You are on page 1of 16

1

BAB I
PENDAHULUAN

Indonesia sebagai salah satu Negara di Asia yang mencoba untuk bangkit dari krisis
ekonomi yang berkepanjangan dan melanda hampir semua Negara di kawasan Asia Tenggara.
Salah satu usaha yang dilakukan Indonesia adalah dengan menata kembali sistem perekonomian
yang sudah ada, antara lain dengan mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang baru
untuk diharapkan dapat membawa dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Salah satu
contoh konkrit pemerintah dalam meningkatkan penerimaan dalam negeri adalah melalui
kebijakan fiskal yaitu pajak.

Beberapa waktu sebelumnya, Ikatan Akuntansi Indonesia mengeluarkan Standar
Akuntansi Keuangan (SAK) tahun 2002 yang antara lain mengeluarkan Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan yang mengatur mengenai Akuntansi Pajak Penghasilan, yaitu PSAK No. 46
yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan Badan. Hal ini membawa dampak kepada perubahan
metode yang digunakan. Sebelumnya dasar menghitung dan mengakui pajak menggunakan
balance sheet liability method. PSAK yang wajib diterapkan dan mulai berlaku efektif 1 Januari
1999 untuk perusahaan publik dan 1 Januari 2000 untuk perusahaan non publik ini merupakan
pendekatan baru dibidang perpajakan. Pembahasan yang lazim dalam literatur masih
menggunakan deferred method atau income statement liability untuk pengakuan pajak
tangguhan.

Menghitung dan mengakui pajak tangguhan berdasarkan balance sheet liability method
harus memahami konsep perbedaan temporer. Perbedaan temporer yang didapat dari perbedaan
akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal yang dijadikan dasar pelaporan SPT. Apabila
perbedaan tersebut sudah dapat ditentukan maka dapat dihitung jumlah aktiva pajak
tangguhannya dan kewajiban pajak tangguhan.

Selama ini perusahaan mengakui jumlah taksiran pajak penghasilan (provision for income
taxes) dilaporkan laba rugi sesuai dengan jumlah yang terutang menurut SPT berdasarkan tax
payable method. Dengan berlakunya PSAK No. 46, jumlah beban pajak (tax expense) atau
provision for income taxes yang harus diakui terdapat 2 unsur utama yaitu pajak kini (current
tax) dan pajak tangguhan (deferred tax). Current tax merupakan jumlah PPh terutang atas
penghasilan kena pajak periode berjalan, sedangkan unsur deferred tax dihitung dengan terlebih
dahulu mengetahui perbedaan antara saldo menurut buku (per books) dan saldo menurut fiskal
(per SPT PPh Badan) atau menghitung jumlah temporary differences (perbedaan antara
accounting base dengan tax base). Maka pada tanggal neraca dapat dilihat jumlah aktiva
pajak tangguhan (deferred tax assets) dan kewajiban pajak tangguhan (deferred tax liabilities).

2

Hal lain yang harus diperhatikan adalah jumlah agregat current tax dan deferred tax
tersebut dapat menghasilkan beban (tax expense) suatu periode atau sebaliknya dapat juga
menghasilkan penghasilan pajak (tax income), yang menjadi unsur penambah net income (loss)
before taxes.




































3

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pajak Tangguhan
Pajak tangguhan adalah pajak yang kewajibannya ditunda sampai waktu yang ditentukan
atau diperbolehkan. Pada dasarnya antara akuntansi pajak dan akuntansi keuangan memiliki
kesamaan tujuan, yaitu untuk menetapkan hasil operasi bisnis dengan pengukuran dan
pengakuan penghasilan dan biaya.
2.1.1 Beban Pajak Tangguhan dan Pendapatan Pajak Tangguhan

