You are on page 1of 68

Bacillus sp.

ASAL RIZOSFER KEDELAI


YANG BERPOTENSI SEBAGAI PEMACU PERTUMBUHAN
TANAMAN DAN BIOKONTROL FUNGI PATOGEN AKAR








ASRI WIDYAWATI





















SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI


Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Bacillus sp. Asal
Rizosfer Kedelai yang Berpotensi sebagai Pemacu Pertumbuhan Tanaman dan
Biokontrol Fungi Patogen Akar adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.



Bogor, Mei 2008


Asri Widyawati
G351060221






















RINGKASAN

ASRI WIDYAWATI. Bacillus sp. Asal Rizosfer Kedelai yang Berpotensi sebagai
Pemacu Pertumbuhan Tanaman dan Biokontrol Fungi Patogen Akar. Dibimbing
oleh ARIS TRI WAHYUDI dan ABDJ AD ASIH NAWANGSIH.

Rizosfer tanaman telah diketahui di dalamnya terdapat mikroorganisme
yang bersimbiosis dengan akar. Adanya mikroorganisme tersebut dapat
memberikan efek positif maupun negatif bagi perakaran tanaman. Berbagai jenis
mikroorganisme seperti bakteri telah diketahui dapat dimanfaatkan sebagai agens
hayati untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman yang dikenal luas
dengan istilah Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) atau Rizobakteria
Pemacu Pertumbuhan Tanaman. Bacillus sp. merupakan salah satu kelompok
bakteri yang dapat diisolasi dari tanah dengan karakter Gram positif, berbentuk
batang dan mempunyai kemampuan membentuk endospora pada kondisi
lingkungan yang tidak menguntungkan sehingga dapat toleran pada kondisi
lingkungan kritis. Compant et al. (2005) melaporkan bahwa Bacillus sp.
mempunyai banyak potensi yaitu mampu memproduksi IAA, melarutkan fosfat,
mensekresi siderofor dan berperan sebagai agens biokontrol dengan menginduksi
sistem kekebalan tanaman serta menghasilkan antibiotik.
Penelitian ini bertujuan menapis rizobakteria Bacillus sp. asal rizosfer
tanaman kedelai secara in vitro yang dapat berperan sebagai pemacu pertumbuhan
tanaman dan pengendali fungi patogen penyebab penyakit akar tanaman kedelai
serta identifikasi molekulernya. Karakter yang yang diuji meliputi kemampuan
isolat dalam memproduksi IAA, reaksi hipersensitivitas, pemacuan pertumbuhan,
kemampuan melarutkan fosfat, kemampuan mengkelat besi (dengan memproduksi
siderofor) serta kemampuan mengendalikan fungi patogen akar khususnya
Rhizoctonia solani dan Sclerotium rolfsii. Penelitian ini juga dimaksudkan untuk
mengetahui identitas bakteri yang berpotensi sebagai PGPR berdasarkan sekuen
gen yang menyandikan 16S rRNA.
Pada penelitian ini dilakukan isolasi dan karakterisasi Bacillus sp. yang
berasal dari rizosfer kedelai asal Cirebon dengan metode pengenceran secara
berseri menggunakan media Nutrient Agar (NA). Karakterisasi fisiologi secara
parsial genus Bacillus mengikuti metode standar Bergeys Manual of
Determinative Bacteriology (Buchanan & Gibbon 1974) yang meliputi pewarnaan
Gram, pewarnaan endospora dan uji katalase. Genus Bacillus memiliki karakter
Gram positif, berbentuk batang, mampu membentuk endospora dan bersifat
katalase positif. Dari hasil isolasi dan karakterisasi ini diperoleh sebanyak 60
isolat merupakan kelompok Bacillus sp.
Kemampuan isolat dalam memproduksi IAA diuji menggunakan metode
kolorimetri dengan menambahkan reagen Salkowski yang diukur pada panjang
gelombang 510 nm. Pada uji ini diperoleh sebanyak 45 isolat mampu
memproduksi IAA dengan konsentrasi yang berbeda-beda dengan kisaran antara
0.06 ppm (Cr 72) hingga 44.66 ppm (Cr 55). Adanya perbedaan dalam
memproduksi IAA oleh bakteri dimungkinkan karena pengaruh perbedaan
aktifitas enzim indolpiruvat dekarboksilase yang terkait dengan tingkat ekspresi
gen ipcd yang menyandikan struktur protein tersebut. Konsentrasi IAA yang
dihasilkan oleh bakteri juga bergantung kepada aktifitas dan jumlah sel,
ketersediaan nutrisi dan substrat L-trp dalam media.
Hasil uji pelarutan fosfat diperoleh sebanyak 36 isolat mampu melarutkan
fosfat yang terkandung dalam media Phikovkaya dengan kemampuan yang
berbeda-beda ditunjukkan oleh zona bening yang terbentuk di sekeliling koloni
bakteri. Adanya kemampuan melarutkan fosfat yang berbeda ini mungkin terkait
dengan jenis asam organik yang disintesis oleh bakteri yang mungkin memiliki
kecocokan ataupun efektifitas dalam memutuskan ikatan pada kompleks kation
logam dengan anion fosfat.
Kemampuan isolat Bacillus sp. dalam memproduksi siderofor diuji dengan
menumbuhkan isolat pada media Chrome Azurol Sulfonat (CAS) agar yang
mengandung Fe dan diinkubasikan semalam. Hasil uji menunjukkan bahwa
sebanyak 43 isolat memproduksi siderofor ditandai dengan terbentuknya zona
berwarna kuning oranye jernih di sekeliling koloni bakteri. Menurut Compant et
al. (2005) siderofor pada berbagai bakteri memiliki kemampuan berbeda dalam
mengkelat besi, namun pada umumnya digunakan untuk menekan cendawan
patogenik yang mempunyai afinitas siderofor rendah. Adanya pengambilan besi
oleh bakteri PGPR ini dapat bertindak sebagai pesaing (competitor) bagi mikrob
fitopatogen.
Seluruh isolat yang mampu memproduksi IAA sebelum ditelaah
kemampuannya dalam pemacuan pertumbuhan diuji hipersensitivitas. Hasil uji
hipersensitivitas menunjukkan bahwa seluruh isolat tidak memberikan reaksi
hipersensitif terhadap tanaman tembakau. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh
isolat tidak bersifat sebagai patogen bagi tanaman.
Pada telaah pemacuan pertumbuhan diperoleh sebanyak 6 isolat mampu
memacu secara signifikan taraf 95% terhadap pertumbuhan panjang batang,
panjang akar, dan jumlah akar lateral dan sublateral kecambah kedelai kultivar
Slamet. Isolat Cr 67, Cr 68, Cr 69, dan Cr 71 berhasil memacu pemanjangan akar
primer, isolat Cr 64, Cr 66, Cr 67, Cr 68, dan Cr 71 berhasil memacu
pemanjangan batang, isolat Cr 69 dan Cr 71 mampu memacu pembentukan akar
lateral dan sub lateral. Sedangkan pengaruh inokulasi dengan isolat Cr 77, Cr 82,
Cr 83, Cr 87, Cr 89, Cr 90, dan Cr 91 menyebabkan pertumbuhan panjang akar
kecambah lebih pendek daripada kontrol. Rerata panjang batang kecambah juga
lebih pendek pada kecambah yang diinokulasikan dengan isolat Cr 77 dan Cr 78
dibandingkan dengan kontrol. J umlah akar lateral dan sub lateral lebih sedikit
daripada kontrol setelah diberi perlakuan dengan isolat Cr 77, Cr 78, Cr 81, Cr 82,
Cr 83, Cr 87, Cr 89, Cr 90, dan Cr 91. Isolat-isolat yang mampu memacu
pertumbuhan tersebut relatif memproduksi IAA justru pada konsentrasi yang
rendah yaitu pada kisaran 0.81 ppm hingga 9.63 ppm. Sedangkan isolat yang
memproduksi IAA yang tinggi antara lain Cr 55 (44.66 ppm), Cr 78 (32.84 ppm),
Cr 84 (30.30), Cr 90 (22.79 ppm) dan Cr 91 (20.32 ppm) tidak mampu memacu
pertumbuhan kecambah kedelai. Hal ini memperkuat pernyataan Husen et al.
(2006) bahwa peningkatan pertumbuhan tanaman terjadi pada pemberian IAA
dengan konsentrasi sangat rendah (0.01 g/ml
-1
) sedangkan pada konsentrasi lebih
tinggi cenderung menurunkan pertumbuhan tanaman. Selain itu Glick (1995) juga
menambahkan bahwa produksi IAA yang berlebihan akan memacu hormon etilen
yang dalam konsentrasi tinggi justru menghambat perkembangan / pemanjangan
akar.
Kemampuan isolat Bacillus sp. dalam menekan pertumbuhan cendawan
Rhizoctonia solani dan Sclerotium rolfsii diuji secara kualitatif dan kuantitatif
menggunakan metode kultur ganda selanjutnya dihitung besarnya persentase
penghambatan (Dikin et al. 2006). Sebanyak 28 isolat mempunyai kemampuan
menghambat pertumbuhan R. solani dan sebanyak 2 isolat mempunyai
kemampuan menghambat pertumbuhan radial S. rolfsii. Penghambatan
pertumbuhan cendawan oleh biokontrol dapat terjadi melalui mikolisis yaitu
hilangnya protoplasma pada struktur dinding sel fungi dan enzim tidak larut pada
dinding sel fungi (Limet al. 1991). Adanya sejumlah besar isolat yang mampu
menghambat pertumbuhan cendawan kemungkinan karena genus Bacillus mampu
mensintesis berbagai senyawa yang aktif melawan cendawan dan mampu
memproduksi siderofor sehingga bertindak sebagai competitor bagi patogen akar
tersebut. Menurut Compant et al. (2005) dinding sel cendawan S. rolfsii, R. solani
dan Pythium ultimum dapat dihancurkan oleh enzim -1,3-glukanase yang
dihasilkan oleh B. cepacea.
Hasil uji karakter PGPR pada isolat Bacillus sp. menunjukkan bahwa empat
isolat diantara 6 isolat yang memacu pertumbuhan kecambah kedelai kultivar
Slamet yaitu isolat Cr 64, Cr 66, Cr 68, dan Cr 71 memiliki karakter yang lengkap
sebagai PGPR yaitu mampu memproduksi hormon IAA, mampu memacu
pertumbuhan tanaman tanpa menyebabkan reaksi hipersensitif, mampu
melarutkan fosfat, mampu memproduksi siderofor serta memiliki kemampuan
sebagai biokontrol fungi patogen akar tanaman kedelai R. solani.
Keragaman 6 isolat Bacillus sp. yang telah diisolasi dan telah diuji
kemampuannya sebagai PGPR yang memacu pertumbuhan tanaman dapat
dianalisis menggunakan pendekatan molekuler berdasarkan sekuen gen 16S rRNA.
DNA hasil isolasi diamplifikasi sebanyak 30 siklus menggunakan mesin PCR
dengan primer 63f dan 1387r (Marchesi et al. 1998) diperoleh panjang basa
nukleotida 1300 pb. Selanjutnya hasil identifikasi sekuen parsial gen 16S rRNA
hasil amplifikasi menunjukkan bahwa isolat memiliki persentase homologi
tertentu terhadap isolat yang terdapat pada GenBank. Hasil analisis sekuen parsial
gen 16S rRNA dengan program BLAST-N menunjukkan bahwa Cr 64 memiliki
persentase similaritas 92% dengan Bacillus sp. NRS-800, Cr 66 memiliki
persentase similaritas 94% dengan B. cereus HNR10, Cr 67 memiliki persentase
similaritas 94% dengan B. pumilus str M-1-9-1, Cr 68 memiliki persentase
similaritas 93% dengan B. thuringiensis str FWAW, Cr 69 memiliki persentase
similaritas 98% dengan B. cereus AD2, sedangkan Cr 71 memiliki persentase
similaritas 99% dengan Bacillus shandongensis str SD.
Hasil pengolahan sekuen parsial gen 16S rRNA menggunakan program
NJ plot diperoleh dendrogram pohon filogenetik yang memperlihatkan hubungan
kekerabatan antara isolat Bacillus dengan spesies Bacillus spp. Keenam isolat
membentuk 3 kelompok yang berbeda. Cr 64 memisah tersendiri, isolat Cr 66, Cr
68, dan Cr 69 membentuk kelompok sendiri yang terpisah dengan Cr 67 dan Cr
71. Masing-masing isolat memiliki jarak evolusi yang berbeda-beda dengan
spesies Bacillus spp. yang ada pada GenBank. Diversitas keenam isolat cukup
tinggi dan masing - masing isolat memiliki kedekatan kekerabatan pada spesies
yang berbeda-beda.


ABSTRACT

ASRI WIDYAWATI. Bacillus sp. Isolated from Rhizosphere of Soybean Plant as
Plant Growth Promoting Rhizobacteria and Biocontrol of Root Pathogenic Fungi.
Under the direction of ARIS TRI WAHYUDI and ABDJ AD ASIH
NAWANGSIH.

Bacillus sp. is one of the rhizosphere bacteria that have important role as
plant growth promoter, known as plant growth-promoting rhizobacteria (PGPR).
Sixty isolates identified as Bacillus sp. were successfully isolated from
rhizosphere soil of soybean plant of Plumbon, Cirebon, West J ava, based on their
morphologies and physiologies characters. 45 Bacillus sp. isolates grown in
Nutrient Broth (NB) medium supplemented with tryptophan (0.2 mM) had ability
to produce IAA. Bacillus sp. Cr 55 had ability to produce the highest IAA was
about 44.66 ppm. Hypersensitivity test revealed that all of Bacillus sp. isolates
were classified as non-pathogenic bacteria. Six Bacillus sp. isolates that have been
characterized to produce IAA were able to induce elongation of primary root and
stem, and numerous of lateral and sub lateral roots. Furthermore, 36 isolates of
Bacillus sp. had ability to solubilize phosphate as indicated by clear zone
surrounding the colonies on Pikovskaya agar, 43 isolates of Bacillus sp. had
ability to produce siderophore, 2 isolates were capable to produce antifungal
compounds to inhibit of S. rolfsii and 28 isolates of them were capable to produce
antifungal compounds to inhibit of R. solani. This study has demonstrated that 4
isolates of Bacillus sp. isolated from rhizosphere of soybean plant can be
determined as potential isolates that can be used as inoculants to promote plant
growth based on the specific characters. The result of identified use 16S rRNA
partial sequence genes of 6 isolates that had ability as PGPR showed that all of
them had similarity with Bacillus spp. fromGenBank. Cr 64 had 92% similarity
with Bacillus sp. NRS-800, Cr 66 had 94% similarity with B. cereus HNR10, Cr
67 had 94% similarity with B. pumilus str M1-9-1, Cr 68 had 93% similarity with
B. thuringiensis str FWAW, Cr 69 had 98% similarity with B. cereus AD2 and Cr
71 had 99% similarity with B. shandongensis str SD.

Key Words : Bacillus sp., Indole Acetic Acid (IAA), Phosphate Solubilization,
Germination Seedling Bioassay, Siderophore, Anti Fungi.






















Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik
atau tinjauan suatu masalah;
b. pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB



















Bacillus sp. ASAL RIZOSFER KEDELAI
YANG BERPOTENSI SEBAGAI PEMACU PERTUMBUHAN
TANAMAN DAN BIOKONTROL FUNGI PATOGEN AKAR










ASRI WIDYAWATI









Tesis
Sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada Program Studi Biologi










SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

J udul : Bacillus sp. Asal Rizosfer Kedelai yang Berpotensi sebagai
Pemacu Pertumbuhan Tanaman dan Biokontrol Fungi Patogen
Akar
Nama : Asri Widyawati
NRP : G351060221
Program Studi : Biologi





Disetujui,
Komisi Pembimbing







Dr. Aris Tri Wahyudi, M.Si. Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si.
Ketua Anggota




Diketahui,


Ketua Program Studi Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana





Dr. Ir. Dedy Duryadi S, DEA Prof. Dr Ir. Khairil Anwar Notodiputro,
M.S.









