You are on page 1of 46

Antena & Propagasi2

SIMULASI ANTENA UFO WA=160 mm


MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Matakuliah Antena & Propagasi

oleh: MUHAMMAD RIFQI S. 0710633055

Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang 2010

Antena & Propagasi3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi komunikasi menunjukkan perkembangan yang sangat pesat, khususnya komunikasi wireless. Komunikasi ini membutuhkan antena untuk mengirimkan dan menerima sinyal informasi. Salah satunya adalah antena Ultra Wide Band untuk Monostatic Microwave Radar untuk mendeteksi jarak dekat (nearrange) dan mengcover daerah berdasarkan gelombang pulsa radar yang dikembangkan pada Departemen High Frequency Engineering, Universitas Kassel. Antena Ultra Wide Band (UWB) merupakan sebuah perangkat yang mempunyai emisi /daya pancar dengan bandwidth yang lebih besar daripada 0.2 atau lebih besar daripada 1.5 GHz. Untuk aplikasi Monostatic Microwave Radar, antena tersebut diharapkan dapat mentransmisikan dan menerima gelombang dengan FWHM sebesar 150 ps dan rise time sebesar 100 ps, karena itulah bandwidth antena minimal harus sebesar 3.5 GHz. Antena tersebut menggunakan bahan Alumunium dengan konstanta dielektrik , dengan ukuran tinggi (HA) =70 mm

dan lebar (WA) = 160 mm. Karena bentuknya yang mirip dengan bentuk ufo maka antena tersebut dinamakan dengan antena ufo. Dalam penelitian tersebut antena Ufo yang diharapkan akan mempunyai kemampuan mentransmisikan dan menerima gelombang dengan Full Width Half Maximum (FWHM) 150 ps dan kenaikan waktu/rise time (tr) 100 ps, antena tersebut minimal harus memiliki bandwidth sebesar 3.5 GHz dan mempunyai amplitude sebesar 2.5 Volt. Perencanaan antena Ufo memiliki tujuan untuk menemukan bandwidth yang lebih lebar daripada antena Planar Inverted Cone (PICA) yang merupakan ide dasar dari pembuatan antena Ufo. 1.2 Rumusan Masalah

Antena & Propagasi4 Berdasarkan latar belakang di atas, maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut : 1. 2. 3. Bagaimana menentukan dimensi antena agar dapat dibandingkan dengan antena yang telah ada. Melakukan fabrikasi antena. Mengetahui return loss, VSWR, penguatan, directivity dan pola radiasi Antena Ultra Wide Band agar diketahui unjuk kerja dari antena. 1.3 Tujuan Mensimulasikan dan fabrikasi antena Ultra Wide Band dengan bentuk Ufo yang mempunyai dimensi fisik dan ketebalan substrat yang berbeda menggunakan software simulasi antena IE3D.

Antena & Propagasi5

BAB II DASAR TEORI


2.1 Konsep Dasar Antena Antena merupakan instrumen yang penting dalam suatu sistem komunikasi radio. Antena adalah suatu media peralihan antara ruang bebas dengan piranti pemandu (dapat berupa kabel koaksial atau pemandu gelombang/ Waveguide) yang digunakan untuk menggerakkan energi elektromagnetik dari sumber pemancar ke antena atau dari antena ke penerima. Berdasarkan hal ini maka antena dibedakan menjadi antena pemancar dan antena penerima (Balanis,1982 :17). Perancangan antena yang baik adalah ketika antena dapat mentransmisikan energi atau daya maksimum dalam arah yang diharapkan oleh penerima. Meskipun pada kenyataannya terdapat rugi-rugi yang terjadi ketika penjalaran gelombang seperti rugi-rugi pada saluran transmisi dan terjadi kondisi tidak matching antara saluran transmisi dan antena. Sehingga matching impedansi juga merupakan salah satu faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam perancangan sebuah antena. 2.2 Parameter Dasar Antena Parameter parameter antena adalah suatu hal yang sangat penting untuk menjelaskan unjuk kerja antena. Maka diperlukan parameter parameter antena yang akan memberikan informasi suatu antena sebagai pemancar maupun sebagai penerima. Definisi parameter parameter yang berhubungan dengan makalah ini akan diberikan pada bab ini.