Beban PPh terdiri atas beban pajak kini dan beban pajak atau pendapatan pajak
tangguhan. PSAK 46 Par. 07 mendefinisikan Pajak kini (current tax) sebagai jumlah
pajak penghasilan terutang (payable) untuk periode mendatang sebagai akibat adanya
perbedaan temporer kena pajak. Pajak kini dihitung berdasarkan tarif pajak penghasilan
dikalikan dengan laba fiskal, yaitu laba akuntansi yang telah dikoreksi agar sesuai dengan
ketentuan perpajakan atau jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak, jumlah
pajak ini harus dihitung sendiri oleh wajib pajak berdasarkan penghasilan kena pajak
dikalikan dengan tarif pajak, kemudian dibayar sendiri dan dilaporkan dalam surat
pemberitahuan (SPT) sesuai dengan peraturan perundang-undangan pajak yang berlaku.
Pajak penghasilan diperlakukan sebagai biaya bagi perusahaan. Oleh karena itu,
pajak penghasilan harus diasosiasikan dengan laba dimana pajak penghasilan tersebut
dikenakan atau diperhitungkan. Proses untuk mengasosiasikan pajak penghasilan dengan
laba dimana pajak itu dikenakan disebut Alokasi Pajak.
Beban pajak tangguhan akan menimbulkan kewajiban pajak tangguhan sedangkan
pendapatan pajak tangguhan mengakibatkan aset pajak tangguhan.
2.1.2 Aset Pajak Tangguhan
Aset pajak tangguhan (deferred tax asset) adalah jumlah pajak penghasilan
terpulihkan (recoverable) pada periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan
temporer yang boleh dikurangkan dan sisa kompensasi kerugian. Aset pajak tangguhan
timbul apabila beda waktu yang menyebabkan terjadinya koreksi positif sehingga beban
pajak menurut akuntansi lebih kecil daripada beban pajak menurut peraturan perpajakan.
2.1.3 Kewajiban Pajak Tangguhan
Kewajiban pajak tangguhan (deferred tax liabilities) adalah jumlah pajak
penghasilan terutang (payable) untuk periode mendatang sebagai akibat adanya
4

perbedaan temporer kena pajak. Kewajiban pajak tangguhan timbul karena adanya
perbedaan waktu yang menyebabkan terjadinya koreksi negatif sehingga beban pajak
menurut akuntansi lebih besar daripada beban pajak menurut peraturan perpajakan.
Baik kewajiban pajak tangguhan maupun aset pajak tangguhan dapat terjadi
dalam hal-hal sebagai berikut:
1. Apabila penghasilan sebelum pajak lebih besar dari penghasilan kena pajak, maka
beban pajak pun akan lebih besar dari pajak terutang, sehingga akan
menghasilkan kewajiban pajak tangguhan.
2. Sebaliknya apabila penghasilan sebelum pajak lebih kecil dari penghasilan kena
pajak, maka beban pajaknya akan juga lebih kecil dari pajak terutang, sehingga
akan menghasilkan aktiva pajak tangguhan.
Perbedaan Temporer Perbedaan Temporer x Tarif Hasilnya
PSP > PKP BP > PT Kewajiban Pajak Tangguhan
PSP < PKP BP < PT Aset Pajak Tangguhan

Keterangan:
PSP : Penghasilan sebelum pajak
PKP : Penghasilan kena pajak
BP : Beban pajak
PT : Pajak terutang
2.2 Prinsip-prinsip Alokasi Pajak
Pada dasarnya alokasi pajak penghasilan bagi perusahaan sebagai wajib pajak bisa
mencakup dua hal, yaitu:
a. Interperiod Allocation
Yaitu proses alokasi pajak penghasilan antar periode tahun buku yang satu dengan
periode-periode tahun buku berikut atau sesudahnya. Alokasi pajak penghasilan antar
periode tahun buku ini diperlukan karena adanya perbedaan terhadap jumlah laba kena
pajak dan laba akuntansi.

b. Intraperiod Allocation
Yaitu proses alokasi pajak penghasilan dalam suatu periode akuntansi karena adanya
perbedaan tarif pajak yang dikenakan terhadap tiap-tiap komponen laba atau pendapatan
(Misalnya, tarif pajak untuk laba sebelum pos luar biasa berbeda dengan tarif pajak untuk
laba atau rugi luar biasa).
5

