You are on page 1of 35

TUGAS FARMAKOTERAPAN

PANKREATITIS AKUT

OLEH : KELOMPOK I (SATU) KELAS A YULIANA AMELIA IRSAN N211 13 001 N211 13 009 N211 13 017

AKMILYANTI DWI TAMA N211 13 704 MUH. AKHSAN ARSUL SUTRA N211 13 712 N211 13 720

FAKULTAS FARMASI PROGRAM STUDI APOTEKER UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

BAB I PENDAHULUAN

I.1

Latar Belakang Dengan berkembangnya jaman, saat ini sangat banyak produk

pangan cepat saji atau istilahnya makanan instan, tentu saja hal ini dipengaruhi oleh pola hidup masyarakat yang menginginkan segalanya berjalan dengan cepat. Hal ini lah yang menyebabkan digunakan bahan pengawet pada bahan pangan. Memang tidak semua makanan instan menggunakan bahan pengawet tapi paling tidak sebagai konsumen harus jeli memilih pangan yang sehat. Berikut ini ada sedikit uraian tentang bahan pengawet pada makanan. Bahan pengawet makanan merupakan bahan tambahan makanan yang digunakan untuk mencegah atau menghambat terjadinya fermentasi, pengasaman atau peruraian lain pada makanan yang disebabkan adanya mikriorganisme. Pengawet pada makanan memiliki efektifitas yang berbeda-beda, ada yang efektif terhadap bakteri, khamir/kapang, ada yang efektif terhadap aktifitas enzim. Jadi pemakaian pengawet harus disesuaikan dengan kebutuhan. Jangan sampai salah pilih pengawet karena ada

pengawet yang dilarang ditambahkan pada makanan. Semakin banyaknya isu terhadap bahaya bahan pengawet khususnya natrium benzoat menjadikan konsumen lebih berhati-hati

dalam mengonsumsi makanan dan lebih memilih bahan-bahan alami yang aman bagi kesehatan. Pemakaian bahan pengawet berupa natrium benzoat harus benar-benar memperhatikan batas kadar pemakaiannya terhadap makanan, hal ini dimaksudkan untuk menghindari timbulnya efek negatif sebagai akibat konsumsi makanan atau minuman tersebut.

I.2 I.2.1

Maksud dan Tujuan Percobaan Maksud Percobaan Mengetahui dan memahami cara penetapan kadar suatu senyawa

dalam suatu sediaan dengan menggunakan metode tertentu. I.2.2 Tujuan Percobaan Mengetahui dan memahami cara analisis dan penetapan kadar zat pengawet dari sampel kecap, saus, dan selei.

I.3

Prinsip Percobaan 1. Kualitatif Pengidentifikasian senyawa Natrium Benzoat berdasarkan

terbentuknya endapan cokelat dengan penambahan pereaksi FeCl3 pada larutan yang telah dibasahkan menggunakan NH4OH. 2. Kuantitatif Penentuan kadar natrium benzoat dengan menggunakan metode alkalimetri dengan larutan baku NaOH 0,1N dimana digunakan pereaksi etanol encer P dan indikator fenolftalein sehingga titik akhir titrasi terjadi perubahan warna menjadi merah muda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1

Teori Umum Bahan Tambahan Pangan (BTP) merupakan bahan-bahan yang

ditambahkan ke dalam makanan selama proses produksi, pengolahan, pengemasan, atau penyimpanan untuk tujuan tertentu. Menurut PP No. 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi pangan, BTP didefinisikan sebagai bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat dan bentuk pangan.(3) Menurut Codex alimelarius committee, BTP didefinisikan sebagai bahan yang tidak lazim dikonsumsi sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan komposisi khas makanan, dapat bernilai gizi atau tidak bernilai gizi, ditambahkan ke dalam makanan dengan sengaja untuk membantu teknik pengolahan makanan baik dalam proses pembuatan, pengolahan, penyiapan perlakuan, pengepakan, pengangkutan, dan penyimpanan produk olahan, agar menghasilkan suatu makanan yang lebih baik atau secara nyata mempengaruhi khas makanan tersebut.(3) Penggunaan BTP diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1168/Menkes/Per/x/1999 pemerintah mengizinkan penggunaan BTP yang tidak mempunyai resiko terhadap kesehatan manusia dan melarang penggunaan BTP yang berbahaya, seperti boraks dan senyawanya, atau melampaui ambang batas yang diperbolehkan. Produk