Tanggal Ujian: 14 Mei 2008 Tanggal Lulus :


PRAKATA


Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat,
karunia serta ridlo-Nya sehingga tesis yang berjudul Bacillus sp. Asal Rizosfer
Kedelai yang Berpotensi sebagai Pemacu Pertumbuhan Tanaman dan Biokontrol
Fungi Patogen Akar ini dapat diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Aris Tri Wahyudi, M.Si dan
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si. selaku dosen pembimbing yang selalu
memberikan bimbingan dan arahannya dalam penyusunan tesis ini. Di samping
itu penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Departemen Agama
RI yang telah memberikan kesempatan sehingga penulis dapat mengikuti program
pendidikan pascasarjana. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Drs.
Komari Zaman selaku Kepala Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Godean, Sleman,
Yogyakarta atas dukungan dan kesempatan yang diberikan sehingga penulis dapat
mengikuti program pendidikan pascasarjana IPB.
Penelitian ini sebagian didanai oleh Program Insentif Penelitian Dasar
Kementrian Negara Riset dan Teknologi (KNRT) kepada Aris Tri Wahyudi dan
sebagian lagi didanai dari Departemen Agama RI melalui Kerjasama antara IPB
dengan Departemen Agama RI. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak, Kakak-kakak,
Adik dan keponakan atas segala doa, perhatian dan dukungan yang diberikan.
Demikian juga kepada Mbak Rina, Rika, Mbak Ari, teman-teman dan pengelola
Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, FMIPA IPB atas kerjasamanya
selama penelitian ini dilaksanakan.
Semoga tesis ini memberikan manfaat.





Bogor, Mei 2008
Asri Widyawati


RIWAYAT HIDUP


Penulis dilahirkan di Sleman pada tanggal 22 Mei 1975 dari ayah Drs.
Asri dan ibu Sri Wijati (almh). Penulis merupakan anak keenam dari 7 bersaudara.
Tahun 2000 penulis menyelesaikan program Strata 1 pada Universitas
Negeri Yogyakarta mengambil jurusan Pendidikan Biologi. Selanjutnya penulis
mengajar pada sekolah menengah swasta dari tahun 1998 hingga tahun 2003.
Pada tahun 2004 penulis mengajar di MAN Godean, Sleman, Yogyakarta hingga
sekarang.
Pada bulan J uli 2006 penulis mendapatkan kesempatan mengikuti program
beasiswa pendidikan Pascasarjana dari Departemen Agama RI dan mengambil
Program Studi Biologi, Subprogram Studi Mikrobiologi pada Sekolah
Pascasarjana IPB.



















DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI.................................................................................................... xii

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xvi

PENDAHULUAN
Latar Belakang .......................................................................................... 1
Tujuan ...................................................................................................... 3

TINJ AUAN PUSTAKA
Bacillus sp. ................................................................................................ 4
Karakter Bacillus sp. sebagai PGPR ........................................................ 4
Fungi Patogen Akar Kedelai .................................................................... 9
Gen 16S rRNA ......................................................................................... 10

BAHAN DAN METODE
Isolasi dan Karakterisasi Fisiologi secara Parsial Bacillus sp. .................. 11
Uji Karakteristik Bacillus sp. sebagai PGPR
Uji Produksi Indole Acetic Acid (IAA) ............................................... 11
Uji Pelarutan Fosfat .......................................................................... 12
Uji Produksi Siderofor ....................................................................... 12
Uji Hipersensitivitas .......................................................................... 13
Telaah Pemacuan Pertumbuhan Tanaman ......................................... 13
Uji Antagonisme terhadap Fungi Patogen Akar ............................... 13
Identifikasi Berdasarkan Sekuen Gen 16S rRNA
Isolasi DNA ...................................................................................... 14
Amplifikasi DNA .............................................................................. 15
Analisis Sekuen Gen 16S rRNA ........................................................ 15

HASIL
Isolasi dan Karakterisasi Fisiologi secara Parsial Bacillus sp. ................. 16
Karakter Bacillus sp. sebagai PGPR
Produksi Indole Acetic Acid (IAA) ..................................................... 16
Uji Pelarutan Fosfat ........................................................................... 18
Uji Produksi Siderofor ....................................................................... 18
Uji Hipersensitivitas .......................................................................... 18
Telaah Pemacuan Pertumbuhan .......................................................... 21
Uji Antagonisme terhadap Fungi Patogen Akar ................................ 24
Analisis Sekuen Gen 16S rRNA ............................................................... 26



PEMBAHASAN
Isolasi dan Karakterisasi Fisiologi secara Parsial Bacillus sp. .................. 29
Karakter Bacillus sp. sebagai PGPR ......................................................... 30
Analisis Sekuen Gen 16S rRNA ............................................................... 37

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ................................................................................................... 39
Saran ......................................................................................................... 39

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 40

LAMPIRAN .................................................................................................... 44






































DAFTAR TABEL

Halaman

1 Hasil uji produksi IAA, pelarutan fosfat, uji siderofor dan uji anta-
gonisme terhadap cendawan S. rolfsii dan R. solani pada 45 isolat
Bacillus sp. yang mampu memproduksi IAA .................................... 20

2 Rerata panjang akar, panjang batang dan jumlah akar lateral dan sub
lateral pada kecambah kedelai kultivar Slamet yang diberi perlakuan
dengan isolat Bacillus sp. dan diinkubasikan selama 7 hari pada
media agar agar 1% beserta kontrol ............................................... 23

3 Karakteristik isolat Bacillus sp. yang mampu memacu pertumbuhan
kecambah kedelai kultivar Slamet secara signifikan ......................... 35

4 Karakteristik PGPR isolat Bacillus sp. dan hasil analisis sekuen gen
16S rRNA ........................................................................................... 38






























DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Penampilan koloni isolat Bacillus sp. Cr 66 berumur 24 jam yang
ditumbuhkan pada media cawan gorea Nutrient Agar (A); (B)
penampilan sel Bacillus sp. yang dilakukan perwarnaan gram
menunjukkan Gram positif berbentuk batang; (C) struktur endospora
ditunjukkan dengan tanda anak panah diamati menggunakan
mikroskop cahaya perbesaran 1000 kali ............................................. 17

2 Isolat Bacillus sp. Cr 90 yang ditumbuhkan pada media Phikovkaya
dan diinkubasikan selama 3 hari pada suhu ruang mempunyai
kemampuan melarutkan fosfat yang ditandai oleh terbentuknya zona
bening di sekeliling koloni bakteri (A); (B) penampilan koloni
Bacillus sp. yang ditumbuhkan pada media agar-agar CAS dengan
metode replika dan diinkubasikan semalam menampilkan zona
berwarna oranye jernih di sekeliling koloni bakteri yang
menunjukkan dihasilkannya siderofor ............................................... 19

3 Panjang akar dan jumlah akar kecambah kedelai kultivar Slamet
berumur tujuh hari pada media agar-agar 1%, (A) kecambah
diinokulasi dengan Bacillus sp. Cr 69; (B) kontrol ........................... 22

4 Penampilan cendawan R. solani yang diinkubasikan selama 2 hari
pada media PDA pertumbuhan radialnya dihambat oleh isolat
Bacillus sp. Cr 64 (A); penampilan cendawan S. rolfsii yang
diinkubasikan selama 5 hari pada media PDA pertumbuhan
radialnya dihambat oleh isolat Bacillus sp. Cr55 ............................... 25

5 Elektroforesis gel Agarose 1% dari gen 16S rRNA hasil amplifikasi
PCR sebanyak 30 siklus menggunakan primer 63f dan 1387r
memiliki panjang basa nukleotida sekitar 1.3 kb ................................ 27

6 Dendrogram pohon filogenetik yang mengindikasikan kekerabatan
dari keenam isolat berdasarkan sekuen gen 16S rRNA hasil
amplifikasi PCR dengan isolat dari GenBank (angka di atas garis
cabang menunjukkan panjang percabangan yang mengindikasikan
jarak evolusi antar isolat) ................................................................... 28











DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Sekuen parsial gen 16S rRNA 6 isolat pemacu pertumbuhan tanaman 44
2 Hasil analisis sekuen parsial gen 16S rRNA menggunakan program
BLAST-N ............................................................................................ 46
3 Komposisi media tumbuh (dalam liter) .............................................. 47
4 Bahan bahan untuk karakterisasi fisiologi secara parsial genus
Bacillus ............................................................................................... 48
























PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah
Pertambahan jumlah penduduk yang sangat pesat menyebabkan kebutuhan
pangan juga meningkat. Berbagai langkah dilakukan masyarakat dan pemerintah
untuk menjaga tetap tersedianya pangan dunia. Langkah-langkah yang diambil
hingga menjelang abad 20 antara lain dengan intensifikasi melalui penggunaan
pupuk sintetis, pestisida dan bibit unggul. Langkah-langkah tersebut ternyata
memberikan efek samping pencemaran lingkungan. Hal ini mendorong
berkembangnya bioteknologi dengan menggunakan mikroorganisme sebagai
agens untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman sekaligus sebagai
agens pengendali hayati terhadap patogen.
Salah satu kelompok organisme yang sering mengganggu tanaman kedelai
adalah cendawan, dua diantaranya adalah Rhizoctonia solani dan Sclerotium
rolfsii. Keduanya merupakan jenis cendawan yang sering menyerang perakaran
tanaman kedelai dan menyebabkan penyakit busuk akar. Hal ini memerlukan
penanganan lanjut yang lebih efektif.
Rizosfer tanaman telah diketahui di dalamnya terdapat mikroorganisme
yang bersimbiosis dengan akar. Rizosfer atau daerah sekitar perakaran tanaman
relatif kaya akan nutrisi yang berkaitan dengan keadaan di akar yaitu berupa
hilangnya 5 21 % hasil fotosintesis tanaman yang dilepaskan sebagai eksudat
akar (Marscher 1995). Sebagai akibatnya, keberadaan nutrisi pada akar ini
mendukung populasi mikrob aktif berkembang dan mampu memproduksi
senyawa yang mungkin menguntungkan, netral atau merugikan bagi tanaman di
atasnya. Adanya mikroorganisme tersebut dapat memberikan efek positif maupun
negatif bagi perakaran tanaman. Berbagai jenis mikroorganisme seperti bakteri
telah diketahui dapat dimanfaatkan sebagai agens hayati untuk meningkatkan
pertumbuhan dan produksi tanaman yang dikenal luas dengan istilah Plant
Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) atau Rizobakteria Pemacu
Pertumbuhan Tanaman. Bakteri ini secara aktif mengkolonisasi rizosfer dan
permukaan akar serta memberikan pengaruh positif untuk pemacuan pertumbuhan
tanaman melalui penyediaan nutrisi dan hormon bagi tanaman, serta dapat bersifat
antagonistik terhadap bakteri dan fungi patogen (Kloepper et al. 1999; Gray &

2
Smith 2005). Adanya PGPR dapat memberikan keuntungan melalui berbagai
mekanisme antara lain produksi metabolit sekunder seperti antibiotik, kitinase, 1,3
- -glukanase, sianida, substansi hormon, sebagai agens pengendali biologi
melalui kompetisi, induksi sistem pertahanan terhadap patogen, produksi
siderofor, pelarut fosfat, dan fiksasi N
2.
(Glick 1995; Husen 2003). Bakteri
rizosfer yang telah diketahui dapat menghasilkan auksin antara lain Pseudomonas
sp., Azospirillum sp., Azotobacter sp., Bacillus sp., Lactobacillus sp.,
Paenibacillus polymyxa, Enterobacter sp., Serratia marcescens, Klebsiella sp.,
Algaligenes faecalis, dan sianobacteria (Torres-Rubio et al. 2000).
Adapun bakteri yang menjadi topik dalam kajian penelitian ini adalah
bakteri kelompok Bacillus sp. merupakan salah satu kelompok bakteri yang dapat
diisolasi dari tanah dengan karakter Gram positif, berbentuk batang dan
mempunyai kemampuan membentuk endospora pada kondisi lingkungan yang
tidak menguntungkan sehingga dapat toleran pada kondisi lingkungan kritis.
Compant et al. (2005) melaporkan bahwa Bacillus sp. mempunyai banyak potensi
yaitu mampu memproduksi IAA, melarutkan fosfat, mensekresi siderofor dan
berperan sebagai agens biokontrol dengan menginduksi sistem kekebalan tanaman
serta menghasilkan antibiotik.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa sangat banyak jenis mikrob
khususnya bakteri di tanah termasuk Bacillus sp. dapat dimanfaatkan sebagai
PGPR sekaligus dapat berperan untuk mengendalikan penyakit pada tanaman.
Pada genus Bacillus kemampuan biokontrolnya didukung oleh kemampuannya
membentuk spora yang dapat bertahan dan tetap dapat melepaskan metabolit
aktifnya pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan sehingga
memungkinkan untuk membuat formulasi produk yang stabil (Kloepper et al.
1999).
Adanya bakteri yang diisolasi dari tanah perakaran kedelai yang berpotensi
sebagai pemacu pertumbuhan tanaman dan pengendali hayati patogen akar
tanaman kedelai diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai alternatif galur inokulan
yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai.
Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk
mengisolasi dan mengkarakterisasi potensi Bacillus sp. sebagai pemacu

3
pertumbuhan tanaman dan pengendali pertumbuhan fungi patogen akar.
Selanjutnya dilakukan identifikasi molekulernya untuk menentukan galur
inokulannya.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan menapis rizobakteria Bacillus sp. asal rizosfer
tanaman kedelai secara in vitro yang dapat berperan sebagai pemacu pertumbuhan
tanaman dan pengendali fungi patogen penyebab penyakit akar tanaman kedelai
serta identifikasi molekulernya.

TINJAUAN PUSTAKA

Bacillus sp.
Bacillus sp. merupakan bakteri gram positif, berbentuk batang yang
mempunyai kemampuan membentuk endospora pada kondisi yang kurang
menguntungkan. Bakteri ini dapat ditemukan dan dapat diisolasi dari tanah.
Bentuk endospora merupakan nilai lebih bagi bakteri yang sangat terkait secara
ekologi di dalam tanah. Kemampuannya membentuk endospora menyebabkan
bakteri ini relatif lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang kurang
menguntungkan dan kritis misalnya radiasi, panas, asam, desinfektan, kekeringan,
nutrisi yang terbatas dan dapat dorman dalam jangka waktu yang lama hingga
bertahun-tahun. Struktur spora tidak akan terjadi jika sel sedang berada pada fase
pembelahan secara eksponensial tetapi akan dibentuk terutama pada kondisi
nutrisi esensial misalnya karbon dan nitrogen terbatas. Pada Bacillus subtilis
sporulasi terjadi sekitar 8 jam dengan melibatkan hingga 200 gen (Madigan et al.
2000). Selain itu Bacillus sp. mempunyai sifat katalase positif sehingga mampu
menguraikan peroksida toksik menjadi air dan oksigen. Bacillus sp. termasuk
kelompok PGPR yang memiliki banyak potensi karena mampu memproduksi
IAA, melarutkan fosfat, memsekresi siderofor dan berperan sebagai agens
biokontrol dengan menginduksi sistem kekebalan tanaman serta menghasilkan
antibiotik (Compant et al. 2005).