Antena & Propagasi6

2.2.1 Impedansi Masukan


Impedansi masukan didefinisikan sebagai impedansi yang ditunjukkan oleh antena pada terminal terminalnya atau perbandingan tegangan terhadap arus pada pasangan terminalnya (Balanis, 1982: 53). Perbandingan tegangan dan arus pada terminal terminal tanpa beban, memberikan impedansi masukan antena sebesar (Balanis, 1982: 54) : ZA = RA + jXA (2.1) dengan : ZA = impedansi antena () RA = resistansi antena () XA = reaktansi antena () Oleh microstrip. karena menggunakan saluran microstrip, maka resistansi antena merupakan resistansi rugi rugi pada saluran Resistansi rugi rugi pada antena microstrip sama dengan resistansi rugi rugi pada antena konvensional, yaitu terdiri dari rugi konduktor dan rugi radiasi, yang dinyatakan dengan persamaan berikut : RA = Rr + RS (2.2) dengan : Rr = resistansi radiasi () RS = resistansi konduktor () Resistansi radiasi pada antena penerima adalah suatu resistansi khayal akibat adanya radiasi pada antena sehingga mengurangi daya yang disalurkan pada antena penerima sedangkan resistansi konduktor dipengaruhi oleh konduktifitas bahan yang digunakan. Impedansi antena juga dapat diketahui dengan mengetahui koefisien pantul dengan persamaan (Balanis, 1982: 726) :

Antena & Propagasi7


Z A ZO Z A + ZO

(2.3) dengan : ZA ZO = = = impedansi antena () impedansi karakterisitk () koefisien pantul

Koefisien pantul sangat menentukan besarnya VSWR ( Voltage Standing Wave Ratio) antena, karena dengan VSWR ini juga dapat ditentukan baik buruknya antena, yang dinyatakan oleh persamaan (Kraus, 1988: 833) :
VSWR = 1+ 1

(2.4)

VSWR adalah pengukuran dasar dari impedansi matching antara transmitter dan antena. Semakin tinggi nilai VSWR maka semakin besar pula mismatch, dan semakin minimum VSWR maka antena semakin matching. Dalam perancangan antena biasanya memiliki nilai impedansi masukan sebesar 50 atau 75 . 2.2.2 Pola Radiasi Pola radiasi suatu antena didefinisikan sebagai Gambaran secara grafik dari sifat sifat radiasi suatu antena sebagai fungsi koordinat ruang. Dalam banyak keadaan, pola radiasi ditentukan pada pola daerah medan jauh dan digambarkan sebagai fungsi koordinat koordinat arah sepanjang radius konstan, dan digambarkan pada koordinat ruang. Sifat sifat radiasi ini mencakup intensitas radiasi, kekuatan medan ( field strenght) dan polarisasi (Balanis, 1982: 17). Sedangkan untuk pola radiasi antena microstrip mempunyai fenomena yang sama dengan pola radiasi antena konvensional. Koordinat koordinat yang sesuai ditunjukkan pada Gambar 2.1. Jejak daya yang diterima pada radius tetap disebut pola daya.

Antena & Propagasi8 Sedangkan grafik variasi ruang medan listrik dan medan magnet sepanjang radius tetap disebut pola medan.

