
2
O
3
dengan Larutan Baku KIO
3

Percobaan ini menggunakan metode titrasi iodometri yaitu titrasi tidak langsung dimana mula-mula
iodium direaksikan dengan iodida berlebih, kemudian iodium yang terjadi dititrasi dengan natrium
thiosulfat. Larutan baku yang digunakan untuk standarisasi thiosulfat sendiri adalah KIO
3
dan terjadi
reaksi:
Oksidator + KI I
2

I
2
+ 2Na
2
S
2
O
3
2NaI + Na
2
S
4
O
6

Natrium tiosulfat dapat dengan mudah diperoleh dalam keadaan kemurnian yang tinggi, namun
selalu ada saja sedikit ketidakpastian dari kandungan air yang tepat, karena sifat flouresen atau
melapuk-lekang dari garam itu dan karena alasan-alasan lainnya. Karena itu, zat ini tidak memenuhi
syarat untuk dijadikan sebagai larutan baku standar primer. Natrium tiosulfat merupakan suatu zat
pereduksi, dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
2S
2
O
3
2-
S
4
O
6
2-
+ 2e
-

Pembakuan larutan natrium tiosulfat dapat dapat dilakukan dengan menggunakan kalium iodat,
kalium kromat, tembaga dan iod sebagai larutan standar primer, atau dengan kalium permanganat
atau serium (IV) sulfat sebagai larutan standar sekundernya. Namun pada percobaan ini senyawa
yang digunakan dalam proses pembakuan natrium tiosulfat adalah kalium iodat standar.
Larutan thiosulfat sebelum digunakan sebagai larutan standar dalam proses iodometri ini harus
distandarkan terlebih dahulu oleh kalium iodat yang merupakan standar primer. Larutan kalium
iodat ini ditambahkan dengan asam sulfat pekat, warna larutan menjadi bening. Dan setelah
ditambahkan dengan kalium iodida, larutan berubah menjadi coklat kehitaman. Fungsi penambahan
asam sulfat pekat dalam larutan tersebut adalah memberikan suasana asam, sebab larutan yang
terdiri dari kalium iodat dan klium iodida berada dalam kondisi netral atau memiliki keasaman
rendah. Reaksinya adalah sebagai berikut :
IO
3
-
+ 5I
-
+ 6H
+
3I
2
+ 3H
2
O
Indikator yang digunakan dalam proses standarisasi ini adalah indikator amilum 1%. Penambahan
amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir titrasi dimaksudkan agar amilum tidak
membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa
semula. Proses titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan sifat I
2
yang mudah
menuap. Pada titik akhir titrasi iod yang terikat juga hilang bereaksi dengan titran sehingga warna
biru mendadak hilang dan perubahannya sangat jelas. Penggunaan indikator ini untuk memperjelas
perubahan warna larutan yang terjadi pada saat titik akhir titrasi. Sensitivitas warnanya tergantung
pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-amilum memiliki kelarutan yang kecil dalam air,
sehingga umumnya ditambahkan pada titik akhir titrasi. Jika larutan iodium dalam KI pada suasana
netral dititrasi dengan natrium thiosulfat, maka :
I
3
-
+ 2S
2
O
3
2-
3I
-
+ S
4
O
6
2-

S
2
O
3
2-
+ I
3
-
S
2
O
3
I
-
+ 2I
-

2S
2
O
3
I
-
+ I
-
S
4
O
6
2-
+ I
3
-

S
2
O
3
I
-
+ S
2
O
3
2-
S
4
O
6
2-
+ I
-

Dari hasil perhitungan diketahui besarnya konsentrasi natrium thiosulfat yang digunakan sebagai
larutan baku standar sebesar 6,25 N.
1. 2. Penentuan Kadar Cu
2+
dengan Larutan Baku Na
2
S
2
O
3

Pada penentuan kadar Cu dengan larutan baku Na
2
S
2
O
3
akan terjadi beberapa perubahan warna
larutan sebelum titik akhir titrasi. Tembaga murni dapat digunakan sebagai standar primer untuk
natrium thiosulfat dan direkomendasikan jika thiosulfat harus digunakan untuk menetapkan
tembaga. Potensial standar pasangan Cu(II) Cu(I) adalah +0,15 V dan karena itu iod merupakan
pengoksidasi yang lebih baik dari pada ion Cu(II). Tetapi bila ion iodida ditambahkan ke dalam
larutan Cu(II) akan terbentuk endapan Cu(I).
2Cu
2+
+ 4I
-
2CuI
(s)
+ I
2

