You are on page 1of 42

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Restorasi adalah penambalan, pembuatan onlay atau mahkota. Sedangkan

stomatognatik adalah oklusi. Definisi oklusi yang dimaksud adalah berkontaknya

permukaan dataran kunyah gigi-gigi rahang atas dan rahang bawah. Oklusi akan berjalan normal apabila didukung oleh gigi-gigi yang berfungsi normal. Oklusi menjadi tidak normal apabila gigi-gigi tersebut dalam keadaan tidak sehat, atau disebabkan posisi dan relasi antar gigi dan rahang yang tidak normal.1,2 Sedangkan hubungan restorasi dengan fungsi stomatognatik yaitu dalam pelaksanaan rehabilitasi rongga mulut dengan restorasi, sehingga tujuan pembuatan restorasi oleh dokter gigi untuk memperbaiki fungsi pengunyahan, memulihkan fungsi estetik, dan meningkatkan kesehatan jaringan rongga mulut. Namun pada restorasi sering terjadi kesalahan baik sehingga mengakibatkan

masalah mengenai perubahan oklusi. Perubahan oklusi merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan ketinggian restorasi, sehingga dataran penuntun sangat menentukan stabilitas.1,2

1.2

Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui hubungan

restorasi dengan fungsi stomatognatik, penyebab hubungan restorasi dengan fungsi stomatognatik dan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan antara restorasi dengan fungsi stomatognatik.

1.3

Manfaat Penulisan Dalam makalah ini diharapkan pembaca dapat memperkaya ilmu

pengetahuan terutama mahasiswa, khususnya dalam memahami Hubungan Restorasi dengan Fungsi Stomatognatik dan semoga makalah ini bisa menjadi referensi untuk penulisan lain.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 2.1.1

Sistem Stomatognatik Pengertian Sistem Stomatognatik Sistem stomatognatik meliputi gigi-geligi beserta jaringan pendukungnya,

yaitu otot, persarafan maupun persendian antara maksila dan mandibula. Stomatognatik dalam praktek hubungan kedokteran antara gigi merupakan rahang, ilmu yang

mempertimbangkan

gigi-geligi,

persendian

temporomandibula, kraniofasial dan oklusi gigi. Termasuk dalam fungsi stomatognatik adalah pengunyahan makanan, penelanan, pernafasan, dan berbicara.3 Pada sistem stomatognatik, proses pengunyahan dan penelanan merupakan suatu proses yang kompleks, melibatkan otot-otot, persendian temporomandibula (TMJ), gigi dan persarafan. Sistem pengunyahan juga bertanggung jawab atas berbagai aktivitas fungsi, yakni fungsi penunyahan, fungsi bicara dan fungsi penelanan. Beberapa komponen juga berperan dalam fungsi perasa dan pernapasan (respirasi). 1,2 Sistem stomatognatik terdiri dari mandibula yang dapat bergerak berhubungan dengan tengkorak dan dipadu oleh kedua sendi temporomandibular melalui kontraksi otot- otot pengunyahan. Pergerakan mandibula dipandu oleh permukaan artikular dari mandibula tersebut. Permukaan artikular terletak pada tulang tempolar tengkorak, diantaranya articular eminence dan fossa mandibula serta ovoid condylar mandibula.1,2

2.1.2

Fungsi Sistem Stomatognatik Fungsi utama sistem stomatognatik adalah oklusi. Oklusi adalah

perubahan hubungan permukaan gigi geligi pada maksila dan mandibula, yang terjadi selama pergerakan mandibula dan berakhir dengan kontak penuh dari gigi geligi pada kedua rahang. Oklusi terjadi karena adanya interaksi antara dental system, skeletal system dan iluscular system.1,4 Ada dua macam istilah oklusi yaitu :4

Oklusi ideal : merupakan suatu konsep teoritis oklusi yang sukar atau bahkan tidak mungkin terjadi pada manusia.

Oklusi normal : suatu hubungan yang dapat diterima oleh gigi- geligi pada rahang yang sama dan rahang yang berlawanan, apabila gigi-geligi dikontakkan dan condylus berada dalam fossa glenoidea. Terdapat keadaan oklusi abnormal yang disebut maloklusi. Maloklusi

(malocclusion) adalah suatu kelainan susunan gigi geligi atas dan bawah yang berhubungan dengan bentuk rongga mulut serta fungsinya. Maloklusi kelas II (distoklusi) atau gigi atas lebih ke depan daripada gigi bawah akan terjadi distorsi atau penggantian suara bibir p, b, dan m sehingga apabila berbicara akan mengatupkan bibir bawah dan atas bersama-sama. Sementara itu, pada maloklusi kelas III (mesioklusi) atau gigi di rahang atas berada di belakang gigi di rahang bawah akan mengakibatkan distorsi pembicaran dan posisi antargigi untuk suara s, z, t, l, dan n.3,4

