You are on page 1of 40

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Karena kemajuan tehnik diagnosa pada dewasa ini, kasus-kasus intrakranial menjadi lebih sering dilaporkan. Pada umumnya, tumor intrakranial timbul dengan cepat dan progressif, sehingga mendorong penderitanya untuk segera mendapatkan pengobatan ke dokter. Namun tidak demikian hanya dengan kasus-kasus meningioma dimana penderita datang pada keadaan yang sudah lanjut dan tentunya ukuran tumor sudah menjadi sangat besar. Bahkan oleh karena perjalanannya yang sangat lambat sebagian besar kasus tanpa disertai adanya gejala-gejala klinik. Meningioma yang kecil atau dengan gejala yang minimal sering kali ditemukan secara kebetulan. Dari semua otopsi tumor, dilaporkan terdapat 1,44% meningioma intrakranial yang sebagian besar tanpa adanya gejala-gejala klinik. Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum diketahui dari meningioma. Tumor otak yang tergolong jinak ini secara histopatologis berasal dari sel pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang mengalami granulasi dan perubahan bentuk. Meningioma intrakranial merupakan tumor kedua yang tersering disamping Glioma, dan merupakan 13-20% dari tumor susunan saraf pusat. Etiologi dari tumor ini diduga berhubungan dengan genetic, terapi radiasi, hormone sex, infeksi virus dan riwayat kepala. Patofisiologi terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas.

1.2 Tujuan 1.2.1. Tujuan umum Setelah menyelesaikan tinjauan pustaka ini diharapkan mahasiswa dapat mengerti, memahami dan menjelaskan mengenai meningioma. 1.2.2. Tujuan khusus Setelah mempelajari tinjauan pustaka ini, diharapkan mahasiswa mampu : 1. Memahami dan menjelaskan definisi meningioma. 2. Memahami dan menjelaskan etiologo meningioma. 3. Memahami dan menjelaskan patofisiologi meningioma. 4. Memahami dan menjelaskan faktor resiko dari meningioma. 5. Memahami dan menjelaskan penatalaksanaan dari meningioma. 1.3 Manfaat 1.1.1. Bagi penulis. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan karya tulis ilmiah ini adalah untuk menambah pengetahuan bagi penulis tentang penyakit meningioma terutama mengenai penegakan diagnosa dan penatalaksanaan penyakit tersebut. 1.1.2. Bagi pembaca. 1. Dapat meningkatkan pengetahuan tentang meningioma. 2. Dapat meningkatkan pengetahuan tentang penegakan diagnosa dan penatalaksanaan meningioma bagi teman sejawat. 3. Membantu memberikan informasi tambahan pada pembaca mengenai meningioma.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI Meningioma adalah tumor otak jinak yang berasal dari sel-sel yang terdapat pada lapisan meningen serta derivat-derivatnya. Di antara sel-sel meningen itu belum dapat dipastikan sel mana yang membentuk tumor tetapi terdapat hubungan erat antara tumor ini dengan vili arachnoid. Tumbuhnya meningioma kebanyakan di tempat ditemukan banyak vili arachnoid. Dari observasi yang dilakukan Mallary (1920) dan didukung Penifield (1923) didapatkan suatu konsep bahwa sel yang membentuk tumor ini ialah fibroblast sehingga mereka menyebutnya arachnoid fibroblast atau meningeal fibroblast. Meningioma berasal dari leptomening yang biasanya berkembang jinak. Chusing, 1922 menamakannya meningioma karena tumor ini yang berdekatan dengan meningen. Ahli patologi pada umumnya lebih menyukai label histology dari pada label anatomi untuk suatu tumor. Namun istilah meningioma yang diajukan Cushing (1922) ternyata dapat diterima dan didukung oleh Bailey dan Bucy (1931). Orville Bailey (1940) mengemukakan bahwa sel-sel arachnoid berasal dari neural crest, sel-sel arachnoid disebut Cap cells; pendapat ini didukung Harstadius (1950), bermula dari unsure ectoderm. Zuich tetap menggolongkan meningioma ke dalam tumor mesodermal.

Gambar 2.1. lokasi meningioma.

2.2. ANATOMI MENINGEN Meningea adalah suatu selaput jaringan ikat yang membungkus enchepalon dan medulla spinalis. Terdiri dari duramater, arachnoid dan piamater, yang letaknya berurutan dari superfisial ke profunda. Bersama-sama arachnoid dan piamater disebut leptomening. Duramater terdiri dari jaringan fibrous yang kuat, berwarna putih, terdiri dari lamina meningialis dan lamina endostealis. Pada medulla spinalis lamina endostealis melekat erat pada dinding canalis vertebralis, menjadi endosteum (=periosteum), sehingga di antara lamina meningialis dan lamina endostealis terdapat spatium extradualis (spatium epiduralis) yang berisi jaringan ikat longgar, lemak dan pleksus venosus. Antara duramater dan arachnoid terdapat spatium subdurale yang berisi cairan lymphe. Pada enchepalon lamina endostealis melekat erat pada permukaan interior cranium, terutama pada sutura, basis crania dan tepi foramen occipital magnum. Lamina meningialis mempunyai permukaan yang licin dan dilapisi oleh suatu lapisan sel, dan membentuk empat buah septa, yaitu : 1. Falx cerebri 2. Tentorium cerebelli 3. Falx cerebelli 4. Diaphragma sellae

Gambar 2.2.1 : Lapisan Meningen

Gambar 2.2.3 : Kavitas Kranium

Arachnoid bersama-sama dengan piamater disebut leptomeninges. Kedua lapisan ini dihubungkan satu sama lain oleh trabekula arachnoidae. Arachnoid adalah suatu selubung tipis, membentuk spatium subdurale dengan duramater. Antara arachnoid dan piamater terdapat spatium subarachnoideum yang berisi liquor cerebrospinalis. Arachnoid yang membungkus basis serebri berbentuk tebal sedangkan yang membungkus facies superior cerebri tipis dan transparan. Arachnoid membentuk tonjolan-tonjolan kecil disebut granulation arachnoidea, masuk kedalam sinus venosus, terutama sinus sagitalis superior. Lapisan disebelah profunda meluas ke dalam gyrus cerebri dan diantara folia cerebri, membentuk tela choridea venticuli. Dibentuk oleh serabut-serabut reticularis dan elastic, ditutupi oleh pembuluhpembuluh darah cerebral. Piamater terdiri dari lapisan sel mesodermal tipis seperti endothelium. Berlawanan dengan arachnoid, membrane ini menutupi semua permukaan otak dan medulla spinalis.

