You are on page 1of 24

DAFTAR ISI

Halaman


HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................... 3
A. Definisi........ 3
B. Epidemiologi................................................................................. 4
C. Etiologi........ 5
D. Tanda dan Gejala............. 6
E. Patofisiologi............. 7
F. Pemeriksaan Diagnostik.......... 14
G. Terapi....................................................................... 17
H. Prognosis......... 20
BAB III PENUTUP......................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA











1

BAB I
PENDAHULUAN

Masalah kesehatan dengan gangguan sistem pernapasan masih menduduki
peringkat yang tinggi sebagai penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Efusi
pleura adalah salah satu kelainan yang mengganggu sistem pernapasan dan
merupakan satu permasalahan klinik yang sering ditemui dalam praktek sehari-
hari. Angka insidennya beragam antara satu negara dengan negara lain. Efusi pleura
sendiri sebenarnya bukanlah diagnosa dari suatu penyakit melainkan hanya lebih
merupakan symptom atau komplikasi dari suatu penyakit dan merupakan suatu
indikator proses patologis, yang mungkin berasal dari paru-paru atau organ
sistemik atau penyakit sistemik.Kondisi ini dapat terjadi pada pasien penyakit akut
atau kronis.
1

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat cairan berlebihan di dalam
rongga pleura. Efusi pleura pada anak-anak lebih sedikit bila dibandingkan pada
orang dewasa. Efusi pleuradapat disebabkan oleh beragam penyakit infeksi ataupun
penyakit bukan infeksi. Penyebab efusi pleura pada anak-anak berbeda secara nyata
bila dibandingkan pada orang dewasa . Pada orang dewasa, efusi pleura banyak
disebabkan karena gagal jantung kongestif (transudat) dan bakteri pneumonia.
Keganasan adalah penyebab utama untuk jenis eksudat. Efusi pleura pada anak-anak
umumnya banyak disebabkan karena infeksi (50-70% efusi parapneumonik), gagal
jantung kongestif adalah penyebab yang lebih sedikit (5-15%) dan keganasan
merupakan kasus yang jarang pada anak-anak.
1,2
Efusi parapneumonik didefinisikan sebagai adanya cairan didalam rongga
pleura yang dihubungan dengan adanya pneumonia, abses paru, atau bronkiektasis.
Bakteri non-TB pneumonia merupakan penyumbang terbesar sebagai penyebab
utama efusi pleura pada anak. Dibuktikan dengan agen spesifik penyebab
tergantung dengan usia pasien, penyakit yang mendasarinya, metode kultur
laboratorium yang standar, dan pemberian terapi antibiotik.
1
Staphylococcus aureus merupakan satu-satunya penyebab utama pathogen
penyebab empyema (29-35% dari kasus), khususnya diantara anak-anak usia kurang
2

dari 2 tahun. Streptococcus pneumonia adalah penyebab lebih dari 25% kasus
empyema. Haemophilus influenzae lebih sedikit sebagai pathogen penyebab namun
tetap penting dalam perkembangan efusi parapneumonik pada anak-anak diusia
lebih dari 5 tahun. Infeksi paru anaerobic tidak biasa, dan lebih dari 90% pasien
yang terpengaruh sebagai manifestasi infeksi gigi dan gusi, kesadaran yang berubah,
dan nyeri menelan. Yang paling penting bakteri anaerobic adalah microaerophilic
streptococci, Fusobacterium nucleatum, dan Bacteroides melaninogenicus.
2,3
Tingkat kegawatan pada efusi pleura ditentukan oleh jumlah cairan, kecepatan
pembentukan cairan dan tingkat penekanan pada paru. Jika efusi luas, expansi paru
akan terganggu dan pasien akan mengalami sesak, nyeri dada, batuk non produktif
bahkan akan terjadi kolaps paru dan akibatnya akan terjadilah gagal nafas. Kondisi-
kondisi tersebut diatas tidak jarang menyebabkan kematian pada penderita efusi
pleura.
3



















3





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam
rongga pleura. Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang
terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain.
1,2

Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5-15ml)
berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak
tanpa adanya friksi. Cairan pleura komposisinya nyaris sama dengan cairan
plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu <
1,5 gr/dl.
2,4

Pada individu normal, cairan pleura dibentuk dari kapiler pada pleura parietal
dengan kecepatan pembentukan 0,01 ml/kgBB/jam. Pergerakan cairan masuk dan
keluar rongga pleura tergantung pada tekanan hidrostatik dan osmotik dalam kapiler
pleura paroetal dan visceral. Penyerapan cairan pleura umumnya melalui sistem
limfatik pleura parietal dengan kemampuan absorbsi 20 kali lebih besar dari
pembentukan normal.
2,3









