Professional Documents
Culture Documents
Pasal 5.
(1) Informasi yang diberikan mencakup keuntungan dan kerugian dari tindakan
medik yang akan dilakukan, balk diagnostik maupun terapeutik.
(2) Informasi diberikan secara lisan_
(3) Informasi harus diberikan secara jujur dan benar kecuali bila dokter menilai
bahwa hal itu dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien.
(4) Dalam hal-hal sebagaimana dimaksud ayat (3) dokter dengan persetujuan
pasien dapat memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat pasien.
CATATAN
Istilah kedokteran tidak boleh dipakai dalam memberikan informasi dan penjelasan
karena mungkin tidak dimengerti oleh orang awam agar supaya tidak terjadi salah
pengertian sehingga mengakibatkan masalah yang serius.
Informasi harus diberikan sesuai dengan tingkat pendidikan, kondisi dan situasi
pasien.
2.13 - Pihak yang memberikan
informasi.
Pihak yang wajib memberikan informasi adalah dokter atau tenaga kesehatan lain
yang akan langsung memberikan tindakan tersebut kepada pasien.
Adalah tanggung jawab dokter pemberi perawatan atau pelaku
pemeriksaan/tindakan untuk memastikan bahwa persetujuan tersebut diperoleh
secara benar dan layak. Dokter memang dapat mendelegasikan proses pemberian
informasi dan penerimaan persetujuan, namun tanggung jawab tetap berada pada
dokter pemberi delegasi untuk memastikan bahwa persetujuan diperoleh secara
benar dan layak.
Jika seseorang dokter akan memberikan informasi dan menerima persetujuan
pasien atas nama dokter lain, maka dokter tersebut harus yakin bahwa dirinya
mampu menjawab secara penuh pertanyaan apapun yang diajukan pasien
berkenaan dengan tindakan yang akan dilakukan terhadapnya untuk memastikan
bahwa persetujuan tersebut dibuat secara benar dan layak.
2.14 - Pihak Yang Berhak Menyatakan
Persetujuan.
Dalam Pedoman Persetujuan Tindakan medik hal ini diatur dalam pasal 7. yaitu :
a. Pasien sendiri, yaitu apabila pasien telah berumur 21 tahun atau telah menikah.
b. Bagi pasien dibawah umur 21 tahun, Persetujuan (informed consent) atau
Penolakan Tindakan Medik diberikan oleh mereka menurut hak sebagai berikut:
(1) Ayah / ibu kandung.
(2) Saudara-saudara kandung.
c. Bagi yang dibawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua atau orang
tuanya berhalangan hadir, Persetujuan (informed consent) atau Penolakan
Tindakan Medis diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut :
(l) Ayah/ibu adopsi.
(2) Saudara-saudara kandung.
(3) Induk semang.
d. Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental, Persetujuan (informed consent)
atau Penolakan Tindakan Medis diberikan oleh mereka menurut urutan hak
sebagai berikut :
( 1 ) Ayah/ibu kandung.
(2) Wali yang sah.
(3) Saudara-saudara kandung.
e. Bagi pasien dewasa yang berada dibawah pengampuan (curatelle), Persetujuan
atau Penolakan Tindakan Medik di berikan menurut urutan hak sebagai berikut:
(1) Wali.
(2) Curator.
f. Bagi pasien dewasa yang telah menikah / orang tua, persetujuan atau
penolakan tindakan medis diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai
berikut :
a. Suami/istri.
b. Ayah/ibu kandung.
c. Anak-anak kandung.
d. Saudara-saudara kandung.
CATATAN.
Yang dimaksud dengan beberapa pengertian dibawah ini berdasarkan Bab I butir 4
Pedoman Persetujuan Tindakan Medik :
l. Ayah : -Ayah kandung.
Termasuk "Ayah" adalah ayah angkat yang ditetapkan berdasarkan penetapan
pengadilan atau berdasarkan Hukum Adat.
2. Ibu :-Ibu kandung.
Termasuk " lbu " adalah ibu angkat yang ditetapkan berdasarkan Hukum Adat.