Karena Undang-undang perpajakan di Indonesia tidak mengenal diskriminasi tarif yang
diberlakukan terhadap tiap-tiap komponen laba atau pendapatan, maka masalah Intraperiod
Allocation praktis tidak pernah dijumpai.
2.3 Metode Alokasi Pajak Interperiode
Metode alokasi pajak digunakan untuk mempertanggungjawabkan pengaruh-pengaruh
pajak dan bagaimana pengaruh-pengaruh tersebut harus disajikan dalam laporan keuangan. Ada
tiga metode untuk mengalokasikan pajak yaitu (Kieso dan Weygant, 2001 : 1067-1068):
1. Deferral Method (Metode Pajak Tangguhan)
Dalam metode ini menggunakan pendekatan laba rugi yang memandang perbedaan
perlakuan antara akuntansi dan perpajakan dari sudut pandang laporan laba rugi, yaitu
kapan suatu transaksi diakui dalam laporan laba rugi baik dari segi komersial maupun
fiskal. Pendekatan ini mengenal istilah perbedaan waktu dan perbedaan permanen. Hasil
perhitungan dari pendekatan adalah pergerakan yang akan diakui sebagai pajak
tangguhan pada laporan laba rugi. Metode ini lebih menekankan Matching Principle pada
periode terjadinya perbedaan tersebut.

Keunggulan dan kelemahan dari metode ini adalah:
Metode pajak tangguhan lebih menekankan pada pengukuran berapa besar
penghematan pajak kini akibat perbedaan temporer tersebut yang dialokasikan
pada periode mendatang. Sedangkan di lain pihak, metode kewajiban tekanannya
pada berapa besar pengeluaran kas yang akan dilakukan di masa mendatang untuk
keperluan pajak penghasilan terutang.
Metode pajak tangguhan lebih obyektif bila dibandingkan dengan metode
kewajiban, karena tidak menggunakan estimasi atau asumsi berkenaan dengan
waktu pemulihan penghasilan kena pajak kini maupun pada periode pemulihan
atau tarif pajak.
Baik metode pajak tangguhan maupun metode kewajiban mengungkapkan secara
terpisah berkenaan dengan pajak tangguhan di neraca dan laba rugi perusahaan
dan tidak tergabung dalam nilai individu aset atau kewajiban penghasilan atau
biaya, seperti halnya pada metode pajak netto.
Kelemahan yang serius pada metode pajak tangguhan adalah tidak terdapatnya
konsep mendasar atau teori yang rasional yang mempermasalahkan kredit pajak
tangguhan. Kredit tersebut tidak memiliki atribut yang lazimnya sebagai utang
menurut akuntansi, dan malahan seolah-olah merupakan klaim pemilik atas aset
perusahaan. Para direksi lebih memfokuskan pada masalah laporan laba rugi dan
obyektivitas pengukuran beban pajak dalam metode pajak tangguhan,
dibandingkan dengan perhatiannya terhadap neraca perusahaan dan konsistensi
teori kredit pajak tangguhan dengan ekuitas lainnya.
6

2. Liability Method (Metode Kewajiban)
Metode ini menggunakan pendekatan neraca (balance sheet approach) yang menekankan
pada kegunaan laporan keuangan dalam mengevaluasi posisi keuangan dan memprediksi
aliran kas pada masa yang akan datang. Pendekatan neraca memandang perbedaan
perlakuan akuntansi dan perpajakan dari sudut pandang neraca, yaitu perbedaan antara
saldo buku menurut komersial dan dasar pengenaan pajaknya. Pendekatan ini mengenal
istilah perbedaan temporer dan non temporer. Beban pajak tangguhan di laporkan di laba
rugi bagian taksiran PPh sebagai komponen pajak tangguhan, sedangkan penghasilan
pajak tangguhan harus dilaporkan di laba rugi sebagai komponen negatif dari beban pajak
tangguhan.

3. Net-of-Tax Method (Metode Pajak Neto)
Pada metode ini tidak ada pajak tangguhan yang diakui, konsekuensi dari pajak atas
perbedaan temporer tidak dilaporkan secara terpisah, sebaliknya diperlakukan sebagai
penyesuaian atas nilai aktiva atau kewajiban tertentu dan penghasilan atau beban yang
terkait. Dalam metode ini, beban pajak yang disajikan dalam laporan laba rugi sama
dengan jumlah pajak penghasilan yang terutang menurut SPT Tahunan.

Menurut Standar Akuntansi Keuangan (PSAK 46) diantara ketiga metode tersebut, hanya
Deferral Method (Metode Pajak Tangguhan) yang diperkenankan digunakan.
Terpilihnya metode pajak tangguhan untuk digunakan dalam penyusunan laporan
keuangan, karena secara umum dapat dikatakan bahwa metode ini memasukkan alokasi
perbedaan temporer yang komprehensif dan bukan alokasi perbedaan temporer yang
parsial. Selain itu, keunggulan dan kelemahan dari metode ini adalah: metode pajak
tangguhan lebih menekankan pada pengukuran berapa besar penghematan pajak kini
akibat perbedaan temporer tersebut yang dialokasikan pada periode mendatang.
Sedangkan di lain pihak, metode kewajiban tekanannya pada berapa besar pengeluaran
kas yang akan dilakukan di masa mendatang untuk keperluan pajak penghasilan terutang.