4


Gambar 1. Anatomi Rongga Pleura
Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam
rongga pleura. Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural,
proses penyakit primer jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat
penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan
transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus.
1,4









Gambar 2. Anatomi Rongga Pleura (Mikro)
B. Epidemiologi
Efusi pleura sering terjadi di negara-negara yang sedang berkembang, salah
satunya di Indonesia. Hal ini lebih banyak diakibatkan oleh infeksi tuberkolosis.
Bila di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung
kongestif, keganasan, dan pneumonia bakteri.
5

Di Indonesia, prevalensi terjadinya efusi pleura yang terdiagnosis belum ada
data pasti. Di Amerika dilaporkan antara tahun 1990 hingga 1999, efusi pleura
dilaporkan di derita oleh sekitar 0,6 % anak di Amerika Serikat. Pada tahun-tahun
berikutnya, terjadi peningkatan dari jumlah anak yang dirawat dengan efusi pleura
dan berdasarkan penelitian didapatkan hubungan peningkatan ini dengan
meningkatnya resistensi organisme penyebab oleh antibiotik. Di inggris
dilaporkan bahwa kejadian efusi yang terdiagnosa dari populasi dibawah 18 tahun
didapatkan peningkatan yang signifikan, dari 19,9 kasus per 100.000 pada tahun
5

2004 menjadi 35,2 kasus per 100.000 pada tahun 2006. Mortalitas dan morbiditas
efusi pleura ditentukan berdasarkan penyebab, tingkat keparahan dan jenis
biochemical dalam cairan pleura.
5,6

C. Etiologi
Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan
seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma
meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior.
4
Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis,
pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga
pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di
Indonesia 80% karena tuberculosis.
7
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit
neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh
sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar:
4,7
1. Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
2. Penurunan tekanan osmotik koloid darah
3. Peningkatan tekanan negative intrapleural
4. Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
Pada anak-anak, efusi parapneumonik akibat infeksi dari pneumonia adalah
penyebab utama dan umum dari efusi pleura. Ada tiga tingkatan/tahap yang
berhubungan dengan efusi parapneumonik yang mungkin saling tumpang tindih.
Tahap eksudatif (tahap efusi tanpa komplikasi), tahap fibropurulent (tahap mulai
masuknya kuman/bakteri) dan tahap organisasi (tahap ketiga menuju empyema).
7
Penyebab Insiden
Pneumonia (Parapneumonia effusion) 50-70%
Penyakit Ginjal 9%
Trauma 7%
Virus 7%
Keganasan 5-10%
Penyakit Jantung 5-11%
Lainnya (Kerusakan hati, sickle cel
anemia, meningitis, dll)
3%
6

Tabel 1. Penyebab umum efusi pleura pada anak-anak


Penyebab lain dari efusi pleura adalah:
5,7

1. Gagal Jantung
2. Kadar protein yang rendah
3. Sirosis
4. Pneumonia
5. Blastomikosis
6. Koksidioidomikosis
7. Tuberkulosis
8. Histoplasmosis
9. Kriptokokosis
10. Abses dibawah diafragma
11. Artritis rematoid
12. Pankreatitis
13. Emboli paru
14. Tumor
15. Darah
16. Lupus eritematosus sistemik
17. Pembedahan jantung
18. Cedera di dada
19. Obat-obatan (hidralazin, prokainamid, isoniazid, fenitoin,klorpromazin,
nitrofurantoin, bromokriptin, dantrolen, prokarbazin)
20. Pemasanan selang untuk makanan atau selang intravena yang kurang baik.

D. Tanda dan Gejala
Pada efusi pleura minimal biasanya asimptomatik, namun bila efusi banyak
dapat menyebabkan sesak. Nyeri dada pleuritik dan batuk kering dapat ditemukan.
Gambaran fisis yang khas tidak didapatkan jika cairan pleura kurang dari 200-300
cc. Jika efusi banyak, didapatkan penurunan fokal fremitus, pekak pada perkusi,
7

bunyi pernapasan menurun atau tidak ada. Adanya bunyi gesekan pleura
menunjukkan ada pleuritis. Efusi pleura masif akan menyebabkan pendorongan
trakea kontralateral dan ruang interkostal menonjol.
5

Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan,
setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan
sesak napas. Pada anak masalah pernapasan adalah hal yang paling sering
dikeluhkan. Apabila dihubungkan dengan penyebabnya berupa pneumonia maka
gejala yang muncul adalah batuk, demam, sesak nafas, menggigil. Apabila
penyebabnya bukan pneumonia, maka gejala pada anak mungkin tidak ditemukan
sampai efusi yang timbul telah mencukupi untuk menimbulkan gejala sesak nafas
atau kesulitan bernafas.
4,7
Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan
nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi),
banyak keringat, batuk, banyak riak. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit
dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.
4
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak
dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati
daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis
melengkung (garis Ellis Damoiseu).
7
Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani
dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak
karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini
didapati vesikuler melemah dengan ronki.
4,7

E. Patofisiologi
Cairan di rongga pleura pada orang normal jumlahnya cenderung tetap
karena adanya keseimbangan antara produksi oleh pleura parietalis dan absorbsi
oleh pleura viseralis. Keadaan ini dapat dipertahankan karena adanya
keseimbangan antara tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cm HO dan
8

tekanan koloid osmotik pleura viseralis 10 cm HO. Cairan pleura terakumulasi
ketika pembentukan cairan pleura lebih besar dari absorbsi cairan pleura.
8

Didalam rongga pleura terdapat 5ml cairan yang cukup untuk membasahi
seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura viseralis. Cairan ini dihasilkan oleh
kapiler pleura parietalis karena adanya tekanan hodrostatik, tekanan koloid dan daya
tarik elastis. Sebagian cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan pleura
viseralis, sebagian kecil lainnya (10-20%) mengalir kedalam pembuluh limfe
sehingga pasase cairan disini mencapai 1 liter setiap harinya.
7
Terkumpulnya cairan di rongga pleura disebut efusi pleura, ini terjadi bila
keseimbangan antara produksi dan absorbsi terganggu misalnya pada hyperemia
akibat inflamasi, perubahan tekanan osmotik (hipoalbuminemia), peningkatan
tekanan vena (gagal jantung). Atas dasar kejadiannya efusi dapat dibedakan atas
transudat dan eksudat pleura.
5
Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi
pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Efusi pleura tipe
transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran kadar Laktat
Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan pleura. Efusi pleura eksudatif
memenuhi paling tidak salah satu dari tiga kriteria berikut ini, sementara efusi
pleura transudatif tidak memenuhi satu pun dari tiga kriteria ini :
1. Protein cairan pleura / protein serum > 0,5
2. LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6
3. LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang normal
di dalam serum.

Transudat Eksudat
Jernih Keruh
Encer Lebih Kental
Kuning muda Warna bisa berbeda-beda
BJ mendekati 1010 (< 1018) BJ > 1018
Bekuan biasanya tidak ada Bekuan sering di dapatkan
Protein < 2,5 g/dl Protein > 4 g/dl
Glukosa sama dengan glukosa plasma Bervariasi
9

(60 mg/dl)
Jumlah sel sedikit Jumlah sel banyak
Steril Sering ada bakteri
Tabel 2. Perbedaan Transudat dan Eksudat

Efusi pleura dibedakan antara efusi pleura eksudatif dan transudatif
berdasarkan tipe cairannya. Efusi pleura dengan cairan eksudat, dapat disebabkan
oleh:
5,6,7

1. Pleuritis karena virus dan mikoplasma: virus coxsackie, rickettsia, chlamydia.
Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6000/cc. Gejala
penyakit dapat dengan keluhan sakit kepala, demam, malaise, mialgia, sakit
dada, sakit perut, gejala perikarditis. Diagnosa dapat dilakukan dengan cara
mendeteksi antibodi terhadap virus dalam cairan efusi.
2. Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh
bakteri yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara
hematogen. Bakteri penyebab dapat merupakan bakteri aerob maupun anaerob
(Streptococcus paeumonie, Staphylococcus aureus, Pseudomonas,
Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas, Bakteriodes, Fusobakterium, dan lain-
lain). Penatalaksanaan dilakukan dengan pemberian antibotika ampicillin dan
metronidazol serta mengalirkan cairan infus yang terinfeksi keluar dari rongga
pleura.
3. Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus, Kriptococcus,
dll. Efusi timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme
fungi.
4. Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi melalui
focus subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat juga secara
hemaogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya cairan efusi
disebabkan oleh rupturnya focus subpleural dari jaringan nekrosis perkijuan,
sehingga tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk ke rongga pleura,
menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang disebabkan oleh
TBC biasanya unilateral pada hemithoraks kiri dan jarang yang masif. Pada
10