Karakter Bacillus sp. sebagai PGPR
Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) pertama kali didefinisikan
oleh Kloepper dan Schroth (1978) untuk mendeskripsikan bakteri tanah yang
berkumpul di akar setelah benih ditanam. PGPR dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman dengan berbagai mekanisme antara lain fiksasi nitrogen,
produksi siderofor, sebagai pengkelat besi dan sintesis fitohormon. Bakteri
tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan meningkatkan sistem
perakaran tanaman. Menurut Enebak et al. 1998 (diacu dalam Mello et al. 2004)
PGPR dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman melalui satu mekanisme atau
lebih termasuk meningkatkan fiksasi nitrogen, produksi auksin, giberelin,
5
sitokinin, etilen, melarutkan fosfat dan oksidasi sulfur, meningkatkan ketersediaan
nitrat, produksi antibiotik ekstraseluler, enzim litik, asam hidrosianik,
meningkatkan permiabilitas akar dan kompetisi dalam nutrisi. Kemampuan
rizobakteria dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman sangat bergantung pada
karakter yang merupakan ciri khas dan spesifik gen yang dimilikinya (Nelson
2004).
Mikroorganisme mampu menghasilkan hormon tumbuhan seperti auksin,
sitokinin dan giberelin (Leveau & Lindow 2005). Asam indol asetat atau Indol
acetic acid (IAA) merupakan hormon auksin pertama pada tumbuhan yang
mengendalikan berbagai proses fisiologi penting meliputi pembelahan dan
perkembangan sel, diferensiasi jaringan serta respons terhadap cahaya dan
gravitasi (Salisbury & Ross 1992). Tumbuhan mungkin saja tidak mampu
mencukupi kebutuhan auksin untuk pertumbuhannya secara optimal sehingga
diperlukan tambahan hormon pemacu pertumbuhan dari luar. Menurut Patten dan
Glick (2002) respons tanaman terhadap IAA yang dihasilkan mikrob berbeda-
beda bergantung pada spesies tanaman dan konsentrasi IAA yang dihasilkan.
Menurut Leveau dan Lindow (2005) hormon IAA atau yang dikenal
sebagai auksin merupakan hormon pemacu pertumbuhan dan mengontrol berbagai
proses fisiologi seperti pembelahan sel, diferensiasi jaringan dan respons terhadap
cahaya dan gravitasi. Bakteri penghasil IAA mempunyai kemampuan membantu
berbagai proses tersebut dengan memasukkan IAA ke dalampool auksin tanaman.
Akar merupakan organ tanaman yang paling sensitif terhadap fluktuasi kadar IAA
dan responsnya pada peningkatan jumlah IAA eksogenous meluas dari
pemanjangan akar primer, pembentukan akar lateral dan akar liar, sampai
penghentian pertumbuhan.
Biosintesis IAA oleh mikrob ditingkatkan oleh prekursor fisiologi tertentu
yaitu L-Tryptophan (Husen 2003). Protein TRAP (AT) yang diproduksi oleh
trpA pada Bacillus subtilis dapat mengikat dan menghambat aktifitas triptofan
protein yang berikatan lemah antara Trp-RNA (TRAP). Pada Bacillus subtilis
diperlukan ekspresi dari tujuh gen untuk berlangsungnya biosintesis L-triptofan
dari asam korismat termasuk prekursor asam amino amoniak. Enam dari tujuh gen
terorganisasi sebagai operan triptofan, suboperan dalam superoperon aromatik.
6
Gen triptofan yang ketujuh trpG (pabA) terletak pada operan folat dan
menghasilkan polipeptida yang berperan dalam biosintesis triptofan dan folat
(Wen & Charles 2005).
Manulis et al. (1998) mengemukakan bahwa beberapa lintasan sintesis
IAA pada bakteri yang melibatkan senyawa intermediat indole-3-pyruvate (IpyA)
yaitu indole-3-acetamide (IAM), tryptamine (TAM) dan indole-3-acetonitrile
(IAN). J alur utama yang ada pada bakteri yaitu lintasan IAM dan IPyA. Bakteri
yang memproduksi IAA menstimulasi pertumbuhan sistem perakaran inang.
Sel tumbuhan memproduksi IAA dari L-tripthofan melalui intermediet
IAM, lintasannya melalui enzim triptofan 2-monooksenase yang mengkatalisis
konversi triptofan menjadi IAM dan enzim indoleacetamid hidrolase yang
mengkatalisis konversi IAM menjadi IAA (Mazzola & White 1993). Tien et al.
(1979) mengamati bahwa produksi IAA meningkat sesuai dengan peningkatan
konsentrasi triptofan dari 1 100 ug / ml. Konsentrasi IAA juga meningkat
seiring dengan umur kultur sampai bakteri mencapai fase stasioner. Pengocokan
lebih disukai untuk memproduksi IAA, terutama pada yang mengandung nitrogen
sedangkan fitohormon lainnya juga terdeteksi pada media kultur yaitu giberelin
dan senyawa serupa sitokinin.
Produksi IAA tidak berfungsi nyata sebagai hormon dalam sel bakteri,
dimungkinkan terdapat dalam sel bakteri karena hormon tersebut berperan penting
dalam interaksi antara bakteri dan tanaman. Pada penelitian yang dilakukan Patten
dan Glick (2002) diperoleh bahwa bakteri yang memproduksi IAA menstimulasi
pertumbuhan sistem perakaran inang. Keuntungan dari asosiasi tanaman dengan
bakteri adalah mensuplai sebanyak produk metabolit fiksasi karbon oleh
tumbuhan yang telah hilang ke rhizosfer sebagai eksudat (Martens et al. 1994,
diacu dalam Patten & Glick 2002).
Reaksi awal pengubahan triptofan menjadi indol-3-piruvat dikatalisis oleh
aminotransferase aromatik, dimana empat enzim berhasil diidentifikasi pada
Azospirillum lipoferum. Enzim-enzim yang ditemukan ini spesifik terhadap
berbagai asam amino aromatik dan tidak hanya pada triptofan, sehingga deteksi
pada protein-protein ini kurang membuktikan bahwa IAA disintesis melalui
indole-3-piruvat pada Azospirillum.
7


Triptofan
Indole-acetamide typtamine Indole-3-pyruvic acid
Indole-3-acetic acid (IAA)
Indole-3-acetic acid
Indole-3-acetaldehyde
Inndole-3-acetic acid
Gambar 1 Diagram alir lintasan biosintesis IAA pada Bakteri (Hartman et al.
1983; Brandl et al. 1996; Manulis et al. 1980). Gen-gen iaaM, iaaH
dan ipdC masing-masing menyandikan tryptohan-2-monooygenase,
indole-3-acetamide hydrolase dan indole-pyruvat decarboxylase.
iaaM
iaaH
ipdC
Fosfat merupakan salah satu unsur hara yang sangat diperlukan oleh
tanaman. Di dalam tanah hanya sebagian kecil saja fosfat yang dapat diserap oleh
tanaman karena masih terikat dengan kation logam misalnya Fe, Ca dan Al.
Adanya kemampuan bakteri dalam melarutkan fosfat berpotensi untuk
meningkatkan penyerapan unsur fosfat ke dalam tanaman apabila tersedia cukup
endapan fosfat dalam tanah. Bakteri pelarut fosfat dapat menyediakan fosfat
terikat menjadi fosfat yang dapat terlarut sehingga dapat diserap oleh tanaman.
Mekanisme utama pelarutan fosfat pada bakteri dengan memisahkan kation dari
senyawa asam menggunakan asam organik yang disintesisnya (Altomare et al.
1999). Bakteri pelarut fosfat melepaskan ikatan ion fosfat anorganik yang sukar
larut dengan mensekresikan sejumlah asam organik. Beberapa bakteri yang
dilaporkan mempunyai aktifitas fitase (enzim kelompok fosfomonoesterase) yang
mampu menghidrolisis polifosfat organik tak larut (fitat) menjadi rangkaian ester
fosfat dengan bobot molekul yang rendah dari myo-inositol dan fosfat yang
penting untuk prokariot dan eukariot. Bakteri yang mempunyai kemampuan
melarutkan fosfat antara lain Bacillus amyloliquefaciens, B. subtilis, Klebsiella
terrigena, Pseudomonas spp. dan Enterobacter sp. (Idriss et al. 2002).
8
Siderofor merupakan molekul atau ligan pengkelat besi (Fe
3+
) yang
diproduksi oleh bakteri terutama pada tanah netral dan alkalin yang banyak diteliti
saat ini. Siderofor disekresikan oleh mikroorganisme dan tanaman dari famili
Gramineae sebagai respons terhadap defisiensi unsur besi (Crowley 2001, diacu
dalam Nawangsih 2006). J enis agen pengkelat besi, siderofor, yang dihasilkan
oleh mikroorganisme antara lain berupa hydroxamate dan enterobactin (pada E.
coli). Hidroxamate mengikat besi ferric (Fe
3+
) yang direduksi dan dilepaskan ke
dalam sel bakteri sebagai besi ferro (Fe
2+)
(Madigan 2003). Menurut Nawangsih
(2006) hasil deteksi pada beberapa galur Pseudomonas fluorescens, Bacillus
subtilis, dan B. cereus positif menghasilkan senyawa siderofor. Adanya siderofor
pada bakteri ini mendukung kemampuan bakteri sebagai PGPR karena dapat
bertindak dalam kompetisi dengan mikroorganisme patogen dalam menggunakan
Fe
3+
yang konsentrasinya sangat terbatas dalam tanah. Namun pengambilan Fe
3+

oleh mikroorganisme ini tidak mempengaruhi kebutuhan tanaman akan besi yang
sangat sedikit dibandingkan dengan mikroorganisme
Kemampuan Bacillus sp. sebagai pengendali penyakit tanaman antara lain
karena kemampuannya memproduksi antibiotik yang diekskresikan saat kultur
memasuki fase stasioner (Madigan et al. 2000) dan produksi metabolit sekunder
misalnya enzim kitinase, mycobacilin, basitrasin dan zwittermicin. Menurut
Benhamou et al. (1996) bakteri endofit Bacillus pumilus strain SE34 dapat
digunakan untuk menginduksi ketahanan secara sistemik pada buncis (Pisum
sativum). Bakteri ini dapat merangsang penebalan dinding sel terutama pada
jaringan korteks dengan produksi kitin sehingga patogen tidak dapat melakukan
penetrasi. Patogen hanya terdistribusi pada jaringan epidermis dan tidak dapat
menyebar ke jaringan korteks. Bacillus subtilis diketahui menunjukkan aktifitas
antagonis terhadap bakteri dan fungi fitopatogen. Sedangkan Bacillus cereus
diketahui dapat mereduksi pertumbuhan miselia Sclerotium rolfsii., Fusarium
oxysporum, Pythium aphanidermatum, Helminthosporium maydis dan
Rhizoctonia solani dengan zona inhibisi 35.3% - 53.3 % (Muhammad & Amusa
2003).
9
Kemampuan Bacillus sebagai biokontrol juga dapat terjadi melalui mekanisme
resistensi terinduksi oleh B. subtilis pada tanaman yang diserang cendawan A.
niger (Sailaja et al. 1997).

Fungi Patogen Akar Kedelai
Penyakit-penyakit pada tumbuhan baik pada bagian akar, batang, daun dan
bunga ataupun biji sebagian besar disebabkan oleh fungi. Fungi masuk ke dalam
jaringan tanaman melalui struktur terbuka yang alami pada jaringan tanaman
misalnya stomata lentisel, dan hidatoda atau melalui jaringan tanaman yang
terluka. Beberapa fungi mengkolonisasi tanaman kedelai dan benih secara
asimtom. Beberapa fungi yang dikenal menyerang akar tanaman kedelai antara
lain Rhizoctonia solani penyebab penyakit busuk akar dan rebah kecambah
(damping off) serta Sclerotium rolfsii penyebab penyakit busuk akar dan batang
(Hartman et al. 2001) dan damping off pada benih (Agrios 2004). Kedua fungi ini
menyebabkan penyakit yang cukup serius baik pada akar, batang dan bagian-
bagian tanaman lainnya.
Rhizoctonia solani merupakan fungi saprofit yang dapat bertahan walau
tidak berada pada tanaman inang. R. solani memiliki sel multinukleat yang
hifanya berwarna coklat dan mampu membentuk sklerotia berwarna coklat hingga
hitam. Fungi ini menginfeksi pada saat penanaman benih dan menginfasi
hipokotil selanjutnya menyebabkan damping off atau jika tidak akan
menyebabkan busuk akar. Semua Rhizoctonia terdapat sebagai miselium steril dan
kadang-kadang sebagai sklerotia kecil tanpa diferensiasi jaringan internal (Agrios
2004). Penggunaan Bacillus megaterium diketahui dapat menurunkan tingkat
penyakit yang disebabkan fungi ini (Hartman et al. 2001).
Tanaman kedelai sangat rentan terhadap serangan S. rolfsii yang
menyerang tanaman sejak pembenihan. S. rolfsii memiliki hifa hialin berseptat,
tidak memproduksi spora aseksual, dan mampu membentuk struktur pertahanan
berupa sklerotia sperikel. Massa miselium yang menyerang jaringan memproduksi
sekret berupa asam oksalat, pektinolitik, selulolitik dan enzim-enzim yang dapat
membunuh dan mengurai jaringan tanaman sebelum penetrasi (Agrios 2004).

10
Gen 16S rRNA
RNA di dalam sel dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu
kelompok RNA yang berhubungan dengan ekspresi gen yaitu mRNA, tRNA dan
kelompok rRNA yang tidak berhubungan dengan ekspresi gen. Ribosomal RNA
merupakan salah satu makromolekul yang menarik karena molekul ini bersifat
stabil, terdapat sekitar 83% dari keseluruhan RNA dalam sel dan merupakan
kerangka ribosom yang sangat berperan dalam mekanisme translasi. Semua rRNA
identik secara fungsional yakni terlibat dalam produksi protein, walaupun
demikian sekuen-sekuen di bagian tertentu terus berevolusi dan mengalami
perubahan pada level struktur primer sambil mempertahankan struktur sekunder
dan tersier yang homolog (Gutell et al. 1994).
Kemampuannya mewakili semua informasi filogenetik dan kepraktisannya
menyebabkan sekuen 16S rRNA lebih sesuai digunakan untuk identifikasi bakteri
daripada menggunakan 5S rRNA atau 23S rRNA. Menurut Bottger (1996)
aplikasi molekuler untuk menganalisis keragaman mikrob melalui analisis gen
16S rRNA sesuai untuk mengidentifikasi mikroorganisme karena gen ini terdapat
pada semua organisme prokariot. Molekul 16S rRNA memiliki daerah-daerah
berbeda berupa sekuen yang konservatif dan sekuen lain yang sangat variatif.
Terdapat lebih dari 4000 entri (sekuen yang terdaftar ) yang ada pada database
16S rRNA yang mencakup sekitar 1800 species yang terus bertambah jumlahnya.
Strategi yang sering digunakan untuk melihat keragaman mikrob meliputi tahap-
tahap isolasi DNA dari komunitas alami, amplifikasi gen 16S rRNA
menggunakan PCR, penapisan klon-klon untuk variabilitas genetik, pemilihan
klon unik untuk disekuen dan menentukan hubungan filogeniknya (Marchesi et al.
1998). Gen 16S rRNA bersifat relatif stabil dalam sel bakteri daripada rRNA yang
biasanya didegradasi dan hanya terdapat pada fase-fase tertentu saja.

BAHAN DAN METODE

Isolasi dan Karakterisasi Fisiologi secara Parsial Bacillus sp.
Isolasi dilakukan dengan cara mengambil 0.5 gram sampel tanah yang
diperoleh dari rizosfer kedelai asal Cirebon dimasukkan ke dalam 4.5 ml akuades
steril yang sudah terlarut NaCl 0.85% di dalamnya. Sampel divortek dan
dipanaskan pada suhu 80
o
C selama 10 menit, selanjutnya dilakukan pengenceran
secara berseri hingga pengenceran 10
-6
. Sebanyak 100 l suspensi ditumbuhkan
dalam media Nutrient Agar (NA) dengan metode cawan sebar dengan komposisi
8 g NB, 15 g agar-agar bacto dalam 1 liter akuades. Cawan selanjutnya diinkubasi
selama 24 jam. Koloni yang tumbuh dimurnikan dengan menggunakan media
yang sama. Selanjutnya koloni tunggal diamati karakter morfologinya dan
digoreskan pada media agar miring NA sebagai biakan stok.
Karakterisasi fisiologi isolat untuk menapis isolat meliputi perwarnaan
gram, pewarnaan endospora dan uji katalase mengikuti prosedur Bergeys Manual
of Determinative Bacteriology (Buchanan & Gibbon 1974) untuk menentukan
isolat tersebut termasuk ke dalam kelompok Bacillus sp. Pewarnaan Gram
menggunakan pereaksi ungu kristal, iodium, etanol 95% dan safranin sebagai
pewarna tandingan. Pewarnaan endospora menggunakan pereaksi malakit hijau
dan safranin. Pengamatan meliputi bentuk sel dan warna sel menggunakan
mikroskop cahaya perbesaran 1000 kali. Uji katalase dilakukan dengan
menggunakan pereaksi hidrogen peroksida 3%.