pangan yang mengandung BTP yang dinyatakan terlarang tidak diizinkan beredar di masyarakat dan pelanggaran terhadap aturan ini dikenakan sanksi yang tegas.(3) Alasan produsen dalam penggunaan bahan pengawet adalah (14) 1. Kebutuhan teknis Dewasa ini banyak perubahan yang terjadi, misalnya pengawet pada mentega, banyak digunakan asam sitrat dan vitamin E dari pada BHA/BHT. 2. Memperpanjang masa simpan Hal ini merupakan masalah yang sukar. Produsen dan konsumen sama-sama berkepentingan, artinya konsumen menginginkan produk lebih awet supaya tidak belanja setiap hari dan produsen pun ingin makanan cukup waktu untuk pendisribusian dan penjualannya. 3. Melengkapi teknik pengawetan Adanya pengawet membuat warna tetap selama masa distribusi. Teknik pengawetan misalnya dengan pemanasan menjadi lebih

sempurna. Artinya untuk mengawetkan suatu bahan tidak diperlukan suhu yang terlalu tinggi lagi. 4. Mengganti kehilangan antioksidan dan pengawet alami secara proses Pengawet juga berfungsi untuk menambah antioksidan yang ada pada bahan makanan secara alami dan oleh karena perlakuan pada prosesnya menjadi hilang atau berkurang.

5. Menanggulangi masalah higienis Segi higienis dalam pabrik, jauh dari memadai. Bahan pengawet dapat membantu membuat makanan tidak cepat rusak, akibat sanitasi pabrik yang kurang baik. 6. Kebutuhan ekonomi Bahan pengawet yang digunakan adalah sangat sedikit. Tetapi untungnya sangat besar karena makanan menjadi awet dan dapat disimpan dalam waktu lama. Secara garis besar pengawetan dapat dibagi dalam 3 golongan yaitu (5): 1) Cara alami Proses pendinginan 2) Cara biologis Peragian (Fermentasi) Merupakan proses perubahan karbohidrat menjadi alkohol. Zat-zat yang bekerja pada proses ini ialah enzim yang dibuat oleh sel-sel ragi. Lamanya proses peragian tergantung dari bahan yang akan diragikan. Enzim Enzim adalah suatu katalisator biologis yang dihasilkan oleh sel-sel hidup dan dapat membantu mempercepat bermacam-macam reaksi biokimia.Enzim yang terdapat dalam makanan dapat berasal dari bahan mentahnya atau mikroorganisme yang terdapat pada makanan tersebut. pengawetan secara alami meliputi pemanasan dan

Bahan makanan seperti daging, ikan susu, buah-buahan dan biji-bijian mengandung enzim tertentu secara normal ikut aktif bekerja di dalam bahan tersebut. Enzim dapat menyebabkan perubahan dalam bahan pangan. Perubahan itu dapat menguntungkan ini dapat dikembangkan semaksimal mungkin, tetapi yang merugikan harus dicegah. Perubahan yang terjadi dapat berupa rasa, warna, bentuk, kalori, dan sifat-sifat lainnya. Beberapa enzim yang penting dalam pengolahan daging adalah bromelin dari nenas dan papain dari getah buah atau daun pepaya. Enzim Bromalin Didapat dari buah nenas, digunakan untuk mengempukkan daging. Aktifitasnya dipengaruhi oleh kematangan buah, konsentrasi pemakaian, dan waktu penggunaan. Untuk memperoleh hasil yang maksimum sebaiknya digunakan buah yang muda. Semakin banyak nenas yang digunakan, semakin cepat proses bekerjanya. Enzim Papain Berupa getah pepaya, disadap dari buahnya yang berumur 2,5~3 bulan. Dapat digunakan untuk mengepukan daging, bahan penjernih pada industri minuman bir, industri tekstil, industri penyamakan kulit, industri pharmasi dan alat-alat kecantikan (kosmetik) dan lain-lain. Enzim papain biasa diperdagangkan dalam bentuk serbuk putih kekuningan, halus, dan kadar airnya 8%. Enzim ini harus disimpan dibawah suhu 60 o C.Pada 1 (satu) buah pepaya dapat dilakukan 5 kali sadapan. Tiap

sadapanmenghasilkan + 20 gram getah. Getah dapat diambil setiap 4 hari dengan jalan menggoreskan buah tersebut dengan pisau. 3) Cara Kimiawi Menggunakan bahan-bahan kimia, seperti gula pasir, garam dapur, nitrat, nitrit, natrium benzoat, asam propionat, asam sitrat, garam sulfat, dan lain-lain. Proses pengasapan juga termasuk cara kimia sebab bahanbahan kimia dalam asap dimasukkan ke dalam makanan yang diawetkan. Apabila jumlah pemakaiannya tepat, pengawetan dengan bahan-bahan kimia dalam makanan sangat praktis karena dapat menghambat berkembang biaknya mikroorganisme seperti jamur atau kapang, bakteri, dan ragi. Beberapa persyaratan yang umum untuk bahan pengawet kimia, antara lain : PUSTAKA 1. Memberi arti ekonomis dari pengawetan. 2. Digunakan hanya apabila cara-cara pengawetan yang lain tidak mencukupi atau tidak tersedia. 3. Memperpanjang umur simpan dalam pangan. 4. Tidak menurunkan kualitas ( warna, cita rasa dan bau ) bahan pangan yang diawetkan. 5. Mudah dilarutkan. 6. Menunjukkan sifat-sifat anti mikroba pada jenjang pH pangan yang diawetkan. 7. Aman dalam jumlah yang diperlukan.