3. Suami :- Seorang laki-laki yang dalam ikatan perkawinan dengan seorang
perempuan berdasarkan peraturan perundang - undangan yang berlaku.
4.lsteri :- Seorang perempuan yang dalam ikatan perkawinan dengan seorang
lakilaki berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Apabila yang bersangkutan mempunyai lebih dari l (satu) isteri, persetujuan
/penolakan dapat dilakukan oleh salah satu dari mereka.
5. Wali: - Adalah yang menurut hukum menggantikan orang lain yang belum
dewasa untuk mewakilinya dalam melakukan perbuatan hukum atau yang
menurut hukum menggantikan kedudukan orang tua.
6. Induk semang : adalah orang yang berkewajiban untuk mengawasi serta ikut
bertanggung jawab terhadap pribadi orang lain seperti pimpinan asrama dari anak
perantauan atau kepala rumah tangga dari seorang pembantu rumah tangga yang
belum dewasa.
Pasal 11.
Dalam hal pasien tidak sadar/pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga
terdekat dan secara medik berada dalam keadaan gawat dan atau darurat yang
memerlukan tindakan medik segera untuk kepentingannya, tidak diperlukan
persetujuan dari siapapun.
Pasal 14.
Dalam hal tindakan medik yang harus dilaksanakan sesuai dengan program
pemerintah dimana tindakan medik tersebut untuk kepentingan masyarakat
banyak, maka persetujuan tindakan medik tidak diperlukan.
CATATAN.
Meskipun pasien atau keluarganya telah menyetujui tindakan medik yang akan
dilakukan terhadap dirinya atau keluarganya, apabila terjadi kematian, luka berat
atau sakit untuk sementara akibat kelalaian tenaga kesehatan, tenaga kesehatan
tetap dapat dituntut atau digugat karena kelalaian tersebut.
2.27 - Mengapa masih ada
permasalahan?
Permasalahan dalam hubungan dokter pasien, tetap masih dapat terjadi.
Khususnya terkait tindakan medis yang dilakukan oleh dokter. Permasalah
tersebut tetap masih ada karena adanya "misinformasi". Kemungkinan karena
kurangnya fasilitas komunikasi (dokter / RS dengan pasien).
Masalah informasi ini penting untuk dijadikan obyek kajian mengngat tenaga
kesehatan dengan pola pelayanan paternalisitiknya, mungkin akan melakukan
tindakan yang tidak benar seperti :
○ Tidak memberi informasi
○ Informasi tidak benar
○ Informasi lewah
○ Informasi tidak lengkap
2.28 - kapan informed consent
diperlukan-
Informed consent diperlukan tidak hanya untuk kasus tindakan kedokteran yang
akan dilakukan dokter pada pasien saja. Beberapa tindakan selain tindakan
kedokteran juga memerlukan informed consent yaitu:
• Kerahasiaan dan pengungkapan informasi
Dokter membutuhkan persetujuan pasien untuk dapat membuka informasi pasien,
misalnya kepada kolega dokter, pemberi kerja atau perusahaan asuransi.
Prinsipnya tetap sama, yaitu pasien harus jelas terlebih dahulu tentang informasi
apa yang akan diberikan dan siapa saja yang akan terlibat.
• Pemeriksaan skrining
Memeriksa individu yang sehat, misalnya untuk mendeteksi tanda awal dari
kondisi yang potensial mengancam nyawa individu tersebut, harus dilakukan
dengan perhatian khusus.
• Pendidikan
Pasien dibutuhkan persetujuannya bila mereka dilibatkan dalam proses belajar-
mengajar. Jika seorang dokter melibatkan mahasiswa (co-ass) ketika sedang
menerima konsultasi pasien, maka pasien perlu diminta persetujuannya. Demikian
pula apabila dokter ingin merekam, membuat foto ataupun membuat film video
untuk kepentingan pendidikan.
• Penelitian
Melibatkan pasien dalam sebuah penelitian merupakan proses yang lebih
memerlukan persetujuan dibandingkan pasien yang akan menjalani perawatan.
Sebelum dokter memulai penelitian dokter tersebut harus mendapat persetujuan
dari Panitia etika penelitian. Dalam hal ini Departemen Kesehatan telah
menerbitkan beberapa panduan yang berguna.