Gambar 2.2.4 : kulit kepala, kalvaria dan meningen 2.3. EPIDEMIOLOGI Meningioma dapat dijumpai pada semua umur, namun paling banyak dijumpai pada usia pertengahan. Meningioma dapat terjadi pada semua usia namun jarang didapatkan pada bayi dan anak-anak.Angka tertinggi penderita meningioma adalah pada usia 50-60 tahun. Meningioma 6omogeny6ial merupakan 15-20% dari semua tumor primer di region ini. Meningioma juga 6omo timbul di sepanjang kanalis spinalis, dan frekuensinya 6omogeny lebih tinggi dibandingkan tumor lain yang tumbuh di region ini. Di 6omogeny6ial, meningioma banyak ditemukan pada wanita 6omogeny6i pria (2:1), sedangkan pada kanalis spinalis lebih tinggi lagi (4:1). Meningioma pada bayi lebih banyak pada pria. 2.4. ETIOLOGI Faktor-faktor terpenting sebagai penyebab meningioma adalah trauma, kehamilan, dan virus. Pada penyelidikan dilaporkan 1/3 dari meningioma mengalami trauma. Pada beberapa kasus ada hubungan langsung antara tempat terjadinya trauma dengan tempat timbulnya tumor. Sehingga disimpulkan bahwa penyebab timbulnya meningioma adalah trauma. Beberapa penyelidikan berpendapat hanya sedikit bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara meningioma dengan trauma.

Dilaporkan juga bahwa meningioma ini sering pada akhir kehamilan, mungkin hal ini dapat dijelaskan atas dasar adanya hidrasi otak yang meningkat pada saat itu. Teori lain menyatakan bahwa virus dapat juga sebagai penyebabnya. Pada penyelidikan dengan light microscope ditemukan virus like inclusion bodies dalam nuclei dari meningioma. Tetapi penyelidikan ini kemudian dibantah bahwa pemeriksaan electron microscope inclusion bodies ini adalah proyeksi cytoplasma yang berada dalam 7omogeny inti. Pada sisi lain, radiasi juga merupakan penyebab yang berperan. Pasien yang mendapatkan radiasi dosis kecil untuk linea kapitis dapat berkembang menjadi meningioma. Radiasi kepala dengan dosis yang besar, dapat menimbulkan meningioma dalam waktu singkat. Umumnya abnormalitas kromosom juga menjadi penyebab.

2.5. FAKTOR RESIKO Selain peningkatan usia, 7omoge lain yang dinilai konsisten berhubungan dengan risiko terjadinya meningioma yaitu, sinar radiasi pengion; 7omoge lingkungan berupa gaya hidup dan 7omogen telah dipelajari namun perannya masih dipertanyakan. Faktor lain yang telah diteliti yaitu penggunaan 7omogen endogen dan eksogen, penggunaan telepon genggam, dan variasi 7omogen atau polimorfisme. Faktor lain yang dinilai berperan adalah keadaan penyakit yang sudah ada seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan 7omogeny; pajanan timbale, pemakaian pewarna rambut, pajanan gelombang micro atau medan magnet, merokok; trauma kepala; dan alergi. Sebagian 7omoge risiko diatas dinilai tidak signifikan atau tidak konsisten bila dihubungkan dengan risiko yang ditemukan pada pasien meningioma, hal ini dpat disebabkan jumlah sampel penelitian yang sedikit, waktu follow up yang singkat, dan adanya perbedaan 7omogeny dan pajanan.

Radiasi Pengion Faktor yang dinilai memiliki bukti kuat ilmiah dalam meningkatkan risiko kejadian meningioma adalah pajanan radiasi pengion. Penelitian mengenai radiasi pengion sebagai 8omoge risiko dilakukan pada cohort tinea capitis di Israel, korban bom atom yang masih hidup, dan pasien pajanan radiasi terapeutik atau diagnostic. Bukti terkuat radiasi pengion dosis tinggi mempengaruhi insidensi meningioma ditemukan pada individu yang mendapatkan pajanan radiasi dosis tinggi dalam pengobatan tumor leher dan kepala, sedangkan contoh radiasi pengion dosis rendah sebagai factor risiko meningioma dapat diketahui dalam penelitian cohort tinea capitis. Periode laten munculnya meningioma setelah pajanan radiasi pengion bergantung pada dosis radiasi; sekitar 35,2 tahun untuk dosis rendah, 26,1 tahun untuk dosis menengah, dan 19,5 tahun umtuk dosis radiasi pengion tinggi. Dengan kata lain, usia saat dietemukannya meningioma pada seseorang semakin rendah bila dosis pajanan radiasi pengion semakin besar, selain itu dosis radiasi yang semakin tinggi memiliki kecenderungan akan munculnya tumor multiple atau sifat meningioma yang atipikal atau malignant. Hormon Melihat dari dominannya insidensi meningioma pada wanita 8omogeny8i pria, adanya ekspresi hormone pada beberapa tumor tertentu, kemungkinan adanya hubungan dengan kanker payudara dan laporan perubahan ukuran tumor saat kehamilan, siklus menstruarsi, dan menopause; beberapa peneleti menyatakan adanya hubungan antara hormone sebagai 8omoge risiko meningioma. Pada sebuah penelitian telah meneliti mengenai hubungan antara pemakaian kontrasepsi oral dan terapi pengganti hormone pada wanita pre-menopause dan post-menopause untuk melihat risiko kemungkinan meningioma secara umum data-data tidak memperlihatkan bukti yang kuat bahwa kontrasepsioral sebagai 8omoge risiko meningioma namun sebaliknya pemakaian terapi pengganti hormone mengindikasikan kemungkinan hubungan sebagai 8omoge risiko. Wigertz dan kawan-kawan menemukan bahwa terdapat peningkatan signifikan risiko meningioma pada wanita post-menopause di Swedia yang pernah menggunakan terapi pengganti hormone (OR [95%CI] 1.7 [1.0-2.8]), hasil ini mengkonfirmasi penemuan Jhawar dan

kawan-kawan dalam penelitian Nurse health study. Perlu diperhatikan bahwa tidak semua penelitian menunjukkan hubungan antara pemakaian terapi pengganti hormone dengan meningioma. Pemakaian telepon genggam Pertanyaan mengenai penggunaan telepon genggam dapat menyebabkan meningioma sangat marak di masyarakat namun sampai sekarang bukti yang menunjukkan hal tersebut masih sedikit. Berbagai penelitian kasus 9omogen sudah dilakukan di populasi Amerika Serikat, Eropa, dan Israel untuk mencari hubungan pemakaian telepon genggam dengan risiko tumor otak; semua penelitian di atas tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Namun demikian beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemakaian telepon genggam jangka panjang (>10tahun) menunjukkan peningkatan risiko neuroma akustik, suatu tipe glioma high grade. Genetik Sebagian besar meningioma merupakan tumor sporadic; pasien dengan lesi sporadic tidak memiliki riwayat tumor otak pada keluarganya. Sindrom 9omogen yang diketahui menjadi 9omoge risiko pertumbuhan meningioma hanya sedikit dan jarang. Meningioma dapat ditemukan pada pasien dengan NF2, sebuah kelainan autosom dominan yang disebabkan oleh mutasi pada gen NF2 di 22q12; kelainan ini memiliki insidensi 1 per 30.000 40.000 di Amerika Serikat. Namun demikian, terdapat kemungkinan banyak gen disamping NF2 yang terlibat dalam meningioma familial. Dilaporkan meningioma pada keluarga-keluarga di Swedia tanpa ditemukan adanya gen NF2, terdapat hubungan signifikan antara diagnosis meningioma dengan riwayat meningioma pada orang tua ([95% CI] 3.06 [1.84 4.79]). Penelitian cohort tinea capitis, pasien meningioma yang sebelumnya mendapat radiasi pengion lebih banyak insidensinya pada pasien yang memiliki orang tua dengan riwayat pajanan radiasi pengion; hal ini menggambarkan kerentanan 9omogen. Selain itu, sekitar 50% pasien meningioma sporadic juga memiliki mutasi pada gen NF2 atau mutasi gen lain yang melibatkan lengan kromosom 22q12.