2.4 Beda Tetap dan Beda Waktu Sementara

2.4.1 Beda Tetap (Permanen)

Beda tetap (permanen) adalah perbedaan yang disebabkan oleh adanya perbedaan
pengakuan pendapatan dan beban antara standar akuntansi dan peraturan
perpajakan. Perbedaan ini menyebabkan perbedaan besarnya laba bersih sebelum
pajak dengan laba fiskal atau penghasilan kena pajak.

Beda Tetap Penghasilan
7

Penerimaan yang menurut SAK merupakan penghasilan tetapi
menurut undang-undang PPh bukan obyek PPh.
Contoh : dividen yang diterima oleh PT sebagai WP DN, BUMN,
BUMD serta koperasi, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan/berkedudukan di indonesia dengan syarat tertentu.
Penerimaan yang menurut SAK bukan merupakan penghasilan tetapi
menurut undang-undang PPh merupakan obyek PPh.
Contoh : penerimaan hibah/bantuan dari pihak-pihak yang ada
hubungan istimewa.
Penghasilan yang dikenakan PPh final
catatan: wajib pajak tetap berkewajiban melampirkan laporan
keuangan dalam penyampaian SPT Tahunan PPh.

Beda Tetap Biaya
Pengeluaran yang menurut SAK merupakan beban tetapi menurut
undang-undang pph tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto
Contoh : pasal 9 UU PPh yang dikenakan PPh final

Beda Tetap Yang Murni
Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang
bukan merupakan objek pajak.
Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang
dikenakan-PPh-Final.
catatan: bagi wajib pajak yang memperoleh penghasilan yang bukan
merupakan objek pajak atau penghasilan yang dikenakan pph final dan
penghasilan yang dikenakan pph tarif pasal 17 wajib memisahkan
biaya langsung. Untuk biaya tidak langsung harus dialokasikan secara
proporsional berdasarkan penghasilan bruto.
Penggantian/imbalan sehubungan dengan pekerjaan/jasa yang
diberikan dalam bentuk natura/kenikmatan, kecuali penyediaan
makanan dan minuman untuk seluruh pegawai dan kenikmatan di
daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang
ditetapkan oleh menteri keuangan.
Bantuan/sumbangan
Sanksi administrasi perpajakan
Kerugian usaha dari luar negeri
Rugi karena penjualan/pengalihan aktiva dan/atau hak yang dimiliki
yang tidak dipergunakan dalam kegiatan usaha dalam rangka
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
8

PPh pasal 26 yang ditanggung oleh pemberi penghasilan, kecuali
dalam menghitungnya menggunakan metode gross up. (PPh 26 atas
dividen tidak boleh dengan metode gross up)

Beda Tetap Yang Disebabkan Tidak Dipenuhi Syarat-Syarat Khusus
Biaya perjalanan, yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
adalah biaya perjalanan pegawai perusahaan untuk kepentingan
perusahaan yang dilengkapi dengan bukti-bukti sah, misal : surat
tugas, tiket, kuitansi hotel atau bukti pembayaran ke biro perjalanan.
Biaya promosi, yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah
biaya promosi yang didukung bukti pemasangan/pemuatan iklan,
pembuatan barang-barang promosi dll. Biaya promosi harus dibedakan
dengan sumbangan.
Biaya entertainment, yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
adalah biaya entertainment yang benar-benar dikeluarkan (formal) ada
hubungannya dengan kegiatan usaha wajib pajak dan dibuatkan daftar
nominatif (dilampirkan di SPT Tahunan PPh)
Isi Daftar Nominatif meliputi: Nomor urut, Tanggal, Nama,
Tempat, Alamat, Jenis dan Jumlah Entertainment yang
diberikan, serta Nama, Posisi, Nama Perusahaan, dan Jenis Usaha
Relasi yang di entertain.
Biaya penelitian dan pengembangan, yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto adalah hanya biaya penelitian dan pengembangan
yang dilakukan di indonesia.
Kerugian piutang: selain Bank dan SGU, piutang yang dapat
dihapuskan adalah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dan
dibuatkan daftar nominatif (dilampirkan di SPT Tahunan PPh)

Beda Tetap Yang Disebabkan Praktik-Praktik Akuntansi Yang Tidak Sehat Baik
menurut SAK maupun Undang-Undang PPh tidak mengakuinya sebagai beban.
Keperluan pribadi pemilik atau pemegang saham dan keluarganya
yang dibayar perusahaan dan dibukukan sebagai beban usaha.
Keperluan pribadi pegawai perusahaan yang dibayar perusahaan dan
dibukukan sebagai beban usaha.