2.29 - Bagaimana cara pasien memperoleh
informasi-
Pada dasarnya pasien bebas untuk memperoleh informasi apa saja terkait dengan
penyakitnya. Di dalam informed consent pasien mendapat informasi dari dokter
yang akan melakukan tindakan medik tersebut. Padahal boleh jadi dokter tidak
akan melakukan tindakan itu sendiri.
Pada kasus dokter berkehendak untuk dilakukan foto ronsen guna mengetahui
adakah fraktur pada sebuah tulang, maka dokter yang memberi pengantar foto
akan menerangkan seperlunya terkait penyakitnya tujuan penggunaan foto ronsen
untuk kasus pasiennya tersebut, kemudian perihal masalah teknis praktis foto
ronsen menjadi tanggung jawab bagian ronsent untuk memberikan keterangan.
Di dalam manual KKI disebutkan cara memberi informasi kepada pasien dapat
melalui berbagai cara, seperti: langsung diberikan oleh dokter yang akan
melakukan tindakan, melaluiorang yang ditugaskan untuk memberikan keterangan
atas pelimpahan wewengang dokter, melalui leaflet atau lat publikasi lain.
2.30 - Pertimbangan dalam memberi
informasi
Konsil Kedokteran Indoensia di dalam "Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran"
memberikan saran pertimbangan untuk membantu pasien terkait dengan informed
consent.
Untuk membantu pasien membuat keputusan diharapkan mempertimbangkan hal-
hal di bawah ini:
a. Informasi diberikan dalam konteks nilai, budaya dan latar belakang mereka.
Sehingga menghadirkan seorang interpreter mungkin merupakan suatu sikap yang
penting, baik dia seorang profesional ataukah salah seorang anggota keluarga.
Ingat bahwa dibutuhkan persetujuan pasien terlebih dahulu dalam
mengikutsertakan interpreter bila hal yang akan didiskusikan merupakan hal yang
bersifat pribadi.
b. Dapat menggunakan alat bantu, seperti leaflet atau bentuk publikasi lain
apabila hal itu dapat membantu memberikan informasi yang bersifat rinci. Pastikan
bahwa alat bantu tersebut sudah berdasarkan informasi yang terakhir. Misalnya,
sebuah leaflet yang menjelaskan tentang prosedur yang umum. Leaflet tersebut
akan membuat jelas kepada pasien karena dapat ia bawa pulang dan digunakan
untuk berpikir lebih lanjut, tetapi jangan sampai mengakibatkan tidak ada diskusi.
c. Apabila dapat membantu, tawarkan kepada pasien untuk membawa keluarga
atau teman dalam diskusi atau membuat rekaman dengan tape recorder
d. Memastikan bahwa informasi yang membuat pasien tertekan (distress ) agar
diberikan dengan cara yang sensitif dan empati. Rujuk mereka untuk konseling bila
diperlukan
e. Mengikutsertakan salah satu anggota tim pelayanan kesehatan dalam diskusi,
misalnya perawat, baik untuk memberikan dukungan kepada pasien maupun
untuk turut membantu memberikan penjelasan
f. Menjawab semua pertanyaan pasien dengan benar dan jelas.
g. Memberikan cukup waktu bagi pasien untuk memahami informasi yang
diberikan, dan kesempatan bertanya tentang hal-hal yang bersifat klarifikasi,
sebelum kemudian diminta membuat keputusan.
2.31 - Informasi yang disampaikan
kepada pasien-
Di dalam Undang-undang Praktik Kedoteran, memberikan gambaran informasi apa
saja yang minimal diberikan kepada pasien dalam upaya untuk membentuk
informed consent.