Uji Karakteristik Bacillus sp. sebagai PGPR
Uji Produksi Indole Acetic Acid (IAA). Produksi IAA dilakukan dengan
menggunakan metode standar sesuai metode yang dilakukan oleh Dey et al.
(2004). Satu lup penuh isolat Bacillus sp. yang dikulturkan pada 10 ml media
Nutrient Broth (NB) yang ditambahkan L-triptofan 0.2 mM diinkubasikan dan
dikocok dengan kecepatan 150 rpm pada suhu ruang selama 24 jam dalam ruang
gelap. IAA yang diproduksi oleh Bacillus diuji dengan metode kolorimetri dengan
menggunakan reagen Salkowski (Patten & Glick 2002) yang mengandung 150 ml
H
2
SO
4
pekat, 250 ml Aquades, 7.5 ml FeCl
3
.
6 H
2
O 0.5 M. Sebanyak 3 ml kultur
12
dari tiap perlakuan dimasukkan ke dalam 2 tabung ependorf kemudian
disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit. Sebanyak 2 ml
filtrat yang diperoleh dimasukkan ke dalam tabung reaksi steril dan ditambahkan
2 ml reagen Salkowski (perbandingan filtrat: reagen =1:1). Suspensi kemudian
diinkubasikan selama 60 menit pada suhu ruang di dalam ruang gelap.
Selanjutnya dilakukan pengukuran serapan IAAnya dengan menggunakan
spektrofotometer (Spectronic 20) pada panjang gelombang 510 nm.
Uji Pelarutan Fosfat. Uji ini dilakukan dengan menggunakan metode
standar yaitu menggunakan media Pikovskaya (Subba Rao & Shinha 1962; Subba
Rao 1999), dengan komposisi glukosa 10 g, Ca
3
HPO
4
5 g, (NH
4
)
2
SO
4
0.5 g, KCL
0.2 g, MgSO
4
.
7H
2
O 0.1 g, ekstrak khamir 0.5 g, MnSO
4
25 mgdanFeSO
4
25 mg
,
serta agar-agar Bacto 20 g dalam 1l akuades. Suspensi isolat bakteri berumur 24
jam ditumbuhkan pada media Phikovkaya yang mengandung trikalsium fosfat
(Ca
3
PO
4
) dengan metode sebar, zona bening yang dihasilkan di sekitar koloni
setelah diinkubasi selama 3 hari menunjukkan adanya aktivitas bakteri dalam
melarutkan fosfat.
Uji Produksi Siderofor. Produksi siderofor oleh isolat Bacillus sp. diuji
menggunakan media Chrome Azurol Sulfonat (CAS) agar dengan modifikasi
larutan garam (Husen 2003). Larutan 1 (larutan indikator Fe-CAS) mengandung
10 ml (1mM FeCl
3
.
6H
2
O didalam 10 mM HCL), 50 ml larutan CAS (1.21 mg ml
-
1
), dan 40 ml larutan hexadecyl-trimetylammonium bromide (HDTMA) (1.82 mg
ml
-1
). Larutan 2 merupakan larutan buffer, disiapkan dengan melarutkan 30.24 g
PIPES (peperazine-N,N-bis[2-ethanesulfonic acid]) kedalam 750 ml larutan
garam (3 gr KH
2
PO
4
, 5 g NaCl, 10 g NH
4
Cl, 20 mM MgSO
4
, 1 mM CaCl
2
).
Akuades ditambahkan untuk mencapai volume larutan 800 ml sebelum diukur pH
nya hingga 6.8 dengan 50% KOH, kemudian 20 g agar-agar bacto ditambahkan
sebelum diautoklaf. Larutan 3 mengandung 2 g glukosa, 2 g manitol dan mikro
elemen ( 493 mg MgSO
4
.
7H
2
O, 11 mg CaCl
2
, 1.17 mg MnSO
4
.
H
2
O, 1.4 mg
H
3
BO
3,
0.04 mg CuSO
4
.
5H
2
O, 1.2 mg ZnSO
4
.
7H
2
O dan 1.0 mg NaMoO
4
.
2H
2
O)
didalam 70 ml akuades. Larutan 4 berupa 30 ml 10% (w/v) cassamino acid yang
difilter dengan membran milipor 0.45 m. Media ini dibuat dengan
mencampurkan larutan 2 dan 4 pada suhu 50

C setelah sterilisasi, kemudian


13
ditambahkan larutan 3 dan larutan 1 secara perlahan-lahan dan dilakukan
homogenisasi dengan menggunakan stirer. Isolat yang telah diremajakan terlebih
dahulu, diuji menggunakan metode replika dengan cara ditotol atau digores pada
media agar CAS dengan dua ulangan. Isolat yang mampu memproduksi siderofor
akan menghasilkan zona berwarna oranye disekitar koloni setelah diinkubasi
semalam.
Uji Hipersensitivitas. Isolat berumur 24 jam dikulturkan pada media NB
cair dan dikocok dengan kecepatan 150 rpm selama 24 jam pada suhu ruang.
Isolat tersebut disuntikkan menggunakan syringe sebanyak 1 ml (diperkirakan >
10
6
CFU/ml) pada area intervena ruas daun tembakau (Lelliot & Stead 1987)
dengan masing-masing isolat 3 ulangan. Kontrol perlakuan pada uji ini
menggunakan E. coli dan akuades sebagai kontrol negatif serta Ralstonia
solanacearum sebagai kontrol positif. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam
hingga 48 jam untuk mengetahui perubahan warna dan kondisi daun tembakau
setelah disuntikkan dengan isolat. Adanya bercak nekrosis kecoklatan dan
kekeringan pada jaringan daun menunjukkan adanya reaksi hipersensitif positif.
Telaah Pemacuan Pertumbuhan Tanaman. Inokulan dari isolat yang akan
diuji disiapkan dengan meresuspensikan sel berumur 24 jam dari cawan agar-agar
tersebut ke dalam NB. Sebanyak 9 kecambah steril yang berumur 24 jam
diletakkan di atas media agar-agar 1%. Masing-masing kecambah diinokulasikan
dengan 100 l suspensi bakteri dengan konsentrasi sel kira-kira 10
10
sel/ml.
Masing-masing perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan dan 1 perlakuan
kontrol. Pada perlakuan kontrol masing-masing kecambah ditambahkan NB saja.
Setelah 7 hari perlakuan, diamati dan diukur pertumbuhannya yang meliputi
panjang batang, panjang akar utama dan jumlah akar lateral dan sublateral
kemudian dibandingkan dengan kontrol (Dey at al. 2004). Hasil pengukuran
dianalisis secara statistik dengan one-way Analysis of Variance (ANOVA) dan
diuji lanjut dengan uji Duncan pada taraf kesalahan 5% menggunakan software
SAS.
Uji Antagonisme terhadap Fungi Patogen Akar. Uji antagonis dilakukan
secara kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan metode standar kultur
ganda. Isolat Bacillus sp. digores pada medium Potato Dextros Agar (PDA)
14
dalam cawan petri berdiameter 9 cm, berjarak 3 cm dari kultur cendawan
Sclerotium rolsfii dan Rhizoctonia solani yang ditumbuhkan di tengah-tengah
cawan petri. Kultur dan biakan cendawan diinkubasikan selama 5 hari untuk S.
rolfsii dan 2 hari untuk R. solani dan diamati pertumbuhannya. Adanya interaksi
antagonis ditandai dengan terbentuknya zona penghambatan antara isolat Bacillus
sp. dengan cendawan. Uji kuantitatif dilakukan dengan metode oposisi langsung
untuk mengetahui besarnya persentase penghambatan pertumbuhan radial
cendawan oleh bakteri. Besarnya persentase penghambatan dihitung
menggunakan rumus 1-(a/b) x 100%, dimana a menunjukan jarak antara titik
pusat cendawan ke arah isolat Bacillus sp., b menunjukkan jarak antara titik pusat
cendawan ke daerah kosong tanpa isolat Bacillus sp. (Dikin et al. 2006).
Selanjutnya penentuan kategori kemampuan antagonisme terhadap R. solani dan
S. rolsfii dikelompokkan menjadi empat kategori berdasarkan besar persentase
zona penghambatan yaitu kuat (> 40%) dengan simbol +++; sedang
(40%x30%) dengan simbol ++; lemah (<30%) dengan simbol +dan tidak
memiliki kemampuan antagonisme (0%) dengan simbol -.

Identifikasi Berdasarkan Sekuen Gen 16S rRNA
Isolasi DNA. Isolasi DNA terhadap 6 isolat terseleksi mengikuti metode
seperti yang dipaparkan oleh Sambrook et al. (1989). Isolat bakteri berumur 24
jam dikulturkan pada media cair NB selama 24 jam. Sebanyak 1,5 3 l kultur
disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 4 menit dan peletnya
disuspensikan dalam 1 ml buffer STE dan diresuspensi dengan buffer STE
dilakukan berulang 3 kali. Supernatan ditambahkan 8 l lisozim dan
diinkubasikan selama 60 menit pada suhu ruang. Selanjutnya ditambahkan 200 l
buffer STE dan 40 l SDS 10% dan digoyang-goyang perlahan selanjutnya
diinkubasikan 30 menit pada suhu 65
0
C. Setelah dingin (suhu ruang)
ditambahkan 4l prot-K (10mg/ml) dan diinkubasikan selama lebih dari 3 4 jam
pada suhu 37
0
C. Suspensi yang telah diinkubasi ditambahkan 200 - 400 l buffer
STE dan ditambahkan larutan P:C (perbandingan 3:5) sebanyak 250 l
disentrifugasi 12.000 rpm selama 10 menit. Langkah ini dilakukan sebanyak 4 5
kali. Pelet ditambahkan 200 l kloroform dan disentrifugasi 12.000 rpm selama
15
10 menit. Langkah ini diulangi 2 kali. Supernatan yang terbentuk ditambahkan 1
ml EtOH 95% dan 50 l NaOAc 3M digoyang-goyang perlahan dan
diinkubasikan semalam. Selanjutnya disentrifugasi 12.000 rpm selama 10 menit,
dibuang supernatannya dan dikeringkan pada suhu ruang. Pelet yang kering
dilarutkan dalam 20 l ddH
2
O dan diinkubasikan pada suhu 65
0
C selama 10
menit selanjutnya DNA hasil isolasi disimpan pada suhu 4
0
C.
Amplifikasi DNA. Amplifikasi terhadap DNA hasil isolasi menggunakan
mesin PCR dengan primer 63f ( 5-CAG GCC TAA CAC ATG CAA GTC 3)
dan 1387r (5- GGG CGG WTG GTA CAA GGC-3) (Marchesi et al. 1998)
dengan total volume reaksi 50 l. Sebanyak 50 l volume reaksi dalam ependorf
yang mengandung 0.25 l Taq polimerase, 12.5 l buffer GC, 4 l dNTP, 5 l
DNA template, 1 l primer forward, 1 l primer reverse dan 1.25 l ddH
2
O steril
dimasukkan ke dalam perangkat PCR. Amplifikasi dilakukan selama 45 menit
dengan 30 siklus dengan pengaturan kondisi denaturasi awal dengan suhu 94
o
C
selama 2 menit dilanjutkan siklus amplifikasi yang terdiri atas denaturasi dengan
suhu 92
o
C selama 30 detik, annealing dengan suhu 55
o
C selama 30 detik,
ekstensi dengan suhu 75
o
C selama 1 menit dan ekstensi akhir dengan suhu 75
o
C
selama 5 menit. Hasil PCR dicek pada gel elektroforesis selama 45 menit yang
diwarnai dengan EtBr menggunakan UV Transluminator (Hoefer Scientific
Instrumens, San Fransisco).
Analisis Sekuen Gen 16S rRNA. DNA murni hasil amplifikasi dengan
mesin PCR dipurifikasi dan selanjutnya disekuen menggunakan mesin DNA
sequencer ABI 310 menggunakan jasa PT Charoen Pokphand. Hasil sekuen dicek
urutan basa nukleotidanya menggunakan program BioEdit kemudian diolah
menggunakan program Basic Local Alligment Search Tool Nucleotide (BLAST-
N) melalui situs layanan National Centre for Biotechnology Information (NCBI).
Hal ini bertujuan mengetahui tingkat homologi isolat dengan Bacillus spp. dari
data GenBank. Sekuen diurutkan menggunakan program ClustalX, selanjutnya
melalui DNADIST diperoleh matriks jarak untuk menyusun pohon filogenetik
menggunakan program Neighbour J oining Plot (NJ Plot).
HASIL

Isolasi dan Karakterisasi Fisiologi secara Parsial Bacillus sp.
Rizobakteria diisolasi dari rizosfer tanaman kedelai asal Plumbon, Cirebon,
J awa Barat dan dikarakterisasi secara fisiologi untuk menapis isolat yang
memiliki karakter Bacillus. Sebanyak 60 isolat Bacillus sp. telah berhasil diisolasi
dan dikarakterisasi sifat-sifat fisiologi secara parsial untuk genus Bacillus
mengikuti metode standar Bergeys Manual of Determinative Bacteriology
(Buchanan & Gibbon 1974).
Koloni isolat - isolat Bacillus sp. bervariasi dalam bentuk, tepian, elevasi
maupun warna koloni. Penampilan koloni isolat Bacillus sp. Cr 66 berumur 24
jam yang ditumbuhkan pada media cawan gores Nutrien agar ditunjukkan pada
Gambar 1A. Karakteristik fisiologi parsial yang dimiliki isolat isolat ini meliputi
Gram positif, bentuk sel batang dengan ukuran dan penataan yang berbeda-beda
(Gambar 1B), mampu membentuk endospora (Gambar 1C), serta bersifat katalase
positif.

Karakter Bacillus sp. sebagai PGPR
Produksi Indole Acetic Acid (IAA). Isolat yang akan digunakan untuk uji
produksi IAA ditumbuhkan pada media cair NB yang ditambahkan L-Trp.
Produksi IAA isolat Bacillus sp. ditunjukkan oleh adanya perubahan warna
supernatan yang ditambah dengan reagen Salkowski dan diinkubasikan selama
satu jam pada suhu ruang dalam kondisi gelap. Perubahan warna terjadi dari
warna kuning menjadi warna merah muda hingga merah ungu jernih. Sebanyak 45
isolat Bacillus sp. memiliki kemampuan mensintesis IAA dengan konsentrasi
yang bervariasi antara 0.06 ppm sampai dengan 44.66 ppm (Tabel 1). Sebanyak
32 isolat Bacillus sp. (71%) memproduksi IAA dengan konsentrasi kurang dari 10
ppm; sebanyak 8 isolat Bacillus sp. (18%) memproduksi IAA pada kisaran
konsentrasi antara 10 ppm hingga 20 ppm. Sedangkan 5 isolat Bacillus sp. (11%)
mampu memproduksi IAA lebih dari 20 ppm. Isolat Bacillus sp. Cr 55 diketahui
mensintesis IAA dengan konsentrasi tertinggi yaitu 44.66 ppm sedangkan isolat
Bacillus sp. Cr 72 mensintesis IAA dengan konsentrasi terendah yaitu 0.06 ppm.
17





A










1m

1m
B C


Gambar 1 Penampilan koloni isolat Bacillus sp. Cr 66 berumur 24 jam yang ditumbuhkan pada media cawan gores Nutrien agar (A);
(B) penampilan sel Bacillus sp. yang dilakukan pewarnaan Gram menunjukkan Gram positif berbentuk batang; (C) struktur
endospora ditunjukkan dengan tanda anak panah diamati menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 1000 kali.