8. Mudah ditentukan dengan analisis kimia. 9. Tidak menghambat enzim-enzim pencernaan. 10. Tidak dekomposisi atau tidak bereaksi untuk membentuk suatu Senyawa. 11. Mudah dikontrol dan didistribusikan secara merata dalam bahan pangan 12. Mempunyai spektra antimikroba yang luas yang meliputi macammacam pembusukan oleh mikroba yang berhubungan dengan bahan pangan yang diawetkan. Zat pengawet terdiri dari senyawa organik dan senyawa anorganik dalam bentuk asam dan garamnya.(18). 1. Pengawet Organik Zat pengawet organik lebih banyak dipakai dari pada zat pengawet anorganik karena pengawet organik lebih mudah dibuat dan dapat terdegradasi sehingga mudah diekskresikan. Bahan pengawet organik yang sering digunakan adalah: asam sorbat, asam propianat, dan asam benzoat. 2. Pengawet Anorganik Pengawet anorganik yang masih sering dipakai dalam bahan makanan adalah: nitrit, nitrat dan sulfit. Banyak cara yang telah dilakukan untuk mengawetkan bahan pangan, misalnya pengalengan makanan, diawetkan (asinan/manisan) dalam botol, pendinginan, pemanasan, pengeringan dan penggaraman. Dalam melakukan pengawetan biasanya

digunakan bahan kimia dan dewasa ini penggunaanya semakin bertambah karena merupakan salah satu pilihan yang menguntungkan bagi produsen makanan olahan. Berikut ini adalah bahan tambahan pangan yang aman menurut SK Menkes no.722/Menkes/Per/IX/88 : (8) No Nama Pengawet Penggunaan dalam Pangan Ukuran Maksimum yang diijinkan 1 Benzoat (dalam bentuk asam, atau garam kalium atau natrium benzoat) Untuk mengawetkan minuman ringan dan kecap Sari buah, saus tomat, saus 1 gr/kg sambal, manisan, jem dan jelly 2 Propionat (dalam bentuk asam, atau garam kalium atau natrium propionat) 3 Nitrit dan Nitrat Untuk mengawetkan daging 125 mg nirit/kg atau olahan atau yang diawetkan seperti sosis 4 Sorbat Untuk mengawetkan margarine 5 Sulfit Pekatan sari nenas 500 kg/kg 1 gr/kg 500 mg nitrat/kg Keju olahan 3 gr/kg 600 gr/kg

Tabel 2. Pengaruh Beberapa Bahan Pengawet bagi Kesehatan Bahan Pengawet Ca-benzoat Sari Produk Pangan buah, Pengaruh terhadap Kesehatan

minuman Dapat menyebabkan reaksi

ringan, minuman anggur merugikan pada asmatis dan manis, ikan asin Sulfur (SO2) yang peka terhadap aspirin menyebabkan lambung, serangan genetik,

dioksida Sari buah, cider, buah Dapat kering, kacang kering, pelukaan mempercepat asma,

sirup, acar

mutasi

kanker dan alergi K-nitrit Daging komet, daging Nitrit dapat mempengaruhi

kering, daging asin, pikel kemampuan sel darah untuk daging membawa menyebabkan oksigen, kesulitan

bernafas dan sakit kepala, anemia, muntah Ca-/Napropionat Na-metasulfat Asam sorbat Produk roti dan tepung Produk roti dan tepung Migraine, kesulitan tidur Alergi kulit kelelahan, radang ginjal,

Produk jeruk, keju, pikel Pelukaan kulit

dan salad Natamysin Produk daging dan keju Dapat menyebabkan mual, muntah, tidak nafsu makan, diare dan pelukaan kulit K-asetat BHA Makanan asam Merusak fungsi ginjal

Daging babi segar dan Menyebabkan penyakit hati sosisnya, minyak sayur, dan kanker shortening, kentang, instant teas pizza kripik beku,