2.1.3

Anatomi Oklusi Gigi dan Jaringan Periodontal Normalnya, bayi baru lahir belum mempunyai gigi, walaupun benih gigi

sudah ada jauh sebelum bayi dilahirkan. Kalsifikasi gigi dimulai pada umur 4 bulan dalam kandungan. Pada usia 2 tahun gigi geligi desidui sudah erupsi sempurna dalam rongga mulut.5 Gigi desidui mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan rahang, serta erupsi gigi permanen. Kehilangan dini gigi desidui dapat mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan rahang, serta erupsi gigi permanen terganggu. Disamping itu, ada faktor-faktor eksternal dan internal lainnya yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan rahang, serta erupsi gigi permanen. Yang termasuk dalam faktor eksternal, diantaranya adalah : faktor herediter, kelainan kongenital, kelainan perkembangan atau pertumbuhan yang bersifat prenatal ataupun postnatal, penyakit-penyakit metabolik, malnutrisi, kebiasaan buruk, sikap tubuh yang salah dan trauma. Sedangkan faktor internal adalah : anomali dalam jumlah gigi, ukuran gigi, bentuk gigi dan frenulum labial yang abnormal. Semua variabel yang berpengaruh selama pertumbuhan dan perkembangan, dapat mempengaruhi dan menyebabkan terbentuknya oklusi

(hubungan kontak gigi geligi atas dan bawah) dalam berbagai variasi untuk setiap individu. 6 Setiap gigi dapat dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu mahkota gigi yang terletak di atas jaringan gingiva, serta akar gigi yang berada di bawah mahkota dan dikelilingi tulang alveolar. Perlekatan ini dibantu oleh komponen sabut jaringan ikat yang terbentang dari permukaan sementum pada akar hingga tulang. Kumpulan sabut tersebut dikenal sebagai ligamen periodontal. Fungsi dari ligamen periodontal, selain melekatkan akar gigi pada tulang alveolar juga berfungsi sebagai penahan tekanan yang disebabkan oleh kontak antar gigi, sehingga ligamen periodontal juga sering disebut sebagai natural shock absorber.7

Gambar 2.1 Anatomi Oklusal gigi

Geligi manusia dewasa disusun atas 32 gigi permanen. Anatomi oklusi gigi terdiri dari: 1. Mahkota/ korona : bagian gigi yang dilapisi jaringan enamel/email dan normal terletak diluar jaringan gingiva 2. Akar/radix: bagian gigi yg dilapisi jaringansementum dan ditopang oleh tulang alveolar dari maksila dan mandibula 3. Garis servikal/semento enamel junction: batas antara jaringan sementum dan email, yang merupakan pertemuan antara mahkota dan akar gigi 4. 5. Ujung akar/ apeks : titik yang terujung dari akar gigi Ridge: Tonjolan kecil dan panjang pada permukaan gigi dan dinamakan menurut letak dan bentuknya:

a. Marginal ridge : tepi bulat dari enamel yangmembentuk tepi mesial dan distal dari permukaan oklusal dari gigi premolar danmolar, dan palatal/lingual dari gigi insisivus dan caninus b. Triangular ridge : ridge yg berjalan turun dari puncak cusp gigi molar dan premolar menuju sentral permukaan oklusal c. Tranfersal ridge : persatuan triangular ridge bukal dan triangular ridge palatal /lingual yang berjalan transfersal pada permukaan oklusal d. Oblique ridge : persatuan antara triangular ridge disto bukal dengan triangular ridge mesio palatal yang berjalan miring pada permukaan oklusal e. Cusp ridge : ridge yang membentuk tepi labial/bukal dan tepi palatal/ lingual dari cusp pada permukaan oklusal dari gigi premolar, molar dan caninus f. Insisal ridge : insisal edge 6. Fossa: suatu lekukan atau depresi yang bundar, lebar, dangkal, dan tak rata yang terdapat pada permukaan gigi a. Fosa palatal/lingual : fosa yang terdapat pada permukaan palatal/lingual dari gigi insisivus dan caninus b. Fosa sentral: fosa yang terdapat pada oklusal dari gigi molar dimana terdapat pertemuan developmental groove c. Triangular fossa : fosa yang merupakan segitiga terdapat pada permukaan oklusal, palatal/lingual dari insisivus dimana marginal ridge dan singulum bertemu 7. Groove: lekukan atau depresi yang dangkal,sempit dan panjang terdapat pada permukaan gigi a. Developmental groove : groove bagian korona dan akar bertemu b. Supplemental grooe : cabang dari developmental groove dan biasanya tidak menunjukan suatu pertemuan yang utama c. Groove bukal/ lingual : developmental groove yang terdapat pada permukaan bukal/lingual gigi posterior 8. Pit : depresi yang kecil , besarnya seujung jarum yang terdapat pada permukaan oklusal dari gigi molar

a. Pit sentral : pit yang letaknya disentralpermukaan oklusal dari gigi molar, terdapatdalam fosa sentral 9. Fissure: celah yang dalam dan panjang pada permukaan gigi , terdapat pada permukaan oklusal gigi 10. Lobe: bagian yang menonjol merupakan permulaan dari pembentukan gigi a. mamelon : tonjolan yang terdapat pada incisal edge insisivus yang baru erupsi b. cusp : tonjolan yang terdapat pada permukaan oklusal gigi posterior 11. Tulang alveolar a. Prosesus alveolaris : bagian dari rahang tempat akar akar dari gigi terletak, yang mengikat suatu gigi dalam suatu relasi. b. Alveolus/alveoli : lubang dimana akar akar gigi terikat pada bagian rahang