18
Uji Pelarutan Fosfat. Isolat yang berumur 24 jam ditumbuhkan dengan
metode sebar pada media Phikovskaya yang mengandung trikalsium fosfat
(Ca
3
PO
4
). Kemampuan melarutkan fosfat ditandai dengan terbentuknya zona
bening di sekeliling koloni bakteri (Gambar 2A). Kemampuan isolat dalam
melarutkan fosfat yang terkandung pada media ditandai oleh luas zona bening
yang terbentuk di sekeliling koloni bakteri yang berbeda-beda. Dari 45 isolat yang
diuji sebanyak 36 isolat Bacillus sp. (80%) mampu melarutkan fosfat yang
terkandung dalam media Phikovskaya. (Tabel 1).
Uji Produksi Siderofor. Isolat yang telah diremajakan ditumbuhkan pada
media agar-agar Chrome Azurol Sulfonat (CAS) yang mengandung FeCl
3
.
6H
2
O,
dan indikator CAS yang berwarna hijau kebiruan untuk mencari isolat yang
mempunyai kemampuan mensekresi siderofor. Selanjutnya isolat diinkubasikan
semalam pada suhu ruang. Isolat positif memproduksi siderofor ditandai dengan
adanya zona berwarna kuning oranye jernih di sekitar koloni bakteri. Sebanyak 43
isolat Bacillus sp. (96%) mampu mengkelat besi dalam media CAS agar (Tabel
1). Kemampuan isolat dalam memproduksi senyawa pengkelat besi / siderofor
berbeda-beda. Hal ini dapat dilihat dari luas zona di sekitar koloni bakteri yang
mengalami perubahan warna menjadi oranye seperti diperlihatkan pada Gambar
2B. Kepekatan warna dan luas zona oranye yang terbentuk menunjukkan adanya
perbedaan afinitas isolat dalam mengkelat besi.
Uji Hipersensitivitas. Uji ini dilakukan untuk mencari isolat yang tidak
memberikan respons hipersensitif atau hipersensitif negatif pada tanaman yang
bukan inangnya. Daun yang disuntikkan dengan isolat bersifat hipersensitif positif
jika menunjukkan gejala kematian sel, kekeringan dan nekrosis pada area daun
yang disuntikkan dengan isolat. Dari 45 isolat yang memproduksi IAA yang diuji
seluruh isolat diketahui tidak memberikan reaksi hipersensitif pada daun tanaman
yang disuntikkan dengan isolat sehingga tidak bersifat patogen terhadap tanaman.









19





1 cm
















Gambar 2 Isolat Bacillus sp. Cr 90 yang ditumbuhkan pada media Phikovskaya dan diinkubasikan selama 3 hari pada suhu ruang
mempunyai kemampuan melarutkan fosfat yang ditandai dengan terbentuknya zona bening di sekeliling koloni bakteri (A); (B)
penampilan koloni Bacillus sp. yang ditumbuhkan pada media agar-agar CAS dengan metode replika dan diinkubasikan
semalam menampilkan zona berwarna oranye jernih di sekeliling koloni bakteri yang menunjukkan dihasilkannya siderofor.
A B




20
Tabel 1 Hasil uji produksi IAA, uji pelarutan fosfat, uji siderofor, dan uji
antagonisme terhadap cendawan S. rolfsii dan R. solani pada 45 isolat
Bacillus sp. yang mampu memproduksi IAA

No Isolat Produksi Pelarutan Uji ANTIFUNGI
IAA (ppm) Fosfat Siderofor S. rolfsii R. solani
1. Cr 46 11.13 ++ ++ - +
2. Cr 47 4.67 ++ + - -
3. Cr 48 9.69 + - - +
4. Cr 49 3.66 + ++ - +
5. Cr 50 6.38 + ++ - +
6. Cr 51 4.72 + ++ - +
7. Cr 52 5.20 + ++ - -
8. Cr 53 10.42 + +++ - +
9. Cr 54 18.37 ++ ++ - +
10. Cr 55 44.66 ++ + +++ +
11. Cr 56 0.44 - - - ++
12. Cr 57 0.15 - + - ++
13. Cr 58 13.56 - ++ - +
14. Cr 59 1.73 - +++ - -
15. Cr 60 0.98 - ++ - +++
16. Cr 61 4.32 + ++ - -
17. Cr 62 2.26 + + - -
18. Cr 63 3.43 + + - -
19. Cr 64 7.56 + + - ++
20. Cr 65 4.32 + ++ - +
21. Cr 66 3.02 + ++ - +++
22. Cr 67 0.81 - + - +++
23. Cr 68 0.87 + ++ - +++
24. Cr 69 4.32 + + - -
25. Cr 70 0.70 + + - +
26. Cr 71 9.63 + + - +
27. Cr 72 0.06 + ++ - ++
28. Cr 74 2.17 + ++ - ++
29. Cr 75 13.01 + + - ++
30. Cr 76 9.23 ++ + - +++
31. Cr 77 10.51 + + - +++
32. Cr 78 32.84 + + - +++
33. Cr 79 1.82 + +++ + +
34. Cr 80 18.44 +++ + - +
35. Cr 81 6.44 - + - -
36. Cr 82 9.42 - + - -
37. Cr 83 2.50 - ++ - -
38. Cr 84 30.30 + + - -




21
Isolat Cr 67, Cr 68, Cr 69, dan Cr 71 berhasil memacu peningkatan
panjang akar primer; isolat Cr 64, Cr 66, Cr 67, Cr 68, dan Cr 71 mampu memacu
peningkatan panjang batang; isolat Cr 69 dan Cr 71 mampu memacu
pembentukan akar lateral dan sublateral (Tabel 2). Pada telaah ini pengaruh
inokulasi dengan isolat Cr 77, Cr 82, Cr 83, Cr 87, Cr 89, Cr 90, dan Cr 91
menyebabkan pertumbuhan panjang akar kecambah lebih pendek daripada
kontrol. Sedangkan panjang batang kecambah juga lebih pendek pada kecambah
yang diinokulasikan dengan isolat Cr 77 dan Cr 78. J umlah akar lateral dan sub
lateral lebih sedikit daripada kontrol setelah diberi perlakuan dengan isolat Cr 77,
Cr 78, Cr 81, Cr 82, Cr 83, Cr 87, Cr 89, Cr 90, dan Cr 91.


No Isolat P Pelarutan Uji ANTIFUNGI
IAA (ppm) Pospat Siderofor S. rolfsii R. solani
39.
Cr 85 1.43
+++ + - -
40. Cr 86 12.82 + + - -
41. Cr 87 3.34 ++ ++ - -
42. Cr 88 6.37 + + - -
43. Cr 89 0.24 + + - -
44. Cr 90 22.79 ++ + - ++
45. Cr 91 20.32 +++ ++ - -
Keterangan: 1. Tanda / simbol +++, ++ dan +, berturut - turut menunjukkan kuat / tinggi,
sedang dan lemah/rendah. Pada uji antagonis fungi patogen akar penentuan kategori berdasarkan
besar persentase zona penghambatan : kuat (>40%) dengan simbol +++; sedang (40%x30%)
dengan simbol ++; lemah (<30%) simbol +; dan tidak bersifat antagonis (0%) dengan simbol -.

Telaah Pemacuan Pertumbuhan Tanaman. Empat puluh lima isolat
Bacillus sp. yang diketahui mensintesis IAA dan tidak memberikan reaksi
hipersensitif pada tanaman, diuji kemampuannya dalam pemacuan pertumbuhan
tanaman menggunakan kecambah biji kedelai kultivar Slamet yang dibandingkan
dengan kontrol. Sebanyak 6 isolat (13.2%) memiliki kemampuan dalam pemacuan
pertumbuhan tanaman meliputi peningkatan panjang akar primer, panjang batang,
dan jumlah akar lateral dan sub lateral jika dibandingkan dengan kontrol
(kecambah kedelai yang tidak diinokulasi dengan bakteri) (Tabel 2). Kecambah
tanaman kedelai yang diinokulasi dengan Bacillus sp. Cr 69 secara signifikan
memacu peningkatan panjang akar dan pertumbuhan jumlah akar lateral
dibandingkan dengan kontrol (Gambar 3).
Tabel 1 (Lanjutan)
22

























Gambar 3 Panjang akar dan jumlah akar kecambah kedelai kultivar Slamet berumur 7 hari pada media agar-agar 1%; (A) kecambah
diinokulasi dengan Bacillus sp Cr 69; (B) kontrol.
B
A



23
Tabel 2 Rerata panjang akar, panjang batang dan jumlah akar lateral dan sub
lateral pada kecambah kedelai kultivar Slamet yang diberi perlakuan
dengan isolat Bacillus sp. dan diinkubasikan selama 7 hari pada media
agar-agar 1% beserta kontrol

Rerata
No Isolat
Panjang akar (cm Panjang batang (cm) J umlah akar
1. Kontrol 12.68a 9.84ab 59.82a
2. Cr-80 11.95a 7.96ab 40.58a
3. Cr-85 8.01a 7.15b 35.11a
4. Kontrol 9.15a 9.31ab 45.70b
5. Cr-55 13.96a 10.76ab 65.04ab
6. Kontrol 13.54a 9.45a 73.13a
7. Cr-84 16.77a 10.75a 75.96a
8. Cr-88 14.61a 10.92a 60.88ab
9. Kontrol 20.69a 20.69a 88.13a
10. Cr-81 16.35ab 10.44a 64.95b
11. Kontrol 15.63a 11.45a 50.04b
12. Cr-46 14.66a 10.89a 51.74ab
13. Kontrol 12.82a 10.47a 41.52a
14. Cr-47 11.85a 10.01a 36.15a
15. Cr-48 12.46a 10.50a 47.37a
16. Cr-49 11.83a 9.80a 41.33a
17. Cr-50 12.25a 11.06a 46.33a
18. Cr-51 11.96a 10.45a 35.15a
19. Kontrol 11.53a 10.40ab 39.26a
20. Cr-52 11.69a 10.18ab 42.52a
21. Cr-53 11.43a 11.32ab 42.22a
22. Cr-54 8.72a 9.39b 39.74a
23. Cr-56 11.79a 10.18ab 42.48a
24. Cr-57 11.02a 9.25b 38.70a
25. Cr-58 11.30a 14.16a 40.96a
26. Kontrol 12.25ab 11.00a 61.80a
27. Cr-59 14.99a 12.39a 76.96a
28. Cr-60 12.28ab 11.16a 67.25a
29. Cr-62 10.14b 10.56a 51.96a
30. Cr-63 10.05b 9.16a 46.79a
31. Kontrol 13.06a 10.41a 66.18a
32. Cr-76 12.92a 11.63a 54.67ab
33. Cr-77 6.86b 6.71b 32.89b
34. Kontrol 10.02b 7.12b 53.19b
35. Cr-69 14.51a* 9.57ab 78.81a*
36. Cr-68 16.22a* 10.89a* 68.24ab
37. Cr-67 15.55a* 11.50a* 65.00ab
38. Cr-66 13.34ab 10.06a* 62.43ab
39. Kontrol 15.24a 10.88a 58.52a
40. Cr-75 14.53a 12.11a 54.76a
41. Cr-79 16.20a 11.65a 72.81a
42. Cr-87 7. 81b 10.94a 9.52b
43. Cr-78 15.77a 7.87b 29.66b




24





Uji Antagonisme terhadap Fungi Patogen Akar. Kemampuan isolat
sebagai antagonis terhadap cendawan Rhizoctonia solani dan Sclerotium rolsfii ini
diukur secara kualitatif dan kuantitatif. Pada uji ini pertumbuhan cendawan
terhenti dan menebal saat mendekati isolat sehingga terbentuk area yang
memisahkan antara cendawan dengan bakteri. Pada uji antagonis terhadap R.
solani diperoleh 28 isolat Bacillus sp. (62.2%) mampu menghambat pertumbuhan
cendawan R. solani pada media PDA. Sebanyak 7 isolat (15.6%) memiliki
persentase penghambatan termasuk sebagai kategori kuat, 7 isolat (15.6%)
termasuk kategori sedang, dan 14 isolat (31.1%) termasuk kategori lemah
(Tabel1). Sedangkan 2 isolat Bacillus sp. (4.4%) yaitu Cr 55 dan Cr 79 memiliki
kemampuan dalam menghambat cendawan S. rolsfii dengan kategori berturut-
turut kuat dan lemah. Penampilan cendawan R. solani dan S. rolfsii yang dihambat
pertumbuhan radialnya oleh isolat bakteri ditunjukkan pada Gambar 4A dan 4B.


Rerata
No Isolat
Panjang akar (cm Panjang batang (cm) J umlah akar
44. Kontrol 13.44b 10.70c 65.14b
45. Cr-64 14.68b 22.49ab* 73.53b
46. Cr-65 9.42b 8.73c 48.71b
47. Kontrol 13.02b 8.61b 52.24b
48. Cr-71 22.25a* 14.39ab 96.86a*
49. Cr-72 16.12ab 11.67ab 70.15ab
50. Cr-74 14.86b 11.80ab 78.95ab
51. Cr-70 14.13b 11.92ab 80.72ab
52. Kontrol 20.95a 9.40a 77.97a
53. Cr-83 11.00b 6.57ab 37.95b
54. Cr-89 13.31b 8.23a 43.88b
55. Cr-90 13.39b 6.71ab 40.14b
56. Cr-91 12.40 b 6.03ab 39.93b
57. Cr-82 10.66b 6.48ab 42.69b
58. Kontrol 12.47a 9.49a 51.82a
59 Cr-61 12.07a 6.52ab 43.85ab
60. Cr-86 9.80 a 6.57ab 32.59ab
Tabel 2 (Lanjutan)

*) signifikan memacu pertumbuhan kecambah dibandingkan dengan kontrol pada hasil
pembandingan dengan uji Duncan pada taraf 95%

25
























Gambar 4 Penampilan cendawan R. solani yang diinkubasikan selama 2 hari pada media PDA, pertumbuhannya dihambat oleh isolat Cr
64 (A); penampilan cendawan S. rolsfii yang diinkubasikan selama 5 hari pada media PDA, pertumbuhan radialnya dihambat
oleh isolat Cr 55 (B).
B
A





26

2

2
Analisis Sekuen Gen 16S rRNA
Enam isolat yang memiliki karakter unggul memacu pertumbuhan
kecambah biji kedelai kultivar Slamet diisolasi DNA-nya dengan metode seperti
dikemukakan oleh Sambrook et al. (1989). Dari hasil amplifikasi gen 16S rRNA
dengan teknik PCR telah diperoleh fragmen DNA dengan panjang masing-masing
1300 pb (Gambar 5).
Hasil analisis sekuen parsial gen 16S rRNA dengan program BLAST-N
menunjukkan bahwa Cr 64 memiliki persentase similaritas 92% dengan Bacillus
sp. NRS-800, Cr 66 memiliki persentase similaritas 94% dengan B. cereus
HNR10, Cr 67 memiliki persentase similaritas 94% dengan B. pumilus str M-1-9-
1, Cr 68 memiliki persentase similaritas 93% dengan B. thuringiensis str FWAW,
Cr 69 memiliki persentase similaritas 98% dengan B. cereus AD2, sedangkan Cr
71 memiliki persentase similaritas 99% dengan Bacillus shandongensis str SD.
Setelah sekuen diurutkan menggunakan program ClustalX maka untuk
mengetahui kedekatan kekerabatan isolat satu dengan isolat lainnya digunakan
program Njplot. Selanjutnya tingkat kedekatan dan kekerabatan isolat-isolat
tersebut dicantumkan pada dendogram seperti terlihat pada Gambar 6.
Keenam isolat membentuk 3 kelompok yang berbeda. Cr 64 memisah
tersendiri, isolat Cr 66, Cr 68, dan Cr 69 membentuk kelompok sendiri yang
terpisah dengan Cr 67 dan Cr 71. Masing-masing isolat memiliki jarak evolusi
yang berbeda-beda dengan spesies Bacillus spp. yang ada pada GenBank. Keenam
isolat memiliki diversitas cukup tinggi dengan masing - masing isolat memiliki
kedekatan kekerabatan pada spesies yang berbeda-beda.














27



1 1 2 3 4
5 6 7

10.000 pb


5.000 pb




1.500 pb

1.300 pb

1.000 pb



750 pb
250 pb





Gambar 5 Elektroforesis gel Agarose 1% dari gen 16S rRNA hasil amplifikasi PCR sebanyak 30 siklus menggunakan primer 63f dan
1387r memiliki panjang basa nukleotida 1.3 kb; Ket: 1 =marker; 2 =Cr 71; 3 =Cr 69; 4 =Cr 64; 5 =Cr 66; 6 =Cr 67;
7 =Cr 68.

28
























Gambar 6 Dendrogram pohon filogenetik yang mengindikasikan kekerabatan dari 6 isolat berdasarkan sekuen parsial gen 16S rRNA
hasil amplifikasi PCR dengan isolat dari GenBank (angka di atas garis cabang menunjukkan panjang percabangan yang
mengindikasikan jarak evolusi antar isolat).