9

2.4.2 Beda Waktu Sementara (Temporer)

Beda waktu sementara adalah perbedaan yang disebabkan adanya perbedaan
waktu dan metode pengakuan penghasilan dan beban tertentu berdasarkan standar
akuntansi dengan peraturan perpajakan. Perbedaan ini mengakibatkan perbedaan
waktu pengakuan pendapatan dan beban antara tahun pajak yang satu ke tahun
pajak berikutnya.
Contoh :
1. Penyusutan/Amortisasi
2. Penilaian Persediaan
3. Penyisihan Kerugian Piutang, kecuali untuk Bank dan Sewa Guna Usaha
dengan Hak Opsi, Cadangan Untuk Usaha Asuransi, Cadangan pembangunan
sarana/prasarana untuk yayasan yang bergerak di bidang pendidikan dan
kesehatan; serta Cadangan Biaya Reklamasi untuk Usaha Pertambangan
4. Laba Rugi selisih Kurs
5. Laba Rugi atas Penilaian Efek
6. Laba Rugi atas Penyertaan Saham

Beda waktu sementara/temporer dapat berupa:
a. Perbedaan temporer kena pajak
Adalah perbedaan yang menimbulkan suatu jumlah kena pajak dalam
penghitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aset
dipulihkan atau nilai nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi.
b. Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan
Adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah yang boleh
dikurangkan dalam penghitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai
tercatat aset dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi.

2.5 Pencatatan dan Penyajiannya
Pengakuan aset dan kewajiban pajak tangguhan dilakukan terhadap rugi fiskal yang
masih dapat dikompensasikan dan beda waktu antara laporan keuangan komersial dengan
laporan keuangan fiskal yang dikenakan pajak, dikalikan dengan tarif pajak yang berlaku.
Karena tarif pajak penghasilan berubah-ubah dari waktu ke waktu, maka diperlukan suatu
metode alokasi agar diperoleh kepastian dan perlakuan yang konsisten terhadap pajak
penghasilan tersebut beserta penyajiannya dalam laporan keuangan.


10

2.5.1 Pencatatan

Jurnal untuk mencatat timbulnya pajak tangguhan adalah:

Keterangan Debit Credit
Aset Pajak Tangguhan
Pendapatan Pajak Tangguhan
xxx
xxx

Jurnal untuk mencatat timbulnya kewajiban pajak tangguhan adalah:

Keterangan Debit Credit
Beban Pajak Tangguhan
Kewajiban Pajak Tangguhan
xxx
xxx

2.5.2 Penyajian Pajak Tangguhan
a) Aset pajak dan kewajiban pajak harus disajikan terpisah dari aset dan
kewajiban lainnya dalam neraca.
b) Aset dan kewajiban pajak tangguhan harus dibedakan dari aset pajak kini
(tax receivable/prepaid tax) dan kewajiban pajak kini (tax payable).
c) Aset atau kewajiban pajak tangguhan tidak boleh disajikan sebagai aset
atau kewajiban lancar.
d) Aset pajak kini harus dikompensasikan (offset) dengan kewajiban pajak
kini dan jumlah netonya disajikan dalam neraca.
e) Beban (penghasilan) pajak yang berhubungan dengan laba atau rugi dari
aktivitas normal harus disajikan tersendiri pada laporan laba rugi.
f) Aset pajak tangguhan disajikan terpisah dengan akun tagihan restitusi PPh
dan kewajiban tangguhan juga disajikan terpisah dengan utang PPh 29.
g) PPh final:
Apabila nilai tercatat aset atau kewajiban yang berhubungan
dengan PPh final berbeda dari dasar pengenaan pajaknya, maka
perbedaan tersebut tidak boleh diakui sebagai aset atau kewajiban
pajak tangguhan.
Atas penghasilan yang telah dikenakan PPh final, beban pajak
diakui proporsional dengan jumlah pendapatan menurut akuntansi
yang diakui pada periode berjalan.
Selisih antara jumlah PPh final yang terutang dengan jumlah yang
dibebankan sebagai pajak kini pada perhitungan laba rugi diakui
sebagai Pajak Dibayar di Muka dan Utang Pajak.
Akun PPh final dibayar di muka harus disajikan terpisah dari PPh
final yang masih harus di bayar.
11