Gambar 2.1 Pola Radiasi Sumber: Balanis, 1982: 31 Lebar berkas daya (half power beamwidth / HPBW) adalah lebar sudut pada 3 dB dibawah maksimum. Untuk menyatakan lebar berkas biasanya dalam satuan derajat. Pada gambar 2.1 tampak pola radiasi yang terdiri dari lobe-lobe radiasi yang meliputi main lobe dan minor lobe (side lobe). Main lobe adalah lobe radiasi yang mempunyai arah radiasi maksimum. Sedangkan minor lobe adalah radiasi pada arah lain yang sebenarnya tidak diinginkan (Stutzman, 1981: 29). Pola radiasi antena dapat dihitung dengan perbandingan antara daya pada sudut nol derajat (radiasi daya maksimum) dengan daya pada sudut tertentu. Maka pola radiasi (P) dinyatakan (Balanis, 1982) :
P ( dB ) = 10 log Po ( dB ) PT

(2.5) (2.6)

P (dB ) = 10 log Po 10 log PT

dengan : P Po PT (watt) = intensitas radiasi antena pada sudut tertentu (dB) = daya yang diterima antena pada sudut 0o (watt) = daya yang diterima antena pada sudut tertentu

2.2.3 Keterarahan (Directivity) Keterarahan perbandingan dari suatu antena radiasi didefinisikan maksimum sebagai dengan antara intensitas

intensitas radiasi dari antena referensi isotropis. Keterarahan dari

Antena & Propagasi9 sumber non-isotropis adalah sama dengan perbandingan intensitas radiasi maksimumnya di atas sebuah sumber isotropis (Balanis, 1982: 29). Keterarahan pada antena secara umum dinyatakan dari persamaan di bawah ini (Balanis, 1982: 494) :
Do = 10 log 4 U max Prad

(2.7) dengan : Do Umax Prad radiasi = directivity (dB) = intensitas radiasi maksimum (watt) = daya radiasi total (watt) tersebut, semakin sempit main lobe maka

Nilai keterarahan sebuah antena dapat diketahui dari pola antena keterarahannya semakin baik dibanding main lobe yang lebih lebar. Nilai keterarahan jika dilihat dari pola radiasi sebuah antena adalah sebagai berikut (Balanis, 1982 : 20)
180 4 D0 = 10 log HP .HP
2

(2.8)
D0 = 10 log 41252.96125 HP .HP

(2.9)

dengan : DdB = keterarahan (directivuty) (dB) = lebar berkas setengah daya pada pola radiasi

HP
horisontal ( 0 )

HP

= lebar berkas setengah daya pada pola radiasi

vertikal ( 0 ) 2.2.4 Penguatan (Gain) Penguatan sangat erat hubungannya dengan directivity. Penguatan mempunyai pengertian perbandingan daya yang dipancarkan oleh antena tertentu dibandingkan dengan radiator

Antena & Propagasi10 isotropis yang bentuk pola radiasinya menyerupai bola. Secara fisik suatu radiator isotropis tidak ada, tapi sering kali digunakan sebagai referensi untuk menyatakan sifat sifat kearahan antena. Penguatan daya antena pada arah tertentu didefinisikan sebagai 4 kali perbandingan intensitas radiasi dalam arah tersebut dengan daya yang diterima oleh antena dari pemancar yang terhubung (Balanis, 1982: 43). Apabila arahnya tidak diketahui, penguatan daya biasanya ditentukan dalam arah radiasi maksimum, dalam persamaan matematik dinyatakan sebagai (Stutzman, 1981: 37) :
G = 10 log 4 U m (dB) Pin

(2.10) G Um Pin = gain antena (dB) = intensitas radiasi antena (watt) = daya input total yang diterima oleh antena (watt)

Pada pengukuran digunakan metode pembandingan (Gaincomparison Method) atau gain transfer mode. Prinsip pengukuran ini adalah dengan menggunakan antena referensi yang biasanya antena dipole standar yang sudah diketahui nilai gainnya. Prosedur ini memerlukan 2 kali pengukuran yaitu terhadap antena yang diukur dan terhadap antena referensi. Nilai gain absolut isotropik dinyatakan sebagai (Mufti, 2004 : 34) :
W G AUT ( dBi ) = Gref (dBi ) +10 log RX W ref

(2.11) dengan : GAUT = Gain antena yang diukur (dBi) Gref = Gain antena referensi yang sudah diketahui (dBi) WRX = Daya yang diterima antena yang diukur (dBm) Wref = Daya yang diterima antena referensi (dBm) 2.2.5 Return Loss (RL)

