You are on page 1of 26

1

Abstrak


Epilepsi, atau yang ramai disebut khalayak adalah ayan, merupakan gangguan yang terjadi di
sistem saraf otak manusia, dimana hal ini disebabkan karena adanya aktivitas kelompok sel
neuron yang terlalu berlebihan sehingga terjadi berbagai reaksi pada penderita, seperti yang
paling umum adalah kejang, mulai dari kejang kaku atau ada juga yang hingga seluruh badan
terguncang-guncang. Epilepsi dibagi dalam dua kategori, yakni fokal dan general. Terapi dari
epilepsi sendiri yang paling utama diberikan adalah anti-konvulsan (kejang) dan beberapa
obat lainnya sesuai dengan kondisi pasien. Epilepsi sendiri tidak menular, hal ini perlu
diedukasikan lagi kepada masyarakat, mengingat epilepsi merupakan suatu penyakit yang
muncul dikarenakan oleh adanya faktor-faktor pemicunya.

Kata Kunci: Epilepsi, saraf, kejang, anti-konvulsan, edukasi.

Pendahuluan
Epilepsi adalah suatu kondisi medis yang menghasilkan kejang yang mempengaruhi berbagai
fungsi mental dan fisik. Hal ini juga disebut gangguan kejang. Ketika seseorang memiliki dua
atau lebih kejang tak beralasan, mereka dianggap memiliki epilepsi. Kejang terjadi ketika
kelompok sel saraf di otak mensinyal abnormal, yang mungkin dalam waktu singkat
mengubah kesadaran seseorang, gerakan atau tindakan.
1

Anamnesis
2,3

Dalam memeriksa penyakit saraf, data riwayat merupakan hal yang penting. Seorang dokter
tidak mungkin berkesematan mengikuti penyakit sejak dari mulanya. Biasanya penderita
darang ke dokter pada saat penyakit sedang berlangsung, bahkan terkadang saat penyakitnya
sudah sembuh dan keluhan yang dideritanya merupakan gejala sisa. Selain itu, ada juga
penyakit yang gejalanya timbul pada waktu-waktu tertentu; jadi dalam bentuk serangan.
Diluar serangan, penderitanya berada dalam keadaan sehat. Jika penderita datang ke dokter di
luar serangan, sulit bagi dokter untuk menegakan diagnosis penyakitnya, kecuali dengan
bantuan laporan yang dikemukakan oleh penderita (anamnesis) dan orang yang
menyaksikannya (allo-anamnesis). Hal ini dijumpai pada epilepsi.
2

2


Hal-hal yang perlu ditanyakan:
3

- Pola / bentuk serangan? Sekujur tubuh / sebagian / kaku saja?
- Jangka waktu serangan?
- Gejala sebelum, selama dan setelah serangan? Gejala apakah yang muncul?
- Frekuensi serangan?
- Apa yang dilakukan oleh penderita selama serangan?
- Apakah pasien dapat ikut merasakan disaat sedang berlangsungnya serangan? Dan / ataukah
pasien dapat mengingat hal yang terjadi selama serangan?
- Apa yang dirasakan pasien setelah serangan terjadi? Berapa lama waktu yang dibutuhkan
untuk pasien dapat mencapai kondisi awal normal (tenang, seperti biasa)?
- Faktor Pemicu?
- Ada atau tidaknya, penyakit lain yang mempengaruhi sekarang?
- Usia pasien pada serangan pertama?
- Riwayat kehamilan, persalinan dan pengembangan?
- Riwayat Penyakit, penyebabnya, dan terapi sebelumnya?
- Riwayat epilepsi dalam keluarga ?
- Apakah pasien sudah menunjukan adanya respon terapi terhadap serangan?

Gambar 1. Ekspresi muka penderita saat sedang serangan
4
3



Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Fisik
3

Diagnosis klinis kejang didasarkan pada riwayat yang diperoleh dari pasien dan, yang
paling penting, para pengamat (di sekitarnya, yang dekat). Pemeriksaan fisik
membantu dalam diagnosis sindrom epilepsi spesifik yang menyebabkan temuan
abnormal, seperti kelainan dermatologi. Sebagai contoh, pasien dengan tonik-klonik
umum selama bertahun-tahun cenderung memiliki luka yang membutuhkan jahitan.

b. Pemeriksaan Penunjang
5

Pemeriksaan neurologis
Dokter mungkin menguji perilaku pasien, kemampuan motorik, fungsi mental dan
daerah lainnya untuk mendiagnosa kondisi pasien dan menentukan jenis epilepsi yang
mungkin diderita.
6

Pemeriksaan darah untuk melihat apakah terdapat tanda-tanda infeksi,
gangguan elektrolit, anemia, atau diabetes, yang dapat berhubungan dengan
terjadinya kejang.

Neuro-imaging:
a. Electro-encephalography (EEG).
EEC(elektroensefalogram). Pemeriksaan ini paling sering dilakukan untuk
membantu mendiagnosa epilepsi. EEG merekam aktivitas listrik di otak
melalui elektroda yang ditempelkan pada kulit kepala dengan cairan
seperti pasta. Jika terdapat epilepsi, maka akan terlihat perubahan pola
normal gelombang otak, meskipun penderita tidak sedang mengalami
serangan. Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa sakit dan tidak
berisiko. Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien dengan
epilepsi dan investigasi yang paling sering dilakukan untuk diagnosis
rnenegakkan epilepsi. Namun. EEG bukan standar emas untuk diagnosis.
Hasil EEG dikatakan bermakna jika didukung oleh klinis.

EEG dapat mengungkapkan tanda-tanda gangguan fungsi otak fokal atau
global, seperti disfungsi otak pada penderita dengan epilepsi, tumor
4


serebri, infark, hemoragi, kontusio serebri, ensefalitis, dan berbagai
keadaan psikiatrik.
7


Kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan lesi struktural dalam
otak, sedangkan kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan
kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal.

1) irama Asymmetric dan tegangan bentuk gelombang di daerah yang sama di
kedua belahan otak.
2) Rhythm gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dari yang
seharusnya misalnya gelombang delta.
3) Gelombang biasanya tidak ditemukan pada anak-anak normal, seperti
gelombang tajam, paku, dan gelombang lambat paroximally timbul.

b. Perekaman video EEG
Rekaman EEG dan video secara bersamaan pada pasien yang sedang mengalami
serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber serangan.
Merekam video EEG menunjukkan hubungan antara fenomena klinis dan EEG,
serta memberikan kesempatan untuk mengulang gambaran klinis sana. Prosedur
mahal sangat berguna bagi pasien yang penyebabnya belum diketahui dengan
pasti, dan juga bermanfaat untuk kasus-kasus refrakter * epilepsi. Penentuan
lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini diperlukan dalam persiapan
untuk operasi.