2.6. PATOFISIOLOGI Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum diketahui dari meningioma. Tumor otak yang yang tergolong jinak ini secara histopatologis berasal dari sel pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang mengalami granulasi dan perubahan bentuk. Patofisiologi terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas. Kaskade eikosanoid diduga memainkan peranan dalam tumorogenesis dan perkembangan edema peritumoral. Tumor otak menyebabkan gangguan neurologik progresif. Gangguan neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh dua faktor : gangguan fokal disebabkan oleh tumor dan kenaikan tekanan intracranial. Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskuler primer. Serangan kejang sebagai gejala perunahan kepekaan neuron dihubungkan dengan kompesi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Bebrapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat ganggguan neurologist fokal. Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor : bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi cairan serebrospinal. Beberapa tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan oleh kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume intracranial dan meningkatkan tekanan intracranial. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel lateral ke ruangan subaraknoid menimbulkan hidrosefalus. Peningkatan tekanan intracranial akan membahayakan jiwa. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu lama untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat.

10

Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah intracranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim, kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi unkus atau serebelum yang timbul bilagirus medialis lobus temporalis bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan mesensenfalon, menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf otak ketiga. Kompresi medula oblogata dan henti pernafasan terjadi dengan cepat. Perubahan fisiologi lain terjadi akibat peningkatan intracranial yang cepat adalah bradikardia progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi), dan gangguan pernafasan.

2.7. GAMBARAN HISTOPATOLOGI Meningioma 11omogeny11ial banyak ditemukan di 11omoge parasagital, selanjutnya di daerah permukaan konveks lateral dan falx cerebri. Di kanalis spinalis meningioma lebih sering menempati region torakal. Pertumbuhan tumor ini mengakibatkan tekanan hebat pada jaringan sekitarnya, namun jarang menyebuk ke jaringan otak. Kadang-kadang ditemukan focus-fokus kalsifikasi kecil-kecil yang berasal dari psammona bodies, bahkan dapat ditemukan pembentukan jaringan tulang yang baru. Secara histologist, meningioma biasanya berbentuk globuler dan meliputi dura secara luas. Pada permukaan potongan, tampak pucat translusen atau merah kecoklatan 11omogeny serta dapat seperti berpasir. Dikatakan atipikal jika ditemukan proses mitosis pada 4 sel per lapangan pandang electron atau terdapat peningkatan selularitas, rasio small cell dan nuclei sitoplasma yang tinggi, uninterrupted patternless dan sheel-like growth. Sedangkan pada anaplastik akan ditemukan peningkatan jumlah mitosis sel, nuclear pleomorphism, abnormalitas pola pertumbuhan meningioma dan infiltrasi serebral. Imunohistokimia adanya epithelial membrane antigen (EMA) yang positif. Stain negative untuk anti-Leu 7 antibodi (positif pada Schwannomas) dan glial fibrillary acidid protein (GFAP).

11

gammbar 2.7. :gambaran histopatologi meningioma.

2.8. KLASIFIKASI Klasifikasi menurut Kernohan dan Sayre, yaitu: 1. Meningioma meningiotheliomatosa (syncytial, endothclimatous). 2. Meningioma fibroblastic 3. Meningioma angioblastik Yang terakhir ada yang menggolongkan sebagai haemangioperisitoma tipe transisional atau tipe campuran digolongkan ke dalam kelompok meningioma meningiotheliomatosa. Meningioma meningotheliomatosa Terdiri atas sel-sel uniform, berinti bulat atau oval, mengandung satu atau dua nuklcoii nyata, sedangkan membrane sel tidak jelas, sebagian dari kelompok-kelompok sel tersebut tersusun dalam lobules-lobulus membentuk massa yang solid. Jaringan ikat pada batas-batas lobules. Whorls dan psammona bodies juga merupakan gambaran khas tumor ini. Meningioma fibroblastic Terdiri atas sel-sel yang pipih yang membentuk berkas-berkas yang saling beranyaman, kadang-kadang dengan bagian-bagian menyerupai struktur palisade. Sel-sel tersebut mirip dengan fibroblast, namun inti sel identik dengan inti sel meningioma meningiomatosa. Adanya

12

serabut retikulin yang berlebihan dan serabut kolagen yang menjadi pemisah antara sel pada meningioma tipe ini, merupakan tanda yang khas. Meningioma angioblastik Terdiri atas sel-sel yang tersusun padat, batas-batas sitoplasma tidak jelas, inti sel tersusun rapat. Sel-sel tersebut umunya menempel pada dinding kapiler, namun kapiler-kapiler tersebut sebagian mengalami dilatasi, sebagian lagi kompresi, sehingga sukar untuk di identifikasi. Bailey dkk. (1928) beranggapan bahwa sel -sel tumor ini berasal dari elemen dinding pembuluh darah. Beberapa penulis melaporkan bahwa meningioma angioblastik lebih sering kambuh. WHO mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor yang telah diketahui, termasuk meningioma. Tumor diklasifikasikan melalui tipe sel dan derajat pada hasil biopsi yang dilihat di bawah mikroskop. Penatalaksanaannya pun berbeda- beda di tiap derajatnya. a. Grade I (Tipikal / Meningioma benign 90%) Meningioma tumbuh dengan lambat. Tumor tidak menimbulkan gejala, mungkin pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara periodik. Jika tumor semakin berkembang, maka pada akhirnya dapat menimbulkan gejala, kemudian

penatalaksanaan bedah dapat direkomendasikan. Kebanyakan meningioma grade I diterapi dengan tindakan bedah dan observasi secara berterusan. b. Grade II (Atipikal meningioma 6-7%) Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan grade I dan mempunyai angka kekambuhan yang lebih tinggi juga. Pembedahan adalah penatalaksanaan awal pada tipe ini. Meningioma grade II biasanya membutuhkan terapi radiasi setelah pembedahan. c. Grade III Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma malignant atau meningioma anaplastik. Meningioma malignant terhitung kurang dari 1% dari seluruh kejadian meningioma. Pembedahan adalah penatalaksanaan yang pertama untuk grade III diikuti dengan terapi radiasi. Jika terjadi rekurensi tumor, dapat dilakukan kemoterapi.

