You are on page 1of 172

OASIS

Pemotongan/Pemungutan PPh
R E V I S I 2 0 1 3
UNTUK KEPENTINGAN DINAS
TIDAK DIPERJUALBELIKAN
OASIS PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PPh
Edisi Revisi
Cetakan I - Jakarta
Direktorat Peraturan Perpajakan II, Direktorat Jenderal Pajak. 2013
oasis pemotongan/pemungutan PPh iii
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-
Nya Direktorat Jenderal Pajak semoga selalu diberikan kekuatan dan
petunjuk untuk dapat melaksanakan tugas menghimpun penerimaan
negara dari sektor pajak dengan penuh tanggung jawab.
Direktorat Jenderal Pajak diberikan amanat dan kepercayaan yang
sangat besar oleh Pemerintah dan DPR untuk menghimpun penerimaan
negara dari sektor pajak hampir mencapai Rp1.000 triliun. Porsi
penerimaan tersebut ada yang bersumber dari penerimaan PPh orang
pribadi dan badan, penerimaan PPN dan pajak lainnya, serta penerimaan
dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh.
Sebagai pihak yang diberikan amanat oleh Undang-Undang PPh
untuk melakukan pemotongan dan/atau pemungutan serta penyetoran
PPh yang terutang, para Pemotong atau Pemungut PPh perlu dibekali
buku panduan yang singkat tetapi komprehensif mengenai tata cara
pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya.
Kami menyambut baik diterbitkannya buku Oasis Pemotongan
dan Pemungutan PPh edisi revisi ini, dengan harapan buku ini dapat
memberikan manfaat yang besar dan tak lupa kami sampaikan ucapan
terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada Pemotong atau
Pemungut PPh yang telah ikut membantu tugas Direktorat Jenderal
Pajak dalam mengamankan penerimaan negara.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, November 2013
Direktur Jenderal Pajak,
A. Fuad Rahmany
SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
oasis pemotongan/pemungutan PPh iv
PENGANTAR DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN II
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Menjelang akhir tahun 2011, Direktorat Jenderal Pajak telah
menerbitkan buku panduan pemotongan dan/atau pemungutan PPh
bagi para pihak yang telah ditunjuk sebagai Pemotong/Pemungut PPh
yaitu buku Oasis Pemotongan/Pemungutan PPh. Sambutan dari para
pemangku kepentingan yang sangat membutuhkan buku tersebut
sangat positif. Hal ini dapat tercermin dari tingginya permintaan akan
buku tersebut baik yang berbentuk buku maupun e-book yang dapat
diunduh secara gratis di situs Direktorat Jenderal Pajak.
Seiring dengan berjalannya waktu, ada beberapa ketentuan
perpajakan yang mengalami perubahan atau ada ketentuan perpajakan
yang sifatnya baru. Ketentuan yang mengalami perubahan antara lain
ketentuan mengenai besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan
ketentuan mengenai PPh Pasal 22. Sedangkan ketentuan yang sifatnya
baru adalah pengenaan PPh fnal sebesar 1% (satu persen) terhadap
Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar.
Dampak dari adanya perubahan peraturan maupun peraturan
baru tersebut adalah perlu dilakukan penyesuaian terhadap simulasi
penghitungan pemotongan atau pemungutan PPh yang terdapat dalam
buku Oasis Pemotongan/Pemungutan PPh. Hal yang cukup mendasar
adalah ketentuan mengenai Surat Keterangan Bebas bagi Wajib Pajak
yang peredaran brutonya tidak melebihi Rp4,8 milyar yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.
Semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi para
Pemotong/Pemungut PPh dalam melaksanakan seluruh kewajiban
perpajakannya dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan yang
berlaku sehingga kepatuhan Wajib Pajak diharapkan juga akan semakin
meningkat.
Penghargaan saya sampaikan kepada segenap pegawai Direktorat
Peraturan Perpajakan II dan pegawai di unit lainnya serta pihak-pihak
lain yang telah ikut berkontribusi dalam penyusunan buku ini, semoga
usaha yang telah dilakukan akan memberikan manfaat bagi Direktorat
Jenderal Pajak.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta, November 2013
Direktur Peraturan Perpajakan II,
P.M. John L. Hutagaol
oasis pemotongan/pemungutan PPh v
DAFTAR ISI
SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK iii
PENGANTAR DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN II iv
DAFTAR ISI v
PENJELASAN UMUM 1
PPh Pasal 4 ayat (2) 1
1. Bunga Deposito dan Tabungan Lainnya 2
2. Bunga Obligasi dan Surat Utang Negara 3
3. Bunga Simpanan yang Dibayarkan Koperasi kepada Anggota Orang Pribadi 4
4. Hadiah Undian 4
5. Transaksi Saham 5
6. Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan 6
7. Jasa Konstruksi 9
8. Persewaan Tanah dan/atau Bangunan 11
9. Dividen yang Diterima atau Diperoleh Orang Pribadi Dalam Negeri 12
10. Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang
Memiliki Peredaran Bruto Tertentu 12
PPh Pasal 15 17
1. Jasa Pelayaran Dalam Negeri 17
2. Jasa Penerbangan Dalam Negeri 18
3. Jasa Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri 18
PPh Pasal 21 20
1. PPh Pasal 21 bagi Pegawai 21
2. PPh Pasal 21 bagi Penerima Uang Pensiun yang Dibayarkan Berkala 23
3. PPh Pasal 21 bagi Peserta Kegiatan 24
4. PPh Pasal 21 bagi Bukan Pegawai 24
5. PPh Pasal 21 bagi Penerima Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun,
Tunjangan Hari Tua, Dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus 26
PPh Pasal 22 29
PPh Pasal 23 32
PPh Pasal 26 37
Kewajiban Penyetoran dan Pelaporan 39
oasis pemotongan/pemungutan PPh vi
SOAL JAWAB 41
Pasal 4 ayat (2) 41
Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan 41
01. Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang Dilakukan Antara Dua
Wajib Pajak Orang Pribadi 41
02. Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan kepada Pemerintah Guna
Pelaksanaan Pembangunan 42
03. Pengalihan Hak atas Tanah dan/atas Bangunan kepada Pemerintah Guna
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang Memerlukan
Persyaratan Khusus 43
04. Pengalihan BTS 44
05. Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan 45
06. Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) 47
Persewaan Tanah dan/atau Bangunan 49
07. Penentuan Jumlah Bruto Nilai Persewaan Tanah dan/atau Bangunan 49
08. Pihak Penyewa Merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi yang Tidak
Ditunjuk Sebagai Pemotong PPh 50
09. Pihak Penyewa Merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi yang Ditunjuk
Sebagai Pemotong PPh 51
10. Service Charge yang Dibayarkan kepada Pemilik Gedung Melalui
Pengelola Gedung yang Gedung yang Bukan Merupakan Pemilik 52
11. Sewa Rumah Kos 54
12. Sewa Tanah dan/atau Bangunan yang Disewakan Kembali 55
13. Persewaan Tanah dan/atau Bangunan dengan Bentuk Bagi Hasil 56
Bunga Simpanan Koperasi dan Dividen 57
14. Bunga Simpanan Koperasi 57
15. Dividen yang Dibayarkan oleh Perusahaan yang Belum Go Public kepada
Wajib Pajak Orang Pribadi 61
16. Dividen yang Dibagikan oleh Perusahaan yang Go Public kepada
Wajib Pajak Orang Pribadi 63
17. Pengeluaran Untuk Pemegang Saham 64
18. Dividen Interim 65
Bunga Deposito, Tabungan, dan Sertifkat Bank Indonesia 66
DAFTAR ISI
oasis pemotongan/pemungutan PPh vii
19. Bunga Tabungan 66
20. Bagi Hasil Bank Syariah 67
21. Penghasilan yang Diterima oleh Bukan Subjek Pajak 68
22. Diskonto Sertifkat Bank Indonesia 69
23. SKB Dana Pensiun 69
Hadiah Undian 70
24. Hadiah Undian Berupa Uang Tunai 70
25. Hadiah Undian Berupa Rumah 71
Bunga Obligasi 72
26. Bunga Obligasi yang Diperoleh Wajib Pajak Badan 72
27. Bunga Obligasi yang Diperoleh Perusahaan Reksadana 74
Usaha Jasa Konstruksi 75
28. Jasa Konstruksi yang Dilakukan oleh Badan Usaha 75
29. Penyetoran Kekurangan Pembayaran PPh yang Bersifat Final atas
Usaha Jasa Konstruksi 77
30. Usaha Jasa Konstruksi oleh Wajib Pajak Orang Pribadi 79
31. Pelaksanaan Konstruksi Menara Telekomunikasi 81
32. Jasa Instalasi Listrik oleh Pengusaha Konstruksi yang Bersertifkasi 83
33. Jasa Perbaikan Jaringan Listrik 84
34. Jasa Konstruksi oleh BUT 86
35. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 87
36. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 88
37. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 90
38. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 92
PPh Pasal 15 93
Jasa Pelayaran oleh Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri 93
39. Penghasilan atas Jasa Pelayaran dan Sewa Kapal Floating Storage
Ofoading (FSO) 93
40. Penghasilan atas Sewa Kapal yang Dilakukan oleh Perusahaan Pelayaran
kepada Perusahaan Pelayaran Lain 94
41. Pembayaran Dana Public Service Obligation (PSO) 96
Jasa Pelayaran oleh Perusahaan Pelayaran Luar Negeri 97
42. Jasa Pelayaran oleh Perusahaan Pelayaran Luar Negeri 97
DAFTAR ISI
oasis pemotongan/pemungutan PPh viii
Jasa Penerbangan oleh Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri 98
43. Carter Pesawat oleh Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri 98
44. Penghasilan Sewa Kapal Tanpa Awak Kepada BUT 99
45. Penghasilan Sewa Kapal Tanpa Awak Kepada Selain BUT 100
46. Penghasilan atas Sewa Kapal yang Bersandar di Anjungan Lepas Pantai 101
PPh Pasal 21/26 103
Pegawai Ekspatriat yang Berstatus Wajib Pajak Luar Negeri 103
47. Pegawai Ekspatriat yang Berada di Indonesia Kurang dari Time Test 103
Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan
Jaminan Hari Tua 105
48. Uang Pesangon yang Dibayarkan Sekaligus 105
49. Uang Pesangon yang Dibayarkan Secara Bertahap 106
50. Uang Pesangon yang Dialihkan kepada Pihak Ketiga 108
Hadiah dan Penghargaan 110
51. Hadiah Kuis 110
52. Hadiah Kejuaraan Olahraga 111
PPh Pasal 22 113
53. Pedagang Pengumpul 113
54. Impor 114
55. Pengecualian Pengenaan PPh Pasal 22 Impor 115
56. Barang Bawaan Penumpang 115
57. Impor oleh K3S 116
Penjualan BBM, BBG, dan Pelumas 117
58. Penjualan BBM, BBG, dan Pelumas 117
Penjualan Hasil Produksi oleh Industri Tertentu
59. Penjualan Baja 118
60. Penjualan Semen 119
61. Penjualan Farmasi 120
62. Pembelian Barang oleh BUMN Tertentu 121
Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah 122
63. Penjualan Apartemen Sangat Mewah 122
PPh Pasal 23/26 124
64. Jasa Kepelabuhanan 124
DAFTAR ISI
oasis pemotongan/pemungutan PPh ix
65. Jasa Perantara/Keagenan 125
66. Jasa Perhotelan 125
67. Jasa Penyediaan Tenaga Kerja dengan Status Tenaga Kerja sebagai
Karyawan Pengguna Jasa 127
68. Jasa Penyediaan Tenaga Kerja dengan Status Tenaga Kerja sebagai
Karyawan Penyedia Jasa 128
69. Jasa Angkutan 130
70. Jasa Penunjang Bidang Pertambangan Selain Migas 130
71. Sewa Tangki Timbun BBM 133
72. Pemotongan PPh terkait Kontrak Karya 134
Sewa dan Penghasilan Lain Sehubungan dengan Penggunaan Harta 135
73. Sewa Kendaraan Umum 135
74. Sewa Tower/Menara Komunikasi 136
Royalti 137
75. License Number Pada Produk Software 137
Bunga 139
76. Bunga Pinjaman 139
Dividen 140
77. Dividen yang Diterima oleh Badan 140
Hadiah 143
78. Hadiah Perlombaan 143
79. Komisi Penjualan 144
80. Listing Fee 145
Pembayaran Dividen ke Luar Negeri dan Penjualan Harta 146
81. Pembayaran Dividen ke Luar Indonesia 146
82. Penjualan Saham yang Dimiliki Wajib Pajak Luar Negeri 147
83. Pembayaran Jasa ke Luar Negeri 148
Daftar Peraturan 151
DAFTAR ISI
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 1
Pajak Penghasilan (PPh) merupakan pajak yang terutang atas
penghasilan, antara lain penghasilan dari gaji, penghasilan dari laba
usaha, penghasilan berupa hadiah, dan penghasilan berupa bunga.
Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterimanya dalam 1
(satu) tahun pajak.
PPh yang terutang dalam 1 (satu) tahun pajak harus dilunasi
pembayarannya oleh Wajib Pajak dan Undang-Undang Pajak Penghasilan
telah mengatur cara pelunasan PPh yang terutang oleh Wajib Pajak, yaitu
dengan cara membayar sendiri dan melalui pemotongan/pemungutan
yang dilakukan oleh pihak lain. Apapun cara pelunasannya, baik
membayar sendiri maupun melalui pemotongan/pemungutan oleh
pihak lain, Wajib Pajak diharapkan dapat memahami dengan tepat
cara menghitung PPh yang terutang, bagaimana pembayarannya, dan
mekanisme pelaporan PPh yang telah dibayar tersebut.
PPh yang dipotong dan/atau dipungut melalui pihak lain lebih dikenal
dengan istilah PPh Potput. Sesuai ketentuan dalam Undang-Undang
PPh, PPh Potput terdiri atas PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal
21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 26.
Objek PPh Potput terdiri atas berbagai macam penghasilan, antara
lain penghasilan dari pekerjaan, pemberian jasa, sewa bangunan, dan
dividen.
PPh Pasal 4 ayat (2)
PPh Pasal 4 ayat (2) merupakan salah satu cara pelunasan pajak dalam
tahun berjalan melalui pemotongan/pemungutan dan/atau penyetoran
sendiri pajak yang bersifat fnal atas penghasilan tertentu yang diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Objek PPh Pasal 4 ayat (2) yang telah diatur antara lain adalah:
1. Bunga Deposito dan Tabungan Lainnya
1
Penjelasan Umum
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 2
a. Objek PPh yang bersifat fnal adalah bunga deposito, bunga
tabungan lainnya, dan diskonto Sertifkat Bank Indonesia (SBI).
b. Besarnya PPh yang bersifat fnal yang dipotong adalah 20% dari
jumlah bruto, sebagaimana ditunjukkan dalam bagan di bawah
ini:
Objek Pajak Subjek Pajak Tarif
Bunga Deposito/Bunga
Tabungan/Diskonto SBI
WP Dalam Negeri dan
BUT
20 %
WP Luar Negeri
20% atau sesuai tarif
P3B
c. Yang tidak dipotong PPh yang bersifat fnal adalah:
1) bunga dari deposito/tabungan/SBI sepanjang jumlah
deposito/tabungan/SBI tidak lebih dari Rp7.500.000,00 dan
bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
2) bunga diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang
didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di
Indonesia;
3) bunga deposito/tabungan/diskonto SBI yang diterima atau
diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan sepanjang dananya diperoleh dari
sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana
Pensiun;
4) bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam
rangka pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana,
kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat
sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri.
d. Pembebasan PPh yang bersifat fnal dapat diberikan dengan
penerbitan Surat Keterangan Bebas atas penghasilan berupa
bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima
atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan sepanjang dananya diperoleh dari
sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun
dan perubahannya.
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 3
e. Peraturan yang terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat
(2) atas penghasilan berupa bunga deposito/bunga tabungan/
diskonto SBI adalah:
Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000;
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 51/KMK.04 /2001;
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-01/PJ/2013.
2. Bunga Obligasi dan Surat Utang Negara
a. Objek PPh yang bersifat fnal adalah Bunga Obligasi, berupa
imbalan yang diterima pemegang Obligasi dalam bentuk bunga
dan/atau diskonto. Obligasi adalah surat utang dan surat utang
negara, yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan.
b. Diskonto negatif atau rugi pada saat penjualan Obligasi dapat
diperhitungkan dengan penghasilan bunga berjalan.
c. Skema tarif pemotongan PPh yang bersifat fnal dan dasar
pengenaan pajak atas penghasilan berupa Bunga Obligasi adalah
sebagai berikut:
d. Tidak dilakukan pemotongan PPh bersifat fnal atas bunga
obligasi yang diterima oleh:
Bunga dgn Kupon
Diskonto
tanpa Bunga
Diskonto dgn Kupon
(surat utang dan surat utang negara, yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan )
15 % Final Bagi WPDN dan BUT
20 % Final atau P3B bagi WPLN selain BUT
0 % Final utk 2009 s.d 2010
5 % Final utk 2011 s.d 2013
15 % Final utk 2014 dst
Diskonto dan/atau
Bunga WP Reksadana
jumlah bruto
bunga sesuai
dengan masa
kepemilikan
Obligasi
selisih lebih harga
jual atau nilai
nominal di atas
harga perolehan
Obligasi, tidak
termasuk bunga
berjalan
selisih lebih harga
jual atau nilai
nominal di atas
harga perolehan
Obligasi
selisih lebih harga jual
atau nilai nominal di
atas harga perolehan
Obligasi
dan/atau
jumlah bruto bunga
sesuai dengan masa
kepemilikan Obligasi
Bunga Obligasi
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 4
1) Wajib Pajak dana pensiun yang pendirian atau
pembentukannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, dan
2) Wajib Pajak bank yang didirikan di Indonesia atau cabang
bank luar negeri di Indonesia.
e. Peraturan yang terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat
(2) atas penghasilan berupa Bunga Obligasi adalah:
Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2011
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 7/PMK.011/2012.
3. Bunga Simpanan yang Dibayarkan Koperasi kepada Anggota
Koperasi Orang Pribadi
a. Objek PPh yang bersifat fnal adalah bunga simpanan yang
dibayarkan oleh koperasi yang didirikan di Indonesia kepada
anggota koperasi orang pribadi.
b. Besarnya tarif pemotongan PPh yang bersifat fnal adalah:
0% (nol persen)
untuk bunga simpanan sampai dengan
Rp240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah)
per bulan.
10% (sepuluh
persen)
untuk bunga simpanan lebih dari Rp240.000,00
(dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan.
c. Peraturan yang terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat
(2) atas penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan
koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi adalah:
Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2009;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.03/ 2010.
4. Hadiah Undian
a. Objek PPh yang bersifat fnal adalah hadiah undian, dengan nama
dan dalam bentuk apa pun.
b. Tarif pemotongan PPh yang bersifat fnal adalah 25% dari jumlah
bruto hadiah undian dan dipotong oleh penyelenggara undian.
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 5
PPh Pasal 4 ayat (2) atas
Penghasilan dari Hadiah Undian
25 % dari jumlah bruto Hadiah
Undian
c. Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat
(2) atas penghasilan berupa hadiah undian adalah Peraturan
Pemerintah Nomor 132 Tahun 2000.
5. Transaksi Saham
a. Objek PPh yang bersifat fnal adalah penghasilan dari penjualan
saham di bursa.
b. Tarif pemungutan PPh yang bersifat fnal adalah 0,1% dari jumlah
bruto nilai transaksi penjualan saham.
c. Khusus untuk transaksi penjualan saham pendiri berlaku
ketentuan sebagai berikut:
1) transaksi penjualan saham pendiri dikenakan tambahan
PPh dengan tarif 0,5% (setengah persen) dari nilai saham
perusahaan pada saat penutupan bursa di akhir tahun 1996;
2) dalam hal saham perusahaan diperdagangkan di bursa efek
setelah 1 Januari 1997, maka nilai saham pendiri ditetapkan
sebesar harga saham pada saat penawaran umum perdana;
3) Penyetoran tambahan PPh atas saham pendiri dilakukan oleh
emiten atas nama pemilik saham pendiri:
a) selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah ditetapkannya
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997 (tanggal 29
Mei 1997), apabila saham perusahaan telah diperdagangkan
di bursa efek sebelum Peraturan Pemerintah Nomor 14
Tahun 1997 ditetapkan;
b) selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah saham tersebut
diperdagangkan di bursa, apabila saham perusahaan baru
diperdagangkan di bursa efek pada saat atau setelah
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997 ditetapkan
(tanggal 29 Mei 1997);
d. Wajib Pajak yang memilih untuk memenuhi kewajiban PPhnya
tidak berdasarkan angka 3), atas penghasilan dari transaksi
penjualan saham pendiri dikenakan PPh sesuai dengan tarif
umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-undang
PPh.
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 6
e. Dengan demikian tarif pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas
penghasilan dari transaksi penjualan saham di Bursa Efek adalah
sebagai berikut:
PPh Pasal 4 ayat (2) atas
Transaksi Penjualan
Saham di Bursa Efek
0,1 % x Nilai transaksi penjualan saham
tambahan 0,5% x nilai saham perusahaan
pada saat penutupan bursa di akhir tahun
1996; atau
tambahan 0,5% x nilai saham pada saat
penawaran umum perdana dalam hal
saham perusahaan diperdagangkan di bursa
efek setelah 1 Januari 1997
f. Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2)
atas penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa adalah:
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1994 sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun
1997;
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 282/KMK.04/ 1997.
6. Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
a. Objek PPh yang bersifat fnal adalah penghasilan dari pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan meliputi penjualan, tukar-
menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan
hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati.
b. Tarif PPh yang bersifat fnal atas pengalihan hak atas tanah dan/
atau bangunan:
1) selain Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan sebesar 5% dari jumlah
bruto nilai pengalihan tersebut;
2) bagi Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan:
a) 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan
untuk pengalihan Rumah Sederhana dan Rumah Susun
Sederhana; dan
b) 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan untuk
pengalihan lainnya.
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 7
Usaha Pokok Pengalihan
Hak atas Tanah/Bangunan
1% dari jumlah bruto nilai pengalihan
untuk pengalihan Rumah Sederhana
dan Rumah Susun Sederhana; dan
5% dari jumlah bruto nilai pengalihan
untuk pengalihan lainnya.
Bukan Usaha Pokok 5% dari jumlah bruto nilai pengalihan
c. Pembebasan PPh yang bersifat fnal:
1) Diberikan dengan penerbitan Surat Keterangan Bebas:
a) orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah
PTKP yang jumlah bruto pengalihan hak atas tanah dan/
atau bangunannya kurang dari Rp60.000.000,00 (enam
puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang
dipecah-pecah;
b) orang pribadi yang melakukan pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan sehubungan dengan hibah yang
diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat, dan kepada badan keagamaan atau
badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil
termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan,
sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan
usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara
pihak-pihak yang bersangkutan;
c) badan yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/
atau bangunan sehubungan dengan hibah yang diberikan
kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau
badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah
tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan; atau
d) pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
sehubungan dengan warisan.
2) diberikan secara langsung tanpa penerbitan Surat Keterangan
Bebas:
a) orang pribadi atau badan yang menerima atau
memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah guna
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum
yang memerlukan persyaratan khusus;
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 8
b) pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang
dilakukan oleh orang pribadi atau badan yang tidak
termasuk subjek pajak.
d. Nilai pengalihan hak adalah nilai yang tertinggi antara nilai
berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek Pajak
tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan.
e. Apabila diketahui berdasarkan data atau kejadian sebenarnya,
jumlah bruto nilai pengalihan menurut akta pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan maupun Nilai Jual Objek Pajak tanah
dan/atau bangunan yang bersangkutan lebih rendah dari jumlah
bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang
sebenarnya, maka besarnya Pajak Penghasilan dihitung dari
jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
yang sebenarnya.
f. Dalam hal pengalihan hak kepada instansi Pemerintah maka nilai
pengalihan hak adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang
bersangkutan.
g. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan di
cabang maka pembayaran PPh dan penyampaian SPT Masa PPh
Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan tersebut dilakukan oleh cabang. Namun
seluruh pembayaran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan di cabang harus
dikonsolidasi oleh pusat dan dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh.
h. Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat
(2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan adalah :
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor
71 Tahun 2008;
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/KMK.04/1994
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 243/PMK.03/ 2008;
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-26/ PJ/2010;
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/ PJ/2009;
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-30/ PJ/2009;
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-30/PJ/2013.
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 9
7. Jasa Konstruksi
a. Objek PPh yang bersifat fnal adalah penghasilan dari usaha jasa
konstruksi.
b. Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian
kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan
yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal,
dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya
untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fsik lain.
c. Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang
pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di
bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan
pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fsik
lain.
d. Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi
atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang
pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan
kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi
bentuk bangunan atau bentuk fsik lain, termasuk di dalamnya
pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi
layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan,
dan pembangunan (engineering, procurement and construction)
serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan
(design and build).
e. Pengawasan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang
pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di
bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu melaksanakan
pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan
konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.
f. Skema tarif dan dasar pengenaan PPh yang bersifat fnal untuk
Jasa Konstruksi adalah sebagai berikut:
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 10
JASA KONSTRUKSI
mempunyai
kualifikasi
usaha
Tidak
mempunyai
kualifikasi
usaha
Dengan
kualifikasi
usaha
tanpa
kualifikasi
usaha
kecil Selain kecil
TARIF
6% 4% 4% 3% 2%
Dikenai PPh yang bersifat final
Perencana/Pengawas
Konstruksi
Pelaksana
Konstruksi
g. PPh yang bersifat fnal atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi:
1) dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran, dalam
hal Pengguna Jasa merupakan pemotong pajak; atau
2) disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, dalam hal pengguna jasa
bukan merupakan pemotong pajak;
3) dalam hal:
a) terdapat selisih kekurangan PPh yang terutang
berdasarkan Nilai Kontrak Jasa Konstruksi dengan PPh
berdasarkan pembayaran yang telah dipotong atau disetor
sendiri, selisih kekurangan tersebut disetor sendiri oleh
Penyedia Jasa;
b) nilai Kontrak Jasa Konstruksi tidak dibayar sepenuhnya
oleh Pengguna Jasa, atas Nilai Kontrak Jasa Konstruksi
yang tidak dibayar tersebut tidak terutang PPh yang
bersifat fnal, dengan syarat Nilai Kontrak Jasa Konstruksi
yang tidak dibayar tersebut dicatat sebagai piutang yang
tidak dapat ditagih;
Piutang yang tidak dapat ditagih merupakan piutang yang
nyata-nyata tidak dapat ditagih.
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 11
Dalam hal piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat
ditagih kembali, tetap dikenakan PPh yang bersifat fnal.
h. Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2)
atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi adalah:
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun
2009;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/ 2008
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 153/PMK.03/2009.
8. Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
a. Objek PPh yang bersifat fnal adalah penghasilan dari sewa
tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun,
apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor,
toko, rumah toko, gudang dan industri.
b. Tarif PPh yang bersifat fnal adalah 10% dari jumlah bruto nilai
persewaan, baik yang menyewakan Wajib Pajak Orang Pribadi
maupun Wajib Pajak Badan.
PPh Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan dari
Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
10% dari jumlah bruto nilai
persewaan
c. Jumlah bruto nilai persewaan adalah jumlah yang dibayarkan/
terutang oleh penyewa termasuk biaya perawatan, pemeliharaan,
keamanan, fasilitas lainnya, dan service charge (baik perjanjiannya
dibuat secara terpisah maupun disatukan).
d. Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat
(2) atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan
adalah:
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun
2002;
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 120/KMK.03/2002;
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-227/PJ./ 2002;
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-50/PJ./ 1996.
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 12
9. Dividen yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi
Dalam Negeri
a. Objek PPh yang bersifat fnal adalah dividen, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian
sisa hasil usaha koperasi.
b. Tarif PPh yang bersifat fnal adalah 10% dari jumlah bruto dividen
yang diterima.
PPh atas Dividen yang Diterima
atau diperoleh Wajib Pajak Orang
Pribadi Dalam Negeri
10% dari jumlah bruto dividen
yang diterima
c. Pajak Penghasilan atas penghasilan berupa dividen dipotong
oleh pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku
pembayar dividen.
d. pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku
pembayar dividen yang melakukan pemotongan dan penyetoran
Pajak Penghasilan atas dividen tersebut melaporkannya ke
Kantor Pelayanan Pajak tempat Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan diadministrasikan.
e. Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh atas dividen
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam
Negeri adalah:
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2009;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/ 2010;
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-30/PJ/2012.
10. Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak
yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
a. Objek PPh yang bersifat fnal adalah penghasilan dari usaha yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran
bruto tertentu, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan
dengan pekerjaan bebas.
b. Subjek PPh yang bersifat fnal adalah Wajib Pajak orang pribadi
atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap yang
menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tidak
melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 13
c. Pengenaan Pajak Penghasilan didasarkan pada peredaran bruto
dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum
Tahun Pajak yang bersangkutan:
1) Dalam hal WP baru terdaftar pada Tahun Pajak yang sama
sebelum PP Nomor 46 Tahun 2013 berlaku, dasar Peredaran
Bruto adalah akumulasi peredaran bruto dari bulan berdiri
s.d. bulan sebelum PP Nomor 46 Tahun 2013 berlaku, yang
disetahunkan.
2) Dalam hal WP baru terdaftar setelah PP Nomor 46 Tahun 2013
berlaku, dasar peredaran bruto adalah peredaran bruto bulan
pertama disetahunkan.
d. Penentuan peredaran bruto yang tidak melebihi
Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah)
adalah berdasarkan peredaran bruto dari usaha seluruhnya,
termasuk dari usaha cabang, tidak termasuk peredaran bruto dari:
1) jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
2) penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri;
3) usaha yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak
Penghasilan yang bersifat fnal dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan
4) penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.
e. Tidak termasuk Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan
yang dikenai PPh yang bersifat fnal:
1) Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha
perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya:
a) Menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar
pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap; dan
b) Menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk
kepentingan umum yang tidak diperuntukan bagi tempat
usaha atau berjualan
2) Wajib Pajak badan:
a) Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial;
atau
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 14
b) Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu)
tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh
peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat
miliar delapan ratus juta rupiah).
f. Tarif PPh yang bersifat fnal atas penghasilan Wajib Pajak yang
memiliki peredaran bruto tertentu adalah 1% (satu persen)
dikalikan dengan dasar pengenaan pajak berupa jumlah
peredaran bruto setiap bulan, untuk setiap tempat kegiatan
usaha.
g. Pembebasan PPh yang bersifat fnal dapat diberikan kepada
Wajib Pajak dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang
tidak bersifat fnal dengan syarat:
1) Wajib Pajak mengajukan permohonan secara tertulis
kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan;
2) Telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak diajukan
permohonan, untuk Wajib Pajak yang telah terdaftar pada
Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak diajukan Surat Keterangan
Bebas;
3) Menyerahkan surat pernyataan yang ditandatangani Wajib
Pajak yang menyatakan bahwa peredaran usaha yang diterima
atau diperoleh termasuk dalam kriteria untuk dikenai Pajak
Penghasilan bersifat fnal disertai lampiran jumlah peredaran
bruto setiap bulan sampai dengan bulan sebelum diajukannya
Surat Keterangan Bebas, untuk Wajib Pajak yang terdaftar;
4) menyerahkan dokumen-dokumen pendukung transaksi
seperti Surat Perintah Kerja, Surat Keterangan Pemenang
Lelang dari Instansi Pemerintah, atau dokumen pendukung
sejenis lainnya;
5) ditandatangani oleh Wajib Pajak, atau dalam hal permohonan
oleh bukan Wajib Pajak harus dilampiri dengan Surat Kuasa
Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 UU KUP.
h. Pemotong dan/atau pemungut pajak tidak melakukan
pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan untuk
setiap transaksi yang merupakan objek pemotongan dan/atau
pemungutan Pajak Penghasilan yang tidak bersifat fnal apabila
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 15
telah menerima fotokopi Surat Keterangan Bebas yang telah
dilegalisasi oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
menyampaikan kewajiban Surat Pemberitahuan Tahunan.
i. Permohonan legalisasi fotokopi Surat Keterangan Bebas diajukan
secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat
Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan
dengan syarat:
1) menunjukkan Surat Keterangan Bebas;
2) menyerahkan bukti penyetoran Pajak Penghasilan yang
bersifat fnal berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013 untuk
setiap transaksi yang akan dilakukan dengan pemotong dan/
atau pemungut berupa Surat Setoran Pajak lembar ke-3 yang
telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan
Negara, kecuali untuk transaksi yang dikenai pemungutan
PPh Pasal 22 atas:
a) impor;
b) pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan
pelumas;
c) pembelian hasil produksi industri semen, industri kertas,
industri baja, industri otomotif dan industri farmasi;
d) pembelian kendaraan bermotor di dalam negeri;
3) mengisi identitas Wajib Pajak pemotong dan/atau pemungut
Pajak Penghasilan dan nilai transaksi pada kolom yang
tercantum dalam Surat Keterangan Bebas;
4) ditandatangani oleh Wajib Pajak, atau kuasanya dengan
dilampiri Surat Kuasa Khusus sesuai Pasal 32 UU KUP.
j. Penyetoran Pajak Penghasilan yang bersifat fnal ke kantor
pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain
yang disamakan yang telah mendapat validasi dengan Nomor
Transaksi Penerimaan Negara (NTPN), paling lama tanggal 15
(lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
k. Wajib Pajak yang telah melakukan penyetoran Pajak Penghasilan
dianggap telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Penghasilan sesuai dengan tanggal validasi Nomor Transaksi
Penerimaan Negara yang tercantum pada Surat Setoran Pajak.
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 16
l. Wajib Pajak yang menyetor Pajak Penghasilan yang bersifat fnal
tetapi Surat Setoran Pajaknya tidak mendapat validasi dengan
NTPN, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Penghasilan Pasal 4 ayat (2) ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai
tempat kegiatan usaha Wajib Pajak terdaftar dengan mengisi
baris pada angka 11 formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Penghasilan Pasal 4 ayat (2):
1) kolom Uraian diisi dengan Penghasilan Usaha WP yang
Memiliki Peredaran Bruto Tertentu;
a) kolom KAP/KJS diisi dengan 411128/420.
b) Wajib Pajak dengan jumlah Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat
(2) nihil tidak wajib melaporkan Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2).
m. Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh atas penghasilan
dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki
peredaran bruto tertentu adalah:
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013;
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2013;
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-42/PJ/2013.
