You are on page 1of 24

ANASTESI UMUM / GENERAL ANASTHETIC

GENERAL ANAESTHETIC

Definisi

Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthtos,
"persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.

Anastesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran dan bersifat irreversible. Anestesi umum yang sempurna menghasilkan ketidak sadaran, analgesia, relaxasi otot tanpa menimbulkan resiko yang tidak diinginkan dari pasien. Sejarah Anestesi Eter ([CH3CH2]2O) adalah salah satu zat yang banyak digunakan sebagai anestesi dalam dunia kedokteran hingga saat ini. Eter ditemukan seorang ahli kimia berkebangsaan Spanyol, Raymundus Lullius pada tahun 1275. Lullius menamai eter "sweet vitriol". Eter pertama kali disintesis Valerius Cordus, ilmuwan dari Jerman pada tahun 1640. Kemudian seorang ilmuwan bernama W.G. Frobenius mengubah nama "sweet vitriol" menjadi eter pada tahun 1730. Sebelum penemuan eter, Priestly menemukan gas nitrogen-oksida pada tahun [[1777], dan berselang dua tahun dari temuannya itu, Davy menjelaskan kegunaan gas nitrogen-oksida dalam menghilangkan rasa sakit. Sebelum tahun 1844, gas eter maupun nitrogen-oksida banyak digunakan untuk pesta

mabuk-mabukan. Mereka menamai zat tersebut "gas tertawa", karena efek dari menghirup gas ini membuat orang tertawa dan lupa segalanya. Penggunaan eter atau gas nitrogen-oksida sebagai penghilang sakit dalam dunia kedokteran sebenarnya sudah dimulai Horace Wells sejak tahun 1844. Sebagai dokter gigi, ia bereksperimen dengan nitrogen-oksida sebagai penghilang rasa sakit kepada pasiennya saat dicabut giginya. Sayangnya usahanya mempertontonkan di depan mahasiswa kedokteran John C. Warren di Rumah Sakit Umum Massachusetts, Boston gagal, bahkan mendapat cemoohan. Usahanya diteruskan William Thomas Green Morton. Morton adalah sesama dokter gigi yang sempat buka praktik bersama Horace Wells pada tahun 1842. Ia lahir di Charlton, Massachusetts, Amerika Serikat pada tanggal 9 Agustus 1819. Pada usia 17 tahun, ia sudah merantau ke Boston untuk berwirausaha. Beberapa tahun kemudian mengambil kuliah kedokteran gigi di Baltimore College of Dental Surgery. Morton meneruskan kuliah di Harvard pada tahun 1844 untuk memperoleh gelar dokter. Namun karena kesulitan biaya, tidak ia teruskan. Pada tahun yang sama, ia menikah dengan Elizabeth Whitman dan kembali membuka praktik giginya. Ia berkonsentrasi dalam membuat dan memasang gigi palsu serta cabut gigi. Suatu pekerjaan yang membutuhkan cara menghilangkan rasa sakit. Morton berpikir untuk menggunakan gas nitrogen-oksida dalam praktiknya sebagaimana yang dilakukan Wells. Kemudian ia meminta gas nitrogen-oksida kepada Charles Jackson, seorang ahli kimia ternama di sekolah kedokteran Harvard. Namun Jackson justru menyarankan eter sebagai pengganti gas nitrogen-oksida. Morton menemukan efek bius eter lebih kuat dibanding gas nitrogen-oksida. Bahkan pada tahun 1846 Morton mendemonstrasikan penggunaan eter dalam pembedahan di rumah sakit umum Massachusetts. Saat pasien dokter Warren telah siap, Morton mengeluarkan gas eter (atau disebutnya gas letheon) yang telah dikemas dalam suatu kantong gas yang dipasang suatu alat seperti masker. Sesaat pasien yang mengidap tumor tersebut hilang kesadaran dan tertidur. Dokter Warren dengan sigap mengoperasi tumor dan mengeluarkannya dari leher pasien hingga operasi selesai tanpa hambatan berarti.