pasien pleuritis tuberculosis ditemukan gejala febris, penurunan berat badan,
dyspneu, dan nyeri dada pleuritik.
5. Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-paru,
mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan
ukuran jantung yang tidak membesar. Patofisiologi terjadinya efusi ini diduga
karena adanya infasi tumor ke pleura yang merangsang reaksi inflamasi dan
terjadi kebocoran kapiler, atau invasi tumor ke kelenjar limfe paru-paru,
jaringan limfe pleura, bronkhopulmonary, hillus atau mediastinum, yang
menyebabkan gangguan aliran balik sirkulasi. Cairan pleura yang ditemukan
berupa eksudat dan kadar glukosa dalam cairan pleura tersebut mungkin
menurun jika beban tumor dalam cairan pleura cukup tinggi. Diagnosis dibuat
melalui pemeriksaan sitologik cairan pleura dan tindakan blopsi pleura yang
menggunakan jarum (needle biopsy).
6. Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri,
abses paru atau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah dijumpai
predominan sel-sel PMN dan pada beberapa penderita cairannya berwarna
purulen (empiema). Meskipun pada beberapa kasus efusi parapneumonik ini
dapat diresorpsis oleh antibiotik, namun drainage kadang diperlukan pada
empiema dan efusi pleura yang terlokalisir. Menurut Light, terdapat 4 indikasi
untuk dilakukannya tube thoracostomy pada pasien dengan efusi
parapneumonik:
a. Adanya pus yang terlihat secara makroskopik di dalam kavum pleura
b. Mikroorganisme terlihat dengan pewarnaan gram pada cairan pleura
c. Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 50 mg/dl
d. Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih rendah daripada
nilai pH bakteri
Penanganan keadaan ini tidak boleh terlambat karena efusi parapneumonik
yang mengalir bebas dapat berkumpul hanya dalam waktu beberapa jam saja.
7. Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid, Skleroderma
8. Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi parapneumonik.
11

Sedangkan efusi pleura dengan tipe cairan transudat, dapat disebabkan
oleh:
5,7

1. Gangguan kardiovaskular
Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab
lainnya adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior.
Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan
tekanan kapiler dinding dada sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada pleura
parietalis. Di samping itu peningkatan tekanan kapiler pulmonal akan
menurunkan kapasitas reabsorpsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah
bening juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongg pleura
dan paru-paru meningkat. Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh
rongga dada dapat juga menyebabkan efusi pleura yang bilateral. Terapi
ditujukan pada perbaikan payah jantung, bila kelainan jantung teratasi dengan
istirahat, digitalis, diuretik dll, efusi pleura juga biasanya berkurang,
torakosentesis dapat dilakukan bila penderita amat sesak.
2. Hipoalbuminemia
Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura
dibandingkan dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan
bilateral dan cairan bersifat transudat. Pengobatan adalah dengan memberikan
diuretik dan restriksi pemberian garam. Tapi pengobatan yang terbaik adalah
dengan memberikan infus albumin.
3. Hidrothoraks hepatik
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang
kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi biasanya di sisi
kanan dan biasanya cukup besar untuk menimbulkan dyspneu berat. Apabila
penatalaksanaan medis tidak dapat mengontrol asites dan efusi, tidak ada
alternatif yang baik. Pertimbangan tindakan yang dapat dilakukan adalah
pemasangan pintas peritoneum-venosa (peritoneal venous shunt, torakotomi)
dengan perbaikan terhadap kebocoran melalui bedah, atau torakotomi pipa
dengan suntikan agen yang menyebakan skelorasis.
4. Meigs Syndrom
12

Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita
dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan
sindrom serupa: tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor
ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya metastasis. Asites timbul
sebagai proses kronis karena sekresi cairan yang banyak oleh tumor, dimana
efusi pleura terjadi karena cairan asites yang masuk ke pleura melalui porus di
diafragma.
5. Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi
unilateral ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal
ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan
samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan dialisat.
Sedangkan berdasarkan mikroorganisme penyebab pada efusi pleura,
biasanya diidentifikasikan menjadi efusi pleura karena Mycobacterium
Tuberculosis dan Non Mycobacterium Tuberculosis:
6,7,8
1. Myobacterium Tubercualaosis
Bakteri ini adalah sejenis bakteri berbentuk batang dengan ukuran
panjang 1-4 mm dan tebal 03-0,6 mm. Bakteri ini tahan terhadap asam
dikarenakan kandungan asam lemak (lipid) di dindingnya. Bakteri ini dapat
hidup pada udara kering maupun dingin. Hal ini karena Bakteri berada dalam
sifat dormant yang suatu saat Bakteri dapat bangkit kembali dan aktif kembali.
Bakteri yang menetap di jaringan paru, ia tumbuh dan berkembang biak
dalam sitoplasma makrofag. Cara penyebaran lainnya diduga secara hematogen
dan secara perkontinuitatum dari kelenjar-kelenjar getah bening
servikal, rnediastinal, dan dari abses di vertebrae. Di sini bakteri dapat terbawa
ke organ tubuh lain. Bakteri yang bersarang tadi akan membentuk sarang
tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer. Dari
sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju illus
(limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hillus
(limfadenitis regional).
13