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 17
PPh Pasal 15
PPh Pasal 15 merupakan cara pelunasan pembayaran pajak dalam tahun
berjalan melalui pemotongan dan/atau penyetoran sendiri PPh atas
penghasilan Wajib Pajak yang antara lain bergerak dalam usaha jasa
pelayaran dan usaha jasa penerbangan.
1. Jasa Pelayaran Dalam Negeri
a. Objek PPh adalah penghasilan yang diterima Wajib Pajak
perusahaan pelayaran dalam negeri dari pengangkutan
orang dan/atau barang, termasuk penyewaan kapal, dari
satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari
pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri dan sebaliknya
serta pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar
Indonesia.
b. Besarnya PPh yang dipotong adalah sebesar 1,2% dari peredaran
bruto dan bersifat fnal.
PPh Pasal 15 atas Penghasilan
Wajib Pajak Perusahaan
Pelayaran Dalam Negeri
1,2% dari peredaran bruto dan
bersifat fnal
c. Yang dimaksud dengan peredaran bruto adalah semua imbalan
atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak dari pengangkutan (orang dan/
atau barang), termasuk penyewaan kapal, yang dimuat dari
satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari
pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri dan/atau
sebaliknya serta pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan
lainnya di luar Indonesia.
d. Peraturan terkait:
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 416/KMK.04/ 1996;
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-29/PJ.4/1996.
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 18
2. Jasa Penerbangan Dalam Negeri
a. Objek PPh adalah penghasilan yang diterima berdasarkan
perjanjian carter dari pengangkutan orang dan/atau barang yang
dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/
atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.
PPh Pasal 15 atas Penghasilan
bagi Wajib Pajak Perusahaan
Penerbangan Dalam Negeri
1,8% dari peredaran bruto dan
tidak bersifat fnal
b. Besarnya PPh yang dipotong adalah sebesar 1,8% dari peredaran
bruto atas dan tidak bersifat fnal.
c. Wajib Pajak perusahaan penerbangan dalam negeri adalah
perusahaan penerbangan yang bertempat kedudukan di
Indonesia yang memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian
carter/sewa.
d. Peredaran bruto bagi Wajib Pajak perusahaan penerbangan
dalam negeri adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa
uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari
satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari
pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri berdasarkan
perjanjian carter.
e. Peraturan terkait:
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 475/KMK.04/ 1996;
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-35/PJ.4/1996.
3. Jasa Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri
a. Objek PPh adalah penghasilan dari pengangkutan orang
dan/atau barang yang diterima oleh Wajib Pajak perusahaan
pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri yang melakukan
usaha melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang berkedudukan di
Indonesia.
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 19
b. Besarnya PPh yang terutang adalah sebesar 2,64% dari peredaran
bruto dan bersifat fnal.
PPh Pasal 15 atas Penghasilan
Wajib Pajak Perusahaan
Pelayaran dan/atau
Penerbangan Luar Negeri
2,64% dari peredaran bruto dan
bersifat fnal
c. Peredaran bruto Wajib Pajak perusahaan pelayaran dan/
atau penerbangan luar negeri adalah semua imbalan atau
nilai pengganti atau imbalan berupa uang atau nilai uang
dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari
suatu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari
pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri. Dengan
demikian tidak termasuk penggantian atau imbalan yang diterima
atau diperoleh perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan
luar negeri tersebut dari pengangkutan orang dan/atau barang
dari pelabuhan di luar negeri ke pelabuhan di Indonesia.
d. Peraturan terkait:
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/ 1996;
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996.
Tabel Pengenaan PPh Pasal 15
Usaha Jasa
PPh yang
terutang
Sifat
Pengenaan
Pelayaran DN 1,2 % x Bruto Final
Penerbangan DN (khusus carter) 1,8 % x Bruto Tidak Final
BUT Pelayaran LN
2,64 % x Bruto Final
BUT Penerbangan LN
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 20
PPh Pasal 21 merupakan cara pelunasan PPh dalam tahun berjalan melalui
pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa,
atau kegiatan. Pemotongan PPh Pasal 21 antara lain dilakukan oleh:
pemberi kerja, termasuk cabang, perwakilan, atau unit yang
melakukan sebagian atau seluruh administrasi yang terkait dengan
pembayaran penghasilan,
bendahara pemerintah,
dana pensiun yang membayarkan uang pensiun, dan
penyelenggara kegiatan.
Pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 21 dibedakan menurut penerima
penghasilannya antara lain pegawai, pensiunan, peserta kegiatan dan
bukan pegawai.
Berikut beberapa pengertian terkait pemotongan PPh Pasal 21:
Pegawai dibedakan menjadi pegawai tetap dan pegawai tidak
tetap.
a. Pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh
penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk
anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas, serta
pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka
waktu tertentu yang menerima atau memperoleh penghasilan
dalam jumlah tertentu secara teratur.
b. Pegawai tidak tetap disebut juga tenaga kerja lepas, adalah
pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai
yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja,
jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian
suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.
Penerima pensiun adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang
menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang
dilakukan di masa lalu, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya
yang menerima tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.
PPh Pasal 21
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 21
Peserta kegiatan adalah orang pribadi yang terlibat dalam suatu
kegiatan tertentu, termasuk mengikuti rapat, sidang, seminar,
lokakarya (workshop), pendidikan, pertunjukan, olahraga, atau
kegiatan lainnya dan menerima atau memperoleh imbalan
sehubungan dengan keikutsertaannya dalam kegiatan tersebut.
Bukan pegawai adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai
tidak tetap/tenaga kerja lepas yang memperoleh penghasilan dengan
nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal 21 dan/
atau PPh Pasal 26 sebagai imbalan jasa yang dilakukan berdasarkan
perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.
Imbalan bersifat berkesinambungan adalah imbalan kepada bukan
pegawai yang dibayar atau terutang lebih dari satu kali dalam satu
tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
1. PPh Pasal 21 Bagi Pegawai
a. Pegawai Tetap
Dalam menghitung PPh Pasal 21 bagi Pegawai Tetap perlu
diperhatikan rumus penghitungannya, yaitu sebagai berikut:
Penghasilan Bruto setahun Rp xxxxxx
Pengurang Penghasilan Bruto ( Rp xxxxxx )
Penghasilan Neto setahun Rp xxxxxx
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) ( Rp xxxxxx )
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp xxxxxx
PPh Pasal 21 yang dipotong:
PKP x tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh = PPh Pasal 21 setahun
PPh Pasal 21 setahun : 12 bulan = PPh Pasal 21 sebulan
1) pengurang penghasilan bruto bagi Pegawai Tetap terdiri dari:
a) biaya jabatan sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan
bruto, setinggi-tingginya Rp500.000,00 sebulan atau
Rp6.000.000,00 setahun;
b) iuran dana pensiun atau tunjangan hari tua/jaminan hari
tua kepada dana pensiun yang telah disahkan Menteri
Keuangan.
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 22
2) besarnya PTKP per tahun adalah:
a) Rp24.300.000,00 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
b) Rp2.025.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
c) Rp2.025.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga
sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus
serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya,
paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
3) Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh:
Lapisan PKP Tarif Pajak
s.d. Rp50.000.000,00 5 %
Diatas Rp50.000.000,00 s.d. Rp250.000.000,00 15 %
Diatas Rp250.000.000,00 s.d. Rp500.000.000,00 25 %
Diatas Rp500.000.000,00 30 %
b. Pegawai Tidak Tetap
1) PPh Pasal 21 Pegawai Tidak Tetap yang upahnya dibayarkan
secara bulanan.
Penghasilan bruto
setahun
PTKP =
Penghasilan Kena
Pajak
Penghasilan Kena
Pajak
X
T a r i f
Pajak
= PPh Pasal 21 setahun
PPh Pasal 21 setahun : 12 = PPh Pasal 21 sebulan
2) PPh Pasal 21 Pegawai Tidak Tetap yang upahnya dibayarkan
secara harian/mingguan/borongan/satuan.
Sebelum menghitung PPh Pasal 21 bagi pegawai tidak
tetap yang upahnya dibayarkan secara harian/ mingguan/
borongan/satuan, maka perlu diperhatikan jumlah upah
harian, atau rata-rata upah yang diterima dalam sehari, yaitu:
a) upah mingguan dibagi banyaknya hari bekerja dalam
seminggu;
b) upah satuan dikalikan dengan jumlah rata-rata satuan
yang dihasilkan dalam sehari;
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 23
c) upah borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan
untuk menyelesaikan pekerjaan borongan;
d) upah harian kurang dari Rp200.000,00 atau penghasilan
dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi
Rp2.025.000,00, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang harus
dipotong;
e) upah harian lebih dari Rp200.000,00 tetapi jumlah kumulatif
yang diterima dalam bulan kalender yang bersangkutan
belum melebihi Rp2.025.000,00;
PPh Pasal 21 = (upah harian - Rp200.000,00) x 5%
f) Penghasilan bruto sebulan melebihi Rp2.025.000,00 tapi
tidak lebih dari Rp7.000.000,00;
PPh Pasal 21 = (upah harian PTKP sehari) x 5 %
g) Penghasilan bruto sebulan lebih dari Rp7.000.000,00.
PPh Pasal 21 = [ (Penghasilan Bruto setahun PTKP) x
Tarif Pajak ] : 12
2. PPh Pasal 21 Bagi Penerima Uang Pensiun yang Dibayarkan Berkala
Cara penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa uang
pensiun, dibagi berdasarkan cara pembayarannya, yaitu penerimaan
uang pensiun secara sekaligus dan penerimaan secara berkala. Cara
menghitung PPh Pasal 21 bagi uang pensiun yang dibayarkan secara
berkala adalah:
a. terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang
diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan
biaya pensiun, kemudian dikalikan banyaknya bulan sejak
pegawai yang bersangkutan menerima pensiun sampai dengan
bulan Desember;
b. penghasilan neto pensiun sebagaimana tersebut pada huruf
a ditambah dengan penghasilan neto dalam tahun yang
bersangkutan yang diterima atau diperoleh dari pemberi kerja
sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 24
yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum
pensiun;
c. untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak, jumlah penghasilan
pada huruf b tersebut dikurangi dengan PTKP, dan selanjutnya
dihitung PPh Pasal 21 atas Penghasilan Kena Pajak tersebut;
d. PPh Pasal 21 atas uang pensiun dalam tahun yang bersangkutan
dihitung dengan cara mengurangi PPh Pasal 21 dalam huruf c
dengan PPh Pasal 21 yang terutang dari pemberi kerja sebelum
pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan yang
tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum
pensiun;
e. PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan adalah sebesar PPh Pasal
21 seperti tersebut dalam huruf d dibagi dengan banyaknya
bulan sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
3. PPh Pasal 21 Bagi Peserta Kegiatan
PPh Pasal 21 bagi peserta kegiatan = Penghasilan bruto x tarif Pasal
17 ayat (1) huruf a UU PPh.
4. PPh Pasal 21 Bagi Bukan Pegawai
Penghitungan PPh Pasal 21 bagi penerima kategori bukan pegawai
dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu:
a. menerima atau memperoleh penghasilan yang tidak bersifat
berkesinambungan;
b. menerima atau memperoleh penghasilan semata-mata dari satu
pemberi penghasilan yang bersifat berkesinambungan;
c. menerima atau memperoleh penghasilan yang bersifat
berkesinambungan dan mempunyai penghasilan lain.
Yang termasuk Wajib Pajak orang pribadi kategori Bukan Pegawai
antara lain pengacara, arsitek, dokter, notaris, akuntan, aktuaris,
konsultan, olahragawan, pengajar, peneliti, penceramah, penyanyi,
bintang flm, petugas dinas luar asuransi, dan lain-lain.
Pelaporan atas pemotongan PPh Pasal 21 di Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) tempat pemberi kerja baik di lokasi kantor pusat maupun kantor
cabang, perwakilan, atau unit lain sepanjang terdapat administrasi
yang terkait dengan pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan,
dan pembayaran lain.
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 25
a. Menerima atau memperoleh penghasilan yang tidak bersifat
berkesinambungan
1) Yang dimaksud imbalan yang bersifat tidak berkesinambungan
merupakan imbalan yang dibayarkan kepada Wajib Pajak
orang pribadi Bukan Pegawai hanya satu kali dalam 1 (satu)
tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan dan jasa.
2) Dalam penghitungan PPh Pasal 21 atas imbalan yang
bersifat tidak berkesinambungan, Dasar Pengenaan Pajaknya
adalah Penghasilan Bruto dengan tidak memperhitungkan
Penghasilan Tidak Kena Pajak.
3) PPh Pasal 21 atas imbalan yang bersifat tidak
berkesinambungan:
PPh Pasal 21 sebulan = [ 50 % x Penghasilan Bruto ] x Tarif
Pajak
b. Menerima atau memperoleh penghasilan semata-mata dari satu
pemberi penghasilan yang bersifat berkesinambungan
1) PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17
ayat (1) huruf a UU PPh (Tarif Pajak) atas jumlah kumulatif
penghasilan kena pajak.
2) Penghitungan PPh Pasal 21 sebulan sebagaimana ditunjukkan
dalam tabel di bawah ini :
DPP = (50 % x Penghasilan Bruto Sebulan PTKP per bulan)
kumulatif
PPh Pasal 21 sebulan = DPP x Tarif Pajak
c. Menerima atau memperoleh penghasilan yang bersifat
berkesinambungan dan mempunyai penghasilan lain
1) Bagi Wajib Pajak orang pribadi kategori Bukan Pegawai
yang menerima imbalan bersifat berkesinambungan dan
berasal bukan hanya dari 1 (satu) pemberi penghasilan, dasar
pengenaan pajaknya tidak memperhitungkan besarnya
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebulan. Hak PTKP dapat
diperhitungkan oleh Wajib Pajak pada saat pelaporan SPT
Tahunan PPh Orang Pribadi.
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 26
2) Salah satu contoh Wajib Pajak orang pribadi kategori Bukan
Pegawai yang menerima imbalan bersifat berkesinambungan
dan memperoleh penghasilan lain adalah dokter yang bekerja
di 2 (dua) atau lebih rumah sakit dalam tahun kalender yang
sama.
3) Penghitungan PPh Pasal 21 sebulan sebagaimana ditunjukkan
dalam tabel di bawah ini :
DPP = (50 % x Penghasilan Bruto Sebulan) kumulatif
PPh Pasal 21 sebulan = DPP x Tarif Pajak
Catatan:
Besarnya tarif sebagaimana dimaksud Pasal 17 ayat (1) huruf
(a) UU PPh yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 20% (dua
puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib
Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
5. PPh Pasal 21 Bagi Penerima Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun,
Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan
Sekaligus
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai berupa
Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau
Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenai pemotongan
PPh Pasal 21 yang bersifat fnal.
Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun,
Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua dianggap dibayarkan
sekaligus jika sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan
dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender.
a. Uang Pesangon
Berikut Tarif PPh Pasal 21 atas uang pesangon yang diterima
secara sekaligus:
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 27

Lapisan Penghasilan Tarif
s.d. Rp 50.000.000,00 0 %
di atas Rp50.000.000,00s.d. Rp100.000.000,00 5 %
di atas Rp100.000.000,00 s.d. Rp 500.000.000,00 15 %
di atas Rp 500.000.000,00 25 %
b. Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari
Tua yang Dibayarkan Sekaligus
Berikut Tarif PPh Pasal 21 atas Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan
Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus:
Lapisan Penghasilan Tarif
s.d. Rp 50.000.000,00 0 %
di atas Rp 50.000.000,00 5 %
Dalam hal terdapat bagian penghasilan berupa Uang Pesangon,
Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari
Tua yang terutang atau dibayarkan pada tahun ketiga dan tahun-
tahun berikutnya, pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan dengan
menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang
PPh atas jumlah bruto seluruh penghasilan yang terutang atau
dibayarkan kepada Pegawai pada masing-masing tahun kalender
yang bersangkutan.
PPh Pasal 21 yang dipotong atas penghasilan berupa Uang
Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau
Jaminan Hari Tua yang terutang atau dibayarkan pada tahun
ketiga dan tahun-tahun berikutnya tidak bersifat fnal dan dapat
diperhitungkan sebagai pembayaran pajak pendahuluan atau
kredit pajak.
Dalam pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 21, kantor
perwakilan negara asing dan organisasi-organisasi internasional
tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang wajib melakukan
pemotongan PPh Pasal 21, sehingga Wajib Pajak orang pribadi
yang bekerja pada kantor perwakilan negara asing atau organisasi
internasional tersebut wajib menghitung, menyetorkan, dan
melaporkan sendiri besarnya PPh yang terutang atas penghasilan
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 28
yang diterima dari pemberi kerja tersebut melalui mekanisme
Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan) PPh Orang Pribadi.
Berikut skema penghitungan dasar pengenaan PPh Pasal 21:
c. Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 21 adalah:
Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206/PMK.11/2012;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012;
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2012.
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 29
PPh Pasal 22 merupakan cara pelunasan pembayaran pajak dalam tahun
berjalan oleh Wajib Pajak atas penghasilan antara lain sehubungan
dengan impor barang/jasa, pembelian barang dengan menggunakan
dana APBN/APBD dan non APBN/APBD, dan penjualan barang sangat
mewah.
Berikut tabel daftar pemungut dan objek PPh Pasal 22 :
Pemungut PPh Pasal 22 Objek Pemungutan
1. Bank Devisa/Ditjen Bea Cukai Impor Barang
2. Bendahara pemerintah dan Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA)
Pembayaran atas pembelian
barang
3. Bendahara pengeluaran Pembayaran atas pembelian
barang yang dilakukan dengan
mekanisme uang persediaan (UP)
4 Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
atau pejabat penerbit Surat
Perintah Membayar yang diberi
delegasi oleh KPA
Pembayaran atas pembelian
barang kepada pihak ketiga yang
dilakukan dengan mekanisme
pembayaran langsung (LS)
5 BUMN tertentu : PT Pertamina
(Persero), PT Perusahaan Listrik
Negara (Persero),
PT Perusahaan Gas Negara (Persero)
Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia
(Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia
(Persero) Tbk., PT Pembanguan
Perumahan (Persero) Tbk.,
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.,
PT Adhi Karya (Persero) Tbk.,
PT Hutama Karya (Persero), PT
Krakatau Steel (Persero) Tbk dan
Bank-bank BUMN
Pembelian barang dan/atau
bahan-bahan untuk keperluan
kegiatan usaha mereka.
6 Badan usaha yang bergerak dalam
bidang usaha industri semen,
industri kertas, industri baja,
industri otomotif, dan industri
farmasi
Penjualan hasil produksinya
kepada distributor di dalam negeri
PPh Pasal 22
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 30
7 Agen Tunggal Pemegang Merek
( ATPM), Agen Pemegang Merek
(APM ), dan importir umum
kendaraan bermotor
Penjualan kendaraan bermotor di
dalam negeri
8 Produsen atau importir bahan
bakar minyak, bahan bakar gas, dan
pelumas
Penjualan bahan bakar minyak,
bahan bakar gas, dan pelumas
9 Wajib Pajak Badan yang melakukan
penjualan Barang Sangat Mewah
Penjualan Barang Sangat Mewah
10 Industri dan eksportir yang
bergerak dalam sektor kehutanan,
perkebunan, pertanian,
peternakan, dan perikanan
Pembelian bahan-bahan untuk
keperluan industri atau ekspor
mereka dari pedagang pengumpul
Penunjukan pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 dilakukan tanpa
penerbitan surat keputusan kepala Kantor Pelayanan Pajak.
Yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana diatur
dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.011/2013,
yaitu:
1. Diberikan dengan Surat Keterangan Bebas :
a. impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh;
b. emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang
perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor.
2. Dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai :
a. impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan/atau Pajak
Pertambahan Nilai;
b. impor sementara jika saat impornya nyata-nyata dimaksudkan
untuk diekspor kembali.
3. Dilaksanakan tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB) :
a. pembelian barang oleh Bendahara Pemerintah yang jumlahnya
paling banyak Rp2.000.000,00 dan tidak merupakan pembayaran
yang terpecah-pecah;
b. pembelian barang oleh BUMN tertentu yang jumlahnya paling
banyak Rp10.000.000,00 dan tidak merupakan pembayaran yang
terpecah-pecah;
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 31
c. pembelian oleh Bendahara Pemerintah dan BUMN tertentu
untuk BBM, listrik, bahan bakar gas, air minum/PDAM, benda-
benda pos;
d. pembelian barang dengan menggunakan dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS);
e. pembayaran untuk pembelian minyak bumi, gas bumi, dan/ atau
produk sampingan dari kegiatan usaha hulu di bidang minyak
dan gas bumi yang dihasilkan di Indonesia dari:
1) kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi
berdasarkan kontrak kerja sama; atau
2) kantor pusat kontraktor yang melakukan eksplorasi dan
eksploitasi berdasarkan kontrak kerja sama;
f. pembayaran untuk pembelian panas bumi atau listrik hasil
pengusahaan panas bumi dari Wajib Pajak yang menjalankan
usaha di bidang usaha panas bumi berdasarkan kontrak kerja
sama pengusahaan sumber daya panas bumi:
g. impor kembali (re-impor) yang memenuhi syarat yang ditentukan
oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
h. penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri yang dilakukan
oleh industri otomotif, Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM),
Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan
bermotor, yang telah dikenai pemungutan Pajak Penghasilan
berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf c Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 dan peraturan pelaksanaannya.
Berikut skema tarif dan dasar pengenaan pajak PPh Pasal 22:
www.themegallery.com
Tarif dan DPP
PPh Pasal 22 Impor
PPh Pasal 22 Bendaharawan
Bendahara Pemerintah,
Kuasa Pengguna Anggaran,
Pejabat Penerbit SPM,
Bendahara Pengeluaran, BUMN tertentu
PPh Pasal 22 Industri
PPh Pasal 22
Pedagang Pengumpul
2,5% (dengan API),
7,5% (tanpa API),
0,5%(kedelai, gandum, terigu dengan API)
1,5%
- 0,25% Semen
- 0,1% Kertas
- 0,3% Baja
-0,3% Obat
- 0,45% Otomotif
-0,25% BBM SPBU Pertamina
-0,3% BBM SPBU Non Pertamina
-0,3% BBG
-0,3% Pelumas
0,25%
Nilai Impor
7,5% (yang tidak dikuasai) Harga Jual Lelang
Harga Beli
DPP PPN
PPh Pasal 22 Migas
PPh Pasal 22 Barang Mewah 5%
PPh Pasal 22
ATPM, APM, dan importir umum
0,45%
Penjualan
Harga Jual
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 32
Catatan:
Bagi Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak,
maka besarnya pemungutan PPh Pasal 22 lebih tinggi 100%
(seratus persen) daripada tarif yang diterapkan kepada Wajib Pajak
yang dapat menunjukkan NPWP.
Peraturan terkait pelaksanaan pemungutan PPh Pasal 22 adalah:
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 146/PMK.011/2013;
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2010
sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-06/PJ/2013;
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ/2013.
PPh Pasal 23 merupakan cara pelunasan pajak dalam tahun berjalan
melalui pemotongan pajak antara lain atas penghasilan berupa dividen,
royalti, jasa manajemen, jasa teknik, dan jasa-jasa lainnya.
1. Objek PPh Pasal 23 adalah penghasilan dari dividen, bunga, royalti,
hadiah, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta, jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan dan jenis jasa
lainnya.
2. Pemotongan PPh Pasal 23 dikenakan dari jumlah bruto, dengan tarif
sebagai berikut:
PPh Pasal 23
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 33
No. Jenis Penghasilan Tarif
1 Dividen
15 %
2 Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena
jaminan pengembalian utang
3 Royalti
4 Hadiah, penghargaan, bonus selain yang telah dipotong PPh
Pasal 21
5 Sewa dan penghasilan sehubungan dengan penggunaan
harta
2 %
6 Jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan
3. Jasa lain :
a) Jasa penilai (appraisal);
b) Jasa aktuaris;
c) Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan
keuangan;
d) Jasa perancang (design);
e) Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan
minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan
oleh bentuk usaha tetap (BUT);
f) Jasa penunjang di bidang penambangan migas;
g) Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang
penambangan selain migas;
h) Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar
udara;
i) Jasa penebangan hutan;
j) Jasa pengolahan limbah;
k) Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services);
l) Jasa perantara dan/atau keagenan;
m) Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga,
kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan
KPEI;
n) Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan,kecuali
yang dilakukan oleh KSEI;
o) Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
p) Jasa mixing flm;
q) Jasa sehubungan dengan software komputer,
termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;
r) Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik,
telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang
dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya
di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau
sertifkasi sebagai pengusaha konstruksi;
2 %
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 34
s) Jasa Perawatan/perbaikan/ pemeliharaan mesin,
peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel,
alat transportasi/ kendaraan dan/atau bangunan,
selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang
lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin
dan/atau sertifkasi sebagai pengusaha konstruksi;
t) Jasa maklon;
u) Jasa penyelidikan dan keamanan;
v) Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;
w) Jasa pengepakan;
x) Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam
media masa, media luar ruang atau media lain untuk
penyampaian informasi;
y) Jasa pembasmian hama;
z) Jasa kebersihan atau cleaning service;
aa) Jasa katering atau tata boga.
2 %
3. Yang dimaksud dengan jumlah bruto sebagaimana dimaksud pada
huruf b adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam
bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau
telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek
pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha
tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib
Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, tidak termasuk:
a. pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran
lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada
tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak
dengan pengguna jasa;
b. pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material;
c. pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk
selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga;
d. pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu
penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah
dibayarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga.
4. Jumlah bruto sebagaimana dimaksud dalam huruf c tidak berlaku:
a. atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa
katering; atau
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 35
b. dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan
jenis jasa yang tercantum dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c
angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, telah dikenai
Pajak Penghasilan yang bersifat fnal.
c. Pembayaran sebagaimana dimaksud dalam huruf c harus dapat
dibuktikan dengan:
1) kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam huruf c
angka 1;
2) faktur pembelian barang atau material sebagaimana dimaksud
dalam huruf c angka 2;
3) faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian
tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf c angka 3;
4) faktur tagihan atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan
oleh pihak kedua kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud
dalam butir huruf c angka 4.
Catatan:
Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh
penghasilan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, besarnya
tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus persen)
daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat
menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
5. Wajib Pajak badan wajib melakukan pemotongan dan penyetoran
Pajak Penghasilan atas dividen serta melaporkannya ke Kantor
Pelayanan Pajak tempat Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak badan diadministrasikan.
6. Jenis Penghasilan yang dikecualikan pemotongan PPh Pasal 23:
a. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
b. sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa
guna usaha dengan hak opsi;
c. penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha
atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman
dan/atau pembiayaan (PMK. 251/PMK.03/2008);
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 36
d. dividen yang diterima perseroran terbatas sebagai WPDN,
koperasi, BUMN, atau BUMD dari penyertaan modal pada badan
usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia
dengan syarat:
1) Dividen berasal dari cadangan laba ditahan, dan
2) Bagi perseroan terbatas, BUMN, dan BUMD yang menerima
dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan
dividen paling rendah 25% dari jumlah modal disetor;
e. dividen yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri;
f. sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggotanya;
g. bagian laba yang diterima anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan,
perkumpulan, frma, dan kongsi, termasuk pemegang unit
penyertaan kontrak investasi kolektif.
7. Peraturan yang terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 23:
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 251/PMK.03/2008;
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 33/PJ/2009;
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-53/PJ/ 2009;
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-35/PJ/ 2010;
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-30/PJ/2012.
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 37
1. PPh Pasal 26 merupakan cara pelunasan pajak dalam tahun berjalan
melalui pemotongan pajak atas penghasilan Wajib Pajak Luar Negeri
dari Indonesia berupa:
a. dividen;
b. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan
dengan jaminan pengembalian utang;
c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta;
d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
e. hadiah dan penghargaan;
f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
g. premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau
h. keuntungan karena pembebasan utang, yang diterima Wajib
Pajak Luar Negeri selain bentuk usaha tetap;
i. penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia;
j. premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar
negeri;
k. Penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham.
2. Tarif pemotongan dan dasar pengenaan PPh Pasal 26 adalah:
Tarif Dasar Pengenaan Pajak Jenis Penghasilan
20% Penghasilan bruto Butir 1 huruf a s.d. huruf h
20% Perkiraan Penghasilan neto Butir 1 huruf i s.d. huruf k
Catatan :
Apabila terdapat Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
antara Pemerintah Indonesia dengan Negara Mitra, maka pengenaan
PPh Pasal 26 mengacu pada ketentuan yang terdapat dalam P3B
tersebut.
3. Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk
usaha tetap di Indonesia dikenai pajak sebesar 20% (dua puluh
PPh Pasal 26
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 38
persen), kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di
Indonesia.
4. Pada prinsipnya pemotongan PPh Pasal 26 bersifat fnal, kecuali :
a. pemotongan atas:
1) penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan
barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan
yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap
di Indonesia;
2) penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 26 yang diterima atau
diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif
antara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang
memberikan penghasilan dimaksud.
b. pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status
menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap.
5. Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 26:
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 624/KMK.04/1994;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2009;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 258/PMK.03/2008;
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-52/PJ/ 2009.
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 39
Untuk kewajiban penyetoran dan pelaporan PPh, Menteri Keuangan
telah menetapkan batas waktu penyetoran PPh ke Bank Persepsi/Kantor
Pos penerima pembayaran serta batas waktu pelaporan SPT Masa PPh ke
KPP tempat Wajib Pajak terdaftar sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan
Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan
Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran,
dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaaan
Pembayaran Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010.
Batas waktu pembayaran/penyetoran pajak yang sudah dipotong dan/
atau dipungut oleh Wajib Pajak serta tanggal pelaporan SPT Masa adalah
sebagai berikut:
PPh Pasal 21 Paling lama tanggal 10
bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir
Paling lama 20 hari
setelah Masa Pajak
berakhir
PPh Pasal 22 Bendahara Disetor pada hari yang
sama dengan pelaksanaan
pembayaran
Paling lama 14 hari
setelah Masa Pajak
berakhir
PPh Pasal 22 Impor
yang Dipungut DJBC
Disetor dalam 1 hari
kerja setelah dilakukan
pemungutan pajak
Paling lama hari
kerja terakhir
minggu berikutnya
PPh Pasal 22 Migas,
Industri, Barang
Mewah, Pedagang
Pengumpul
Paling lama tanggal 10
bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir
Paling lama 20 hari
setelah Masa Pajak
berakhir
PPh Pasal 23 Paling lama tanggal 10
bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir
Paling lama 20 hari
setelah Masa Pajak
berakhir
PPh Pasal 4 ayat (2)
Pemotongan
Paling lama tanggal 10
bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir
Paling lama 20 hari
setelah Masa Pajak
berakhir
Kewajiban Penyetoran dan Pelaporan
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 40
PPh Pasal 4 ayat (2)
Setor Sendiri
Paling lama tanggal 15
bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir
Paling lama 20 hari
setelah Masa Pajak
berakhir
PPh Pasal 15
Pemotongan
Paling lama tanggal 10
bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir
Paling lama 20 hari
setelah Masa Pajak
berakhir
PPh Pasal 15-Setor
sendiri
Paling lama tanggal 15
bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir
Paling lama 20 hari
setelah Masa Pajak
berakhir
PPh Pasal 26 Paling lama tanggal 10
bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir
Paling lama 20 hari
setelah Masa Pajak
berakhir
Beberapa hal yang harus diperhatikan terkait dengan kewajiban
pemotongan/pemungutan, penyetoran dan pelaporan pajak-pajak
yang telah dipotong/dipungut antara lain :
1. apabila tanggal jatuh tempo pelaporan, pembayaran atau
penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu
atau hari libur nasional, pelaporan, pembayaran atau penyetoran
pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya;
2. pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan di Kantor Pos atau
bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan
Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan
dengan Surat Setoran Pajak;
3. Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain dianggap sah
apabila telah divalidasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Pajak
(NTPN);
4. Wajib Pajak Pemotong atau Pemungut PPh memberikan tanda bukti
pemotongan atau tanda bukti pemungutan kepada orang pribadi
atau badan yang dipotong atau dipungut PPh setiap melakukan
pemotongan atau pemungutan.
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 41
PPh PASAL 4 ayat (2)
Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang Dilakukan
Antara Dua Wajib Pajak Orang Pribadi
Pada tanggal 12 Agustus 2013 Rahmat menjual rumahnya di
kawasan Palo Alto Residence Bogor kepada Nasri. NJOP atas tanah
dan bangunan tersebut yang tertera pada SPPT PBB Tahun 2013
adalah Rp1.500.000.000,00. Harga transaksi yang disepakati adalah
Rp1.700.000.000,00. Rahmat dan Nasri sepakat untuk melakukan
penandatanganan Akta Jual Beli pada tanggal 15 Agustus 2013 di
hadapan PPAT Dhea Tunggadewi, S.H., M.Kn.
Bagaimana kewajiban PPh atas transaksi penjualan rumah tersebut?
Jawab:
Atas penghasilan yang diterima oleh Rahmat dari pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan wajib dibayar PPh Pasal 4 ayat (2)
yang bersifat fnal.
Besarnya PPh yang wajib dibayar adalah:
5% x Rp1.700.000.000,00 = Rp85.000.000,00.
Kewajiban Rahmat atas transaksi tersebut adalah:
1. melakukan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) dengan menggunakan
SSP sebesar Rp85.000.000,00 paling lambat tanggal 15 Agustus
2013 sebelum ditandatanganinya Akta Jual Beli;
2. mengajukan formulir penelitian Surat Setoran Pajak ke Kantor
Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah
dan/atau bangunan yang dialihkan haknya;
2
Soal Jawab
0 1
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 42
3. melaporkan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) atas transaksi
tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Masa Pajak Agustus
2013 paling lambat tanggal 20 September 2013.
Sebelum menandatangani Akta Jual Beli, Dhea Tunggadewi, S.H.,
M.Kn. selaku PPAT wajib memastikan terpenuhinya kewajiban
PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan oleh Rahmat dengan bukti fotokopi SSP yang telah
diteliti oleh KPP.
Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan kepada Pemerintah
guna Pelaksanaan Pembangunan
Dinas Perhubungan dan Transportasi melakukan pembelian tanah
di Bogor untuk pembangunan kantor baru. Nilai tanah berdasarkan
keputusan pejabat pengadaan adalah Rp750.000.000,00. Budi
Suharsono sebagai pemilik tanah bersedia menjual dengan harga
tersebut. Oktova sebagai Bendahara Dinas Perhubungan dan
Transportasi membayar sejumlah Rp750.000.000,00 pada tanggal
13 Juni 2013 kepada Budi Suharsono atas pembelian tanah tersebut.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh atas
pembelian tanah tersebut?