CT scan, diperlukan jika terjadi serangan untuk pertama kalinya. CT scan
dilakukan untuk melihat struktur otak, sehingga dapat dilihat apakah terdapat
kelainan pada otak yang dapat menimbulkan serangan, misalnya tumor,
perdarahan, atau kista.
MRI, memberikan informasi yang mirip dengan CT scan, tetapi lebih detail.
Pemeriksaan MRI dapat melihat kelainan di otak yang dapat menyebabkan
terjadinya serangan.
PET {Positron Emission Tomography). PET scan menggunakan material
radioaktif dengan dosis kecil yang disuntikkan ke pembuluh darah untuk
5


membantu melihat area yang aktif pada otak dan mendeteksi kelainan.
SPECT (Single photon emission computed tomography). Pemeriksaan ini
menggunakan material radioaktif dosis kecil yang disuntukkan ke pembuluh darah
untuk menghasilkan gambaran aliran darah pada otak selama serangan.
Pemeriksaan ini biasanya digunakan jika hasil MRI dan EEG tidak menunjukkan
lokasi gangguan pada otak tempat serangan berasal.
6

EKG (elektrokardiogram) dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan irama
jantung sebagai akibat dari tidak adekuatnya aliran darah ke otak, yang bisa
menyebabkan seseorang mengalami pingsan.
Terkadang dilakukan punksi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi
otak.
Tes neuropsikologi. Pada tes ini, dokter menilai pemikiran pasien, memori dan
keterampilan berbicara. Hasil uji membantu dokter menentukan area mana dari otak
pasien yang terkena.
6




Diagnosis
Untuk mendiagnosa kondisi pasien, dokter akan meninjau gejala dan riwayat medis. Dokter
mungkin memesan beberapa tes untuk mendiagnosa epilepsi dan menentukan penyebab
kejang. Diagnosis juga ditegakkan berdasarkan gejala-gejala yang disampaikan oleh orang
lain yang menyaksikan terjadinya serangan epilepsi pada penderita.

Sekilas epilepsi Klasifikasi Kejang
Pada tahun 1981, Liga Internasional Melawan Epilepsi (ILAE International League Against
Epikepsy) mengembangkan klasifikasi internasional kejang epilepsi yang membagi kejang
menjadi 2 kelas utama: kejang onset parsial dan kejang onset umum. Kejang parsial dimulai
di daerah fokus dari korteks serebral, sedangkan kejang umum memiliki onset direkam secara
bersamaan di kedua belahan otak. Beberapa kejang sulit untuk masuk ke dalam satu kelas,
dan mereka dianggap kejang tidak terklasifikasi (unclassified). Klasifikasi ini masih diterima
secara luas.

Klasifikasi lain, seperti klasifikasi semiologic dikemukakan oleh Luders dan lain-lain, telah
6


diusulkan. Sebuah perbaikan klasifikasi ini semiologic menyebabkan klasifikasi pasien
berorientasi 5 dimensi (5-D) epilepsi. Komisi klasifikasi ILAE telah mengembangkan
laporan tambahan. Pada tahun 2006, klasifikasi baru yang diusulkan kejang diterbitkan 2
perubahan utama dalam klasifikasi ini adalah:
(1) penggunaan fokus daripada parsial dan
(2) usulan bahwa kejang tunggal dalam yang punya kecenderungan untuk kejang lanjut
dianggap epilepsi.
Pada tahun 2010, klasifikasi ILAE dijelaskan lebih rinci keputusan menggunakan perubahan
terminologi dalam klasifikasi yang diusulkan direvisi. Namun demikian, kontroversi tetap
antara dokter. Sebuah proposal yang terevisi diharapkan setelah pertemuan ILAE tahun 2013.

i) Kejang Fokal
Kejang fokal yang lebih diklasifikasikan sebagai :
1) Kejang fokal kompleks dan sederhana
Elemen penentu focal seizures sederhana adalah kejang dengan kesadaran
dipertahankan/terlindungi. Banyak pasien dengan kejang fokal kompleks memiliki aura
memperingatkan mereka kejang mereka.
Aura adalah kejang fokal sederhana. Berbagai jenis kejang fokal sederhana termasuk
sensorik, motorik, otonom, dan jenis psikis. Setiap pengalaman diskrit yang melibatkan
korteks serebral bisa menjadi kejang fokal-onset sederhana. Diagnosis didasarkan pada
berulang, terjadinya stereotip dari pengalaman yang sama dalam hubungan dengan focal
elektroensefalografik (EEG) perubahan atau aura berulang mengarah ke kejang fokal-onset
kompleks atau kejang umum sekunder. Resolusi fenomena klinis berulang dengan
antikonvulsan adalah dugaan tapi tidak bukti diagnostik untuk serangan epilepsi.

Diagnosis klinis sulit, karena banyak aura stereotip dapat dirangsang di daerah korteks
serebral yang tidak tercatat dengan baik pada EEG khas. Sekitar 20-40% dari aura memiliki
ictal berkorelasi pada kulit kepala EEG. Focal seizures sederhana dapat berlangsung beberapa
detik hingga beberapa menit. Namun, jika aura berlangsung lebih lama dari 30 menit, itu
dianggap Status epileptikus fokal sederhana.

Kesadaran terganggu selama kejang fokal kompleks. Dalam prakteknya, menilai sejarah
pasien untuk menentukan apakah kesadaran telah rusak sulit. Cara yang paling umum untuk
7


menilai kesadaran diawetkan meminta pasien jika mereka ingat acara tersebut. Pasien
mungkin dapat mengingat aura mereka, tetapi tidak menyadari bahwa mereka hampir tidak
dapat menanggapi lingkungan.

Sebuah kejang fokal kompleks biasanya dimulai dengan penangkapan perilaku dan diikuti
dengan menatap, Otomatisasi, dan kebingungan postictal. Otomatisasi sering terdiri dari
karet, memukul bibir, bergumam, dan meraba-raba dengan tangan. Sikap dystonic dari
ekstremitas atas kontralateral sering terlihat bila kejang parsial kompleks berasal dari lobus
temporal mesial. Tipikal kejang fokal kompleks berlangsung sekitar 60-90 detik dan diikuti
oleh kebingungan postictal singkat. Namun, kelemahan umum, asthenia, dan kelelahan dapat
berlangsung selama beberapa hari.