Pada penvakit TBC paru, efusi pleura diduga disebabkan oleh rupturnya
fokus subpleural dari jarngan nerotik perkijuan sehingga tuberkuloprotein yang
ada didalamnya masuk ke rongga pleura, menimbulkan reaksi hipersensitif tipe
lambat. Hal ini didukung dengan ditemukannya limfossit T, Interleukin-2 dan
Interleukin reseptor pada cairan pleura.
Efusi pleura yang disebabkan oleh TBC dapat juga berupa empyema,
yaitu bila terjadi infeksi sekunder karena adanya fitula bronchopulmonal, atau
berupa chylothoraxs yaitu bila terdapat penekanan kelenjar atau tarikan fibrin
pada duktus thoracicus. Efusi yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral
pada hemithoraxs kiri, jarang yang masif. Pada thoraxosentesis ditemukan
cairan berwarna kuning jernih, mengandung > 3 gr protein/ 100 ml, bila cairan
berupa darah, serosanguineous atau merah muda diagnosis TBC harus
diragukan.
2. Non Myobacterium Tubercualaosis
Bisa dikarenakan :
a. Staphylococcus aureus, Haemophilus influenza
b. Clostridium perringens, Bacteroides fragilis
c. Jamur: Histoplasma siscovidiodomycosis, Aspergillus
d. Virus dan Mycoplasma pneumoni
e. Parasit, Amoeba
f. Idiopatik
Pada beberapa efusi pleura, walaupun telah dilakukan prosedur diagnostik
secara berulang-ulang (pemeriksaan radiologis, analisis cairan, biopsi pleura, dll),
kadang-kadang masih belum bisa didapatkan diagnosis yang pasti. Keadaan ini
dapat digolongkan dalam efusi pleura idiopatik. Hasil pemeriksaan dengan operasi
pun kadang-kadang hanya menunjukkan pleura yang menebal karena pleuritis
yang non spesifik.
9

Cairan pleuranya kebanyakan bersifat eksudatif dan berisi beberapa jenis
sel. Penyebab efusi pleura ini banyak yang beluam jelas, tapi diperkirakan karena
adanya infeksi, reaksi hipersensitivitas, kontaminasi dengan asbestos, dll. Pada
daerah-daerah dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi (negara-negara yang
14

sedang barkembang), efusi pleura idiopatik ini kebanyakan dianggap sebagai
pleuritis tuberkulosa, sedangkan pada negara-negara yang maju sering dianggap
sebagai pleuritis karena penyakit kolagen atau neoplasma.
5,9



F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan radiologik (rontgen dada), pada permulaan didapati
menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300ml, akan tampak cairan
dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatinum.
Torakosentesis atau pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan
tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris anterior dan
posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak),
berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa
mungkin berupa transudat (hasil bendungan) atau eksudat (hasil radang).
10
Cairan pleural dianalisis dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan
asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi
(glukosa, amylase, laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi untuk
sel-sel malignan, dan pH.
4
Pada pemeriksaan fisik, dengan bantuan stetoskop akan terdengar adanya
penurunan suara pernafasan. Untuk membantu memperkuat diagnosis, dilakukan
pemeriksaan berikut:
4,8

1. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan
untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
15


Gambar 3. Gambaran radiologis efusi pleura daerah hemitoraks kanan
2. CT-Scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor.









