You are on page 1of 0

Kolitis Ulsoratif Ditinjau Dari Aspek

Etiologi, Klinik Dan Patogenesa



Oleh




Dr. Dina Aprillia Ariestine





UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS KEDOKTERAN
MEDAN
2008

Dina Aprillia Ariestine : Kolitis Ulseratif Ditinjau Dari Aspek Etiologi, Klinik Dan Patogenesa, 2008
USU e-Repository 2008
1
KOLITIS ULSERATIF
DITINJAU DARI ASPEK ETIOLOGI, KLINIK DAN PATOGENESA
Dina Aprillia Ariestine

PENDAHULUAN

Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit inflamasi yang melibatkan
saluran cerna dengan penyebab pastinya sampai saat ini belum diketahui jelas. Secara
garis besar IBD terdiri dari 3 jenis, yaitu kolitis ulseratif, penyakit Crohn, dan bila
sulit membedakan kedua hal tersebut, maka dimasukkan dalam kategori indeterminate
colitis.
1
Kolitis ulseratif ditandai dengan adanya eksaserbasi secara intermitten dan
remisinya gejala klinik. Insiden penyakit kolitis ulseratif di Amerika Serikat kira-kira
15 per 100.000 penduduk secara respektif dan tetap konstan. Prevalensi penyakit ini
diperkirakan sebanyak 200 per 100.000 penduduk.
2
Sementara itu, puncak kejadian
penyakit tersebut adalah antara usia 15 dan 35 tahun, penyakit ini telah dilaporkan
terjadi pada setiap dekade kehidupan.
3



ETIOLOGI
3

Sementara penyebab kolitis ulseratif tetap tidak diketahui, gambaran tertentu
penyakit ini telah menunjukkan beberapa kemungkinan penting. Hal ini meliputi
faktor familial atau genetik, infeksi, imunologik dan psikologik.
1. Faktor familial/genetik
Penyakit ini lebih sering dijumpai pada orang kulit putih daripada orang kulit
hitam dan orang Cina, dan insidensinya meningkat (3 sampai 6 kali lipat) pada orang
Yahudi dibandingkan dengan orang non Yahudi. Hal ini menunjukkan bahwa dapat
ada predisposisi genetik terhadap perkembangan penyakit ini.
2. Faktor infeksi
Sifat radang kronik penyakit ini telah mendukung suatu pencarian terus
menerus untuk kemungkinan penyebab infeksi. Di samping banyak usaha untuk
menemukan agen bakteri, jamur, atau virus, belum ada yang sedemikian jauh
diisolasi. Laporan awal isolat varian dinding sel Pseudomonas atau agen yang dapat
ditularkan yang menghasilkan efek sitopatik pada kultur jaringan masih harus
dikonfirmasi.
Dina Aprillia Ariestine : Kolitis Ulseratif Ditinjau Dari Aspek Etiologi, Klinik Dan Patogenesa, 2008
USU e-Repository 2008
2
3. Faktor imunologik
Teori bahwa mekanisme imun dapat terlibat didasarkan pada konsep bahwa
manifestasi ekstraintestinal yang dapat menyertai kelainan ini (misalnya artritis,
perikolangitis) dapat mewakili fenomena autoimun dan bahwa zat terapeutik tersebut,
seperti glukokortikoid atau azatioprin, dapat menunjukkan efek mereka melalui
mekanisme imunosupresif.
Pada 60-70% pasien dengan kolitis ulseratif, ditemukan adanya p-ANCA
(perinuclear anti-neutrophilic cytoplasmic antibodies). Walaupun p-ANCA tidak
terlibat dalam patogenesis penyakit kolitis ulseratif, namun ia dikaitkan dengan alel
HLA-DR2, di mana pasien dengan p-ANCA negatif lebih cenderung menjadi HLA-
DR4 positif.
2
4. Faktor psikologik
Gambaran psikologis pasien penyakit radang usus juga telah ditekankan.
Tidak lazim bahwa penyakit ini pada mula terjadinya, atau berkembang, sehubungan
dengan adanya stres psikologis mayor misalnya kehilangan seorang anggota
keluarganya. Telah dikatakan bahwa pasien penyakit radang usus memiliki
kepribadian yang khas yang membuat mereka menjadi rentan terhadap stres emosi
yang sebaliknya dapat merangsang atau mengeksaserbasi gejalanya.
5. Faktor lingkungan
2
Ada hubungan terbalik antara operasi apendiktomi dan penyakit kolitis
ulseratif berdasarkan analisis bahwa insiden penyakit kolitis ulseratif menurun secara
signifikan pada pasien yang menjalani operasi apendiktomi pada dekade ke-3.
Beberapa penelitian sekarang menunjukkan penurunan risiko penyakit kolitis
ulseratif di antara perokok dibandingkan dengan yang bukan perokok. Analisis meta
menunjukkan risiko penyakit kolitis ulseratif pada perokok sebanyak 40%
dibandingkan dengan yang bukan perokok.