Focal seizures yang kompleks asal frontal lobe mungkin fitur-perilaku motorik aneh seperti
bersepeda atau postur anggar. Mereka memiliki fitur motor yang lebih menonjol
dibandingkan dengan focal seizures yang kompleks onset lobus temporal. Lobus onset kejang
fokal kompleks frontal mungkin memiliki pemulihan cepat postictal baseline, dan mereka
sering muncul dalam kelompok kejang.
Sebagian besar focal seizures yang kompleks memiliki ictal berkorelasi pada EEG. Sebuah
irama alpha normal selama penurunan perilaku kesadaran sangat sugestif kejang nonepileptic.

2) Kejang umum sekunder
Kejang umum sekunder sering dimulai dengan aura yang berkembang menjadi kejang fokal
kompleks dan kemudian menjadi kejang tonik klonik umum. Namun, kejang fokal kompleks
mungkin berkembang menjadi kejang tonik klonik umum, atau aura dapat berkembang
menjadi kejang tonik klonik umum tanpa jelas kejang fokal kompleks. Secara klinis
mengklasifikasikan kejang tonik klonik umum sebagai umum sekunder (onset fokal) atau
terutama umum sulit atas dasar sejarah saja.
Dalam kebanyakan kasus, hubungan dengan amnesia menonjol untuk aura meningkat dengan
keparahan kejang umum sekunder.

ii) Kejang Umum (Generalized)
Kejang Generalized-onset diklasifikasikan menjadi 6 kategori utama, sebagai berikut:
1.Tidak Adanya kejang
8


2.Kejang mioklonik
3.Kejang klonik
4.Kejang tonik
5.Primer tonik-klonik umum
6.Kejang atonic

Setiap jenis kejang diklasifikasikan oleh manifestasi klinis dan EEG nya. Pada kesempatan,
mengklasifikasikan kejang sulit meskipun rekaman video review data.

- Tidak Adanya kejang
Tidak Adanya kejang / absennya kejang adalah episode singkat gangguan kesadaran tanpa
aura atau kebingungan postictal. Mereka biasanya berlangsung kurang dari 20 detik dan
disertai dengan sedikit atau tidak ada Otomatisasi. Otomatisasi wajah yang paling umum, dan
berulang berkedip adalah otomatisme wajah paling umum. Hiperventilasi atau rangsangan
photic sering endapan kejang ini yang biasanya dimulai pada masa kanak-kanak atau remaja,
meskipun mereka dapat bertahan sampai dewasa.

Diagnosis adanya kejang onset baru di masa dewasa tidak benar dalam sebagian besar kasus.
Orang dewasa sering mengalami kejang fokal kompleks dengan Otomatisasi relatif kecil.
Pada anak-anak, adanya kejang yang sering tidak diakui sampai anak mengembangkan
kejang tonik klonik umum, dan kemudian anak tersebut dibawa ke perhatian medis.
Mendadak penurunan kinerja di sekolah atau perhatian keseluruhan mungkin merupakan
sebuah manifestasi halus adanya kejang sering.

Klasik electroencephalogram iktal (EEG) berkorelasi adanya kejang terdiri dari 3,5-Hz umum
kompleks gelombang spike dan lambat. Twin penelitian telah menunjukkan kecenderungan
yang signifikan untuk mewarisi khas adanya kejang masa kanak-kanak. Kelainan EEG dapat
bertahan menjadi dewasa meskipun tidak adanya kejang klinis. Namun, dibandingkan dengan
debit EEG pada anak-anak, pada orang dewasa terjadi lebih sering, mereka kurang terbentuk
dengan baik, dan mereka adalah amplitudo rendah.

- Mioklonik, kejang klonik, dan tonik
Kejang mioklonik terdiri dari singkat, arrhythmic, menyentak, gerakan motorik yang kurang
9


dari 1 detik terakhir. Kejang mioklonik sering klaster dalam beberapa menit. Jika mereka
berkembang menjadi berirama, gerakan yang menghentak, mereka diklasifikasikan sebagai
berkembang menjadi kejang klonik. Mioklonus tidak selalu epilepsi. Misalnya, tersentak
myoclonic selama fase I tidur adalah fenomena rilis normal. Ictal klasik berkorelasi kejang
mioklonik di EEG terdiri dari cepat kompleks gelombang polyspike-dan-lambat.

Kejang klonik terdiri dari ritmis, motorik, menyentak gerakan dengan atau tanpa penurunan
kesadaran. Kejang klonik dapat memiliki asal fokus dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
Kejang fokal diklasifikasikan sebagai kejang parsial sederhana atau kompleks. Kejang klonik
khas umum secara bersamaan melibatkan ekstremitas atas dan bawah. The iktal EEG
berkorelasi terdiri dari bilateral discharge epileptiform berirama.

Kejang tonik terdiri dari onset mendadak ekstensi tonik atau fleksi kepala, batang, dan / atau
ekstremitas selama beberapa detik. Serangan ini biasanya terjadi dalam kaitannya dengan
mengantuk, tak lama setelah orang tertidur, atau hanya setelah ia terbangun. Mereka sering
dikaitkan dengan kelainan neurologis lainnya.

Iktal berkorelasi kejang tonik di EEG termasuk respon electrodecremental, yang merupakan
debit frekuensi tinggi electrographic pada frekuensi beta (juga dikenal sebagai "beta buzz")
dengan amplitudo yang relatif rendah dibandingkan dengan irama latar belakang. Pola ini
dapat berkembang menjadi kompleks lonjakan-dan-gelombang lambat atau polyspikes
menyebar.

- Primer tonik-klonik umum (tanpa aura)
Tonik-klonik sering disebut sebagai grand mal. Mereka terdiri dari beberapa perilaku
motorik, termasuk ekstensi umum tonik pada ekstremitas yang berlangsung selama beberapa
detik diikuti dengan gerakan ritmis klonik dan kebingungan postictal berkepanjangan. Pada
evaluasi klinis, satu-satunya perbedaan antara perilaku kejang dan kejang tonik klonik umum
sekunder adalah bahwa kejang ini kekurangan aura. Namun, aura sebelum kejang pada
kejang umum sekunder sering dilupakan karena amnesia postictal.

Iktal berkorelasi dengan kejang tonik klonik umum, terdiri dari umum (bilateral) kompleks
paku atau polyspike dan lambat gelombang. Ini pelepasan epileptiform sering mengalami
10


peningkatan amplitudo pada daerah frontal.