Jawab:
Atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan yang diterima oleh Budi Suharsono wajib dipungut PPh
Pasal 4 ayat (2) yang bersifat fnal oleh Oktova sebagai Bendahara
Dinas Perhubungan dan Transportasi.
Besarnya PPh yang wajib dipungut adalah 5% x nilai pengalihan.
Nilai pengalihan yang menjadi dasar pengenaan pajak atas transaksi
pengalihan hak kepada pemerintah adalah nilai berdasarkan
keputusan pejabat yang bersangkutan.
Besarnya pemungutan PPh Pasal 4 ayat (2) adalah:
5% x Rp750.000.000,00 = Rp37.500.000,00.
Kewajiban Oktova sebagai bendahara adalah:
1. melakukan pemungutan PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar
Rp37.500.000,00;
0 2
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 43
2. melakukan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut dengan
menggunakan SSP yang telah diisi nama Budi Suharsono dan
ditandatangani oleh bendahara sebelum dilakukan pembayaran;
3. melaporkan pemungutan PPh Pasal 4 ayat (2) atas transaksi
tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Masa Pajak Juni
2013 paling lambat tanggal 22 Juli 2013.
Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan kepada Pemerintah
guna Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang
Memerlukan Persyaratan Khusus
Dalam rangka proyek pembangunan bandar udara, Kementerian
Perhubungan akan melakukan pembebasan tanah. Tanah milik
Noorman merupakan salah satu tanah yang terkena pembebasan
tersebut. Nilai ganti rugi per meter persegi ditetapkan sebesar
Rp700.000,00.
Bagaimana perlakuan PPh atas pembebasan tanah tersebut?
Jawab:
Penghasilan dari pembebasan tanah oleh pemerintah guna
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang
memerlukan persyaratan khusus yaitu untuk proyek-proyek:
- jalan umum;
- saluran pembuangan air, waduk, bendungan dan bangunan
pengairan lainnya, saluran irigasi;
- pelabuhan laut;
- bandar udara;
- fasilitas keselamatan umum seperti tanggul penanggulangan
bahaya banjir, lahar dan bencana lainnya; dan
- fasilitas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia,
dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan
PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan.
Penghasilan yang diterima oleh Noorman dari pembayaran ganti
rugi tanah tersebut dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau
pemungutan PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah
0 3
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 44
dan/atau bangunan. Pengecualian dari kewajiban pembayaran
atau pemungutan PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan tersebut diberikan secara langsung
tanpa Surat Keterangan Bebas.
Pengalihan BTS
PT Komsat Telekomunikasi melakukan penjualan salah satu
menara telekomunikasi yang dimilikinya di kota Padang kepada PT
Hembusan Telekomunikasi seharga Rp.600.000.000,00. Transaksi
tersebut dibuatkan perjanjian jual beli oleh PPAT Rahmat Sjafri
Garcia yang berkantor di Jl. Pramuka No. 48 Padang yang oleh
kedua belah pihak perjanjian tersebut ditandatangani pada
tanggal 16 September 2013. Atas transaksi tersebut dilakukan
pembayaran oleh PT Hembusan Telekomunikasi kepada PT Komsat
Telekomunikasi pada tanggal 16 September 2013.
Menara telekomunikasi milik PT Komsat Telekomunikasi tersebut
dibangun di atas tanah yang disewa dari masyarakat dan bukan
dibangun di atas tanah milik PT Komsat Telekomunikasi dengan
tujuan penghematan biaya pembelian lahan tanah.
Bagaimanakah kewajiban Pajak Penghasilan terkait transaksi
tersebut?
Jawab:
Ketentuan peraturan yang berlaku menyatakan bahwa menara
telekomunikasi termasuk dalam defnisi bangunan, oleh karena itu
penjualan menara telekomunikasi merupakan penjualan bangunan
yang dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) yang bersifat
fnal atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) yang bersifat fnal yang
wajib dibayar adalah:
5% x Rp600.000.000,00 = Rp30.000.000,00
0 4
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 45
Kewajiban PT Komsat Telekomunikasi atas transaksi tersebut
adalah:
1. melakukan penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak sebesar Rp.30.000.000,00
paling lambat tanggal 16 September 2013 sebelum PPAT
menandatangani akta perjanjian jual beli;
2. mengajukan formulir penelitian Surat Setoran Pajak ke Kantor
Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak menara
telekomunikasi tersebut berada;
3. melaporkan penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) atas
transaksi tersebut dalam SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 4
ayat (2) Masa Pajak September 2013 paling lambat tanggal 21
Oktober 2013.
Sebelum menandatangani akta perjanjian jual beli tersebut
Rahmat Sjafri Garcia selaku PPAT wajib memastikan terpenuhinya
kewajiban PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan oleh PT Komsat Telekomunikasi dengan bukti
SSP yang telah diteliti oleh KPP .
Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan Karena Warisan
Bambang Reksodipuro, meninggal pada tanggal 16 Juli 2013.
Bambang Reksodipuro meninggalkan seorang istri, Wenyi Rahayu
dan 2 orang anak, Haryo Reksodipuro dan Bimo Reksodipuro. Harta
warisan yang ditinggalkan oleh Bambang Reksodipuro adalah 3
unit rumah yang terletak di Jakarta, Bogor, dan Tangerang dengan
nilai masing-masing Rp600.000.000,00, Rp500.000.000,00, dan
Rp300.000.000,00.
Pembagian harta warisan berdasarkan Surat Keterangan Waris
adalah sebagai berikut:
- rumah yang terletak di Jakarta diberikan kepada Wenyi Rahayu;
- rumah yang terletak di Bogor diberikan kepada Haryo
Reksodipuro;
- rumah yang terletak di Tangerang diberikan kepada Bimo
Reksodipuro.
Para ahli waris sepakat atas harta warisan tersebut kesemuanya
akan diberikan kepada anak yang termuda, Bimo Reksodipuro. Akta
0 5
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 46
Hibah ditandatangani tanggal 10 Oktober 2013 dihadapan PPAT
Siti Sinten Bumi, S.H., M.Kn.
Bagaimana kewajiban PPh atas serangkaian peristiwa pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut?
Jawab:
Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
karena warisan dikecualikan dari kewajiban pembayaran PPh atas
Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Mekanisme pengecualiannya diberikan melalui penerbitan
Surat Keterangan Bebas yang diajukan ke KPP tempat Bambang
Reksodipuro terdaftar atau bertempat tinggal.
Setelah proses pewarisan selesai dan para ahli waris menerima
haknya masing-masing, maka pada saat rumah yang diterima oleh
Wenyi Rahayu dan Haryo Reksodipuro diberikan kepada Bimo
Reksodipuro:
- pengalihan hak atas rumah yang terletak di Jakarta dari Wenyi
Rahayu kepada Bimo Reksodipuro merupakan hibah yang
diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus
satu derajat yang dikecualikan dari kewajiban pembayaran
PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan, yang mekanisme pengecualiannya diberikan melalui
penerbitan Surat Keterangan Bebas.
Wenyi Rahayu sebagai pihak yang mengalihkan tanah dan/atau
bangunan harus mengajukan permohonan Surat Keterangan
Bebas ke KPP tempat Wenyi Rahayu terdaftar dengan dilampiri
Surat Pernyataan Hibah;
- pengalihan hak atas rumah yang terletak di Bogor dari Haryo
Reksodipuro kepada Bimo Reksodipuro merupakan hibah
yang tidak dikecualikan dari kewajiban pembayaran PPh atas
penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan,
sehingga Haryo Reksodipuro sebagai pihak yang mengalihkan
wajib membayar PPh sebesar 5% x Rp500.000.000,00 =
Rp25.000.000,00.
Kewajiban Haryo Reksodipuro atas pengalihan hak atas rumah
yang terletak di Bogor kepada Bimo Reksodipuro adalah:
1. melakukan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) dengan menggunakan
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 47
SSP sebesar Rp25.000.000,00 paling lambat tanggal 10 Oktober
2013 sebelum ditandatanganinya Akta Hibah;
2. mengajukan formulir penelitian Surat Setoran Pajak ke Kantor
Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah
dan/atau bangunan yang dialihkan haknya;
3. melaporkan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) atas transaksi
tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Masa Pajak Oktober
2013 paling lambat tanggal 20 November 2013.
Sebelum menandatangani Akta Hibah, Siti Sinten Bumi, S.H., M.Kn.
selaku PPAT wajib memastikan terpenuhinya kewajiban PPh atas
penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
tersebut dengan bukti:
1. SKB atas nama Wenyi Rahayu, untuk Akta Hibah dari Wenyi
Rahayu kepada Bimo Reksodipuro;
2. fotokopi SSP sebesar Rp25.000.000,00 atas nama Haryo
Reksodipuro yang telah diteliti oleh KPP, untuk Akta Hibah dari
Haryo Reksodipuro kepada Bimo Reksodipuro.
Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)
PT Gubug Permai merupakan pengembang Perumahan Notting
Hills di Medan melakukan PPJB dengan Ferdinand Albert untuk
1 unit rumah di Blok A.10 Perumahan Notting Hills seharga
Rp1.500.000.000,00. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atas tanah
dan bangunan tersebut yang tertera pada SPPT PBB Tahun 2013
adalah Rp1.500.000.000,00. Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB)
ditandatangani dihadapan notaris Melati, S.H., C.N. pada tanggal
10 Januari 2013 dengan Nomor 02. Dalam PPJB tersebut terdapat
klausul yang menyatakan bahwa apabila pembeli membatalkan
PPJB sebelum ditandatanganinya Akta Jual Beli, maka pembeli
harus membayar penalti sebesar 1% dari harga rumah.
Tanggal 7 Juni 2013, Ferdinand membatalkan PPJB tersebut
dan sesuai klausul penalti dalam PPJB maka Ferdinand Albert
harus membayar penalti kepada PT Gubug Permai sebesar
Rp15.000.000,00.
Selanjutnya oleh PT Gubug Permai, atas unit rumah di Blok A.10
Perumahan Notting Hills dijual kepada Raeda Julaeha seharga
Rp1.500.000.000,00. Pada tanggal 13 September 2013 dilakukan
0 6
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 48
penandatanganan Akta Jual Beli rumah tersebut di hadapan PPAT
Herman Kurniawan, S.H., M.Kn.
Bagaimana kewajiban PPh atas serangkaian transaksi tersebut?
Jawab:
Saat terjadinya pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
sehubungan dengan penjualan adalah pada saat ditandatanganinya
Akta Jual Beli.
Orang pribadi atau badan yang mengalihkan hak atas tanah dan/
atau bangunan wajib membayar sendiri PPh atas penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang bersifat fnal.
Atas penghasilan dari penjualan rumah di Blok A.10 yang diterima
oleh PT Gubug Permai wajib dibayar PPh atas penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang bersifat fnal.
PPh yang wajib dibayar sendiri oleh PT Gubug Permai adalah:
5% x Rp1.500.000.000,00 = Rp75.000.000,00.
Kewajiban PT Gubug Permai adalah:
1. melakukan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) dengan
menggunakan SSP sebesar Rp75.000.000,00 paling lambat
tanggal 13 September 2013 sebelum ditandatanganinya Akta
Jual Beli;
2. mengajukan permohonan penelitian Surat Setoran Pajak ke
Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak
tanah dan/atau bangunan yang dialihkan haknya;
3. melaporkan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) atas transaksi
tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Masa Pajak
September 2013 paling lambat tanggal 21 Oktober 2013.
Sebelum menandatangani Akta Jual Beli antara PT Gubug Permai
dan Raeda Julaeha, Herman Kurniawan, S.H., M.Kn. selaku PPAT
wajib memastikan pelunasan PPh atas penghasilan dari pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan tersebut dengan bukti fotokopi
SSP sebesar Rp75.000.000,00 atas nama PT Gubug Permai yang
telah diteliti oleh KPP.
Pembayaran penalti yang diterima oleh PT Gubug Permai dari
Ferdinand Albert sebesar Rp15.000.000,00 merupakan penghasilan
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 49
yang wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan
PT Gubug Permai.
Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
Penentuan Jumlah Bruto Nilai Persewaan Tanah dan/atau
Bangunan
PT International Towerindo merupakan perusahaan yang bergerak
dalam bidang persewaan gedung yang bernama Jakarta Tower.
PT Henkpon Telecommunication menyewa sebagian ruangan
di lantai 11 Jakarta Tower. Harga sewa yang disepakati adalah
Rp150.000.000,00 per tahun. Biaya service charge per tahun
Rp12.000.000,00 dibayar dimuka. PT Henkpon Telecommunication
akan menyewa untuk jangka waktu 1 tahun mulai tanggal 1 Juni
2013 s.d. 31 Mei 2014. Pembayaran dilakukan pada tanggal 31 Mei
2013.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh atas
transaksi tersebut?
Jawab:
Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari persewaan atas
tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun,
apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor,
toko, rumah toko, gudang dan industri, wajib dibayar PPh yang
bersifat fnal sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai
persewaan tanah dan/atau bangunan.
Yang dimaksud jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah
yang dibayarkan atau terutang oleh penyewa dengan nama dan
dalam bentuk apapun juga yang berkaitan dengan tanah dan/
atau bangunan yang disewa termasuk biaya perawatan, biaya
pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya dan service
charge baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun
yang disatukan.
Atas penghasilan yang diterima oleh PT International Towerindo
dari PT Henkpon Telecommunication wajib dipotong PPh atas
0 7
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 50
penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan oleh PT
Henkpon Telecommunication.
PPh yang wajib dipotong adalah:
10% x (Rp150.000.000,00 + Rp12.000.000,00) = Rp16.200.000,00.
Kewajiban PT Henkpon Telecommunication sebagai pemotong
PPh Pasal 4 ayat (2) adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar
Rp16.200.000,00 dan memberikan bukti pemotongan PPh
Pasal 4 ayat (2) kepada PT International Towerindo pada saat
dilakukannya pemotongan;
2. melakukan penyetoran atas PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut paling
lambat tanggal 10 Juni 2013;
3. melaporkan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas transaksi
tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Masa Pajak Mei
2013 paling lambat tanggal 20 Juni 2013.
Pihak Penyewa Merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi yang Tidak
Ditunjuk sebagai Pemotong PPh
PT Bangun Ruko Selalu menyewakan 1 unit ruko kepada Donna
Natasha, pemilik salon kecantikan Bonndhing. Harga sewa yang
disepakati adalah Rp20.000.000,00 per tahun. Donna Natasha
menyewa ruko tersebut untuk jangka waktu 1 tahun mulai tanggal 1
September 2013 s.d. 31 Agustus 2014. Pembayaran dilakukan pada
tanggal 26 Agustus 2013. Donna Natasha tidak termasuk orang
pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong PPh atas penghasilan dari
persewaan tanah dan/atau bangunan.
Bagaimana pengenaan PPh atas transaksi tersebut?
Jawab:
Mengingat Donna Natasha tidak termasuk sebagai orang pribadi
yang ditunjuk sebagai pemotong pajak, maka PPh atas penghasilan
yang diterima dari persewaan ruko wajib dibayar sendiri oleh PT
Bangun Ruko Selalu.
PPh yang wajib dibayar sendiri adalah:
10% x Rp20.000.000,00 = Rp2.000.000,00.
0 8
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 51
Kewajiban PT Bangun Ruko Selalu adalah:
1. melakukan penyetoran atas PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar
Rp2.000.000,00 paling lambat tanggal 16 September 2013;
2. melaporkan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) atas transaksi
tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Masa Pajak Agustus
2013 paling lambat tanggal 20 September 2013.
Pihak Penyewa Merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi yang
Ditunjuk sebagai Pemotong PPh
Wahyu adalah seorang dokter spesialis anak yang telah ditunjuk
oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagai pemotong PPh atas
penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan. Wahyu
menyewa rumah toko dari Nanang untuk membuka apotik dengan
biaya sewa sebesar Rp60.000.000,00 untuk jangka waktu 1 tahun.
Pembayaran sewa dilakukan Wahyu pada tanggal 4 Januari 2013.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh atas
transaksi tersebut?
Jawab:
Dokter berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor
KEP-50/PJ./1996 merupakan salah satu profesi orang pribadi yang
ditunjuk sebagai pemotong Pajak Penghasilan atas penghasilan
dari persewaan tanah dan/atau bangunan. Sehingga Wahyu wajib
melakukan pemotongan PPh atas pembayaran sewa rumah toko
tersebut.
PPh yang wajib dipotong oleh Wahyu adalah:
10% x Rp60.000.000,00 = Rp6.000.000,00.
Kewajiban Wahyu sebagai pemotong PPh Pasal 4 ayat (2) adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar
Rp6.000.000,00 dan memberikan bukti pemotongan PPh Pasal
4 ayat (2) kepada Nanang;
2. melakukan penyetoran atas PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut paling
lambat tanggal 11 Februari 2013;
0 9
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 52
3. melaporkan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas transaksi
tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Masa Pajak Januari
2013 paling lambat tanggal 21 Februari 2013.
Service Charge yang Dibayarkan kepada Pemilik Gedung Melalui
Pengelola Gedung yang Bukan Merupakan Pemilik
PT Menjulang Tinggi merupakan pemilik gedung perkantoran
Sohigh Building. Sohigh Building merupakan perkantoran yang
disewakan untuk umum. Untuk mengelola Sohigh Building, PT
Menjulang Tinggi mengadakan perjanjian kerja sama dengan
PT Bersih Rapi. PT Bersih Rapi berkewajiban untuk mengelola
keamanan, kebersihan, dan melakukan perawatan di Sohigh
Building. PT Bersih Rapi menerima fee atas pengelolaan Sohigh
Building sebesar Rp800.000.000,00 per tahun dari PT Menjulang
Tinggi. Pembayaran fee tersebut dibayarkan pada tanggal 11
Februari 2013.
Salah satu penyewa di Sohigh Building adalah PT Radio Keren.
PT Radio Keren membayar biaya sewa sebesar Rp200.000.000,00
dan service charge untuk 1 tahun sebesar Rp15.000.000,00. PT
Bersih Rapi membantu penagihan biaya sewa dan
service charge
(penyediaan jasa keamanan, kebersihan dan perawatan) kepada
para penyewa berdasarkan tagihan yang telah dibuat oleh PT
Menjulang Tinggi sebagai pemilik Sohigh Building. PT Radio Keren
melakukan pembayaran atas tagihan tersebut pada tanggal 28
Februari 2013.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh atas
transaksi tersebut?
Jawab:
a. Atas penghasilan yang diterima oleh PT Menjulang Tinggi dari
persewaan tanah dan/atau bangunan wajib dibayar PPh yang
bersifat fnal atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau
bangunan. PT Radio Keren sebagai penyewa wajib memotong
PPh yang bersifat fnal atas penghasilan dari persewaan tanah
dan/atau bangunan yang diterima oleh PT Menjulang Tinggi.
Meskipun pembayaran sewa dan service charge diserahkan
kepada PT Bersih Rapi namun karena PT Radio Keren menyewa
ruangan di Sohigh Building milik PT Menjulang Tinggi dan
1 0
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 53
penyediaan jasa keamanan, kebersihan dan perawatan tersebut
pada prinsipnya merupakan kewajiban PT Menjulang Tinggi
sebagai pemilik Sohigh Building untuk menyediakannya kepada
para penyewa termasuk PT Radio Keren, maka pembayaran
sewa dan service charge tersebut merupakan pembayaran
yang berkaitan dengan sewa tanah dan bangunan yang
wajib dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) atas sewa tanah dan/atau
bangunan yang bersifat fnal sebesar 10% oleh PT Radio Keren.
PPh yang wajib dipotong oleh PT Radio Keren adalah:
10% x jumlah bruto nilai persewaan (Rp200.000.000,00 +
Rp15.000.000,00) = Rp21.500.000,00
Kewajiban PT Radio Keren sebagai pemotong PPh Pasal 4 ayat
(2) adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar
Rp21.500.000,00 dan memberikan bukti pemotongan PPh
Pasal 4 ayat (2) kepada PT Menjulang Tinggi;
2. melakukan penyetoran atas PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut
paling lambat tanggal 11 Maret 2013;
3. melaporkan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas transaksi
tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Masa Pajak
Februari 2013 paling lambat tanggal 20 Maret 2013.
b. Kegiatan pengelolaan Sohigh Building yang dilakukan oleh
PT Bersih Rapi kepada PT Menjulang Tinggi termasuk dalam
pengertian jasa manajemen yang atas imbalannya wajib
dipotong PPh Pasal 23 oleh pihak yang wajib membayarkan.
Atas fee yang dibayarkan kepada PT Bersih Rapi wajib dipotong
PPh Pasal 23 oleh PT Menjulang Tinggi.
Besarnya PPh yang wajib dipotong adalah:
2% x Rp800.000.000,00 = Rp16.000.000,00.
Kewajiban PT Menjulang Tinggi sebagai pemotong PPh Pasal 23
adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar
Rp16.000.000,00 dan memberikan bukti pemotongan PPh
Pasal 23 kepada PT Bersih Rapi;
2. melakukan penyetoran atas PPh Pasal 23 tersebut paling
lambat tanggal 11 Maret 2013;
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 54
3. melaporkan pemotongan PPh Pasal 23 atas transaksi
tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 23 Masa Pajak Februari
2013 paling lambat tanggal 20 Maret 2013.
Sewa Rumah Kos
Sumanto memiliki tanah yang terletak di sebelah Universitas Maju
Pemuda Bangsa dengan luas 500 meter

persegi. Di atas tanah
tersebut telah didirikan bangunan berupa rumah kos 3 lantai
yang terdiri dari 20 kamar. Pembayaran sewa kamar kos oleh
para penghuni dilakukan paling lambat tanggal 5 setiap bulan.
Pada bulan Mei 2013 Sumanto menerima penghasilan dari sewa
kamar kos sebesar Rp18.000.000,00. Para penghuni kos tersebut
kesemuanya adalah mahasiswi Universitas Maju Pemuda Bangsa
yang tidak ditunjuk sebagai pemotong PPh atas penghasilan dari
persewaan tanah dan/atau bangunan.
Bagaimana pengenaan PPh atas penghasilan yang diterima oleh
Sumanto dari persewaan kamar kos?
Jawab:
Penghasilan yang diterima oleh Sumanto dari persewaan kamar kos
dikenakan PPh atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau
bangunan dengan tarif sebesar 10% dari jumlah bruto pembayaran.
Penyewa kamar kos adalah orang pribadi yang bukan merupakan
pemotong PPh sehingga Sumanto wajib menyetorkan sendiri
PPh atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan
tersebut dengan menggunakan SSP.
PPh yang wajib dibayar sendiri adalah:
10% x Rp18.000.000,00 = Rp1.800.000,00.
Kewajiban Sumanto adalah:
1. melakukan penyetoran atas PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar
Rp1.800.000,00 paling lambat tanggal 17 Juni 2013;
2. melaporkan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) atas transaksi
tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Masa Pajak Mei
2013 paling lambat tanggal 20 Juni 2013.
1 1
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 55
Sewa Tanah dan/atau Bangunan yang Disewakan Kembali
Ravi Murdono menyewa rumah milik Haji Syaifulloh Hidayatulloh
selama 5 tahun dari tahun Desember 2010 sampai dengan
Desember 2015 sebesar Rp200.000.000,00 yang dibayar pada awal
sewa. Atas pembayaran sewa tersebut Haji Syaifulloh Hidayatulloh
telah membayar Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) yang bersifat fnal
atas penghasilan berupa sewa tanah dan/atau bangunan sebesar
Rp20.000.000,00. Dalam perjanjian dimasukkan syarat bahwa Ravi
Murdono dapat menyewakan kembali rumah yang disewanya
tersebut kepada orang lain meskipun tanggungjawabnya tetap
berada di Ravi Murdono.
Pada bulan Juli 2013 Ravi Murdono, tanpa membatalkan sewa
dengan Haji Syaifulloh Hidayatulloh, menyewakan rumah
tersebut kepada adik kandungnya Kinan Pali yang berprofesi
sebagai pedagang kue sampai dengan Desember 2015 sebesar
Rp80.000.000,00 yang dibayar pada tanggal 3 Juli 2013.
Bagaimanakah kewajiban Pajak Penghasilan terkait transaksi sewa
antara Ravi Murdono dan Kinan Pali tersebut?
Jawab:
Meskipun rumah yang disewakan Ravi Murdono kepada Kinan Pali
adalah rumah yang disewa dari Haji Syaifulloh Hidayatulloh, namun
atas transaksi tersebut tetap termasuk dalam kriteria sewa atas
tanah dan/atau bangunan yang dikenai Pajak Penghasilan Pasal 4
ayat (2) yang bersifat fnal. Dengan demikian atas penghasilan yang
diterima oleh Ravi Murdono dari Kinan Pali tersebut harus dibayar
Pajak Penghasilannya.
Mengingat Kinan Pali bukan merupakan pemotong pajak, maka
Ravi Murdono wajib menyetorkan sendiri Pajak Penghasilan yang
terutang tersebut ke KPP tempat dia terdaftar.
Besarnya Pajak Penghasilan yang Pasal 4 ayat (2) yang bersifat fnal
yang wajib disetorkan adalah:
10% x Rp80.000.000,00 = Rp8.000.000,00
Kewajiban Ravi Murdono atas transaksi tersebut adalah:
1. melakukan penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2)
sebesar Rp8.000.000,00 paling lambat tanggal 15 Agustus 2013;
1 2
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 56
2. melaporkan penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) atas
transaksi tersebut dalam SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 4
ayat (2) Masa Pajak Juli 2013 paling lambat tanggal 20 Agustus
2013.
Persewaan Tanah dan/atau Bangunan dengan bentuk Bagi Hasil
PT Mekar Indah, yang mempunyai bidang usaha perdagangan,
membuat perjanjian penggunaan satu lantai di pusat perbelanjaan
yang ada di Jakarta milik PT Bangun Pribadi. Dalam perjanjian
penggunaan tempat berjualan tersebut disepakati PT Mekar Indah
akan membayar biaya penggunaan dengan cara bagi hasil dengan
PT Bangun Pribadi dengan dasar persentase tertentu dari omset
perbulannya, yaitu sebesar 15% dari omset perbulannya. Pada
bulan September 2013 PT Mekar Indah mempunyai omset sebesar
Rp.500.000.000,00. Pembayaran bagi hasil tersebut dibayar oleh PT
Mekar Indah setiap minggu pertama bulan berikutnya dan untuk
pembayaran bulan September dilakukan pada tanggal 3 Oktober
2013.
Bagaimanakah kewajiban pemotongan dan/atau pemungutan
Pajak Penghasilan terkait transaksi penggunaan tempat berjualan
antara PT Mekar Indah dan PT Bangun Pribadi tersebut?
Jawab:
Transaksi penggunaan tempat berjualan antara PT Mekar Indah
dan PT Bangun Pribadi tersebut termasuk dalam kriteria persewaan
tanah dan/atau bangunan yang dikenai Pajak Penghasilan Pasal
4 ayat (2) yang bersifat fnal. Dasar pengenaan Pajak Penghasilan
atas persewaan tanah dan/atau bangunan adalah jumlah bruto
nilai persewaan yaitu semua jumlah yang dibayarkan atau terutang
oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun juga
yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa
termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan,
biaya fasilitas lainnya dan service charge baik yang perjanjiannya
dibuat secara terpisah maupun yang disatukan. Mengingat dasar
pembayaran penggunaan tempat berjualan tersebut adalah
persentase tertentu nilai bagi hasil dari omset PT Mekar Indah, maka
dasar pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) yang bersifat
fnal atas persewaan tanah dan/atau bangunan atas transaksi
1 3
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 57
tersebut adalah sebesar nilai bagi hasil tersebut.
Sehingga atas transaksi penggunaan tempat berjualan antara
PT Mekar Indah dan PT Bangun Pribadi di bulan September 2013
tersebut dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2)
yang bersifat fnal atas persewaan tanah dan/atau bangunan
sebesar:
10% x (15% x Rp500.000.000,00) = Rp7.500.000,00
Kewajiban PT Mekar Indah atas transaksi tersebut adalah:
1. melakukan pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat fnal
atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan
sebesar Rp7.500.000,00 dan memberikan bukti pemotongan
Pajak Penghasilan yang bersifat fnal atas penghasilan dari
persewaan tanah dan/atau bangunan kepada PT Bangun
Pribadi;
2. melakukan penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) sebesar
Rp7.500.000,00 paling lambat tanggal 11 November 2013;
3. melaporkan pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat fnal
atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan
tersebut dalam SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Masa
Pajak Oktober 2013 paling lambat tanggal 20 November 2013.
Bunga Simpanan Koperasi dan Dividen
Bunga Simpanan Koperasi
Koperasi Argo Makmur membagikan bunga simpanan koperasi
kepada anggotanya setiap bulan yang dibayarkan setiap tanggal
25, anggota koperasi yang memperoleh bunga simpanan, antara
lain Yayuk Nuraeni dan Koperasi Sumber Rezeki (bukan merupakan
koperasi simpan pinjam). Dari data yang ada, Yayuk Nuraeni
mendapatkan bunga simpanan sebagai berikut:
Januari 2013 : Rp 350.000,00
Februari 2013 : Rp 200.000,00
Maret 2013 : Rp 500.000,00
April 2013 : Rp 240.000,00
1 4
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 58
Mei 2013 : Rp 250.000,00
Juni 2013 : Rp 300.000,00
Sedangkan Koperasi Sumber Rezeki mendapatkan bunga simpanan
sebagai berikut:
Januari 2013 : Rp1.000.000,00
Februari 2013 : Rp 600.000,00
Maret 2013 : Rp1.300.000,00
April 2013 : Rp 650.000,00
Mei 2013 : Rp 700.000,00
Juni 2013 : Rp 850.000,00
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh atas
bunga simpanan tersebut?
Jawab:
Atas penghasilan yang diterima Yayuk Nuraeni dari pembagian
bunga simpanan koperasi tersebut wajib dipotong PPh yang
bersifat fnal oleh Koperasi Argo Makmur.
Tarif PPh bunga simpanan koperasi yang dibayarkan kepada orang
pribadi adalah sebagai berikut:
0% (nol persen) untuk penghasilan berupa bunga simpanan
sampai dengan Rp240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu
rupiah) per bulan; atau
10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan
berupa bunga simpanan lebih dari Rp240.000,00 (dua ratus
empat puluh ribu rupiah) per bulan.
Sehingga penghitungan PPh atas bunga simpanan koperasi yang
diperoleh Yayuk Nuraeni adalah sebagai berikut:
Januari 2013 : 10% x Rp350.000,00 = Rp35.000,00
Februari 2013 : 0% x Rp200.000,00 = Rp 0,00
Maret 2013 : 10% x Rp500.000,00 = Rp50.000,00
April 2013 : 0% x Rp240.000,00 = Rp 0,00
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 59
Mei 2013 : 10% x Rp250.000,00 = Rp25.000,00
Juni 2013 : 10% x Rp300.000,00 = Rp30.000,00
Sedangkan atas penghasilan yang diterima oleh Koperasi Sumber
Rezeki dari pembagian bunga simpanan koperasi tersebut tidak
termasuk yang dikenai PPh yang bersifat fnal. Namun sesuai
dengan Pasal 23 ayat (4) UU PPh jo. PMK Nomor 251/PMK.03/2008
Koperasi Sumber Rezeki bukan merupakan koperasi simpan
pinjam, sehingga atas penghasilan bunga simpanan termasuk
dalam pengertian bunga yang wajib dipotong PPh Pasal 23 oleh
Koperasi Argo Makmur sebesar 15%, sehingga pemotongan PPh
Pasal 23 setiap bulannya sebagai berikut:
Januari 2013 : 15% x Rp1.000.000,00 = Rp150.000,00
Februari 2013 : 15% x Rp 600.000,00 = Rp 90.000,00
Maret 2013 : 15% x Rp1.300.000,00 = Rp195.000,00
April 2013 : 15% x Rp 650.000,00 = Rp 97.500,00
Mei 2013 : 15% x Rp 700.000,00 = Rp105.000,00
Juni 2013 : 15% x Rp 850.000,00 = Rp127.500,00
Kewajiban Koperasi Argo Makmur sebagai pemotong PPh atas
pembagian bunga simpanan adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas bunga
simpanan Yayuk Nuraeni setiap bulan sebagai berikut:
- Januari 2013 sebesar Rp 35.000,00;
- Februari 2013 sebesar Rp 0,00;
- Maret 2013 sebesar Rp 50.000,00;
- April 2013 sebesar Rp 0,00;
- Mei 2013 sebesar Rp 25.000,00;
- Juni 2013 sebesar Rp 30.000,00.
2. melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas bunga simpanan
Koperasi Sumber Rezeki setiap bulan:
- Januari 2013 sebesar Rp 150.000,00;
- Februari 2013 sebesar Rp 90.000,00;
- Maret 2013 sebesar Rp195.000,00;
- April 2013 sebesar Rp 97.500,00;
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 60
- Mei 2013 sebesar Rp105.000,00;
- Juni 2013 sebesar Rp127.500,00.
3. memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) kepada
Yayuk Nuraeni dan bukti pemotongan PPh Pasal 23 kepada
Koperasi Sumber Rezeki;
4. melakukan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) paling lambat
tanggal:
- 11 Februari 2013 untuk masa Januari 2013;
- 11 Maret 2013 untuk masa Februari 2013;
- 10 April 2013 untuk masa Maret 2013;
- 10 Mei 2013 untuk masa April 2013;
- 10 Juni 2013 untuk masa Mei 2013;
- 10 Juli 2013 untuk masa Juni 2013.
dan melakukan penyetoran PPh Pasal 23 yang telah dipotong
tersebut paling lambat tanggal:
- 11 Februari 2013 untuk masa Januari 2013;
- 11 Maret 2013 untuk masa Februari 2013;
- 10 April 2013 untuk masa Maret 2013;
- 10 Mei 2013 untuk masa April 2013;
- 10 Juni 2013 untuk masa Mei 2013;
- 10 Juli 2013 untuk masa Juni 2013.