Antena & Propagasi11 Return loss adalah salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui berapa banyak daya yang hilang pada beban dan tidak kembali sebagai pantulan. RL adalah parameter seperti VSWR yang menentukan matching antara antena dan transmitter. Koefisien pantulan (reflection coefficient) adalah perbandingan antara tegangan pantulan dengan tegangan maju (forward voltage). Antena yang baik akan mempunyai nilai return loss dibawah -10 dB, yaitu 90% sinyal dapat diserap, dan 10%-nya terpantulkan kembali. Koefisien pantul dan return loss didefinisikan sebagai (Punit, 2004: 19) :
= Vr Vi

(2.12)

RL = 20 log (dB)
(2.13) dengan : Vr Vi RL = koefisien pantul = tegangan gelombang pantul (reflected wave) = tegangan gelombang maju (incident wave) = return loss (dB)

Untuk matching sempurna antara transmitter dan antena, maka nilai = 0 dan RL =

yang berarti tidak ada daya yang

dipantulkan, sebaliknya jika = 1 dan RL = 0 dB maka semua daya dipantulkan. 2.2.6 Lebar Pita (Bandwidth) Bandwidth antena didefinisikan sebagai range frekuensi antena dengan beberapa karakteristik, sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Untuk Broadband antena, lebar bidang dinyatakan sebagai perbandingan frekuensi operasi atas ( upper) dengan frekuensi bawah (lower). Sedangkan untuk Narrowband antena, maka lebar bidang antena dinyatakan sebagai persentase

Antena & Propagasi12 dari selisih frekuensi di atas frekuensi tengah dari lebar bidang (Balanis, 1982: 47). Untuk persamaan bandwidth dalam persen (Bp) atau sebagai bandwidth rasio (Br) dinyatakan sebagai (Punit, 2004: 22) :
Bp = fu fl 100% fc

(2.14)

fc =

fu + fl 2

(2.15)
Br = fu fl

(2.16)

dengan : Bp Br fu fl = bandwidth dalam persen (%) = bandwidth rasio = jangkauan frekuensi atas (Hz) = jangkauan frekuensi bawah (Hz)

2.2.7 Polarisasi Polarisasi suatu antena didefinisikan sebagai polarisasi dari gelombang yang diradiasikan Dengan pada kata saat lain, antena polarisasi dibangkitkan/dioperasikan.

gelombang datang dari arah yang diberikan yang menghasilkan daya maksimum pada terminal antena. Dalam praktek, polarisasi dari energi yang diradiasikan berubah menurut arah antena, sehingga dengan pola yang yang berbeda akan memungkinkan antena mempunyai polarisasi berbeda pola. Polarisasi

dibedakan menjadi 3 : polarisasi linier, polarisasi lingkaran dan polarisasi elips (Balanis, 1982: 48). Polarisasi dari gelombang yang teradiasi, merupakan sifat sifat gelombang elektromagnetik yang menggambarkan perubahan arah dan nilai relatif vektor medan listrik sebagai fungsi waktu. Jika vektor yang dilukiskan pada suatu titik sebagai fungsi dari waktu selalu terarah pada suatu garis, medan ini dikatakan terpolarisasi

Antena & Propagasi13 linier. Bila jejak medan listrik berbentuk elips, maka medan dikatakan terpolarisasi elips. Suatu keadaan khusus dari polarisasi elips adalah polarisasi lingkaran dan polarisasi linier.

Gambar 2.2 Macam macam polarisasi Sumber: www.signalengineering.com Polarisasi isolasi adalah redaman pada antena akibat perubahan polarisasi, atau perbandingan daya suatu polarisasi antena terhadap daya polarisasi yang lain pada antena tersebut. Polarisasi isolasi dapat dihitung dari hasil pengukuran polarisasi antena dengan persamaan :
a = 10 log P2 (dB ) P1

(2.17) dengan : a P1 P2 = polarisasi isolasi (dB) = daya mula-mula (watt) = daya yang diperlukan jika polarisasi diubah (watt)