Pasal 45 ayat (3) Undang Undang Praktik Kedokteran memberikan batasan
minimal informasi yang selayaknya diberikan kepada pasien, yaitu:
a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis
b. Tujuan tindakan medis yang dilakukan
c. Alternatif tindakan lain dan risikonya
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
Dengan mengacu kepada KKI melalui buku Manual Persetujuan Tindakan
Kedokteran, memberikan 12 kunci informasi yang sebaiknya diberikan kepada
pasien :
a. Diagnosis dan prognosis secara rinci dan juga prognosis apabila tidak diobati
b. Ketidakpastian tentang diagnosis (diagnosis kerja dan diagnosis banding)
termasuk pilihan pemeriksaan lanjutan sebelum dilakukan pengobatan
c. Pilihan pengobatan atau penatalaksanaan terhadap kondisi kesehatannya,
termasuk pilihan untuk tidak diobati
d. Tujuan dari rencana pemeriksaan atau pengobatan; rincian dari prosedur atau
pengobatan yang dilaksanakan, termasuk tindakan subsider seperti penanganan
nyeri, bagaimana pasien seharusnya mempersiapkan diri, rincian apa yang akan
dialami pasien selama dan sesudah tindakan, termasuk efek samping yang biasa
terjadi dan yang serius
e. Untuk setiap pilihan tindakan, diperlukan keterangan tentang
kelebihan/keuntungan dan tingkat kemungkinan keberhasilannya, dan diskusi
tentang kemungkinan risiko yang serius atau sering terjadi, dan perubahan gaya
hidup sebagai akibat dari tindakan tersebut
f. Nyatakan bila rencana pengobatan tersebut adalah upaya yang masih
eksperimental
g. Bagaimana dan kapan kondisi pasien dan akibat sampingannya akan dimonitor
atau dinilai kembali
h. Nama dokter yang bertanggungjawab secara keseluruhan untuk pengobatan
tersebut, serta bila mungkin nama-nama anggota tim lainnya
i. Bila melibatkan dokter yang sedang mengikuti pelatihan atau pendidikan,
maka sebaiknya dijelaskan peranannya di dalam rangkaian tindakan yang akan
dilakukan
j. Mengingatkan kembali bahwa pasien dapat mengubah pendapatnya setiap
waktu. Bila hal itu dilakukan maka pasien bertanggungjawab penuh atas
konsekuensi pembatalan tersebut.
k. Mengingatkan bahwa pasien berhak memperoleh pendapat kedua dari dokter
lain
l. Bila memungkinkan, juga diberitahu tentang perincian biaya.
2.32 - Perlunya ada informed
consent-
Dengan mengingat bahwa ilmu kedokteran atau kedokteran gigi bukanlah ilmu
pasti, maka keberhasilan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi bukan pula
suatu kepastian, melainkan dipengaruhi oleh banyak faktor yang dapat
berbedabeda dari satu kasus ke kasus lainnya. Sebagai masyarakat yang
beragama, perlu juga disadari bahwa keberhasilan tersebut ditentukan oleh izin
Tuhan Yang Maha Esa.
Adanya 'asas bahwa ilmu kedokteran adalah bukan ilmu pasti' maka, dasar
penerapan dari ilmu kedokteran bukanlah menjanjikan hasil, tetapi menjajikan
usaha yang sebaik-baiknya. Usaha sebaik-baiknya ini, kemudian didasarkan pada
pertimbangan ilmiah dan diwujudkan dengan adanya standart pelayanan.
2.33 - Informed Consent Untuk
Penelitian
Segala bentuk kegiatan apapun yang menggunakan manusia sebagai subyek
penelitian dan melakukan interfensi pada subyeknya baik berbentuk fisik
(pemberian material: obat-obatan, pakaian, makanan, dan lain sebagainya),
mental (pemberian pertanyaan, kuesner yg dibagikan, dan lain sebagainya), dan
sosial (mengisolasi subyek dari tempat tinggalnya), maka wajib memberi tahu
dahulu kepada sampel subyek penelitian dari maksud dan tujuan dari penelitian
itu. Dari informasi yang telah diberikan tersebut maka subyek penelitian itu akan
memutuskan bersedia atau tidak menjadi sampel penelitian.
Juga subyek tidak boleh di-intervensi keputusannya dengan pemberian imbalan
atau janji, hal mana dapat dikatakan subyek calon sampel penelitian akan terarah
memberi persetujuannya.
Pada prinsipnya dokter dan dokter gigi dalam melakukan penelitian dengan
menggunakan manusia sebagai subjek harus memperoleh persetujuan dari
mereka yang menjadi subjek dalam penelitian tersebut secara bebas dan sukarela.