5. melaporkan pemotongan:
- PPh Pasal 4 ayat (2) dalam SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2)
paling lambat tanggal:
20 Februari 2013 untuk Masa Januari 2013;
20 Maret 2013 untuk Masa Februari 2013;
22 April 2013 untuk Masa Maret 2013;
20 Mei 2013 untuk Masa April 2013;
20 Juni 2013untuk Masa Mei 2013;
22 Juli 2013 untuk Masa Juni 2013.
- PPh Pasal 23 dalam SPT Masa PPh Pasal 23 paling lambat
tanggal:
20 Februari 2013 untuk Masa Januari 2013;
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 61
20 Maret 2013 untuk Masa Februari 2013;
22April 2013 untuk Masa Maret 2013;
20 Mei 2013 untuk Masa April 2013;
20 Juni 2013 untuk Masa Mei 2013;
22 Juli 2013 untuk Masa Juni 2013.
Dividen yang Dibagikan oleh Perusahaan yang Belum Go Public
kepada Wajib Pajak Orang Pribadi
PT Jaya Perkasa Merdeka merupakan perusahaan yang bergerak
dalam bidang kehutanan yang berlokasi di Kalimantan dan terdaftar
di KPP Pratama Banjarmasin. Karena PT Jaya Perkasa Merdeka
merupakan perusahaan yang mempunyai kontribusi pembayaran
pajak yang besar, maka selain terdaftar sebagai Wajib Pajak lokasi,
PT Jaya Perkasa Merdeka juga terdaftar di KPP Wajib Pajak Besar
Jakarta sebagai KPP tempat pengadministrasian SPT Tahunan PPh
badan PT Jaya Perkasa Merdeka.
Berdasarkan hasil RUPS tanggal 19 November 2013, PT Jaya Perkasa
Merdeka akan membagikan dividen kepada para pemegang
sahamnya dengan mekanisme sebagai berikut:
dividen yang dibagikan adalah sebesar Rp250,00 per lembar
saham;
pembagian dividen akan didistribusikan pada tanggal 6 Januari
2014, kepada para pemegang saham yang tercatat pada tanggal
2 Desember 2013.
Komposisi pemegang saham yang tercatat pada tanggal 2
Desember 2013 yaitu:
Ageng Kiyat Santoso, dengan kepemiikan sebesar 1.000.000
lembar saham;
Agus Riski Wibowo, dengan kepemilikan sebesar 1.000.000
lembar saham; dan
Tyas Hapsari Azizah, dengan kepemilikan sebesar 3.000.000
lembar saham.
Bagaimana kewajiban pemotongan dan pemungutan PPh atas
transaksi pembagian dividen tersebut?
1 5
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 62
Jawab:
Atas pembagian dividen yang diterima oleh Wajib Pajak orang
pribadi dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 10% dari jumlah bruto
oleh pihak yang membayarkan.
Mengingat data dan informasi keuangan mengenai dividen wajib
dilaporkan dalam laporan keuangan sebagai lampiran SPT Tahunan
PPh badan Wajib Pajak, maka PT Jaya Perkasa Merdeka wajib
melakukan pemotongan dan penyetoran PPh atas dividen tersebut
dan melaporkannya ke KPP Wajib Pajak Besar Jakarta.
Besarnya PPh Pasal 4 ayat (2) yang wajib dipotong oleh PT Jaya
Perkasa Merdeka adalah sebagai berikut:
atas dividen yang diterima atau diperoleh oleh Ageng Kiyat
Santoso:
10% x Rp250,00 x 1.000.000 = Rp25.000.000,00
atas dividen yang diterima atau diperoleh oleh Agus Riski
Wibowo:
10% x Rp250,00 x 1.000.000 = Rp25.000.000,00
atas dividen yang diterima atau diperoleh oleh Tyas Hapsari
Azizah:
10% x Rp250,00 x 3.000.000 = Rp.75.000.000,00
Kewajiban PT Jaya Perkasa Merdeka sebagai pemotong PPh Pasal
4 ayat (2) adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas dividen dan
memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) kepada
Ageng Kiyat Santoso, Agus Riski Wibowo, dan Tyas Hapsari
Azizah;
2. melakukan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut paling
lambat tanggal 10 Desember 2013;
3. melaporkan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas transaksi
tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Masa Pajak
Desember 2013 ke KPP Wajib Pajak Besar Jakarta paling lambat
tanggal 20 Desember 2013.
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 63
Dividen yang Dibagikan oleh Perusahaan yang Go Public kepada
Wajib Pajak Orang Pribadi
PT Tiara Indonesia Tbk. adalah perusahaan go public. Pada tanggal
10 Agustus 2013 mengadakan RUPS yang memutuskan diantaranya
bahwa perusahaan membagikan dividen bagi pemegang saham.
Tanggal penentuan kepemilikan pemegang saham yang berhak
atas dividen (recording date) adalah pada tanggal 26 Agustus
2013, dan tanggal pembayaran adalah tanggal 16 September
2013. Pemegang saham yang berhak atas dividen tersebut salah
satunya adalah Agus Budiyanto, yang memperoleh dividen sebesar
Rp50.000.000,00.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh atas
pembayaran dividen tersebut?
Jawab:
Atas penghasilan berupa dividen yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dipotong PPh Pasal 4 ayat
(2) oleh PT Tiara Indonesia Tbk sebagai pihak yang membayarkan
sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto dan bersifat fnal.
PPh Pasal 4 ayat (2) yang wajib dipotong adalah:
10% x Rp50.000.000,00 = Rp5.000.000,00.
Kewajiban PT Tiara Indonesia Tbk. sebagai pemotong PPh Pasal 4
ayat (2) adalah:
1. melakukan pemotongan PPh pasal 4 ayat (2) sebesar
Rp5.000.000,00 pada tanggal 26 Agustus 2013 (saat recording
date) dan memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2)
kepada Agus Budiyanto;
2. melakukan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut paling
lambat tanggal 10 September 2013;
3. melaporkan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut dalam
SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Masa Pajak Agustus 2013 paling
lambat tanggal 20 September 2013.
1 6
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 64
Pengeluaran Untuk Kepentingan Pemegang Saham
Rais Nugroho merupakan pemegang saham PT Bigg Land Property.
Pada tanggal 29 Desember 2013 Rais Nugroho melakukan
perjalanan liburan bersama keluarganya ke Korea Selatan dengan
biaya yang ditanggung sepenuhnya oleh PT Bigg Land Property.
Pada tanggal 9 Desember 2013 PT Bigg Land Property mencatat
pengeluaran untuk keperluan tersebut sebesar Rp100.000.000,00
dan menyerahkan langsung secara tunai kepada sekretaris pribadi
Rais Nugroho.
Bagaimana kewajiban pemotongan dan pemungutan PPh atas
transaksi tersebut?
Jawab:
Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang
saham yang dibebankan sebagai biaya oleh perusahaan termasuk
dalam pengertian dividen.
Atas pengeluaran biaya tersebut yang diterima atau diperoleh
orang pribadi wajib dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 10% dari
jumlah bruto oleh pihak yang membayarkan.
Dengan demikian atas pengeluaran perusahaan PT Bigg Land
Property untuk keperluan pribadi Rais Nugroho sebagai pemegang
saham wajib dipotong PPh Pasal 4 ayat (2).
Besarnya PPh Pasal 4 ayat (2) yang wajib dipotong oleh PT Bigg
Land Property adalah:
10% x Rp100.000.000,00 = Rp10.000.000,00
Kewajiban PT Bigg Land Property sebagai pemotong PPh Pasal 4
ayat (2) adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas dividen
sebesar Rp10.000.000,00 dan memberikan bukti pemotongan
PPh Pasal 4 ayat (2) kepada Rais Nugroho;
2. melakukan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut paling
lambat tanggal 10 Januari 2014;
3. melaporkan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas transaksi
tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Masa Pajak
Desember 2013 paling lambat tanggal 20 Januari 2014.
1 7
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 65
Dividen Interim
Arul Andriyanto, merupakan pemegang saham PT Delta Porong
Utama dengan kepemilikan sebesar 95%. Sedangkan sisa saham PT
Delta Porong Utama sebesar 5% dimiliki oleh Nella Edward. Jumlah
saham PT Delta Porong Utama adalah sebesar 1.000.000 lembar
saham. PT Delta Porong Utama akan melakukan pembagian dividen
interim tahun buku 2013 dengan mekanisme sebagai berikut:
dividen interim akan didistribusikan pada tanggal 16 September
2013 berdasarkan komposisi pemegang saham pada tanggal 1
Agustus 2013;
komposisi pemegang saham PT Delta Porong Utama pada
tanggal 1 Agustus 2013 adalah 95% dimiliki oleh Arul Andriyanto
dan 5% dimiliki oleh Betty Edward;
dividen interim yang akan dibagikan adalah sebesar Rp50,00 per
lembar saham.
Bagaimana kewajiban pemotongan dan pemungutan PPh atas
transaksi pembagian dividen interim tersebut?
Jawab:
Pembagian laba secara langsung dan/atau tidak langsung yang
berasal dari saldo laba termasuk saldo laba berdasarkan proyeksi
laba tahun berjalan merupakan objek pajak, kecuali bagian laba
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f Undang-
Undang Pajak Penghasilan.
Atas pembagian dividen yang diterima oleh Wajib Pajak orang
pribadi dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 10% dari jumlah bruto
oleh pihak yang membayarkan.
Dengan demikian karena pembagian dividen interim PT Delta
Porong Utama tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f Undang-Undang Pajak Penghasilan,
maka atas pembagian dividen interim tersebut wajib dipotong
PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 10% dari jumlah bruto oleh pihak yang
wajib membayarkan.
Besarnya PPh Pasal 4 ayat (2) yang wajib dipotong oleh PT Delta
Porong Utama adalah:
1 8
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 66
atas dividen interim yang diterima atau diperoleh Arul
Andriyanto:
10% x {(95% x 1.000.000) x Rp50,00} = Rp4.750.000,00
atas dividen interim yang diterima atau diperoleh Betty Edward:
10% x {(5% x 1.000.000) x Rp50,00} = Rp250.000,00
Kewajiban PT Delta Porong Utama sebagai pemotong PPh Pasal 4
ayat (2) adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas dividen
sebesar Rp4.750.000,00 dan Rp250.000,00 serta memberikan
Bukti Pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) kepada Arul Andriyanto
dan Betty Edward;
2. melakukan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut paling
lambat tanggal 10 September 2013;
3. melaporkan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas transaksi
tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Masa Pajak Agustus
2013 paling lambat tanggal 20 September 2013.
Bunga Deposito, Tabungan, dan Sertifikat Bank Indonesia
Bunga Tabungan
Alice Kein memiliki tabungan di PT Bank Moneytalk Indonesia
Cabang Jakarta dengan saldo rata-rata bulan September 2013
adalah Rp450.000.000,00. Bunga yang diberikan oleh PT Bank
Moneytalk Indonesia Cabang Jakarta adalah 9% per tahun.
Pembayaran bunga dilakukan pada saat jatuh tempo yaitu tanggal
30 September 2013. Bunga yang diterima oleh Alice Kein pada
bulan September 2013 adalah sebesar Rp3.375.000,00
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait
transaksi tersebut?
Jawab:
Bunga tabungan yang diterima oleh Alice Kein dari PT Bank
Moneytalk Indonesia Cabang Jakarta termasuk penghasilan yang
dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) oleh PT Bank Moneytalk Indonesia
Cabang Jakarta sebagai pihak yang membayarkan penghasilan.
1 9
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 67
Besarnya pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) adalah:
20% x Rp3.375.000,00 = Rp675.000,00.
Kewajiban PT Bank Moneytalk Indonesia Cabang Jakarta sebagai
pemotong PPh Pasal 4 ayat (2) adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar
Rp675.000,00 dan memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 4
ayat (2) kepada Alice Kein;
2. melakukan penyetoran atas PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut paling
lambat 10 Oktober 2013;
3. melaporkan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas transaksi
tersebut dalam SPT Masa PPh yang bersifat fnal Pasal 4 ayat (2)
Masa Pajak September 2013 paling lambat tanggal 21 Oktober
2013.
Bagi Hasil Bank Syariah
Ahmad Shodiq menempatkan dananya dalam tabungan
mudharabah di Bank Amal Syariah sebesar Rp100.000.000,00.
Nisbah/bagi hasil yang disepakati adalah 70% untuk bank dan
30% untuk nasabah. Pada bulan September 2013, Bank Amal
Syariah memperoleh keuntungan sebesar Rp100.000.000.000,00
dari total dana nasabah yang dikelola Rp2,5 triliun. Pada tanggal 8
Oktober 2013 Bank Amal Syariah membayarkan bagi hasil sebesar
Rp1.200.000,00 kepada Ahmad Shodiq.
Bagaimana perlakuan PPh atas pembayaran bagi hasil tersebut?
Jawab:
Berdasarkan ketentuan perpajakan telah diatur mengenai
penghasilan, biaya, dan pemotongan pajak atau pemungutan pajak
dari kegiatan usaha perbankan syariah berlaku mutatis mutandis
ketentuan dalam Undang-Undang PPh.
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh nasabah penyimpan
atau nasabah investor dari perbankan syariah dengan nama dan
dalam bentuk apapun termasuk bonus, bagi hasil, dan penghasilan
lainnya atas dana yang dipercayakan atau ditempatkan dikenai PPh
sesuai ketentuan pengenaan PPh atas bunga.
2 0
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 68
Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta
diskonto Sertifkat Bank Indonesia dipotong PPh yang bersifat fnal
sebesar 20% dari jumlah bruto.
Dengan demikian atas bagi hasil yang diterima atau diperoleh
Ahmad Shodiq dari Bank Amal Syariah terutang PPh atas bunga
yang wajib dipotong oleh pihak yang membayarkan.
Besarnya PPh yang wajib dipotong oleh Bank Amal Syariah adalah:
20% x Rp1.200.000,00 = Rp240.000,00
Kewajiban Bank Amal Syariah sebagai pemotong PPh Pasal 4 ayat
(2) adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas dividen
sebesar Rp240.000,00 dan memberikan bukti pemotongan PPh
Pasal 4 ayat (2) kepada Ahmad Shodiq;
2. melakukan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut paling
lambat tanggal 10 November 2013;
3. melaporkan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas transaksi
tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Masa Pajak Oktober
2013 paling lambat tanggal 20 November 2013.
Penghasilan yang Diterima oleh Bukan Subjek Pajak
Salah satu kantor perwakilan negara asing di Indonesia pada
bulan Januari 2013 menempatkan dananya di Bank ABC cabang
Jakarta. Atas penempatan dananya tersebut, kedutaan besar
negara asing memperoleh penghasilan berupa jasa giro sebesar
Rp50.000.000,00.
Bagaimana pengenaan PPh atas penghasilan yang diperoleh
kedutaan besar negara asing berupa jasa giro tersebut?
Jawab:
PPh dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang
diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak, sehingga atas
penghasilan yang diterima oleh yang bukan subjek pajak tidak
dikenakan PPh.
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a Undang-
undang PPh, kantor perwakilan negara asing tidak termasuk subjek
2 1
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 69
pajak, dengan demikian atas penghasilan berupa jasa giro yang
diterima oleh kedutaan besar negara asing tersebut tidak dipotong
PPh Pasal 4 ayat (2).
Diskonto Sertifkat Bank Indonesia
Dana Pensiun Berkat Abadi yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan membeli Sertifkat Bank Indonesia (SBI)
dari Bank Indonesia dengan nominal Rp1.000.000.000,00 dengan
memperoleh diskonto sebesar Rp20.000.000,00. Pada tanggal 1
April 2013, Dana Pensiun Berkat Abadi menjual SBI tersebut kepada
PT Rosa Sentosa dengan harga Rp980.000.000,00 dan dibayarkan
pada saat yang sama.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh atas
transaksi tersebut?
Jawab:
Atas penghasilan berupa diskonto SBI dipotong PPh Pasal 4 ayat
(2) yang bersifat fnal. Dana Pensiun Berkat Abadi wajib memotong
PPh Pasal 4 ayat (2) atas diskonto SBI yang diperoleh PT Rosa
Sentosa dengan tarif 20% x jumlah bruto diskonto.
Besarnya diskonto SBI yang diperoleh PT Rosa Sentosa adalah
Rp1.000.000.000,00 Rp980.000.000,00 = Rp20.000.000,00
PPh yang wajib dipotong oleh Dana Pensiun Berkat Abadi adalah:
20% x Rp20.000.000,00 = Rp4.000.000,00.
Kewajiban Dana Pensiun Berkat Abadi sebagai pemotong PPh Pasal
4 ayat (2) adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar
Rp4.000.000,00 dan memberikan bukti pemotongan PPh Pasal
4 ayat (2) kepada PT Rosa Sentosa;
2. melakukan penyetoran atas PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut paling
lambat 10 Mei 2013;
3. melaporkan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas transaksi
tersebut dalam SPT Masa PPh yang bersifat fnal Pasal 4 ayat (2)
Masa Pajak April 2013 paling lambat tanggal 20 Mei 2013.
2 2
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 70
SKB Dana Pensiun
PT Ayem Tentrem Dana Pensiun merupakan lembaga dana
pensiun yang telah telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Pada tanggal 16 Desember 2013, PT Ayem Tentrem dana Pensiun
menerima bunga sebesar Rp100.000.000,00 dari deposito yang
ditempatkan di Bank Always Gain. PT Ayem Tentrem Dana Pensiun
telah memperoleh SKB Pemotongan/Pemungutan PPh atas bunga
deposito, tabungan, dan SBI yang diterbitkan oleh KPP tempat PT
Ayem Tentrem Dana Pensiun terdaftar.
Bagaimana perlakuan PPh atas pembayaran bunga deposito yang
diterima atau diperoleh PT Ayem Tentrem Dana Pensiun?
Jawab:
Penghasilan yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangandari penanaman
modal berupa bunga deposito dikecualikan dari objek Pajak
Penghasilan. Pengecualian tersebut diberikan melalui penerbitan
SKB Pemotongan/Pemungutan PPh atas bunga deposito,
tabungan, dan SBI.
Mengingat PT Ayem Tentrem Dana Pensiun telah memperoleh SKB
Pemotongan/Pemungutan PPh atas bunga deposito, tabungan,
dan SBI, maka atas penghasilan berupa deposito dari penempatan
dana di Bank Always Gain tidak dipotong PPh.
Hadiah Undian
Hadiah Undian Berupa Uang Tunai
PT Bank Berlian Tbk. menyelenggarakan program tabungan
berhadiah Berlian Menjemput Impian. Program hadiah tersebut
diikuti oleh nasabah produk tabungan Berlian Investa. Hadiah
diberikan secara rutin kepada nasabah yang terpilih melalui undian.
Hadiah yang disediakan adalah berupa hadiah tabungan sebesar
Rp200.000.000,00 dengan ketentuan pajak atas hadiah undian
ditanggung oleh pemenang.
Penarikan undian Berlian Menjemput Impian dilakukan pada
2 3
2 4
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 71
tanggal 12 Juli 2013 dengan pemenang adalah Tere Andraini.
Hadiah dibayarkan pada tanggal 15 Juli 2013.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh atas
hadiah undian tersebut?
Jawab:
Atas penghasilan berupa hadiah undian dengan nama dan dalam
bentuk apapun dipotong atau dipungut PPh Pasal 4 ayat (2) yang
bersifat fnal.
PT Bank Berlian Tbk. wajib memotong PPh Pasal 4 ayat (2) atas
penghasilan berupa hadiah undian yang diterima oleh Tere
Andraini dengan tarif 25% dari jumlah bruto hadiah undian.
PPh yang wajib dipotong oleh PT Bank Berlian Tbk. adalah:
25% x Rp200.000.000,00 = Rp50.000.000,00.
Kewajiban PT Bank Berlian Tbk. sebagai pemotong PPh Pasal 4 ayat
(2) adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar
Rp50.000.000,00 dan memberikan bukti pemotongan PPh Pasal
4 ayat (2) kepada Tere Andraini;
2. melakukan penyetoran atas PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut paling
lambat 12 Agustus 2013;
3. melaporkan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas transaksi
tersebut dalam SPT Masa PPh yang bersifat fnal Pasal 4 ayat (2)
Masa Pajak Juli 2013 paling lambat tanggal 20 Agustus 2013.
Hadiah Undian Berupa Rumah
PT Signale Strong, sebuah perusahaan operator seluler, mengadakan
program undian Telepon Terus Untung Terus dengan hadiah
sebuah rumah senilai Rp500.000.000,00 dengan ketentuan pajak
atas hadiah undian ditanggung oleh pemenang. Berdasarkan hasil
penarikan undian tanggal 16 Januari 2013 yang keluar sebagai
pemenang adalah Iwan Suriwan. Serah terima hadiah kepada Iwan
dilaksanakan pada tanggal 25 Januari 2013.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh atas
hadiah undian berupa rumah tersebut?
2 5
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 72
Jawab:
Atas penghasilan berupa hadiah undian dengan nama dan dalam
bentuk apapun dipotong atau dipungut PPh Pasal 4 ayat (2) yang
bersifat fnal.
PT Signale Strong wajib memungut PPh Pasal 4 ayat (2) atas
penghasilan berupa hadiah undian yang diterima oleh Iwan
Suriwan dengan tarif 25% dari jumlah bruto hadiah undian yaitu
sebesar nilai pasar hadiah undian berupa rumah.
PPh yang wajib dipungut oleh PT Signale Strong dari Iwan Suriwan
adalah:
25% x Rp500.000.000,00 = Rp125.000.000,00
Kewajiban PT Signale Strong sebagai pemungut PPh Pasal 4 ayat
(2) adalah:
1. melakukan pemungutan PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar
Rp125.000.000,00 dan memberikan bukti pemungutan PPh
Pasal 4 ayat (2) kepada Iwan Suriwan;
2. melakukan penyetoran atas PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut paling
lambat 11 Februari 2013;
3. melaporkan pemungutan PPh Pasal 4 ayat (2) atas transaksi
tersebut dalam SPT Masa PPh yang bersifat fnal Pasal 4 ayat (2)
Masa Pajak Januari 2013 paling lambat tanggal 20 Februari 2013.
Bunga Obligasi
Bunga Obligasi yang Diperoleh Wajib Pajak Badan
Pada tanggal 1 Juli 2013, PT Mekar Sejahtera menerbitkan obligasi
dengan kupon (interest bearing debt securities) sebagai berikut:
Nilai nominal Rp10.000.000,00 per lembar.
Jangka waktu obligasi 5 tahun (jatuh tempo tanggal 30 Juni
2018).
Bunga tetap (fxed rate) sebesar 18% per tahun, jatuh tempo
bunga setiap tanggal 30 Juni dan 31 Desember.
2 6
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 73
Penerbitan perdana tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).
PT Bank Koes & Dian merupakan kustodian yang ditunjuk sebagai
agen pembayaran.
PT Batavia Sentosa pada saat penerbitan perdana membeli 20
lembar obligasi dengan harga di bawah nilai nominal (at discount)
yaitu sebesar Rp9.000.000,00 per lembar.
Bagaimana kewajiban pemotongan dan pemungutan PPh pada
saat jatuh tempo bunga tanggal 31 Desember 2013?
Jawab:
Atas penghasilan yang diterima PT Batavia Sentosa berupa bunga
obligasi dikenai pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) yang bersifat fnal.
Besarnya PPh bagi Wajib Pajak badan dalam negeri yang menerima
penghasilan berupa bunga obligasi dengan kupon adalah 15% x
jumlah bruto bunga sesuai masa kepemilikan (holding period)
obligasi.
PT Bank Koes & Dian yang ditunjuk sebagai agen pembayaran wajib
memotong PPh atas bunga obligasi yang diterima oleh PT Batavia
Sentosa.
Penghitungan bunga yang diterima PT Batavia Sentosa pada saat
jatuh tempo bunga tanggal 31 Desember 2013 adalah:
(6/12 x 18% x Rp10.000.000,00) x 20 lembar = Rp18.000.000,00.
PPh yang wajib dipotong adalah:
15% x Rp18.000.000,00 = Rp2.700.000,00.
Kewajiban PT Bank Koes & Dian sebagai pemotong PPh Pasal 4 ayat
(2) adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar
Rp2.700.000,00 dan memberikan bukti pemotongan PPh Pasal
4 ayat (2) kepada PT Batavia Sentosa;
2. melakukan penyetoran atas PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut paling
lambat 10 Januari 2014;
3. melaporkan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas transaksi
tersebut dalam SPT Masa PPh yang bersifat fnal Pasal 4 ayat (2)
Masa Pajak Desember 2013 paling lambat tanggal 20 Januari
2014.
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 74
Bunga Obligasi yang Diperoleh Perusahaan Reksadana
Pada tanggal 1 April 2013, PT Botth Indonesia menerbitkan obligasi
dengan kupon (interest bearing debt securities) sebagai berikut:
Nilai nominal Rp25.000.000,00 per lembar.
Jangka waktu obligasi 3 tahun (jatuh tempo tanggal 31 Maret
2016).
Bunga tetap (fxed rate) sebesar 15% per tahun, jatuh tempo
bunga setiap tanggal 31 Maret dan 31 Oktober.
Penerbitan perdana tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).
PT Bank Candra merupakan kustodian yang ditunjuk sebagai agen
pembayaran.
Reksa Dana Tumbuh Kembang yang berbentuk KIK (Kontrak
Investasi Kolektif) yang dikelola oleh PT Andalas Sekuritas sebagai
manajer investasi pada saat penerbitan perdana membeli 10
lembar obligasi dengan harga di bawah nilai nominal (at discount)
yaitu sebesar Rp23.500.000,00 per lembar. Reksa Dana Tumbuh
Kembang telah mendapat pernyataan efektif dari BAPEPAM-LK/
OJK.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh pada
saat jatuh tempo bunga tanggal 31 Oktober 2013?
Jawab:
Atas penghasilan yang diterima oleh Reksa Dana Tumbuh
Kembang berupa bunga obligasi dikenai pemotongan PPh Pasal
4 ayat (2) yang bersifat fnal.
Besarnya PPh bagi Wajib Pajak reksa dana yang telah mendapat
pernyataan efektif dari BAPEPAM-LK/OJK atas penghasilan berupa
bunga obligasi mulai tahun 2013 sampai dengan tahun 2015
adalah 5% x jumlah bruto bunga sesuai masa kepemilikan (holding
period) obligasi.
PT Bank Candra yang ditunjuk sebagai agen pembayaran wajib
memotong PPh atas bunga obligasi yang diterima oleh Reksa Dana
Tumbuh Kembang.
2 7
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 75
Penghitungan bunga yang diterima Reksa Dana Tumbuh
Kembang pada saat jatuh tempo bunga tanggal 31 Oktober 2013
adalah:
(6/12 x 15% x Rp25.000.000,00) x 10 lembar = Rp18.750.000,00.
PPh yang wajib dipotong adalah:
5% x Rp18.750.000,00 = Rp937.500,00.
Kewajiban PT Bank Candra sebagai pemotong PPh Pasal 4 ayat (2)
adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar
Rp937.500,00 dan memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 4
ayat (2) kepada Reksa Dana Tumbuh Kembang;
2. melakukan penyetoran atas PPh Pasal 4 ayat (2) tersebut paling
lambat 11 November 2013;
3. melaporkan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas transaksi
tersebut dalam SPT Masa PPh yang bersifat fnal Pasal 4 ayat (2)
Masa Pajak Oktober 2013 paling lambat tanggal 20 November
2013.
Usaha Jasa Konstruksi
Jasa Konstruksi yang Dilakukan oleh Badan Usaha
PT Bumen Jaya Sentosa merupakan perusahaan yang mempunyai
Sertifkat Badan Usaha Jasa Pelaksanaan Konstruksi yang diterbitkan
oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) sebagai
Badan Usaha Jasa Pelaksanaan Konstruksi Bidang Sipil Sub Bidang
Bangunan-bangunan non perumahan lainnya dengan kualifkasi
besar gred 6.
PT Bumen Jaya Sentosa pada tahun 2013 ditunjuk oleh CV Lukulo
selaku pemilik Rumah Sakit Siti Khodijah untuk membangun
gedung baru yang akan digunakan sebagai unit kesehatan ibu
dan anak dengan nilai kontrak sebesar Rp25.000.000.000,00 tidak
termasuk PPN. PT Bumen Jaya Sentosa menerima uang muka
kontrak pada saat dimulai pembangunan yaitu pada tanggal 15 Juli
2013 sebesar Rp5.000.000.000,00.
2 8
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 76
Termin pembayaran akan dilakukan sesuai dengan tingkat
penyelesaian, yaitu:
Termin pertama sebesar Rp5.000.000.000,00 setelah pekerjaan
selesai 25%;
Termin kedua sebesar Rp5.000.000.000,00 setelah pekerjaan
selesai 50%;
Termin ketiga sebesar Rp5.000.000.000,00 setelah pekerjaan
selesai 75%;
Sisa Rp5.000.000.000,00 akan dibayarkan setelah pekerjaan dan
masa pemeliharaan selesai.
Pembangunan rumah sakit tersebut harus diselesaikan oleh PT
Bumen Jaya Sentosa paling lama tanggal 31 Desember 2015
dengan masa pemeliharaan selama 6 bulan.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh yang
dilakukan oleh CV Lukulo terkait pembayaran:
1. uang muka kontrak; dan
2. termin pertama apabila dilakukan pada tanggal 31 Desember
2013?
Jawab:
Atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi dikenai PPh yang
bersifat fnal. Dalam hal pengguna jasa merupakan pemotong pajak
maka penghasilan dari usaha jasa konstruksi tersebut dipotong
oleh pengguna jasa pada saat pembayaran bagian nilai kontrak
jasa konstruksi.
Tarif PPh atas penghasilan dari pelaksanaan konstruksi:
No Penyedia Jasa Pelaksanaan Konstruksi Tarif
1 kualifkasi usaha kecil 2% (dua Persen)
2 kualifkasi usaha menengah dan besar 3% (tiga persen)
3 Tidak memiliki kualifkasi usaha 4% (empat persen)
1. Pembayaran uang muka kontrak:
Besarnya pemotongan PPh yang bersifat fnal atas penghasilan
dari jasa konstruksi adalah sebesar:
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 77
3% x Rp5.000.000.000,00 = Rp 150.000.000,00.
Kewajiban CV Lukulo sebagai pengguna jasa adalah:
a. melakukan pemotongan PPh yang bersifat fnal
atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi sebesar
Rp150.000.000,00 dan memberikan bukti pemotongan PPh
yang bersifat fnal atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi
kepada PT Bumen Jaya;
b. melakukan penyetoran atas pemotongan PPh yang bersifat
fnal atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi tersebut
paling lambat tanggal 12 Agustus 2013;
c. melaporkan pemotongan PPh yang bersifat fnal atas
penghasilan dari usaha jasa konstruksi tersebut dalam SPT
Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Masa Pajak Juli 2013 paling lambat
tanggal 20 Agustus 2013.
2. Pembayaran termin pertama:
Besarnya pemotongan PPh yang bersifat fnal atas penghasilan
dari jasa kontruksi adalah sebesar:
3% x Rp5.000.000.000,00 = Rp150.000.000,00.
Kewajiban CV Lukulo sebagai pengguna jasa adalah:
a. melakukan pemotongan PPh yang bersifat fnal
atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi sebesar
Rp150.000.000,00 dan memberikan bukti pemotongan PPh
yang bersifat fnal atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi
kepada PT Bumen Jaya;
b. melakukan penyetoran atas pemotongan PPh yang bersifat
fnal atas penghasilan dari usaha jasa kontruksi tersebut
paling lambat tanggal 10 Januari 2014;
c. melaporkan pemotongan PPh yang bersifat fnal atas
penghasilan dari usaha jasa konstruksi tersebut dalam SPT
Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Masa Pajak Desember 2013 paling
lambat tanggal 20 Januari 2014.
Penyetoran Kekurangan Pembayaran PPh yang Bersifat Final atas
Usaha Jasa Konstruksi
PT Tanjungsari Konstruksi sebagai Konsultan Pengawas pekerjaan
pembangunan unit kesehatan ibu dan anak Rumah Sakit Siti
Khodijah yang dimiliki oleh CV Lukulo, dengan nilai kontrak
Rp500.000.000,00.
2 9
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 78
PT Tanjungsari Konstruksi merupakan perusahaan yang
mempunyai Sertifkat Badan Usaha Jasa Pengawasan Konstruksi
yang diterbitkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi
(LPJK) sebagai Badan Usaha Jasa Pengawasan Konstruksi Layanan
Jasa Inspeksi Teknis Sub-layanan Jasa Enjiniring Fase Konstruksi
dan Instalasi Bangunan dengan kualifkasi besar gred 4.
Atas pembayaran nilai kontrak sebesar Rp500.000.000,00 yang
dilakukan pada tanggal 16 September 2013, CV Lukulo hanya
memotong PPh yang bersifat fnal atas penghasilan dari usaha
jasa konstruksi sebesar Rp19.000.000,00 yang seharusnya sebesar
Rp20.000.000,00.
Atas kekurangan pemotongan PPh yang bersifat fnal atas
penghasilan dari usaha jasa konstruksi sebesar Rp1.000.000,00
siapakah yang wajib melunasinya?
Jawab:
Penghasilan dari usaha jasa konstruksi yang diterima dari pengguna
jasa sebagai pemotong pajak dipotong PPh yang bersifat fnal oleh
pengguna jasa dengan tarif sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam hal terdapat selisih kekurangan PPh atas penghasilan
yang terutang berdasarkan Nilai Kontrak Jasa Konstruksi dengan
PPh yang telah dipotong berdasarkan pembayaran yang telah
dipotong, selisih kekurangan tersebut disetor sendiri oleh Penyedia
Jasa. Dengan demikian kekurangan PPh yang bersifat fnal atas
penghasilan dari jasa kontruksi sebesar Rp1.000.000,00 harus
dilunasi oleh PT Tanjungsari Konstruksi.
Tarif PPh atas penghasilan dari jasa pengawasan konstruksi:
No Penyedia Jasa Pengawasan Konstruksi Tarif
1 memiliki kualifkasi usaha 4% (empat persen)
2 tidak memiliki kualifkasi usaha 6% (enam persen)
Pembayaran kontrak pengawasan jasa kontruksi sebesar
Rp500.000.000,00.
PPh yang bersifat fnal atas penghasilan dari
jasa konstruksi (4% x Rp500.000.000,00)
= Rp20.000.000,00
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 79
PPh yang bersifat fnal atas penghasilan dari
jasa konstruksi yang dipotong
= Rp19.000.000,00
Kekurangan PPh atas penghasilan dari jasa
konstruksi
= Rp1.000.000,00
Kewajiban PT Tanjungsari Konstruksi sebagai penyedia jasa
konstruksi adalah:
1. melakukan penyetoran kekurangan PPh yang bersifat fnal atas
penghasilan dari jasa konstruksi sebesar Rp1.000.000,00 dengan
SSP atas nama PT Tanjungsari Konstruksi paling lambat tanggal
16 Oktober 2013;
2. melaporkan penyetoran PPh yang bersifat fnal atas penghasilan
dari usaha jasa konstruksi tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 4
ayat (2) Masa Pajak September 2013 paling lambat tanggal 21
Oktober 2013.