KLINIK

Gejala utama kolitis ulseratif adalah diare berdarah dan nyeri abdomen,
seringkali dengan demam dan penurunan berat badan pada kasus berat. Pada penyakit
yang ringan, bisa terdapat satu atau dua feses yang setengah berbentuk yang
mengandung sedikit darah dan tanpa manifestasi sistemik.
3

Dina Aprillia Ariestine : Kolitis Ulseratif Ditinjau Dari Aspek Etiologi, Klinik Dan Patogenesa, 2008
USU e-Repository 2008
3
Derajat klinik kolitis ulseratif dapat dibagi atas berat, sedang dan ringan,
berdasarkan frekuensi diare, ada/tidaknya demam, derajat beratnya anemia yang
terjadi dan laju endap darah (klasifikasi Truelove). Perjalanan penyakit kolitis
ulseratif dapat dimulai dengan serangan pertama yang berat ataupun dimulai ringan
yang bertambah berat secara gradual setiap minggu. Berat ringannya serangan
pertama sesuai dengan panjangnya kolon yang terlibat. Lesi mukosa bersifat difus dan
terutama hanya melibatkan lapisan mukosa. Secara endoskopik penilaian aktifitas
penyakit kolitis ulseratif relatif mudah dengan menilai gradasi berat ringannya lesi
mukosa dan luasnya bagian usus yang terlibat.
1
Pada kolitis ulseratif, terdapat reaksi
radang yang secara primer mengenai mukosa kolon. Secara makroskopik, kolon
tampak berulserasi, hiperemik, dan biasanya hemoragik. Gambaran mencolok dari
radang adalah bahwa sifatnya seragam dan kontinu dengan tidak ada daerah tersisa
mukosa yang normal.
3


Tabel 1. Truelove and Witts classification of severity of ulcerative colitis
Activity Mild Moderate Severe

Number of bloody stools per day (n) <4 46 >6
Temperature (C) Afebrile Intermediate >37.8
Heart rate (beats per minute) Normal Intermediate >90
Haemoglobin (g/dl) >11 10.511 <10.5
Erythrocyte sedimentation rate (mm/h) <20 2030 >30


GAMBARAN FISIK DIAGNOSTIK
Temuan fisis pada kolitis ulseratif biasanya nonspesifik; bisa terdapat distensi
abdomen atau nyeri sepanjang perjalanan kolon. Pada kasus ringan, pemeriksaan fisis
umum akan normal. Demam, takikardia dan hipotensi postural biasanya berhubungan
dengan penyakit yang lebih berat.
3

Manifestasi ekstrakolon bisa dijumpai. Hal ini termasuk penyakit okular (iritis,
uveitis, episkleritis), keterlibatan kulit (eritema nodosum, pioderma gangrenosum),
dan artralgia/artritis (periferal dan aksial artropati). Kolangitis sklerosing primer
jarang dijumpai.
4
Dina Aprillia Ariestine : Kolitis Ulseratif Ditinjau Dari Aspek Etiologi, Klinik Dan Patogenesa, 2008
USU e-Repository 2008
4
GAMBARAN LABORATORIUM


Temuan laboratorium seringkali nonspesifik dan mencerminkan derajat dan
beratnya perdarahan dan inflamasi. Bisa terdapat anemia yang mencerminkan
penyakit kronik serta defisiensi besi akibat kehilangan darah kronik. Leukositosis
dengan pergeseran ke kiri dan peningkatan laju endap darah seringkali terlihat pada
pasien demam yang sakit berat. Kelainan elektrolit, terutama hipokalemia,
mencerminkan derajat diare. Hipoalbuminemia umum terjadi dengan penyakit yang
ekstensif dan biasanya mewakili hilangnya protein lumen melalui mukosa yang
berulserasi. Peningkatan kadar alkali fosfatase dapat menunjukkan penyakit
hepatobiliaris yang berhubungan.
3
Pemeriksaan kultur feses (patogen usus dan bila diperlukan, Escherichia coli
O157:H7), ova, parasit dan toksin Clostridium difficile negatif.
2,6