Persetujuan harus diperoleh dengan suatu proses, yaitu proses komunikasi antara
pihak peneliti dan calon subjek penelitian (informed). Komunikasi dalam hal ini
adalah berupa pemberian informasi tentang segala sesuatu mengenai tindakan
dan berisi hal-hal yang sesuai dengan keperluan maupun penapisan yang akan
dilakukan, juga informasi tentang kompensasi yang akan diterima pasien jika
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, dalam proses penelitian. Sedang informasi
yang diberikan, kecuali lisan sebaiknya juga tertulis agar bukti yang ada dapat
didokumentasikan
Code of Nuremberg serta Declaration of Helsinki yang sejak 1964, diperbaiki dalam
World Medical Assembly dan terakhir di Afrika Selatan tahun 1996, telah
menyatakan hal tersebut.
Kaidah dasar moral yang mendasari keharusan adanya informed consent pada
penelitian adalah otonomi, maka jika akan memberikan perlakuan pada subyek
penelitian diharuskan adanya persetujuan. Baik itu tindakan medik, maupun
tindakan yang hanya mencari data dengan suatu kuesioner, serta tindakan
penapisan (skrining) untuk memilih subjek yang akan digunakan dalam penelitian.
Semua penelitian yang menggunakan manusia sebagai subyek penelitiannya maka
diharuskan untuk lolos uji dari Tim Etika Penelitian. Pastikan bahwa penelitian
tersebut tidak bertentangan dengan kepentingan terbaik pasien, dan bahwa
subyek penelitian tahu bahwa ia sedang mengikuti penelitian, dan keterlibatan
subyek penelitian adalah secara sukarela.
Konsil Kedokteran Indoneia dalam Buku Pedoman Persetujuan Tindakan
Kedokteran merinci hal- hal yang seharusnya diinformasikan pada subyek
penelitian, yaitu, informasi seharusnya berisi:
1. tujuan penelitian atau penapisan
2. manfaat penelitian dan penapisan
3. protokol penelitian dan penapisan, serta tindakan medis
4. keuntungan penelitian dan penapisan
5. kemungkinan ketidaknyamanan yang akan dijumpai, termasuk risiko yang
mungkin terjadi
6. hasil yang diharapkan untuk masyarakat umum dan bidang kesehatan
7. bahwa persetujuan tidak mengikat dan subyek dapat sewaktu-waktu
mengundurkan diri.
8. bahwa penelitian tersebut telah disetujui oleh Panitia Etika Penelitian.
Tidak jauh berbeda dengan kegiatan penelitian, kegiatan skrining atau penapisan
dapat merupakan upaya yang penting untuk dapat memberikan informasi tindakan
yang efektif. Sehingga persetujuan dari subyek tetap diperlukan.
Terdapat beberapa hal penting yang harus diperhatikan:
a. Terdapat kemungkinan bahwa uji skrining tersebut memiliki ketidakpastian,
misalnya false positive dan false negative
b. Beberapa uji skrining tertentu berpotensi mengakibatkan hal yang serius bagi
pasien dan keluarganya, tidak hanya dari segi kesehatan, melainkan juga segi
sosial dan ekonomi.
Oleh karena itu persetujuan dilakukannya uji skrining harus didahului dengan
penjelasan yang tepat dan layak, serta pada keadaan tertentu memerlukan tindak
lanjut, misalnya dengan konseling dan support group.
2.34 - Mitos informed
consent-
Persetujuan pasien akan diberikan jika psien sudah faham akan manfaat, resiko
dan segala hal yang terkait dengan tindakan yang akan dilakukan dokter.
Benarkan jika pasien kemudian sudah faham akan memberikan persetujuannya?
Pertanyaan ini akan membawa impliksi lebih lanjut, bahwa benarkah informed
consent itu hanya mitos?
Tidak menutup kemungkinan karena pasien dan kelurganya aham akan
tindakan tersebut, maka mereka akan tidak jadi memberikan ijin. Misalnya saja
tindakan itu memerlukan biaya yang ternyata cukup besar untuk kemampuan
keuangan mereka. Hanya karena aspek finansial maka boleh jadi mereka tidak
akan melakukan atau tidak jadi memberi persetujuan. Otomatis tindkan medik
tidak akan dilakukan. Padahal tindakan medik tadi perlu untuk kesehatan pasein.