Usaha Jasa Konstruksi oleh Wajib Pajak Orang Pribadi
Tuan Samidi Karsoutomo merupakan pengusaha yang bergerak
dalam bidang konstruksi. Tuan Samidi Karsoutomo memiliki
sertifkasi yang diterbitkan oleh LPJK sebagai pengusaha jasa
pelaksanaan konstuksi gred 1. Tuan Samidi Karsoutomo pada
tahun 2013 mendapat pekerjaan untuk membangun pos satpam di
pintu depan dan pintu belakang perumahan Ceger Permai senilai
Rp50.000.000,00. Pembangunan pos satpam dimulai pada tanggal
15 Maret 2013 dan selesai pada tanggal 16 April 2013. Pembayaran
atas pekerjaan pembangunan pos satpam tersebut dilakukan oleh
PT Jurangmangu Jaya selaku pengembang perumahan Ceger
Permai pada tanggal 17 April 2013.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh PT
Jurangmangu Jaya terkait pembayaran pekerjaan pembangunan
dua pos satpam kepada Tuan Samidi Karsoutomo?
Jawab:
Tuan Samidi Karsoutomo merupakan Wajib Pajak orang pribadi
yang menyerahkan jasa kepada PT Jurangmangu Jaya. Atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang
pribadi dari penyerahan jasa merupakan objek pemotongan PPh
3 0
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 80
Pasal 21.
Namun demikian, dalam hal penghasilan dari pemberian jasa
tersebut termasuk dalam objek PPh yang bersifat fnal yang diatur
tersendiri dalam Peraturan Pemerintah, maka atas penghasilan
tersebut tidak dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 tetapi dikenai
PPh yang bersifat fnal sesuai dengan pengaturan dalam Peraturan
Pemerintah yang mendasarinya.
Mengingat jasa yang dilakukan oleh Tuan Samidi Karsoutomo
kepada PT Jurangmangu Jaya merupakan jasa konstruksi, maka atas
penghasilan yang diterima oleh Tuan Samidi dikenai pemotongan
PPh yang bersifat fnal atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi,
bukan PPh Pasal 21.
Dalam Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi,
pengusaha jasa pelaksanaan kontruksi orang pribadi (gred 1)
dikelompokan sebagai pengusaha yang memiliki kualifkasi usaha
kecil. Dengan demikian atas penghasilan yang diterima oleh Tuan
Samidi Karsoutomo dari pekerjaan pembangunan dua pos satpam
di perumahan Ceger Permai dikenai pemotongan dengan tarif
sebesar 2%.
PPh yang bersifat fnal atas penghasilan dari usaha jasa kontruksi:
2% x Rp50.000.000,00 = Rp1.000.000,00.
Kewajiban PT Jurangmangu Jaya sebagai pengguna jasa adalah:
1. melakukan pemotongan PPh yang bersifat fnal atas
penghasilan dari usaha jasa konstruksi sebesar Rp1.000.000,00
dan memberikan bukti pemotongan PPh yang bersifat fnal
atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi kepada Tuan Samidi
Karsoutomo;
2. melakukan penyetoran atas pemotongan PPh yang bersifat
fnal atas penghasilan dari usaha jasa kontruksi tersebut paling
lambat tanggal 10 Mei 2013;
3. melaporkan pemotongan PPh yang bersifat fnal atas
penghasilan dari usaha jasa konstruksi tersebut dalam SPT Masa
PPh Pasal 4 ayat (2) Masa Pajak April 2013 paling lambat tanggal
20 Mei 2013.
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 81
Pelaksanaan Konstruksi Menara Telekomunikasi
PT Metro Telemetrik merupakan perusahaan yang bergerak
dalam bidang pelaksanaan konstruksi menara telekomunikasi
dan penjualan peralatan teknis telekomunikasi serta jasa instalasi,
perawatan, pemeliharaan, dan perbaikannya. PT Metro Telemetrik
mempunyai sertifkasi badan usaha dari LPJK untuk bidang
elektrikal sub bidang jaringan transmisi telekomunikasi dan atau
telepon dengan kualifkasi besar gred 7.
PT Metro Telemetrik mendapatkan kontrak untuk membangun
menara telekomunikasi dari PT Multiswara sebuah perusahaan
telekomunikasi baru yang sedang memperluas jaringannya. Nilai
kontrak pekerjaan pembangunan menara telekomunikasi tersebut
adalah sebesar Rp26.000.000.000,00 dengan lingkup pekerjaan:
pelaksanaan konstruksi menara telekomunikasi,
mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi menara
telekomunikasi, yang mencakup juga pemasangan perangkat
telekomunikasi, land clearing, konstruksi sipil, sipil mekanikal
dan elektrikal, pembangunan shelter, koneksi listrik dan lain-lain;
pengadaan dan instalasi perangkat telekomunikasi pada menara
telekomunikasi,
meliputi pengadaan dan pengiriman perangkat, instalasi,
integrasi, testing and commisioning, uji terima, serah terima
pekerjaan, dokumentasi, dan pelatihan;
masa penyempurnaan selama 3 bulan dan masa pemeliharaan
selama masa garansi.
Pembayaran atas nilai kontrak sebesar Rp26.000.000.000,00
tersebut dilakukan dalam tiga termin:
Termin pertama pada tanggal 1 Maret 2013 sebesar
Rp10.000.000.000,00;
Termin kedua pada tanggal 8 Agustus 2013 sebesar
Rp10.000.000.000,00;
Termin ketiga dilakukan setelah selesai masa pemeliharaan.
Pekerjaan pembangunan menara telekomunikasi tersebut
dimulai pada tanggal 1 Februari 2013 dan harus selesai tanggal 31
Desember 2013.
3 1
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 82
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh PT
Multiswara terkait pembayaran termin pertama dan kedua kepada
PT Metro Telemetrik?
Jawab:
Pelaksanaan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi
atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang
pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan
kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi
bentuk bangunan atau bentuk fsik lain, termasuk di dalamnya
pekerjaan konstruksi terintegrasi, yaitu penggabungan fungsi
layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan,
dan pembangunan (engineering, procurement, and construction)
serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan
(design and build).
Dasar pengenaan PPh atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi
dalam hal merupakan pekerjaan konstruksi terintegrasi adalah
nilai keseluruhan pembayaran atas perencanaan, pengadaan, dan
pembangunan.
Dengan demikian seluruh pembayaran nilai kontrak pemba-
ngunan menara telekomunikasi sejumlah Rp26.000.000.000,00
merupakan penghasilan yang dikenai PPh yang bersifat fnal
dengan tarif 3%.
PPh yang bersifat fnal atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi:
Pembayaran termin pertama:
3% x Rp10.000.000.000,00 = Rp300.000.000,00;
Pembayaran termin kedua:
3% x Rp10.000.000.000,00 = Rp300.000.000,00.
Kewajiban PT Multiswara sebagai pengguna jasa adalah:
1. Atas pembayaran termin pertama:
a. melakukan pemotongan PPh yang bersifat fnal
atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi sebesar
Rp300.000.000,00 dan memberikan bukti pemotongan PPh
yang bersifat fnal atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi
kepada PT Metro Telemetrik;
b. melakukan penyetoran atas pemotongan PPh yang bersifat
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 83
fnal atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi tersebut
paling lambat tanggal 10 April 2013;
c. melaporkan pemotongan PPh yang bersifat fnal atas
penghasilan dari usaha jasa konstruksi tersebut dalam SPT
Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Masa Pajak Maret 2013 paling
lambat tanggal 22 April 2013.
2. Atas pembayaran termin kedua:
a. melakukan pemotongan PPh yang bersifat fnal
atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi sebesar
Rp300.000.000,00 dan memberikan bukti pemotongan PPh
yang bersifat fnal atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi
kepada PT Metro Telemetrik;
b. melakukan penyetoran atas pemotongan PPh yang bersifat
fnal atas penghasilan dari usaha jasa kontruksi tersebut
paling lambat tanggal 10 September 2013;
c. melaporkan pemotongan PPh yang bersifat fnal atas
penghasilan dari usaha jasa konstruksi tersebut dalam SPT
Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Masa Pajak Agustus 2013 paling
lambat tanggal 20 September 2013.
Jasa Instalasi Listrik oleh Pengusaha Konstruksi yang Bersertifkasi
PT Jaya Teknik merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang
usaha perdagangan perlengkapan instalasi listrik beserta jasa
pemasangannya. Pada tahun 2013 PT Jaya Teknik mendapatkan
order pembelian perlengkapan listrik dari PT Gajah Makmur beserta
pemasangannya untuk mengganti instalasi listrik di gedung kantor
pusat PT Gajah Makmur di Jalan Gajah Mada Jakarta Barat.
Nilai kontrak pembelian material dan jasa instalasi listrik sebesar
Rp2.000.000.000,00 tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai
dan dibayarkan pada tanggal 13 November 2013. PT Jaya Teknik
mempunyai sertifkasi dari Lembaga Pengembangan Jasa
Konstruksi sebagai Badan Usaha Jasa Pelaksanaan Konstruksi
bidang elektrikal sub bidang instalasi listrik gedung dan pabrik
dengan kualifkasi besar gred 7.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh PT
Gajah Makmur terkait pembayaran kontrak kepada PT Jaya Teknik?
3 2
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 84
Jawab:
Pekerjaan instalasi listrik selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak
yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi termasuk dalam
jenis jasa lain sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008. Oleh karena PT Jaya Teknik
mempunyai sertifkasi dari LPJK sebagai Badan Usaha Jasa
Pelaksanaan Konstruksi dan pekerjaan instalasi listrik gedung
termasuk dalam lingkup pekerjaan pelaksanaan konstruksi dalam
Peraturan LPJK yaitu bidang elektrikal sub bidang instalasi listrik
gedung dan pabrik maka atas penghasilan dari pekerjaan instalasi
listrik gedung yang diterima oleh PT Jaya Teknik tidak dikenakan
pemotongan PPh Pasal 23 tetapi dikenakan pemotongan PPh fnal
atas penghasilan dari usaha jasa kontruksi dengan tarif 3%.
PPh yang bersifat fnal atas penghasilan dari usaha jasa kontruksi:
3% x Rp2.000.000.000,00 = Rp60.000.000,00.
Kewajiban PT Gajah Makmur sebagai pengguna jasa adalah:
1. melakukan pemotongan PPh yang bersifat fnal atas
penghasilan dari usaha jasa konstruksi sebesar Rp60.000.000,00
dan memberikan bukti pemotongan PPh yang bersifat fnal atas
penghasilan dari usaha jasa konstruksi kepada PT Jaya Teknik;
2. melakukan penyetoran atas pemotongan PPh yang bersifat
fnal atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi tersebut paling
lambat tanggal 10 Desember 2013;
3. melaporkan pemotongan PPh yang bersifat fnal atas
penghasilan dari usaha jasa konstruksi tersebut dalam SPT Masa
PPh Pasal 4 ayat (2) Masa Pajak November 2013 paling lambat
tanggal 20 Desember 2013.
Jasa Perbaikan Jaringan Listrik
Untuk perbaikan jaringan listrik di pabriknya, PT Gajah Makmur
menunjuk PT Sinar Elektrik untuk melakukan perbaikan jaringan
listrik dengan nilai kontrak Rp500.000.000,00. Dalam nilai kontrak
perbaikan jaringan listrik senilai Rp500.000.000,00 yang diajukan
oleh PT Sinar Eletrik tersebut tidak dipisahkan antara harga material
dengan jasa perbaikan jaringan listrik yang dilakukan. Pembayaran
3 3
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 85
pekerjaan perbaikan jaringan listrik dilakukan setelah pekerjaan
selesai, yaitu pada tanggal 16 September 2013. PT Sinar Elektrik
tidak mempunyai sertifkasi dari LPJK sebagai badan usaha jasa
pelaksanaan konstruksi.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh PT
Gajah Makmur terkait pembayaran pekerjaan perbaikan jaringan
listrik kepada PT Sinar Elektrik?
Jawab:
Jasa perawatan/perbaikan jaringan listrik selain yang dilakukan oleh
Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi termasuk
dalam jenis jasa lain sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008. Oleh karena PT Sinar
Elektrik tidak mempunyai sertifkasi dari LPJK sebagai badan usaha
penyedia jasa konstruksi maka atas jasa perbaikan jaringan listrik
yang dilakukan oleh PT Sinar Elektrik merupakan jenis jasa lain yang
dikenai PPh Pasal 23 dengan tarif 2% dari jumlah bruto.
Oleh karena nilai kontrak pekerjaan perbaikan jaringan listrik yang
diajukan oleh PT Sinar Elektrik tidak memisahkan nilai jasa perbaikan
dan material yang digunakan, maka jumlah bruto sebagai dasar
pemotongan PPh Pasal 23 adalah sebesar nilai kontrak pekerjaan
perbaikan jaringan listrik tersebut, yaitu Rp500.000.000,00.
PPh Pasal 23 atas penghasilan dari jasa perbaikan jaringan listrik:
2% x Rp500.000.000,00 = Rp10.000.000,00.
Kewajiban PT Gajah Makmur terkait pembayaran pekerjaan
perbaikan jaringan listrik kepada PT Sinar Elektrik adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas penghasilan dari
jasa perbaikan jaringan listrik sebesar Rp10.000.000,00 dan
memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 23 atas penghasilan
dari jasa perbaikan jaringan listrik kepada PT Sinar Elektrik;
2. melakukan penyetoran atas pemotongan PPh Pasal 23 atas
penghasilan dari jasa perbaikan jaringan listrik tersebut paling
lambat tanggal 10 Oktober 2013;
3. melaporkan pemotongan PPh Pasal 23 atas penghasilan dari
jasa perbaikan listrik tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 23 Masa
Pajak September 2013 paling lambat tanggal 21 Oktober 2013.
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 86
Jasa Konstruksi oleh BUT
Bangun Internasional, Ltd. sebuah perusahaan yang termasuk
dalam defnisi Badan Usaha Tetap (BUT) mempunyai bidang usha
konstruksi. Dalam tahun 2013 menerima pembayaran atas jasa
konstruksi pembangunan hotel dari PT Pembangunan Sejahtera
mengingat telah memenuhi termin penyelesaian pekerjaan
kedua sebesar 50% pada tanggal 8 Oktober 2013 sebesar
Rp25.000.000.000,00.
Bangun Internasional, Ltd. tidak memiliki Sertifkasi Badan Usaha
Jasa Pelaksanaan Konstruksi yang diterbitkan oleh Lembaga
Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK).
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan Pajak
Penghasilan yang dilakukan PT Pembangunan Sejahtera terkait
dengan transaksi tersebut?
Jawab:
Atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi dikenai Pajak Penghasilan
yang bersifat fnal. Dalam hal pengguna jasa merupakan pemotong
pajak maka penghasilan dari usaha jasa konstruksi tersebut
dipotong oleh pengguna jasa pada saat pembayaran bagain nilai
kontrak jasa konstruksi.
Mengingat PT Bangun Internasional tidak memiliki Sertifkasi Badan
Usaha Jasa Pelaksanaan Konstruksi maka besarnya pemotongan
Pajak Penghasilan yang bersifat fnal atas penghasilan dari jasa
konstruksi adalah sebesar:
4% x Rp25.000.000.000,00 = Rp1.000.000.000,00
Kewajiban PT Pembangunan Sejahtera sebagai pengguna jasa
adalah:
1. melakukan pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat
fnal atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi sebesar
Rp.1.000.000.000,00 dan memberikan bukti pemotongan Pajak
Penghasilan yang bersifat fnal atas penghasilan dari usaha jasa
konstruksi kepada Bangun Internasional, Ltd.;
b. melakukan penyetoran atas pemotongan Pajak Penghasilan
yang bersifat fnal atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi
tersebut paling lambat tanggal 11 November 2013;
3 4
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 87
c. melaporkan pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat fnal
atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi tersebut dalam SPT
Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) Masa Pajak Oktober
2013 paling lambat tanggal 20 November 2013.
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
PT Merpati Arum Perkasa bergerak di bidang penjualan alat tulis
kantor sejak tahun 2008. Peredaran bruto berdasarkan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan Tahun 2012
sebesar Rp3.600.000.000,00. Penghasilan yang diterima atau
diperoleh PT Merpati Arum Perkasa hanya dari penjualan alat tulis
kantor. Total peredaran bruto atas penjualan alat tulis kantor pada
bulan Oktober 2013 sebesar Rp500.000.000,00. Pada tanggal 1
Oktober 2013 PT Merpati Arum Perkasa mengajukan permohonan
pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 atas penjualan alat tulis kantor kepada
bendahara Pemerintah Kota Wates sebesar Rp40.000.000,00. Pada
tanggal 7 Oktober 2013, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat
PT Merpati Arum Perkasa menyampaikan Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan telah menerbitkan Surat Keterangan
Bebas (SKB) Pajak Penghasilan Pasal 22 karena PT Merpati Arum
Perkasa telah memenuhi persyaratan yang diatur dalam Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2013.
Bagaimana perlakuan PPh atas transaksi di atas?
Jawab:
Penghasilan yang diterima atau diperoleh PT Merpati Arum
Perkasa dari penjualan alat tulis kantor termasuk penghasilan yang
diterima atau diperoleh dari usaha dan kriteria jumlah peredaran
bruto yang diterima atau diperoleh pada tahun pajak sebelumnya
tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 maka PT Merpati Arum Perkasa
memenuhi kriteria yang diatur dalam berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.
Penghasilan atas penjualan alat tulis kantor kepada bendahara
Pemerintah Kota Wates wajib dipungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5%
(satu koma lima persen) dari dari harga pembelian. Bendahara
Pemerintah Kota Wates wajib melakukan pemungutan PPh Pasal
3 5
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 88
22 atas pembelian alat tulis kantor yang dibayarkan kepada PT
Merpati Arum Perkasa, namun demikian mengingat PT Merpati
Arum Perkasa mengajukan legalisasi Surat Keterangan Bebas Pajak
Penghasilan Pasal 22 bulan Oktober 2013 atas penjualan alat tulis
kantor kepada bendahara Pemerintah Kota Wates, maka PT Merpati
Arum Perkasa tidak dipungut PPh Pasal 22 dengan menyetor 1%
dari harga pembelian alat tulis kantor sebesar :
1% x Rp40.000.000,00 = Rp400.000,00.
Besarnya peredaran bruto bulan Oktober 2013:
Rp500.000.000,00-Rp40.000.000,00 = Rp460.000.000,00
Dengan demikian besarnya PPh fnal yang wajib disetor sendiri
oleh PT Merpati Arum Perkasa adalah sebagai berikut:
1% X Rp460.000.000,00 = Rp4.600.000,00
Kewajiban PT Merpati Arum Perkasa adalah:
1. menyetorkan PPh Pasal 4 ayat (2) atas usahanya sebesar
Rp4.600.000,00 ke kas Negara melalui Kantor Pos atau bank yang
ditunjuk Menteri Keuangan paling lama tanggal 15 November
2013;
2. apabila Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain
yang dipersamakan telah mendapatkan validasi NTPN maka
dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2)
Masa Oktober 2013.
PT Wiliam Kepler terdaftar sebagai Wajib Pajak pada bulan April
2013 dengan peredaran bruto selama 3 (tiga) bulan sebesar Rp
150.000.000,00. PT Wiliam Kepler bergerak dalam bidang usaha
apotik. Pada bulan November 2013 menyewakan alat kesehatan
yang dimiliki kepada Rumah Sakit Mitra Permata selama 1 tahun
sebesar Rp100.000.000,00. Total peredaran bruto dari usaha apotik
pada bulan November 2013 sebesar Rp60.000.000,00. Pada bulan
Oktober 2013 PT Wiliam Kepler telah memiliki Surat Keterangan
Bebas Pajak Penghasilan Pasal 23 berdasarkan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2013.
Bagaimana perlakuan PPh atas transaksi di atas?
Jawab:
3 6
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 89
Peredaran bruto selama 3 bulan yang disetahunkan:
Rp150.000.000 X 12/3 = Rp600.000.000,00
Karena peredaran bruto disetahunkan untuk 3 bulan tersebut tidak
melebihi Rp4.800.000.00,00, maka penghasilan yang diperoleh
mulai pada bulan berlakunya Peraturan Pemerintah ini sampai
dengan akhir tahun pajak bersangkutan (Juli s.d. Desember 2013)
maka penghasilan yang diterima atau diperoleh dikenai Pajak
Penghasilan bersifat fnal berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2013.
Penghasilan atas menyewakan alat kesehatan kepada Rumah Sakit
Mitra Permata wajib dipotong PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah
bruto. Rumah Sakit Mitra Permata wajib melakukan pemotongan
PPh Pasal 23 atas sewa alat kesehatan yang dibayarkan kepada
PT Wiliam Kepler, namun demikian mengingat PT Wiliam Kepler
mengajukan legalisasi Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan
Pasal 23 bulan November 2013 atas penghasilan dari menyewakan
alat kesehatan kepada PT Wiliam Kepler, maka PT Wiliam Kepler
tidak dipotong PPh Pasal 23 dengan menyetor 1% dari peredaran
bruto atas sewa alat kesehatan sebesar : 1% x Rp60.000.000,00=
Rp600.000,00.
Besarnya peredaran bruto bulan November 2013:
Rp100.000.000,00-Rp60.000.000,00 = Rp40.000.000,00
Dengan demikian besarnya PPh fnal yang wajib disetor sendiri
oleh PT Wiliam Kepler adalah sebagai berikut:
1% X Rp40.000.000,00 = Rp400.000,00.
Kewajiban PT Wiliam Kepler adalah:
1. menyetorkan PPh Pasal 4 ayat (2) atas usahanya sebesar
Rp400.000,00 ke kas Negara melalui Kantor Pos atau bank yang
ditunjuk Menteri Keuangan paling lama tanggal 15 Agustus
2013;
2. apabila Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain
yang dipersamakan telah mendapatkan validasi NTPN maka
dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2)
Masa Agustus 2013.
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 90
Kris Andrean menjalankan usaha bengkel reparasi mobil sekaligus
menjual suku cadang. Kris Andrean terdaftar sebagai Wajib Pajak
sejak tahun 2010 dan memiliki 2 buah bengkel. Berdasarkan
pencatatan tahun 2013 masing-masing bengkel memiliki peredaran
bruto sebagai berikut:
Peredaran bruto bengkel Kupu-Kupu Terbang Rp150.000.000,00
Peredaran bruto bengkel Firdaus Magic Rp 100.000.000,00.
Pada bulan Januari 2014 Kris Andrean memperoleh peredaran bruto
dari bengkel Kupu-Kupu Terbang sebesar Rp35.000.000,00 dan dari
bengkel Firdaus Magic sebesar Rp15.000.000,00. Pada bulan Februari
2013 perusahaan swasta PT Dipity Rent Car melakukan perawatan
dan reparasi mobil 5 (lima) mobil perusahaan di bengkel Kupu-
Kupu Terbang. Tagihan yang dibuat PT Dipity atas jasa perawatan
dan reparasi sebesar Rp2.500.000,00. Pada tanggal 2 Januari 2014
Kris Andrean telah mengajukan permohonan pembebasan dari
pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21
atas jasa jasa perawatan dan reparasi mobil. Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) tempat Kris Andrean menyampaikan Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan telah menerbitkan Surat Keterangan
Bebas (SKB) berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-32/PJ/2013.
Bagaimanakah perlakuan PPh atas transaksi di atas?
Jawab:
Peredaran bruto yang dijadikan dasar penentuan tarif PPh yang
bersifat fnal :
Jumlah peredaran bruto bengkel Kupu-Kupu Terbang dan bengkel
Firdaus magic, sehingga perhitungannya sebagai berikut:
Rp150.000.000,00 + Rp100.000.000,00 = Rp250.000.000,00
Karena peredaran bruto tahun 2013 tidak melebihi
Rp4.800.000.00,00. Maka atas penghasilan Kris Andrean pada tahun
2014 dikenai Pajak Penghasilan bersifat fnal berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.
Dengan demikian atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
Kris Andrean dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat fnal
sebesar 1% dari peredaran bruto setiap bulan, Pajak Penghasilan
3 7
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 91
yang bersifat fnal disetor sendiri oleh Kris Andrean, sehingga
perhitungannya sebagai berikut:
Bengkel Kupu-Kupu Terbang
Penghasilan atas jasa perawatan dan reparasi kepada PT Dipity Rent
Car wajib dipotong PPh Pasal 21 sebesar 50% dari jumlah bruto. PT
Dipity Rent Car wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas
jasa perawatan dan reparasi yang dibayarkan kepada Kris Andrean,
namun demikian mengingat Kris Andrean mengajukan legalisasi
Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 21 bulan Januari
2014 atas jasa perawatan dan reparasi kepada PT Dipity Rent Car,
maka Kris Andrean tidak dipotong PPh Pasal 21 dengan menyetor
1% dari peredaran bruto atas sewa alat kesehatan sebesar : 1% x
Rp2.500.000,00= Rp25.000,00.
Besarnya peredaran bruto bulan Januari 2014:
Rp35.000.000,00 Rp2.500.000,00 = Rp32.500.000,00
Besarnya PPh fnal yang wajib disetor sendiri oleh Kris Andrean
untuk bengkel Kupu-Kupu Terbang adalah:
1% X Rp32.500.000,00 = Rp325.000,00.
Kewajiban Kris Andrean adalah:
1. menyetorkan PPh Pasal 4 ayat (2) atas usahanya sebesar
Rp325.000,00 ke kas Negara melalui Kantor Pos atau bank yang
ditunjuk Menteri Keuangan paling lama tanggal 17 Februari
2014;
2. apabila Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang
dipersamakan telah mendapatkan validasi NTPN maka dianggap
telah menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Masa Januari
2014.
Bengkel Firdaus Magic
Besarnya PPh fnal yang wajib disetor sendiri oleh Kris Andrean
untuk bengkel Firdaus Magic adalah:
1% X Rp15.000.000,00 = Rp150.000,00.
Kewajiban Kris Andrean adalah:
1. menyetorkan PPh Pasal 4 ayat (2) atas usahanya sebesar
Rp150.000,00 ke kas Negara melalui Kantor Pos atau bank yang
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 92
ditunjuk Menteri Keuangan paling lama tanggal 17 Februari
2014;
2. melaporkan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) Masa Januari 2014
ke KPP tempat Bengkel Firdaus Magic terdaftar karena Surat
Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan
telah tidak mendapatkan validasi NTPN paling lama tanggal 20
Februari 2014.
PT Tinta Bersih adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang
percetakan. Dibulan September 2013 dikontrak oleh PT Tunas
Mekar untuk mencetak poster. Atas kontrak tersebut pada tanggal
3 Oktober 2013 PT Tunas Mekar membayar Rp300.000.000,00
kepada PT Tinta Bersih. Peredaran bruto bulan Oktober 2013 adalah
Rp300.000.000,00
SPT Tahunan PPh badan PT Tinta Bersih melaporkan peredaran
bruto perusahaan selama tahun 2012 sebesar Rp4.200.000.000,00.
Bagaimana kewajiban PPh terkait transaksi tersebut?
Jawab:
Mengingat peredaran bruto pada tahun 2012 dibawah
Rp.4.800.000.000,00, maka PT Tinta Bersih wajib melaksanakan
ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.
Dengan demikian atas penghasilan yang diterima atau diperoleh
PT Tinta Bersih dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat fnal
sebesar 1% dari peredaran bruto setiap bulan, Pajak Penghasilan
yang bersifat fnal disetor sendiri oleh PT Bersih Tuntas, dengan
perhitungannya sebagai berikut:
1% X Rp300.000.000,00 = Rp3.000.000,00.
Kewajiban PT Bersih Tuntas adalah:
1. menyetorkan PPh Pasal 4 ayat (2) atas usahanya sebesar
Rp3.000.000,00 ke kas Negara melalui Kantor Pos atau bank yang
ditunjuk Menteri Keuangan paling lama tanggal 15 November
2013;
2. apabila Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain
yang dipersamakan telah mendapatkan validasi NTPN maka
dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2)
Masa Oktober 2013
3 8
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 93
PASAL 15
Jasa Pelayaran oleh Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri
Penghasilan atas Jasa Pelayaran dan Sewa Kapal Floating Storage
Ofoading (FSO)
PT Suka Berlayar merupakan perusahaan pelayaran dalam negeri
yang melakukan usaha jasa pelayaran termasuk penyewaan
kapal. Pada tanggal 7 Oktober 2013 PT Suka Berlayar melakukan
kontrak dengan PT Jaya Pulp dalam rangka pengangkutan bahan
setengah jadi untuk pembuatan kertas (pulp) dari Surabaya ke
Jakarta sebesar Rp200.000.000,00 dan dibayarkan pada tanggal
28 Oktober 2013. Pada tanggal 16 Oktober 2013 PT Suka Berlayar
melakukan kontrak dengan PT Daeng Oil berupa persewaan kapal
yang difungsikan sebagai kapal untuk penyimpanan minyak dalam
jangka waktu tertentu dan bersandar di rig, dengan nilai sewa
sebesar Rp2.500.000.000,00 dibayar pada tanggal 17 Oktober 2013.
Bagaimana perlakuan PPh atas transaksi di atas?
Jawab:
Penghasilan yang menjadi objek pengenaan PPh perusahaan
pelayaran dalam negeri meliputi penghasilan yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak dari pengangkutan orang dan/atau barang,
termasuk penghasilan penyewaan kapal yang dilakukan dari:
pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lainnya di Indonesia;
pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia;
pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia; dan
pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar
Indonesia.
Dengan demikian atas penghasilan PT Suka Berlayar dari PT Jaya
Pulp yaitu untuk jasa pengangkutan bahan setengah jadi untuk
pembuatan kertas (pulp) dari Surabaya ke Jakarta terutang PPh
sebesar 1,2% (satu koma dua persen) dari peredaran bruto dan
bersifat fnal, PPh yang terutang tersebut dipotong oleh PT Jaya
Pulp, sehingga perhitungannya sebagai berikut:
1,2% x Rp200.000.000,00 = Rp2.400.000,00.
3 9
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 94
Sedangkan atas penghasilan PT Suka Berlayar dari PT Daeng Oil
dari penyewaan kapal yang difungsikan sebagai kapal untuk
penyimpanan minyak dalam jangka waktu tertentu yakni satu
tahun dan bersandar di rig (termasuk kategori kapal FSO) tidak
termasuk dalam pengertian penghasilan dari penyewaan kapal
yang dilakukan dari satu pelabuhan ke pelabuhan yang lain. Dengan
demikian atas penghasilan tersebut termasuk dalam pengertian
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
yang dikenai pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2% dan dipotong
oleh PT Daeng Oil dengan penghitungan sebagai berikut:
2% x Rp2.500.000.000,00 = Rp50.000.000,00.
Kewajiban PT Jaya Pulp sebagai pemotong PPh Pasal 15 adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 15 atas pembayaran
jasa pelayaran untuk pengangkutan pulp tersebut sebesar
Rp2.400.000,00 dan memberikan bukti pemotongan tersebut
kepada PT Suka Berlayar;
2. menyetorkan PPh Pasal 15 yang telah dipotong ke Kas Negara
melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk Menteri Keuangan
paling lama tanggal 11 Nopember 2013;
3. menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 15 Masa Pajak Oktober 2013
paling lama tanggal 20 Nopember 2013.
Kewajiban PT Daeng Oil sebagai pemotong PPh Pasal 23 adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas penyewaan kapal
FSO tersebut sebesar Rp50.000.000,00 dan memberikan bukti
pemotongan tersebut kepada PT Suka Berlayar;
2. menyetorkan PPh Pasal 23 yang dipotong menggunakan SSP ke
kas Negara melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk Menteri
Keuangan paling lama tanggal 11 Nopember 2013;
3. menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23 Masa Pajak Oktober 2013
paling lama tanggal 20 Nopember 2013.
Penghasilan atas Sewa Kapal yang Dilakukan oleh Perusahaan
Pelayaran Kepada Perusahaan Pelayaran Lain
PT Warna Warni Maritime adalah perusahaan yang bergerak di
bidang pelayaran dalam negeri dengan bendera Indonesia yang
malayani rute Pelabuhan Merak Pelabuhan Bakauheni. Pada bulan
Juli 2013 kapal milik PT Warna Warni Maritime banyak yang sedang
4 0
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 95
diperbaiki (naik dok) maka untuk menunjang kelancaran pelayanan
terhadap penumpang PT Warna Warni Maritime menyewa kapal
selama 2 bulan dari PT Lautan Indah Maritime yang akan digunakan
untuk mengisi kekosongan jadwal akibat perbaikan kapal-kapal
milik PT Warna Warni Maritime. Harga sewa yang disepakati adalah
Rp300.000.000,00 yang dibayarkan tanggal 10 Juli 2013.
Bagaimana perlakuan PPh atas transaksi di atas?
Jawab:
Penghasilan yang menjadi objek pengenaan PPh perusahaan
pelayaran dalam negeri meliputi penghasilan yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak dari pengangkutan orang dan/atau barang,
termasuk penghasilan penyewaan kapal yang dilakukan dari:
pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lainya di Indonesia;
pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia;
pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia; dan
pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar
Indonesia.
Dengan demikian atas penghasilan yang diperoleh PT Lautan
Indah Maritime dari PT Warna Warni Maritime dari penyewaan
kapal untuk pengangkutan orang dan/atau barang dari pelabuhan
Merak ke pelabuhan Bakauheni terutang PPh sebesar 1,2% (satu
koma dua persen) dari peredaran bruto dan bersifat fnal, PPh
yang terutang tersebut dipotong oleh PT Warna Warni Maritime,
sehingga perhitungannya sebagai berikut:
1,2% X Rp300.000.000,00 = Rp3.600.000,00.
Kewajiban PT Warna Warni Maritime sebagai pemotong PPh Pasal
15 adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 15 atas pembayaran
jasa penyewaan kapal tersebut sebesar Rp3.600.000,00 dan
memberikan bukti pemotongan tersebut kepada PT Lautan
Indah Maritime;
2. menyetorkan PPh Pasal 15 yang telah dipotong ke Kas Negara
melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk Menteri Keuangan
paling lama tanggal 12 Agustus 2013;
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 96
3. menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 15 Masa Pajak Juli 2013
paling lama tanggal 20 Agustus 2013.
Pembayaran Dana Public Service Obligation (PSO)
PT Samudra Pratama merupakan perusahaan BUMN yang bergerak
dalam usaha jasa penyeberangan (Kapal Ferry) yang banyak
melayani rakyat kecil dengan tarif ditentukan oleh Pemerintah.