Natrium Benzoat (4) Natrium Benzoat dikenal juga dengan nama Sodium Benzoat atau Soda Benzoat. Bahan pengawet ini merupakan garam asam benzoate, yaitu lemak tak jenuh ganda yang telah disetujui penggunaannya oleh FDA dan telah digunakan oleh produsen makanan dan minuman selama lebih dari 80 tahun untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme. Natrium benzoat lebih efektif menghambat khamir dan bakteri dari jamur dan mempertahankan keasaman makanan seperti jam, sirup, jeli, pickle, sosis dan sari buah. Mekanisme kerja Natrium benzoat sebagai bahan pengawet adalah berdasarkan permeabilitas membran sel mikroba terhadap molekulmolekul asam benzoat tidak terdisosiasi. Dalam suasana pH 4,5 molekul-

molekul asam benzoat tersebut dapat mencapai sel mikroba yang membran selnya mempunyai sifat permeable terhadap molekul-molekul asam benzoat yang tidak terdisosiasi. Sel mikroba yang mempuyai pH cairan sel netral akan dimasuki molekul-molekul asam benzoat, maka molekul tersebut akan terdisosiasi dan menghasilkan ion-ion H+, sehingga akan menurunkan pH mikroba tersebut. Akibatnya metabolisme sel akan terganggu dan akhirnya sel mati. Acceptable Daily Intake ( ADI ) adalah suatu batasan berapa banyak konsumsi bahan tambahan makanan yang dapat diterima dan dicerna setiap hari seumur hidup tanpa mengalami resiko kesehatan. ADI dihitung berdasarkan berat badan konsumen. ADI dinyatakan dalam satuan mg bahan tambahan makanan per kg berat badan. ADI untuk natrium benzoate adalah 1 g/kg berat badan (12) Sifat Fisika dan Kimia Asam Benzoat Asam benzoat (C6H5COOH) dan natrium benzoat (C6H5COONa). Asam Benzoat (BM 122.1) dan Natrium Benzoat (BM 144.1) telah banyak digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba dalam makanan. Asam benzoat juga disebut sebagai asam fenilformat atau asam benzenkarboksilat. Kelarutan asam benzoat dalam air sangat rendah

(0,18, 0.27, dan 2,2 g larut dalam 100 ml air pada 4, 18, dan 75 0 C ) (Chipley 2005). Asam benzoat termasuk asam lemah (konstanta disosiasi pada 250 C adalah 176.335 x 10-5 dan pKa 4.19), sangat larut dalam etanol dan sangat sedikit larut dalam benzene dan aceton (15).

Asam Benzoat sangat sedikit larut dalam air dingin tetapi larut dalam air panas, dimana ia akan mengkristal setalah didinginkan; asam benzoat larut dalam alkohol dan eter dan jika direaksikan dengan larutan besi (III) klorida akan membentuk endapan besi (III) benzoat basa berwarna coklat dari larutan-larutan netral. Boraks Boraks atau dalam nama ilmiahnya dikenal sebagai sodium

tetraborate decahydrate merupakan bahan pengawet yang dikenal masyarakat awam untuk mengawetkan kayu, antiseptik kayu dan pengontrol kecoa. Tampilan fisik boraks adalah berbentuk serbuk kristal putih. Boraks tidak memiliki bau jika dihirup menggunakan indera pencium serta tidak larut dalam alkohol. Indeks keasaman dari boraks diuji dengan kertas lakmus adalah 9,5, ini menunjukkan tingkat keasaman boraks cukup tinggi. (20). Asam borat atau boraks (boric acid) merupakan zat pengawet berbahaya yang tidak diizinkan digunakan sebagai campuran bahan makanan. Boraks adalah senyawa kimia dengan rumus Na 2B4O7 10H2O berbentuk kristal putih, tidak berbau dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Dalam air, boraks berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat (17). Senyawa asam borat ini mempunyai sifat-sifat kimia sebagai berikut: jarak lebur sekitar 171C, larut dalam 18 bagian air dingin, 4 bagian air mendidih, 5 bagian gliserol 85% dan tak larut dalam eter.

Kelarutan dalam air bertambah dengan penambahan asam klorida, asam sitrat atau asam tetrat. Mudah menguap dengan pemanasan dan

kehilangan satu molekul airnya pada suhu 100C yang secara perlahan berubah menjadi asam metaborat (HBO2). Asam borat merupakan asam lemah dan garam alkalinya bersifat basa. Satu gram asam borat larut sempurna dalam 30 bagian air, menghasilkan larutan yang jernih dan tak berwarna. Asam borat tidak tercampur dengan alkali karbonat dan hidroksida (19). Boraks merupakan racun bagi semua sel. Pengaruhnya terhadap organ tubuh tergantung konsentrasi yang dicapai dalam organ tubuh. Karena kadar tertinggi tercapai pada waktu diekskresi maka ginjal merupakan organ yang paling terpengaruh dibandingkan dengan organ yang lain. Dosis tertinggi yaitu 10-20 gr/kg berat badan orang dewasa dan 5 gr/kg berat badan anak-anak akan menyebabkan keracunan bahkan kematian. Sedangkan dosis terendah yaitu dibawah 10-20 gr/kg berat badan orang dewasa dan kurang dari 5 gr/kg berat badan anak-anak (13). Formalin Larutan formaldehida atau larutan formalin dengan rumus molekul CH2O mempunyai nama dagang formalin, formol, atau mikrobisida mengandung kirakira 37% gas formaldehida dalam air. Biasanya

ditambahkan 1015% methanol untuk menghindari polimerisasi (16) Formalin bisa berbentuk cairan jernih, tidak berwarna, dan berbau menusuk, atau berbentuk tablet dengan berat masing-masing 5 gram (13)

