You are on page 1of 14

BAB II

PENDAHULUAN

2.1 Pengertian
SLE (Systemisc Lupus erythematosus) adalah penyakit autoimun
dimana organ dan sel mengalami kerusakan yang disebabkan oleh tissue-
binding autoantibody dan kompleks imun, yang menimbulkan peradangan
dan bisa menyerang berbagai sistem organ namun sebabnya belum diketahui
secara pasti, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan
atau kronik, terdapat remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya
berbagai macam autoantibody dalam tubuh.
Pada setiap penderita, peradangan akan mengenai jaringan dan organ
yang berbeda. Beratnya penyakit bervariasi mulai dari penyakit yang ringan
sampai penyakit yang menimbulkan kecacatan, tergantung dari jumlah dan
jenis antibodi yang muncul dan organ yang terkena.
2.2. Etiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang
menyebabkan peningkatan autoantibody yang berlebihan. Gangguan
imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik,
hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi
selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar
termal).
Sampai saat ini penyebab SLE belum diketahui. Diduga faktor
genetik, infeksi dan lingkungan ikut berperan pada patofisiologi SLE.
Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari
sel dan jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan reaksi imunologi ini akan
menghasilkan antibodi secara terus menerus. Antibody ini juga berperan
dalam pembentukan kompleks imun sehingga mencetuskan penyakit
inflamasi imun sistemik dengan kerusakkan multiorgan.
Dalam keadaan normal, sistem kekebalan berfungsi mengendalikan
pertahanan tubuh dalam melawan infeksi. Pada lupus dan penyakit autoimun
lainnya, sistem pertahanan tubuh ini berbalik melawan tubuh, dimana
antibodi yang dihasilkan menyerang sel tubuhnya sendiri. Antibodi ini
menyerang sel darah, organ dan jaringan tubuh, sehingga terjadi penyakit
menahun.
Mekanisme maupun penyebab dari penyakit autoimun ini belum
sepenuhnya dimengerti tetapi diduga melibatkan faktor lingkungan dan
keturunan. Beberapa faktor lingkungan yang dapat memicu timbulnya lupus:
• Infeksi
• Antibiotik (terutama golongan sulfa dan penisilin)
• Sinar ultraviolet
• Stres yang berlebihan
• Obat-obatan tertentu
• Hormon.
Meskipun lupus diketahui merupakan penyakit keturunan, tetapi gen
penyebabnya tidak diketahui. Penemuan terakhir menyebutkan tentang gen
dari kromosom 1. Hanya 10% dari penderita yang memiliki kerabat (orang
tua maupun saudara kandung) yang telah maupun akan menderita lupus.
Statistik menunjukkan bahwa hanya sekitar 5% anak dari penderita lupus
yang akan menderita penyakit ini.
Lupus seringkali disebut sebagai penyakit wanita walaupun juga bisa
diderita oleh pria. Lupus bisa menyerang usia berapapun, baik pada pria
maupun wanita, meskipun 10-15 kali lebih sering ditemukan pada wanita.
Faktor hormonal mungkin bisa menjelaskan mengapa lupus lebih sering
menyerang wanita. Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa sebelum
menstruasi dan/atau selama kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormon
(terutama estrogen) mungkin berperan dalam timbulnya penyakit ini.
Meskipun demikian, penyebab yang pasti dari lebih tingginya angka kejadian
pada wanita dan pada masa pra-menstruasi, masih belum diketahui.
Faktor Resiko terjadinya SLE
1. Faktor Genetik
 Jenis kelamin, frekuensi pada wanita dewasa 8 kali lebih sering
daripada pria dewasa
 Umur, biasanya lebih sering terjadi pada usia 20-40 tahun
 Etnik, Faktor keturunan, dengan Frekuensi 20 kali lebih sering
dalam keluarga yang terdapat anggota dengan penyakit tersebut
2. Faktor Resiko Hormon
Hormon estrogen menambah resiko SLE, sedangkan androgen
mengurangi resiko ini.
3. Sinar UV
Sinar Ultra violet mengurangi supresi imun sehingga terapi
menjadi kurang efektif, sehingga SLE kambuh atau bertambah
berat. Ini disebabkan sel kulit mengeluarkan sitokin dan
prostaglandin sehingga terjadi inflamasi di tempat tersebut maupun
secara sistemik melalui peredaran pebuluh darah
4. Imunitas
Pada pasien SLE, terdapat hiperaktivitas sel B atau intoleransi
terhadap sel T
5. Obat
Obat tertentu dalam presentase kecil sekali pada pasien tertentu
dan diminum dalam jangka waktu tertentu dapat mencetuskan
lupus obat (Drug Induced Lupus Erythematosus atau DILE). Jenis
obat yang dapat menyebabkan Lupus Obat adalah :
 Obat yang pasti menyebabkan Lupus obat : Kloropromazin,
metildopa, hidralasin, prokainamid, dan isoniazid
 Obat yang mungkin menyebabkan Lupus obat : dilantin,
penisilamin, dan kuinidin
 Hubungannya belum jelas : garam emas, beberapa jenis
antibiotic dan griseofurvin
6. Infeksi
Pasien SLE cenderung mudah mendapat infeksi dan kadang-
kadang penyakit ini kambuh setelah infeksi
7. Stres
Stres berat dapat mencetuskan SLE pada pasien yang sudah
memiliki kecendrungan akan penyakit ini.