Untuk kewajiban penyelenggaraan angkutan penyeberangan
tersebut PT Samudra Pratama memperoleh kompensasi dana Public
Service Obligation (PSO) dari Pemerintah (Ditjen Perhubungan
Laut) yang besarnya adalah selisih antara pendapatan yang
diperoleh berdasarkan tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah, dan
biaya pokok penjualan pelayanan umum bidang angkutan laut
penumpang kelas ekonomi. Untuk tahun 2013 PT Samudra Pratama
mendapatkan dana PSO/dana kompensasi dari pemerintah sebesar
Rp3.500.000.000,00 (tiga milyar lima ratus juta rupiah).
a. Bagaimana pemotongan PPh yang terutang atas pembayaran
PSO?
b. Siapa yang wajib memotong, menyetor dan melaporkan
pemotongan tersebut?
Jawab:
Mengingat besarnya dana PSO yang dibayar oleh Pemerintah
kepada PT Samudra Pratama didasarkan pada selisih harga
tiket kelas ekonomi yang dibayar oleh masyarakat dari harga
ekonomisnya maka pemberian kompensasi dana PSO tersebut pada
dasarnya merupakan subsidi Pemerintah. Dengan demikian, Ditjen
Perhubungan Laut bukan sebagai penyewa kapal, sehingga atas
pembayaran dana PSO yang merupakan subsidi oleh Pemerintah
tersebut tidak dipotong PPh Pasal 15 oleh Ditjen Perhubungan
Laut, melainkan wajib disetor sendiri oleh PT Samudra Pratama
sebesar 1,2% dan bersifat fnal.
Adapun perhitungan PPh Pasal 15 adalah sebagai berikut:
1,2% x Rp3.500.000.000,00 = Rp42.000.000,00.
Kewajban PT Samudra Pratama adalah:
1. menyetor sendiri PPh yang terutang dari penghasilan yang
diperoleh dari Ditjen Perhubungan Laut tersebut sebesar
4 1
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 97
Rp42.000.000,00 paling lama tanggal 15 bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir.
2. menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 15 paling lama 20 hari
setelah Masa Pajak berakhir.
Jasa Pelayaran oleh Perusahaan Pelayaran Luar Negeri
Jasa Pelayaran oleh Perusahaan Pelayaran Luar Negeri yang
Memiliki BUT di Indonesia
PT Kayu Alami adalah perusahaan yang bergerak di bidang
pembuatan mebel. Dalam rangka pengangkutan ekspor mebel
dari Indonesia ke Italia sejak tahun 2010 PT Kayu Alami membuat
kontrak kerja sama transportasi sebesar Rp400.000.000,00 per sekali
angkut dengan perusahaan pelayaran luar negeri yaitu Dewys
Lines Ltd. yang berdomisili di Swiss yang dibuktikan dengan Surat
Keterangan Domisili (SKD). Pada bulan Juli 2013 dilakukan 1 (satu)
kali pengangkutan dan telah dibayar pada tanggal 25 Juli 2013.
Dewys Lines Ltd. sendiri memiliki Bentuk Usaha Tetap di Indonesia
yaitu BUT Dewys Lines (BUT DL).
Bagaimana kewajiban PPh Pasal 15 dari penghasilan yang diperoleh
BUT Dewys Lines tersebut?
Jawab:
Kapal Dewys Lines Ltd.-Swiss yang disewa oleh PT Kayu Alami
beroperasi dalam lalu lintas internasional (international trafc)
sebagaimana dimaksud dalam P3B Indonesia-Swiss, sehingga atas
penghasilan dari persewaan kapal tersebut dapat dikenai pajak
di Indonesia namun tidak melebihi 50 persen dari pajak yang
dikenakan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
PPh .
Mengingat Dewys Lines Ltd. melakukan usaha melalui Bentuk Usaha
Tetap di Indonesia maka atas penghasilan dari pengangkutan orang
dan/atau barang dalam lalu lintas internasional tersebut dipotong
PPh yang bersifat fnal sebesar 50% x 2,64% dari peredaran bruto,
yang dipotong oleh PT Kayu Alami sebagai pihak yang mencarter.
4 2
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 98
Adapun penghitungan PPh-nya adalah sebagai berikut:
50% x 2,64% x Rp400.000.000,00 = Rp5.280.000,00.
Kewajiban PT Kayu Alami sebagai pemotong PPh Pasal 15 atas
penghasilan dari BUT Dewys Lines adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 15 atas pembayaran jasa
penyewaan kapal untuk pengangkutan alat-alat mebel tersebut
sebesar Rp5.280.000,00 dan memberikan bukti pemotongan
tersebut kepada BUT Dewys Lines;
2. menyetorkan PPh Pasal 15 yang telah dipotong ke Kas Negara
melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk Menteri Keuangan
paling lama tanggal 12 Agustus 2013;
3. menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 15 Masa Pajak Juli 2013
paling lama tanggal 20 Agustus 2013.
Jasa Penerbangan oleh Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri
Carter Pesawat oleh Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri
PT Bumi Nusantara menyewa pesawat dari PT Vidi Airlines yang
merupakan perusahaan penerbangan dalam negeri, yang akan
digunakan dalam penerbangan Jakarta-Papua. Dalam perjanjian
sewa/carter tersebut, telah disepakati harga dan cara pembayaran.
Pada tanggal 5 Maret 2013 PT Bumi Nusantara telah membayar
biaya carter sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh atas
transaksi tersebut?
Jawab:
Atas penghasilan yang diperoleh PT Vidi Airlines yaitu carter
pesawat yang akan digunakan untuk penerbangan Jakarta-Papua
merupakan penghasilan berdasarkan perjanjian carter terutang
PPh sebesar 1,8% (satu koma delapan persen) dari peredaran bruto
dan dipotong oleh PT Bumi Nusantara.
Perhitungan PPh-nya menjadi sebagai berikut:
1,8% x Rp500.000.000,00 = Rp9.000.000,00.
4 3
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 99
PPh yang dipotong oleh PT Bumi Nusantara merupakan kredit
pajak bagi PT Vidi Airlines yang dapat dikreditkan terhadap PPh
yang terhutang dalam SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak yang
bersangkutan.
Kewajiban PT Bumi Nusantara sebagai pemotong PPh Pasal 15 atas
sewa pesawat tersebut adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 15 atas pembayaran jasa
penyewaan pesawat sebesar Rp9.000.000,00 dan memberikan
bukti pemotongan kepada PT Vidi Airlines;
2. menyetorkan PPh Pasal 15 yang telah dipotong ke Kas Negara
melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk Menteri Keuangan
paling lama tanggal 10 April 2013.
3. menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 15 Masa Pajak Maret 2013
paling lama tanggal 22 April 2013.
Penghasilan atas Sewa Kapal Tanpa Awak Kepada BUT
PT Cellia Boat Indonesia adalah perusahaan angkutan laut domestik,
yang menerima atau memperoleh penghasilan dari persewaan
kapal tanpa awak (bareboat charter) dengan perusahaan Singapura
yang telah memiliki bentuk usaha tetap di Indonesia yang beroperasi
di perairan domestik untuk mendukung eksplorasi minyak di Laut
Jawa yang dimiliki oleh salah satu perusahaan minyak yakni BUT
Charlie Flare Ltd. Adapun wilayah kerja kapal tersebut mencakup
Pulau Widuri, Pulau Pabelokan yang terletak di Laut Jawa. Harga
sewa yang disepakati adalah Rp250.000.000,00 yang dibayarkan
pada tanggal 9 September 2013.
Bagaimana perlakuan PPh atas transaksi di atas?
Jawab:
Kapal yang disewa oleh BUT Charlie Flare Ltd. sewa beroperasi
semata-mata dalam wilayah Indonesia sehingga tidak tercakup
dalam pengertian lalu lintas internasional (international trafc)
yang diatur dalam Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B)
antara Republik Indonesia dengan Republik Singapura, maka atas
penghasilan dari persewaan kapal tanpa awak (bareboat charter)
termasuk penghasilan atas sewa dan penghasilan lain sehubungan
dengan penggunaan harta yang dikenai pemotongan PPh Pasal 23
4 4
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 100
dengan tarif sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas sewa
dalam hal perjanjian/charter tersebut mensyaratkan bahwa kapal
tersebut hanya dapat digunakan oleh Penyewa selama jangka
waktu yang telah disepakati, PPh yang terutang tersebut dipotong
oleh BUT Charlie Flare Ltd., sehingga perhitungannya sebagai
berikut:
2% X Rp250.000.000,00 = Rp5.000.000.
Kewajiban BUT Charlie Flare Ltd. adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas pembayaran sewa
dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
sebesar Rp5.000.000,00 dan memberikan bukti pemotongan
tersebut kepada PT Cellia Boat Indonesia;
2. menyetorkan PPh Pasal 23 yang telah dipotong ke kas Negara
melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk Menteri Keuangan
paling lama tanggal 10 Oktober 2013;
3. menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23 Masa September 2013
paling lama tanggal 21 Oktober 2013.
Penghasilan atas Sewa Kapal Tanpa Awak Kepada Selain BUT
PT Bahtera Indah Nusantara adalah perusahaan pelayaran dalam
negeri yang mengadakan perjanjian sewa kapal tanpa awak
(bareboat charter) sebesar Rp600.000.000,00 dengan perusahaan
pelayaran luar negeri yaitu Ocean Link Ship Pte. Ltd. yang berdomisili
di Singapura yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Domisili
(SKD). Pada tanggal 27 Mei 2013 PT Bahtera Indah Nusantara telah
membayar biaya sewa kepada Ocean Link Ship Pte. Ltd.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh atas
transaksi tersebut?
Jawab:
Berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara
Indonesia dengan Singapura, atas penghasilan dari persewaan
kapal tanpa awak (bareboat charter) tersebut termasuk dalam
pengertian royalty sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah
bruto, PPh yang terutang dipotong PT Bahtera Indah Nusantara,
sehingga perhitungannya sebagai berikut:
4 5
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 101
15% x Rp600.000.000,00 = Rp90.000.000,00.
Kewajiban PT Bahtera Indah Nusantara adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 26 atas royalty sebesar
Rp90.000.000,00 dan memberikan bukti pemotongan tersebut
kepada Ocean Link Ship Pte. Ltd.;
2. menyetorkan PPh Pasal 26 yang telah dipotong ke kas Negara
melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk Menteri Keuangan
paling lama tanggal 10 Juni 2013;
3. menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 26 Masa Mei 2013 paling
lama tanggal 20 Juni 2013.
Penghasilan atas Sewa Kapal yang Bersandar Dianjungan Lepas
Pantai (drilling rig)
PT Global Sea Transport adalah perusahaan pelayaran dalam negeri
dengan SIUPAL nomor BXXX-120/AL.57 tanggal 25 Januari 2002
yang melakukan usaha jasa pelayaran termasuk jasa penyewaan
kapal. PT Global Sea Transport melakukan kontrak persewaan
kapal dengan PT Tanjung Scorpa Tanker berupa persewaan
kapal penyimpanan minyak mentah sementara yang bersandar
dianjungan lepas pantai (drilling rig) untuk menyimpan batubara
sesuai jangka waktu dalam kontrak. Harga sewa yang disepakati
150.000.000,00 yang dibayarkan tanggal 14 Februari 2013.
Bagaimana perlakuan PPh atas transaksi di atas?
Jawab:
Penghasilan yang diterima atau diperoleh PT Global Sea Transport
dari PT Tanjung Scorpa Tanker dari penyewaan kapal yang
difungsikan sebagai kapal untuk penyimpanan minyak mentah
dalam jangka waktu tertentu dan bersandar di rig tidak termasuk
sebagai penghasilan dari penyewaan kapal yang dilakukan dari:
pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lainya di Indonesia;
pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia;
pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia; dan
pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar
Indonesia.
4 6
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 102
Dengan demikian atas penghasilan tersebut termasuk sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang
dikenai pemotongan PPh Pasal 23 dengan tarif sebesar 2% (dua
persen) dari jumlah bruto, PPh yang terutang dipotong PT Tanjung
Scorpa Tanker, sehingga perhitungannya sebagai berikut:
2% X Rp150.000.000,00 = Rp3.000.000,00.
Kewajiban PT Tanjung Scorpa Tanker adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas pembayaran sewa
dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
sebesar Rp3.000.000,00 dan memberikan bukti pemotongan
tersebut kepada PT Global Sea Transport;
2. menyetorkan PPh Pasal 23 yang telah dipotong ke kas Negara
melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk Menteri Keuangan
paling lama tanggal 11 Maret 2013;
3. menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23 Masa Februari 2013
paling lama tanggal 20 Maret 2013.
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 103
PPh PASAL 21/26
Pegawai Ekspatriat yang Berstatus Wajib Pajak Luar Negeri
Pegawai Ekspatriat yang Berada di Indonesia Kurang dari Time
Test
Pada tanggal 1 Maret 2013, Mr. Francois Dugarry (seorang warga
negara Perancis dan belum mempunyai NPWP), ditunjuk sebagai
presiden direktur PT MNX, Tbk. (sebuah perusahaan multi nasional
di Indonesia yang bergerak di bidang consumer goods) dengan
gaji sebesar US$7,000.00 per bulan.
Mr. Francois Dugarry masih menjabat sebagai anggota direksi di
perusahaan induk yang ada di Perancis, sehingga tidak menetap di
Indonesia dan hanya datang ke Indonesia untuk supervisi maupun
rapat dengan jajaran direksi lainnya.
Berdasarkan data dari kantor imigrasi, selama tahun 2013 Mr.
Francois Dugarry berada di Indonesia selama 84 hari. Gaji Mr.
Francois Dugarry dibayarkan setiap tanggal 1 bulan berikutnya
dengan nilai kurs dollar mengacu pada kurs berdasarkan Keputusan
Menteri Keuangan yang berlaku.
Bagaimana kewajiban pemotongan PPh yang harus dilakukan PT
MNX, Tbk. atas gaji bulan Maret 2013 yang dibayarkan pada tanggal
1 April 2013?
Jawab:
Mr. Francois Dugarry merupakan subjek pajak luar negeri karena
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari selama tahun 2013.
Ketentuan Pasal 26 UU PPh mengatur tentang pemotongan atas
penghasilan yang bersumber di Indonesia yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.
Menurut ketentuan dalam Pasal 26 ayat (1) UU PPh, atas imbalan
sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan yang diterima
subjek pajak dalam negeri dipotong pajak sebesar 20% dari jumlah
bruto.
Dalam hal antara Indonesia dengan negara lain mempunyai tax
treaty atau Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B), maka
ketentuan perpajakan yang terkait dengan subjek pajak luar negeri
4 7
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 104
harus merujuk pada ketentuan dalam P3B sebagai lex specialis.
Mengingat Indonesia dan Perancis mempunyai P3B, maka
ketentuan pemajakan atas Mr. Francois Dugarry tersebut
mengacu pada P3B tersebut. Dalam P3B antara Indonesia dan
Perancis terdapat ketentuan yang mengatur bahwa pendapatan
selaku pengurus atau komisaris serta pembayaran-pembayaran
sejenis yang diperoleh penduduk salah satu Negara pihak pada
Persetujuan dalam kedudukannya sebagai anggota pengurus atau
anggota dewan komisaris atau bentuk pengurusan yang serupa
dari suatu badan yang berkedudukan di Negara pihak lainnya pada
Persetujuan dapat dikenakan pajak di Negara lainnya itu.
Dari ketentuan yang tertuang dalam P3B Indonesia-Perancis
tersebut dapat disimpulkan bahwa gaji direktur sehubungan
dengan pekerjaan yang diterima dari perusahaan yang ada di
Indonesia dikenai pajak di Indonesia. Sehingga atas gaji yang
dibayarkan oleh PT MNX, Tbk. kepada Mr. Francois Dugarry sebagai
subjek pajak luar negeri dikenai pemotongan PPh Pasal 26 sebesar
20% dari jumlah bruto dan bersifat fnal.
Nilai kurs dollar terhadap rupiah sebagai dasar pelunasan PPh yang
berlaku untuk tanggal 27 Maret 2013 sampai dengan 2 April 2013
sesuai Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
17/KM.11/2013 adalah Rp9.748,00.
Penghitungan PPh Pasal 26 atas gaji yang dibayar kepada Mr.
Francois Dugarry:
20% x US$7.000 x Rp9.748,00= Rp13.647.200,00
Kewajiban PT MNX, Tbk. sebagai Pemotong PPh Pasal 26 adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 26 sebesar Rp13.647.200,00
dan memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 26 kepada Mr.
Francois Dugarry;
2. melakukan penyetoran atas pemotongan PPh Pasal 26 tersebut
paling lambat tanggal 10 Mei 2013;
3. melaporkan pemotongan PPh Pasal 26 atas pembayaran gaji
tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 21/26 masa pajak April 2013
paling lambat tanggal 20 Mei 2013.
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 105
Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua,
dan Jaminan Hari Tua
Uang Pesangon yang Dibayarkan Secara Sekaligus
Rizaldi dan Sofyan Maliki merupakan pegawai PT Sabar Abadi. Pada
akhir tahun 2012, perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan
melakukan pengurangan pegawai. Pada 15 Januari 2013, Rizaldi
dan Sofyan Maliki terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh
PT Sabar Abadi. Kedua pegawai tersebut berhak mendapatkan
uang pesangon sesuai dengan masa kerja masing-masing.
Rizaldi memperoleh uang pesangon sebesar Rp40.000.000,00,
sedangkan Sofyan Maliki menerima uang pesangon sebesar
Rp300.000.000,00. Pesangon tersebut dibayarkan secara sekaligus
kepada Rizaldi dan Sofyan Maliki pada 15 Januari 2013.
Bagaimana kewajiban pemotongan/pemungutan PPh atas
pembayaran uang pesangon tersebut?
Jawab:
Uang pesangon merupakan penghasilan yang diterima pegawai
sehubungan dengan berakhirnya masa kerja atau terjadi
pemutusan hubungan kerja termasuk uang penghargaan masa
kerja dan uang penggantian hak (antara lain cuti tahunan yang
belum diambil). Atas penghasilan berupa uang pesangon yang
dibayarkan sekaligus tersebut dikenai pemotongan PPh Pasal 21
yang bersifat fnal.
Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang atas Uang Pesangon
yang dibayarkan sekaligus yang diterima Rizaldi:
0% x Rp 40.000.000,00 = Rp 0,00
Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang atas Uang Pesangon
yang dibayarkan sekaligus yang diterima Sofyan Maliki :
0% x Rp 50.000.000,00 = Rp 0,00
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp 200.000.000,00 = Rp 30.000.000,00 (+)
Rp 32.500.000,00
4 8
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 106
Kewajiban PT Sabar Abadi atas pembayaran uang pesangon yang
dibayarkan sekaligus tersebut:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas pembayaran
uang pesangon yang dibayarkan sekaligus tersebut sebesar
Rp32.500.000,00 dan memberikan bukti pemotongan PPh Pasal
21 (fnal) atas uang pesangon kepada Rizaldi meskipun dikenai
tarif pemotongan 0% serta kepada Sofyan Maliki;
2. menyetorkan ke kas negara paling lambat tanggal 11 Februari
2013;
3. melaporkan pemotongan PPh Pasal 21 tersebut dalam SPT Masa
PPh Pasal 21 Masa Pajak Januari 2013 paling lambat tanggal 20
Februari 2013.
Uang Pesangon yang Dibayarkan Secara Bertahap
Tjahyo Sumargo telah bekerja sejak tahun 1981 sebagai pegawai
tetap pada PT Pasifk Jaya. Pada bulan Januari 2013, Tjahyo Sumargo
terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Ia berhak menerima
pembayaran Uang Pesangon sebesar Rp600.000.000,00 yang
dibayarkan secara bertahap oleh PT Pasifk Jaya dengan jadwal
pembayaran sebagai berikut:
Bulan Januari 2013 Rp 240.000.000,00
Bulan Januari 2014 Rp 120.000.000,00
Bulan Juli 2014 Rp 120.000.000,00
Bulan Januari 2015 Rp 120.000.000,00
Bagamana kewajiban pemotongan PPh atas uang pesangon yang
diterima oleh Tjahyo Sumargo?
Jawab:
Uang Pesangon adalah penghasilan yang dibayarkan oleh
pemberi kerja kepada pegawai, dengan nama dan dalam bentuk
apapun, sehubungan dengan berakhirnya masa kerja atau terjadi
pemutusan hubungan kerja, termasuk uang penghargaan masa
kerja dan uang penggantian hak.
Penghasilan berupa Uang Pesangon dianggap dibayarkan sekaligus
dalam hal sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam
4 9
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 107
jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender.
Uang pesangon yang dibayarkan sekaligus dikenai pemotongan
PPh Pasal 21 yang bersifat fnal.
Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pesangon yang diterima
Tjahyo Sumargo:
Bulan Januari 2013 :
0% x Rp 50.000.000,00 =Rp 0,00
5% x Rp 50.000.000,00 =Rp 2.500.000,00
15% x Rp 140.000.000,00 =Rp 21.000.000,00 (+)
Rp 23.500.000,00
Bulan Januari 2014 :
15% x Rp120.000.000,00 =Rp 18.000.000,00
Bulan Juli 2014 :
15% x Rp120.000.000,00 =Rp 18.000.000,00
Bulan Januari 2015 :
Oleh karena pembayaran Uang Pesangon sudah melebihi
2 (dua) tahun kalender maka tarif PPh Pasal 21 untuk Uang
Pesangon yang dibayarkan pada bulan Januari 2015 adalah Tarif
Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh. PPh Pasal 21 yang
dipotong tersebut tidak bersifat fnal dan dapat diperhitungkan
sebagai kredit pajak.
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Bulan Januari 2015 :
5% x Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp 70.000.000,00 = Rp 10.500.000,00 (+)
Jumlah = Rp 13.000.000,00
Kewajiban PT Pasifk Jaya atas pembayaran uang pesangon
tersebut:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas pembayaran uang
pesangon sebagai berikut :
Bulan Januari 2013 sebesar Rp23.500.000,00;
Bulan Januari 2014 sebesar Rp18.000.000,00;
Bulan Juli 2014 sebesar Rp18.000.000,00;
Bulan Januari 2015 sebesar Rp13.000.000,00;
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 108
2. memberikan Bukti Pemotongan atas uang pesangon kepada
Tjahyo Sumargo setiap kali melakukan pembayaran uang
pesangon, sebagai berikut;
Bukti Pemotongan PPh Pasal 21(Final) atas pembayaran
uang pesangon Bulan Januari 2013 sebesar Rp23.500.000,00;
Bukti Pemotongan PPh Pasal 21(Final) atas pembayaran
uang pesangon Bulan Januari 2014 sebesar Rp18.000.000,00;
Bukti Pemotongan PPh Pasal 21(Final) atas pembayaran
uang pesangon Bulan Juli 2014 sebesar Rp18.000.000,00;
Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 atas
pembayaran uang pesangon Bulan Januari 2015 sebesar
Rp13.000.000,00;
3. menyetorkan PPh Pasal 21 yang telah dipotong sebagai berikut :
Bulan Januari 2013, paling lambat tanggal 10 Februari 2013;
Bulan Januari 2014 paling lambat tanggal 11 Februari 2014;
Bulan Juli 2014 paling lambat tanggal 12 Agustus 2014;
Bulan Januari 2015 paling lambat tanggal 10 Februari 2015;
4. melaporkan pemotongan PPh Pasal 21 tesebut dalam SPT Masa
PPh Pasal 21:
Masa Pajak Januari 2013 paling lambat tanggal 20 Februari
2013;
Masa Pajak Januari 2014 paling lambat tanggal 20 Februari
2014;
Masa Pajak Juli 2014 paling lambat tanggal 20 Agustus 2014;
Masa Pajak Januari 2015 paling lambat tanggal 20 Februari
2015.
Uang Pesangon yang Dialihkan Kepada Pihak Ketiga
Wahyudi Nugroho merupakan pegawai tetap di PT Redjo Mulyo
sejak tahun 1989. PT Redjo Mulyo pada tanggal 8 Juli 2013
mengalihkan uang pesangon yang menjadi hak Wahyudi Nugroho
sebesar Rp 500.000.000,00 secara sekaligus kepada Yayasan Dana
Tabungan dan Pesangon Tenaga Kerja Redjo Mulyo.
Bagaimana kewajiban pemotongan/pemungutan PPh PT Redjo
5 0
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 109
Mulyo terkait dengan pengalihan uang pesangon secara sekaligus
kepada Yayasan Dana Tabungan dan Pesangon Tenaga Kerja Redjo
Mulyo?
Jawab:
Apabila pemberi kerja mengalihkan Uang Pesangon secara
sekaligus kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja, maka
Pegawai dianggap telah menerima hak atas Uang Pesangon. Atas
pengalihan Uang Pesangon kepada Pengelola Dana Pesangon
Tenaga Kerja melalui pembayaran secara sekaligus tersebut,
terutang PPh Pasal 21 yang bersifat fnal.
Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang atas Uang Pesangon
adalah :
0% x Rp 50.000.000,00 =Rp 0,00
5% x Rp 50.000.000,00 =Rp 2.500.000,00
15% x Rp 400.000.000,00 =Rp 60.000.000,00 (+)
Rp 62.500.000,00
Kewajiban PT Redjo Mulyo atas pembayaran uang pesangon
tersebut:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 21 atas pembayaran uang
pesangon tersebut sebesar Rp 62.500.000,00 dan memberikan
Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 (Final) kepada Wahyudi
Nugroho pada saat pengalihan uang pesangon secara sekaligus
kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja;
2. menyetorkan ke kas negara paling lambat tanggal 12 Agustus
2013;
3. melaporkan pemotongan PPh Pasal 21 tesebut dalam SPT Masa
PPh Pasal 21 Masa Pajak Juli 2013 paling lambat tanggal 20
Agustus 2013.
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 110
Hadiah dan Penghargaan
Hadiah Kuis
Sebuah stasiun televisi swasta nasional Gemilang TV yang dimiliki
oleh PT Gemilang Corp menyelenggarakan kuis berhadiah Jadi
Milyarder, sebuah kuis yang menuntut pesertanya memiliki
wawasan yang luas seputar pengetahuan umum. Sebagai
pemenang pada episode pertama pada 16 Juli 2013 adalah Rina
Mulyani yang meraih uang sebesar Rp185.000.000,00 dan sepeda
motor senilai Rp15.000.000,00 (sesuai dengan harga pasar). Rina
Mulyani belum memiliki NPWP.
Bagaimana kewajiban pemotongan/pemungutan PPh atas
pemberian hadiah tersebut?
Jawab:
Hadiah yang diterima oleh Rina Mulyani merupakan objek PPh
Pasal 21 yang wajib dilakukan pemotongan/ pemungutan PPh
Pasal 21 oleh penyelenggara kegiatan.
Nilai nominal hadiah uang Rp 185.000.000,00
Nilai pasar sepeda motor Rp 15.000.000,00 (+)
Nilai total hadiah yang diterima Rp 200.000.000,00
PPh Pasal 21 atas hadiah yang diterima peserta kuis berhadiah
adalah jumlah penghasilan bruto dikalikan tarif Pasal 17 ayat (1)
huruf a Undang-Undang PPh untuk setiap kali pembayaran bersifat
utuh dan tidak dipecah. Mengingat Rina Mulyani belum memiliki
NPWP, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah
sebesar:
6% x Rp50.000.000,00 = Rp 3.000.000,00
18% x Rp150.000.000,00 = Rp 27.000.000,00 (+)
Rp 30.000.000,00
Kewajiban yang dilakukan PT Gemilang Corp selaku penyelenggara
kegiatan:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 21 sebesar Rp30.000.000,00
dan memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 kepada Rina
5 1
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 111
Mulyani;
2. menyetorkan ke kas Negara paling lambat tanggal 12 Agustus
2013;
3. melaporkan pemotongan PPh Pasal 21 tersebut dalam SPT
Masa PPh Pasal 21 Masa Pajak Juli 2013 paling lambat tanggal
20 Agustus 2013.
Hadiah Kejuaraan Olahraga
PT Yummy Food yang merupakan perusahaan industri makanan
ringan menyelenggarakan Kejuaraan Nasional Bulutangkis 2012.
Juara tunggal putri pada fnal yang dilaksanakan tanggal 20
Desember 2012 adalah Dewi Arianti yang telah memiliki NPWP,
perwakilan dari Provinsi Banten dengan hadiah berupa uang tunai
sebesar Rp100.000.000,00.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh atas
transaksi tersebut?
Jawab:
Hadiah yang diterima oleh Dewi Arianti dari PT Yummy Food
merupakan penghasilan yang diterima sehubungan dengan
keikutsertaan sebagai peserta perlombaan, sehingga atas hadiah
tersebut wajib dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21
oleh PT Yummy Food selaku penyelenggara kegiatan.
Penghitungan PPh Pasal 21 yang wajib dipotong oleh PT Yummy
Food adalah:
5% x Rp50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15% x Rp50.000.000,00 = Rp 7.500.000,00 (+) Rp
10.000.000,00
Kewajiban yang dilakukan PT Yummy Food selaku penyelenggara
kegiatan:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 21 sebesar Rp10.000.000,00
dan memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 kepada Dewi
Arianti;
2. menyetorkan ke kas Negara paling lambat tanggal 10 Januari
2013;
5 2
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 112
3. melaporkan pemotongan PPh Pasal 21 tersebut dalam SPT
Masa PPh Pasal 21 Masa Pajak Desember 2012 paling lambat 21
Januari 2013.
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 113
PPh PASAL 22
Pedagang Pengumpul
Pembelian dari Pedagang Pengumpul dan Bukan Pedagang
Pengumpul
PT Rubber Jaya yang bergerak dalam bidang ekportir karet,
melakukan transaksi sebagai berikut:
tanggal 8 Februari 2013 membeli bahan olah karet dari PT
Perkebunan Nusantara yang menjual bahan olah karet hasil
perkebunan sendiri senilai Rp600.000.000,00; dan
tanggal 18 Februari 2013 membeli bahan olah karet dari Tuan
Eko, seorang pedagang besar yang membeli hasil karet dari
petani karet di sekitar daerahnya, senilai Rp100.000.000,00.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan terkait
transaksi tersebut?
Jawab:
Badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor
kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan
sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk
keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
Pedagang pengumpul adalah badan atau orang pribadi yang
kegiatan usahanya mengumpulkan hasil kehutanan, perkebunan,
pertanian, peternakan, dan perikanan dan menjual hasil-hasil
tersebut kepada badan usaha industri dan/atau eksportir yang
bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian,
peternakan, dan perikanan.
PT Rubber Jaya melakukan pemungutan PPh Pasal 22 hanya atas
transaksi dengan Tuan Eko karena PT Perkebunan Nusantara tidak
termasuk dalam pengertian pedagang pengumpul.
PPh Pasal 22 yang harus dipungut oleh PT Rubber Jaya adalah:
0,25% x Rp100.000.000,00 = Rp250.000,00
5 3
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 114
Kewajiban PT Rubber Jaya :
1. memungut PPh Pasal 22 sebesar Rp250.000,00 pada saat
pembelian yaitu tanggal 18 Februari 2013 dan membuat bukti
pemungutan PPh Pasal 22;
2. menyetor PPh Pasal 22 yang telah dipungut atas pembelian
dari pedagang pengumpul selama bulan Februari 2013 paling
lambat tanggal 11 Maret 2013;
3. melaporkan pemungutan PPh Pasal 22 tersebut menggunakan
SPT Masa PPh Pasal 22 masa pajak Februari 2013 paling lambat
tanggal 20 Maret 2013.
Impor
PT Aviasi Tetuko yang merupakan Perusahaan Angkutan Udara
Niaga Nasional pada bulan Juni 2013 melakukan impor peralatan
simulasi penerbangan pesawat terbarunya untuk keperluan para
pilotnya. Nilai impor (termasuk Bea Masuk dan pungutan pabean
lainnya) peralatan simulasi tersebut sebesar Rp1.200.000.000,00. PT
Aviasi Tetuko telah memiliki Angka Pengenal Impor (API).
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait
transaksi tersebut?
Jawab:
Setiap impor dikenai pemungutan PPh Pasal 22, namun terdapat
19 kelompok barang yang atas impornya dikecualikan dari
pemungutan PPh Pasal 22 karena dibebaskan atas pengenaan
Bea Masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai. Pengecualian
pemungutan PPh Pasal 22 untuk 19 kelompok barang tersebut
tidak memerlukan Surat Keterangan Bebas dari Direktorat Jenderal
Pajak.
Peralatan simulasi penerbangan yang diimpor oleh PT Aviasi Tetuko
tidak termasuk dalam 19 kelompok barang yang atas impornya
dibebaskan dari pungutan PPh Pasal 22 impor sehingga PT Aviasi
Tetuko dikenai pemungutan PPh Pasal 22 impor. PPh Pasal 22
impor disetor sendiri oleh PT Aviasi Tetuko sebesar 2,5% dari nilai
impor yaitu nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan
Bea Masuk ditambah Bea Masuk dan pungutan pabean lainnya.
5 4
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 115
Dengan demikian, PPh Pasal 22 yang wajib disetor oleh PT Aviasi
Tetuko adalah:
2,5% x Rp1.200.000.000,00 = Rp30.000.000,00.
Kewajiban PT Aviasi Tetuko:
1. menyetor PPh Pasal 22 sebesar Rp30.000.000,00 bersamaan
dengan saat pembayaran Bea Masuk;
2. SSP/SSPCP penyetoran PPh Pasal 22 impor tersebut berfungsi
sebagai bukti pemungutan PPh Pasal 22 impor bagi PT Aviasi
Tetuko.
Pengecualian Pengenaan PPh Pasal 22 Impor
PT Aviasi Tetuko juga melakukan impor pesawat terbang terbaru
yang akan digunakan sendiri untuk melayani pengangkutan
penumpang rute domestik.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait
transaksi tersebut?
Jawab:
Sebagaimana dijelaskan dalam Bab I, pesawat udara yang diimpor
dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional
dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22. Dengan demikian atas
impor pesawat yang akan digunakan oleh PT Aviasi Tetuko tidak
dipungut PPh Pasal 22.
Pengecualian pemungutan PPh Pasal 22 tersebut tidak memerlukan
Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 dari Direktorat Jenderal
Pajak, teknis pelaksanaan ketentuan pengecualian dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Barang Bawaan Penumpang
Bulan Juli 2013, Tuan Bram Kembara kembali ke Indonesia setelah
selama satu bulan berada di Korea dalam rangka tugas dari
perusahaan. Saat pulang ke Indonesia, Tuan Bram membawa
sebuah jam tangan senilai US$ 200 yang dibeli di Korea.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait
transaksi tersebut?
5 5
5 6
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 116
Jawab:
Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas
batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan kepabeanan, termasuk
dalam kelompok barang yang atas impornya dikecualikan dari
pemungutan PPh Pasal 22. Ketentuan ini dikaitkan dengan
ketentuan pembebasan bea masuk atas impor barang tersebut.
Ketentuan pengecualian ini dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai.