Penentuan kadar Cu
2+
dalam larutan dengan bantuan larutan natrium tiosulfat yang dilakukan
mengencerkan 5 mL sampel garam hingga 100 mL dan mengambil 10 mL hasil pengenceran tersebut
untuk ditambahkan dengan larutan KI 10% dan menitrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat
hingga larutan yang semula berwarna coklat tua menjadi larutan yang berwarna kuning
muda. Kemudian larutan tersebut ditambahkan dengan 4 mL larutan amilum 1 % menghasilkan
larutan yang semula berwarna kuning muda menjadi biru tua, Penambahan indikator amilum 1% ini
dimaksudkan agar memperjelas perubahan warna yang terjadi pada larutan tersebut. kemudian
larutan tersebut dititrasi kembali dengan larutan natrium tiosulfat hingga warna biru pada larutan
tepat hilang. Untuk lebih memperjelas terjadinya reaksi tersebut, ke dalam larutan ditambahkan
amilum. Bertemunya I
2
dengan amilum ini akan menyebabakan larutan berwarna biru
kehitaman. Selanjutnya titrasi dilanjutkan kembali hingga warna biru hilang dan menjadi putih
keruh.
I
2
+ amilum I
2
-amilum
I
2
-amilum + 2S
2
O
3
2-
2I
-
+ amilum + S
4
O
6
-

Hal yang perlu diperhatikan setelah penambahan amilum adalah adanya sifat adsorpsi pada
permukaan endapan tembaga(I) iodida. Sifat ini menyebabkan terjadinya penyerapan iodium dan
apabila iodium ini dihilangkan dengan cara titrasi, maka titik akhir titrasi akan tercapai terlalu cepat.
Oleh karena itu, sebelum titik akhir titrasi tercapai, yaitu pada saat warna larutan yang dititrasi
dengan Na
2
S
2
O
3
akan berubah dari biru menjadi bening, dilakukan penambahan kalium tiosianat
KCNS.
Penambahan KCNS menyebabkan larutan kembali berwarna biru. Reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut:
2Cu
2+
+ 2I
-
+ 2SCN
-
2CuSCN + I
2

Endapan tembaga(I) tiosianat yang terbentuk mempunyai kelarutan yang lebih rendah daripada
tembaga(I) iodida sehingga dapat memaksa reaksi berjalan sempurna. Selain itu, tembaga(I) tiosianat
mungkin terbentuk pada permukaan tembaga(I) iodida yang telah mengendap. Reaksinya sebagai
berikut:
CuI + SCN
-
CuSCN + I
-

Penambahan larutan KCNS ini bertujuan sebagai larutan yang mengembalikan reaksi penambahan
indikator amilum dalam larutan sehingga larutan menjadi kembali biru. Reaksi yang berlangsung
adalah
2Cu
2+
+ 4 I
-
2CuI + I
2

2S
2
O
3
2-
+ I
2
S
4
O
6
2-
+ 2I
-

dari hasil pengamatan dan perhitungan, didapatkan jumlah volume titrasi larutan natrium tiosulfat
yang dibutuhkan untuk merubah larutan dari warna coklat tua menjadi kuning muda setelah
penambahan amilum maka larutan menjadi bening dan setelah penambahan KCNS maka larutan
menjadi jernih kembali. Dari hasil perhitungan diperoleh massa tembaga pada larutan sampel
sebesar 0,4321 gram dan kadar tembaga (%Cu
2+
) dalam larutan sample tersebut adalah sebesar
43,21 %.
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan tujuan, perhitungan dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat
ditarik beberapa kesimpulan berikut :
1. Ada dua cara analisis menggunakan senyawa iodium yaitu titrasi iodimetri atau dengan
iodometri dimana iodium terlebih dahulu dioksidasi oleh oksidator misalnya KI.
2. Kadar tembaga dalam garam CuSO
4
.5H
2
O dapat ditentukan dengan cara iodometri.
3. Indikator yang dipakai adalah amilum karena amilum sangat peka terhadap iodium
dan terbentuk kompleks amilum berwarna biru cerah, saat ekivalen amilum terlepas kembali.
4. Massa tembaga pada larutan diketahui sebesar 0,4321 gram dan kadar tembaga dalam
larutan sebesar 43,21 %.
DAFTAR PUSTAKA
Basset. J etc. 1994. Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Penerbit UI. Jakarta.

You might also like