Tanggal 16 Oktober 1846 menjadi hari bersejarah bagi dunia kedokteran. Demonstrasi Morton berhasil dengan baik dan memicu penggunaan eter sebagai anestesi secara besar-besaran. Revolusi pembedahan dimulai dan eter sebagai anestesi dipakai hingga saat ini. Ia bukanlah yang pertama kali menggunakan anestesia, namun berkat usahanyalah anestesia diakui dunia kedokteran. Wajar jika Morton masuk dalam 100 orang paling berpengaruh dalam sejarah dunia dalam buku yang ditulis William H. Hart beberapa tahun yang lalu. Di balik kesuksesan zat anestesi dalam membius pasien, para penemu dan penggagas zat anestesi telah terbius ketamakan mereka untuk memiliki dan mendapatkan penghasilan dari paten anestesi yang telah digunakan seluruh dokter di seluruh bagian dunia. Terjadilah perseteruan di antara Morton, Wells, dan Jackson. Masing-masing mengklaim zat anestesi adalah hasil penemuannya. Di tempat berbeda, seorang dokter bernama Crawford W. Long telah menggunakan eter sebagai zat anestesi sejak tahun 1842, empat tahun sebelum Morton memublikasikan ke masyarakat luas. Ia telah mengunakan eter di setiap operasi bedahnya. Sayang, ia tidak memublikasikannya, hanya mempraktikkan untuk pasien-pasiennya. Sementara ketiga dokter dan ilmuwan yang awalnya adalah tiga sahabat itu mulai besar kepala, dokter Long tetap menjalankan profesinya sebagai dokter spesialis bedah. Wells, Morton, dan Jackson menghabiskan hidupnya demi pengakuan dari dunia bahwa zat anestesi merupakan hasil temuannya. Morton selama dua puluh tahun menghabiskan waktu dan uangnya untuk mempromosikan hasil temuannya. Ia mengalami masalah meskipun ia telah mendaftarkan hak patennya di lembaga paten Amerika Serikat (U.S. Patent No. 4848, November 12, 1846). Ketika tahun 1847 dunia kedokteran mengetahui, zat yang digunakan adalah eter yang telah digunakan sejak abad 16, Morton tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk mendapat keuntungan dari patennya. Jackson juga mengklaim, dirinya juga berhak atas penemuan tersebut. Ketika Akademi Kedokteran Prancis menganugerahkan penghargaan Monthyon yang bernilai 5.000 frank di tahun 1846, Morton menolak untuk membaginya dengan Jackson. Ia mengklaim, penemuan tersebut adalah miliknya pribadi. Sementara itu, Wells mencoba eksperimen

dengan zat lain (kloroform) sebagai bahan anestesi. Selama bertahun-tahun Morton menghabiskan waktu dan materi untuk mengklaim patennya. Ia mulai stres dan tidak memedulikan lagi klinik giginya. Morton meninggal tanggal 15 Juli 1868 di usia 49 tahun di Rumah Sakit St. Luke's, New York. Begitu juga dengan Jackson yang meninggal dalam keadaan gila dan Wells yang meninggal secara mengenaskan dengan cara bunuh diri.(Dewi Marthaningtyas:"Terbius Memburu Paten Gas Tertawa", Cakrawala, 2005).

Tujuan Anastsi Umum: anestesi umum menjamin hdp pasien, yg memungkinkan operator melakukan tindakan bedah dg leluasa dan menghilakan rasa nyeri.

Anestesiologis dengan Empat Rangkaian Kegiatan: Anestesi dilakukan oleh dokter spesialis anestesi atau anestesiologis. Dokter spesialis anestesiologi selama pembedahan berperan memantau tanda-tanda vital pasien karena sewaktu-waktu dapat terjadi perubahan yang memerlukan penanganan secepatnya.Empat rangkaian kegiatan yang merupakan kegiatan sehari-hari dokter anestesi adalah: Mempertahankan jalan napas Memberi napas bantu Membantu kompresi jantung bila berhenti Membantu peredaran darah Mempertahankan kerja otak pasien.

Syarat Ideal Anastesi Umum:

Memberi induksi yg halus dan cepat. Timbul situasi px tak sadar / tak berespons Timbulkan keadaan amnesia Hambat refleks-refleks Timbulkan relaxasi otot skeletal, tp bukan otot pernafasan. Hambat persepsi rangsang sensorik shg timbul analgesia yg cukup unt Tx operasi. Berikan keadaan pemulihan yg halus cepat dan tak timbulkan ESO yg berlangsung lama

Kontra Indikasi Anastesi Umum

Tergantung efek farmakologi pada organ yang mengalami kelainan, (harus hindarkan pemaiakaian obat) Hepar obat hepatotoksik, dosis dikurangi/ obat yang toksis terhadap

hepar/dosis obat diturunkan Jantung obat-obat yang mendespresi miokard/ menurunkan aliran Ginjal Paru obat yg diekskresi di ginjal obat yg merangsang sekresi Paru darah koroner

Endokrin hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah/ hindarkan pemakaian obat yang merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes penyakit basedow, karena bias menyebabkan peninggian gula darah

Komplikasi

Komplikasi (penyulit) kadang-kadang datangnya tidak diduga kendatipun tindakan anestesi sudah dilaksanakan dengan baik. Komplikasi dapat dicetuskan oleh tindakan anesthesia sendiri atau kondisi pasien. Penyulit dapat timbl pada waktu pembedahan atau kemudian segera ataupun belakangan setelah pembedahan (lebih dari 12jam).