Berdasarkan ketentuan kepabeanan, sejak 1 Januari 2011 batas
nilai barang bawaan penumpang yang tidak dikenakan bea masuk
adalah US $250. Karena barang bawaan Tuan Bram Kembara dari
Korea masih berada di bawah batas nilai pembebasan bea masuk,
maka atas impor tersebut tidak dipungut PPh Pasal 22 impor.
Impor oleh K3S
Minjak Boemi, Sdn. Bhd. merupakan perusahaan pengeboran
minyak bumi yang terikat Kontrak Kerja Sama dengan Pemerintah
Indonesia. Untuk keperluan kegiatan pengeboran minyak di laut
lepas utara pulau Jawa, pada tanggal 3 Desember 2013 Minjak
Boemi, Sdn. Bhd. melakukan impor mesin pengeboran minyak dari
Jerman dengan nilai sebesar US$20.000.000.
Bagaimana perlakuan PPh atas kegiatan impor yang dilakukan oleh
Minjak Boemi, Sdn.Bhd. Tersebut?
Jawab:
Atas setiap kegiatan impor barang wajib dipungut PPh Pasal 22.
Namun demikan dalam ketentuan mengenai pemungutan PPh
Pasal 22 impor diatur bahwa atas impor barang-barang tertentu
dapat dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 impor.
Impor barang untuk kegiatan hulu minyak dan gas bumi yang
importasinya dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama
merupakan salah satu impor barang yang dikecualikan dari
pemungutan PPh Pasal 22.
5 7
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 117
Dengan demikian atas impor mesin pengeboran minyak
yang dilakukan oleh Minjak Boemi, Sdn.Bhd. dikecualikan dari
pemungutan PPh Pasal 22. Pengecualian dari pemungutan PPh
Pasal 22 tersebut dilakukan tanpa Surat Keterangan Bebas PPh
Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Penjualan BBM, BBG, dan Pelumas
Penjualan BBM, BBG, dan Pelumas
PT Petro Industri, bergerak dalam bidang perdagangan umum
berupa penjualan bahan bakar minyak (BBM) dan bahan bakar gas,
sejak tahun 2009 resmi menjadi penyalur BBM non SPBU Pertamina.
Selama bulan Juli 2013 melakukan transaksi sebagai berikut:
tanggal 4 Juli 2013 membeli BBM Pertamina senilai
Rp300.000.000,00. (Surat Perintah Pengeluaran Barang atau
delivery order tanggal 4 Juli 2013);
tanggal 5 Juli 2013 mengimpor BBM senilai Rp200.000.000,00;
tanggal 11 Juli 2013 menjual BBM yang dibeli dari Pertamina
kepada PT Fosil Fuel senilai Rp60.000.000,00 (delivery order
tanggal 12 Juli 2013);
tanggal 12 Juli 2013 menjual BBM yang berasal dari impor
sendiri kepada PT Daya Motor, perusahaan otomotif, senilai
Rp25.000.000,00 (delivery order tanggal 12 Juli 2013).
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait
transaksi tersebut?
Jawab:
Produsen atau importir BBM, bahan bakar gas, dan pelumas sebagai
pemungut PPh Pasal 22 atas penjualan BBM, bahan bakar gas,
dan pelumas. Apabila penjualan dilakukan kepada agen/penyalur
maka pemungutan PPh Pasal 22 tersebut bersifat fnal sedangkan
apabila penjualan dilakukan kepada selain agen/penyalur maka
pemungutan PPh Pasal 22 bersifat tidak fnal.
PT Petro Industri tidak memungut PPh Pasal 22 atas penjualan
BBM kepada PT Fosil Fuel karena dalam transaksi ini PT Petro
5 8
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 118
Industri bukan bertindak sebagai produsen atau importir BBM
yang dijual. Sebaliknya, PT Petro Industri pada saat membeli BBM
dari Pertamina dipungut PPh Pasal 22 oleh Pertamina sebesar
Rp900.000,00 (0,3% x Rp300.000.000,00). PPh Pasal 22 tersebut
bersifat fnal karena PT Petro Industri adalah penyalur. PPh Pasal
22 dipungut oleh Pertamina menggunakan bukti pemungutan
pada tanggal 4 Juli 2013 yaitu pada saat penerbitan delivery
order.
PT Petro Industri sebagai importir BBM memungut PPh Pasal 22
atas penjualan BBM kepada PT Daya Motor sebesar:
0,3% x Rp25.000.000,00 = Rp75.000,00
Kewajiban oleh PT Petro Industri dalam melakukan pemungutan
PPh Pasal 22 atas penjualan BBM adalah:
1. memungut PPh Pasal 22 sebesar Rp75.000,00 pada saat
penerbitan delivery order yaitu tanggal 12 Juli 2013 dan
membuat bukti pemungutan PPh Pasal 22;
2. menyetor PPh Pasal 22 yang telah dipungut atas penjualan BBM
selama bulan Juli 2013 paling lambat 12 Agustus 2013;
3. melaporkan PPh Pasal 22 menggunakan SPT Masa PPh Pasal 22
masa pajak Juli 2013 paling lambat tanggal 20 Agustus 2013.
Penjualan Hasil Produksi oleh Industri Tertentu
Penjualan Baja
PT Metal Solid adalah perusahaan yang memproduksi baja baik
dalam bentuk produk hulu maupun hilir. Pada tanggal 27 Juni 2013,
PT Metal Solid menjual tiang baja kepada PT Karya Konstruktindo
dalam rangka pembangunan jembatan antar pulau di Kepulauan
Riau senilai Rp30.000.000.000,00.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait
transaksi tersebut?
Jawab:
Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen,
industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, dan industri
5 9
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 119
farmasi, wajib memungut PPh Pasal 22 atas penjualan hasil
produksinya kepada distributor di dalam negeri.
Distributor adalah pedagang, yang meliputi badan atau orang
pribadi yang melakukan pembelian dari produsen secara langsung
untuk dijual dan/atau dipasarkan kembali.
PT Metal Solid memungut PPh Pasal 22 atas penjualan baja tersebut
sebesar:
0,3% x Rp30.000.000.000,00 = Rp90.000.000,00.
Kewajiban Metal Solid dalam melakukan pemungutan PPh Pasal 22
adalah:
1. memungut PPh Pasal 22 sebesar Rp90.000.000,00 pada saat
penjualan yaitu tanggal 27 Juni 2013 dan membuat bukti
pemungutan PPh Pasal 22;
2. menyetor PPh Pasal 22 yang telah dipungut atas penjualan baja
selama bulan Juni 2013 paling lambat 10 Juli 2013;
3. melaporkan PPh Pasal 22 menggunakan SPT Masa PPh Pasal 22
masa pajak Juni 2013 paling lambat tanggal 22 Juli 2013.
Penjualan Semen
PT Semen Lekat Kuat merupakan industri semen dengan merek
dagang Semen Kuat yang mulai beroperasi melakukan penjualan
sejak tanggal 16 Oktober 2013. PT Semen Edar Indonesia merupakan
distributor penjualan semen produksi PT Semen Lekat Kuat untuk
wilayah Kalimantan. Pada tanggal 21 Oktober 2013 PT Semen Lekat
Kuat menjual semen kepada PT Semen Edar Indonesia sebesar
Rp2.400.000.000,00 tidak termasuk PPN.
Bagaimana perlakuan PPh atas penjualan semen oleh PT Semen
Lekat Kuat tersebut?
6 0
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 120
Jawab:
Industri semen ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas
penjualan semen kepada distributor di dalam negeri dengan tarif
sebesar 0,25% dari Dasar Pengenaan PPN.
Berdasarkan ketentuan yang mengatur mengenai pemungutan
PPh Pasal 22, terhitung sejak tanggal 24 Februari 2013 penunjukan
pemungut PPh Pasal 22 dilakukan secara otomatis tanpa Surat
Keputusan dari Kepala KPP tempat Wajib Pajak pemungut terdaftar.
Dengan demikian atas penjualan semen dari PT Semen Lekat Kuat
kepada PT Semen Edar Indonesia wajib dipungut PPh Pasal 22.
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh PT Semen Lekat
Kuat adalah:
0,25% x Rp2.400.000.000,00 = Rp6.000.000,00
1. Kewajiban PT Semen Lekat Kuat sebagai pemungut PPh Pasal
22 adalah:
2. melakukan pemungutan PPh Pasal 22 atas penjualan semen
sebesar Rp6.000.000,00 serta memberikan Bukti Pemungutan
PPh Pasal 22 kepada PT Semen Edar Indonesia;
3. melakukan penyetoran PPh Pasal 22 tersebut paling lambat
tanggal 11 November 2013;
4. melaporkan pemungutan PPh Pasal 22 atas transaksi tersebut
dalam SPT Masa PPh Pasal 22 Masa Pajak Oktober 2013 paling
lambat tanggal 20 November 2013.
Penjualan Farmasi
PT Obat Waras merupakan perusahaan farmasi yang mempunyai
pangsa pasar terbesar di Indonesia. PT Obat Waras mempunyai
beberapa distributor yang tersebar di seluruh Indonesia, salah
satunya adalah PT Dagang Ob-Hat Utama. Pada tanggal 5 September
2013 PT Obat Waras menjual obat hasil produksinya kepada PT
Dagang Ob-Hat Utama dengan nilai sebesar Rp1.000.000.000,00
tidak termasuk PPN.
Bagaimana perlakuan PPh atas transaksi penjualan obat tersebut?
6 1
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 121
Jawab:
Industri farmasi ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas
penjualan obat kepada distributor di dalam negeri dengan tarif
sebesar 0,3% dari Dasar Pengenaan PPN.
Berdasarkan ketentuan yang mengatur mengenai pemungutan
PPh Pasal 22, terhitung sejak tanggal 24 Februari 2013 penunjukan
pemungut PPh Pasal 22 dilakukan secara otomatis tanpa Surat
Keputusan dari Kepala KPP tempat Wajib Pajak pemungut terdaftar.
Dengan demikian atas penjualan obat dari PT Obat Waras kepada
PT Dagang Ob-Hat Utama wajib dipungut PPh Pasal 22.
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh PT Obat Waras
adalah:
0,3% x Rp1.000.000.000,00 = Rp3.000.000,00
1. Kewajiban PT Obat Waras sebagai pemungut PPh Pasal 22
adalah:
2. melakukan pemungutan PPh Pasal 22 atas penjualan obat
sebesar Rp3.000.000,00 serta memberikan Bukti Pemungutan
PPh Pasal 22 kepada PT Dagang Ob-Hat Utama;
3. melakukan penyetoran PPh Pasal 22 tersebut paling lambat
tanggal 10 Oktober 2013;
4. melaporkan pemungutan PPh Pasal 22 atas transaksi tersebut
dalam SPT Masa PPh Pasal 22 Masa Pajak September 2013 paling
lambat tanggal 21 Oktober 2013.
Pembelian Barang oleh BUMN tertentu
PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk. melakukan pembelian perangkat
komputer kepada PT Computa Technologies pada tanggal 13
November 2013 dengan nilai Rp660.000.000,00 termasuk PPN.
Bagaimana perlakuan PPh atas transaksi tersebut?
Jawab:
BUMN yang bergerak dalam bidang-bidang tertentu ditunjuk
sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas pembelian barang dan/atau
6 2
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 122
bahan untuk keperluan usahanya dengan tarif sebesar 1,5% dari
pembelian tidak termasuk PPN. Pembelian yang dipungut PPh
Pasal 22 adalah pembelian dengan nilai di atas Rp10.000.000,00.
PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk. merupakan salah satu BUMN
yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas pembelian
barang dan/atau bahan untuk keperluan usahanya.
Dengan demikian atas pembelian perangkat komputer dari PT
Computa Technologies wajib dipungut PPh Pasal 22.
Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut oleh PT Garuda
Indonesia (Persero), Tbk. adalah:
1,5% x (100/110 x Rp660.000.000,00) = Rp9.000.000,00
Kewajiban PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk. sebagai pemungut
PPh Pasal 22 adalah:
1. melakukan pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian perangkat
komputer sebesar Rp9.000.000,00 serta memberikan Bukti
Pemungutan PPh Pasal 22 kepada PT Computa Technologies;
2. melakukan penyetoran PPh Pasal 22 tersebut paling lambat
tanggal 10 Desember 2013;
3. melaporkan pemungutan PPh Pasal 22 atas transaksi tersebut
dalam SPT Masa PPh Pasal 22 Masa Pajak November 2013 paling
lambat tanggal 20 Desember 2013.
Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah
Penjualan Apartemen Sangat Mewah
PT Ageng Padajaya adalah perusahaan pengembang properti.
Pada tanggal 23 Mei 2013 PT Ageng Padajaya menjual satu unit
apartemen senilai Rp10.500.000.000,00 (tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah) kepada
Tuan Nafs.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait
transaksi tersebut?
6 3
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 123
Jawab:
Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang
tergolong sangat mewah antara lain apartemen, kondominium,
dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari
Rp10.000.000.000,00 dan/atau luas bangunan lebih dari 400m2
(empat ratus meter persegi), wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar
5% dari harga jual tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
PT Ageng Padajaya memungut PPh Pasal 22 atas penjualan
apartemen tersebut sebesar:
5% x Rp10.500.000.000,00 = Rp525.000.000,00.
Kewajiban PT Ageng Padajaya dalam melakukan pemungutan PPh
Pasal 22 adalah:
1. memungut PPh Pasal 22 sebesar Rp525.000.000,00 pada saat
penjualan yaitu tanggal 23 Mei 2013 dan membuat bukti
pemungutan PPh Pasal 22;
2. menyetor PPh Pasal 22 yang telah dipungut atas penjualan
apartemen sangat mewah selama bulan Mei 2013 paling lambat
10 Juni 2013;
3. melaporkan PPh Pasal 22 menggunakan SPT Masa PPh Pasal 22
masa pajak Mei 2013 paling lambat tanggal 20 Juni 2013.
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 124
PPh PASAL 23/26
Jenis Jasa Lain
Jasa Kepelabuhanan
PT Tujuh Samudra merupakan perusahaan dalam negeri yang
bergerak dalam bidang pelayaran. Pada tanggal 9 September 2013
mengadakan perjanjian kerja sama dengan PT Pelabuhan Dunia
yang merupakan penyelenggara pelabuhan untuk memberikan
jasa bongkar muat barang, penimbunan barang dan terminal peti
kemas dengan nilai kontrak sebesar Rp20.000.000,00 yang dibayar
pada tanggal 12 September 2013.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait
transaksi tersebut?
Jawab:
Jasa bongkar muat barang, penimbunan barang dan terminal
peti kemas merupakan bagian dari jasa kepelabuhanan. Dalam
pengertian Jasa kepelabuhanan diantaranya mencakup hal-hal
sebagai berikut:
1. penyediaan kolam pelabuhan dan perairan untuk lalu lintas
kapal dan tempat berlabuh;
2. penyediaan dan pelayanan jasa dermaga untuk bertambat,
bongkar muat barang dan hewan serta penyediaan fasilitas naik
turun penumpang dan kendaraan;
3. penyediaan dan pelayanan jasa gudang dan tempat
penimbunan barang, angkutan di perairan pelabuhan, alat
bongkar muat serta peralatan pelabuhan;
4. penyediaan jasa terminal peti kemas, curah cair, curah kering,
dan Ro-Ro.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor
244/PMK.03/2008, Jasa Kepelabuhanan tidak termasuk dalam
jenis jasa lain yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23
sehingga atas jasa tersebut tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal
23 oleh PT Tujuh Samudra.
6 4
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 125
Jasa Perantara/Keagenan
PT Yesoa Indonesia menerima order dari PT Ang Lion International
untuk mencarikan perusahan pengangkutan laut dalam rangka
pengiriman bahan baku obat dari Jakarta dengan tujuan Surabaya.
Pada tanggal 9 September 2013 PT Yesoa Indonesia menerbitkan
tagihan kepada PT Ang Lion International dengan nilai sebesar
Rp22.000.000,00 atas jasa tersebut dan dibayar pada tanggal 12
September 2013.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait
transaksi tersebut?
Jawab:
Mengingat penghasilan yang diterima PT Yesoa Indonesia
dalam transaksi tersebut berkenaan dengan kegiatan PT Yesoa
Indonesia untuk mencarikan perusahaan pengangkutan laut maka
penghasilan tersebut termasuk penghasilan dari jasa perantara/
keagenan yang penghasilannya dipotong PPh Pasal 23 oleh PT Ang
Lion International sebagai pihak yang membayarkan penghasilan.
Besarnya pemotongan PPh Pasal 23 adalah sebesar:
2% x Rp22.000.000,00 = Rp440.000,00.
Kewajiban PT Ang Lion International sebagai Pemotong PPh Pasal
23 adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar Rp440.000,00
dan memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada PT
Yesoa Indonesia;
2. melakukan penyetoran atas pemotongan PPh Pasal 23 tersebut
paling lambat tanggal 10 Oktober 2013;
3. melaporkan pemotongan PPh Pasal 23 atas transaksi tersebut
dalam SPT Masa PPh Pasal 23 masa pajak September 2013
paling lambat tanggal 21 Oktober 2013.
Jasa Perhotelan
Dalam rangka peningkatan pemahaman para pegawai tentang
flosof dan budaya perusahaan, PT Gajah Makmur mengadakan
pelatihan tentang budaya perusahaan yang diikuti oleh 50 orang
6 5
6 6
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 126
pegawai dari bagian produksi selama satu hari dengan menyewa
meeting room Hotel Menara Jaya yang dimiliki oleh PT Tegal Arum
dengan pola paket full board seharga Rp300.000,00 per paket.
Paket full board di Hotel Menara Jaya tersebut terdiri dari:
Room for 1 night
Meeting room
Overhead & Screen
Flip Chart
White Board & Marker Board
Note Book & Ballpoint
Sound System
Candies
1 x Breakfast
2 x Cofe Break
1 x Lunch
1 x Dinner
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait
transaksi tersebut?
Jawab:
Jasa perhotelan meliputi:
jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah
penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait
dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap; dan
jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di
hotel, rumah penginapan, motel, losmen, dan hostel;
sehingga penyewaan ruangan hotel dengan pola paket full board
sebagaimana tersebut diatas termasuk dalam pengertian jasa
perhotelan.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor
244/PMK.03/2008, jasa perhotelan tidak termasuk sebagai jenis jasa
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 127
yang dikenai pemotongan PPh Pasal 23, sehingga atas pembayaran
sebesar Rp15.000.000,00 (50 orang x Rp300.000,00) kepada PT
Tegal Arum tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 23.
Jasa Penyediaan Tenaga Kerja dengan Status Tenaga Kerja sebagai
Karyawan Pengguna Jasa
Pada bulan Oktober 2013, PT Nash sebuah perusahaan yang
memproduksi pakaian bayi membuat perjanjian dengan PT Ubie
sebagai perusahaan penyedia tenaga kerja untuk pengadaan
karyawan bagian kebersihan sebanyak 100 orang. Dalam perjanjian
kerjasama disepakati:
tenaga kerja yang disediakan oleh PT Ubie menjadi karyawan PT
Nash;
PT Nash wajib membayar kepada PT Ubie atas jasa penyediaan
tenaga kerja tersebut sebesar Rp50.000.000,00 dan dibayarkan
pada tanggal 15 November 2013.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait
transaksi tersebut?
Jawab:
Pembayaran kepada PT Ubie atas penyediaan tenaga kerja untuk
bagian kebersihan yang dilakukan oleh PT Nash merupakan
pembayaran terkait jasa penyediaan tenaga kerja yang merupakan
jenis jasa lain sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 244/PMK.03/2008 yang atas pembayarannya dikenakan
pemotongan PPh Pasal 23 dengan tarif 2% (dua persen) dari jumlah
bruto pembayaran.
Besarnya pemotongan PPh Pasal 23 atas pembayaran yang
dilakukan pada tanggal 15 November 2013 adalah sebesar:
2% x Rp50.000.000,00 = Rp1.000.000,00
Kewajiban PT Nash sebagai Pemotong PPh Pasal 23 atas
pembayaran yang dilakukan adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar Rp1.000.000,00
dan memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada PT
Ubie;
6 7
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 128
2. melakukan penyetoran atas pemotongan PPh Pasal 23 tersebut
paling lambat tanggal 20 Desember 2013;
3. melaporkan pemotongan PPh Pasal 23 atas pembayaran
tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 23 masa pajak November
2013 paling lambat tanggal 20 Desember 2013.
Jasa Penyediaan Tenaga Kerja dengan Status Tenaga Kerja Tetap
Sebagai Karyawan Perusahaan Penyedia Jasa
PT Sinar Mustika merupakan perusahaan penyedia tenaga kerja
untuk segala bidang. Pada bulan April 2013 PT Sinar Mustika
mendapatkan permintaan dari PT Amoel untuk menyediakan 10
orang tenaga kerja untuk ditempatkan di bagian pengarsipan
PT Amoel. Atas permintaan tersebut kemudian dibuat kontrak
penyediaan tenaga kerja antara PT Sinar Mustika dengan PT Amoel
yang isinya:
PT Sinar Mustika wajib menyediakan 10 orang tenaga kerja yang
terampil dalam bidang pengarsipan;
Status kepegawaian atas 10 orang tenaga kerja tersebut tetap
sebagai pegawai PT Sinar Mustika;
Tenaga kerja tersebut melaksanakan pekerjaan berdasarkan
instruksi/perintah yang diberikan oleh PT Sinar Mustika;
Gaji, tunjangan, dan hak lain sebagai tenaga kerja atas 10 orang
tenaga kerja tersebut menjadi kewajiban PT Sinar Mustika;
Atas penyediaan tenaga kerja tersebut PT Sinar Mustika berhak
mendapatkan pembayaran sebesar Rp20.000.000,00 per bulan
yang dibayarkan pada tanggal 5 setiap bulannya;
Jumlah pembayaran sebesar Rp20.000.000,00 tersebut adalah:
a. Untuk fee atas penyediaan tenaga kerja sebesar
Rp3.000.000,00;
b. Untuk pembayaran gaji dan tunjangan 10 orang tenaga kerja
Rp17.000.000,00 (dilampiri kontrak kerja antara tenaga kerja
dengan PT Sinar Mustika dan daftar pembayaran gaji);
Kontrak penyediaan tenaga kerja antara PT Sinar Mustika dengan
PT Amoel berlaku selama 1 tahun terhitung sejak 1 Mei 2013.
6 8
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 129
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait
transaksi tersebut?
Jawab:
Pembayaran oleh PT Amoel kepada PT Sinar Mustika atas
penyediaan tenaga kerja untuk bagian pengarsipan merupakan
pembayaran terkait jasa penyediaan tenaga kerja yang termasuk
dalam kelompok jenis jasa lain sesuai dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 yang atas pembayarannya
dipotong PPh Pasal 23 dengan tarif 2% (dua persen) dari jumlah
bruto pembayaran.
Oleh karena dalam tagihan PT Sinar Mustika kepada PT Amoel telah
dipisahkan antara pembayaran gaji, tunjangan, dan hak lain kepada
tenaga kerja yang ditempatkan di PT Amoel dengan imbalan (fee)
atas penyediaan tenaga kerja tersebut maka jumlah bruto yang
menjadi dasar pemotongan PPh Pasal 23 adalah hanya sebesar
imbalan (fee) atas penyediaan tenaga kerja tersebut.
Besarnya pemotongan PPh Pasal 23 atas pembayaran yang
dilakukan oleh PT Amoel kepada PT Sinar Mustika sehubungan
dengan jasa penyediaan tenaga kerja pada tanggal 5 Mei 2013
adalah:
2% x Rp3.000.000,00 = Rp60.000,00.
Kewajiban PT Amoel sebagai Pemotong PPh Pasal 23 atas
pembayaran tersebut adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar Rp60.000,00 dan
memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada PT Sinar
Mustika;
2. melakukan penyetoran atas pemotongan PPh Pasal 23 tersebut
paling lambat tanggal 10 Juni 2013;
3. melaporkan pemotongan PPh Pasal 23 atas pembayaran
tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 23 masa pajak Mei 2013
paling lambat tanggal 20 Juni 2013.
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 130
Jasa Angkutan
PT Bangun Segara sebuah perusahaan manufaktur yang
memproduksi dan memasarkan barang-barang kebutuhan rumah
tangga. Dalam proses pendistribusian barang ke gudang depo/
distributor di luar kota, PT Bangun Segara mengadakan perjanjian
kerja dengan PT Sentosa yang bergerak dibidang pengangkutan
barang. Adapun cara pembayaran yang disepakati adalah dengan
memperhitungkan volume barang, atau berat barang dengan tarif
per tonase/per volume dan memperhitungkan jarak tempuh dari
gudang ke tempat tujuan.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait
transaksi tersebut?
Jawab:
Jasa angkutan yang dilakukan oleh PT Sentosa dengan cara
sebagaimana dimaksud di atas tidak termasuk dalam kelompok
jenis jasa lain dalam PMK 244/PMK.03/2008. Transaksi tersebut
di atas juga tidak memenuhi pengertian sewa yakni kesepakatan
untuk memberikan hak menggunakan harta selama jangka waktu
tertentu baik dengan perjanjian tertulis maupun tidak tertulis
sehingga harta tersebut hanya dapat digunakan oleh penerima
hak selama jangka waktu yang telah disepakati. Sehingga atas
pembayaran sehubungan transaksi tersebut bukan merupakan
objek pemotongan PPh Pasal 23.
Jasa Penunjang Bidang Pertambangan Selain Migas
PT Karya Tambang merupakan perusahaan pertambangan
batubara. Pengangkutan batubara dilakukan PT Karya Tambang
dengan menggunakan truk, kereta api dan belt conveyor. Truk
untuk mengangkut batubara dari areal tambang ke tempat
pemurnian tersebut merupakan milik PT Truckportation Indonesia
yang sekaligus dikontrak untuk melakukan pengangkutan batubara
menggunakan truk yang mereka miliki tersebut. Kereta api milik PT
Kereta Api Indah dipakai PT Karya Tambang untuk mengangkut
batubara dari tempat pemurnian sampai dengan pelabuhan.
Untuk menaikkan batubara ke atas kereta api PT Karya Tambang
menyewa belt conveyor milik PT Konek Manipoin dalam jangka
6 9
7 0
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 131
waktu satu tahun dan akan diperbaharui setiap tahun sebelum
kontrak berakhir.
PT Karya Tambang membayar PT Truckportation Indonesia
sesuai dengan perhitungan tiap ton hasil tambang yang berhasil
diangkut. Tanggal 4 Oktober 2013 PT Truckportation Indonesia
menerima pembayaran atas jasa yang dilakukannya di bulan
September 2013 sebesar Rp2.500.000.000,00. PT Truckportation
Indonesia telah memiliki sertifkat klasifkasi dan kualifkasi Usaha
Jasa Pertambangan serta Izin Usaha Jasa Pertambangan.
PT Karya Tambang membayar sewa belt conveyor selama setahun
kepada PT Konek Manipoin sebesar Rp5.000.000.000,00 pada
tanggal 4 Oktober 2013.
PT Karya Tambang membayar PT Kereta Api Indah sesuai dengan
perhitungan tiap ton hasil tambang yang berhasil diangkut.
Tanggal 8 Oktober 2013 PT Kereta Api Indah menerima pembayaran
atas jasa yang dilakukannya di bulan September 2013 sebesar
Rp2.000.000.000,00. PT Kereta Api Indah telah memiliki sertifkat
klasifkasi dan kualifkasi Usaha Jasa Pertambangan serta Izin Usaha
Jasa Pertambangan.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait
transaksi tersebut?
Jawab:
Kegiatan pengangkutan batubara yang termasuk dalam
pengertian jasa penunjang dibidang pertambangan selain migas
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral yang mengatur tentang Penyelenggaraan
Usaha Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara adalah kegiatan
pengangkutan batubara:
kegiatan usaha untuk memindahkan batubara dari daerah
tambang dan/atau tempat pengolahan dan pemurnian sampai
tempat penyerahan;
perusahaan jasa angkutan batubara tersebut telah memiliki
sertifkat klasifkasi dan kualifkasi Usaha Jasa Pertambangan
serta Izin Usaha Jasa Pertambangan;
menggunakan alat pengangkutan berupa truk, lori, belt
conveyor, tongkang, dan pipa.
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 132
Memperhatikan hal tersebut maka kegiatan yang dilakukan oleh
PT Truckportation Indonesia memenuhi pengertian sebagai jasa
penunjang dibidang pertambangan selain migas, sedangkan
kegiatan yang dilakukan oleh PT Kereta Api Indah tidak memenuhi
pengertian jasa penunjang dibidang pertambangan selain migas
disebabkan Kereta Api tidak termasuk dalam alat pengangkutan
yang termasuk dalam pengertian jasa penunjang dibidang
pertambangan selain migas.
Sewa belt conveyor dari PT Konek Manipoin yang dilakukan PT
Karya Tambang memenuhi pengertian sewa yakni kesepakatan
untuk memberikan hak menggunakan harta selama jangka waktu
tertentu baik dengan perjanjian tertulis maupun tidak tertulis
sehingga harta tersebut hanya dapat digunakan oleh penerima hak
selama jangka waktu yang telah disepakati.
Dari transaksi tersebut terdapat kewajiban perpajakan sebagai
berikut:
a. Pembayaran jasa pengangkutan batubara yang dilakukan
oleh PT Truckportation Indonesia yang memenuhi pengertian
jasa penunjang dibidang pertambangan selain migas tersebut
dipotong PPh Pasal 23 dengan tarif 2% (dua persen) dari
jumlah bruto pembayaran karena jasa penunjang dibidang
pertambangan selain migas termasuk dalam kelompok jenis
jasa lain sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
244/PMK.03/2008.
Besarnya pemotongan PPh Pasal 23 atas pembayaran yang
dilakukan PT Karya Tambang kepada PT Truckportation
Indonesia sehubungan jasa pengangkutan batubara pada
tanggal 4 Oktober 2013 adalah:
2% x Rp2.500.000.000,00 = Rp50.000.000,00
b. Mengingat kegiatan pengangkutan yang dilakukan oleh PT
Kereta Api Indah tidak memenuhi pengertian jasa penunjang
dibidang pertambangan selain migas dan tidak memenuhi
pengertian sewa, maka atas pembayaran yang dilakukan PT
Karya Tambang kepada PT Kereta Api Indah bukan merupakan
objek pemotongan PPh Pasal 23.
c. Sewa belt conveyor yang dilakukan PT Karya Tambang
memenuhi pengertian sewa sehingga atas pembayaran yang
dilakukan PT Karya Tambang kepada PT Konek Manipoin pada
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 133
tanggal 4 Oktober 2013 wajib dilakukan pemotongan PPh Pasal
23.
Besarnya pemotongan PPh Pasal 23 adalah:
2% x Rp2.000.000.000,00 = Rp40.000.000,00
Kewajiban PT Karya Tambang sebagai pemotong PPh Pasal 23
adalah:
1. Melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar Rp50.000.000,00
dan memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada PT
Truckportation Indonesia.
2. Melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar Rp40.000.000,00
dan memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada PT
Konek Manipoin.
3. Melakukan penyetoran PPh Pasal 23 paling lambat tanggal 11
November 2013.
4. Melaporkan pemotongan PPh Pasal 23 atas transaksi tersebut
dalam SPT Masa PPh Pasal 23 Masa Pajak Oktober 2013 paling
lambat tanggal 20 November 2013.
Sewa tangki timbun BBM
PT Oil Trade menyewa 5 buah tangki timbun BBM milik PT Tong
Universal selama satu tahun dengan biaya Rp3.000.000.000,00.
Selain membayar sewa tangki timbun BBM tersebut PT Oil Trade
juga membayar PT Tong Universal atas jasa pengelolaan tangki
timbun BBM selama disewa sebesar Rp300.000.000,00. Pembayaran
tersebut dilakukan pada tanggal 8 Oktober 2013.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait
transaksi tersebut?
Jawab:
a. Tangki timbun BBM tidak termasuk dalam pengertian bangunan
yang atas sewanya termasuk dalam sewa tanah dan/atau
bangunan yang dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar 10% dari
jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan dan
bersifat fnal, namun atas sewa tangki timbun BBM merupakan
sewa dan penggunaan harta yang dikenai PPh Pasal 23 sebesar
2% (dua persen) dari jumlah bruto pembayaran.
7 1
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 134
Besarnya pemotongan PPh Pasal 23 adalah:
2% x Rp3.000.000.000,00 = Rp60.000.000,00
b. Kegiatan bongkar muat minyak ke tangki timbun BBM yang
dilakukan PT Tong Universal termasuk dalam pengertian jasa
manajemen yang atas pembayarannya dikenai pemotongan
PPh Pasal 23 sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto
pembayaran.
Besarnya pemotongan PPh Pasal 23 adalah:
2% x Rp300.000.000,00 = Rp6.000.000,00
Kewajiban PT Oil Trade sebagai pemotong PPh Pasal 23 adalah:
1. Melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar Rp.60.000.000,00
dan Rp6.000.000,00 serta memberikan Bukti Pemotongan PPh
Pasal 23 kepada PT Tong Universal.
2. Melakukan penyetoran PPh Pasal 23 paling lambat tanggal 11
November 2013.
3. Melaporkan pemotongan PPh Pasal 23 atas transaksi tersebut
dalam SPT Masa PPh Pasal 23 Masa Pajak Oktober 2013 paling
lambat tanggal 20 November 2013.
Pemotongan PPh terkait Kontrak Karya
PT Karya Putra Coal merupakan perusahaan kontrak karya
pertambangan batubara (PKP2B), meminta jasa konsultasi hukum
dari kantor pengacara Sodiq Nugroho Rizki & Partner. Atas jasa
konsultasi tersebut PT Karya Putra Coal membayar sebesar
Rp45.000.000,00 dibayar pada tanggal 2 Oktober 2013.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait
transaksi tersebut?
Jawab:
Meskipun PT Karya Putra Coal merupakan perusahaan kontrak
karya pertambangan batubara (PKP2B) yang dalam kontraknya
mengatur juga mengenai kewajiban perpajakan yang bersifat
khusus / lex specialis termasuk kewajiban pemotongan PPh terkait
kegiatan pemberian jasa, namun semenjak berlakunya Peraturan
Menteri Keuangan Nomor PMK 39/PMK.011/2013 tentang
Kewajiban Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan
7 2
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 135
Yang Terutang Kepada Pihak Lain Oleh Perusahaan Yang Terikat
Dengan Kontrak Bagi Hasil, Kontrak Karya, atau Perjanjian Kerjasama
Pengusahaan Pertambangan pemotongan PPh terkait kegiatan
pemberian jasa dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku pada saat
kewajiban pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan
harus dilakukan.