Formaldehida

mempunyai sifat antimikroba karena kemampuannya

menginaktivasi protein dengan cara mengkondensasi asam amino bebas dalamprotein menjadi campuran lain. Kemampuan dari formaldehida meningkat seiring dengan peningkatan suhu (16). Karena kemampuan tersebut, maka formalin digunakan sebagai pengawet. Sebenarnya formalin adalah bahan pengawet yang digunakan dalam dunia kedokteran, misalnya sebagai bahan pengawet mayat dan hewan-hewan untuk keperluan penelitian. Selain sebagai bahan

pengawet, formalin juga memiliki fungsi lain sebagai berikut. a. Zat antiseptik untuk membunuh mikroorganisme. b. Desinfektan pada kandang ayam dan sebagainya. c. Antihidrolik (penghambat keluarnya keringat) sehingga digunakan sebagai bahan pembuat deodoran. d. Bahan campuran dalam pembuatan kertas tisu untuk toilet. e. Bahan baku industri pembuatan lem plywood, resin, maupun tekstil.(13) Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1168/Menkes/Per/X/1999 ditegaskan bahwa formalin dilarang digunakan dalam makanan. Hal itu mengingat bahaya serius yang akan dihadapi jika formalin masuk ke dalam tubuh manusia. Formalin akan menekan fungsi sel, menyebabkan kematian sel, dan menyebabkan keracunan (11)

II.2

Uraian Bahan

1. Aquades (1) Nama resmi Nama lain RM / BM Pemerian : Aqua destillata : Air suling : H2O / 18,02 : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa Penyimpanan 2. Alkohol (1) Nama Resmi Nama Lain RM / BM Pemerian : Aethanolum : Alkohol : C2H5OH / 46,0 : Cairan mudah terbakar, jerinih, bau merangsang, mudah menguap pada suhu rendah, rasa terbakar Penyimpanan 3. HCl (1) Nama resmi Nama lain RM / BM Pemerian : Acidum hydrochloridum : Asam klorida : HCl / 36.46 : Cairan, tidak berwarna, berasap, bau merangsang. Jika diencerkan dengan 2 bagian air, asap dan bau hilang Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat : Dalam wadah tertutup rapat : Dalam wadah tertutup baik

4. NaOH (2) Nama Resmi Nama Lain RM / BM Pemerian : Natrii hydrxydum : Natrium hidroksida : NaOH / 40,0 : Putih atau praktis putih, massa hablur, berbentuk pekat, serpihan atau batang atau bentuk lain. Keras, Rapuh dan menunjukkan pecahan hablur. Bila dibiarkan di udara, akan cepat menguap menjadi CO2 dan lembab Kelarutan Penyimpanan : Mudah larut dalam air dan dalam etanol : Dalam wadah tertutup rapat

5. Natrium Benzoat (1) Nama Resmi Nama Lain RM/BM RB : Natrii Benzoicum : Natrium Benzoat : C7H5NaO2 /144,11 :

Pemerian

: Butiran atau serbuk hablur putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau.

Kelarutan

: Larut dalam 2 bagian air dan dalam 90 bagian etanol (95%)

Penyimpanan Kegunaan

: Dalam wadah tertutup baik : Zat pengawet

6. Asam benzoat (1) Nama resmi Nama lain RM/BM RB : Acidum benzoicum : Asam benzoat : C7H6O2 / 122,12 :

Pemerian

: Hablur halus dan ringan, tidak berwarna, berbau.

tidak

Kelarutan

: Larut dalam lebih kurang 350 bagian air, dalam lebih kurang 3 bagian etanol (95%) P, dalam 8 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter.