2.1.4

TMJ (Temporomandibular Joint) Sendi Temporomandibular merupakan suatu persendian antara condilus

mandibula dengan tulang temporal. Fungsi utama sendi temporomandibula adalah memungkinkan gerakan membuka dan menutup mulut, protrusi dan retrusi mandibula serta gerakan ke lateral yang berdasarkan gerakan rotasi dan translasi. Gangguan TMJ adalah gangguan fungsi sendi rahang yang timbul akibat adanya kelainan struktural dalam sistem persendian sebagai akibat gangguan pertumbuhan dan perkembangan atau trauma eksternal. 2,4 Tempat terjadinya artikulasi kranio-mandibula adalah suatu persendian yang dikenal dengan nama temporomandibular joint (TMJ). Sendi ini merupakan salah satu persendian yang paling kompleks di dalam tubuh. Pada dasarnya ada dua pergerakan utama yang ditimbulkan oleh persendian temporomandibular. Gerakan memutar seperti engsel yang dikendalikan oleh persendian yang disebut ginglymoid joint, dan pada saat yang bersamaan pula persendian

temporomandibular dapat menimbulkan gerakan meluncur. Aktivitas meluncur tersebut dilakukan oleh bagian yang disebut arthrodial joint. Kombinasi keduanya lebih dikenal dengan nama ginglymoarthrodial joint.8

Gambar 2.2 Pergerakan TMJ

TMJ disusun oleh condilus mandibula yang melekat pada fossa mandibula dari tulang temporal. Kedua bagian tersebut dipisahkan oleh discuss articularis yang berfungsi untuk menghindarkan condilus mandibula dan fossa mandibula dari artikulasi secara langsung. Persendian temporomandibular diklasifikasikan sebagai compound joint. Sebuah persendian dapat dikatakan sebagai compound joint apabila disusun oleh sedikitnya tiga tulang. Persendian temporomandibular dikatakan sebagai compound joint namun pada dasarnya persendian ini hanya disusun oleh dua tulang. Secara fungsional, articular disc menjalankan fungsi sebagai non-ossified bone yang memungkinkan terjadinya pergerakan kompleks pada persendian. Articular disc kemudian berfungsi sebagai tulang ketiga, sehingga artikulasi kranio mandibula digolongkan sebagai compound joint.2 Susunan anatomi TMJ disusun oleh beberapa bagian, yaitu:4 a. Condilus Mandibula Pada orang dewasa, condilus mandibula (capitulum mandibulae) memiliki modifikasi bentuk berupa barrel shape dengan ukuran rata-rata 20 mm pada bagian mediolateral dan 10 mm pada bagian anteroposterior. Ada banyak variasi bentuk dan ukuran kondilus suatu individu terhadap individu yang lain. Permukaan bertulang dari condilus dan bagian artikular dari tulang temporal pada orang dewasa disusun dari tulang kortikal yang padat. Pada bagian frontal terdapat tuberculum articular yang berbentuk konkaf dan terpasang pada

permukaan superior condilus. Permukaan artikular tulang temporal dan juga kondilus, keduanya dibungkus oleh sebuah jaringan ikat fibrous yang padat dengan sel cartilage-like yang tidak beraturan. Jumlah sel tersebut meningkat seiring bertambahnya usia dan peningkatan besarnya tekanan pada sendi.4

Gambar 2.3 Struktur dan bagian TMJ

b.

Fossa mandibula Aspek anterior fossa merupakan artikular utama dan merupakan bagian dari

temporal squama. Bagian posterior non-artikular juga merupakan bagian dari temporal squama. Bagian ini dibentuk oleh lempeng timpani, yang juga membentuk dinding tulang anterior dari meatus auditori eksternal. Lempeng timpani dan atap fossa merupakan struktur yang tipis. Batas posterior fossa

terdiri dari tuberkel atau cone-shaped processus yang terletak sebelah lateral diantara tulang timpani dan fossa .4 c. Kapsul Sendi temporomandibular dibungkus oleh sebuah kapsul ligamen yang melekat pada bagian leher kondilus dan sekitar tepi permukaan artikular tulang temporal. Bagian anterolateral kapsul dapat mengalami penebalan dan membentuk ligamen temporomandibular. 4 d. Jaringan Sinovial Bagian persendian atas dan bawah dilapisi sel sinovial yang bergabung sel jaringan ikat yang berbentuk flat dan membungkus permukaan artikular. Pada beberapa area, sel sinovial berbentuk kolumnar dan berisi cairan sinovial, yakni sebuah kompleks proteoglikan-asam hyaluronik yang berperan sebagai pelumas

