You are on page 1of 4

Sejarah Demokrasi Yunani

Yunani Kuno/Pemerintahan/Athena
Dari Wikibuku bahasa Indonesia, sumber buku teks bebas
Athena adalah sebuah kota di Yunani tengah yang sudah dihuni orang sejak lama karena
memiliki pelabuhan di dekatnya (Piraios) dan bukit curam yang menjadikan kota ini mudah
dipertahankan.
Monarki
Athena sudah menjadi kota yang penting pada Zaman Perunggu Akhir, dan kota juga muncul
dalam Iliad karya Homeros sebagai kerajaan yang dipimpin oleh Theseus.
Hampir pasti bahwa ada istana Mykenai di Akropolis, dan banyak tembikar Mykenai telah
ditemukan di Athena. Pada Zaman Kegelapan, Athena mengalami kemunduran seperti kota-
kota Yunani lainnya, dan istana yang lama mulai diabaikan, akan tetapi Athena tidak pernah
dijarah oleh penyerang, tak seperti kota Sparta atau Korinthos.
Oligarki
Pada periode Arkaik awal, sekitar tahun 900 SM, Athena mulai berkembang kembali. Orang
Athena menerapkan sistem pemerintahan baru, yaitu oligarki, yang mana sekelompok pria
kaya berkumpul dan membuat hukum serta menentukan segalanya.
Selama periode Arkaik, sistem pemerintahan nampaknya berat terhadap rakyat jelata, dan
lebih memihak orang kaya. Pada tahun 621 SM Drako menjabat sebagai arkhon dalam
pemerintahan Athena. Drako adalah orang kaya, bagian dari oligarki. Dia memerintahkan
budak-budaknya untuk menuliskan hukum, supaya semua orang tahu hukum apa yang
berlaku dan supaya orang kaya dalam oligarki tidak dapat lagi membuat hukum sesuka
hatinya. Namun isi hukumnya masih berat sebelah. Hukumnya menyatakan bahwa orang
miskin dapat dihukum mati bahkan atas kejahatan ringan, misalnya mencuri makanan.
Hukum ini juga menerapkan hukuman yang yang berbeda-beda bagi orang kaya dan orang
miskin. Jika seorang perempuan miskin berutang pada seorang pria kaya dan tak mampu
mmebayarnya, maka dia dapat dijadikan budak untuk membayar utangnya, namun jika
seorang pria kaya berutang pada perempuan miskin dan tak mampu membayarnya, maka
hukumannya lebih ringan.
Rakyat Athena merasa tidak puas dengan hukum tertulis tersebut, mereka menilainya tak adil.
Akhirnya pada tahun 594 SM, oligarki Athena memilih orang kaya lainnya, Solon, untuk
memperbaiki pemerintahan. Para anggota oligarki meminta Solon untuk membuat hukum
yang dapat memuaskan rakyat kecil namun tetap menjaga kekuasaan berada di tangan
pemerintahan oligarki.
Solon mengubah hukum sehingga orang miskin tak dapat dijadikan budak hanya karena tak
dapat membayar utang. Dia menghapuskan sejumlah utang dan membagikan lahan kepada
banyak orang miskin. Dia juga mengubah hukum sehingga orang hanya dapat dihukum mati
jika melakukan pembunuhan.
Di bawah kekuasaan Solon, para orang kaya dalam oligarki tetap memiliki sebagian besar
tanah mereka dan memegang sebagian besar kekuasaan. namun dia membentuk sebuah
Majelis, yang di dalamnya semua warga dapat datang dan memberikan suara pada pertanyaan
yang penting. Dia juga memutuskan bahwa jabatan hakim diberikan melalui undian, sehingga
orang miskin pun dapat menjadi hakim. Akan tetapi dia tidak mengizinkan perempuan masuk
ke Majelis ataupun menjadi hakim. Dia melarang orang tua menganiaya anak. Untuk
sementara waktu, hukum ini berjalan dengan baik, orang miskin merasa puas dan orang kaya
tetap berkuasa.