13

Meningioma juga diklasifikasikan ke dalam subtype berdasarkan lokasi dari tumor : 1. Meningioma falx dan parasagital (25% dari kasus meningioma). Falx adalah selaput yang terletak antara dua sisi otak yang memisahkan hemisfe r kiri dan kanan. Falx cerebri mengandung pembuluh darah besar. Parasagital

meningioma terdapat di sekitar falx. 2. Meningioma convexitas (20%). Tipe meningioma ini terdapat pada permukaan atas otak. 3. Menigioma sphenoid (20%) daerah sphenoidalis berlokasi pada daerah belakang mata. Banyak terjadi pada wanita. 4. Meningioma olfactorius (10%). Tipe ini terjadi di sepanjang nervus yang menghubungkan otak dengan hidung. 5. Meningioma fossa posterior (10%). Tipe ini berkembang di permukaan bawah bagian belakang otak. 6. Meningioma suprasellar (10%). Terjadi dibagian belakang sella tursica, sebuah kotak pada dasar tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitary. 7. Spinal meningioma (kurang dari 10%). Banyak terjadi pada wanita yang berumur antara 40 dan 70 tahun. Akan selalu terjadi pada medulla spinalis dapat menyebabkan gejala seperti nyeri radikuler di sekeliling dinding dada, gangguan kencing, dan nyeri tungkai. 8. Meningioma intraorbital (kurang dari 10%). Tipe ini berkembang pada atau di sekitar mata cavum orbita. 9. Meningioma intraventrikular (2%). Terjadi pada ruangan yang berisi cairan di seluruh bagian otak.

14

Gambar 2.8.2 :Lokasi umum meningioma

Tempat predileksi di ruang cranium supratentorial ialah daerah parasagital, yang terletak di krista sphenoid, parellar, dan baso-frontal biasanya gepeng atau kecil bundar. Bilamana meningioma terletak infratentorial, kebanyakan didapati dan di samping medial os petrosum di dekat sudut serebelopontin. Meningioma spinalis mempunyai kecenderungan untuk memilih tempat di bagian T.4 sampai T.8. Meningioma yang bulat sering menimbulkan penipisan pada tulang tengkorak sedangkan yang gepeng justru menimbulkan hyperostosis. Meningioma dapat tumbuh dimana saja di sepanjang meningen dan dapat menimbulkan manifestasi klinis yang sangat bervariasi sesuai dengan bagian otak yang terganggu. Sekitar 40% meningioma berlokasi di lobus frontalis dan 20% menimbulkan gejala sindroma lobus frontalis. Sindroma lobus frontalis sendiri merupakan gejala ketidakmampuan mengatur perilaku seperti impulsif, apati, disorganisasi, ketidakmampuan mengatur mood. deficit memori dan atensi, disfungsi eksekutif, dan

15

2.9. MANIFESTASI KLINIS Gejala umum yang terjadi disebabkan karena gangguan fungsi serebral akibat edema otak dan tekanan intrakranial yang meningkat. Gejala spesifik terjadi akibat destruksi dan kompresi jaringan saraf, bisa berupa nyeri kepala, muntah, kejang, penurunan kesadaran, gangguan mental, gangguan visual dan sebagainya. Edema papil dan defisit neurologis lain biasanya ditemukan pada stadium yang lebih lanjut. Gejala-gejala umum, seperti juga pada tumor intracranial yang lain misalnya sakit kepala, muntah-muntah, perubahan mental atau gejala-gejala fokal seperti kejang-kejang, kelumpuhan, atau hemiplegia. Gejala umum ini sering sudah ada sejak lama bahkan ada yang bertahun-tahun sebelum penderita mendapat perawatan dan sebelum diagnosa ditegakkan. Gejala-gejala yang paling sering didapatkan adalah sakit kepala. Gejala Minis lain yang paling sering adalah berturut-turut sebagai berikut: 1) kejang-kejang (48%) 2) gangguan visus ( 29%) 3) gangguan mental ( 13%) 4) gangguan fokal ( 10%) Tetapi timbulnya tanda-tanda dan gejala-gejala ini tergantung pada letak tumor dan tingginya tekanan intrakranial, Tanda-tanda fokal sangat tergantung dari letak tumor, gejalagejala bermacam-macam sesuai dengan fungsi jaringan otak yang ditekan atau dirusak, dapat perlahan-lahan atau cepat. Menurut Leaven gangguan fungsi otak ini penting untuk diagnosa dini. Gejala-gejala ini tirnbul akibat hemodynamic steal dalam satu hemisfer otak, antara hemisfer atau dari otak kedalam tumor.

16

Gejala umumnya seperti : a. Sakit kepala Nyeri kepala biasanya terlokalisir, tapi bisa juga menyeluruh. Biasanya muncul pada pagi hari setelah bangun tidur dan berlangsung beberapa waktu, datang pergi (rekuren) dengan interval tak teratur beberapa menit sampai beberapa jam. Serangan semakin lama semakin sering dengan interval semakin pendek. Nyeri kepala ini bertambah hebat pada waktu penderita batuk, bersin atau mengejan (misalnya waktu buang air besar atau koitus). Nyeri kepala juga bertambah beratwaktu posisi berbaring, dan berkurang bila duduk. Penyebab nyeri kepala ini diduga akibat tarikan (traksi) pada pain sensitive structure seperti dura, serabut saraf atau pembuluh darah. b. Kejang Ini terjadi bila tumor berada di hemisfer serebri serta merangsang

korteksmotorik. Kejang yang sifatnya lokal sukar dibedakan dengan kejang akibat lesi otak lainnya, sedang kejang yang sifatnya umum/general sukar dibedakan dengan kejang karena epilepsy. Tapi bila kejang terjadi pertama kali pada usia dekade III dari kehidupan harus diwaspadai kemungkinan adanya tumor otak. c. Mual muntah Lebih jarang dibanding dengan nyeri kepala. Muntah biasanya proyektil (menyemprot) tanpa didahului rasa mual, dan jarang terjadi tanpa disertai nyeri kepala. d. Edema papil Keadaan ini bisa terlihat dengan pemeriksaan funduskopi menggunakan oftalmoskop. Gambarannya berupa kaburnya batas pupil, warna pupil berubah menjadi kemerahan dan pucat, pembuluh darah melebar atau kadang-kadang tampak terputus-putus. Untuk mengetahui gambaran edema papil seharusnya kita sudah mengetahui gambaran papil normal terlebih dahulu. Penyebab edema papil ini masih diperdebatkan, tapi diduga akibat penekanan terhadap vena sentralis retinae.