Antena & Propagasi14

BAB III SIMULASI & FABRIKASI ANTENA UFO


3.1 Struktur Dasar Antena UFO

r = 35 mm

r = 80 mm

Gambar 3.1 Struktur Dasar Antena ufo 3.1.1 Impedansi Masukan dan Penyesuai Impedansi Perencanaan impedansi masukan untuk elemen peradiasi dapat dihitung dengan persamaan : (3.1)

(3.2)

Antena & Propagasi15

Dari perhitungan diatas didapat bahwa impedansi elemen peradiasi sebesar 1.8 k. Sedangkan untuk penyesuai impedansi antena ini didapat dari persamaan :

(3.3)

(3.4)

3.2

Perhitungan Dimensi Antena

3.2.1 Spesifikasi Substrat dan Bahan Konduktor Bahan substrat yang digunakan adalah sebagai berikut : Bahan Alumunium Konstanta Dielektrik .

Ketebalan dielektrik (h) = 2 mm. Konduktifitas Alumunium (3.5)

Substrat layer/ bahan pelapis substrat pada antenna Egg ini adalah udara dengan Konstanta Dielektrik = 1. Impedansi karakteristik saluran 50 .

Antena & Propagasi16

3.2.2 Dimensi antenna ufo WA 180 mm

r = 35 mm

r = 80 mm

Gambar 3.2 Dimensi antena ufo 3.3 Langkah-langkah Simulasi Antena Tanpa Feeder

dengan IE3D Langkah-langkah simulasi IE3D : 1. Setelah muncul tampilan stand-by Zeland maka klik pada IE3D lalu pada Mgrid.

Antena & Propagasi17

Gambar 3.3 Zeland Program Manager 12.0 2. Klik pada Param dan Basic Parameters.

Gambar 3.4 Zeland MGrid Window 3. Lalu edit Grid Size=1 dalam satuan mm, Meshing Freq= 16 GHz, Cells per Wavelength=3.

Antena & Propagasi18

Gambar 3.5 MGrid Basic Parameters Edit Grid Size

Gambar 3.6 MGrid Basic Parameters Edit Meshing Freq 4. Kemudian kita tentukan Automatic Edge Cells nya untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan apabila menggunakan non otomatis. Pada AEC tersebut kita tentukan AEC layers adalah 1 yang berarti berkurangnya ketelitian dibandingkan AEC layers 5. kemudian kita juga tentukan AEC rationya adalah 0,05 agar mempersempit rasio agar lebih akurat.

Antena & Propagasi19

Gambar 3.7 MGrid Basic Parameters Automatic Meshing Parameters 5. Selanjutnya kita tentukan substrate Layer dengan mengubah layer 0 menjadi lapisan alumunium dengan spesifikasi yang telah dicantumkan sebelumnya. Kemudian memberikan frekuensi masukannya.

Gambar 3.8 MGrid Basic Parameters Edit Substrate Layer

Antena & Propagasi20

Gambar 3.9 MGrid Basic Parameters Edit Dielectric Material

6. Kita juga akan mengubah spesifikasi Metalic Strip types antena tersebut seperti spesifikasi dibawah ini dan memberi frekuensi masukannya.

Gambar 3.10 MGrid Basic Parameters Edit Metallic Type

Antena & Propagasi21

Gambar 3.11 MGrid Basic Parameters Dielectric Material

7. Kemudian setelah semuanya telah ditentukan, maka akan tampil pada layar lembar kerja seperti di bawah ini. Untuk menggambar antena ufo ini maka kita membutuhkan satu buah elips horizontal dan digabungkan dengan satu buah lingkaran yang dipotong menjadi dua pada rasio tertentu. Kedua potongan lingkaran tersebut diletakkan di atas dan dibawah elips sehingga tercipta bentuk yang diinginkan. Simulasi kali ini adalah membuat antenna dengan WA = 180 mm.

Antena & Propagasi22 Gambar 3.12 Mgrid 8. Maka pertama-tama kita akan buat Elips (R1). Pilih Entity kemudian Ellipse dimana Radius Primary Axis = 80 mm, Radius Secondary Axis = 20 dan number of segments 200 agar didapatkan elips yang berbentuk sempurna.