Gambar 2.4 CT-Scan menunjukkan adanya akumulasi cairan sebelah kanan

3. USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang
jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.


16









Gambar 2.5 USG Efusi pleura dengan celah yang multipel



4. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui
torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan
diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
8
Pada orang dewasa, torakosentesis sebaiknya dilakukan pada setiap
pasien dengan efusi pleura yang sedang-berat, namun pada anak-anak tidak
semuanya memerlukan torakosentesis sebagai prosedur yang sama. Efusi
parapneumonik yang dihubungkan dengan sudut costoprenicus yang tumpul
minimal tidak seharusnya mendapat prosedur torakosentesis.
7,10
Torakosentesis atau penyaluran saluran dada (chest tube drainage)
dianjurkan pada pasien anak-anak yang memiliki demam menetap, toksisitas,
organism tertentu (misalnya S.aereus atau pneumococcus), nyeri pleura,
kesulitan dalam bernafas, pergeseran mediastinum, gangguan pernafasan yang
membahayakan. Chest tube drainage semestinya segera dilakukan apabila dari
hasil analisa cairan pleura menunjukkan pH kurang dari 7,2 kadar glukosa <
40mg/dl dan kadar LDH lebih dari 1000 U/mL.
7,11
5. Biopsi
17

Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk
dianalisa. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan
menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
7,9
Pada anak dilakukan apabila peradangan efusi pleura tidak bisa
dijelaskan. Teknik ini memiliki peran yang terbatas pada anak-anak namun
memiliki kepentingan yang besar dalam membedakan TB atau keganasan.
Yang menjadi komplikasi utama adalah pneumotoraks dan perdarahan.
8
6. Analisa cairan pleura
Untuk memudahkan diagnosis banding, efusi pleura perlu dibedakan
antara transudat dan eksudat. Suatu efusi pleura transudat terjadi jika faktor
sistem yang mempengaruhi pembentukan dan absorbsi cairan pleura berubah,
terbanyak diakibatkan payah jantung dan sirosis hati. Sedangkan efusi pleura
eksudat terjadi akibat faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan
absorbsi cairan pelura terganggu.
8

7. Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber
cairan yang terkumpul.
8


G. Terapi
Kebanyakan pasien anak-anak yang memiliki efusi parapneumonik
memberikan respon yang baik dengan pemberian terapi antibiotik sehingga tidak
memerlukan torakostomi. Pengobatan empyema (efusi parapneumonik yang telah
mengalami komplikasi) pada anak dimulai dengan terapi konservatif. Pemberian
awal terapi antibiotik didasari pada infeksi penyebab yang mendasarinya dan
pengurasan/pengeluaran cairan yang terinfeksi dengan torakosentesis atau
torakostomi tertutup.
9

Usia Predominan Patogenesis Terapi
0-6 bulan Bakteri gram negatif
(Pseudomonan, E.Coli,
Nafcillin, gentamisin,
ampicilin
18

Proteus, Klebsiella), S.Aureus,
S. Pneumoniae
7-12 bulan H. Influenza, Pneumococcus,
Streptococcus
Nafcillin, cefuroxime
13-24 bulan H. Influenza, Pneumococcus,
S.Aureus
Cefuroxime, clindamicyn
2-5 tahun H. Influenza, Pneumococcus,
Streptococcus, S.Aureus,
Bakteri Anaerob
Cefuroxime, clindamicyn,
Imipenem
6-12 tahun Pneumococcus, Streptococcus,
S.Aureus, Bakteri Anaerob
Cefuroxime, clindamicyn,
Imipenem
13-18 tahun Pneumococcus, S.Aureus,
Bakteri Anaerob
Nafcillin, cefuroxime,
clindamicyn
Tabel 3. Antibiotik pilihan sesuai dengan kuman penyebab


Antibiotik seharusnya dipilih untuk mengatasi kebanyakan dari kuman
penyebab pneumonia pada kelompok usia anak-anak. Sampai kondisi sebenarnya
telah tegak didiagnosa, pemberian antibiotik spectrum luas diperbolehkan untuk
mengurangi angka kematian yang tinggi dan kesakitan yang berhubungan dengan
empyema. Antibiotik secara intravena harus diteruskan sampai kondisi anak bebas
demam setidaknya 7-10 hari, telah bebas dari penggunaan oksigen dan tidak lagi
terlihat sakit. Antibiotik secara oral kemudian diberikan selama 1-3 minggu.
7,9
Drainage atau pengurasan dari empyema mencegah dari perkembangan
lokulasi dan pengelupasan jaringan fibrotic. Lebih lanjut dari tahap kedua penyakit,
pengurasan akan menjadi kurang efektif. Apakah seluruh empyema membutuhkan
pengurasan masih menjadi hal yang controversial, tidak ada data yang dengan jelas
menggambarkan penggunaannya pada anak-anak. Keseluruhannya, torakostomi
dengan pipa tertutup yang segera sebaiknya menjadi pertimbangan yang kuat
dengan indikasi:
9
1. pH cairan pleura kurang dari 7,2 atau lebih dari 0,05 unit dibawah pH arterial
2. glukosa cairan pleura kurang dari 40 mg/dL (2,2 mmol/L)
3. LDH cairan pleura lebih besar dari 1,000 U/L
19