17

e. Hemiparese Lebih sering didapatkan pada meningioma dibandingkan dengan. tumor-tumor intrakranial yang lain. 10% dari kasus meningiomadidapati kehimpuhan fokal, Crose dkk mendapatkan tiga dari 13 kasusnya dengan hemi parese disertai gangguan sensoris dari N V. f. Gangguan Mental Sering juga didapatkan gangguan mental, tentunya berhubungan pula dengan lokalisasi dari tumor.Dilaporkan 13% dari kasus-kasus RAAF (29) dengangangguan mental. Gejala mental seperti: dullness, confusion stupor merupakan gejala-gejala yang paling sering. Disamping gejala-gejala tersebut di atas juga sering didapatkan gangguan saraf otak (nervus cranialis) terutama yang paling sering dari kasus-kasus Grouse yaitu N II, V, VI, IXdan X. Gejala yang raenarik adalah adanya Intermittent cerebral symptoms. Pada 219 penderita dengan meningioma supra tentorial didapatkan gangguan fungsi serebral yang mendadak intermitten dan sementara dapat beberapa raenit atau lebih dari sehari. Gejala-gejala dapat berapa afasia, kelumpuhan dari muka dan lidah, hemi plegia, vertigo, buta, ataxia, hallusinasi (olfaktoris) dan kejang-kejang. Setengah dari kasus-kasus ini gangguan fungsi serebral berulangulang, karena terjadi pada usia lanjut maka seringkali diagnosa membingungkan dengan suatu infark otak atau insuffuiensia serebrovaskuler, migrain, dan multiple sclerosis. Pada umumnya C.V.A. dapat dibedakan dengan tumor intrakranial dengan adanya gejala-gejala yang mendadak dan perlahan-lahan diikuti dengan kemajuan dari gejala-gejala neurologis. Bermacam-macam gejala eurologis yang paling sering menimbulkan kesalahan diagnosa.

18

Gejala dapat pula spesifik terhadap lokasi tumor : a) Meningioma falx dan parasagital Nyeri tungkai

b) Meningioma convexitas Kejang, sakit kepala, defisit neurologis fokal, perubahan status mental

c) Meningioma sphenoid Kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapangan pandang, kebutaan dan penglihatan ganda d) Meningioma olfaktorius Kurangnya kepekaan penciuman, masalah visus

e) Meningioma fossa posterior Nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan spasme otot-otot wajah, berkurangnya pendengaran, gangguan menelan, gangguan gaya berjalan f) Meningioma suprasellar Pembengkakan duktus optikus, masalah visus

g) Spinal meningioma Nyeri pungggung, myeri dada dan lengan

h) Meningioma intraorbital Penurunan visus, penonjolan bola mata

i) Meningioma intraventrikular Perubahan mental, sakit kepala, pusing.

19

Gambar 2.9.1 : posisi klasik pada meningioma.

20

2.10. DIAGNOSA 2.10.1. Anamnesa IDENTITAS PASIEN Nama Umur Pekerjaan Agama Alamat MRS RMK : Nn. MJ : 27 tahun : Ibu rumah tangga : Kristen : Jorong : 12 Februari 2011 : 92 01 22 : benjolan di kepala

1. Keluhan Utama

2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengaku timbul benjolan di kepala bagian belakang sejak kurang lebih tiga tahun yang lalu, pada awalnya diameter benjolan sebesar dua sentimeter, semakin lama semakin membesar hingga sekarang sebesar lima sentimeter. Benjolan terasa keras dan kadang-kadang sakit bila ditekan. Pasien mengaku, pernah mengalami trauma pada kepala tepat di tempat benjolan tersebut muncul kurang lebih satu tahun sebelum munculnya benjolan, tapi setelah kurang lebih satu minggu setelahnya pembengkakan yang ditimbulkan hilang. Pasien juga mengeluhkan terjadi penurunan ketajaman penglihatan sejak kurang lebih tiga tahun yang lalu. Keluhan mengenai kedua mata tetapi dirasakan lebih berat pada mata sebelah kanan dan tidak berkurang walaupun dikoreksi dengan kacamata. Selain itu, pasien juga mengeluhkan sering sakit kepala, pada awalnya terasa di bawah

21

benjolan yang semakin lama semakin menyebar dan lebih dominant pada kepala sebelah kanan. Pasien juga mengeluh sering mengalami nyeri kepala hebat, terutama pada saat pagi hari, disertai rasa mual. Pasien kadang-kadang mendengar suara gemuruh pada telinga kanannya. Pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan pada pengecapan dan penciumannya. Sejak beberapa bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien beberapa kali mengalami kejang. Setiap kejang berlangsung selama kurang lebih lima menit berupa kekakuan seluruh tubuh dengan kedua tangan bergerak secara ritmik. Tiga bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan rasa kebal pada wajah kanan yang berlangsung sampai sekarang. Pasien juga mengaku mengalami penurunan daya ingat dalam beberapa bulan terakhir ini.Pasien mengaku telah menggunakan KB suntik selama 6 tahun

Riwayat Penyakit Dahulu Os mengaku tidak ada riwayat kejang, hipertensi ataupun kencing manis. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit serupa.

22

2.10.2. Pemeriksaan Fisik

STATUS INTERNE SINGKAT Berat Badan Tekanan Darah Suhu Badan Nadi Pernapasan Pulmo Cor Hepar Limpa Ren : 48 kg : 110/80 mmHg : 36,5 oC : 88 kali/menit, reguler, kuat angkat : 21 kali/menit, reguler : Suara napas vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing (-) : S1 dan S2 tunggal reguler : Dalam batas normal : Dalam batas normal : Dalam batas normal

STATUS LOKALIS Kepala : terdapat massa di regio oksipitalis (midline) dengan diameter 5 cm, soliter, konsistensi keras, immobile, permukaan licin, hiperemis (-), nyeri tekan (-)

23

STATUS NEUROLOGIK Kesan Umum Kesadaran : Pembicara : GCS 4 5 6 Disarti Monoton Scanning Afasia :(-) :(-) :(-) :Motorik Sensorik :(-) :(-)

Amnestik (Anomik) :(-) Kepala : Besar Asimetri Sikap Paksa Tortikolis Muka : Mask Mypathik Fullmoon Lain-lain : normal : (-) : (-) : (-) : (-) : (-) : (-) : tidak ada

Pemeriksaan Khusus 1. Rangsang Selaput Otak Kaku tengkuk Laseque Kernig : (-) : (-/-) : (-/-) Brudzinski I Brudzinski II : (-) : (-)

24

2. Saraf Otak N. I Hyp/Anosmi : (-/-) Parosmi : (-/-) N. II Visus (OD/OS): 1/~ / 2/5 Yojana penglihatan : N Melihat warna Funduscopi N. III, IV, VI Kedudukan bola mata Pergerakan bola mata : ke nasal ke temporal ke atas ke bawah : N : -

Hallusinasi : (-/-)

: normal : normal : normal : normal : normal

ke temporal bawah : normal Exophthalmus Celah mata (ptosis) PUPIL : Bentuk Lebar Perbedaan lebar Rekasi cahaya langsung Reaksi cahaya konsensuil N. V Cabang Motorik - Otot maseter - Otot temporal - Otot pterygoideus : N/N : N/N : N/N : bulat : 5 mm/ 3 mm : anisokor : </N : </N : (-/-) : (-)

25

Cabang Sensorik - Oftalmikus - Maksilaris - Mandibularis Refleks Kornea langsung : N/N : </N : </N : N/N