Gambar 3.13 Pilih Entity Ellipse

Gambar 3.14 Ellips Parameter 9. Setelah terbentuk elips kita harus menyatukan polygonpolygon antena agar kita dapatkan elips yang utuh dengan

Antena & Propagasi23 cara Select Polygon klik pada tiap-tiap Polygon lalu klik kanan mouse kemudian klik Union/Merge.

Gambar 3.15 menggabungkan elips dg cara merge

10. Kemudian setelah di Merge hasilnya tampak pada gambar dibawah ini.

Gambar 3.16 Hasil Merge

Antena & Propagasi24 11. Kemudian kita akan membuat lingkaran dengan cara pilih Entity kemudian Circle dimana Radius(>0) = 20 dan Center X-Coordinate = -150 agar lingkaran ini tidak saling menindih dengan elips sebelumnya. Jangan lupa untuk memilih number of segment 200 agar didapatkan lingkaran sempurna.

Gambar 3.17 Membuat lingkaran

12. Hasil lingkaran tampak pada gambar dibawah ini.Setelah terbentuk lingkaran maka kita akanbagi menjadi 2. dengan cara Select Polygon klik pada tiap-tiap Polygon pada bagian atas dan bawah lingkaran.

Antena & Propagasi25

Gambar 3.18 Melakukan pembagian setengah lingkaran

13. Selanjutnya kita harus menyatukan polygon-polygon antena agar kita dapatkan dua setengah lingkaran yang utuh dengan cara Select Polygon klik pada tiap-tiap Polygon lalu klik kanan mouse kemudian klik Union/Merge.

Gambar 3.19 Melakukan Merge

Antena & Propagasi26 14. Kita juga harus menggabungkan polygon-polygon pada

setengah lingkaran antena yang kedua tersebut seperti cara sebelumnya.Kemudian kita akan menggeser kedua setengah lingkaran kedua tersebut agar masing-masing tepat berada di atas dan dibawah elips antena pertama dengan cara memilih polygon lingkaran kedua, klik kanan pada mouse dan klik Move Objects

Gambar 3.20 Move Objects

15. Maka kita dapat mengisikan koordinat tujuan untuk setengah lingkaran yang kita geser die lips bawa yaitu x=200 dan y=0 agar lingkaran kedua tepat berada di bawah elips pertama. Setelah itu kita pilih Clean them untuk menggabungkan setengah lingkaran yang telah kita geser ke bawah elips tadi agar penggabungannya sempurna.

Antena & Propagasi27

Gambar 3.21 Memindahkan Polygon

Gambar 3.22 Melakukan Clean them ke bag. Bawah elips

16. Kita Ulangi langkah no 15 diatas, hanya saja sekarang adalah setengah lingkaran yang satunya digeser ke elips sebelah atas agar bentuknya menerupai bentuk ufo.

Antena & Propagasi28

Gambar 3.23 Melakukan Clean them ke bag. atas elips 17 Selanjutnya kita harus menyatukan polygon-polygon antena agar kita dapatkan bentuk ufo yang utuh dengan cara Select Polygon klik pada tiap-tiap Polygon lalu klik kanan mouse kemudian klik Union/Merge.

Gambar 3.24 Melakukan Merge anten ufo

Antena & Propagasi29


18 Setelah kita dapat bentuk ufo yang utuh, Kemudian kita harus melakukan pengecekan terhadap tiap-tiap ujung persambungan kanan dan kiri. Apabila terdapat sambungan yang tidak rata pada bagian samping kanan dan kiri maka kita dapat klik Select Vertices,tepat Delete. ditengah-tengah bagian kanan dan kiri lalu

Gambar 3.25 Hasil Merge Polygon

Gambar 3.26 Zoom Pada Polygon dan Drag Pada Ujung Polygon Yang Tidak Rata

Antena & Propagasi30

Gambar 3.27 Hapus Vertice 19 Apabila bentuk antena telah disempurnakan maka kita dapat membentuk port. Cara pertama dalam pembentukan port adalah dengan meratakan bagian bawah antena, klik Select Vertices tepat ditengah-tengah lalu Delete.