4. Adanya pus yang terus-menerus
5. Terkontaminasi gram positif
6. Sepsis oleh karena S.aereus atau H.influenzae
Saat pengurasan cairan dengan pipa di dada mencapai kurang dari 30-50 ml/L
dan tingkat konstitusional pasien mengalami perbaikan, pipa di dada bisa
dilepaskan. Pengobatan untuk lokulasi efusi parapenumonik (khususnya tahap 2 dan
3) atau anak-anak yang masih ada demam, sakit/sedih, dan kehilangan nafsu makan
beberapa hari setelah terapi antibiotik secara intravena jauh bervariasi.
7,10
Terapi efektif lainnya yang sedang diperkenalkan adalah streptokinase (SK)
atau urokinase (UK) ke dalam rongga empyema, yang telah menunjukkan
mengurangi/mengecilkan perlekatan/adhesi, meningkatkan pengurasan, dan
memutus gejala. SK adalah protein turunan bakteri yang aktifitas tidak langsungnya
di system fibrinolisis. Masalah yang ikut menyertai pengobatan ini adalah reaksi
alergi dan neutralisasi antibody terhadap SK. Secara umum pemberian SK adalah
efektif dan aman, dan bisa membantu menyingkirkan kemungkinan
operasi/pembedahan pada kebanyakan kasus. Kombinasi dari terapi mesti diberikan
seawall mungkin setelah diganosa efusi parapneumonik ditegakkan.
8,11
Urokinase (UK) adalah aktifator plasminogen langsung. Tidak seperti SK,
pada UK ada satu per satu hubungan dari produksi plasmin dari setiap molekul UK,
membuatnya penggunaannya semakin efisien. UK bukan antigen. Beberapa
penelitian mencatatkan penyelesaian yang lengkap dari pengambilan cairan dengan
lokulasi yang menetap dengan mengikuti pemasukan UK ke dalam pipa dada. Tidak
ada komplikasi yang dilaporkan baik pada kedua seri. Indikasi dasar untuk UK pada
efusi pleura termasuk:
9,10
1. Lokus yang multiple (banyak), sesuai yang digambarkan oleh USG atau Ct-Scan
2. Dugaan lokus multiple, sesuai dengan indikasi melalui pengurasan dengan hasil
yang kurang seperti diharapkan.
Kontraindikasi yang relatif untuk penggunaan UK termasuk diantaranya
adalah perdarahan aktif, pembedahan beberapa waktu terakhir dan kehamilan. Dosis
yang diberikan bervariasi dari 20.000-100.000 U ke dalam pipa dada dicampur
dengan larutan normal saline (20-100 mL), dosis optimal belum dapat ditentukan.
20

Setelah pemasukan UK, pipa dada ditutup selama 1-2 jam, pasien didoronng untuk
mengubah-ubah posisi agar larutan terdistribusi merata. Pemberian UK mungkin
bisa diulang sebanyak 2-3 kali dalam 2-3 hari.
8
Karena penanganan empyema, khususnya pada tahap kedua dan ketiga masih
menjadi controversial, beberapa diantaranya menyarankan penggunaan bedah lebih
awal, seperti Video Assisted Thoracoscopy (VATS) atau thorakoskopi dengan
bantuan video, dengan pembuangan perlekatan pada jaringan pleura. Pendekatan
seperti ini harus disesuaikan dengan tahapan penyakit, pathogen penyebab, respon
terhadap pemberian terapi awal dan derajat terjebaknya paru.
9
Pada fibropurulent yang lama dan tahap organisasi, pengurasan pleura
berkepanjangan tidak mencukupi. Jika pasien masih memiliki kesulitan dalam
bernafas, demam sehari-hari, dan leukositosis yang menetap sesuai pemberian terapi
antibiotik, VATS sebaiknya patut untuk dipertimbangkan. Saat empyema mencapai
tahap organisasi, ada sedikit kebebasan untuk tidak melakukan prosedur.
8,10
VATS harus dipertimbangkan bagi anak-anak yang telah dipilih dengan efusi
parapneumonik atau empyema yang gejala klinisnya tidak mengalami perbaikan,
terperangkapnya paru berat, atau empyema yang disebabkan oleh infeksi bakteri
selain dari S.aereus. USG atau CT-Scan yang menunjukkan lokus multiple atau
perlekatan pleura yang luas dan terperangkapnya paru menyarankan agar
penggunaan VATS lebih cepat. Secara umum, pembedahan seharusnya tidak
dilakukan pada anak-anak selain daripada alasan sepsis pleura yang menetap karena
perbaikan klinis, fungsi system pernafasan dan radiografi yang tidak normal
terutama pada populasi anak-anak.
5
Dalam laporan terbaru yang membanding penggunaan terapi empyema dengan
pengurasan, fibrinolisis atau pembedahan dalam hal ini menggunakan VATS,
penggunaan VATS dinyatakan sebagai terapi terbaik dalam menangani empyema
karena membantu mengurangi length of stay (waktu rawat pasien).
11