- Kejang atonic
Kejang atonic terjadi pada orang dengan kelainan neurologis yang signifikan secara klinis.
Serangan ini terdiri dari hilangnya singkat nada postural, sering mengakibatkan jatuh dan
cedera. The iktal EEG berkorelasi mirip dengan kelainan diamati dalam kejang tonik.

Klasifikasi Sindrom sindrom epilepsi
Epilepsi adalah gejala disfungsi neurologis dan hanyalah salah satu manifestasi dari banyak
penyakit neurologis. Seperti sindrom lainnya dalam kedokteran, sebuah sindrom epilepsi
adalah sekelompok tanda dan gejala yang berbagi patogenesis umum, prognosis, dan respon
terhadap pengobatan.

Pada tahun 1989, Liga Internasional Melawan Epilepsi (ILAE) mengembangkan klasifikasi
sindrom epilepsi. Sebuah gugus tugas merevisi klasifikasi sindrom ini. Sistem saat ini terdiri
dari 2 kategori utama: sindrom lokalisasi-terkait dan sindrom umum-onset.

Dokter idealnya akan mengklasifikasikan kejang pasien mereka dengan menggunakan
klasifikasi untuk jenis kejang dan membuat diagnosis sindrom jika mungkin.

Epilepsi dan sindrom lokalisasi terkait meliputi:
-Idiopatik, dengan onset yang berkaitan dengan usia
-Epilepsi pada anak jinak dengan paku centrotemporal
-Anak epilepsi dengan paroxysms oksipital
-Gejala simptomatis
-Mesial sclerosis lobus temporal

Epilepsi umum dan sindrom meliputi:
-Idiopatik, dengan onset yang berkaitan dengan usia
-Jinak kejang familial neonatal
-Kejang neonatal jinak
-Epilepsi mioklonik ringan (benigna) bayi
-Anak adanya epilepsi (pyknolepsy)
11


-Juvenile epilepsi petit mal
-Juvenile myoclonic epilepsi (JME)
-Epilepsi dengan kejang grand mal pada kebangkitan
-Idiopatik dan / atau gejala kejang infantil
-Sindrom Lennox-Gastaut
-Epilepsi dengan kejang mioklonik astatic
-Epilepsi dengan absen mioklonik
-Gejala simptomatis

Pada tahun 2001, Satuan Tugas Klasifikasi dan Terminologi Liga Internasional Melawan
Epilepsi (ILAE) mengusulkan bahwa daripada merevisi seluruh klasifikasi kejang (1981) atau
sindrom epilepsi (1989), strategi yang lebih baik adalah untuk merancang 5-axis diagnostik
skema, sebagai berikut :




Axis 1: terminologi ictal Deskriptif
Axis 2: jenis kejang, dari "Daftar Kejang epilepsi" dengan lokasi otak tertentu, jika
diketahui
Axis 3: Sindrom, dari "Daftar Epilepsi Syndromes," tidak selalu mungkin
Axis 4: Etiologi, termasuk cacat genetik tertentu atau substrat patologis
Axis 5: Penurunan, parameter opsional tapi berguna dapat diturunkan dari Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) merevisi Klasifikasi Internasional Berfungsi, cacat, dan Kesehatan
(ICIDH-2) klasifikasi gangguan

2001 Laporan gugus tugas juga membahas ditinggalkannya istilah parsial onset atau
lokalisasi terkait kejang atau epilepsi untuk jangka fokus. 2006 review terminologi
diformalkan perubahan dari parsial untuk fokus, tapi epilepsi lokalisasi terkait tetap istilah
diterima. Selain itu, gugus tugas merekomendasikan bahwa kriptogenik jangka diganti untuk
kata-kata yang lebih tepat mungkin gejala. Namun, kriptogenik tetap istilah diterima.

Terlepas dari kenyataan bahwa psikiater telah berhasil digunakan selama bertahun-tahun
12


skema diagnostik 5-axis agak mirip, kritikus menunjukkan bahwa sistem ini tidak perlu
kompleks dan kehandalan, akurasi, dan penggunaan klinis tidak pasti.

A. Diagnosis Kerja
Epilepsi kategori Generalized tipe Tonik-Klonik Primer, atau disebut juga sebagai
Epilepsi Grand-mal.

B. Diagnosis Banding
1. Kejang Umum Tonik (hanya kaku),
2. Kejang Umum Klonik (tubuh terguncang-guncang).

3. Epilepsi Lobus Frontal
8

Ditandai dengan kejang berulang yang timbul dari lobus frontal. Sering, jenis
kejang parsial sederhana atau kompleks parsial, sering dengan generalisasi
sekunder. Manifestasi klinis cenderung mencerminkan area spesifik onset renjatan
dan berkisar dari perilaku motor atau tonik / perubahan postural.

Status epileptikus dapat berhubungan lebih sering dengan kejang lobus frontal
dibandingkan dengan kejang yang timbul dari daerah lain.

Kejang mungkin timbul dari salah satu daerah lobus frontal, termasuk
orbitofrontal, frontopolar, dorsolateral, opercular, area tambahan, motor korteks,
atau cingulate gyrus. Kondisi penyakit umumnya terkait dengan epilepsi lobus
frontal sering gejala, termasuk penyebab kongenital (seperti disgenesis kortikal,
gliosis, malformasi vaskular), neoplasma, trauma kepala, infeksi, dan anoksia.

Karena kemajuan dalam analisis genetik, jumlah diperluas diturunkan secara
genetik frontal sindrom epilepsi lobus telah dijelaskan. Banyak sindrom ini
ditandai dengan warisan dominan autosomal, milik kelompok yang dikenal
sebagai Epilepsi Lobus Frontal Nokturnal Autosomal Dominan(Autosomal
Dominant Nocturnal Frontal Lobe Epilepsy - ADNFLE).

Adapula yang memebdakan dengan kejang lainnya ialah, etiologi daripada
13


epilepsi ini: Tumor, trauma kepala, malformasi vaskular, diturunkan, lesi kortika,
gliosis, dan ensefalitis.