pada permukaan sendi dan kemungkinan juga berpartisipasi dalam distribusi nutrisi serta pertukaran metabolik nonvaskular, pada bagian tengah persendian. 4 e. Discus Articularis Sering disebut juga sebagai meniskus dan merupakan struktur oval bikonkaf yang terletak diantara condilus dan tulang temporal. Articular disc disusun dari jaringan ikat kolagen padat. Articular disc merupakan struktur yang avaskuler, hyalin, dan tanpa jaringan saraf pada bagian tengah, namun memiliki pembuluh darah dan saraf pada bagian tepi.4 f. Ligamen Sendi temporomandibular terdiri dari ligamen aksesori, termasuk di dalamnya yakni ligamen sphenomandibular dan ligamen stylomandibular, serta ligamen temporo-mandibular apabila menebal. Ligamen temporomandibular memanjang dari dasar processus zygomaticus pada tulang temporal di bagian bawah dan kemudian berbelok pada bagian leher kondilus. Terdapat juga jaringan ikat kendor diantara tulang dan ligamen temporomandibular pada persendian yang memungkinkan terjadinya fleksibilitas.4

2.1.5

Otot Pengunyahan Pergerakan stomatognatik dilakukan oleh otot-otot mastikasi yang

meliputi : otot masseter, temporalis, pterigoideus medialis, pterigoideus lateralis, dan otot suprahyoideus yang mencakup otot digastrikus. a. Otot Masseter Otot ini memiliki origo pada arcus zigomaticus dengan arah serabut ke bawah dan melekat pada ramus mandibula. Insersionya pada ramus mandibula mulai molar kedua sampai angulus mandibula. Otot ini memiliki dua bagian kepala yaitu superfisial yang terdiri dari serat-serat otot yang arahnya turun dan ke belakang dan bagian dalam (deep portion) yang arahnya vertical. Otot maseter adalah otot mastikasi yang sangat kuat, berfungsi untuk menutup mulut.4

Gambar 2.4 Otot Maseter

b.

Otot Temporalis Otot temporalis memiliki bentuk seperti kipas yang memenuhi fosa

temporalis. Memiliki origo pada fosa temporalis dan fascia temporalis, sedangkan insersionya pada permukaan anterior prosesus koronoideus dan di sepanjang ramus mandibula, mendekati gigi molar terakhir. Otot ini berfungsi menaikkan, menarik atau mendorong mandibula ke arah posterior, karena gerakannya meliputi perpindahan posterior ke arah kondilus dari tuberculum articularis tulang temporalis dan kembali ke fossa articularis. Menjadikan otot temporalis berpartisipasi dalam gerakan mandibula dari sisi ke sisi (side-to-side movement).4

Gambar 2.5 Otot Temporalis

c.

Otot Pterigoideus Medialis Otot ini berbentuk segi empat, memiliki kepala superfisial (superficial head)

dan kepala dalam (deep head). Deep head melekat di atas permukaan lamina lateralis medial dari prosesus pterigoideus, dihubungkan oleh permukaan prosesus piramidalis tulang palatinus lalu turun secara oblique ke bagian medial ligamen sphenomandibularis, untuk melekat pada permukaan medial ramus mandibula yang kasar dekat angulus mandibula.

10

Superficial head

mempunyai origo di tuberositas maksilaris dan

prosesuspalatinus, menyatu dengan deep head masuk ke mandibula. Fungsi utama otot ini menutup mulut, tetapi karena melewati secara oblique ke belakang masuk ke mandibula, otot ini juga membantu otot pterigoideus lateralis melakukan gerakan protrusif.4

Gambar 2.6 Otot Pterigoideus Medialis

d.

Otot Pterigoideus Lateralis Otot ini merupakan otot berbentuk segitiga dan memilki dua kepala 1. Upper head mempunyai origo di atap fosa infratemporalis (permukaan inferior greater wing sphenoideus dan puncak infratemporalis), lateral terhadap foramen ovale dan foramen spinosum. Insersio di kapsula artikularis, discus artikularis, dan leher kondilus.4 2. Lower head lebih lebar dari upper head, mempunyai origo di permukaan lamina pterygoideus lateralis dan insersio di leher kondilus.4

Gambar 2.7 Otot Pterigoideus Lateralis

11

Serat otot pterigoideus lateralis dari masing-masing kepala menyatu agar dapat masuk ke fovea pterigoideus leher mandibula dan kapsula TMJ. Tidak seperti otot pterigoideus medialis yang serat-seratnya cenderung berorientasi secara vertikal, serat-serat otot pterigoideus lateralis cenderung horisontal. Ketika otot pterigoideus lateralis berkontraksi, akan mendorong diskus artikularis dan kondilus mandibula ke depan menuju tuberkulum artikularis. Dengan demikian fungsi utamanya adalah melakukan gerak protrusif pada mandibula.4 Ketika otot pterigoideus lateralis dan medialis berkontraksi pada satu sisi, dagu bergerak ke arah yang berlawanan. Saat terjadi pergerakan berlawanan pada kedua stomatognasi yang terkoordinasi, terjadilah gerakan mengunyah.4 e. Otot Digastrikus Otot digastikus memiliki dua belly yang dihubungkan oleh tendon yang melekat pada tulang hioideus.4,10 1. Posterior belly (PB), berasal dari insisura mastoideus pada prosesus mastoideus medialis tulang temporalis. 2. Anterior belly (AB), berasal dari fosa digastrikus bagian bawah dalam mandibula. Tendon di antara kedua belly melekat pada tulang hioideus adalah titik insersio masing-masing belly. Karena hal tersebut, otot ini memiliki banyak kegunaan tergantung pada tulang yang difiksasi.4,10

Ketika mandibula pada posisi stabil , otot digastrikus menaikkan tulang hyoideus.