PEMBAHASAN

Isolasi dan Karakterisasi Fisiologi Parsial Bacillus sp.
Bacillus merupakan kelompok bakteri yang banyak ditemukan pada habitat
tanah. Kelompok bakteri ini diperkirakan terdapat sangat melimpah di tanah
sehingga isolasi dilakukan dengan metode pengenceran secara berseri hingga 10
-6
.
Isolasi Bacillus sp. sedikit berbeda dengan isolasi bakteri tanah lainnya di mana
suspensi tanah dalam larutan garam 0.85% dipanaskan terlebih dahulu pada suhu
80
0
C selama 10 menit. Hal ini bertujuan untuk menapis Bacillus sp. dari bakteri
lain yang tidak membentuk endospora. Bakteri yang tidak membentuk endospora
umumnya tidak mampu bertahan pada suhu yang relatif tinggi tersebut.
Karakterisasi fisiologi parsial meliputi pewarnaan gram, pewarnaan endospora,
dan uji katalase menunjukkan bahwa isolat yang diperoleh merupakan bakteri
gram positif yang berbentuk batang, mampu membentuk endospora dan bersifat
katalase positif.
Bacillus merupakan bakteri yang termasuk kelompok gram positif, memiliki
dinding sel yang mengandung 90% lapisan peptidoglikan dengan polisakarida
berupa asam tekoat yang tertanam di dalam dinding sel. Bacillus dapat
membentuk endospora pada kondisi lingkungan yang kritis termasuk keterbatasan
nutrisi misalnya kekurangan karbon dan nitrogen tetapi tidak akan membentuk
endospora saat sel sedang membelah secara eksponensial. Untuk itu pewarnaan
endospora hanya dapat dilakukan paling tidak setelah isolat berumur lebih dari 48
jam. Struktur endospora dapat tetap bertahan terhadap radiasi, suhu, kekeringan,
asam, desinfektan serta dapat dorman dalam waktu yang lama.
Kemampuan Bacillus membentuk endospora sangat menguntungkan bagi
bakteri tanah terkait dengan habitatnya atau kondisi lingkungan yang selalu
berubah dan tidak menguntungkan. Hal ini merupakan nilai tambah sehingga
bakteri ini dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hayati ataupun sebagai agens
pengendali hayati yang stabil. Struktur spora dapat bertahan dan tetap dapat
melepaskan metabolit aktifnya pada kondisi lingkungan yang tidak
menguntungkan sehingga memungkinkan untuk membuat formulasi produk yang
stabil (Kloepper et al. 1999). Bacillus termasuk bakteri aerob atau fakultatif aerob
yang menggunakan oksigen sebagai penerima elektron terakhir pada respirasi
30
selnya. Produk akhir sampingan dari metabolisme tersebut berupa hidrogen
peroksida yang bersifat toksik. Bacillus memiliki enzim katalase yang mampu
mengubah peroksida menjadi air dan oksigen sehingga tidak bersifat toksik.

Karakter Bacillus sp. sebagai PGPR
Compant et al. (2005) melaporkan bahwa Bacillus sp mempunyai banyak
potensi yaitu mampu memproduksi IAA, melarutkan fosfat, mensekresi siderofor
dan berperan sebagai agen biokontrol dengan menginduksi sistem kekebalan
tanaman serta menghasilkan antibiotik. Salah satu hormon yang sangat penting
bagi pertumbuhan tanaman adalah auksin atau indole acetic acid (IAA). Hormon
ini memainkan peran penting pada mekanisme ekspansi sel yaitu pada saat inisiasi
akar, pembelahan, pemanjangan dan diferensiasi sel serta sebagai agen atau
pembawa sinyal dalam respons tumbuhan. Leveau dan Lindow (2005)
menyatakan bahwa IAA merupakan hormon auksin pertama yang mengontrol
berbagai proses fisiologis penting meliputi pertumbuhan, pembelahan sel,
diferensiasi jaringan dan respons terhadap cahaya dan gravitasi. Namun demikian
mungkin tumbuhan tidak dapat mensintesis IAA dalam jumlah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan pertumbuhannya yang optimal, sehingga adanya pemberian
auksin dapat memacu pemanjangan akar, meski hanya pada konsentrasi yang
sangat rendah (10
-13
M hingga 10
-7
M bergantung pada spesies dan umur tanaman)
(Salisbury & Ross 1992).
Secara umum ada tiga jalur pembentukan IAA yaitu jalur IPyA (Indole-3-
Pyruvic Acid), jalur TAM (Tryptamine) dan jalur IAN (Indole-3-Acetonitril).
Namun hanya dua jalur saja yang terdapat pada bakteri yaitu jalur TAM dan
IPyA. J alur IPyA diketahui bersifat inducible oleh senyawa triptofan. Triptofan
merupakan prekursor utama dalam biosintesis IAA. Adanya penambahan triptofan
diketahui dapat meningkatkan biosintesis IAA melalui jalur IPyA pada
Enterobacter, Rhizobium phaseoli, Bradyrhizobium japonicum, dan Azospirillum
brasilense (Patten & Glick 2000). Produksi IAA akan meningkat sesuai dengan
peningkatan konsentrasi triptofan dari 1 100 g / ml (Ahmad et al 2004). Pada
penelitian ini uji kemampuan bakteri dalam memproduksi IAA ditambahkan
prekursor L-tripfofan (L-trp) pada media kultur yang digunakan untuk
31
pertumbuhannya. Selanjutnya pada filtrat hasil sentrifugasi ditambahkan reagen
Salkowski dengan perbandingan filtrat dengan reagen adalah 1:1 dan
diinkubasikan pada ruang gelap. Inkubasi dilakukan di ruang gelap karena pada
produksi IAA saat pembentukan asam indol piruvat oleh bakteri peka terhadap
cahaya.
Sebanyak 45 isolat diketahui dapat memproduksi IAA dengan konsentrasi
yang berbeda-beda (Tabel 1). Isolat Cr 55 diketahui memproduksi IAA paling
tinggi yaitu 44.66 ppm sedangkan isolat Cr 72 memproduksi IAA pada
konsentrasi yang paling rendah yaitu 0.06 ppm. Adanya perbedaan konsentrasi
IAA yang diproduksi oleh isolat dimungkinkan karena perbedaan kemampuan
bakteri dalam memanfaatkan triptofan yang ada atau karena perbedaan jalur atau
mekanisme dalam memproduksi IAA. Adanya perbedaan dalam memproduksi
IAA oleh bakteri dimungkinkan karena pengaruh perbedaan aktifitas enzim
indolpiruvat dekarboksilase yang terkait dengan tingkat ekspresi gen ipcd yang
menyandikan struktur protein tersebut. Konsentrasi IAA yang dihasilkan oleh
bakteri juga bergantung kepada aktifitas dan jumlah sel, ketersediaan nutrisi dan
substrat L-trp dalam media.
Fosfat di dalam tanah sebagian besar terdapat dalam bentuk terikat dengan
kation logam sehingga tidak dapat diambil oleh tanaman. Fosfat merupakan
nutrisi penting bagi tanaman di mana sejumlah besar fosfat yang diabsorbsi dari
tanah digunakan untuk menghasilkan ATP yang dibutuhkan untuk fiksasi nitrogen
(Dey et al. 2004). Kemampuan suatu isolat bakteri sebagai pemacu pertumbuhan
tanaman juga dapat ditinjau dari kemampuannya melarutkan fosfat. Beberapa
cendawan dan bakteri termasuk Bacillus diketahui dapat melarutkan fosfat.
Pelarutan fosfat oleh bakteri misalnya B. subtilis dan B. amyloliquifaciens terjadi
karena aktifitas fosfatase dan fitase (enzim yang melarutkan fosfat organik yang
sukar larut/fitat). Menurut Premono (1998) peranan mikrob dalam melarutkan
fosfat terkait dengan produksi asam organik oleh aktifitas mikrob. Premono juga
menambahkan adanya beberapa teori yang terkait dengan pelarutan fosfat oleh
aktifitas antimikrob antara lain (i) pelepasan ortofosfat dari kompleks logam P
melalui pembentukan kompleks logam organik, (ii) persaingan anion organik dan
ortofosfat pada tapak jerapan koloid tanah yang bermuatan positif dan (iii)
32
perubahan muatan tapak jerapan oleh ligan organik. Selanjutnya fosfat yang telah
terlepas dari kationnya berupa ion ortofosfat HPO
4
-
atau PO
4
2-
dapat diambil oleh
tanaman. Sebanyak 36 isolat mampu melarutkan fosfat dengan kemampuan yang
berbeda-beda terlihat dari luas zona bening yang terbentuk di sekeliling koloni
bakteri (Gambar 3). Isolat Cr 80 dan Cr 91 diketahui memiliki kemampuan
melarutkan fosfat yang paling tinggi. Adanya kemampuan melarutkan fosfat yang
berbeda ini mungkin terkait dengan jenis asam organik yang disintesis oleh
bakteri yang mungkin memiliki kecocokan ataupun efektifitas dalam memutuskan
ikatan pada kompleks kation logam dengan anion fosfat.
Karakter PGPR yang juga dimiliki oleh Bacillus adalah mampu
memproduksi siderofor. Menurut Nawangsih (2006) hasil deteksi pada beberapa
galur Pseudomonas fluorescens, B. subtilis, dan B. cereus positif menghasilkan
siderofor. Siderofor merupakan molekul atau ligan pengkelat besi ferric (Fe
3+
)
yang diproduksi oleh bakteri saat kondisi konsentrasi besi di alam rendah pada
kondisi tanah netral dan alkalin. Sebanyak 43 isolat bakteri yang berhasil diisolasi
dalam penelitian ini memiliki kemampuan yang berbeda dalam memproduksi
siderofor. Adanya produksi siderofor diketahui dari terbentuknya zona berwarna
kuning oranye jernih di sekeliling koloni bakteri. Perubahan warna media agar-
agar CAS yang mengandung pewarna CAS, Fe
3+
dan HDTMA menandakan
terbentuknya kompleks siderofor - Fe
3+
dalam larutan CAS kemudian CAS bebas
dilepaskan ke media yang diperlihatkan dengan terjadinya perubahan warna hijau
kebiruan menjadi kuning oranye jernih.
Menurut Miethke et al. (2006) pada B. subtilis terdapat siderofor berupa
chatecholate trilactone yang disekresi pada saat kondisi besi terbatas dan
bacilibactin (BB) untuk pengambilan sisa besi ferric di alam. Mekanisme
pengambilan kompleks ferri-BB dimediatori oleh FeuABC transporter dan oleh
trilactone hidrolase. Kompleks tersebut akan dihidrolisis dan akan dilepaskan besi
ke dalam sitoplasma. Menurut Compant et al. (2005) siderofor pada berbagai
bakteri memiliki kemampuan berbeda dalam mengkelat besi, namun pada
umumnya digunakan untuk menekan cendawan patogenik yang mempunyai
afinitas siderofor rendah. Adanya pengambilan besi oleh bakteri PGPR ini dapat
bertindak sebagai pesaing (competitor) bagi mikrob fitopatogen. Adanya
33
competitor fitopatogen ini tentunya menguntungkan bagi kesehatan tanaman.
Tanaman sendiri hanya memerlukan unsur besi dalam jumlah yang lebih rendah
daripada mikroorganisme sehingga tidak terpengaruh terhadap pengambilan besi
oleh mikroorganisme. Beberapa tanaman dapat mengikat bakteri kompleks besi
siderofor, mengangkutnya masuk ke tanaman kemudian besi dilepas dari siderofor
dan tersedia bagi tanaman (Gray & Smith 2005).
Selanjutnya ke-45 isolat yang memproduksi IAA diuji kemampuannya
dalam memacu pertumbuhan kecambah kedelai kultivar Slamet. Namun sebelum
telaah pertumbuhan dilakukan harus diketahui apakah inokulasi isolat tersebut
memicu reaksi hipersensitif bagi tanaman melalui uji hipersensitivitas. Sebagian
besar bakteri patogen dapat menginduksi respons hipersensitif ketika diinjeksikan
ke dalam jaringan tanaman yang bukan inangnya. Beberapa bakteri non patogen
dan patogen mungkin akan membentuk struktur seperti kantong tetapi tidak
merangsang respons hipersensitif pada tanaman (Lelliot & Stead 1987). Apabila
isolat bakteri yang diinjeksikan pada daun tembakau merangsang reaksi
hipersensitif maka isolat tersebut tidak dapat digunakan sebagai inokulan untuk
pemacuan pertumbuhan tanaman.
Pada uji hipersensitif ini digunakan daun tanaman tembakau karena tanaman
ini merupakan tanaman model yang telah diketahui secara lengkap sekuen gennya
termasuk gen yang menyandikan resistensi tanaman juga ruang di antara
pembuluh daunnya lebar sehingga relatif mudah untuk menginfiltrasikan suspensi
isolat. Selain itu tanaman tembakau mudah dibudidayakan dan dipelihara.
Sebanyak 1 ml suspensi bakteri yang dikulturkan selama 24 jam disuntikkan pada
ruang di antara pembuluh daun. Isolat yang dapat memicu reaksi hipersensitif
biasanya akan memperlihatkan gejala layu pada daun dan perubahan pada warna
daun menjadi kecoklatan dan kering. Hasil uji hipersensitivitas menunjukkan
bahwa seluruh isolat yang diuji tidak memicu reaksi hipersensitif pada daun
tembakau setelah 48 jam disuntikkan isolat sehingga tidak bersifat patogen bagi
tanaman. Oleh karena itu seluruh isolat yang memproduksi IAA dapat diuji lanjut
untuk mengetahui kemampuannya dalam pemacuan pertumbuhan tanaman.
Pada telaah pemacuan pertumbuhan menggunakan kecambah kedelai
kultivar Slamet diperoleh sebanyak 6 isolat dari 45 isolat yang memproduksi IAA
34
mampu memacu secara signifikan pertumbuhan kecambah kedelai kultivar Slamet
meliputi peningkatan panjang akar, batang dan peningkatan jumlah akar (Tabel 2).
Isolat Cr 67, Cr 68, Cr 69, dan Cr 71 berhasil memacu pemanjangan akar primer,
isolat Cr 64, Cr 66, Cr 67, Cr 68, dan Cr 71 berhasil memacu pemanjangan batang
sedangkan isolat Cr 69 dan Cr 71 mampu memacu pembentukan akar lateral dan
sublateral. Isolat-isolat yang mampu memacu pertumbuhan tanaman tersebut
relatif memproduksi IAA justru pada konsentrasi yang rendah yaitu pada kisaran
0.81 ppm hingga 9.63 ppm.
Menurut Salisbury dan Ross (1992) pemberian auksin kepada tanaman dapat
memacu pemanjangan akar, tetapi hanya pada konsentrasi yang sangat rendah (10
-
13
M hingga 10
-7
M, bergantung pada spesies dan umur akar). Sedangkan isolat
yang memproduksi IAA yang tinggi antara lain Cr 55 (44.66 ppm), Cr 78 (32.84
ppm), Cr 84 (30.30), Cr 90 (22.79 ppm), dan Cr 91 (20.32 ppm) tidak mampu
memacu pertumbuhan kecambah kedelai. Pengaruh inokulasi dengan isolat Cr 77,
Cr 82, Cr 83, Cr 87, Cr 89, Cr 90, dan Cr 91 menyebabkan pertumbuhan panjang
akar kecambah lebih pendek daripada kontrol. Rerata panjang batang kecambah
juga lebih pendek pada kecambah yang diinokulasikan dengan isolat Cr 77 dan Cr
78 dibandingkan dengan kontrol. J umlah akar lateral dan sublateral lebih sedikit
daripada kontrol setelah diberi perlakuan dengan isolat Cr 77, Cr 78, Cr 81, Cr 82,
Cr 83, Cr 87, Cr 89, Cr 90, dan Cr 91. Hal ini memperkuat pernyataan Husen et
al. (2006) bahwa peningkatan pertumbuhan tanaman terjadi pada pemberian IAA
dengan konsentrasi sangat rendah (0.01 g/ml
-1
) sedangkan pada konsentrasi lebih
tinggi cenderung menurunkan pertumbuhan tanaman. Selain itu Glick (1995) juga
menambahkan bahwa produksi IAA yang berlebihan akan memacu hormon etilen
yang dalam konsentrasi tinggi justru menghambat perkembangan / pemanjangan
akar. Pemacuan pertumbuhan panjang akar, panjang batang dan jumlah akar
lateral dan sub lateral oleh Cr 69 terlihat pada Gambar 4.
Adanya pengenceran kultur yang diinokulasikan pada kecambah kacang
hijau yang ditumbuhkan secara hidroponik pada produk cair aktinomiset galur LC
(36.4 mg IAA/ml media) dan Bacillus galur D3 (52.5 mg IAA/ml media) mampu
meningkatkan panjang kecambah yang optimum setelah dilakukan pengenceran
sebanyak 20 kali (Aryantha et al. 2004). Leveau dan Lindow (2005)
35
menambahkan bahwa akar merupakan organ tanaman yang paling sensitif
terhadap fluktuasi kadar IAA dan responsnya terhadap peningkatan jumlah IAA
eksogenous meluas dari pemanjangan akar primer, pembentukan akar lateral dan
akar adventif hingga penghentian pertumbuhan. Hal ini berarti bahwa pada telaah
pemacuan pertumbuhan sebaiknya dilakukan pengenceran untuk kultur yang
memproduksi IAA sangat tinggi. Pada proses pemacuan pertumbuhan, IAA yang
diproduksi oleh bakteri akan dimasukkan ke dalam pool auksin yang terdapat
pada tanaman. Selanjutnya hormon ini bersama hormon IAA yang diproduksi
tanaman akan bekerja memacu pembelahan sel, diferensiasi jaringan dan respons
pertumbuhan terhadap cahaya dan gravitasi (Leveau & Lindow 2005).
Produk IAA tidak berfungsi nyata bagi bakteri tetapi mungkin berperan
penting dalam interaksinya dengan tanaman inang. Menurut Bar dan Okon (1992)
konversi L-trp menjadi IAA diduga bertujuan sebagai mekanisme untuk
mereduksi toksisitas akumulasi L-trp dalam sel bakteri. Selain itu adanya
kemampuan bakteri dalam melarutkan fosfat juga berperan penting terhadap
pertumbuhan tanaman. Isolat yang secara signifikan memacu pertumbuhan
tanaman ternyata juga mampu melarutkan fosfat kecuali isolat Cr 67 sehingga
isolat itu dapat dimanfaatkan sebagai inokulan untuk pemacuan pertumbuhan
tanaman (Tabel 3).