Masalah kualitas hidup untuk pasien dengan epilepsi dapat meliputi:
-Mengatasi stigma sosial epilepsi
-Hidup dengan batasan-batasan
-Hidup dengan terapi jangka panjang

Etiologi
4

Beberapa hal yang bisa menyebabkan epilepsi atau faktor predisisposisi penyakit epilepsi
adalah :
-Asfiksia neonatorum
-Riwayat demam tinggi
-Riwayat ibu-ibu yang mempunyai faktor resiko tinggi (tenaga kerja, wanita dengan
latar belakang susah melahirkan, penggunaan obat-obatan, dianetes, atau hipertensi)
-Pascatrauma kelahiran

-Riwayat bayi dari ibu yang menggunakan obat antikonvulsan yang digunakan
sepanjang kehamilan.
-Riwayat intoksikasi obat-obatan atau alkohol
-Adanya riwayat penyakit pada masa kanak-kanak (campak, penyakit gondongan,
epilepsi bakteri).
-Dementia pada lansia, dapat menyebabkan epilepsi
-Riwayat trauma kepala
-Riwayat gangguan metabolisme dan nutrisi atau gizi.
-Riwayat keturunan epilepsi.
-Infeksi otak

Epidemiologi
1

Epilepsi mempengaruhi 65 juta orang di seluruh dunia. Sementara obat-obatan dan perawatan
lain membantu banyak orang dari segala usia yang hidup dengan epilepsi, lebih dari satu juta
orang terus mengalami kejang yang sangat dapat membatasi prestasi sekolah mereka, prospek
kerja dan partisipasi dalam semua pengalaman hidup. Menyerang paling sering di antara usia
14


kelompok sangat muda dan sangat tua, meskipun orang dapat terkena epilepsi pada usia
berapa pun.

Patofisiologi
3

Kejang adalah manifestasi paroksismal dari sifat listrik dari korteks serebral. Kejang terjadi
ketika tiba-tiba terjadi ketidakseimbangan antara kekuatan rangsang dan penghambatan
dalam jaringan neuron kortikal demi sebuah eksitasi bersih onset mendadak. Jika jaringan
kortikal yang terkena di korteks visual, manifestasi klinis adalah fenomena visual. Daerah
yang terkena dampak lain dari korteks primer menimbulkan manifestasi sensorik, gustatory,
atau motorik. Patofisiologi kejang fokal-onset berbeda dari mekanisme yang mendasari
kejang umum-onset. Secara keseluruhan, rangsangan seluler meningkat, tetapi mekanisme
sinkronisasi tampak secara substansial berbeda.

Secara etiopatologi, kejang epilepsi dapat disebabkan oleh cedera kepala, stroke, tumor otak,
infeksi otak, keracunan, atau bahkan pertumbuhan jaringan saraf yang abnormal (masalah
perkembangan saraf), pengaruh mutasi genetik yang menyebabkan.

Mutasi genetik dan kerusakan sel pada cedera fisik atau stroke atau tumor akan menyebabkan
perubahan dalam fungsi dan struktur mekanisme regulasi yang menyebabkan gangguan
pertumbuhan dan saraf plastisitas di sinapsis. Perubahan (fokus) adalah apa yang dapat
menyebabkan pembangkitan listrik di otak.

Kejang epilepsi juga bisa terjadi tanpa kerusakan anatomi ditemukan (fokus) di otak. Di sisi
lain epilepsi juga akan dapat memimpin, kelainan jaringan otak yang dapat menyebabkan
disfungsi fisik dan keterbelakangan mental.
Dari sudut pandang biologi molekuler, kejang epilepsi disebabkan oleh ketidakseimbangan
sekresi dan fungsi rangsang dan penghambatan neurotransmiter di otak. Situasi ini bisa
disebabkan sekresi neurotransmiter dari presinaptik tidak terkontrol yang selanjutnya
berkontribusi terhadap sinaptik NMDA reseptor AMPA atau pasca-sinaptik. Keterlibatan
reseptor NMDA subtipe dari reseptor glutamat (NMDAR) digambarkan sebagai patologi
kejang dan epilepsi.

Farmakologi, penghambatan NMDAR adalah prinsip kerja obat antiepilepsi. Beberapa
15


penelitian membuktikan bahwa neurogenetik beberapa faktor yang bertanggung jawab untuk
generasi epilepsi antara kelainan lain di ligand-gated (sub-unit dari reseptor nicotinic) serta
tegangan-gated (natrium dan saluran kalium). Hal ini terbukti dalam epilepsi lobus frontal
yang tampaknya ada hubungannya dengan terjadinya mutasi pada subunit alpha dari resepot
nikotinat.

Berbicara tentang peran saluran ion natrium, ion kalium dan kalsium yang terlibat dalam
sistem komunikasi melalui neuron reseptor. Masuk dan keluar dari ion ini menghasilkan
pembangkit listrik yang diperlukan dalam wijen komunikasi neuron. Jika ada kerusakan atau
kelainan pada saluran ion ini merupakan pembangkitan listrik juga akan terganggu, seperti
pada pasien dengan epilepsi. Saluran ion ini memainkan peran dalam pekerjaan reseptor
neurotransmitter tertentu. Dalam kasus epilepsi dikenal sebagai neurotransmitter gamma
aminobutyric acid (GABA), yang dikenal sebagai inhibisi, glutamat (rangsang) * serotonin
(yang masih tetap dalam kaitannya dengan epilepsv penelitian, asetilkolin di hippocampus
yang diketahui bertanggung jawab untuk memori dan belajar.


Berbagai penyakit dapat menyebabkan perubahan keseimbangan antara inhibitor dan neuron
rangsang, misalnya kelainan heriditer, kongenital, hipoksia, infeksi, tumor, pembuluh darah,
obat atau racun. Gangguan tersebut dapat menyebabkan kerusakan atau peningkatan faktor
hambatan dan fungsi eksitasi neuron, sehingga epilepsi mudah muncul ketika ada stimulus
yang memadai.

Daerah yang rentan terhadap kerusakan, jika ada kelainan otak, seperti hippocampus. Oleh
karena itu setiap kejang selalu menyebabkan peningkatan rangsangan neuron, kejang
cenderung berulang dan kemudian menyebabkan kerusakan lebih luas. Pada pemeriksaan
jaringan otak pasien epilepsi yang meninggal selalu menemukan kerusakan di hippocampus.
Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa lebih dari 50% epilepsi parsial, fokus asal lobus
temporal di mana ada tempat asal hippocampus dan diperoleh epilepsi.

Pada bayi dan anak-anak, masih belum menghasilkan sel neuron rentan terhadap efek trauma,
gangguan metabolik, gangguan peredaran darah, infeksi dan sebagainya. Efek ini dapat
pemusnahan neuron dan sel glia atau kerusakan neuron atau glia. yang pada gilirannya dapat
16


membuat neuron atau glia lingkungan saraf epileptogenik. Kerusakan otak yang disebabkan
oleh trauma, infeksi, gangguan metabolisme dan sebagainya. yang semuanya dapat
mengembangkan epilepsi. Namun, anak-anak tanpa kerusakan otak juga bisa epilepsi, dalam
hal ini dianggap sebagai penyebab faktor genetik, terutama grand mal dan petit mal epilepsi
dan Benigne centrotemporal. Namun demikian, proses serangan epilepsi idiopatik yang
mendasari, melalui mekanisme yang sama.