Penyimpanan Khasiat

: Dalam wadah tertutup baik : Antiseptikum ekstern, antijamur

FeCl3 Amonia PP Eter

II.3

Prosedur Preparasi a. Kedalam 100 gram sampel ditambahkan 15 gram NaCl dan dipindahkan campuran kedalam labu takar 500 ml. cuci wadah semula degan lebih kurang 150 ml larutan NaCl jenuh. Tambahkan NaOH 10% sampai alkali. Kemudian tempatkan sampai tanda batas degan larutan NaCl jenuh. Biarkan selama sedikitnya 2 jam. Kocok. Setiap selang waktu tertentu, sentrifuge jika perlu, kemudian saring. (2) b. Ditimbang 75 gram sampel dan 7,5 gram Kristal NaCl, masukkanke dalam labu ukur 250 ml. kemudian bilas dengan larutan NaCl jenuh 75 ml. larutan dibuat sedikit alkalis dengan menggunakan NaOH 10 %, cek pH dengan kertas lakmus. Lalu encerkan dengan NaCl jenuh hingga batas. Biarkan selama kurang lebih 2 jam dan saring.(6) c. Masing-masing sampel ditimbang dengan neraca analitik sekitar 100 g dan ditambahkan 15 g NaCl, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL. Selanjutnya ke dalam labu ukur tersebut ditambahkan 150 mL larutan NaCl jenuh dan NaOH 10% hingga diperoleh larutan yang bersifat alkalis. Kemudian larutan tersebut diencerkan dengan larutan NaCl jenuh sampai tanda batas dan dibiarkan selama 2 jam. Larutan tersebut dikocok setiap 30 menit dan selanjutnya disaring dengan kertas saring. Filtrat yang diperoleh kemudian diekstraksi (7)

d. Filtrat yang diperoleh pada penyiapan sampel dipipet 100 ml dan dimasukkan kedalam corong pisah, kemudian dinetralkan dengan penambahan HCl 5% sebanyak tiga kali dan ditambahkan lagi HCL 5 ml. setelah keadaan mencapai netral, selanjutnya siekdtraksi dengan pelarut dietil eter beberapa kali degan volume yang berturut-turut 70 50 40 dan 30 ml. untuk mencegah emulsi, digoyang-goyang secara kontinyu setiap kali di ekstraksi dengan gerakan rotasi. Lapisan dietil eter kemudian setiap kali ekstraksi dikumpulkan dan didestilasi dengan vakum rotavapor pada suhu 20 50oC hingga ekstrak menjadi pekat. Kemudian dikeringkan diatas penangas air. Lalu dibiarkan semalam di dalam deksikator yang berisi H2SO4 pekat. Selanjutnya ekstrak kering (asam benzoat) tersebut dilarutkan dalam labu tentukur 50 ml dengan aquades sampai batas tanda. (8)

II.4

Prosedur Kerja

II.4.1 Analisis Kualitatif a. Residu sampel dibuat alkalis dengan penambahan ammonia dan dididihkan. Setelah dingin ditambahkan FeCl3. Hasil positif jika terbentuk endapan kecoklatan. (6) b. Larutan asam benzoat hasil ekstraksi tersebut diambil sebanyak 10 mL dan ditambahkan larutan NH3 sampai larutan tersebut menjadi basa. Larutan tersebut kemudian diuapkan di atas penangas air. Residu yang diperoleh, dilarutkan dengan air panas dan disaring. Selanjutnya, ditambahkan 3-4 tetes FeCl3 0,5%. Adanya endapan yang berwarna kecoklatan menunjukkan adanya asam benzoat (7) II.4.2 Analisis Kuantitatif a. Timbang saksama 500 mg, larutkan dalam 15 ml etanol (95%) p yang telah dinetralkan terhadap larutan merah fenol p, tambahkan 20 ml air. Titrasi dengan NaOH 0,1 N menggunakan indicator larutan merah fenol P. (1) 1 ml NaOH 0,1 N setara dengan 12,21 mg C7H6O2 b. Timbang saksama lebih kurang 500 mg, larutkan dalam 25 ml etanol encer p yang telah dinetralkan degan NaOH 0,1 N. tambahkan phenolptalein LP. Titrasi dengan NaOH 1 LV sampai warna merah muda. (2) 1 ml NaOH 0,1 N setara dengan 12,21 mg C7H6O2

c. Larutan asam benzoat hasil ekstraksi dipipet sebanyak 10,0 mL dengan pipet volume, kemudian dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 mL. Larutan tersebut ditambah 2-3 tetes indikator PP dan selanjutnya dititrasi dengan larutan NaOH yang telah dibakukan dengan larutan asam oksalat sampai terjadi perubahan dari tidak berwarna menjadi merah muda yang stabil selama 15 detik. Volume larutan NaOH yang digunakan dicatat. Pengulangan titrasi dilakukan masing-masing 3 kali (7)

BAB III METODE KERJA

III.1

Alat dan Bahan

III.1.1 Alat Alat-alat yang digunakan adalah batang pengaduk, buret, cawan petri, erlenmeyer, gegep, kaca arloji, lap halus, lap kasar, lumping dan alu, pipet panjang, pipet pendek, pipet tetes, plat tetes, rak tabung, sendok tanduk, dan tabung reaksi. III.1.2 Bahan Bahan-bahan yang digunakan adalah aluminium foil, aquades, Etanol Netral, FeCl3 0,5%, Indikator fenolftalein, NaOH, NH4OH, Sampel Saos

III.2

Cara Kerja A. Analisis Kualitatif 1. Disiapkan alat dan bahan 2. Dilarutkan sampel hasil preparasi dengan air panas di tabung reaksi 3. Ditambahkan NH4OH dan FeCl3 0,5% 4. Diamati. Positif jika terjadi endapan berwarna Coklat B. Analisis Kuantitatif 1. Disiapkan alat dan bahan 2. Dilarutkan residu hasil preparasi kedalam 20 ml etanol netral