Komplikasi Kardiovasklar a) Hipotensi : tekanan systole kurang dari 70mmHg atau turun 25% dari sebelumnya. b) Hipertensi : umumnya tekanan darah dapat meningkat pada periode induksi dan pemulihan anestesia. Komplikasi ini dapat membahayakan khususnya pada penyakit jantung, karena jantung akan bekerja keras dengan kebutuhan o2 mokard yang meningkat, bila tak tercukupi dapat timbl iskemia atau infark miokard. Namun bila hipertensi karena tidak adekuat dapat

dihilangkan dengan menambah dosis anestetika. c) Aritmia Jantung : anestesi ringan yang disertai maniplasi operasi dapat merangsang saraf simpatiks, dapat menyebabkan aritmia. Bradikardia yang terjadi dapat diobati dengan atropin d) Payah Jantung : mungkin terjadi bila pasien mendapat cairan IV berlebihan.

2. Penyulit Respirasi a) Obstruksi jalan nafas b) Batuk c) Cekukan (Hiccup) d) Intubasi endobronkial e) Apnu (Henti Nafas) f) Atelektasis g) Pnemotoraks h) Muntah dan Regurgitas

3. Komplikasi Mata a) Laserasi Kornea b) Menekan bola mata terlalu kuat

4. Perubahan Cairan Tubuh a) Hipovolemia b) Hipervolemia

5. Komplikasi Neurologi a) KonvulsiTerlambat sadar b) Cidera saraf tepi (perifer)

6. Komplikasi Lain-Lain a) Menggihil b) Gelisah setelah anestesi c) Mimpi buruk d) Sadar selama operasi e) Kenaiakn suhu tubuh f) Hipersensitif

Macam-Macam Obat Anestesi Umum

Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari 3 golongan 1.

Obat Anestetika gas 2. Obat Anestetika yang menguap 3. Obat Anestetika yang diberikan secara intravena

1. Anestetik gas Pada umumnya anestetik gas berpotensi rendah, sehingga hanya digunakan untuk induksi dan operasi ringan. Anestetik gas tidak mudah larut dalam darah sehingga tekanan parsial dalam darah cepat meningkat. Batas keamanan antara efek anesthesia dan efek letal cukup lebar. Contoh :

1.1 Nitrogen monoksida (N2O) Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan lebih berat daripada udara. N2O biasanya tersimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi dalam baja, tekanan penguapan pada suhu kamar 50 atmosfir. N2O mempunyai efek analgesic yang baik, dengan inhalasi 20% N2O dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg morfin. Kadar optimum untuk mendapatkan efek analgesic maksimum 35% . gas ini sering digunakan pada partus yaitu diberikan 100% N2O pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa mengurangi kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi

untuk mencegah terjadinya hipoksia. Anestetik tunggal N2O digunakan secara intermiten untuk mendapatkan analgesic pada saat proses persalinan dan Pencabutan gigi. H2O digunakan secara umum untuk anestetik umum, dalam kombinasi dengan zat lain.

1.2 Siklopropan Siklopropan merupakan anestetik gas yang kuat, berbau spesifik, tidak berwarna, lebih berat daripada udara dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi. Gas ini mudah terbakar dan meledak karena itu hanya digunakan dengan close method. Siklopropan relative tidak larut dalam darah sehingga menginduksi dengan cepat (2-3 menit). Stadium III tingkat 1 dapat dicapai dengan kadar 7-10% volume, tingkat 2 dicapai dengan kadar 10-20% volume, tingkat 3 dapat dicapai dengan kadar 20-35%, tingkat 4 dapat dicapai dengan kadar 35-50% volume. Sedangkan pemberian dengan 1% volume dapat menimbulkan analgesia tanpa hilangnya kesadaran. Untuk mencegah delirium yang kadang-kadang timbul, diberikan pentotal IV sebelum inhalasi siklopropan. Siklopropan menyebabkan relaksasi otot cukup baik dan sedikit sekali mengiritasi saluran nafas. Namun depresi pernafasan ringan dapat terjadi pada anesthesia dengan siklopropan. Siklopropan tidak menghambat kontraktilitas otot jantung, curah jantung dan tekanan arteri tetap atau sedikit meningkat sehingga siklopropan merupakan anestetik terpilih pada penderita syok. Siklopropan dapat menimbulkan aritmia jantung yaitu fibrilasi atrium, bradikardi sinus, ekstrasistole atrium, ritme atrioventrikular, ekstrasistole ventrikel dan ritme bigemini. Aliran darah kulit ditinggikan oleh siklopropan sehingga mudah terjadi perdarahan waktu operasi. Siklopropan tidak menimbulkan hambatan terhadap sambungan saraf otot. Setelah waktu pemulihan sering timbul mual, muntah dan delirium. Absorpsi dan ekskresi siklopropan melalui paru. Hanya 0,5% dimetabolisme dalam badan dan diekskresi dalam bentuk CO2 dan air. Siklopapan dapat digunakan pada setiap macam operasi. Untuk mendapatkan efek analgesic digunakan 1,2% siklopropan dengan oksigen. Untuk mencapi induksi siklopropan digunakan 25-50% dengan oksigen, sedangkan untuk dosis penunjang digunakan 10-20% oksigen.