Manifestasi Klinik
Karena epilepsi disebabkan oleh aktivitas abnormal pada sel-sel otak, kejang dapat
mempengaruhi proses koordinat otak, seperti:
-Kejang kaku / seluruh tubuh berguncang-guncang (termasuk kaki dan tangan)
-Kehilangan kesadaran
-Mencium sesuatu sebelum kejang mulai (yang dengan aura)
-Mata mendelik

Gambar 3. Penderita Epilepsi Tonik-Klonik
4


Penatalaksanaan
A. Medika Mentosa
9

1) ASAM VALPROAT
Vaproat (dipropilasetat, atau 2 propUpanta-noat) terutama untuk terapi epilepsi tonik
klonik umum, terutama yang primer dan kurang efektif terhadap apilopsi fokal,
Korelasi antara efektivitas dengan kadar di darah dan di Jaringan obat asal buruk. Hal
ini menimbulkan pemikiran apakah metaboliknya yang aktif. Valproat menyebabkan
17


hiperpolarisasi potensial istirahat membran neuron, akibat peningkatan daya konduksi
membran untuk kalium. Efek antikonvulsi valproat bersifat rumit a.l didasarkan
meningkatnya kadar asam gama aminobutirat (GABA) di dalam otak.

Pembarian valproat per oral cepat diabsorbsi dan kadar maksimal serum tercapai
setelah 1-3jam. Makanan menghambat absorpsinya dengan masa paruh 8-10 jam,
kadar darah stabil setelah 48 jam terapi. Jika diberikan dalam bentuk amida,
depamida, kadar valproat dalam serum sepadan dengan pemberian dalam bentuk asam
valproat, tetapi masa paruhnya lebih panjang yaitu 15 jam. Biotransformasl depamida
menjadl valproat berlangsung in vivo, tetapi jika dicampur dengan plasma in vitro
perubahan tldak terjadi. Kira-kira 70% dari dosis valproat diekskresi di urin dalam 24
jam. Toksisitas valproat berupa gangguan saluran cerna, sistem saraf, hati, ruam kulit,
dan alopesia. Gangguan cerna berupa anoreksia, mual, dan muntah terjadi pada 16%
kasus.
Efek terhadap SSP berupa kantuk, ataksia dan tremor, meng-hilang dengan penurunan
dosis. Gangguan pada hati berupa peniggian aktivitas enztm-enzim hati, dan sesekaii
terjadi nekrosis hati yang sering berakibat fatal. Kira-kira 60 kasus kematian telah
dilaporkan akibat penggunaan obat irt Dan suatu uji klinik terkendali, dosis valproat
1200 mg sehan. hanya menyebabkan kantuk, ataksia, dan mual selintas. Terlalu dini
untuk mengatakan bahwa ini aman dipakai karena penggunaan masih terbatas.

Valproat efektif terhadap epilepsi umum yakni bangkitan lena yang disertai oleh
bangkitan tonik-klonik. Sedangkan terhadap epilepsi fokal lain, efektivitasnya kurang
memuaskan. Terapi dimulai dengan dosis 3 x 200 mg/hari, jika perlu setelah 3 hari
dosi dinaikan menjadi 3 x 400 mg/hari. Dosis harian lazim, berkisar 0,8-,1,4 gr. Dosis
anak yang disarankan berkisar: 20-30mg/kgBB/hari.

Asam valproat akan meningkatkan kadar fenobarbital sebanyak 40% karena terjadi
penghambatan hidroksilasi fenobarbital, dapat menyebabkan stupor sampai koma.
Sedangkan interaksinya dengan fenitoin terjadi melalui mekanisme yang lebih
kompoeks. Fenitoin total dalam plasma akan turun, tetapi biotransformasi yang akan
meningkat dan pergeseran fenitoin dari ikatan protein plasma, sedangkan fenitoin
bebas dalam darah mungkin tidak dipengaruhi.
18



Kombinasi asam valproat dengan klonazepam dihubungkan dengan timbulnnya status
epilepsi bangkitan lena.

2) LAMOTRIGIN
Pertama kali dikembangkan karena adanya efek anti folat dari obat anti kejang ter-
tentu. Merupakan golongan feniltriazin dan inhibitor dihidrofoiat reduktase.
Mekanisme kerjanya adalah melaiui inaktivasi kanal Na+, Ca+, dan mencegah
pelepasan neurotransmiter glutamat dan aspartat. Lamotrigin diabsorpsi sempurna
2,5 jam setelah pemberian oral. Volume distribusinya 1-1,4 L/kg. Hanya 55%
yang terikat pada protein plasma. Lamotrigin dimetabolisme dengan
glukoronidase menjadi 2-N-glukoronida dan dieksresikan melaiui urin. Waktu
paruhnya 24 jam.

Pada pemberian monoterapi, digunakan untuk terapi bangkitan parsial dan
dipakai sebagai terapi tambahan untuk pengobatan bangkitan lena dan bangkitan
mioklonik.

Efek samping lamotrigin antara lain berupa kulit kemerahan (terutama bila
dikombinasikan dengan asam valproat), pusing, sakit kepala, diplopia, dan
somnolen. Penggunaan lamotrigin pada anak-anak harus diwaspadai karena dapat
terjadi dermatitis yang mengancam jiwa, sehingga pemberian lamo trigin untuk
anak-anak yang berusia kurang dari 12 tahun tidak dianjurkan. Lamotrigin
mempunyai efek teratogenik, yakni akibat efek anti folat yang di milikinya. Asam
valproat dapat meningkatkan waktu paruh lamotrigin, sehingga pada pasien yang
menggunakan asam valproat, dosis lamotrigin harus diturunkan 25 mg/hari.
Lamotrigin juga meningkatkan dosis karbamazepin.

3) TOPIRAMAT
Merupakan turunan monosakarida yang sangat bebeda dengan struktur anti-
konvulsan lainnya. Mekanisme kerjanya adalah melalui blok kanal Na+, inhibisi
efek GABA. Absorpsinya cukup cepat (kurang lebih 2 jam), waktu paruhnya 20-
30jam. Digunakan untuk terapi bangkitan parsial, dan bangkitan umum tonik-
19


klonik. Juga digunakan untuk sindroma Lennox-Gestaut, sindroma Wes, dan
bangkitan lena.
Dosis : 200-600mg/hari yang dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan
perlahan-lahan. Topiramat seringkali diberikan bersamaan dengan obat anti-
konvulsan lainnya.