3. Ditambahkan 5 ml air 4. Ditambahkan indikator phenolptalein 2-3 tetes 5. Dititrasi dengan NaOH 6. Diamati perubahannya hingga menjadi warna pink 7. Dicatat volume titrannya dan dihitung persen kadarnya

BAB IV HASIL PENGAMATAN

IV.1

Data Pengamatan

Pengawet Kelompok Sampel Kualitatif I II III IV V VI


VII

Kuantitatif Vt = 18 ml Vt = 1,1 ml Vt = 12,5 ml Vt = 0,7 ml Vt = 1,8 ml Vt = 2,1 ml


Vt = 2,1 ml

Selai Selai Saos Sirup Selai Kecap


Saos Pentolan

Positif Positif Positif Positif Positif Positif


Positif

IV. 2 Perhitungan I. mg = Vt x Nt x BE = 18 x 0,0908 x 122,12 = 199,592 mg/10gram = 19959,2 mg/kg II. mg = Vt x Nt x BE = 1,1 x 0,0908 x 122,12 = 12,197 mg/10gram = 1219,7 mg/kg

III.

mg

= Vt x Nt x BE = 12,5 x 0,0908 x 122,12 = 138,606 mg/10 gram = 13860,6 mg/kg

IV.

mg

= Vt x Nt x BE = 0,7 x 0,0908 x 122,12 = 7,761 mg/10gram = 776,1 mg/kg

V.

mg

= Vt x Nt x BE = 1,8 x 0,0908 x 122,12 = 19,959 mg/10gram = 1995,9 mg/kg

VI.

mg

= Vt x Nt x BE = 1,8 x 0,0908 x 122,12 = 19,959 mg/10gram = 1995,9 mg/kg

VII.

mg

= Vt x Nt x BE = 2,1 x 0,0908 x 122,12 = 23,285 mg/10gram = 2328,5 mg/kg

IV.3

Reaksi

IV.3.1 Reaksi Uji Kualitatif Reaksi yang terjadi sebagai berikut : 3C6H5COOH + FeCl3 Fe(C6H5COOH)3 + 3HCl IV.3.1 Reaksi Uji Kuantitatif

Reaksi natrium benzoat dengan HCl

Reaksi Natrium benzoat dengan NaOH

BAB V PEMBAHASAN

Analisis

pengawet

sangat

penting

dilakukan

untuk

dapat

mengetahui apakah kadar dalam sediaan makanan atau bahan makanan tersebut memenuhi standar atau tidak agar penggunaannya tidak membahayakan kesehatan dari konsumen. Zat pengawet adalah bahan yang ditambahkan kedalam makanan dengan tujuan untuk menghambat kerusakan oleh mikroorganisme (bakteri, khamir, kapang) sehingga proses pembusukan dan pengasaman akibat penguraian dapat dicegah. Bahan pengawet pada makanan berfungsi menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan, menghindarkan oksidasi makanan sekaligus menjaga nutrisi makanan. Pada percobaan ini dilakukan analisis bahan pengawet pada sampel saos, dimana pada pengawet dilakukan 2 uji yaitu kualitatif dan kuantitatif. Uji kualitatif dimaksudkan untuk melihat adanya kandungan natrium benzoat dan uji kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui kadar natrium benzoat pada sampel tersebut. Sebelum dilakukan analisis terlebih dahulu dilakukan preparasi pada sampel. Pertama-tama, sampel diencerkan dengan aquades, kemudian ditambahkan dengan NaOH 10 % dan NaCl jenuh.

Penambahan NaCl disini berfungsi untuk menjenuhkan larutan sampel dari natrium benzoat menjadi asam benzoat yang larut air dengan penambahan NaOH. Penambahan NaOH berfungsi agar larutan bersifat

alkali. Disaring untuk memisahkan endapan yang terbentuk dari filtratnya. Dicek pH sampel, apabila belum alkali maka ditambahkan lagi NaOH. Ekstraksi dilakukan dengan penambahan eter 15 ml hal ini dilakukan sebanyak 2 kali. Penambahan eter dilakukan karena asam benzoat larut dalam eter dimana ada kemungkinan banyak zat lain yang tidak larut dalam eter . Dipisahkan hasil ekstraksi, diambil lapisan eter kemudian diuapkan. Pada uji kualitatif, sampel hasil preparasi ditambahkan dengan air panas hingga larut karena asam benzoat sangat sedikit larut dalam air dingin tetapi larut dalam air panas, dimana asam benzoat akan mengkristal setelah didinginkan. Kemudian ditambahkan NH4OH agar larutan menjadi basa dan ditambahkan FeCl3 dimana hasil positif terbentuk endapan cokelat. FeCl3 yang dapat membentuk endapan berwarna kecokelatan bila bereaksi dengan benzoat. Endapan yang terbentuk adalah Besi(III) benzoat, [Fe(C6H5COOH)3]. Pada uji kuantitatif, sampel hasil preparasi dilarutkan dalam 20 ml etanol netral, maksudnya etanol tersebut netral terhadap indikator PP sehingga etanol yang bersifat sedikit asam tidak memberikan pengaruh terhadap perubahan warna indikator PP saat titrasi dengan menggunakan titran NaOH. Etanol tidak ikut menyerap titran saat proses penetapan kadar asam benzoate karena dapat mengakibatkan volume titran yang digunakan untuk penetapan kadar asam benzoate menjadi lebih besar daripada yang seharusnya (hasilnya tidak valid). Kemudian ditambahkan 5