Ketika tulang hioideus difiksasi, otot digastrikus membuka mulut dengan menurunkan mandibula .

2.1.6

Fungsi Sistem Pengunyahan

Kesesuaian fungsi kunyah merupakan keseimbangan dan keharmonisan antara komponen sistem pengunyahan, baik gigi-geligi, otot, dan TMJ yang semuanya berfungsi dengan baik. Dari sini akan dibahas tentang kesesuaian oklusi gigi-geligi, kesesuaian gerakan TMJ dan otot mastikasi.1 Posisi dan oklusi gigi berperan penting dalam mengunyah dan menelan. Oklusi dapat diartikan sebagai kontak antara gigi-geligi secara langsung yang

12

saling berantagonis dari satu rangkaian gerakan mandibula. Didasarkan pada keadaan mandibula, hubungan oklusi dan mandibula dapat dibagi menjadi dua, yaitu posisi non-oklusal dari mandibula dan posisi oklusal mandibular.1 1. a. Posisi Non-Oklusal dari Mandibula (Oklusi Dinamis) Posisi Istirahat (Posisi Postural Endogen) Posisi ini merupakan posisi ketika otot yang mengontrol posisi mandibula berada dalam keadaan relaks. Keadaan ini dianggap dikendalikan oleh mekanisme refleks yang dipicu oleh reseptor regangan pada otot mastikasi, khususnya otot temporal. Pada posisi ini terdapat celah beberapa milimeter antara gigi-gigi atas dan bawah yang disebut sebagai free way space (jarak antaroklusal). Variasi sehari-hari dari posisi istirahat terlihat bersama variasi postur kepala (misalnya : kepala didongakkan ke belakang maka jarak antaroklusal meningkat, sedangkan bila kepala dicondongkan ke depan menyebabkan jarak antaroklusal berkurang).1 b. Posisi Postural Adaptif Terjadi pula posisi yang berbeda pada waktu istirahat yang disebut sebagai posisi postural adaptif. Disebut postural adaptif dikarenakan respon tidak sadar terhadap kebutuhan, yaitu : Untuk mempertahankan seal oral anterior (menutup jalan udara), yaitu dengan cara palatum lunak menyentuh lidah dan seal oral anterior, yaitu bibir berkontak dan lidah menyentuh gigi-gigi anterior).1 Untuk mendapatkan pernafasan mulut, sehingga diperlukan posisi postural yang berubah dari mandibula, dengan mandibula diturunkan dan jarak antaroklusal yang meningkat berlebihan.1 2. Posisi Oklusal Mandibula (Oklusi Statis) a. Posisi Kontak Retrusi (Relasi Sentrik) Hubungan mandibula terhadap maksila, yang menunjukkan posisi mandibula terletak 1-2 mm lebih ke belakang dari oklusi sentris (mandibula terletak paling posterior dari maksila) atau kondil terletak paling distal dari fossa glenoid, tetapi masih dimungkinkan adanya pergerakkan dalam arah lateral.1 b. Posisi Interkuspal (Oklusi Sentrik)

13

Posisi kontak maksimal dari gigi-geligi pada waktu mandibula dalam keadaan sentrik, yaitu kedua kondil berada dalam posisi bilateral simetris di dalam fossa nya. Sentris atau tidaknya posisi mandibula ini sangat ditentukkan oleh panduan yang diberikkan oleh kontak antara gigi pada saat pertama berkontak. Keadaan ini akan mudah berubah bila terdapat gigi supraposisi ataupun overhanging restoration.1 Otot-otot mastikasi dan orofasial serta fungsi sistem saraf yang mengontrolnya berperilaku sesuai dengan pola endogen dan memberi respons terhadap banyak sekali rangsangan untuk menyediakan gerakan yang diperlukkan oleh sistem. Oklusi gigi geligi (O) dapat dinyatakan sebagai produk permukaan oklusal gigi-gigi (T = teeth), aktivitas otot (M = musculi), dan gerakan yang dimungkinkan oleh adanya sendi mandibula (J = joint), sehingga didapatkan rumus O=TMJ. Tetapi, rumus ini terlalu sederhana mengingat ada suatu aksi yang rumit dan seringkali bersifat refleks. 1 Semua otot mastikasi dalam keadaan berfungsi (kontraksi maupun relaksasi) pada semua gerakan mandibula. Otot-otot mastikasi terdapat berpasangan di kedua sisi (bilateral) dan setiap otot berjalan ke arah yang berlawanan dan ketinggian yang berbeda sehingga variasi gerakan dapat saja terjadi. Secara garis besar, otot-otot mastikasi ini dibagi menjadi otot-otot penutup rahang dan otot pembuka rahang. Otot-otot penutup rahang yaitu M. Temporalis, M. Masseter, dan M. Pterygoideus Medialis. Sedangkan otot pembuka rahang yaitu M. Pterygoideus Lateralis. Tentang letak origo dan insersionya dapat dibaca pada buku-buku teks anatomi standar. Ketika rahang membuka, otot pembuka rahang akan berkontraksi dan otot-otot penutup rahang akan berelaksasi, demikian sebaliknya bila rahang menutup. Keadaan kontraksi dan relaksasi otot-otot tersebut memperjelas pandangan bahwa semua otot ikut terlibat dalam gerak mandibula. 1 2.1.7 Persarafan Pada tahap menelan, daerah posterior mulut dan faring merupakan daerah taktil yang paling sensitif. Pada faring terdapat suatu cincin yang mengelilingi pembukaan faring dan mempunyai sensitivitas terbesar pada tiang tiang tonsil. Impuls dijalarkan dari daerah ini melalui bagian sensoris saraf trigeminal dan