Pada awalnya rakyat senang dengan perubahan yang dibuat Solon. Mereka memperoleh
kembali lahan mereka, mereka tidak perlu takut jika tak mmapu membayar utang, mereka
tidak perlu takut dihukum mati jika melakukan kesalahan kecil, dan para pria miskin dapat
menjadi hakim dan memilih di Majelis.
Tirani
Rakyat tidak merasa senang dalam waktu yang lama. Mereka mulai kehilangan lahan mereka
dan terpaksa berutang kembali. Keadaan bertambah parah ketika Athena mengalami banyak
pertempuran melawan musuh. Pada tahun 560 SM, seorang pria kaya bernama Peisistratos
memberitahu rakyat bahwa jika mereka bersedia mendukungnya menjadi tiran, dia akan
membantu menyelesaikan semua permasalahan mereka dan tidak akan memihak golongan
kaya. Rakyat setuju dan akhirnya Peisistratus berhasil memperoleh kekuasaan lebih dari
golongan kaya di Athena, dan memperoleh kendali atas kota Athena.
Peisistratos bertugas dengan baik sebagai tiran, meskipun para orang kaya berusaha
menyingkirkannya karena mereka ingin kembali berkuasa dalam oligarki. Peisistratos
memberlakukan pajak yang sama bagi setiap orang (pada awalnya orang kaya dibebani pajak
yang lebih ringan), dan dia juga mengatur supaya pemerintah memberikan pinjaman dengan
bunga yang wajar kepada para petani sehingga mereka tak perlu lagi berutang kepada orang
kaya. Peisistratos menggunakan uang pajak untuk membangun jalan, air mancur umum, kuil,
dan banyak sarana umum lainnya. Dia juga berhasil menang melawan Thebes di utara dan
Korinhtos di selatan.
Setelah Peisistratos meninggal pada tahun 528 SM, putranya Hippias (dan kemungkinan
kakaknya juga, Hipparkhos) menjadi tiran. Dua pemuda kaya bernama Harmodios dan
Aristogeiton ingin menjadikan oligarki berkuasa kembali, dan mereka pun berusaha
membunuh Hippias dan Hipparkhos pada festival keagamaan perayaan kelahiran dewi Ahena
pada tahun 514 SM. Mereka hanya berhasil mmbunuh Hipparkhos, namun Hippias menjadi
lebih jahat dan mencurigakan, sehingga pada tahun 508 SM rakyat Athena memutuskan
bahwa Hippias juga harus disingkirkan. Para Alkmaeonid menyuap para pendeta di Delphi
untuk menyuruh orang Sparta menggulingkan Hippias. Sparta pun turun tangan dan Hippias
melarikan diri ke Persia. Ini adalah akhir kekuasaan tiran di Athena.
Demokrasi
Dengan perginya Hippias dan berakhirnya kekuasaan tiran, pemimpin keluarga Alkmaeonid,
yaitu Kleisthenes, mulai menjadikan sistem politiknya sendiri berkuasa. Kleisthenes ingin
berkuasa, namun dia tak mau Athena kembali dipimpin oleh tiran. Alih-alih, dia ingin rakyat
jelata di Athena merasa bahwa ini memang pemerintahan mereka, dan bahwa mereka dapat
mengubah hal tak mereka suka dengan cara memilih dan bukannya berperang. Maka
Kleisthenes menciptakan sistem demokrasi.
Dalam demokrasi Athena, pria biasa dapat ikut menentukan semua keputusan penting terkait
Athena, misalnya apakah Athena harus berperang. Rakyat berkumpul di Majelis (Ekklesia),
di sebuah bukit di Athena yang disebut Pnyx. Majelis ini tidak boleh dihadiri oleh
perempuan, budak, anak-anak, dan orang asing. Penetapan keputusan apapun baru boleh
dilakukan setelah sekitar 6000 pria berkumpul di Ekklesia. Mereka berkumpul sekitar sebulan
sekali, kecuali dalam keadaan darurat.