Reflleks kornea konsensuil : N/N N. VII Waktu diam - Kerutan dahi - Tinggi alis - Sudut mata - Lipatan nasolabial : N/N : N/N : N/N : N/N

Waktu gerak - Mengerutkan dahi - Menutup mata - Bersiul - Memperlihatkan gigi : : : :

Pengecapan 2/3 depan lidah :tdl Hiperakusis Sekresi air mata : (-/-) : N/N

26

N. VIII Vestibular - Vertigo - Nistagmus - Tinitus Aureum - Tes kalori Cochlearis - Rinne - Weber - Schwabah - Tuli Konduktif - Tuli perseptif N. IX, X Bagian Motorik - Suara - Menelan - Kedudukan arcus pharinx - Kedudukan uvula - Pergerakan arcus pharinx / uvula - Detak jantung - Bising Usus Bagian Sensorik - Pengecapan 1/3 belakang lidah Reflek muntah Reflek palatum Mole : tdl : tdl : tdl : N : N : N/N : sentral : N : N : N : tdl : tdl : tdl : tdl : tdl : (-) : (-) : N/N : tde

27

N. XI Mengangkat bahu Memalingkan wajah N. XII Kedudukan lidah waktu istirahat Kedudukan lidah waktu bergerak Atrofi Fascikulasi / Tremor Kekeuatan lidah menekan pipi : : : : : di tengah di tengah (-/-) (-/-) N/N : N/N : N/N

Sistem Motorik 5 5 5 5
dalam batas normal

3. Refleks-Refleks Reflex fisiologis Refleks biseps Refleks triceps Refleks patella Refleks Achiles Refleks patologis Tungkai Refleks babinsky Refleks Chaddock Lengan Refleks Hoffman tromer : (-/-) : (-/-) : (-/-) : +/+ : +/+ : +/+ : +/+

28

4. Susunan Saraf Otonom Miksi Defekasi Sekresi keringat Salivasi Gangguan vasomotor Ortostatik hipotensi 5. Pemeriksaan radiologic CT Scan : Tampak Lesi massa hyperdens, semisolid dengan central necrosis pada left occipital lobe. Strong contrast enhancment 55x40x70mm Mass Effect (+) Midline Shift (+) ke kiri 1,76 cm System Cysterm menyempit dan ventrikel menyempit Sulci dan Gyri Hemisphere Dextra et Sinistra tampak menyempit Orbita et retroorbita normal Lain lain tak tampak kelainan, regio nasopharynx tak tampak kelainan Kesimpulan : Mendukung Meningioma pada Right Occipital Lobe 55x45x70mm 6. Pemeriksaan Tambahan Laboratorium Darah Rutin Hb Leukosit Eritrosit : 15,4 g/dl : 11.100 mg/ul : 5,43 juta/ul : N : N : N : N : (-) : (-)

29

Hematokrit Trombosit Laboratorium Kimia Darah Ureum Kreatinin Albumin SGOT SGPT PT APTT

: 42 % : 342.000/ul

: 21 mg/dL : 0,9 mg/dL : 5,1 g/dl : 30 : 59 : 12,7 : 26,8

7. Diagnosis Kerja 1. Meningioma

30

2.10.3. Pemeriksaan Labor dan Penunjang

Pemeriksaan labor Pembiakan jaringan (Tissue Culture) Sejak tahun 1928 pembiakan jaringan meningioma telah dilakukan, tetapi tidak didapatkan bentuk-bentuk pertumbuhan, sampai COSTERO dkk pada tahun 1955 mendapatkan pertumbuhan meningioma whorls yang khusus. Bentuk whorls tidak selalu didapatkan pada semua pembiakan jaringan meningioma, tetapi whorls ini merupakan tanda khas adanya meningioma dan tidak pernah didapatkan pada tumor-tumor yang lain baik intra maupun ekstraserebral.

Pemeriksaan Penunjang Dahulu mendiagnosa suatu tumor otak, selain klinis peranan radiologi sangat besar. Dahulu angiografi, kemudian CT Scan dan terakhir MRI; terutama untuk tumor-tumor di daerah fossa posterior, Karena CT Scan sukar mendiagnosis tumor otak akibat banyaknya artefak, sekalipun dengan kontras. Dengan MRI suatu tumor dapat dengan jelas tervisualisasi melalui di potongan 3 dimensi sehingga memudahkan ahli bedah saraf untuk dapat menentukan teknik operasi atau menentukan tumor tersebut tidak dapat di operasi mengingat risiko atau komplikasi yang akan timbul. 1. Foto polos Hiperostosis adalah salah satu gambaran mayor dari meningioma pada foto polos. Di indikasikan untuk tumor pada meningen. Tampak erosi tulang dan dekstruksi sinus sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik pada tulang tengkorak. Pembesaran pembuluh darah mening menggambarkan dilatasi arteri meningea yang mensuplai darah ke tumor. Kalsifikasi terdapat pada 20-25% kasus dapat bersifat fokal maupun difus.

31

2. CT Scan Meningioma mempunyai gambaran yang agak khas tetapi tidak cukup spesifik apabila diagnosis tanpa dilengkapi pemeriksaan angiografi dan eksplorasi bedah. Angiografi penting untuk menentukan suplai pembuluh darah ke meningiomanya dan untuk menilai efek di sekitar struktur arteri dan venanya. CT tanpa kontras Kebanyakan meningioma memperlihatkan lesi hiperdens yang homogen atau berbintikbintik, bentuknya reguler dan berbatas tegas. Bagian yang hiperdens dapat memperlihatkan gambaran psammomatus calcifications. Kadang-kadang meningioma memperlihatkan komponen hipodens yang prominen apabila disertai dengan komponen kistik, nekrosis, degenerasi lipomatous atau rongga-rongga.

Gambar 2.10 : Meningioma otak. CT-scan nonkontras menunjukkan meningioma fossa media. Massa kalsifikasi melekat pada anterior tulang petrous kanan. Terlihat kalsifikasi berbentuk cincin dan punctata. Tidak terlihat adanya edema.

32

CSF yang loculated Sepertiga dari meningioma memperlihatkan gambaran isodens yang biasanya dapat dilihat berbeda dari jaringan parenkim di sekitarnya dan, hampir semua lesi-lesi isodens ini menyebabkan efek masa yang bermakna.