Gambar 3.28 Drag Vertice Bagian Bawah

Antena & Propagasi31

Gambar 3.29 Menghapus Vertice Bagian Bawah 20 Untuk mencocokkan rataan bawah dan port yang igin di pasang maka Select Vertices kemudian drag pada bagian rataan. Setelah keluar dua kotak tanda maka pilih kotak sebelah kanan, klik kanan pada mouse lalu kita tentukan lebar rataannya pada Object Property sesuai ukuran diameter kabel coaxial 1mm

Gambar 3.30 Memilih Vertice Untuk Port

Antena & Propagasi32

Gambar 3.31 Mengatur Koordinat Vertice 21 Kita akan membagi rata kanan dan kiri masing-masing sebesar 0,5mm. Sehingga dari tampilan dibawah masingmasing selected polygon akan kita tentukan Vertexnya sebesar -0,5 dan 0,5.

Gambar 3.32 Merubah Koordinat Vertice Pertama

Antena & Propagasi33

Gambar 3.33 Merubah Gambar Vertice Kedua

Gambar 3.34 Hasil Merubah Koordinat Vertice 22 Setelah rataan untuk port port tersedia rancangan maka antena kita akan menambahkan pada tersebut.

Pertama-tama kita klik Port, pilih Port for Edge Group. Maka akan kita dapatkan tampilan sebagai berikut.

Antena & Propagasi34

Gambar 3.35 Pilih Jenis Port 23 Kita pilih Advance Extension dengan Min Extension 50 dan Max Extension 300 karena sesuai dengan impedansi saluran minimum dan maximum. Selanjutnya kita klik OK dan kita drag pada daerah rataan maka port akan terpasang. Selanjutnya pilih Exit Port.

Gambar 3.36 Drag Vertice Untuk Port

Antena & Propagasi35

Gambar 3.37 Exit Port 24 Setelah Port terpasang, antena siap untuk di simulasikan. Namun sebelumnya kita tentukan dulu Display Meshing dengan memilih Process.

Gambar 3.38 Display Meshing

Antena & Propagasi36

Gambar 3.39 Automatic Meshing Parameters 25 Pada Automatic Meshing Parameter kita masukkan nilai frekuensi yaitu 16 GHz, AEC Layers 1 dan AEC Ratio 0,05 sesuai keterangan pada langkah no 5

Gambar 3.40 Statistic of Meshed Structure 26 Keluarannya adalah tampak seperti gambar berikut ini. Setelah ini kita dapat mulai mensimulasikan perancangan antena kita. dengan klik Proces dan Simulate. Namun sebelumnya kita harus menyimpan dahulu hasil perancangan

Antena & Propagasi37

Gambar 3.41 Simulasi

Gambar 3.42 Setup Simulasi

27 Kita tentukan frekuensi yang akan kita simulasikan dengan klik Enter pada Frequency Parameter.

Antena & Propagasi38

Gambar 3.43 Set Range Frekuensi 28 Frequency Start 0 GHz, End 16 GHz dengan Step Frequency 1 GHz kita dapatkan banyaknya frequency yang disimulasikan adalah 16.

Gambar 3.44 Setup Simulasi 29 Kemudian beri tanda pada Curent Distribution File dan Radiation Pattern File lalu akan muncul kolom Radiation and Excitation Parameters dan kemudian klik ok.

Antena & Propagasi39

Gambar 3.45 Setup Simulasi 30 Kemudian mulai simulasi dengan cara klik tanda ok pada tabel setup simulasi.Setelah itu akan muncul tanda peringatan Mgrid kemudian klik Yes. (seperti pada gambar dibalik ini).

Gambar 3.46 Peringatan Mgrid 31 Setelah itu akan muncul lagi tabel Error of Warnings Detected in Port Validation lalu klik tombol Continue.