H. Prognosis
Anak-anak yang memiliki efusi parapneumonik tanpa komplikasi memberikan
respon yang baik dengan penanganan yang konservatif tanpa tampak sisa kerusakan
21

paru. Virus dan mikoplasma penyebab penyakit pleura secara umum sembuh
spontan. Pasien dengan empyema memerlukan perawatan yang lebih lama di Rumah
Sakit. Secara nyata tidak ada kematian yang muncul dengan terapi yang benar.
Kasus kematian rata-rata 3-6% telah dilaporkan pada beberapa seri saat ini, dengan
angka tertinggi muncul diantara bayi usia kurang dari 1 tahun.
10,12









BAB III
PENUTUP

Efusi pleura pada anak-anak mulai mengalami peningkatan beberapa waktu
terakhir ini. Penyebab terbanyak adalah disebabkan oleh pneumonia, terutama
yang lazim terjadi pada anak adalah pneumonia bakteri. Jika ditangani dengan
baik dan cepat efusi parapneumonik tanpa komplikasi akan memberikan respon
yang baik dan tidak ada angka kematian yang harus muncul. Terapi yang
diberikan sesuai dengan tahapan perjalanan penyakit. Pemberian antibiotik yang
sesuai dengan kuman penyebab, streptokinase, urokinase bahkan video assisted
thoracostomy (VATS) sebagai terapi efusi parapneumonik pada anak-anak harus
disesuaikan dengan indikasi penggunaan.
1,11,12

VATS dinyatakan sebagai terapi terbaik karena dapat mengurangi length of
stay anak-anak di Rumah Sakit. Namun pemberian terapi awal yang baik seperti
antibiotik tetap menjadi pilihan terapi yang baik karena respon masih baik dan
dapat mengurangi kecenderungan penggunaan terapi bedah.
11


22















DAFTAR PUSTAKA

1. Efrati O, Barak A. Pleural effusions in the pediatric population. Pediatr Rev
2002;23:417-425
2. Huang Fl et al. Clinical experience of managing empyema thoracis in children.
J Microbiol Immunol Infect 2002;35:115-120
3. Yousef AA, Jaffe A. The management of paediatric empyema. HK J Paediatr
2009;14:16-21.
4. Obando I et al. Pediatric parapneumonic empyema, Spain. Emerging infectious
Disease 2008;14:1390-1396.
5. Rosenbluth DB. Pleural Effusion Non malignant and Malignant. In:
Fishmans Manual of Pulmonary Diseases and Disorders, 3th ed,
McGrawHill; 2002: 487-498
6. Light RW : Disorders of the Pleura, Mediastinum and Diaphragma. In:
Harrisons Principle if Internal Medicine, 15th ed ; edit by Brauwald e et
al, McGrawHill, New York, Vol 2; 2001: 1513-151
7. Colt HG. Pleural Effusion. In: Manual of Clinical Problem in Pulmonary
Medicine, 6th ed ;edit by Bordow RA,Ries AL,Morris TA. Lippincott
Williams and Wilking, Pyhiladelphia; 2005: 63-66
8. Chandra K, Randall DC. Neonatal pleural effusion. Arch Pathol Lab Med
2006;130:e22-e23
9. Demirhan R, Kosar A, Sancakli I, Kiral H, Orki A, Arman B. Management of
postpneumonic empyemas in children. Acta Chir Belg 2008;108:208-211
23

10. Chih-Ta Y et al. Treatment of complicated parapneumonic pleural effusion
with intrapleural streptokinase in children. Chest 2004;125:566-571
11. Robert LG, Mark H, Samuel W, Marjorie JA. Drainage, fibrinolytic or surgery:
a comparison of treatment options in pediatric empyema. Journal of Pediatric
Surgery 2004;39:1638-1642
12. Nelson, Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC Vol 2, pp: 1532-1535

You might also like