2.3. Diagnosis
Kriteria untuk klasifikasi SLE dari American Rheumatism Association
(ARA, 1992). Seorang pasien diklasifikasikan menderita SLE apabila
memenuhi minimal 4 dari 11 butir kriteria dibawah ini :
1. Artritis, arthritis nonerosif pada dua atau lebih sendi perifer disertai
rasa nyeri, bengkak, atau efusi dimana tulang di sekitar persendian
tidak mengalami kerusakan
2. Tes ANA diatas titer normal = Jumlah ANA yang abnormal
ditemukan dengan immunofluoroscence atau pemeriksaan serupa
jika diketahui tidak ada pemberian obat yang dapat memicu ANA
sebelumnya
3. Bercak Malar / Malar Rash (Butterfly rash) = Adanya eritema
berbatas tegas, datar, atau berelevasi pada wilayah pipi sekitar
hidung (wilayah malar)
4. Fotosensitif bercak reaksi sinar matahari = peka terhadap sinar UV /
matahari, menyebabkan pembentukan atau semakin memburuknya
ruam kulit
5. Bercak diskoid = Ruam pada kulit
6. Salah satu Kelainan darah;
- anemia hemolitik,
- Leukosit < 4000/mm³,
- Limfosit<1500/mm³,
- Trombosit <100.000/mm³
7. Salah satu Kelainan Ginjal;
- Proteinuria > 0,5 g / 24 jam,
- Sedimen seluler = adanya elemen abnormal dalam air kemih yang
berasal dari sel darah merah/putih maupun sel tubulus ginjal
8. Salah satu Serositis :
- Pleuritis,
- Perikarditis
9. Salah satu kelainan Neurologis;
- Konvulsi / kejang,
- Psikosis
10. Ulser Mulut, Termasuk ulkus oral dan nasofaring yang dapat ditemukan
11. Salah satu Kelainan Imunologi
- Sel LE+
- Anti dsDNA diatas titer normal
- Anti Sm (Smith) diatas titer normal
- Tes serologi sifilis positif palsu
2.4. Gejala
Gejala dari penyakit lupus:
- demam
- lelah
- merasa tidak enak badan
- penurunan berat badan
- ruam kulit
- ruam kupu-kupu
- ruam kulit yang diperburuk oleh sinar matahari
- sensitif terhadap sinar matahari
- pembengkakan dan nyeri persendian
- pembengkakan kelenjar
- nyeri otot
- mual dan muntah
- nyeri dada pleuritik
- kejang
- psikosa.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
- hematuria (air kemih mengandung darah)
- batuk darah
- mimisan
- gangguan menelan
- bercak kulit
- bintik merah di kulit
- perubahan warna jari tangan bila ditekan
- mati rasa dan kesemutan
- luka di mulut
- kerontokan rambut
- nyeri perut
- gangguan penglihatan.
2.5. Manifestasi Klinis
Jumlah dan jenis antibodi pada lupus, lebih besar dibandingkan
dengan pada penyakit lain, dan antibodi ini (bersama dengan faktor lainnya
yang tidak diketahui) menentukan gejala mana yang akan berkembang.
Karena itu, gejala dan beratnya penyakit, bervariasi pada setiap penderita.
Perjalanan penyakit ini bervariasi, mulai dari penyakit yang ringan
sampai penyakit yang berat.
Gejala pada setiap penderita berlainan, serta ditandai oleh masa bebas
gejala (remisi) dan masa kekambuhan (eksaserbasi).
Pada awal penyakit, lupus hanya menyerang satu organ, tetapi di
kemudian hari akan melibatkan organ lainnya.
• Otot dan kerangka tubuh
Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan kebanyakan
menderita artritis. Persendian yang sering terkena adalah persendian pada
jari tangan, tangan, pergelangan tangan dan lutut. Kematian jaringan pada
tulang panggul dan bahu sering merupakan penyebab dari nyeri di daerah
tersebut.
• Kulit
Pada 50% penderita ditemukan ruam kupu-kupu pada tulang pipi dan pangkal
hidung. Ruam ini biasanya akan semakin memburuk jika terkena sinar matahari.
Ruam yang lebih tersebar bisa timbul di bagian tubuh lain yang terpapar oleh
sinar matahari.
• Ginjal
Sebagian besar penderita menunjukkan adanya penimbunan protein di dalam sel-
sel ginjal, tetapi hanya 50% yang menderita nefritis lupus (peradangan ginjal yang
menetap). Pada akhirnya bisa terjadi gagal ginjal sehingga penderita perlu
menjalani dialisa atau pencangkokkan ginjal.
• Sistem saraf
Kelainan saraf ditemukan pada 25% penderita lupus. Yang paling sering
ditemukan adalah disfungsi mental yang sifatnya ringan, tetapi kelainan
bisa terjadi pada bagian manapun dari otak, korda spinalis maupun sistem
saraf. Kejang, psikosa, sindroma otak organik dan sakit kepala merupakan
beberapa kelainan sistem saraf yang bisa terjadi.
• Darah
Kelainan darah bisa ditemukan pada 85% penderita lupus. Bisa terbentuk bekuan
darah di dalam vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan stroke dan emboli
paru. Jumlah trombosit berkurang dan tubuh membentuk antibodi yang melawan
faktor pembekuan darah, yang bisa menyebabkan perdarahan yang berarti.
Seringkali terjadi anemia akibat penyakit menahun.
• Jantung
Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti perikarditis, endokarditis
maupun miokarditis. Nyeri dada dan aritmia bisa terjadi sebagai akibat dari
keadaan tersebut.
• Paru-paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pleura
(penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibat dari keadaan
tersebut sering timbul nyeri dada dan sesak nafas.