2. Anestetik yang menguap Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar yang sama yaitu berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai sfat anestetik kuat pada kadar rendah dan relative mudah larut dalam lemak, darah dan jaringan. Kelarutan yang baik dalam darah dan jaringan dapat memperlambat terjadinya keseimbangan dan terlawatinya induksi, untuk mengatasi hal ini diberikan kadar lebih tinggi dari kadar yang dibutuhkan. Bila stadium yang diinginkan sudah tercapai kadar disesuaikan untuk mempertahankan stadium tersebut. Untuk mempercepat induksi dapat diberika zat anestetik lain yang kerjanya cepat kemudian baru diberikan anestetik yang menguap. Umumnya anestetik yang menguap dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan eter misalnya

eter (dietileter) dan golongan hidrokarbon halogen misalnya halotan, metoksifluran, etil klorida, trikloretilen dan fluroksen. Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah
menguap, berbau mudah terbakar, mengiritasi saluran nafas dan mudah meledak. Eter merupakan anestetik yang sangat kuat sehingga penderita dapat memasuki setiap tingkat anesthesia. Sifat analgesic kuat sekali, dengan kadar dalam darah arteri 10-15 mg % sudah terjadi analgesia tetapi penderita masih sadar. Eter pada kadar tinggi dan sedang menimbulkan relaksasi otot karena efek sentral dan hambatan neuromuscular yang berbeda dengan hambatan oleh kurare, sebab tidak dapat dilawan oleh neostigmin. Zat ini meningkatkan hambatan neuromuscular oleh antibiotic seperti neomisin, streptomisin, polimiksin dan kanamisin. Eter dapt merangsang sekresi kelenjar bronkus. Pada induksi dan waktu pemulihan eter menimbulkan salvias, tetapi pada stadium yang lebih dalam, salvias akan dihambat dan terjadi depresi nafas. Eter diabsorpsi dan disekresi melalui paru dan sebagian kecil diekskresi juga melalui urin, air susu, keringat dan difusi melalui kulit utuh.

Efluranmerupakan anestetik eter berhalogen yang tidak mudah terbakar dan cepat melewati stadium induksi tanpa atau sedikit menyebabkan eksitasi. Kecepatan induksi terhambat bila penderita menahan nafas atau batuk. Sekresi kelenjar saliva dan bronkus hanya sedikit meningkat sehingga tidak perlu menggunakan medikasi preanestetik yaitu atropin. Kadar yang tinggi menyebabkan depresi kardiovaskuler dan perangsangan SSP, untuk menghindari hal ini enfluran diberikan dengan kadar kadar rendah bersama N2O. Efluran kadar rendah tidak banyak mempengaruhi system kardiovaskuler, meskipun dapat menurunkan tekanan darah dan meningkatkan frekuensi nadi. Efluran menyebabkan sensitisasi jantung terhadap ketekolamin yang lebih lemah dibandingkan dengan halotan tetapi efluran membahayakan penderita penyakit ginjal. Pada anestesi yang dalam dan hipokapnia, efluran dapat menyebabkan kejang tonik-klonik pada otot muka dan ekstremitas. Hal ini dapat dihentikan tanpa gejala sisa dengan mengganti obat anestesi, melakukan anestesi yang tidak terlalu dalam dan menurunkan ventilasi semenit untuk mengurangi hipokapnia. Efluran jangan digunakan pada anak dengan demam berumur kurang dari 3 tahun. Isofluranmerupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Secara kimiawi mirip dengan efluran, tetapi secara farmakologi berbeda. Isofluran berbau tajam sehingga membatasi kadar obat dalam udara yang dihisap oleh penderita karena penderita menahan nafas dan batuk. Setelah pemberian medikasi preanestetik stadium induksi dapat dilalui dengan lancer dan sedikit eksitasi bila diberikan bersama N2O dan O2. isofluran merelaksasi otot sehingga baik untuk intubasi. Tendensi timbul aritmia amat kecil sebab isofluran tidak menyebabkan sensiitisasi jantung terhadap ketokolamin. Peningkatan frekuensi nadi dan takikardi adihilangkan dengan pemberian propanolol 0,2-2 mg atau dosis kecil narkotik (8-10 mg morfin atau 0,1 mg fentanil), sesudah hipoksia atau hipertemia diatasi terlebih dulu. Penurunan volume semenit dapat diatasi dengan mengatur dosis. Pada anestesi yang dalam dengan isofluran tidak terjadi perangsangan SSP seperti pada pemberian enfluran. Isofluran meningkatkan aliran darah otak pada kadar labih dari 1,1 MAC (minimal Alveolar Concentration) dan meningkatkan tekanan intracranial. Halotan merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan tidak

mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi dengan perak, tembaga, baja, magnesium, aluminium, brom, karet dan plastic. Karet larut dalam halotan, sedangkan nikel, titanium dan polietilen tidak sehingga pemberian obat ini harus dengan alat khusus yang disebut fluotec. Efek analgesic halotanlemah tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman waktu 10 menit untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4 volume %). Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume. Metoksifluran merupakan cairan jernih, tidak berwarna, bau manis seperti buah, tidak mudah meledak, tidak mudah terbakar di udara atau dalam oksigen. Pada kadar anestetik, metoksifluran mudah larut dalam darah. Anestetik yang kuat dengan kadar minimal 0,16 volume % sudah dapat menyebabkan anestesi dalam tanpa hipoksia. Metoksifluran tidak menyebabkan iritasi dan stimulasi kelenjar bronkus, tidak menyebabkan spasme laring dan bronkus sehingga dapat digunakan pada penderita asma. Metoksifluran menyebabkan sensitisasi jantung terhadap ketokolamin tetapi tidak sekuat kloroform, siklopropan, halotan atau trikloretilan. Metoksifluran bersifat hepatoksik sehingga sebaiknya tidak diberikan pada penderita kelainan hati. Etilklorida merupakan cairan tak berwarna, sangat mudah menguap, mudah terbakar dan mempunyai titik didih 12-13C. Bila disemprotkan pada kulit akan segera menguap dan menimbulkan pembekuan sehingga rasa sakit hilang. Anesthesia dengan etilklorida cepat terjadi tetapi cepat pula hilangnya. Induksi dicapai dalam 0,5-2 menit dengan waktu pemulihan 2-3 menit sesudah pemberian anesthesia dihentikan. Karena itu etilkloretilen sudah tidak dianjurkan lagi untuk anestetik umum, tetapi hanya digunakan untuk induksi dengan memberikan 20-30 tetes pada masker selama 30 detik. Etilkloroda digunakan juga sebagai anestetik local dengan cara menyemprotkannya pada kulit sampai beku. Kerugiannya, kulit yang beku sukar dipotong dan mudah kena infeksi Karena penurunan resistensi sel dan melambatnya penyembuhan. Trikloretilen merupakan cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas seperti kloroform, tidak mudah terbakardan tidak mudah meledak. Induksi dan waktu pemulihan terjadi lambat karena trikloretilen sangat larut dalam darah. Efek analgesic

trikloretilen cukup kuat tetapi relaksasi otot rangka yang ditimbulkannya kurang baik , maka sering digunakan pada operasi ringan dalam kombinasi dengan N2O. untuk anestesi umum, kadar trikloretilen tidak boleh lebih dari 1% dalam campuran 2:1 dengan N2O dan oksigen. Trikloretilen menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin dan sensitisasi pernafasan pada stretch receptor. Sifat lain trikloretilen tidak mengiritasi saluran nafas.

3. Anestetik yang diberikan secara intravena (anestetik perenteral) Pemakaian obat anestetik intravena, dilakukan untuk : induksi anesthesia, induksi dan pemeliharaan anesthesia bedah singkat, suplementasi hypnosis pada anesthesia atau analgesia local, dan sedasi pada beberapa tindakan medic. Anestesi intravena ideal membutuhkan criteria yang sulit dicapai oleh hanya satu macam obat yaitu cepat menghasilkan efek hypnosis, mempunyai efek analgesia, disertai oleh amnesia pascaanestesia, dampak yang tidak baik mudah dihilangkan oleh obat antagonisnya, cepat dieliminasi dari tubuh, tidak atau sedikit mendepresi fungsi restirasi dan kardiovasculer, pengaruh farmakokinetik tidak tergantung pada disfungsi organ. Untuk mencapai tujuan di atas, kita dapat menggunakan kombinasi beberapa obat atau cara anestesi lain. Kebanyakan obat anestetik intravena dipergunakan untuk induksi. Kombinasi beberapa obat mungkin akan saling berpotensi atau efek salah satu obat dapat menutupi pengaruh obat yang lain. Barbiturate menghilangkan kesadaran dengan blockade system sirkulasi (perangsangan) di formasio retikularis. Pada pemberian barbiturate dosis kecil terjadi penghambatan system penghambat ekstra lemnikus, tetapi bila dosis ditingkatkan system perangsang juga dihambat sehingga respons korteksmenurun. Pada penyuntikan thiopental. Barbiturate menghambat pusat pernafasan di medulla oblongata. Tidal volume menurun dan kecepatan nafas meninggi dihambat oleh barbiturattetapi tonus vascular meninggi dan kebutuhan oksigen badan berkurang, curah jantung sedikit menurun. Barbiturate tidak

menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin. Barbiturate yang digunakan untuk anestesi adalah Natrium thiopental dosis yang dibutuhkan untuk induksi dan mempertahankan anestesi tergantung dari berat badan, keadaan fisik dan penyakit yang diderita. Untuk induksi pada orang dewasa diberikan 2-4 ml larutan 2,5% secara intermitten setiap 30-60 detik sampai tercapai efek yang diinginkan. Untuk anak digunakan larutan pentotal 2% dengan interval 30 detik dengan dosis 1,5 ml untuk berat badan 15 kg,3 ml untuk berat badan 30 kg, 4 ml untuk berat badan 40 kg dan 5 ml untuk berat badan 50 kg. Untuk mempertahankan anesthesia pada orang dewasa diberikan pentotal 0,5-2 ml larutan 2,5%, sedangkan pada anak 2 ml larutan 2%. Untuk anesthesia basal pada anak, biasa digunakan pentotal per rectal sebagai suspensi 40% dengan dosis 30 mg/kgBB. Natrium tiamilal dosis untuk induksi pada orang dewasa adalah 2-4 ml larutan 2,5%, diberikan intravena secara intermiten setiap 30-60 detik sampai efek yang diinginkan tercapai, dosis penunjang 0,5-2 ml larutan 2,5% a tau digunakan larutan 0,3% yang diberikan secara terus menerus (drip) Natrium metoheksital dosis induksi pada orang dewasa adalah 5-12 ml larutan 1% diberikan secara intravena dengan kecepatan 1 ml/5 detik, dosis penunjang 2-4 ml larutan 1% atau bila akan diberikan secara terus menerus dapat digunakan larutan larutan 0,2%. Ketamin merupakan larutan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif aman. Ketamin mempunyai sifat analgesic, anestetik dan kataleptik dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk system somatik, tetapi lemah untuk sistem visceral. Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Ketamin akan meningkatkan tekanan darah, frekuensi nadi dan curah jantung sampai 20%. Ketamin menyebabkan reflek faring dan laring tetap normal. Ketamin sering menimbulkan halusinasi terutama pada orang dewasa. Sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi dan dihidrolisis dalam hati, kemudian diekskresi terutama dalam bentuk utuh. Untuk induksi ketamin secara intravena dengan

dosis 2 mm/kgBB dalam waktu 60 detik, stadium operasi dicapai dalam 5-10 menit. Untuk mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis ulangan setengah dari semula. Ketamin intramuscular untuk induksi diberikan 10 mg/kgBB, stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit. Droperidoldan fentanil tersedia dalam kombinasi tetap, dan tidak diperguna-kan untuk menimbulkan analgesia neuroleptik. Induksi dengan dosis 1 mm/9-15 kg BB diberikan perlahan-lahan secara intravena (1 ml setiap 1-2 menit) diikuti pemberian N2O atau O2 bila sudah timbul kantuk. Sebagai dosis penunjang digunakan N2O atau fentanil saja (0,05-0,1 mg tiap 30-60 menit) bila anesthesia kurang dalam. Droperidol dan fentanil dapat diberikan dengan aman pada penderita yang dengan anestesi umum lainnya mengalami hiperpireksia maligna. Diazepammenyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesic. Juga tidak menimbulkan potensiasi terhadap efek penghambat neuromuscular dan efekanalgesik obat narkotik. Diazepam digunakan untuk menimbulkan sedasi basal pada anesthesia regional, endoskopi dan prosedur dental, juga untuk induksi anestesia terutama pada penderita dengan penyakit kardiovascular. Dibandingkan dengan ultra short acting barbiturate, efek anestesi diaz-epam kurang memuaskan karena mula kerjanya lambat dan masa pemulihannya lama. Diazepam juga digunakan untuk medikasi preanestetik dan untuk mengatasi konvulsi yang disebabkan obat anestesi local. Etomidatmerupakan anestetik non barbiturat yang digunakan untuk induksi anestesi. Obat ini tidak berefek analgesic tetapi dapat digunakan untuk anestesi dengan teknik infuse terus menerus bersama fentanil atau secara intermiten. Dosis induksi eto-midat menurunkan curah jantung , isi sekuncup dan tekanan arteri serta meningkat-kan frekuensi denyut jantung akibat kompensasi. Etomidat menurunkn aliran darah otak (35-50%), kecepatan metabolism otak, dan tekanan intracranial, sehingga anestetik ini mungkin berguna pada bedah saraf.Etomidat menyebabkan rasa nyeri ditempat nyeri di tempat suntik yang dapat diatasi dengan menyuntikkan cepat pada vena besar, atau diberikan bersama medikasi preanestetik seperti meperidin.