14

saraf glossofaringeal ke daerah medula oblongata yang berhubungan erat dengan traktus solitarius yang terutama menerima semua impuls sensoris dari mulut. 17 Secara otomatis proses menelan diatur oleh daerah daerah neuron di batang otak yang didistribusikan ke seluruh substansia retikularis medula dan bagian bawah pons. Daerah medulla dan pons bagian bawah mengatur penelanan secara keseluruhan disebut pusat menelan atau deglutisi 17 Impuls motorik dari pusat menelan ke faring dan esofagus bagian atas menyebabkan menelan dijalarkan oleh saraf kranial, yaitu saraf trigeminal, saraf glossofaringeal, saraf vagus dan saraf hypoglossal. 18

2.1.8

Disfungsi Sistem Pengunyahan Selama proses pengunyahan komponen-komponen yang terlibat adalah

tulang, otot-otot, ligament dan gigi. Otot-otot pengunyahan antara lain musculus masseter, musculus temporalis, musculus pterygoideus medialis dan lateralis. Peranan otot-otot ini selama pergerakan membuka dan menutup mulut penting sekali dalam mengkoordinasikan pergerakan mandibular sehingga gigi dapat berfungsi optimal. Gigi sudah dirancang dengan tepat untuk mengunyah , seperti gigi insisif untuk memotong makanan dan gigi molar untuk menggiling makanan. Otot-otot pengunyahan dapat bekerja sama untuk mengatupkan gigi dengan kekuatan sebesar 55 pound untuk gigi insisif dan 200 pound pada molar.3 Mengunyah makanan penting untuk pencernaan terutama untuk buah dan sayur-sayuran mentah. Dengan menggiling makanan hingga menjadi partikelpartikel dengan konsistensi yang relatif halus akan mencegah ekskoriasi traktus gastrointestinal dan meningkatkan kemudahan pengosongan makanan dari lambung ke usus halus dan kemudian ke semua segmen usus berikutnya.3 Disfungsi sistem pengunyahan menunjukkan hubungan antara gigi dengan jaringan periodontal, termasuk rahang, otot mastikasi, TMJ, pembuluh darah, dan saraf yang tidak harmonis. Sistem pengunyahan yang normal didukung oleh maksila, mandibula, dan jumlah gigi yang terdapat dirahang. Disfungsi sistem pengunyahan pada umumnya disebabkan oleh oleh kebiasaan clenching atau grinding. Namun, disfungsi sistem pengunyahan juga disebabkan oleh beberapa faktor, seperti :1,10

15

a. b.

Olahraga seperti tinju, hockey, volley, bola basket, dan lain lain. Faktor psikologi, seperti stress, rasa takut, atau marah yang dapat memicu timbul reflek clenching.

c. d. e. f. g.

Maloklusi restorasi Mengunyah 1 sisi Postur tubuh yang tidak benar. Bruxism Trauma periodontal
Sebagian besar disfungsi sistem pengunyahan ditemukan dalam dalam bentuk

gangguan sendi temporomandibula (TMJ disorder). Namun kadang juga ditemukan gangguan pada beberapa otot pengunyahan, Gangguan pada otot pengunyahan

menunjukan gejala yang sama seperti gangguan pada TMJ, seperti sakit atau nyeri rahang, sakit nyeri di dalam dan di sekitar telinga, kesulitan atau ketidanyamanan saat mengunyah, sakit atau nyeri wajah, kesulitan menggerakkan rahang, sakit kepala dan sebagainya.

Untuk pasien dengan gangguan system pengunyahan, dapat dilakukan terapi seperti berikut:1,10 a. Menghilangkan gejala atau simtomatis b. Menghilangkan penyababkan utama trauma oklusi c. Perbaiki TMJ d. Rehabilitasi otot yang fatigue (lelah) dan cedera e. Memperbaiki postur tubuh

2.2.