2.6. Pemeriksaan Laboratorium


Pemeriksaan laboratorium dapat memberikan (1) penegakkan atau
menyingkirkan suatu diagnosis; (2) untuk mengikuti perkembangan penyakit,
terutama untuk menandai terjadinya suatu serangan atau sedang berkembang
pada suatu organ; (3) untuk mengidentifikasi efek samping dari suatu
pengobatan.
6.1. Pemeriksaan Autoantibodi
Antibody Prevalensi, Antigen yang Clinical Utility
% Dikenali
Antinuclear 98 Multiple nuclear Pemeriksaan skrining
antibodies (ANA) terbaik; hasil
negative berulang
menyingkirkan SLE
Anti-dsDNA 70 DNA (double- Jumlah yang tinggi
stranded) spesifik untuk SLE
dan pada beberapa
pasien berhubungan
dengan aktivitas
penyakit, nephritis,
dan vasculitis.
Anti-Sm 25 Kompleks protein Spesifik untuk SLE;
pada 6 jenis U1 tidak ada korelasi
RNA klinis; kebanyakan
pasien juga memiliki
RNP; umum pada
African American
dan Asia dibanding
Kaukasia.
Anti-RNP 40 Kompleks protein Tidak spesifik untuk
pada U1 RNAγ SLE; jumlah besar
berkaitan dengan
gejala yang overlap
dengan gejala
rematik termasuk
SLE.
Anti-Ro (SS-A) 30 Kompleks Protein Tidak spesifik SLE;
pada hY RNA, berkaitan dengan
terutama 60 kDa sindrom Sicca,
dan 52 kDa subcutaneous lupus
subakut, dan lupus
neonatus disertai
blok jantung
congenital; berkaitan
dengan penurunan
resiko nephritis.
Anti-La (SS-B) 10 47-kDa protein Biasanya terkait
pada hY RNA dengan anti-Ro;
berkaitan dengan
menurunnya resiko
nephritis
Antihistone 70 Histones terkait Lebih sering pada
dengan DNA lupus akibat obat
(pada nucleosome, daripada SLE.
chromatin)
Antiphospholipid 50 Phospholipids,β2 Tiga tes tersedia –
glycoprotein 1 ELISA untuk
cofactor, cardiolipin dan β2G1,
prothrombin sensitive
prothrombin time
(DRVVT);
merupakan
predisposisi
pembekuan,
kematian janin, dan
trombositopenia.