Tabel 3 Karakteristik isolat Bacillus sp. yang mampu memacu pertumbuhan
kecambah kedelai kultivar Slamet secara signifikan

Isolat PRODUKSI Uji Uji Uji Antifungi Pemacuan Pertumbuhan
IAA(ppm) Pospat Siderofor S. rolfsii R. solani Pjg Akar Pjg Btg J ml akar
Cr 64 7,560 + - - ++ 14.68b 22.49ab*) 73.53b
Cr 66 3,022 + - - +++ 13.34ab 10.06a*) 62.43ab
Cr 67 0.814 - + - +++ 15.55*) 11.50a*) 65.00ab
Cr 68 0.865 + + - +++ 16.22a*) 10.89a*) 68.24ab
Cr 69 4,317 + - - - 14.51a*) 9.57ab 78.81a*)
Cr 71 9,630 + ++ - + 22.25a* 14.39a* 96.86a*)
*) Hasil pembandingan dengan uji Duncan pada taraf 95%

Kemampuan bakteri sebagai biokontrol fungi patogen akar juga
merupakan komponen penting yang harus dimiliki oleh bakteri PGPR. Beberapa
anggota genus Bacillus memiliki kemampuan untuk mensintesis antibiotik (
Madigan et al. 2000) dan protein antara lain basitrasin, mycobacilin,
36
zwittermicin, subtilisin (pada B. subtilis) dan pumilin (pada B. pumilus). Bacillus
mensintesis 167 komponen biologi berupa molekul dengan berat molekul rendah
yang aktif melawan bakteri, fungi, protozoa dan virus (Cordovila 1993; Bottoni
&Pelluso 2003). Bottoni dan Pelluso (2003) mengemukakan bahwa pada Bacillus
sebagian anti bakteri berupa peptida yang aktif melawan bakteri gram positif
sedangkan komponen berupa polimiksin dan kholistin berfungsi aktif melawan
gram negatif. Mereka juga melaporkan bahwa B. pumilus mensintesis molekul
dengan berat molekul rendah yang dapat menghambat perkecambahan spora dan
elongasi hifa dari fungi patogen angioinvasif.
Sebanyak 28 isolat diketahui mampu menghambat pertumbuhan radial
cendawan Rhizoctonia solani. Pada uji kuantitatif memperlihatkan adanya isolat
bakteri menyebabkan pertumbuhan cendawan terhenti dan menebal saat
mendekati isolat hingga terbentuk zona yang memisahkan antara cendawan
dengan isolat. Penghambatan pertumbuhan cendawan oleh biokontrol dapat
terjadi melalui mikolisis yaitu hilangnya protoplasma pada struktur dinding sel
fungi dan enzim tidak larut pada dinding sel fungi (Lim et al. 1991). Enzim-enzim
tak larut tersebut berperan pada pertumbuhan apikal, melunakkan dinding sel
selama pembentukan hifa, germinasi dan mendegradasi septa untuk mobilisasi
intisel dan fusi hifa. Akibat mikolisis ini pertumbuhan hifa menjadi terhambat.
Adanya sejumlah besar isolat yang mampu menghambat pertumbuhan
cendawan kemungkinan karena genus Bacillus mampu mensintesis berbagai
senyawa yang aktif melawan cendawan dan mampu memproduksi siderofor
sehingga bertindak sebagai competitor bagi fungi patogen akar tersebut. Adanya
yellow green florescent siderophores pada strain Pseudomonas fluorescens B10
mampu menghambat perkembangan cendawan patogen Erwinia carotovora
penyebab busuk pada kentang (Subba-Rao 1999). Selain itu kemampuan
biokontrol Bacillus didukung oleh struktur endospora yang dimilikinya sehingga
dapat bertahan dan tetap aktif melepaskan metabolit sekunder.
Sedangkan pada uji menggunakan S. rolfsii hanya ada 2 isolat diketahui
dapat menghambat pertumbuhan radial S. rolfsii. Hal ini dimungkinkan adanya
kandungan kristal oksalat pada struktur miselia yang sangat liat dan rigid sehingga
sulit didegradasi oleh bakteri biokontrol. Selain itu massa miselium memproduksi
37
sekret berupa asam oksalat, pektinolitik, selulolitik dan enzim-enzim litik (Agrios
2004) sehingga lebih sulit dikendalikan. Kemampuan isolat dalam menghambat
pertumbuhan radial cendawan S. rolfsii dimungkinkan karena isolat mensintesis
enzim kitinase ataupun -1,3-glukanase untuk menghancurkan dinding sel.
Menurut Compant et al. (2005) dinding sel cendawan S. rolfsii, R.solani dan
Pythium ultimum dapat dihancurkan oleh enzim -1,3-glukanase yang dihasilkan
oleh B. cepacea.
Hasil uji karakterisasi PGPR pada Bacillus sp. menunjukkan bahwa empat
isolat diantara 6 isolat yang memacu pertumbuhan kecambah kedelai kultivar
Slamet yaitu isolat Cr 64, Cr 66, Cr 68, dan Cr 71 memiliki karakter yang lengkap
sebagai PGPR yaitu mampu memproduksi hormon IAA, mampu memacu
pertumbuhan tanaman tanpa menyebabkan reaksi hipersensitif, mampu
melarutkan fosfat, mampu mensintesis siderofor serta memiliki kemampuan
sebagai biokontrol fungi patogen akar tanaman kedelai R. solani.

Analisis Sekuen Gen 16S rRNA
Keragaman keenam isolat Bacillus sp. yang telah diisolasi dan diuji
kemampuannya sebagai PGPR yang memacu pertumbuhan tanaman dapat
dianalisis menggunakan pendekatan molekuler berdasarkan sekuen gen 16S
rRNA. Gen 16S rRNA memiliki daerah-daerah berbeda berupa sekuen yang
konservatif dan sekuen lainnya yang sangat variabel (Bottger 1996) dan terdapat
pada semua prokariot. DNA hasil isolasi diamplifikasi menggunakan mesin PCR
dengan primer 63f dan 1387r diperoleh panjang basa nukleotida 1300 pb
(Gambar 7). Selanjutnya hasil identifikasi sekuen parsial gen 16S rRNA hasil
amplifikasi menunjukkan bahwa isolat memiliki persentase homologi tertentu
terhadap isolat yang terdapat di GenBank (Tabel 4).
Drancourt et al. (2000) menyatakan bahwa identifikasi pada tingkat spesies
ditetapkan dari similaritas sekuen 16S rRNA 99% dengan sekuen yang ada pada
GenBank, identifikasi pada tingkat genus dengan similaritas 97% dan untuk
identifikasi genus baru ditetapkan dengan similaritas yang lebih rendah dari 97%.
Dari hasil analisis sekuen 16S rRNA menunjukkan bahwa isolat Cr 69 dan Cr 71
mempunyai similaritas sekuen 16S rRNA > 97%, sehingga digunakan untuk
38
identifikasi genus Bacillus. Isolat Cr 71 memiliki persentase similaritas 99%
dengan B. shandongensis str SD sehingga dapat dinyatakan bahwa isolat Cr 71
adalah B. shandongensis str SD.

Tabel 4 Karakteristik PGPR isolat Bacillus sp. dan hasil analisis sekuen gen 16S
rRNA

Isolat Karakteristik RPTT
Homologi
Identitas
(%)
Skor
(bit)
Cr 64 IAA(7.560 ppm), melarutkan fosfat, mensintesis
siderofor, anti Rhizoctonia sedang, memacu
pemanjangan batang,
Bacillus sp
NRS-800
92% 887
Cr 66 IAA(3.022 ppm), melarutkan fosfat, mensintesis
siderofor, anti Rhizoctonia kuat, memacu
pemanjangan batang
B. cereus
HNR10
94% 872
Cr 67 IAA(0.814 ppm), tidak melarutkan fosfat,
mensintesis siderofor, anti Rhizoctonia kuat,
memacu pemanjangan akar dan batang
B pumilus
str M1-9-1
94% 929
Cr 68 IAA(0.865 ppm), melarutkan fosfat, mensintesis
siderofor, anti Rhizoctonia kuat, memacu
pemanjangan akar dan batang
B. thuringi
ensis str
FWAW
93% 941
Cr 69 IAA(4.317 ppm), melarutkan fosfat, mensintesis
siderofor, memacu pemanjangan akar dan jumlah
akar
B. cereus
AD2
98% 1059
Cr 71 IAA(9.630 ppm), melarutkan fosfat, mensintesis
siderofor, anti Rhizoctonia lemah, memacu
pemanjangan akar, batang dan jumlah akar
B.
shandong
ensis str SD
99% 1147

Hasil pengolahan sekuen parsial gen 16S rRNA menggunakan program
NJ plot diperoleh dendrogram pohon filogenetik yang memperlihatkan hubungan
kekerabatan antara isolat Bacillus dengan spesies Bacillus spp. (Gambar 8).
Keenam isolat membentuk 3 kelompok yang berbeda. Cr 64 memisah tersendiri,
isolat Cr 66, Cr 68, dan Cr 69 membentuk kelompok sendiri yang terpisah dengan
Cr 67 dan Cr 71. Masing-masing isolat memiliki jarak evolusi yang berbeda-beda
dengan spesies Bacillus spp. yang ada pada GenBank.
Keenam isolat memiliki diversitas cukup tinggi dengan masing - masing
isolat memiliki kedekatan kekerabatan pada spesies yang berbeda-beda. Diversitas
yang cukup tinggi ini dimungkinkan karena masing -masing isolat memiliki
karakter yang berbeda-beda baik dalam hal produksi IAA, sintesis siderofor dan
dalam kemampuannya sebagai biokontrol bagi fungi patogen akar. Adanya
perbedaan ini menjadikan suatu keuntungan tersendiri bila kesemua isolat
dijadikan galur inokulan maka tidak akan terjadi persaingan karena memiliki
karakter yang relatif berbeda satu sama lain.
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Hasil isolasi dan karakterisasi Bacillus sp. dari rizosfer kedelai diperoleh
isolat-isolat yang memiliki karakteristik PGPR yaitu memproduksi IAA, mampu
melarutkan fosfat, memproduksi siderofor, mampu memacu pertumbuhan
kecambah kedelai kultivar Slamet tanpa menyebabkan reaksi hipersensitif, dan
mampu menghambat pertumbuhan fungi patogen akar kedelai. Isolat Cr 64, Cr 66,
Cr 68 dan Cr 71 memiliki seluruh karakter PGPR sehingga dapat dipilih sebagai
kandidat bakteri PGPR pemacu pertumbuhan tanaman dan pengendali fungi
patogen akar R. solani.
Hasil identifikasi molekuler keenam isolat kandidat PGPR menggunakan
sekuen gen yang menyandikan 16S rRNA menunjukkan diversitas yang cukup
tinggi yang berkaitan dengan karakter PGPR yang dimilikinya dan memiliki
persentase kemiripan yang berbeda-beda dengan spesies Bacillus dari GenBank.


Saran
Isolat yang memproduksi IAA dalam konsentrasi tinggi harus diencerkan
terlebih dahulu bila akan digunakan sebagai inokulan untuk pemacuan
pertumbuhan tanaman
DAFTAR PUSTAKA

Agrios GN. 2004. Plant Pathology 5
th
Edition. Amsterdam: Elsevier Academic
Press.

Ahmad F, Ahmad I, Khan MS. 2005. Indole acetic acid production by the
indigenous isolat of Azotobacter and fluorescent Pseudomonas in the presence
and absence of trypthofan. Turk J Biol. 29: 29 34.

Altomore et al 1999. Solubilization of phosphates and micronutrient by PGPR and
biocontrol fungus Trichoderma harzianum Rifai 1295-22. Appl Environ
Microbiol 65: 2926-1933.
Aryantha IP, Lestari DP, Pangesti NPD. 2004. Potensi isolat bakteri penghasil
IAA dalam meningkatkan pertumbuhan kecambah kacang hijau pada kondisi
hidrophonik. J Mikrobiol Indones 9: 43-46.

Bar T, Okon Y. 1992. Induction of indole-3-acetid acid synthesis and possible
toxicity of trypthofan in Azospirillum brasilense Sp7. Symbiosis 13: 191 198

Benhamou N, Kloepper J W, Quadt-Hallman A, Tuzun S. 1996. Induction of
defence related ultrastructure modification of pea root tissues inoculated
with endophitic bacteria. Plant Physiol 113: 919 929.

Bottger, E.C. 1996. Approachs for Identification of Microorganisms. ASM. News
62: 227-250.

Bottoni EJ , Peluso RW. 2003. Production of B. pumilus (MSH) of an antifungal
compound that is active againts Mucoraceae and Aspergillus species:
preleminary report. J of Medical Microbiol 52: 69 74.

Buchanan ER, Gibbon NE. 1974. Bergeys Manual of Determinative Bacteriology.
Baltimore : Williams and Welkins Co.

Compant S, Duffy B, Nowak J , Clement C, Barka EA. 2005. Mini review: Use of
plant growth-promoting rhizobacteria for biocontrol of plant diseases:
principles, mechanism of action and future prospect. Appl Environ Microbiol
71: 4951 4959.

Cordovilla P, Valdinia E, Gonzales SA, Galves A, Martines CB, Maqueda M.
1993. Antagonistic action of the bacterium Bacillus licheniformis M-4 toward
the amoeba Naegleria fowleri. J Eukaryot Microbiol 40: 323 328.

Drancourt M et al. 2000. 16S ribosomal DNA sequence analysis of a large
collection of environmental and clinical unidentifiable bacterial isolates. J
Clin Microbiol 38: 3623 3630.
41
Dikin A, Sijiam K, Kadir J , Seman IA. 2006. Antagonistic bacteria against
Schizophyllum commune Fr in Peninsular Malaysia. Biotropia 13: 111-121.
Dey R, Pal KK, Bhatt DM, Chauhan SM. 2004. Growth promotion and yield
enhancement of peanut (Arachis hypogea L.) by application of plant growth
promotion rhizobacteria. Microbiol Res 159: 371-394.