h) Perlakuan akuntansi untuk hal khusus:
Jumlah tambahan pokok dan denda pajak yang ditetapkan dalam
Surat Ketetapan Pajak harus dibebankan sebagai pendapatan atau
beban lain-lain pada Laporan Laba Rugi periode berjalan.
Apabila diajukan keberatan dan atau banding, pembebanannya
ditangguhkan.





















12

BAB III
KASUS PAJAK TANGGUHAN

PT. JAK adalah perusahaan kontraktor. Untuk laporan komersial, JAK menggunakan metode
presentase penyelesaian (percentage of completion method) dimana pendapatan diakui
berdasarkan presentase tingkat penyelesaian proyek, dan untuk tahun 2010 JAK menerima
pembayaran sebesar Rp 100.000.000 dari total kontrak senilai Rp 200.000.000 yang rencananya
akan rampung di 2013. Sedangkan untuk laporan fiskal, JAK menggunakan metode
penyelesaian kontrak (completed contract method) dimana pendapatan baru akan diakui
sekaligus ketika seluruh pembayaran diterima (saat proyek rampung di 2013). Akibatnya, di
2012 terjadi perbedaan pengakuan pendapatan. Perbedaan pengakuan pendapatan ini
mengakibatkan perbedaan pengakuan Laba Kena Pajak yang otomatis juga akan
mengakibatkan perbedaan pengakuan Kewajiban Pajak Penghasilan (Utang PPh) baik di masa
kini maupun masa yang akan mendatang.















13

BAB IV
PEMBAHASAN

Menurut laporan fiskal 2012, pendapatan JAK nol sehingga tidak ada Laba Kena Pajak
(laba fiskal) otomatis juga tidak ada utang pajak penghasilan, karena pendapatan baru akan
diakui sekaligus di tahun 2013 sebesar Rp 200.000.000, sehingga laba kena pajak dan utang
pajak penghasilan akan terjadi sekaligus di 2013.

Menurut laporan komersial untuk 2012 adalah Rp 100.000.000, sehingga ada laba kena pajak
(laba komersial) dan utang pajak penghasilan sisanya yang Rp 100.000.000 akan diakui di
2013. Total pengakuan pendapatan, laba kena pajak dan utang pajak sejak 2012 hingga 2013
akan sama.
Perbedaan yang terjadi antara laporan fiskal dengan laporan komersial hanya terjadi pada
waktu pengakuannya, oleh sebab itu perbedaan tersebut diistilahkan dengan beda waktu
(timing difference) dimana perbedaan yang terjadi di 2012 hanya bersifat sementara, dan pada
titik tertentu nanti akan menjadi sama. Berdasarkan perbedaan pengakuan tersebut,
mengakibatkan timbulnya pengakuan pajak tangguhan yang mana dalam pengakuan Laba Kena
Pajak (Laba Fiskal) yang untuk sementara lebih kecil dibandingkan Laba Sebelum Pajak
(Laba Komersial) di masa kini, yang sudah pasti akan mengakibatkan timbulnya Utang Pajak
Penghasilan di masa depan. Selisih tersebut diakui sebagai Kewajiban Pajak Tangguhan
(Deferred Tax Liability). Adapun perbandingan Laporan fiskal dan komersial PT. JAK untuk
2012 dan 2013 adalah sebagai berikut:
2012 2013 Total
Laporan Fiskal
Pendapatan 0 200.000.000 200.000.000
Beban dan Biaya 0 100.000.000 100.000.000
Laba Kena Pajak 0 100.000.000 100.000.000
Tarif Efektif PPh 25% 25%
Utang PPh 0 25.000.000 25.000.000

2012 2013 Total
Laporan Komersial
Pendapatan 100.000.000 100.000.000 200.000.000
Beban dan Biaya 50.000.000 50.000.000 100.000.000
Laba Kena Pajak 50.000.000 50.000.000 100.000.000
Tarif Efektif PPh 25% 25%
Utang PPh 12.500.000 12.500.000 25.000.000