Oklusi

2.2.1. Pengertian Dasar Oklusi Oklusi berasal dari kata occludere yang berarti mendekatkan dua permukaan yang berhadapan sampai kedua permukaan tersebut saling berkontak. Secara teoritis, oklusi didefinisikan sebagai hubungan biologis yang dinamis antara semua komponen system gabungan dari mulut dan rahang terhadap permukaan gigi-gigi yang berkontak dalam keadaan mengunyah. Jadi, oklusi adalah proses dinamis bukan hanya statis pada saat seseorang menutup mulut sampai gigi-geliginya berkontak. Oklusi juga dibentuk oleh system terpadu antara otot-otot pengunyahan dan system saraf dan otot, sendi rahang dan gigi-gigi. Arti

16

mudahnya, oklusi adalah gigitan tidak hanya pada saat diam, tapi juga pada saat pengunyahan, sebagai suatu sistem utuh bersama dengan otot, saraf dan sendi rahang.3 Konsep dasar oklusi bervariasi pada hampir setiap spesialisasi kedokteran gigi. Beberapa definisi berdasarkan pandangan statis dari gigi di mana gambaran oklusi menekankan kecocokan dari bagian-bagian tertentu dari gigi rahang atas individu dengan bagian-bagian tertentu gigi mandibula. Sampai saat ini, hanya beberapa konsep oklusi yang telah memasukkan kriteria fungsional, dan karena kompleks dentofacial adalah sangat mobile, ide stabilitas oklusal dan homeostasis sering disalahpahami dan jarang disebut sebagai bagian dari konsep oklusi. 11 Konsep dasar oklusi itu ada tiga, yaitu: 1. Oklusi seimbang Oklusi seimbang yaitu bila tarikan otot-otot pengunyahan antara kanan dan kiri seimbang. Pada pembuatan gigi tiruan, bila tarikan otot tidak seimbang maka gigi tiruan sulit stabil dalam mulut.3 Konsep ini dikembangkan untuk mempertimbangkan kontak bilateral di semua kunjungan fungsional untuk mencegah tipping dari basis gigi tiruan. 11 2. Oklusi morfologis Dari segi morfologis, ada rumus baku untuk menilai idealnya gigi yang berkontak dalam keadaan diam.3 konsep ini berhubungan dengan berpatokan condylar, tinggi titik puncak, insisal, kurva Spee, dan bidang oklusi, dan berguna dalam restorasi gigi alami. Beberapa konsep dari oklusi ideal atau optimal dari pertumbuhan gigi alami telah diusulkan oleh Angle, Schuyler, Beyron, D'Amico, Friel, Hellman, Lucia, Stallard dan Stuart, dan Ramfjord & Ash. 11 3. Oklusi dinamis Gabungan dari gigi, peran serta otot, saraf dan sendi rahang untuk ikut menciptakan pengunyahan yang sempurna. Oklusi menjadi dasar utama dalam penciptaan ideal perbaikan gigi. Hal-hal yang berkaitan dengan oklusi, diantaranya adalah :3 a. Keseimbangan

17

Pada saat gigi mengunyah, gigi-gigi tidak langsung dua sisi menghancurkan makanan. Melainkan sisi demi sisi bekerja, dengan sisi satu bekerja (working side) dan sisi lain menyeimbangkan (balancing side). 3 b. Variasi diam Posisi rahang dalam keadaan istirahat atau disebut Physiological Rest Position. Dalam keadaan rileks, otot-otot beristirahat, artinya otot seimbang dan sendi rahang dalam keadaan netral. Pada posisi ini bisa dijadikan barometer khusus pada pembuatan gigi palsu. 3 c. Relasi sentris Hubungan antara rahang atas dan rahang bawah yang diterangi dengan posisi rahang bawah paling mundur , sebisa mungkin mundur terhadap rahang atas. 3 d. Oklusi sentris Keseluruhan gigi dalam keadaan kontak maksimal. Intinya, fungsi pengunyahan manusia tidak hanya gigi saja, melainkan mempunyai mekanika yang rumit, gabungan kerja tim antara otot, saraf dan sendi rahang. 3

2.2.2

Perkembangan Oklusi Oklusi adalah perubahan hubungan permukaan gigi geligi pada maksila

dan mandibula, yang terjadi selama pergerakan mandibula dan berakhir dengan kontak penuh dari gigi geligi pada kedua rahang. Oklusi terjadi karena adanya interaksi antara dental system, Skeletal system dan iluscular system. Oklusi gigi geligi bukanlah merupakan keadaan yang statis selama mandibula bergerak, sehingga ada bermacam-macam bentuk oklusi, misalnya: centric, eccentric, habitual, supra-infra, mesial, distal, lingual, dan sebagainya.3 Ada dua macam istilah oklusi yaitu:3 1. Oklusi Ideal Oklusi ideal yaitu suatu konsep teoritis yang sukar atau bahkan tidak mungkin terjadi pada manusia. 2. Oklusi normal Oklusi normal merupakan suatu hubungan yang dapat diterima oleh gigi geligi pada rahang yang sama dan rahang yang berlawanan, apabila gigi geligi dikontakkan dan condylus berada dalam fossa glenoidea.