CT dengan kontras Semua meningioma memperlihatkan enchancement kontras yang nyata kecuali lesi-lesi dengan perkapuran. Pola echancement biasanya homogeny tajam (intense) dan berbatas tegas. Duramater yang berlanjut ke lesinya biasanya tebal, tanda yang relative sspesifik karena bias tampak juga pada glioma dan metastasis. Disekitar lesi yang menunjukkan enchancement, bisa disertai gambaran hypodense semilunar collar atau berbentuk cincin. Meningioma sering menunjukkan enchancement heterogen yang kompleks. 3. Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI merupakan pencitraan yang sangat baik digunakan untuk mengevaluasi meningioma. MRI memperlihatkan lesi berupa massa,dengan gejala tergantung pada lokasi tumor berada. 4. Angiografi Umunya meningioma merupakan tumor vascular. Dan dapat menimbulkan gambaran spoke wheel appearance. Selanjutnya arterid a n k a p i l e r m e m p e r l i h a t k a n g a m b a r a n vascular ya n g homogen d a n prominen yang disebut dengan mother and law

phenomenon. Tanda-tanda yang menyesatkan (False Localizing Signs = FLS) FLS dari tumor-tumor intrakranial adalah tanda-tanda yang tidak semuanya berhubungan dengan gangguan fungsi pada tempat tumor tersebut. Biasanya terlihat sebagai gejala fokal dari tempat-tempat yang jauh dari tumor dimana hal ini dapat membingungkan untuk menentukan lokalisasi tumor tersebut. Seperti biasanya diagnosa klinik dutegakkan dari kumpulan atau tandatanda, tetapi kurangnya pengetahuan akan FLS menyebabkan kesalahn-kesalahan pada diagnosa, apabila pada kasus-kasus yang tanda-tandanya tidak jelas. Dari 250 kasus meningioma intrakranial didapatkan 101 kasus dengan FLS. Diagnosa yang salah karena gejala-gejala yang

33

tidak jelas disertai adanya FLS. Gejala-gejala yang tidak jelas dapat disebabkan oleh karena adanya silent area dimana tumor-tumor itu pada permulaannya tidak menunjukkan gejala. Yang termasuk silent area; parasagital anterior, convexitas frontal dan intraventrikular. 2.11. DIAGNOSA BANDING Diagnosa banding tergantung dari bentuk gejala sebenarnya dan usia penderita. Telah dibuat sejumlah diagnosa banding pada beberapa penyelidikan. Kira-kira separo dari kasus-kasus dengan insuffisiensia serebral sepintas dan berulang-ulang pada penderita yang tua menyerupai infark otak atau insuffisiensia serebro vaskuler. Seringkali juga menyerupai chronic subdural hematoma, perdarahan subarachnoid dan meningitis serosa. 2.12. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu sendiri. Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan pertama. Beberapa factor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi sebelumnya dan atau radioterapi. Leb ih jauh lagi, rencana operasi dan tujuannya berubah berdasarkan factor risiko, pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi tidak hanya mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang untuk menurunkan kejadian rekurensi. Rencana Preoperatif Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan dapat segera diberikan, dekametason diberikan dan dilindungi pemberian H2 antagonis beberapa hari sebelum operasi dilaksanakan. Pemberian a n t i b i o t i k perioperatif digunakan sebagai

profilaksis pada semua pasien untuk organism stafilokokkus, dan pemberian cephalosporin generasi III yang memiliki aktifitas terhadap organisme

pseudomonas, serta pemberian metronidazol (untuk organism anaerob) ditambahkan apabila operasi direncanakan dengan pendekatan melalui mulut, sinus paranasal, telinga, atau mastoid. Klasifikasi symptom dari ukuran reseksi pada meningioma intracranial : Grade I : Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal

34

Grade II

: Reseksi total tumor, koagulasi dan perlekatan dura

Grade III : Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari perlekatan dura, atau mungkin perlekatan ekstradural (misalnya sinus yang terserang atau tulsng ysng hiperostotik)

Operasi

Grade IV : Reseksi parsial tumor Grade V : Dekompresi sederhana (biopsy)

Meningioma yang terletak di vault biasanya dapat dioperasi seluruhnya. Pada basis otak terdapat kesukaran teknis untuk diambil seluruhnya. Drainage Ventrikel Cara ini digunakan umpamanya pada neoplasma dari fossa posterior dengan obstruksi akut dari system ventrikel, tekanan intrakranial meningkat secara massif dan oedema otak yang ikut menyertainya.

Terapi Adjuvan Radioterapi Penggunaan external beam irradiation pada meningioma semakin

banyak dipakai untuk terapi. External beam irradiation dengan 4500-6000 cGy dilaporkan efektif untuk melanjutkan terapi operasi meningioma reseksi subtotal, kasus-kasus rekurensi baik yang didahului dengan operasi sebelumnya ataupun tidak. Pada kasus meningioma yang tidak dapat dioperasi karena lok asi yang sulit, keadaan pasien yang buruk, atau pada pasien yang menolak dilakukan operasi, external beam irradiation masih belum menunjukkan keefektifitasannya. Teori terakhir menyatakan terapi external beam irradiation tampaknya akan efektif pada kasus m eningioma yang agresif (atypical, malignant) , tetapi informasi yang mendukung teori ini belum banyak dikemukakan.

35

Efektifitas pertimbangan

dosis

yang

lebih

tinggi

dari

radioterapi pada

harus

dengan

komplikasi

yang

ditimbulkan

terutama

meningioma.

Saraf optikus sangat rentan mengalami kerusakan akibat radioterapi. Komplikasi lainy a n g d a p a t d i t i m b u l k a n b e r u p a i n s u f i s i e n s i p i t u i t a r i a t a u p u n n e k r o s i s a k i b a t radioterapi. Radiasi Stereotaktik Terapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik pertama kali diperkenalkan pada tahun 1960an menggunakan alat Harvard proton beam. Setelah itu penggunaan stereotaktik radioterapi ini semakin banyak dilakukan untuk meningioma. Sumber energi yang digunakan didapat melalui teknik yang bervariasi, yang paling sering digunakan adalah sinar foton yang berasal dari Cogamma (gamma knife) atau linear accelerators (LINAC) dan partikel berat (proton, ion helium) dari cyclotrons. Semua teknik radioterapi stereotaktik ini dapat mengurangi komplikasi, terutama pada lesi dengandiameter kurang dari 2.5 cm. Kemoterapi Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak diketahui efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapi sebagai terapi ajuvan untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak baru sedikit sekali diaplikasikan pada pasien, tetapi terapi menggunakan regimen kemoterapi (baik intravena atau intraarterial cisplatinum, decarbazine (DTIC) dan adriamycin) menunjukkan hasil yang kurang memuaskan (De monte dan De yung), walaupun regimen tersebut efektifitasnya sangat baik pada tumor jaringan lunak. Laporan dari Chamberlin pemberian terapi kombinasi menggunakan cyclophosphamide, adriamycin, dan vincristine dapat memperbaiki angka harapanhidup dengan rata-rata sekitar 5,3 tahun. Pemberian obat kemoterapi lain seperti hydroxyurea sedang dalam penelitian. Pertumbuhan sel pada meningioma dihambat pada fase S dari siklus sel dan menginduksi apoptosis dari beberapa sel dengan pemberian hydroxyurea. Dan dilaporkan pada satu kasus pemberian hydroxyurea ini memberikan efek pada pasien-pasien dengan rekurensi dan meningioma yang tidak dapat direseksi. Pemberian Alfainterferon dilaporkan dapat