Kemudian bagaimana kebenaran akan perlunya keeradaan informed consent
itu? Sejauh mana arti batas memberi penjelasan ini sehingga pasein menjadi tidak
akan menarik keputusan untuk tidak menyetujui tindakan medis. Ataukah tetap
sebaiknya pasien diberi penjelasan yang lengkap dan soal resiko tetap ada pada
pasiennya (seperti takut karena mendapat informasi akan efek samping yang
terjadi jika tindakan itu dilakukan)?
Atau yang terbaik pasien diberi penjelasan seperlunya, dengan mana
penjelasan tersebut akan membawa pasien pada sikap setuju, sehingga tujuan dari
tindakan medik yang akan dilakukan itu dapat terlaksana, yang pada pokoknya
usaha terbaik sudah dilakukan dokter. Kalau yang terjadi demikiian .., maka tidak
lain informed consent itu adalah mitos.
Mengapa demikian ... , karena adanya informed consent itu sebenarnya tidak ada.
Dokter membatas informasi dengan bijak pada hal-hal yang positif saja, dan sedikit
pada hal yang negatif, denganmana harapan akhir dari penjelasan itu adalah
persetujuan dari pasien.
Bahkan .. kemudian jika pasien menolak, maka pasien juga diminta untuk
menandatangini adanya refusal consent yaitu pernyataan untuk tidak mau
(menolak) melakukan tindakan yang sudah disarankan. Maka, dapat dikatakan
disini ... pasien ada pada posisi tersulit. Mundur kena maju kena.
Inilah mitos informed consent.
3.
HAM
Sehat bukan segalanya, tapi tanpa sehat segalanya menjadi tidak berarti. Untaian
kata tersebut menggambarkan bawa sehat adalah sebuah hal yang sangat utama
untuk manusia. Sewajarnya jika kemudian setiap orang berhak untuk sehat dalam
hidupnya. Seperti yang telah disebut di bab pertama sehat tidak dapat dilihat
hanya dari aspek fisik saja, tapi juga mencakup fisik, mental dan sosialnya.
Hak untuk sehat merupakan bagian dari hak asasi manusia. Sudah seharusnya jika
ada pelarangan terhadap siapa saja yang yang dengan sengaja akan mengganggu
kesehatan orang lain.
Kesehatan merupakan hak asasi manusia. Setiap orang berhak atas taraf hidup
yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan diri dankeluarganya
sebagaimana Pasal 25 Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-
Bangsa. Negara mengakui hak setiap orang, untuk memperoleh standar tertinggi
yang dapat dicapai atas kesehatan fisik dan mental.
3.1 - Gambaran
umum-
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah
diamandemen, Bab X-A tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 28H ayat (1)
menyatakan bahwa :"Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal,dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan".
Pencanangan Indonesia Sehat 2010, pada bagian Dasar Pembangunan Kesehatan
Indonesia terdapat empat hal, yaitu A) Dasar Perikemanusiaan, B) Dasar
Pemberdayaandan Kemandirian, C) Dasar Adil dan Merata, D) Dasar Pengutamaan
Dan Manfaat.
Secara rinci dasar pembangunan kesehatan Indonesia tersebut adalah:
A. Dasar Perikemanusiaan
Setiap upaya kesehatan harus berlandaskan peri- kemanusiaan yang dijiwai,
digerakkan dan dikendalikan oleh keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa. Tenaga kesehatan perlu berbudi luhur dan memegang teguh etika
profesi.
B.Dasar Pemberdayaan dan Kemandirian
Setiap orang dan masyarakat bersama dengan pemerintah berperan, berkewajiban
dan bertanggung jawab untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
perorangan, keluarga dan lingkungannya. Setiap upaya kesehatan harus mampu
membangkitkan dan mendorong peran serta masyarakat. Pembangunan
kesehatan dilaksanakan dengan berlandaskan pada kepercayaaan atas
kemampuan dan kekuatan sendiri serta bersendikan kepribadian bangsa.