14

Dari perbandingan laporan fiskal dan komersial di atas, jelas terlihat bahwa perbedaan
pengakuan pendapatan di 2012 mengakibatkan terjadinya perbedaan laba kena pajak sebesar Rp
50.000.000. perbedaan laba fiskal dan komersial tersebut akan mengakibatkan peningkatan utang
PPh di 2013 sebesar:
Tarif efektif PPh x Selisih Laba Kena Pajak
25% x 50.000.000
Rp 12.500.000

Peningkatan Utang PPh inilah yang diakui sebagai Kewajiban Pajak Tangguhan (Deferred Tax
Liability) di tahun 2012.

Jurnal Pengakuan Biaya dan Utang PPh:
Dr. Biaya PPh Badan 15.000.000
Cr. Utang PPh Badan 15.000.000
Tetapi karena laporan fiskal mengakui utang PPh nihil dan sebagai gantinya PT. JAK mengakui
adanya kewajiban pajak tangguhan, maka jurnalnya:
Dr. Biaya PPh Badan 15.000.000
Cr. Kewajiban Pajak Tangguhan 15.000.000
Pada saat proyek rampung di tahun 2013 nanti, jurnal yang dimasukkan oleh PT. JAK di
penutupan buku adalah sebagai berikut:
Dr. Biaya PPh Badan 15.000.000
Kewajiban Pajak Tangguhan 15.000.000
Cr. Utang PPh Badan 30.000.000






15

BAB V
KESIMPULAN

Beban PPh terdiri atas beban pajak kini dan beban pajak atau pendapatan pajak
tangguhan. Pajak kini (current tax) sebagai jumlah pajak penghasilan terutang (payable) untuk
periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak. Beban pajak
tangguhan akan menimbulkan kewajiban pajak tangguhan sedangkan pendapatan pajak
tangguhan mengakibatkan aset pajak tangguhan.
Kewajiban pajak tangguhan maupun aset pajak tangguhan dapat terjadi dalam hal-hal
sebagai berikut:
1. Apabila penghasilan sebelum pajak lebih besar dari penghasilan kena pajak, maka beban
pajak pun akan lebih besar dari pajak terutang, sehingga akan menghasilkan kewajiban
pajak tangguhan.
2. Sebaliknya apabila penghasilan sebelum pajak lebih kecil dari penghasilan kena pajak,
maka beban pajaknya akan juga lebih kecil dari pajak terutang, sehingga akan
menghasilkan aktiva pajak tangguhan.
Pajak penghasilan diperlakukan sebagai biaya bagi perusahaan. Oleh karena itu, pajak
penghasilan harus diasosiasikan dengan laba dimana pajak penghasilan tersebut dikenakan atau
diperhitungkan. Proses untuk mengasosiasikan pajak penghasilan dengan laba dimana pajak itu
dikenakan disebut Alokasi Pajak. Pada dasarnya alokasi pajak penghasilan bagi perusahaan
sebagai wajib pajak bisa mencakup dua hal, yaitu:
a. Interperiod Allocation
b. Intraperiod Allocation
Karena Undang-undang perpajakan di Indonesia tidak mengenal diskriminasi tarif yang
diberlakukan terhadap tiap-tiap komponen laba atau pendapatan, maka masalah Intraperiod
Allocation praktis tidak pernah dijumpai.
Metode alokasi pajak digunakan untuk mempertanggungjawabkan pengaruh-pengaruh
pajak dan bagaimana pengaruh-pengaruh tersebut harus disajikan dalam laporan keuangan. Ada
tiga metode untuk mengalokasikan pajak yaitu:
1. Deferral Method (Metode Pajak Tangguhan)
2. Liability Method (Metode Kewajiban)
3. Net-of-Tax Method (Metode Pajak Neto)

16

Menurut Standar Akuntansi Keuangan (PSAK 46) diantara ketiga metode tersebut, hanya
Deferral Method (Metode Pajak Tangguhan) yang diperkenankan digunakan. Terpilihnya
metode pajak tangguhan untuk digunakan dalam penyusunan laporan keuangan, karena secara
umum dapat dikatakan bahwa metode ini memasukkan alokasi perbedaan temporer yang
komprehensif dan bukan alokasi perbedaan temporer yang parsial.

You might also like