Antierythrocyte 60 Membran eritrosit Diukur sebagai tes


Coombs’ langsung;
terbentuk pada
hemolysis.
Antiplatelet 30 Permukaan dan Terkait dengan
perubahan antigen trombositopenia
sitoplasmik pada namun sensitivitas
platelet. dan spesifitas kurang
baik; secara klinis
tidak terlalu berarti
untuk SLE
Antineuronal 60 Neuronal dan Pada beberapa hasil
(termasuk anti- permukaan antigen positif terkait dengan
glutamate limfosit lupus CNS aktif.
receptor)
Antiribosomal P 20 Protein pada Pada beberapa hasil
ribosome positif terkait dengan
depresi atau psikosis
akibat lupus CNS

Tabel 3 Autoantibodi yang ditemukan pada Systemic Lupus Erythematosus


(SLE)

Catatan: CNS = central nervous system, CSF= cerebrospinal fluid,


DRVVT = dilute Russell viper venom time, ELISA= enzyme-
linked immunosorbent assay.

Secara diagnostic, antibody yang paling penting untuk dideteksi


adalah ANA karena pemeriksaan ini positif pada 95% pasien, biasanya
pada onset gejala. Pada beberapa pasien ANA berkembang dalam 1
tahun setelah onset gejala; sehingga pemeriksaan berulang sangat
berguna. Lupus dengan ANA negative dapat terjadi namun keadaan ini
sangat jarang pada orang dewasa dan biasanya terkait dengan
kemunculan dari autoantibody lainnya (anti-Ro atau anti-DNA). Tidak
ada pemeriksaan berstandar internasional untuk ANA; variabilitas
antara pemeriksaan yang berbeda antara laboratorium sangat tinggi.
Jumlah IgG yang besar pada dsDNA (bukan single-strand DNA)
spesifik untuk SLE. ELISA dan reaksi immunofluorosensi pada sel
dengan dsDNA pada flagel Crithidia luciliae memiliki sekitar 60%
sensitivitas untuk SLE; identifikasi dari aviditas tinggi untuk anti-
dsDNA pada emeriksaan Farr tidak sensitive namun terhubung lebih
baik dengan nephritis
6.2. Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan adanya penyakit SLE
• Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear,
yang terdapat pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi
ini juga juga bisa ditemukan pada penyakit lain. Karena itu jika
menemukan antibodi antinuklear, harus dilakukan juga pemeriksaan
untuk antibodi terhadap DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi dari
kedua antibodi ini hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak semua
penderita lupus memiliki antibodi ini.
Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen (protein yang
berperan dalam sistem kekebalan) dan untuk menemukan antibodi
lainnya, mungkin perlu dilakukan untuk memperkirakan aktivitas
dan lamanya penyakit.
• Ruam kulit atau lesi yang khas
• Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis
• Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya
gesekan pleura atau jantung
• Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein
• Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel
darah
• Biopsi ginjal
• Pemeriksaan saraf.

2.7. Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanaan, Pasien SLE dibagi menjadi:
• Kelompok Ringan
Gejala : Panas, artritis, perikarditis ringan, efusi pleura/perikard ringan,
kelelahan, dan sakit kepala
• Kelompok Berat
Gejala : efusi pleura perikard masif, penyakit ginjal, anemia hemolitik,
trombositopenia, lupus serebral, vaskulitis akut, miokarditis,
pneumonitis lupus, dan perdarahan paru.