C. Dasar Adil dan Merata
Dalam pembangunan kesehatan setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, tanpa memandang suku,
golongan, agama, dan status sosial ekonominya.
D. Dasar Pengutamaan dan Manfaat
Penyelenggaraan upaya kesehatan bermutu yang mengikuti perkembangan IPTEK,
lebih mengutamakan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan dan
pencegahan penyakit, serta dilaksanakan secara profesional, mempertimbangkan
kebutuhan dan kondisi daerah, berhasil guna dan berdaya guna. Upaya kesehatan
diarahkan agar memberikan manfaat yang sebesar- besarnya bagi peningkatan
derajat kesehatan masyarakat, serta dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab
sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hak sehat merupakan hak dasar yang ada pada setiap orang. Sehat sebagai
modal pertama bagi manusia untuk melakukan aktifitasnya. Sehingga dikenal ada
peribahasa 'kesehatan bukan segalanya, tapi tanpa kesehatan segalanya tidak
berarti.
Di dalam Undang-undang HAM no 39 tahun 1999, pada pasal 9 ayat (3); pasal
29 ayat (1)
Pasal 9
(1) Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan
taraf kehidupannya.
(2) Setiap orang berhak tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin.
(3) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
(Penjelasan:
Pasal 9
Ayat (1)
Setiap orang berhak atas kehidupan, mempertahankan kehidupan, dan
meningkatkan taraf kehidupannya.
Hak atas kehidupan ini bahkan juga melekat pada bayi yang belum lahir atau
orang yang terpidana mati. Dalam hal atau keadaan yang sangat luar biasa yaitu
demi kepentingan hidup ibunya dalam khasus aborsi atau berdasarkan putusan
pengadilan dalam kasus pidana mati, maka tindakan aborsi atau pidana mati
dalam hal dan atau kondisi tersebut, masih dapat diizinkan. Hanya pada dua hal
tersebut itulah hak untuk hidup dapat dibatasi)
Pasal 29
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, dan hak miliknya.
3.2 Aspek hak asasi pada
persetujuan
Persetujuan pasien pada informed consent, muncul dari keinginan dokter untuk
melayani pasien. Keinginan dokter tersebut muncul berdasar suatu pertimbangan
ilmiah bahwa tindakan itu perlu, atau sebaiknya dilakukan, atau lebih baik
dilakukan.
Dokter tentunya juga memberikan alternatif pilihan tindakan, kemudian pilihan
mana dari berbagai pilihan tindakan itu yang pasien merasa paling cocok, setelah
membuat segala pertimbangan.
Walaupun banyak alternatif, boleh jadi paien sama sekali tidak berminat terhadap
alternatif yang ada tersebut. Untuk itu, maka segala penetapan pilihan memang
menjadi hak pasien. Dokter tidak mampu untuk memaksakan kehendaknya kalau
memang pasien tidak menghendaki.
Sikap pasien untuk menentukan nasib dirinya sendiri tersebut disebut sebagai hak
asasi pasien (hak asasi manusia) yaitu HAK UNTUK MENENTUKAN NASIBNYA
SENDIRI.
Selain itu, pasien sebelum memutuskan untuk membuat pilihan berhak untuk
mendapat informasi tentang tindakan yang akan dia terima. Informasi itu penting
sebagai bahan pertimbangan untuk menyampaikan sikap menentukan pilihan.
Pilihan mana yang akan diambil, atau tidak mengambil berbagai pilihan yang ada
tersebut. Jadi sebelum pasien menentukan pilihan sebagai wujud dari haknyauntuk
menentukannasibnya sendiri, pasien sebelumnya berhak untuk mendapat
informasi atas tindakan yang akan diberikankepadanya.
Hak untuk mendapat informasi itu, juga menjadi haknya pasien, yang kemudian
diapdopsi sebagai HAK ASASI ATAS INFORMASI.
Berdasar dua hak utama yaitu hak atas informasi dan hak untuk menentukan nasib
sendiri, disitulah aktivitas pasien dalam HDP bergerak. Juga, berdasar dua hak
tersebut maka informed consent dibangun.