Propofol secara kimia tak ada hubungannya dengan anestetik intravena lain. Zat ini berupa minyak pada suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%. Efek pemberian anestesi umum intravena propofol (2 mg/kg) menginduksi secara cepat seperti tiopental. Rasa nyeri kadang terjadi ditempat suntikan, tetapi jarang disertai dengan thrombosis. Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini lebih disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi trakea. Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolism otak, dan tekanan intracranial akan menurun. Biasanya terdapat kejang.

Obat-obat yang sering digunakan (pramedikasi)

Narkotik Analgetika: Narkotik : morfin, dosis dewasa biasa 8-10 mg i.m. obat ini digunakan untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan pasien menjelang pembedahan. Morfin adalah depresan susunan syaraf pusat. Bila rasa nyeri telah ada sejak sebelm tindakan bedah merpakan obat pilihan. Memberikan pemeliharaan anastesia yang mulus, bila memakai premedikasi morfin pada penggunaan anestetika lemah. Kerugiaan penggnaan morfim, pulih pasca bedah lebih lama. Penyempitan bronks dapat timbul pada paasien asma. Mual dan muntah pasca bedah ada.

Pethidin : dosis 1mg/kg bb dewasa, sering digunakan sebagai premedikasi seperti morfin dan menekan tekanan darah dan pernafasan dan juga merangsang otot polos.

Barbiturat : Pentobartital dan sekobarbital sering digunakan untuk menimbulkan sedasi dan menghilangkan kekhawatiran sebelum operasi. Obat ini dapat diberikan secara oral atau intra muscular, pada dewasa dosis 100-200mg dan pada bayi dan anak-anak dosis 2mg/kg bb. Yang mudah didapat Phenobarbital. Obat ini mempunyai kerja depresan yang lemah terhadap pernafasan dan sirklasi serta jarang menyebabakan mual dan muntah. Pasien yang mendapat barbiturate sebagai premedikasi biasanya bangun lebih cepat daripada bila menggunakan narkotika.

Tranquilizer : bermacam-macam enis turunan fenotiasin dan penenang yang digunakan sebagai premedikasi. Obat-obat ini digunakan oleh karena kera sedative, anti arrytmia, antihistamin, dan kerja antiemetik, kadang-kadang kombinasi dengan barbiturate atau narkotika. Kombinasi ini memberikan sedasi yang kuat. Contoh: phenergan 25 mg untuk dewasa.

Antikolinergik : penggunaan hiosin dan atropine efektif sebagai anti mual dan muntah, tetapi bila hiosin dikombinasikan dengan morfin atau papaveratum menambah sedasi sementara atropine cenderung menambah kecemasan. Pemberian suntikan atropine secara rutin telah dikeritik oleh Holt (1962) dan semakin lusnya penggunaan anestetika yang merangsang. Tetapi masih digunakan untuk mengurangi bradikardi selama anesthesia.

Macam-Macam Teori Anastesi :

Teori Membran Kerja dr anastetika umum atas dasar perubahan struktur molekul membran. Tak ada reseptor spesifik, tak ada antagonis yg bekerja scr langsung.

Ok perubahan sturktur membran, mk membran syasaf tak dpt cpt merubah konfigurasi protein unt transmisi rangsang (impuls) syaraf perpindahan ion, pelepasn neuro transmiter dg reseptor.

Teori Neurofisiologis Timbulnya teori ini ok teori membran tak dpt jelaskan perubahan selektif kesadaran, persepsi nyeri, dan relaksasi otot. Teori ini bcr ttrg titik tangkap kerja di ssp dan jalur syaraf yg dipengruhi nu. Laminadorsalis dr sumsum tl belakang (substansia gelatinosa), sistim retikuler, dan nukleus pemancar sensorik talamus mrpkan daerah yg peka thd nu Mecencephalic reticular prn menerima rangsang sensorik non spesifik jg pussat pengatur kesiagaan dan kesadaran. If RAS dihambat mk pengaruh ke sistim

limbik dan struktur kortikal menurun hingga ilang kesadaran Formasi Retikuler penting dlm pengaruhi nu wlo neuron berikan respon berbeda. Barbiturat, eter n halotan, aktifitas spontan dihambat, efluran dan siklopropan meningkatkan aktifitas sedangkan ketamin merubah pola rangsang (firing) All nu ngeblok respon neuron thd rangsang sensorik

Teori Lipid Hubungan antara kelarutan zat anestetik dalam lemak dan timbulnya anesthesia. Makin larut anestetik dalam lemak, makin kuat sifat anestetiknya.