ml aquades. Ditambahkan beberapa tetes indikator PP kemudian dititrasi dengan NaOH 0,0908 N sampai berubah warna menjadi merah muda. Perubahan warna terjadi karena adanya indikator PP. Dari hasil percobaan yang dilakukan diperoleh hasil uji kualitatif positif dan uji kuantitatif dengan kadar 99,983% dengan berat 13860,6 mg/kg dimana berat sampel tersebut tidak memenuhi batas maksimum pemakaian natrium benzoate dalam makanan yang ditetapkan dalam PerMenkes RI No:722/MEN-KES/PER/IX/88 yaitu 600 mg/kg

BAB VI PENUTUP

VI.1

Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh pada sampel saos

diperoleh hasil positif karena pada uji kualitatif terbentuk endapan coklat dan kadarnya adalah 99,983 % dengan berat 13860,6 mg/kg

VI.2

Saran Diharapkan kepada asisten selalu mendampingi praktikannya pada

saat praktikum berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Depkes RI 2. Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Depkes RI 3. Anonim. 2011. Tinjauan Pustaka. Institut Pertanian Bogor . Bogor from http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47325/BAB%20I I%20Tinjauan%20Pustaka_%20I11aoc.pdf 4. Zentimer, Suyetmi. 2007. Pengaruh Konsentrasi Natrium Benzoat dan Lama Penyimpanan terhadap Mutu Minuman Sari Buah Sirsa ( Annona muricata L.) Berkabonasi. Sumatra Utara. From

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7530/1/09E00458.pdf , 27 Oktober 2012 5. Tri Margono, Detty Suryati, Sri Hartinah. 1993. Buku Panduan

Teknologi Pangan. Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDIILIPI bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation. Jakarta. From http://www.warintek.ristek.go.id/pangan/umum/pengawetan.pdf,

27 Oktober 2012 6. Waheni, Sri. 2009. Penentuan Kadar Natrium Benzoat dalam Kecap secara Spektrofotometri Ultra Violet. Yogyakarta. From http://digilib.uinsuka.ac.id/3386/1/BAB%20I,%20V.pdf, 27 Oktober 2012 7. Apriyantono, A., Fardiaz D., Puspitasari N. L.,Sedarnawati, dan Budiyanto Departemen S., 1989. Petunjuk dan Laboratorium Kebudayaan Analisis Direktorat Pangan. Jendral

Pendidikan

Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bogor

8. Siaka, I M . Analisis Bahan Pengawet Benzoat pada Saos Tomat yang Beredar di Wilayah Kota Denpasar. Bukit Jimbaran. From

http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/j%20kim%20vol%203%20no%202%2 0-5.pdf, 27 Oktober 2012 9. http://www.scribd.com/doc/30235236/Bahan-Pengawet-Dalam-ProdukPangan diakses pada tanggal 27 Oktober 2012 10. Anonim. 1988. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

722/MenKes/Per/IX/1988. Bahan Tambahan Makanan. Jakarta 11. Khomsan, A. & Anwar, F., 2008. Sehat Itu Mudah, Wujudkan Hidup Sehat dengan Makanan Tepat. Jakarta: PT Mizan Publika. 12. Winarno, F.G. dan T.S. Rahayu. 1994. Bahan Tambahan untuk

Makanan Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. 13. Saparinto, C. & Hidayati, D., 2006. Yogyakarta: Kanisius 14. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta 15. World Health Organization. (2000). Air Quality Guidelines for Europe. Copenhagen, Denmark 16. Cahyadi, W., 2009. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara 17. Syah, D. (2005). Manfaat Dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Himpunan Alumni Fakultas Tehnologi Pertanian IPB. Jakarta. Bahan Tambahan Pangan.

18. Rohman A, Sumantri. 2007. Analisis Makanan. Yogyakarta: Gadjah Mada Uni-versity Press. 19. Cahyadi, Wisnu. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan

Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara 20. Bambang. 2008. Lampung. Dampak Penggunaan Formalin dan Borax.

You might also like