Pemeriksaan antibodi p-ANCA dan ASCA (antibodi Saccharomyces cerevisae
mannan) berguna untuk membedakan penyakit kolitis ulseratif dengan penyakit
Crohn.
4

GAMBARAN RADIOLOGI
5,6

1. Foto polos abdomen
Pada foto polos abdomen umumnya perhatian kita cenderung terfokus pada
kolon. Tetapi kelainan lain yang sering menyertai penyakit ini adalah batu ginjal,
sakroilitis, spondilitis ankilosing dan nekrosis avaskular kaput femur. Gambaran
kolon sendiri terlihat memendek dan struktur haustra menghilang. Sisa feses pada
daerah inflamasi tidak ada, sehingga, apabila seluruh kolon terkena maka materi feses
tidak akan terlihat di dalam abdomen yang disebut dengan empty abdomen.
Kadangkala usus dapat mengalami dilatasi yang berat (toxic megacolon) yang sering
menyebabkan kematian apabila tidak dilakukan tindakan emergensi. Apabila terjadi
perforasi usus maka dengan foto polos dapat dideteksi adanya pneumoperitoneum,
terutama pada foto abdomen posisi tegak atau left lateral decubitus (LLD) maupun
pada foto toraks tegak.
Foto polos abdomen juga merupakan pemeriksaan awal untuk melakukan
pemeriksaan barium enema. Apabila pada pemeriksaan foto polos abdomen
Dina Aprillia Ariestine : Kolitis Ulseratif Ditinjau Dari Aspek Etiologi, Klinik Dan Patogenesa, 2008
USU e-Repository 2008
5
ditemukan tanda-tanda perforasi maka pemeriksaan barium enema merupakan kontra
indikasi.
2. Barium enema
Barium enema merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan apabila ada
kelainan pada kolon. Sebelum dilakukan pemeriksaan barium enema maka persiapan
saluran cerna merupakan pendahuluan yang sangat penting. Persiapan dilakukan
selama 2 hari berturut-turut dengan memakan makanan rendah serat atau rendah
residu, tetapi minum air putih yang banyak. Apabila diperlukan maka dapat diberikan
laksatif peroral.
Pemeriksaan barium enema dapat dilakukan dengan teknik kontras tunggal
(single contrast) maupun dengan kontras ganda (double contrast) yaitu barium sulfat
dan udara. Teknik double contrast sangat baik untuk menilai mukosa kolon
dibandingkan dengan teknik single contrast, walaupun prosedur pelaksanaan teknik
double contrast cukup sulit. Barium enema juga merupakan kelengkapan pemeriksaan
endoskopi atas dugaan pasien dengan kolitis ulseratif.
Gambaran foto barium enema pada kasus dengan kolitis ulseratif adalah
mukosa kolon yang granuler dan menghilangnya kontur haustra serta kolon tampak
menjadi kaku seperti tabung. Perubahan mukosa terjadi secara difus dan simetris pada
seluruh kolon. Lumen kolon menjadi lebih sempit akibat spasme. Dapat ditemukan
keterlibatan seluruh kolon. Tetapi apabila ditemukan lesi yang segmental maka
rektum dan kolon kiri (desendens) selalu terlibat, karena awalnya kolitis ulseratif ini
mulai terjadi di rektum dan menyebar ke arah proksimal secara kontinu. Jadi rektum
selalu terlibat, walaupun rektum dapat mengalami inflamasi lebih ringan dari bagian
proksimalnya.
Pada keadaan di mana terjadi pan-ulseratif kolitis kronis maka perubahan juga
dapat terjadi di ileum terminal. Mukosa ileum terminal menjadi granuler difus dan
dilatasi, sekum berbentuk kerucut (cone-shaped caecum) dan katup ileosekal terbuka
sehingga terjadi refluks, yang disebut backwash ileitis. Pada kasus kronis, terbentuk
ulkus yang khas yaitu collar-button ulcers. Pasien dengan kolitis ulseratif juga
menanggung resiko tinggi menjadi adenokarsinoma kolon.
3. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ultrasonografi sampai saat ini belum merupakan modalitas
pemeriksaan yang diminati untuk kasus-kasus IBD. Kecuali merupakan pemeriksaan
alternatif untuk evaluasi keadaan intralumen dan ekstralumen.
Dina Aprillia Ariestine : Kolitis Ulseratif Ditinjau Dari Aspek Etiologi, Klinik Dan Patogenesa, 2008
USU e-Repository 2008
6
Sebelum dilakukan pemeriksaan USG sebaiknya pasien dipersiapkan saluran
cernanya dengan menyarankan pasien untuk makan makanan rendah residu dan
banyak minum air putih. Persiapan dilakukan selama 24 jam sebelum pemeriksaan.
Sesaat sebelum pemeriksaan sebaiknya kolon diisi dulu dengan air.
Pada pemeriksaan USG, kasus dengan kolitis ulseratif didapatkan penebalan
dinding usus yang simetris dengan kandungan lumen kolon yang berkurang. Mukosa
kolon yang terlibat tampak menebal dan berstruktur hipoekhoik akibat dari edema.
Usus menjadi kaku, berkurangnya gerakan peristalsis dan hilangnya haustra kolon.
Dapat ditemukan target sign atau pseudo-kidney sign pada potongan transversal atau
cross-sectional. Dengan USG Doppler, pada kolitis ulseratif selain dapat dievaluasi
penebalan dinding usus dapat pula dilihat adanya hypervascular pada dinding usus
tersebut.
4. CT-scan dan MRI
Kelebihan CT-scan dan MRI, yaitu dapat mengevaluasi langsung keadaan
intralumen dan ekstralumen. Serta mengevaluasi sampai sejauh mana komplikasi
ekstralumen kolon yang telah terjadi. Sedangkan kelebihan MRI terhadap CT-scan
adalah mengevaluasi jaringan lunak karena terdapat perbedaan intensitas (kontras)
yang cukup tinggi antara jaringan lunak satu dengan yang lain.
Gambaran CT-scan pada kolitis ulseratif, terlihat dinding usus menebal secara
simetris dan kalau terpotong secara cross-sectional maka terlihat gambaran target
sign. Komplikasi di luar usus dapat terdeteksi dengan baik, seperti adanya abses atau
fistula atau keadaan abnormalitas yang melibatkan mesenterium. MRI dapat dengan
jelas memperlihatkan fistula dan sinus tract-nya.