Penatalaksanaan Umum :
• Kelelahan bisa karena sakitnya atau penyakit lain, seperti anemi, demam
infeksi, gangguan hormonal, komplikasi pengobatan, atau stres emosional. Upaya
mengurangi kelelahan disamping obat ialah cukup istirahat, pembatasan aktivitas
yang berlebih, dan mampu mengubah gaya hidup
• Hindari Merokok
• Hindari perubahan cuaca karena mempengaruhi proses inflamasi
• Hindari stres dan trauma fisik
• Diet sesuai kelainan, misalnya hyperkolestrolemia
• Hindari pajanan sinar matahari, khususnya UV pada pukul 10.00 sampai
15.00
• Hindari pemakaian kontrasespsi atau obat lain yang mengandung hormon
estrogen

Penatalaksanaan Medikamentosa :
• Untuk SLE derajat Ringan;
 Penyakit yang ringan (ruam, sakit kepala, demam, artritis, pleuritis,
perikarditis) hanya memerlukan sedikit pengobatan.
 Untuk mengatasi artritis dan pleurisi diberikan obat anti peradangan
non-steroid
 Untuk mengatasi ruam kulit digunakan krim kortikosteroid.
 Untuk gejala kulit dan artritis kadang digunakan obat anti malaria
(hydroxycloroquine)
 Bila gagal, dapat ditambah prednison 2,5-5 mg/hari.
 Dosis dapat diberikan secara bertahap tiap 1-2 minggu sesuai
kebutuhan
 Jika penderita sangat sensitif terhadap sinar matahari, sebaiknya pada
saat bepergian menggunakan tabir surya, pakaian panjang ataupun
kacamata
• Untuk SLE derajat berat;
 Penyakit yang berat atau membahayakan jiwa penderitanya (anemia
hemolitik, penyakit jantung atau paru yang meluas, penyakit ginjal,
penyakit sistem saraf pusat) perlu ditangani oleh ahlinya
 Pemberian steroid sistemik merupakan pilihan pertama dengan dosis
sesuai kelainan organ sasaran yang terkena.
 Untuk mengendalikan berbagai manifestasi dari penyakit yang berat
bisa diberikan obat penekan sistem kekebalan
 Beberapa ahli memberikan obat sitotoksik (obat yang menghambat
pertumbuhan sel) pada penderita yang tidak memberikan respon yang
baik terhadap kortikosteroid atau yang tergantung kepada
kortikosteroid dosis tinggi.
• Pengobatan Pada Keadaan Khusus
∗ Anemia Hemolitik
Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari), dapat ditingkatkan
sampai 100-200 mg/hari bila dalam beberapa hari sampai 1 minggu
belum ada perbaikan

∗ Trombositopenia autoimun
Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari). Bila tidak ada respon
dalam 4 minggu, ditambahkan imunoglobulin intravena (IVIg) dengan
dosis 0,4 mg/kg BB/hari selama 5 hari berturut-turut
∗ Perikarditis Ringan
Obat antiinflamasi non steroid atau anti malaria. Bila tidak efektif
dapat diberikan prednison 20-40 mg/hari
∗ Perkarditis Berat
Diberikan prednison 1 mg/kg BB/hari
∗ Miokarditis
Prednison 1 mg/kg BB/hari dan bila tidak efektif dapat dapat
dikombinasikan dengan siklofosfamid
∗ Efusi Pleura
Prednison 15-40 mg/hari. Bila efusi masif, dilakukan pungsi
pleura/drainase
∗ Lupus Pneunomitis
Prednison 1-1,5 mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu
∗ Lupus serebral
Metilprednison 2 mg/kg BB/hari untuk 3-5 hari, bila berhasil
dilanjutkan dengan pemberian oral 5-7 hari lalu diturunkan perlahan.
Dapat diberikan metilprednison pulse dosis selama 3 hari berturut-
turut

2.8. PROGNOSIS
Beberapa tahun terakhir ini prognosis penderita lupus semakin
membaik, banyak penderita yang menunjukkan penyakit yang ringan.
Wanita penderita lupus yang hamil dapat bertahan dengan aman sampai
melahirkan bayi yang normal, tidak ditemukan penyakit ginjal ataupun
jantung yang berat dan penyakitnya dapat dikendalikan.
Angka harapan hidup 10 tahun meningkat sampai 85%.
Prognosis yang paling buruk ditemukan pada penderita yang mengalami
kelainan otak, paru-paru, jantung dan ginjal yang berat.

You might also like