36

memperpanjang waktu terjadinya rekurensi pada kasus meningioma yang agresif. Dilaporkan juga terapi ini kurang menimbulkan toksisitas dibanding pemberian dengan kemoterapi. Pemberian hormon antagonis mitogen telah juga dilakukan pada kasus dengan meningioma. Preparat yang dipakai biasanya tamoxifen (anti estrogen) dan mifepristone (anti progesterone). Tamoxifen (40 mg/m2 2 kali/hari selama 4 hari dan dilanjutkan 10 mg 2 kali/hari) telah digunakan oleh kelompok onkologi Southwest pada 19 pasien dengan meningioma yang sulit dilakukan reseksi dan refrakter. Terdapat pertumbuhan tumor pada 10 pasien, stabilisasi sementara pertumbuhan tumor pada 6 pasien, dan respon minimal atau parsial pada tiga pasien. Pada dua studi terpisah dilakukan pemberian mifepristone (RU486) 200 mg perhari selama 2 minggu hingga 31 bulan. Pada studi yang pertama didapatkan 5 dari 14 pasien menunjukkan perbaikan secara objektif yaitu sedikit pengurangan massa tumor pada empat pasien dan satu pasien gangguan lapang pandangnya membaik walaupun tidak terdapat pengurangan massa tumor, terdapat pertumbuhan tulang pada salah satu pasien tersebut. Pada studi yang kedua dari kelompok Netherlands dengan jumlah pasien 10 orang menunjukkan pertumbuhan tumor berlanjut pada empat pasien, stabil pada tiga pasien, dan pengurangan ukuran yang minimal pada tiga pasien. Tiga jenis obat tersebut sedang dilakukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar pada meningioma tetapi sampai sekarang belum ada terapi yang menjadi prosedur tetap untuk terapi pada tumor ini.

37

2.13. PROGNOSIS Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan tumor yang sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada orang dewasa survivalnya relative lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak, dilaporkan survival rate lima tahun adalah 75%. Pada anak-anak lebih agresif, perubahan menjadi keganasan lebih besar dan tumor dapat menjadi sangat besar. Pada penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari 10% meningioma akan mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi. Sejak 18 tahun meningioma dipandang sebagai tumor jinak, dan bila letaknya mudah dapat diangkat seluruhnya. Degenerasi keganasan tampak bila ada : Invasi dan kerusakan tulang Tumor tidak berkapsul pada saat operasi Invasi pada jaringan otak

Angka kematian (mortalitas) meningioma sebelum operasi karang dilaporkan, dengan kemajuan teknik dan pengalaman operasi para ahli bedah maka angka kematian post operasi makin kecil. Diperkirakan angka kematian post operasi selama lima tahun (1942-1946) adalah 7,9% dan (1957-1966) adalah 8,5%. Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan yaitu perdarahan dan oedema otak.

38

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan Meningioma adalah tumor pada meningen yang berasal dari jaringan duramater dan arakhnoid. Dengan insiden paling banyak pada usia pertengahan. Patofisiologi terjadinya meningioma sampai saat ini masih belum jelas. Diduga penyebab

meningioma ini adalah trauma, kehamilan dan virus. Lokalisasi tersering didaerah supratentorial. Factor resiko selain usia yaitu dipengaruhi oleh genetic, hormone, radiasi pengion dan pemakain telepon genggam. Gejala umum yang terjadi disebabkan karena gangguan fungsi serebral akibat edema otak dan tekanan intrakranial yang meningkat. Gejala spesifik terjadi akibat destruksi dan kompresi jaringan saraf, bisa berupa nyeri kepala, muntah,

kejang, penurunan kesadaran, gangguan mental, gangguan visual dan sebagainya. Edema papil dan defisit neurologis lain biasanya ditemukan pada stadium yang lebih lanjut. Diagnose ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang sering digunakan termasuk CT Scan, MRI dan angiografi. Diagnose banding seringkali menyerupai insufisiensi serebral sementara dan berulang seperti, infark otak, chronic subdural hematoma, perdarahan subarakhnoid dan meningitis serosa. Penatalaksaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor sendiri. Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan utama, drainage ventrikel, radioterapi dan kemoterapi. Prognosa meningioma pada umumnya adalah baik, dengan angka harapan hidup lima tahun sebesar 75%.

b. Saran Dari karya tulis ilmiah yang berjudul meningioma ini diharapkan para pembaca dapat mengambil manfaat dari karya tulis ini. Apabila ada kesalahan dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca, agar dilain kesempatan tim penulis dapat menyempurnakan karya tulis ini sehingga dapat dijadikan sumber tambahan untuk menambah ilmu pengetahuan.

39

BAB IV DAFTAR PUSTAKA 1. Lombardo, mery carter. 2005. Patofisiologi : konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC (Hlm 1193) 2. Rasjad, chairudin. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 3. Jakarta: EGC 3. Mardjono M, sidharta. 2003. Penyakit Dalam: Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: FKUI (Hlm 393-4) 4. Luhulima JW. 2003. Menings. Dalam: Anatomi susunan saraf pusat. Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 5. Patogenesis, histopatologi, dan klasifikasi meningioma[cited 2009 November 20]. Availble from:

http://www.neuroonkologi.com/articles/Patogenesis,%20histopatologi%20dan%20klasifi kasi%20meningioma.doc. Diunduh tgl: 11 januari 2013 19.40 6. Nathoo N, Barnett GH, Golubic M. The eicosanoid cascade: possible role in gliomas andmeningi
omas. J Clin Pathol: Mol Pathol 2004;57:6-13

7. Rowland, Lewis.p & Pedley, Timothy A. 2010. Merrits Neurology. Ed 12. Philadelphia (Hlm 386-91) 8. Fyann E, Khan N, Ojo A. Meningioma. In: SA Journal of Article Radiology. SA: Medical University of Southern Africa; 2004. p. 3-5 9. Fauiziah B, Widjaja D. Meningioma intrakranial. Cermin Dunia KedokteranVol.16. 1989. P: 36-43 10. Longstreth Jr WT, Dennis LK, McGuire VM, Drangsholt MT, Koepsell TD. Epidemiology of intracranial meningioma. Cancer 1993;72;639-48 11. Focusing on tumor meningioma [cited 2009 November 20]. Available from: http://www.abta.org/meningioma.pdf. Diunduh tgl : 11 januari 2013 19.45 12. Dorland, W.A Newman.2010.Kamus kedokteran Dorland Ed 31. Jakarta: EGC 13. Widjaja D, Meningioma intracranial. Available from: http://www.portalkalbe.co.id/files/cdk/files/09MeningiomaIntrakranial016.pdf /09Menin giomaIntrakranial016.html Diunduh tgl: 14 januari 2013 20.40 14. Mardjono M, Sidharta P. Dalam: Neurologi klinis dasar. : FakultasKedokteran Universtas Indonesia; 2003. Hal 393-4. 15. Yusup FXEG. Histopatologi Tumor Otak. 1992.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/09HistopatologiTumorOtak077.pdf/09HistopatologiTumo rOtak077.html Diunduh tgl : 20 januari 2013 15.35

40

You might also like