GAMBARAN ENDOSKOPI

Pada dasarnya kolitis ulseratif merupakan penyakit yang melibatkan mukosa
kolon secara difus dan kontinu, dimulai dari rektum dan menyebar/progresif ke
proksimal. Data dari beberapa rumah sakit di Jakarta didapatkan bahwa lokalisasi
kolitis ulseratif adalah 80% pada rektum dan rektosigmoid, 12% kolon sebelah kiri
(left side colitis), dan 8% melibatkan seluruh kolon (pan-kolitis).
1

Pada kolitis ulseratif, ditemukan hilangnya vaskularitas mukosa, eritema difus,
kerapuhan mukosa, dan seringkali eksudat yang terdiri atas mukus, darah dan nanah.
Kerapuhan mukosa dan keterlibatan yang seragam adalah karakteristik. Sekali
Dina Aprillia Ariestine : Kolitis Ulseratif Ditinjau Dari Aspek Etiologi, Klinik Dan Patogenesa, 2008
USU e-Repository 2008
7
mukosa yang sakit ditemukan (biasanya di rektum), tidak ada daerah mukosa normal
yang menyela sebelum batas proksimal penyakit dicapai. Ulserasi landai, bisa kecil
atau konfluen namun selalu terjadi pada segmen dengan kolitis aktif. Pemeriksaan
kolonoskopik penuh dari kolon pada kolitis ulseratif tidak diindikasikan pada pasien
yang sakit akut. Biopsi rektal bisa memastikan radang mukosa. Pada penyakit yang
lebih kronik, mukosa bisa menunjukkan penampilan granuler, dan bisa terdapat
pseudopolip.
3