Oleh karena itu, atas pembayaran sehubungan dengan jasa
konsultasi tersebut merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23
yang wajib dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 oleh PT Karya Putra
Coal sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto pembayaran.
Besarnya pemotongan PPh Pasal 23 adalah:
2% x Rp45.000.000,00 = Rp900.000,00
Kewajiban PT Karya Putra Coal sebagai pemotong PPh Pasal 23
adalah:
1. Melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar Rp900.000,00
serta memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada
kantor pengacara Sodiq Nugroho Rizki & Partner.
2. Melakukan penyetoran PPh Pasal 23 paling lambat tanggal 11
November 2013.
3. Melaporkan pemotongan PPh Pasal 23 atas transaksi tersebut
dalam SPT Masa PPh Pasal 23 Masa Pajak Oktober 2013 paling
lambat tanggal 20 November 2013.
Sewa dan Penghasilan Lain Sehubungan dengan Penggunaan
Harta
Sewa Kendaraan Umum
PT Bangun Pagi dalam rangka acara family gathering karyawannya
di Malang, menyewa 3 (tiga) buah bus dari PT Rahmat Lancar sebuah
perusahaan jasa transportasi darat untuk jangka waktu 3 hari mulai
tanggal 16 Juli s.d. 18 Juli 2013. PT Bangun Pagi membayar biaya
sewa tiga bus selama tiga hari sebesar Rp20.000.000,00 pada
tanggal 18 Juli 2013.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait
transaksi tersebut?
7 3
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 136
Jawab:
Transaksi sewa bus yang dilakukan PT Bangun Pagi memenuhi
pengertian sewa yakni kesepakatan untuk memberikan hak
menggunakan harta selama jangka waktu tertentu baik dengan
perjanjian tertulis maupun tidak tertulis sehingga harta tersebut
hanya dapat digunakan oleh penerima hak selama jangka waktu
yang telah disepakati, sehingga atas pembayaran sewa bus tersebut
merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 yang wajib dilakukan
pemotongan oleh PT Bangun Pagi.
Besarnya pemotongan PPh Pasal 23 sebesar:
2% x Rp20.000.000 = Rp400.000,00
Kewajiban PT Bangun Pagi sebagai Pemotong PPh Pasal 23 adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar Rp400.000,00
dan memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada PT
Rahmat Lancar;
2. melakukan penyetoran PPh Pasal 23 tersebut paling lambat
tanggal 12 Agustus 2013;
3. melaporkan pemotongan PPh Pasal 23 atas transaksi tersebut
dalam SPT Masa PPh Pasal 23 masa pajak Juli 2013 paling lambat
tanggal 20 Agustus 2013.
Sewa Tower/Menara Komunikasi
PT Yana Scholastika Permana merupakan perusahaan yang bergerak
dalam bidang persewaan tower/menara komunikasi. Pada tanggal
04 April 2013 PT Yana Scholastika Permana mengadakan perjanjian
sewa tower/menara komunikasi dengan PT Mobile Nine Telecom
sebesar Rp60.000.000,00 selama 2 tahun. Pembayaran sewa tower/
menara komunikasi dilakukan sekaligus pada tanggal 5 April 2013.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait
transaksi tersebut?
Jawab:
Persewaan tower/menara komunikasi tidak termasuk dalam objek
persewaan tanah dan/atau bangunan sesuai ketentuan Peraturan
7 4
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 137
Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 tentang Pembayaran Pajak
atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor
5 Tahun 2002. Namun demikian atas sewa tower/menara tersebut
termasuk dalam pengertian sewa dan penghasilan lain sehubungan
dengan penggunaan harta yang atas penghasilannya dipotong
PPh Pasal 23 oleh pihak yang membayarkan penghasilan yaitu PT
Mobile Nine Telecom.
Besarnya pemotongan PPh Pasal 23 sebesar:
2% x Rp60.000.000,00 = Rp1.200.000,00.
Kewajiban PT Mobile Nine Telecom sebagai Pemotong PPh Pasal
23 adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar Rp1.200.000,00
dan memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada PT
Yana Scholastika Permana;
2. melakukan penyetoran atas pemotongan PPh Pasal 23 tersebut
paling lambat tanggal 10 Mei 2013;
3. melaporkan pemotongan PPh Pasal 23 atas transaksi tersebut
dalam SPT Masa PPh Pasal 23 masa pajak April 2013 paling
lambat tanggal 20 Mei 2013.
Royalti
License Number Pada Produk Software
PT Opensoft sebagai distributor software berlisensi pada bulan Mei
2013 menjual sejumlah software berlisensi kepada:
PT Ewie System (reseller) sebesar Rp225.000.000,00 atas software
AutoCad yang dibayar pada tanggal 10 Mei 2013;
PT Qyu Qyu (end user) sebesar Rp50.000.000,00 atas harga
software Microsoft Windows Server sekaligus melakukan
instalasi software dengan biaya Rp2.000.000,00 yang dibayar
pada tanggal 16 Mei 2013;
PT Bangun Teknik (end user) sebesar Rp75.000.000,00 atas
upgrade software AutoCad dan jasa maintenance. Di dalam
invoice yang diterbitkan PT Opensoft tidak dipisahkan antara
7 5
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 138
biaya upgrade software dan biaya maintenance software yang
dibayar pada tanggal 24 Mei 2013.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait
transaksi tersebut?
Jawab:
Mengingat licence number/licence code pada produk software
hanya berfungsi untuk mengaktifkan software agar dapat
dioperasikan, maka licence number/licence code pada produk
software tidak dimaksudkan sebagai izin yang diberikan oleh
Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain
untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau
produk hak terkaitnya dengan persyaratan tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Dengan demikian atas penghasilan yang diterima oleh PT Opensoft
dari:
a. penjualan produk software berlisensi yang terdapat licence
number/licence code kepada PT Ewie System dan PT Qyu Qyu
tidak dilakukan pemotongan atau pemungutan PPh;
b. pemberian jasa instalasi software kepada PT Qyu Qyu dikenakan
pemotongan PPh Pasal 23 sebesar:
2% x Rp2.000.000,00 = Rp40.000,00;
c. pemberian jasa maintenance software kepada PT Bangun Teknik
dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar:
2% x Rp75.000.000,00 = Rp1.500.000,00. Yang wajib dilakukan
pemotongan oleh PT Bangun Teknik.
Karena antara biaya upgrade software dan biaya maintenance
tidak dipisahkan dalam invoice, maka penghasilan yang dikenai
pemotongan PPh Pasal 23 adalah sebesar Rp75.000.000,00
(jumlah total).
Kewajiban PT Qyu Qyu sebagai Pemotong PPh Pasal 23 adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar Rp40.000,00
dan memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada PT
Opensoft;
2. melakukan penyetoran atas pemotongan PPh Pasal 23 tersebut
paling lambat tanggal 10 Juni 2013;
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 139
3. melaporkan pemotongan PPh Pasal 23 atas transaksi tersebut
dalam SPT Masa PPh Pasal 23 masa pajak Mei 2013 paling lambat
tanggal 20 Juni 2013.
Kewajiban PT Bangun Teknik sebagai Pemotong PPh Pasal 23
adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar Rp1.500.000,00
dan memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada PT
Opensoft;
2. melakukan penyetoran atas pemotongan PPh Pasal 23 tersebut
paling lambat tanggal 10 Juni 2013;
3. melaporkan pemotongan PPh Pasal 23 atas transaksi tersebut
dalam SPT Masa PPh Pasal 23 masa pajak Mei 2013 paling lambat
tanggal 20 Juni 2013.
Bunga
Bunga Pinjaman
PT Gedhe Toy yang bergerak di bidang produksi mainan anak-anak
pada tanggal 1 November 2012 melakukan pinjaman kepada PT
Berlian Adje, yang bergerak di bidang usaha pengolahan limbah
plastik (Wajib Pajak badan usaha bukan bank dan bukan penyalur
pinjaman), sebesar Rp200.000.000,00 dan kepada Sdr. Tarno
Sutarno sebesar Rp100.000.000,00. Pinjaman tersebut direncanakan
akan digunakan untuk melakukan ekspansi usaha. Berdasarkan
perjanjian antara PT Gedhe Toy dengan kreditor disepakati bahwa
bunga pinjaman masing-masing adalah sebesar Rp3.000.000,00
dan Rp1.500.000,00 perbulan (suku bunga 18%) dan harus dilunasi
dalam jangka waktu 2 (dua) tahun. Pembayaran angsuran dilakukan
mulai tanggal 1 Desember 2012 dan pembayaran selanjutnya
dilakukan setiap tanggal 1 bulan berikutnya.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait
transaksi tersebut?
Jawab:
Atas penghasilan berupa bunga pinjaman yang dibayarkan setiap
bulan oleh PT Gedhe Toy kepada PT Berlian Adje dan Sdr. Tarno
7 6
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 140
Sutarno merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 yang wajib
dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 oleh PT Gedhe Toy.
Besarnya pemotongan PPh Pasal 23 untuk:
PT Berlian Adje adalah sebesar:
15% x Rp3.000.000,00 = Rp450.000,00
Sdr. Tarno Sutarno adalah sebesar:
15% x Rp1.500.000,00 = Rp225.000,00
Kewajiban PT Gedhe Toy sebagai Pemotong PPh Pasal 23 adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar Rp450.000,00 atas
pembayaran bunga kepada PT Berlian Adje dan Rp225.000,00
atas pembayaran bunga kepada Sdr. Tarno Sutarno dan
memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada PT Berlian
Adje dan Sdr. Tarno Sutarno;
2. melakukan penyetoran atas pemotongan PPh Pasal 23 tersebut
paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan
dilakukannya pemotongan;
3. melaporkan pemotongan PPh Pasal 23 atas transaksi tersebut
dalam SPT Masa PPh Pasal 23 masa pajak dilakukannya
pemotongan paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Dividen
Dividen yang Diterima oleh Badan
PT Inyong Bae, Tbk. mempunyai 100.000 lembar saham yang
beredar dengan nilai nominal Rp5.000,00 per lembar saham. Pada
tanggal 15 Nopember 2012, berdasarkan Rapat Umum Pemegang
Saham, Direksi perusahaan mengumumkan pembagian dividen
dengan mekanisme sebagai berikut:
Pembagian dividen kas untuk pemegang saham dengan
kepemilikan sampai dengan 10% sebesar @Rp50,00 per saham;
Pembagian dividen saham sebesar 1% untuk pemegang saham
dengan kepemilikan sampai dengan 20%;
Pembagian dividen dialokasikan dari cadangan laba yang
ditahan yang dibentuk dari tahun-tahun sebelumnya;
7 7
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 141
Pembagian dividen akan didistribusikan pada tanggal 15 Januari
2013, kepada para pemegang saham yang tercatat pada tanggal
14 Desember 2012.
Komposisi pemegang saham yang tercatat pada tanggal 14
Desember 2012 adalah sebagai berikut:
PT Adja Kelalen dengan kepemilikan 70%;
PT Ricca Kepribhen dengan kepemilikan 20%;
PT Medhang Jahe dengan kepemilikan 10%.
Berikut adalah ikhtisar hak-hak para pemegang saham atau ekuitas
perusahaan pada tanggal 15 Nopember 2012:
Saham Biasa, nominal @ Rp5.000,00 (100.000 lembar beredar)
Rp500.000.000,00
Agio Saham Biasa
Rp100.000.000,00
Laba Ditahan
Rp650.000.000,00
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait
transaksi tersebut?
Jawab:
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g dan
Pasal 4 ayat (3) huruf f, pada dasarnya dividen yang diterima oleh
Wajib Pajak Badan terutang PPh Pasal 23, namun demikian dalam
hal dividen tersebut diterima atau diperoleh perseroan terbatas
sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik
negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal
pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat:
1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan
usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham
pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua
puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
maka atas pembayaran dividen tersebut dikecualikan dari objek
pajak.
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 142
PPh Pasal 23 atas dividen PT Inyong Bae, Tbk. terutang pada tanggal
penentuan kepemilikan pemegang saham yang berhak atas
dividen (recording date) yaitu pada tanggal 14 Desember 2012.
Besarnya pemotongan PPh Pasal 23 adalah sebesar:
1. PT Adja Kelalen yang mempunyai kepemilikan saham sebesar
70% tidak dipotong PPh Pasal 23 karena kepemilikan sahamnya
di PT Inyong Bae Tbk. diatas 25% dan dividen berasal dari
cadangan laba yang ditahan;
2. PT Ricca Kepribhen dengan kepemilikan saham sebesar 20%
dipotong PPh Pasal 23 walaupun dividen tersebut diberikan
dalam bentuk saham.
Total kepemilikan saham PT Ricca Kepribhen adalah 20% x
100.000 lbr = 20.000 lbr
Nilai dividen saham:
1% x 20.000 lbr x Rp5.000,00 = Rp1.000.000,00.
PPh Pasal 23 yang dipotong = 15% x Rp1.000.000,00
= Rp150.000,00
3. PT Medhang Jahe dengan kepemilikan saham sebesar 10%
dipotong PPh Pasal 23 sebagai berikut:
Total kepemilikan saham = 10% x 100.000 lbr
= 10.000 lembar
Nilai dividen = Rp50,00 x 10.000 lembar
= Rp500.000,00
PPh Pasal 23 yang dipotong = 15% x Rp500.000,00
= Rp75.000,00
Kewajiban PT Inyong Bae Tbk. sebagai Pemotong PPh Pasal 23
adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar Rp150.000,00
dan Rp75.000,00 dan memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal
23 kepada PT Ricca Kepribhen dan PT Medhang Jahe;
2. melakukan penyetoran atas pemotongan PPh Pasal 23 tersebut
paling lambat tanggal 10 Januari 2014;
3. melaporkan pemotongan PPh Pasal 23 atas transaksi tersebut
dalam SPT Masa PPh Pasal 23 masa pajak Desember 2012 paling
lambat tanggal 21 Januari 2014.
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 143
Hadiah
Hadiah Perlombaan
PT Sundays Mart menjadi pemenang pertama lomba pelayanan
konsumen terbaik yang diadakan oleh Asosiasi Toko Retail
Indonesia dengan hadiah sebesar Rp30.000.000,00 pada tanggal
23 Agustus 2013.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait
transaksi tersebut?
Jawab:
Hadiah perlombaan yang diterima oleh PT Sundays Mart merupakan
objek pemotongan PPh Pasal 23 yang wajib dilakukan pemotongan
oleh Asosiasi Toko Retail Indonesia.
Besarnya pemotongan PPh Pasal 23 adalah sebesar:
15% x Rp30.000.000,00 = Rp4.500.000,00.
Kewajiban Asosiasi Toko Retail Indonesia sebagai Pemotong PPh
Pasal 23 adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar Rp4.500.000,00
dan memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada PT
Sundays Mart;
2. melakukan penyetoran atas pemotongan PPh Pasal 23 tersebut
paling lambat tanggal 10 September 2013;
3. melaporkan pemotongan PPh Pasal 23 atas transaksi tersebut
dalam SPT Masa PPh Pasal 23 masa pajak Agustus 2013 paling
lambat tanggal 20 September 2013.
Komisi Penjualan
PT Cell Indonesia Distributor merupakan perusahaan yang
bergerak di bidang usaha perdagangan, pemasaran dan distribusi
handphone dengan merk Celli melalui distributor yang meliputi
wilayah pemasaran seluruh Indonesia.
7 8
7 9
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 144
Dalam bulan September 2013, PT Cell Indonesia Distributor
memberikan diskon sebesar Rp20.000.000,00 kepada PT
Bagusphone atas pembelian pada bulan September 2013 sebesar
Rp200.000.000,00 dimana diskon dimaksud dicantumkan sebagai
pengurang harga penjualan baik pada invoice penjualan maupun
Faktur Pajak Keluaran.
Dalam rangka meningkatkan volume penjualan, berdasarkan
perjanjian kerjasama antara pihak PT Cell Indonesia Distributor dan
PT Bagusphone, disepakati bahwa PT Cell Indonesia Distributor
memberikan komisi penjualan berupa tambahan diskon/rabat
kepada PT Bagusphone berdasarkan pencapaian target tertentu
yang telah ditetapkan.
Penjualan handphone PT Bagusphone bulan September 2013
telah memenuhi target, sehingga pada tanggal 25 Oktober 2013
PT Cell Indonesia Distributor memberikan komisi penjualan berupa
tambahan diskon sebesar Rp25.000.000,00.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait
transaksi tersebut?
Jawab:
Mengingat komisi penjualan berupa tambahan diskon/rabat
tersebut:
diterima oleh Wajib Pajak Badan (PT Bagusphone);
merupakan penghargaan atas pencapaian target penjualan;
maka atas pembayaran komisi penjualan tersebut termasuk dalam
pengertian penghargaan yang merupakan objek pemotongan PPh
Pasal 23 yang wajib dilakukan pemotongan oleh PT Cell Indonesia
Distributor.
Besarnya pemotongan PPh Pasal 23 adalah sebesar:
15% x Rp25.000.000,00 = Rp3.750.000,00.
Kewajiban PT Cell Indonesia Distributor sebagai Pemotong PPh
Pasal 23 adalah:
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar Rp3.750.000,00
dan memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada PT
Bagusphone;
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 145
2. melakukan penyetoran atas pemotongan PPh Pasal 23 tersebut
paling lambat tanggal 11 November 2013;
3. melaporkan pemotongan PPh Pasal 23 atas transaksi tersebut
dalam SPT Masa PPh Pasal 23 masa pajak Oktober 2013 paling
lambat tanggal 20 November 2013.
Listing Fee
PT Ringin Ageng Tbk. merupakan perusahaan industri makanan
ringan. Dalam rangka memasarkan produk, PT Ringin Ageng Tbk.
melakukan kerjasama dengan outlet-outlet yang salah satunya
adalah PT Lucky Mart. Dalam transaksi yang dilakukan terdapat
biaya listing fee yaitu biaya pendaftaran atas produk yang akan
dipasarkan dalam outlet-outlet tersebut.
Pada tanggal 10 Juni 2013, PT Ringin Ageng Tbk. melakukan
pembayaran listing fee kepada PT Lucky Mart sebesar
Rp14.000.000,00.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait
transaksi tersebut?
Jawab:
Penghasilan listing fee berupa biaya pendaftaran atas produk baru
sebesar Rp14.000.000,00 yang diterima oleh PT Lucky Mart bukan
merupakan objek pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 23. PT
Ringin Ageng Tbk. tidak mempunyai kewajiban untuk melakukan
pemotongan PPh Pasal 23 atas transaksi tersebut.
8 0
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 146
Pembayaran Dividen ke Luar Negeri dan Penjualan Harta
Pembayaran Dividen ke Luar Indonesia
PT Flip Light Indonesia sebuah perusahaan penanaman modal
asing, pada tanggal 10 Mei 2013 mengumumkan pembagian
dividen dari keuntungannya di tahun 2012, antara lain kepada:
Mr. Sneijder, Subjek Pajak Luar Negeri yang berdomisili di
Belanda (dibuktikan dengan Surat Keterangan Domisili sesuai
dengan format yang telah ditentukan yang diserahkan kepada
PT Flip Light Indonesia), sebesar Rp300.000.000,00;
perusahaan Spurs Vehicle Co., perusahaan yang berkedudukan
di Mauritius, sebesar Rp5.000.000.000,00.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait
transaksi tersebut?
Jawab:
Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen
dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian
sisa hasil usaha koperasi merupakan objek PPh.
Apabila penerima dividen tersebut adalah:
Wajib Pajak badan dalam negeri (kecuali Wajib Pajak badan
tertentu sebagaimana dijelaskan dalam halaman 49) dan Bentuk
Usaha Tetap maka dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% dari
jumlah bruto dividen;
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri maka dipotong PPh
bersifat fnal sebesar 10% dari jumlah bruto dividen;
Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap maka dipotong
PPh Pasal 26 dengan tarif 20% atau sesuai dengan tarif dalam
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) terkait.
Untuk dapat dipotong PPh Pasal 26 menggunakan tarif sesuai
dengan P3B maka Wajib Pajak luar negeri penerima penghasilan
harus dapat menyerahkan Surat Keterangan Domisili (SKD) sesuai
dengan format yang telah ditentukan kepada pemotong PPh.
Kewajiban PT Flip Light Indonesia sebagai pemotong PPh Pasal 26
8 1
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 147
adalah:
1. PT Flip Light Indonesia memotong PPh Pasal 26 sebesar:
a. 10% x Rp300.000.000,00 = Rp30.000.000,00 atas pembayaran
dividen kepada Mr. Sneijder. Berdasarkan P3B Indonesia-
Belanda atas dividen tersebut dapat dikenakan pajak di
Indonesia dengan tarif tidak lebih dari 10%;
b. 20% x Rp5.000.000.000,00 = Rp1.000.000.000,00 atas
pembayaran dividen kepada Spurs Vehicle Co. Tarif yang
digunakan sesuai dengan Pasal 26 yaitu 20% karena tidak
ada P3B antara Indonesia-Mauritius;
2. menyetor PPh Pasal 26 yang telah dipotong atas pembayaran
dividen tersebut paling lambat tanggal 10 Juni 2013;
3. melaporkan PPh Pasal 26 menggunakan SPT Masa PPh Pasal
23/26 masa pajak Mei 2013 paling lambat tanggal 20 Juni 2013.
Penjualan Saham yang Dimiliki Wajib Pajak Luar Negeri
Wow Way Co. (perusahaan di Cina) adalah salah satu pemegang
saham PT Indonat. Wow Way Co. di bulan Januari 20113 menjual
saham yang dimilikinya di PT Indonat kepada PT Holdindo
(perusahaan di Indonesia) senilai Rp5.000.000.000,00 dan kepada
Tematek Co. (perusahaan di Malaysia) senilai Rp20.000.000.000,00.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait
transaksi tersebut?
Jawab:
Penghasilan dari penjualan saham Perseroan Terbatas dalam negeri
yang diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap
(BUT) dipotong pajak sebesar 20 % x 25 % atau 5 % (lima persen)
dari harga jual.
Perseroan Terbatas dalam negeri tersebut adalah Perseroan
Terbatas yang:
sahamnya diperjualbelikan oleh pemegang saham yang
berstatus Wajib Pajak luar negeri; dan
tidak berstatus sebagai Emiten atau Perusahaan Publik.
8 2
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 148
Pemotong PPh Pasal 26 ini adalah pembeli yang ditunjuk sebagai
pemotong pajak. Dalam hal pembelinya adalah WPLN, maka yang
ditunjuk sebagai pemungut pajak adalah Perseroan.
Bagi pemegang saham Wajib Pajak luar negeri yang berkedudukan
di negara-negara yang telah mempunyai P3B dengan Indonesia,
maka pemotongan PPh Pasal 26 hanya dilakukan apabila
berdasarkan P3B yang berlaku, hak pemajakannya ada di Indonesia.
Kewajiban Pemotongan PPh Pasal 26 PT Holdindo adalah:
1. PT Holdindo memotong PPh Pasal 26 sebesar Rp250.000.000,00
(20% x 25% x Rp5.000.000.000,00) atas penghasilan dari
penjualan saham yang dibayarkan kepada Wow Way Co;
2. menyetor PPh Pasal 26 yang telah dipotong atas pengalihan
saham tersebut paling lambat tanggal 11 Februari 2013;
3. melaporkan PPh Pasal 26 menggunakan SPT Masa PPh Pasal
23/26 masa pajak Januari 2013 paling lambat tanggal 20
Februari 2013.
Kewajiban Pemungutan PPh Pasal 26 oleh PT Indonat adalah
sebagai berikut:
1. PT Indonat memungut PPh Pasal 26 sebesar Rp1.000.000.000,00
(20% x 25% x Rp20.000.000.000,00) atas penghasilan dari
penjualan saham yang dibayar oleh Tematek Co. kepada Wow
Way Co;
2. menyetor PPh Pasal 26 yang telah dipungut atas pengalihan
saham tersebut paling lambat tanggal 11 Februari 2013;
3. melaporkan PPh Pasal 26 menggunakan SPT Masa PPh Pasal
23/26 masa pajak Januari 2013 paling lambat tanggal 20
Februari 2013.
Pembayaran Jasa ke Luar Negeri
PT Sistama Indonesia melakukan pembayaran kepada System
International Co. atas jasa manajemen senilai Rp500.000.000,00.
System International Co. berkedudukan di Inggris yang dibuktikan
dengan Surat Keterangan Domisili (SKD). Penyerahan jasa oleh
System International Co. tersebut dilakukan langsung tanpa melalui
Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.
8 3
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 149
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait
transaksi tersebut?
Jawab:
Inggris adalah salah satu negara mitra P3B Indonesia, sehingga
perlakuan PPh bagi Wajib Pajak luar negeri (resident) Inggris harus
memperhatikan ketentuan dalam P3B. Salah satu syarat yang harus
dipenuhi oleh System International Co. untuk dapat menggunakan
P3B dalam rangka pemotongan PPh adalah Surat Keterangan
Domisili. Jenis penghasilan yang dibayarkan oleh PT Sistama
Indonesia kepada System International Co. adalah penghasilan
dari jasa. Dalam kasus ini, berdasarkan P3B Indonesia-Inggris maka
penghasilan dari jasa hanya dapat dikenai pajak di Inggris karena
System International Co. tidak mempunyai BUT di Indonesia.
oasis pemotongan/pemungutan PPh 150
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 151
3
Daftar Peraturan
A. PPh Pasal 4 ayat (2)
1. Umum
Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
2. Bunga Deposito dan Tabungan Lainnya
a. Peratuan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 tentang Pajak
Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan Serta Diskonto
Sertifkat Bank Indonesia;
b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 51/KMK.04/2001 tentang
Pemotongan Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan
Tabungan serta Diskonto Sertifkat Bank Indonesia;
c. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-01/PJ/2013 tentang
Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Bebas Pemotongan
Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta
Diskonto Sertifkat Bank Indonesia yang Diterima atau Diperoleh
Dana Pensiun yang Pendiriannya Telah Disahkan oleh Menteri
Keuangan.
3. Bunga Obligasi dan Surat Utang Negara
a. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pajak
Penghasilan atas Penghasilan berupa Bunga Obligasi;
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2011 tentang
Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak
Penghasilan atas Bunga Obligasi sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 7/PMK.011/2012.
4. Bunga Simpanan yang Dibayarkan Koperasi kepada Anggota
Koperasi Orang Pribadi
a. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2009 tentang Pajak
Penghasilan atas Bunga Simpanan yang Dibayarkan oleh
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 152
Koperasi kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi;
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.03/2010 tentang
Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak
Penghasilan atas Bunga Simpanan Yang Dibayarkan Oleh
Koperasi kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi.
5. Hadiah Undian
Peraturan Pemerintah Nomor 132 Tahun 2000 tentang Pajak
Penghasilan atas Hadiah Undian.
6. Transaksi Saham
a. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1994 tentang Pajak
Penghasilan atas Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham
di Bursa Efek Sebagaimana Telah Diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997;
b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 282/KMK.04/1997 tentang
Pelaksanaan Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan
dari Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek.
7. Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
a. Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran
Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas
Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008;
b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/KMK.04/1994 tentang
Pelaksanaan Pembayaran dan Pemungutan Pajak Penghasilan
atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2008;
c. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/PJ/2009 tentang
Pelaksanaan Ketentuan Peralihan Peraturan Pemerintah Nomor
71 Tahun 2008;
d. Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-30/PJ/2009 tentang Tata
Cara Pemberian Pengecualian dari Kewajiban Pembayaran atau
Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan
Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
e. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-26/ PJ/2010
tentang Tata Cara Penelitian Surat Setoran Pajak atas Penghasilan
dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan;
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 153
f. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-30/PJ/2013
tentang Pelaksanaan Pajak Penghasilan yang Bersifat Final atas
Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Usaha Pokoknya
Melakukan Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan dan
Penentuan Jumlah Bruto Nilai Pengalihan Hak atas Tanah dan/
atau Bangunan Oleh Wajib Pajak yang Melakukan Pengalihan
Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.
8. Jasa Konstruksi
a. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor
40 Tahun 2009;
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008
tentang Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan, dan
Penatausahaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha
Jasa Konstruksi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.03/2009.
9. Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
a. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 tentang Pembayaran
Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/
atau Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002;
b. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996 tentang
Pelaksanaan Pembayaran dan Pemotongan Pajak Penghasilan
atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 120/KMK.03/2002;
c. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-50/PJ./1996
tentang Penunjukan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
Tertentu Sebagai Pemotong Pajak Penghasilan atas Penghasilan
dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan;
d. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-227/PJ./2002
tentang Tata Cara Pemotongan dan Pembayaran, serta Pelaporan
Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/
atau Bangunan.
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 154
10. Dividen/SHU Koperasi
a. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pajak
Penghasilan atas Dividen yang Diterima atau Diperoleh Wajib
Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri;
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2010 tentang
Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak
Penghasilan atas Dividen yang Diterima atau Diperoleh Wajib
Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri;
11. Dividen yang Diterima Orang Pribadi
a. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2009 tentang Pajak
Penghasilan atas Dividen yang Diterima atau Diperoleh Wajib
Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri;
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/2010 tentang
Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak
Penghasilan Atas Dividen yang Diterima atau Diperoleh Wajib
Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri;
c. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-30/PJ/2012
tentang Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak
Penghasilan atas Penghasilan Berupa Dividen.
12. Peredaran Bruto Tertentu
a. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak
Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau
Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu;
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013 tentang
Tata Cara Penghitungan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak
Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau
Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu;
c. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2013
tentang Tata Cara Pembebasan dari Pemotongan dan/atau
Pemungutan Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak yang Dikenai
Pajak Penghasilan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari
Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki
Peredaran Bruto Tertentu;
d. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-42/PJ/2013
tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun
2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 155
Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran
Bruto Tertentu.
B. Pajak Penghasilan Pasal 15
1. Pasal 15 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;
2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 416/KMK.04/1996 tentang
Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak
Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri;
3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/1996 tentang
Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak
Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri;
4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 475/KMK.04/1996 tentang
Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak
Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri;
5. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-29/PJ.4/1996 tentang
Pajak Penghasilan terhadap Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran
Dalam Negeri;
6. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996 tentang Norma
Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak yang
Bergerak di Bidang Usaha Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar
Negeri;
7. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-35/PJ.4/1996 tentang
Norma Penghitungan Khusus Penghasilan Neto Bagi Wajib Pajak
yang Bergerak di Bidang Usaha Penerbangan Dalam Negeri.
C. Pajak Penghasilan Pasal 21
1. Pasal 21 Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009 tentang Tarif Pajak
Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang
Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang
Dibayarkan Sekaligus;
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 156
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008 tentang
Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun yang Dapat Dikurangkan
dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiunan;
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan
Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi;
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206/PMK.11/2012 tentang
Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan dari
Pegawai Harian dan Mingguan Serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya
yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan;
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010 tentang Tata
Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan
Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua,
dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus;
7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012 tentang
Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak;
8. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 tentang
Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan
Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26
Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
D. Pajak Penghasilan Pasal 22
1. Pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 tentang
Wajib Pajak Badan Tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan
dari Pembeli atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah;
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang
Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan
Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor
atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/
PMK.011/2013;
4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2010 tentang
Tata Cara dan Prosedur Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan
Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain,
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 157
sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-06/PJ/2013.
5. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ/2013
tentang Penyampaian Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/
PMK.011/2012 tentang Perubahan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan
Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang
dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain.
E. Pajak Penghasilan Pasal 23
1. Pasal 23 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 tentang
Jenis Jasa Lain Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1)
Huruf c Angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 251/PMK.03/2008 tentang
Penghasilan atas Jasa Keuangan yang Dilakukan oleh Badan Usaha
yang Berfungsi sebagai Penyalur Pinjaman dan/atau Pembiayaan
yang Tidak Dilakukan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23;
4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 33/PJ/2009 tentang
Perlakuan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Royalti dari
Hasil Karya Sinematograf;
5. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-53/PJ/ 2009 tentang
Jumlah Bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf
c Angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;
6. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-35/PJ/2010 tentang
Pengertian Sewa dan Penghasilan Lain Sehubungan dengan
Penggunaan Harta, Jasa Teknik, Jasa Manajemen, dan Jasa Konsultan
Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) Huruf c Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
PENJELASAN UMUM SOAL JAWAB DAFTAR PERATURAN
oasis pemotongan/pemungutan PPh 158
7. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-30/PJ/2012 tentang
Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan atas
Penghasilan Berupa Dividen.
F. Pajak Penghasilan Pasal 26
1. Pasal 26 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;
2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 624/KMK.04/1994 tentang
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Penghasilan Berupa
Premi Asuransi dan Premi Reasuransi yang Dibayar kepada
Perusahaan Asuransi di Luar Negeri;
3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 434/KMK.04/1999 tentang
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Penghasilan yang
Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri Selain Bentuk Usaha
Tetap atas Penghasilan Berupa Keuntungan dari Penjualan Saham;
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 14/PMK.03/2011 tentang
Perlakuan Perpajakan atas Penghasilan Kena Pajak Sesudah
Dikurangi Pajak dari Suatu Bentuk Usaha Tetap;
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 258/PMK.03/2008 tentang
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Penghasilan dari
Penjualan atau Pengalihan Saham Sebagaimana Dimaksud dalam
Pasal 18 Ayat (3c) Undang-Undang Pajak Penghasilan yang Diterima
atau Diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri;
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2009 tentang
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Penghasilan dari
Penjualan atau Pengalihan Harta di Indonesia, Kecuali yang Diatur
dalam Pasal 4 Ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan yang
Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri Selain Bentuk Usaha
Tetap di Indonesia.
G. Kewajiban Penyetoran dan Pelaporan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 tentang
Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak,
Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran,
Penyetoran, dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan
Penundaaan Pembayaran Pajak sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010.


Pengarah
Poltak Maruli John Liberty Hutagaol
Penanggungjawab
Goro Ekanto
Redaktur
Sudiro
Editor
Haris Faisal
Koordinator
Nurbaeti Munawaroh
Putut Suyoso Tricahyono
Bambang Eko Nugroho
Arief Prasetyo
Mashar Resmawan
Anggota
Aulia Rais
Yayuk Nurazizah
Arif Mulyono
Samuel Nugroho Tri Utomo
Dewi Maslikah
Marhentin Ika Kurniawati
Edward Parulian Donald Tua Immanuel
Raisita Agus Wahyono
Muhammad Shodiq
Masrul Andriyanto
Masykur
Dani Ramdani
Stefanus Hajar Banu Sujita
Ikha Yuni Hapsari
Rizki Nugroho
Budiyanto
Irine Diani Tyasnita
Ari Eko Hartoyo
Eko Haryono Aritonang
TIM PENYUSUN
coverdesign&layout @nugroho.samuel

You might also like