B. Non Medika Mentosa
5

- Pembedahan
dapat dilakukan jika pemberian obat tidak berhasil mengatasi epilepsi atau efek
sampingnya tidak dapat ditoleransi. Pembedahan terutama dapat dilakukan jika lokasi
gangguan yang terjadi pada otak terletak pada suatu area yang tidak mempengaruhi
fungsi vital tubuh, seperti bicara, fungsi berbahasa, dan mendengar.


- Edukasi Keluarga Penderita
Keluarga penderita hendaknya dilatih untuk membantu penderita jika terjadi serangan
epilepsi. Langkah yang penting adalah menjaga agar penderita tidak terjatuh,
melonggarkan pakaian (terutama di daerah leher) dan memasang bantal di bawah
kepala penderita. Jika penderita tidak sadarkan diri, sebaiknya posisinya dimiringkan
agar lebih mudah bernafas dan tidak boleh ditinggalkan sendirian sampai benar-benar
sadar dan bisa bergerak secara normal.
20



Gambar 2. Pertolongan pertama pada Epilepsi
5


Pencegahan
4
Pada kasus-kasus tertentu, epilepsi dapat dicegah bergantung pada penyebabnya.
Unutk mencegahnya epilepsi akibat komplikasi saat kehamilan dan proses kelahiran,
diperlukan perawatan prenatal (sesaat sebelum kelahiran) yang baik. Untuk
mencegah epilepsi yang dicetuskan akibat infeksi, dapat diberikan vaksinasi penyakit
tertentu. Pada epilepsi yang disebabkan oleh trauma kepala, mencegahnya dengan
menggunakan helm, safety belt dan alat pelindung lain saat berkendara, untuk
mencegah trauma kepala. Jika telah terjadi cedera, obati segera untuk menurunkan
resiko terjadinya epilepsi. Pada lansia, hindari faktor-faktor risiko yang dapat
menyebabkan stroke.

21


Gambar 4. Pertolongan pada kasus Epilepsi
4

Sebagai proses pencegahan ada beberapa kiat untuk menghadapi jika terjadi serangan
epilepsi, adalah:

Saat ada orang yang mengalami kejang di tempat umum, reaksi yang umum
dijumpai adalah orang-orang menjadi panik dan mencoba menghentikan
kejang dengan memegangi orang tersebut. Bahkan ada yang menjejalkan
sendok, handuk atau kain ke dalam mulut orang yang sedang kejang. Perlu
diketahui, bahwa umumnya kejang akan berhenti dengan sendirinya. Yang
dapat kita lakukan adalah menolong orang yang kejang agar tidak mengalami
cedera serius.
Tetap tenang dan tidak panik. Ini adalah kunci dalam menolong seorang yang
kejang, baik akibat epilepsi atau bukan.
Bersihkan ludah yang leluar untuk mencegah penyumbatan saluran napas, dan
jangan memasukkan benda apapun juga ke dalam mulut pasien. Ini dapat
menyebabkan tersedak, gigi patah atau cedera lain yang lebih serius.
Balikkan tubuh orang tersebut secara perlahan ke satu sisi. Jangan coba-coba
menghentikan kejang dengan menahan tangan atau kakinya. Ini malah dapat
menyebabkan cedera pada otot dan tulang.
Istirahatkan kepala penyandang epilepsi pada tempat yang datar dan lembut
supaya tidak membentur lantai dan untuk menopang leher.
Jauhkan benda tajam dari sekitar penyandang yang sedang kejang untuk
mencegah cedera.


Jangan pernah meninggalkan orang yang sedang kejang sendirian. Jika perlu
telepon ambulans. Penyandang perlu segera di bawa ke rumah sakit jika ia
belum pernah kejang sebelumnya, kejang lebih dari 2-3 menit, terjJauhkan
benda tajam dari sekitar penyandang yang sedang kejang untuk mencegah
cedera.
Jangan pernah meninggalkan orang yang sedang kejang sendirian. Jika perlu
telepon ambulans. Penyandang perlu segera di bawa ke rumah sakit jika ia
belum pernah kejang sebelumnya, kejang lebih dari 2-3 menit, terjadi cedera,
22


kejang pada wanita hamil, kejang pada orang dengan diabetes dan jika tidak
ada orang yang tahu apa yang harus dilakukan.

Komplikasi dan Faktor Resiko
6
1. Faktor Resiko
Faktor-faktor tertentu dapat meningkatkan risiko epilepsi:
- Umur
Terjadinya epilepsi yang paling umum pada anak usia dini dan setelah usia 60, namun
kondisi ini dapat terjadi pada setiap sejarah age.

- Riwayat keluarga
Jika seseorang memiliki riwayat keluarga epilepsi, ia mungkin berada pada
peningkatan risiko mengembangkan kelainan kejang cedera .

- Trauma kepala
Cedera kepala bertanggung jawab untuk beberapa kasus epilepsi. Hal ini dapat
dikurangi risiko dengan mengenakan sabuk pengaman saat naik mobil dan dengan
memakai helm saat bersepeda, ski, mengendarai sepeda motor atau terlibat dalam
kegiatan lain dengan risiko tinggi kepala injury.

- Stroke dan penyakit pembuluh darah lainnya
Stroke dan penyakit pembulkuh darah lainnya dapat menyebabkan kerusakan otak
yang dapat memicu epilepsi. Dapat diambil sejumlah langkah untuk mengurangi
risiko penyakit ini, termasuk membatasi asupan alkohol dan menghindari rokok,
makan makanan yang sehat, dan berolahraga regularly.


- Dementia
Demensia dapat meningkatkan risiko epilepsi pada geriatri.

- Infeksi otak
Infeksi seperti meningitis, yang menyebabkan peradangan pada saraf otak atau tulang
belakang, dapat meningkatkan resiko.
23



- Kejang masa kecil
Demam tinggi di masa kecil kadang-kadang dapat dikaitkan dengan kejang. Anak-
anak yang mengalami kejang karena demam tinggi umumnya tidak akan
mengembangkan epilepsi, meskipun risikonya lebih tinggi jika mereka memiliki
kejang panjang, kondisi sistem saraf lainnya atau riwayat keluarga epilepsi.