GAMBARAN HISTOPATOLOGI
7

Yang termasuk kriteria histopatologik adalah perubahan arsitektur mukosa,
perubahan epitel dan perubahan lamina propria. Perubahan arsitektur mukosa meliputi
perubahan permukaan, berkurangnya densitas kripta, gambaran abnormal arsitektur
kripta (distorsi, bercabang, memendek).
Perubahan epitel seperti berkurangnya musin dan metaplasia sel Paneth serta
permukaan villiform juga diperhatikan. Perubahan lamina propria meliputi
penambahan dan perubahan distribusi sel radang. Granuloma dan sel-sel berinti
banyak biasanya ditemukan. Gambaran mikroskopik ini berhubungan dengan stadium
penyakit, apakah stadium akut, resolving atau kronik/menyembuh.
Pada kolon normal, permukaan datar, kripta tegak, sejajar, bentuknya sama,
jarak antar kripta sama, dan dasar dekat muskularis mukosa. Sel-sel inflamasi,
predominan terletak di bagian atas lamina propria.
Tsang dan Rotterdam (1999), membagi gambaran histologik penyakit kolitis
ulseratif menjadi kriteria mayor dan minor. Sekurang-kurangnya dua kriteria mayor
harus dipenuhi untuk diagnosis kolitis ulseratif.
Kriteria mayor kolitis ulseratif:
Infitrasi sel radang yang difus pada mukosa
Basal plasmositosis
Netrofil pada seluruh ketebalan mukosa
Abses kripta
Kriptitis
Distorsi kripta
Permukaan viliformis
Dina Aprillia Ariestine : Kolitis Ulseratif Ditinjau Dari Aspek Etiologi, Klinik Dan Patogenesa, 2008
USU e-Repository 2008
8
Kriteria minor kolitis ulseratif:
Jumlah sel goblet berkurang
Metaplasia sel Paneth
Tetapi pada kolitis ulseratif stadium dini, gambarannya tidak dapat dibedakan
dari kolitis infektif. Dan kolitis ulseratif mempunyai tiga stadium (lihat tabel), yang
gambaran mikroskopiknya berbeda-beda. Perlu diingat bahwa pada seorang penderita
dapat ditemukan gambaran ketiga stadium dalam satu sediaan.

Tabel 2.
Acute
Stage
Resolving
Stage
Chronic-healed
Stage
Vascular congestion
Mucin depletion
Cryptitis, crypt abcess
Epithelial lost and ulcer
PMN, eosinophil and mast cell
Luminal pus
Basal plasma cell
Epithelial regeneration
Expantion of mitotic active cell
Architectural distortion:
atrophy
branching
crypt shortening
villous surface
Metaplasia pyloric
Metaplasia Paneth cell
Lymphoid hyperplasia
Epithelial displacement
Increased mononucleous
Endocrine cell hyperplasia
Squamous metaplasia
++
+
++
++
++
++
++
-
-
+
-
+
-
+
-
++
++
++










++
++
++
++
++
++
++
++
++
++
++

Dina Aprillia Ariestine : Kolitis Ulseratif Ditinjau Dari Aspek Etiologi, Klinik Dan Patogenesa, 2008
USU e-Repository 2008
9
PERJALANAN KLINIK
3

Perjalanan klinis kolitis ulseratif bervariasi. Mayoritas pasien akan menderita
relaps dalam waktu 1 tahun dari serangan pertama, mencerminkan sifat rekuren dari
penyakit. Namun demikian, bisa terdapat periode remisi yang berkepanjangan hanya
dengan gejala minimal. Pada umumnya, beratnya gejala mencerminkan luasnya
keterlibatan kolon dan intensitas radang.