Rakyat Athena juga memilih lima ratus pria setiap tahun melalui undian untuk masuk dalam
Dewa Lima Ratus atau Boule, yang melakukan rapat lebih sering dan membahas hal-hal yang
agak tak lebih penting. Boule bertugas mengajukan hukum baru kepada Majelis, mengawasi
pelaksanaan hukum yang berlaku, mengelola sarana umum seperti jalan, stoa, dan kuil, serta
mengurusi penyediaan kapal dalam angkatan laut Athena.
Rakyat Athena juga memilih beberapa pejabat untuk mengelola urusa tertentu. Sembilan
orang pria dipilih melalui undian untuk menjadi arkhon. Pada masa Kleisthenes dan
setelahnya, arkhon bertugas terutama untuk mengelola urusan keagamaan seperti
menyelenggarakan kurban umum.
Setahun sekali, Majelis juga memilih sepuluh pria untuk menjadi strategos (jenderal). Pada
awalnya para strategos hanya bertugas memimpin angkatan darat dan angkatan laut Athena.
Namun pada masa Perang Peoloponnesos, mereka ikut terlibat dalam pemerintahan.
Beberapa strategos yang terkenal adalah Perikles, Themistokles, dan Alkibiades.
Bagian lainnya dala sistem demokrasi Athena adalah sistem peradilan. Setiap pria dapat
secara sukarela menjadi juri. Diperlukan enam ribu sukarelawan setiap tahunnya. Setiap
harinya, dipilih lima ratus pria sebagai juri dalam persidangan. Para juri menetapkan putusan
dalam suatu kasus melalui pemungutan suara. Terdakwa tidak dapat mengajukan banding.
Juri di Athena tidak hanya mengurusi kasus pidana dan perdata, melainkan juga menentukan
layak atau tidaknya hukum yang diloloskan oleh Majelis.
Demokrasi Athena amat terguncang oleh Perang Peloponnesos, yang bermula pada tahun 441
SM. Ketika Athena mulai mengalami kekalahan atas Sparta, beberapa orang termasuk
Sokrates dan Plato, merasa bahwa Athena harus meninggalkan demokrasi dan kembali
menerapkan oligarki. Alkibiades, yang masih kerabat Kleisthenes, ingin tetap menggunakan
demokrasi. Ketika keadaan semain parah, rakyat Athena kembali mencoba menerapkan
oligarki namun keadaa tak juga membaik, dan pada tahun 404 SM Athena benar-benar kalah
dalam perang itu.
Setelah perang usai, Athena kembali menerapkan demokrasi, dan pemerintah Athena
menghukum mati Sokrates karena pemikirannya dianggap meracuni kaum muda. Pada tahun
300-an SM, Athena masih menggunakan demokrasi meski tak sekuat dulu. Ketika raja
Phillipos dari Makedonia menyerang Athena, pasukan Athena tak mampu mempertahankan
kota dan pada akhirnya Athena jatuh dalam kekuasaan Makedonia.
Monarki
Dengan takluknya Athena oleh Makedonia, Athena menjadi dikuasai oleh Makedonia, yang
menerapkan monarki. Pertama-tama rajanya adalah Philippos, kemudian digantikan oleh
putranya Aleksander, dan kemudian ada banyak raja Hellenistik. Di dalam kota Athena,
Majelis dan Dewan Lima Ratus masih tetap melakukan rapat, para juri masih tetap
menetapkan putusan peradilan, dan Majelis masih tetap memilih startegos, namun mereka
hanya dapat mengatur urusan dalam kota Athena, itupun harus dengan persetujuan raja
Makedonia.
Seratus lima puluh tahun kemudian, Romawi menaklukan Yunani, dan Athena jatuh dalam
kekuasaan Republik Romawi. Demokrasi tetap berlangsung di dalam kota Athena, namun
lagi-lagi rakyat Athena hanya dapat mengatur segala urusan sesuai persetujuan gubernur
Romawi yang bertugas di Yunan. Ketika Augustus berkuasa di Romawi, Athena menjadi
bagian dari Kekasiaran Romawi, sehingga mereka kini dipimpin oleh kaisar. Sejak tahun
1400-an, Yunani, termasuk Athena, dikuasai oleh Utsmaniyah, yang dipimpin oleh sultan.

You might also like