2. Komplikasi
Mengalami kejang pada waktu tertentu dapat menyebabkan keadaan yang sangat
berbahaya bagi diri sendiri atau orang lain.

- Jatuh
Jika jatuh selama kejang, hal tersebut dapat melukai kepala atau menghancurkan
tulang.

- Drowning
Jika seseorang memiliki epilepsi, 15 sampai 19 kali lebih mungkin untuk tenggelam
saat berenang atau mandi (dibandingkan orang non-epilepsi) karena kemungkinan
mengalami kejang sementara di air.

- Kecelakaan mobil.
Sebuah kejang yang menyebabkan salah hilangnya kesadaran atau kontrol dapat
menjadi berbahaya jika penderita mengendarai mobil atau mengoperasikan peralatan
lainnya.

Banyak negara memiliki batasan pengemudi perizinan yang berkaitan dengan
kemampuan penderita untuk mengontrol kejang dan mengusahakan adanya waktu
yang dimana sudah bebas kejang, mulai dari bulan ke tahun, sebelum orang tersebut
diperbolehkan untuk mengemudi.

- Komplikasi kehamilan
Kejang selama kehamilan menimbulkan bahaya bagi ibu dan bayi, dan obat anti-
epilepsi tertentu meningkatkan risiko cacat lahir. Jika seorang wanita memiliki
24


epilepsi dan sedang mempertimbangkan untuk hamil, perlu dikonsultasikan dulu ke
dokter untuk rencana kedepannya. Kebanyakan wanita dengan epilepsi bisa hamil dan
memiliki bayi yang sehat. Para ibu hamil harus hati-hati dipantau selama kehamilan,
dan obat-obatan mungkin perlu disesuaikan. Ini sangat penting bahwa mereka bekerja
sama dengan dokter untuk merencanakan kehamilan.

- Masalah kesehatan emosional
Orang dengan epilepsi lebih cenderung memiliki masalah psikologis, khususnya
depresi, kecemasan dan, dalam kasus yang ekstrim, bunuh diri. Masalah mungkin
akibat kesulitan dari berurusan dengan kondisi itu sendiri serta samping pengobatan
effects.

Komplikasi lain yang mengancam jiwa dari epilepsi yang jarang terjadi:

- Status epileptikus
Kondisi ini terjadi jika penderita berada dalam keadaan aktivitas kejang terus menerus
berlangsung lebih dari lima menit, atau jika ia memiliki kejang berulang sering tanpa
sadar kembali penuh dalam antara mereka. Orang dengan status epileptikus memiliki
peningkatan risiko kerusakan otak permanen dan kematian.

- Kematian mendadak yang tidak dapat dijelaskan pada epilepsi (SUDEP). Orang
dengan epilepsi juga memiliki risiko kecil kematian mendadak yang tidak dapat
dijelaskan. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi beberapa penelitian menunjukkan hal
itu mungkin terjadi karena kondisi jantung atau pernapasan.

Orang dengan tonik-klonik sering umum atau orang-orang yang kejang tidak
dikendalikan oleh obat mungkin berada pada risiko yang lebih tinggi SUDEP (Sudden
Unexplained Death in Epilepsy). Secara keseluruhan, sekitar 2 sampai 18 persen
orang dengan epilepsi meninggal SUDEP.

Prognosis
10

Prognosis epilepsi bergantung pada beberapa hal, diantaranya jenis epilepsi, faktor penyebab,
saat pengobatan dimulai, dan keteraturan minum obat. Pada umunya prognosis epilepsi cukup
25


baik. Pada 50-70% penderita epilepsi, serangan dapat dicegah dengan obat- obat, sedangkan
sekitar 50% pada suatu waktu dapat berhenti minum obat. Serangan epilepsi primer, baik
yang bersifat kejang umum maupun serangan lena atau melamun atau absence mempunyai
prognosis baik. Sebaliknya epilepsi yang serangan pertamanya mulai pada usia 3 tahun atau
yang disertai kelainan neurologik dan atau retardasi mental mempunyai prognosis relatif
jelek. Pada epilepsi dengan tipe bangkitan mioklonik, prognosisnya sangat buruk jika ia
disebabkan oleh anoksia.

Kesimpulan
Epilepsi adalah suatu kondisi medis yang menghasilkan kejang yang mempengaruhi berbagai
fungsi mental dan fisik. Hal ini juga disebut gangguan kejang. Ketika seseorang memiliki dua
atau lebih kejang tak beralasan, mereka dianggap memiliki epilepsi. Kejang terjadi ketika
kelompok sel saraf di otak mensinyal abnormal, yang mungkin dalam waktu singkat
mengubah kesadaran seseorang, gerakan atau tindakan. Petolongan pertama pada epilepsi
perlu dilakukan secara tepat dan benar. Selain itu obat farmakoterapi seperti anti-konvulsan
juga perlu dan rutin diminum demi status kesehatan yang baik yang perlu dijaga terus-
menerus. Hindari pemicu dan pertahankan status kesehatan. Prognosis daripada penyakit ini
bergantung pada; jenis epilepsi, faktor penyebab, saat pengobatan dimulai, dan keteraturan
minum obat. Pada umunya prognosis epilepsi cukup baik.

Daftar Pustaka
1. About Epilepsy. Diunduh dari: http://www.epilepsyfoundation.org/aboutepilepsy/. 30 Juli
2013.
2. Lumbantobing SM. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Balai Penerbit FKUI: 2008.
h.2.
3. Epilepsy and Seizures. Cavazos JE. 13 Mei 2013. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1184846-overview#showall. 30 Juli 2013.
4. Penyakit epilepsi. Diunduh dari: http://penyakitepilepsi.com/ . 30 Juli 2013.
5. Epilepsi. Diunduh dari: http://medicastore.com/penyakit/686/Epilepsi.html. 30 Juli 2013.
6. Epilepsy. 31 Mei 2013. Diunduh dari:
http://www.mayoclinic.com/health/epilepsy/DS00342/DSECTION=tests-and-diagnosis. 30
Juli 2013.
7. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat. 2010. h.429.
8. Frontal Lobe Epilepsy. Haut S. 19 Juni 2012. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1184076-overview#showall. 30 Juli 2013.
26


9. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. Farmakologi dan terapi. Edisi V.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2009. h. 188-90.
10. Penatalaksanaan dan prognosis epilepsi.Diunduh dari:
http://www.infokedokteran.com/referat-kedokteran/referat-kedokteran-penatalaksanaan-
dan-prognosis-epilepsi.html. 30 Juli 2013.

You might also like