PATOGENESA
8

Ada bukti aktivasi imun pada IBD, dengan infiltrasi lamina propria oleh
limfosit, makrofag, dan sel-sel lain, meskipun antigen pencetusnya belum jelas. Virus
dan bakteri telah diperkirakan sebagai pencetus, namun sedikit yang mendukung
adanya infeksi spesifik yang menjadi penyebab IBD. Hipotesis yang kedua adalah
bahwa dietary antigen atau agen mikroba non patogen yang normal mengaktivasi
respon imun yang abnormal. Hasilnya suatu mekanisme penghambat yang gagal. Pada
tikus, defek genetik pada fungsi sel T atau produksi sitokin menghasilkan respon
imun yang tidak terkontrol pada flora normal kolon. Hipotesis ketiga adalah bahwa
pencetus IBD adalah suatu autoantigen yang dihasilkan oleh epitel intestinal. Pada
teori ini, pasien menghasilkan respon imun inisial melawan antigen lumenal, yang
tetap dan diperkuat karena kesamaan antara antigen lumenal dan protein tuan rumah.
Hipotesis autoimun ini meliputi pengrusakan sel-sel epitelial oleh sitotoksisitas seluler
antibody-dependent atau sitotoksisitas cell-mediated secara langsung.
Imun respon cell-mediated juga terlibat dalam patogenesis IBD. Ada
peningkatan sekresi antibodi oleh sel monomuklear intestinal, terutama IgG dan IgM
yang melengkapi komplemen. Kolitis ulseratif dihubungkan dengan meningkatnya
produksi IgG1 (oleh limfosit Th2) dan IgG3, sub tipe yang respon terhadap protein
dan antigen T-cell-dependent. Ada juga peningkatan produksi sitokin proinflamasi
(IL-1, IL-6, IL-8 dan tumor necrosis factor- [TNF-], terutama pada aktivasi
makrofag di lamina propria. Sitokin yang lain (IL-10, TGF-) menurunkan imun
respon. Defek produksi sitokin ini menghasilkan inflamasi yang kronis. Sitokin juga
terlibat dalam penyembuhan luka dan proses fibrosis. Faktor imun yang lain dalam
pembentukan penyakit IBD termasuk produksi superoksida dan spesies oksigen
reaktif yang lain oleh aktivasi netrofil, mediator soluble yang meningkatkan
Dina Aprillia Ariestine : Kolitis Ulseratif Ditinjau Dari Aspek Etiologi, Klinik Dan Patogenesa, 2008
USU e-Repository 2008
10
permeabilitas dan merangsang vasodilatasi, komponen kemotaksis netrofil lekotrien
dan nitrit oksida yang menyebabkan vasodilatasi dan edema.


































Dina Aprillia Ariestine : Kolitis Ulseratif Ditinjau Dari Aspek Etiologi, Klinik Dan Patogenesa, 2008
USU e-Repository 2008
11
Dina Aprillia Ariestine : Kolitis Ulseratif Ditinjau Dari Aspek Etiologi, Klinik Dan Patogenesa, 2008
USU e-Repository 2008
12
KEPUSTAKAAN

1. Djojoningrat D. Inflammatory Bowel Disease: Alur Diagnosis dan Pengobatannya
di Indonesia. Dalam: Sudoyo AW dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid I. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI; 2006. hal. 386-90.
2. Jugde TA, Lichtenstein GR. Inflammatory Bowel Disease. In: Friedman SL,
McQuaid KR, Grendell JH, editors. Current Diagnosis and Treatment in
Gastroenterology. 2nd ed. International ed.: McGraw-Hill; 2003. p. 108-30.
3. Glickman RM. Penyakit Radang Usus (Kolitis Ulseratif dan penyakit Crohn).
Dalam: Asdie AH, editor. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume
4. Edisi ke-13. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2000. hal. 1577-91.
4. Choon-Jin O. Inflammatory Bowel Disease. In: Guan R et al., editors.
Management of Common Gastroenterological Problems: A Malaysia & Singapore
Perspective. 4th ed. Singapore: Ezyhealth (Singapore) Pte Ltd.; 2006. p. 116-22.
5. Murna IW. Gambaran Radiologi Pada Inflammatory Bowel Disease (IBD).
Dalam: Simadibrata M, Syam AF, editor. Update in Gastroenterology 2005.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;
2005. hal. 70-9.
6. Avunduk C. Inflammatory Bowel Disease. Manual of Gastroenterology:
Diagnosis and Therapy. 3rd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2002. p. 239-56.
7. Damajanti V, dkk. Gambaran Histoparologi Inflammatory Bowel Disease, Kolitis
Ulseratif dan Penyakit Crohn. Dalam: Simadibrata M, Syam AF, editor. Update in
Gastroenterology 2005. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI; 2005. hal. 80-4.
8. Yamada T. Inflammatory Bowel Disease. Handbook of Gastroenterology. 2nd ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005. p. 357-73.

You might also like