Ezra D, Hess WM, Strobel GA. 2004. New endophytic isolates of Muscodor
albus, a volatile antibiotic producing fungus. Microbiology 150: 4023
4031.

Gray EJ , Smith DL. 2005. Intraceluler PGPR: commonalities and distinctions in
the plant-bacterium signaling processes. Soil Biol & Biochem 37: 395 - 412

Glick RB.1995. The enhancement of plant growth promotion by free living
bacteria. Can J Microbiol 41: 109-117.

Guttel R.R, Larsen N, Woese CR.1994. Lesson from evoluting rRNA, 16S rRNA
and 23S rRNA strutsfores from a comparative perspective microbes. Kev 58:
10 26.

Hartman GL, Sinclair J B, Rupe J R. 2001. Compendium of Soybean Diseases 4
th

Edition. St Paul - Minnesota: APPS Press.

Husen Edi. 2003. Screening of soil bacteria for plant growth activities invitro.
Indones J Agric Sci 4: 27 31.

Husen E, Saraswati R, Hastuti RD. 2006. Rhizobakteria pemacu pertumbuhan
tanaman. Bogor: Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Idriss E et al. 2002. Extracellular phytase activity of Bacillus amyloliquefaciens
F2B45 contributs to its plant growth promoting effect. Microbiology 148:
2097-2109.

Kloepper J W, Schroth MN. 1978. Plant growth promoting rhizobacteria on radish
in proceeding of the 4
th
conference of plant pathogenic bacteria Station de
Pathogenic. Angers INRA 2: 879 882.

Kloepper J W et al. 1999. Plant root bacterial interaction on biological control of
soilborne disease and potential extension to systemic and foliar disease.
Austral Plant Pathol 28: 21 26.

Lelliot RA, Stead DE. 1987. Methods for the Diagnosis of Bacterial Diseases of
Plant. Vol ke-2. London: Blackwell Scientific Publication.

Leveau J HJ , Lindow SE. 2005. Utilization of the plant hormone indol 3 acetic
acid for growth by Pseudomonas putida strain 1290. Appl Environ Microbiol
71: 2365 2371.
42
Lim et al. 1991. Pseudomonas stutzeri YPL-1 genetic transformation and
antifungal mechanism against Fusarium solani, an agent of plant root rot.
Appl Environ Microbiol: 510-516.

Madigan MT, Martinko J K, Parker J W. 2001. Brock Biology of Microorganism.
New J ersey: Prentice Hall Inc.

Manulis SA, H Chesnar, MT Bradl, SE Lindow and Barash. 1998. Diferential
involvement of indole 3 acetic acid biosynthetic pathway in pathogenicity
and ephytic fitness of Erwinia herbicola pv gysophilae. Mol Plant Microb
Interact 11: 623 642.

Marchesi et al. 1998. Design and evolution of useful bacteria specific PCR
primers that amplify genes coding for bacteria 16S rRNA. Appl Environ
Microbiol 64: 795 799.

Marschner H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants 2
nd
Edition. London :
Academic Press

Mazzola M, White FF.1993. A mutation in the indole-3-acetic acid biosynthesis
pathway of Pseudomonas syringae pv syringae affect growth in Phaseolus
vulgaris and syringomycin production. J Biotechnol : 1374 1382.

Mello MRF, Assis SMP, Mariano RLR, Camara TR, Meacces M. 2004. Screening
of bacteria and bacterization methods for growth of micropropagated bananas.
Fruits 59: 83 90.

Miethke M, Klotz D, Linne V, May J J , Beckery CL, Marahial MA. 2006. Ferri-
bacilibactin uptake and hydrolysis in B. subtilis. Mol Microbiol 61: 1413
1427.

Muhammad S, Amusa NA. 2003. In vitro inhibition of growth of some seedling
blight inducing pathogens by compost - inhabiting microbes. African J
Biothechnol 2: 161 164.

Nawangsih AA. 2006. Seleksi dan karakterisasi bakteri biokontrol untuk
mengendalikan penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum) pada tomat
[Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Nelson LM. 2004. Plant growth promoting rhizobacteria (PGPR): Plant
Management Network. www.plantmanagementnetwork.org (3 April 2006).

Patten CL, Glick BR.1996.Bacterial biosynthesis of indole-3-acetic acid. Can J
Microbiol 42:207-220.

Patten CL, Glick BR. 2002. Role of Pseudomonas putida indole acetic acid in
development of the plant root system. Appl Environ Microbiol 68 (8) : 3795
3801.
43
Premono ME. 1998. Mikrob pelarut fosfat untuk mengefisienkan pupuk fosfat dan
prospeknya di Indonesia. Hayati 5: 89 94.

Sailaja PR, Podile AR, Reddana P. 1997. Biocontrol of Bacillus subtilis AF1
rapidly induces lipoxygenase in groundnut (Arachis hypogaea L.) compared to
crown root pathogen Aspergillus niger. Eur J Plant Pathol 104 : 125 132.

Salisbury FW, Ross CW.1992. Plant Physiology. 4
th
Edition. California: Woth
Publishing Inc.

Sambrook J , Fritsch EF, Maniatis T. 1989. Molecular Cloning: A Laboratory
Manual. Ed. Ke-2 USA: Cold Spring Harbor Laboratory Press.

Subba Rao WCB, Sinha MK. 1962. Phosphate dissolving microorganism in the
soil and rhizosphere. Indian J Sci 23: 272 278.
Subba-Rao, NS.1999. Soil Microbiology (Fourth Edition of Soil Microorganisms
and Plant Growth). USA: Science Publishers Inc.

Tien TM, Gaskins H, Hubbel DH.1979. A Taxononic study of the Spirillum
lipoferum group with a new genus, Azospirillum gen nov and two species
Azospirillum lipoferum (Beijerink) comb. Nov and Azospirillum brasilense sp.
nov. Can J Microbiol 24 : 967 -980.

Torres-Rubio MG, Valencia-Plata SA, Bernal-Castillo J , Martinez-Nieto P. 2000.
Isolation of enterobacteria, Azospirillum sp. and Pseudomonas sp., producers
of indol-3-acetid acid and siderophore from Colombian rice rhizosphere. Rev
Latinoamerica de Microbiol 42: 171 176.

Wen J Y, Charles Y. 2005. Effect of tryptophan starvation on level of the trp
RNA binding attenuation protein (TRAP) and anti TRAP regulatory protein
and their influence on trp operon expression in Bacillus subtilis. American
Society of Microbiol 187 (6): 1884 1891.
http:/www.pubmedcentral.nih.ov/fpreder.fcgi (14 Sept 2006) .




















LAMPIRAN
























44
Lampiran 1 Sekuen parsial gen 16S rRNA 6 isolat pemacu pertumbuhan tanaman

>Cr_64

GCTTGCTCCTTTGACTTTACCGGCGGACGGGGTGATTAACACTGTGGGCCCCTACCCTATA
ATTTGGGTATAACTCCGGGAAAACCGGGGTCTAATACCGAATAATCTCTTTTGCTTCGTGG
TGAAAGACTGAAAGACGGTTTCGGCTGTCTCTATAGGATGGGCCCGCGGCGCATTATCTAT
TTGGTGAGGTAACGGCTCACCAGGGCAGAATATGCGTACCCCACCTGAGAGGGTGATCGGC
CACTCTGGGACTGACACACGGCCCACACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCAC
AAGTGGGAGAAAGCCTGATGGAGCAACGCCGCGTGAGTGAAGAAGGTTTTCGAGATCGTAG
AACTCTGTTGTAAGGAAAGAACAAGTACAGATAGTAACTGGCTGTACCTTGACGGCACCTT
ATTAGAGAGCCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTATGTGGCAAGCGTT
CTCCGGAATTATTGCGCGTAGAGCGCGCGCAGGCGGTCCTTTATGTCTGATGTGAAAGCCC
ACGGCTCACCCGTGGAGTCTCATTGAACTCTGGGACACTTGAGTGCAAAAGAAGAAAGTGA
AATTCCATGTGTAGCGGT


>Cr_66

GNTANAGCTTGCTCTTATGAAGTTAGCGGCGGACGGGTGAGTAACACGTGGGTAACCTGCC
CATAAGACTGGGATAACTCCGGGAAACCGGGGCTAATACCGGATAACATTTTGAACCGCAT
GGTTCGAAATTGAAAGGCGGCTTCGGCTGTCACTTATGGATGGACCCGCGTCGCATTAGCT
AGTTGGTGAGGTAACGGCTCACCAAGGCAACGATGCGTAGCCGACCTGAGAGGGTGATCGG
CCACACTGGGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCG
CAATGGACGAAAGTCTGACGGAGCAACGCCGCGTGAGTGATGAANGCTTTCGGGTCGTAAA
CTCTGTTGTNAGGGAANAACANGTGCTAGTTGAATAAGCTGGCACCTTGACGGTACCTANC
CAAAAAGCCNCGGCTANCTACGTGCCANCAGCCGGGGTAANACNTAGGTGGCAAGCGTTNT
CCGAAATTTTTGGGCGTAAAANCNCNCCCAGGNGGTTTTNTTAANTNTGAATGGGAAANNC
CCCNCGNTTCCACCCNNNGNAAGGGCNTTTNGNAAACTGGGGAAANNTTGGTTGGCAAAAA
AANAAANNNGGAATTTNC



>Cr_67

ANGGAGCTNGCTCCCGGATGTTAGCGGCGGACGGGTGAGTAACACGTGGGTAACCTGCCTG
TAAGACTGGGAATAACTCCGGGAAAACCGGAGCTAATACCGGATAGTTCCTTGAACCGCAT
GGTTCAAGGATGAAAGACGGTTTCGGCTGTCACTTACAGATGGACCCGCGGCGCATTAGCT
AGTTGGTGAGGTAACGGCTCACCAAGGCGACGATGCGTAGCCGACCTGAGAGGGTGATCGG
CCACACTGGGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCG
CAATGGACGAAAGTCTGACGGAGCAACGCCGCGTGAGTGATGAAGGTTTTCGGATCGTAAA
GCTCTGTTGTTAGGGAANAACAAGTGCAANAGTAACTGCTTGCNCCTTGACGGTACTNANC
CANAAAGCCNCGGNTANCTACGTGCCANCANCCCCGNTAATACNTAGGTGGCAAGCGTTGT
CCGGAATTTTTGGGGCGTAAAGGGCTCCCANGCGNTTTCTTAAATTCTGATTTNGAAANCC
CCCCGGCTCCNCCNGGGGAGGNTCTTTTGGAAACTGGGAAACTTTNAGTGGNAAAAAAANG
AAAGGGGAANTTNCCCCT


>Cr_68

GGTTANAGCTTGCTCTTATGAAGTTAGCGGCGGACGGGTGAGTAACACGTGGGTAACCTGC
CCATAAGACTGGGATAACTCCGGGAAACCGGGGCTAATACCGGATAACATTTTGAACCGCA
TGGTTCGAAATTGAAAGGCGGCTTCGGCTGTCACTTATGGATGGACCCGCGTCGCATTAGC
TAGTTGGTGAGGTAACGGCTCACCAAGGCAACGATGCGTAGCCGACCTGAGAGGGTGATCG
GCCACACTGGGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCC
GCAATGGACGAAAGTCTGACGGAGCACCGCCGCGTGAGTGATGAAGGCTTTCGGGTCGTAA
ACTCTGTTGTTAGGGAAGAACAAGTGCTAGTTGAATAAGCTGGCACCTTGACGGTACCTAN
CNANAAGCCCCGGCTAACTACGTGCCANCAGCCGCGGTAATACNTAGGTGNCAAGCGTTTC
CGGAATTNTTGGGNGTAAAGCCNCCCAGGNGGTTTCTNAAGTCTGANGGGAAANCCCNGGC
TCANCNGNGGAGGNTCTTNGAAAACTGGAAAACTTTATNGCAAAAAAANAAAAGNGGAATT
CCNTNTNTNCCNGGGAAA

45
>Cr_69

CGCTGTCCCCGCCACACACTTATGAAGTTAGCGGCGGACGGGTGATTAACACGTGGGTTCC
CTGCCCATAAGACTGGGTATAACTCCGAGGGAAACCGGGGTCTAATACCGGATAACATTTT
GAACCGCATGGTTCGAAATTGAAAGGCGGCTTCGGCTGTCACTTATGGATGGACCCGCGTC
GCATTAGCTAGTTGGTGAGGTAACGGCTCACCAAGGCAACGATGCGTAGCCGACCTGAGAG
GGTGATCGGCCACACTGGGACTGAGACACGTGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGG
GAATCTTCCGCAATGGACGAAAGTCTGACGGAGCAACGCCGCGTGAGTGATGAAGGCTTTC
GGGTCGTAAAACTCTGTTGTTAGGGAAGAACAAGTGCTAGTTGAATAAGCTGGCACCTTGA
CGGTACCTAACCAGACAGCCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTG
GCAAGCGTTATCCGGAATTATTGGGCGTAAAGCGCGCGCAGGTGGTTTCTTAAGTCTGATG
TGAAAGCCCACGGCTCAACCGTGGAGGGTCATTGGAAACTGGGGAAGACTTGAGTGCAGAA
GAGGAAAGTGGGAATTCC



>Cr_71

TGGGAGCTTGCTCCGTTAGTTAGCGGCGGACGGGTGAGTAACACGTGGGCAACCTACCTGT
AAGACTGGGATAACTTCGGGAAACCGGAGCTAATACCGGATGACATAAAGGAACTCCTGTT
CCTTTATTGAAAGATGGCTTCGGCTATCACTTACAGATGGGCCCGCGGCGCATTAGCTAGT
TGGTGAGGTAACGGCTCACCAAGGCGACGATGCGTAGCCGACCTGAGAGGGTGATCGGCCA
CACTGGGACTGAACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCGCAAT
GGACGAAAGTCTGACGGAGCAACGCCGCGTGAGCGATGAAGGCCTTCGGGTCGTAAAGCTC
TGTTGTTAGGGAAGAATAAGTGCTAGTTGAATAAGCTGGCACCTTGACGGTACCTAACCAG
AAAGCCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTGTCCG
GAATTATTGGGCGTAAAGCGCGCGCAGGCGGTTTCTTAAGTCTGATGTGAAAGCCCCCGGC
TCAACCGGGGAGGGTCATTGGAAACTGGGAAACTTGAGTGCAGAAGAGGAAAGTGGAATTC
CAAGTGTAGCGGTGAATG


























46
Lampiran 2 Hasil analisis sequen parsial gen 16S rRNA menggunakan program
BLAST-N

Hasil analisis homologi isolat Cr 64























Hasil analisis homologi isolat Cr 66




















47
Hasil analisis homologi isolat Cr 67





















Hasil analisis homologi isolat Cr 68

























48
Hasil analisis homologi isolat Cr 69






















Hasil analisis homologi isolat Cr 71
























49
Lampiran 3 Komposisi media tumbuh (dalam liter)

1. Nutrient Broth (NB)
Beef extract ( 3.0 g)
Peptone (5.0 g)

2. Nutrient Agar (NA)
NB (8 g)
Bacto agar (15 g)

3. Potato Dextrose Agar (PDA)
Potato starch (4.0)
Dextrose (20 g)
Agar (15 g)
39 g PDA dalam 1 liter aquades


















50
Lampiran 4 Bahan-bahan untuk karakterisasi fisiologi secara parsial genus
Bacillus
1. Pewarnaan Gram
Pewarna Kristal ungu (modifikasi Hucker)
Larutan A:
Chrystal violet (pewarna 85%) (2 g)
Ethanol 95% (20 ml)
Larutan B:
Ammonium oxalate (0.8 g)
Aquades (80 ml)
Pewarna Safranin
Safranin (0.25 g)
Ethanol 95% (10 ml)
Aquades (100 ml)

2. Pewarnaan endospora
Hijau Malakit
Malachite green oxalate (5 g)
Aquades (100 ml)
Safranin
Safranin (0.5 g)
Aquades (100 ml)

3. Hidrogen peroksida untuk Uji katalase
H
2
O
2
(3 ml)

H
2
O (100 ml)

You might also like