Antena & Propagasi40

Gambar 3.47 Pengecekan ebelum Simulasi

Gambar 3.48 Proses Simulasi


32.Dari simulasi tersebut kita dapatkan grafik dan data Return Loss, VSWR, Gain, Impedansi, Bandwidth, Pola Radiasinya dan Directivitynya.

untuk melihat grafik VSWR, Return Loss, Gain, directivity dll pilih pada toolbar control dan pilih display define graphic

Antena & Propagasi41

Gambar 3.49 Tampilan saat memilih grafik yang ditampilkan. Berikut jenis jenis grafik yang dapat ditampilkan:

Gambar 3.50 Tampilan Display Parameter kemudian diberi label untuk menentukan nilai frequency

upper,lower dan centernya denagn mengklik port dan mengisi label sesui nama dan nilainya.

Antena & Propagasi42

Gambar 3.51 Tampilan saat VSWR telah diberi label

Sedangkan untuk menampilkan gambar 3D, maka dari box 3D petternView, pilih menu Display kemudian pilih 3D kemudian klik OK demikian juga untuk menampilkan Directiity Vs Frequency display dan Gain Vs. Frequency Dispaly seperti berikut:

Antena & Propagasi43 Gambar 3.52 Tampilan saat memilih 3D pattern

BAB IV ANALISA DATA HASIL SIMULASI


4.1 Hasil Simulasi Antena dengan WA = 160 dengan

Ketebalan 2 mm 4.1.1 VSWR (Voltage Standing Wave Ratio)

Gambar 4.1 VSWR Saat nilai VSWR=2 dari grafik diatas dapat diketahui : Frekuensi lower : 1,73 GHz Frekuensi upper : 10,76 GHz Frekuensi center : Bandwidth = 6.2 GHz

: frekuensi upper-frekuensi lower = 10.76 GHz - 1.73 GHz

Antena & Propagasi44 = 9.03 GHz

4.1.2 Return Loss

Gambar 4.2 Return Loss 4.1.3 Gain

Antena & Propagasi45

Gambar 4.3 Gain

4.1.4 Directivity

Gambar 4.4 Directivity 4.1.5 Radiation Pattern

Gambar 4.5 Radiation Pattern

Antena & Propagasi46

4.1.6 Smith chart

Gambar 4.6 Smith chart

Antena & Propagasi47 BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil simulasi dan analisa diperoleh kesimpulan sebagai berikut : Pada simulasi dan fabrikasi antena Ultra Wide Band ini substrat yang digunakan adalah Alumunium dalam bentuk Egg Single Metal dengan konstanta dielektrik sebesar 2 dan substrat ini mampu melewatkan gelombang sampai dengan lebih besar dari 3,5 GHz. Dengan dimensi antena yang berbeda-beda setelah hasil simulasinya adalah: Antena dengan WA = 160 dengan Ketebalan 2 mm Memiliki bandwidth = 9.03 GHz 5.2 Saran Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk simulasi dan fabrikasi antena Ultra Wide Band ini dikemudian hari yaitu : 1. Perlu dikaji bentuk antena Ultra Wide Band yang lain baik dari tebal substrat, dimensi, maupun bentuk elemennya, misalnya lingkaran, diamond, dan segitiga. Dan simulasi dan fabrikasi antena Ultra Wide Band dapat menggunakan bahan lain dengan nilai Konstanta dielektrik (r) yang berbeda. 2. Ketelitian dalam proses simulasi dan fabrikasi antena tersebut, sehingga ketepatan hasil simulasi serta penguatan antena dapat diperoleh sesuai perancangan. Oleh karena itu diperlukan alat simulasi yang lebih teliti agar dimensi yang diinginkan dapat terpenuhi dan menghasilkan koefisien yang lebih kecil sehingga daya yang dipancarkan dapat diterima secara maksimal. 3. Karena merupakan hasil simulasi sehingga keakuratan pengambilan data masih harus dibuktikan terlebih dahulu dengan prosedur standar pengukuran antena yang sebenarnya dengan menggunakan instrumen yang memadahi dan mempunyai presisi yang tinggi.

You might also like