Teori Koloid Pemberian zat anestetik terjadi penggumpalan sel koloid yang menimbulkan anesthesia yang bersifat reversible diikuti dengan proses pemulihan.

Behavioral Theories (Depresan anesthsis theory) Pd teori ini dijelaskan bhw anestesi dibagi dlm 4 stadium. Stadium 1= std analgesia, - Dimulai dr pemberian NU sd hilang kesadaran - Px dpt ikuti perintah, timbul analgesia (rs skt ilang) - Std 1 yg dpt dilakukan pembedahan ringan spt cabut gigi, biopsi dan partus.

Stadium 2 = std delirium - Mulai hilang sadar sd awl dilakukan pembedahan - Tanda2: exitasi, gerakan yg tak nurut kehendak, tertawa, teriak, nangis, nyanyi, nafas tak teratur, kadang apne dan hiperapne, tonus m skeletal meningkat, inkontinensia urin, muntah, midrasi, hipertensi, takikardi. Hal ini bs terjadi ok hambatan pd pusat hambatan - Pd st ini bs terjadi mati ok itu hrs cpt dilalui dg pemberian premedikasi

Stadium 3 = std anestesi surgical (tdr dr 4 plane) - Tanda-tanda : nafas teratur (st 2 tak teratur),reflek kelopak mata dan conjungtiva hilang, tangan dpt jatuh bebas tanpa tahana, gerakan bola mata mrpk tanda awal std 3. - Ada 4 plane : a) P1: nafas teratur juga ant dada dan perut seimbang, spontan, gerakan bola mata yg tak turut kehendak, miosis, relaxasi m bergaris b) P2 nafas teratur tp <> c) P3 nafas perut > dada, ok m interkos tal paralisis, relaxasi m sempurna, pupil > lebar P2 tp blm sempurna. d) P4 nafas prt sempurna ok m interkosta, td pupil >> , refleks thd cahaya hilang.. deep nafas, dan pupil lebar.

Stadium 4 = paralisa moduler.

- Nafas perut melemah, tekanan darah tidak terukur, denyut jantung stop meninggal. Metode anastesi umum dilihat dari cara pemberian obat

I.Parenteral Anastesi umum yang diberikan secara parenteral baik intravena maupun intra muscular biasanya digunakan untuk tindakan yang singkat/ untuk tindakan yang singkat atau untuk indikasi anesthesia. Keuntungan pemberian anestetik intravena adalah cepat dicapai induksi dan pemulihan, sedikit komplikasi pasca anestetikjarang terjadi, tetapi efek analgesic dan relaksasi otot rangka sangat lemah. Obat yang umum dipakai adalah thiopental, barbiturat, ketamin, droperidol dan fentanil. Kecuali untuk kasus-kasus tertentu dapat digunakan ketamin, diazepam, dll. Untuk tindakan yang lama biasanya dikombinasi dengan obat anestetika lain.

II.Perektal Anastesi umum yang diberikan melalui rectal kebanyakan dipakai pada anak, terutama untuk induksi anesthesia atau tindakan singkat.

III. Perinhalasi, melalui pernafasan Anastesia inhalasi ialah anesthesia dengan menggunakan gas atau cairan anestetika yang mudah menguap (volatile agent) sebagai zat anestetika melalui dara pernafasan. Zat anestetika yang dipergunakan berupa suatu campuran gas (dengan O2) dan konsentrasi zat anestetika tersebut tergantung dari tekanan parsial dalam jaringan otak menentukan kekuatan daya Anastasia, zat anastetika disebut kuat bila dengan tekanan parsial rendah

sudah mampu memberi anastesia yang adekuat. Anestetik inhalasi berbentuk gas atau cairan yang menguap berbeda-beda dalam hal potensi, keamanan dan kemampuan untuk menimbulkan analgesia dan relaksasi otot rangka. Anastesia inhalasi masuk dengan inhalasi atau inspirasi melalui peredaran darah sampai ke jaringan otak. Inhalasi gas (N2O etilen siklopropan) anestetika menguap (eter, halotan, fluotan, metoksifluran, etilklorida, trikloretilen dan fluroksen) Factor-faktor lain seperti respirasi, sirkulasi dan sifat-sifat. Fisik zat anestetika mempengaruhi kekuatan manapun kecepatan anastesia.

DAFTAR PUSTAKA

Staf Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. 1989. Anestesiologi. Jakarta : CV. Info Medika

Ganiswara, Silistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi (Basic Therapy Pharmacology). Alih Bahasa: Bagian Farmakologi F K U I. Jakarta

Katzung, Bertram G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik (Basic Clinical Pharmacology). Alih Bahasa: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: Salemba Medika

Diposkan oleh Titian Putri

di 00.46

You might also like