18

Gangguan fungsional dari sistem pengunyahan mungkin telah diawali sejak perkembangan gigi dan berpengaruh pada oklusi, selain itu kebiasaan menelan, pola mengunyah, clenching, dan bruxism juga merupakan faktor pendukung pembentukan oklusi gigi seseorang. Perkembangan maloklusi menyangkut hal-hal diluar oklusi normal da merupakan refleksi gangguan dalam proses normal dari perkembangan oklusal. Oleh karena itu beberapa pengetahuan tentang proses pengembangan ini diperlukan untuk praktek kedokteran gigi. Pada oklusi normal masih memungkinkan adanya beberapa variasi dari oklusi ideal yang secara fungsi maupun estetik masih dapat diterima atau memuaskan.11 Ada dua tahap oklusi pada manusia:3,16,17 1. Perkembangan gigi-geligi susu Seluruh gigi geligi susu akan lengkap erupsi pada anak berumur kurang lebih 2,5 tahun. Pada periode ini lengkung gigi pada umumnya berbentuk oval dengan deep bite pada overbite dan overjet dijumpai adanya generalized interdental spacing (celah-celah diantara gigi geligi). Hal ini terjadi karena adanya pertumbuhan tulang rahang ke arah transversal untuk mempersiapkan tempat gigigigi permanen yang akan tumbuh celah yang terdapat dimenssial caninus atas dan di sebelah distal lower caninus disebut primate space. Primate space diperlukan pada early mesial shift. Adanya celah-celah ini memberi kemungkinan gigi-gigi permanen yang akan erupsi mempunyai cukup tempat, sebaiknya bila tidak ada indikasi kemungkinan terjadi gigi berjejal (crowding).16 Hubungan molar kedua dalam arah sagital dapat:16 a. Berakhir pada satu garis terminal (flush terminal plane), yang merupakan garis vertikal disebelah distal molar kedua b. Molar kedua mandibula letaknya lebih ke distal dari molar kedua maksila (distal step) c. Molar kedua mandibula lebih ke arah mesial molar kedua maksila (mesial step) 2. Perkembangan oklusi gigi-geligi permanen17 Foster (1982) membagi dalam tiga tahap perkembangan : a. Tahap erupsi molar pertama dan insisif permanen (pada umur 6-8 tahun)

19

Terjadi penggantian gigi insisif dan penambahan molar pertama permanen. Pada umur 6,5 tahun ketika incisivus central atas erupsi akan terlihat spasi pada garis median prosesus alveolaris sehingga dapat menyebabkan kesalahan diagnosis sebagai suatu keadaan frenulum yang abnormal, keadaan ini disebut dengan istilah ugly duckling stage.17 Hubungan distal molar kedua susu atas dan bawah mempengaruhi hubungan molar pertama permanen, molar pertama permanen penting peranannya pada tinggi vertical rahang selama periode penggantian gigi susu menjadi gigi permanen. Pada umur 8 tahun insisif dan molar pertama permanen telah erupsi. Apabila insisif atas lebih dulu erupsi dari yang bawah, dapat menyebabkan terjadinya gigitan dalam (deep overbite). Dengan adanya pertumbuhan gigitan dalam yang terjadi dapat terkoreksi dengan occlusal adjustment yang terjadi kemudian.17 b. Tahap erupsi caninus, premolar dan molar kedua permanen (pada umur 10-13 tahun)17 Pada tahap ini bila molar susu bawah sudah diganti oleh premolar permanen, sedangkan molar susu atas belum, maka akan terdapat penambahan besar overbite dan kontak gigi terlihat edge.17 c. Tahap erupsi molar ketiga permanen, yaitu tahap 3 ( tahap erupsinya molar ketiga)17 3. Penyesuaian oklusi (occlusal adjustment) Menurut Salzmann (1966) terdapat 3 mekanisme yang berbeda pada penyesuaian oklusi normal gigi susu ke periode gigi bercampur sampai tercapai stabilisasi pada periode gigi permanen :3 a. Jika bidang vertikal dari permukaan distal molar kedua susu atas terletak

distal molar kedua susu bawah maka molar pertama permanen akan menempati sesuai dengan oklusi pada gigi susu (sulung).3,16 b. Jika terdapat primate space dan bidang vertikal ,molar kedua susu

segaris, maka terjadi oklusi normal pada molar pertama permanen, karena adanya pergeseran molar sulung ke mesial sehingga ruangan tersebut tertutup.3,16

20

c.

Jika bidang vertikal sama dan molar pertama permanen hubungannya

cusp, maka oklusi normal terjadi karena adanya pergeseran ke mesial yang terjadi kemudian setelah molar kedua susu tanggal.3,16 Periode diantara periode gigi susu dan gigi-gigi permanen disebut periode gigigigi bercampur. Menurut Moyers (1974) adalah merupakan periode dimana gigi sulung dan permanen berada bersama-sama di dalam mulut. Gigi geligi tetap yang akan dibagi atas dua kelompok:16,17 1) Successional Teeth, gigi permanen yang menggantikan gigi susu 2) Accessional Teeth, gigi tetap yang erupsi di posterior dari gigi susu. Dua aspek penting pada periode gigi geligi bercampur adalah : 1) Penggunaan dental arch perimeter 2) Penyesuaian perubahan oklusi yang terjadi selama pergantian gigi.17

2.2.3

Relasi Gigi Anterior RA dan RB Overlap terjadi akibat bentuk lengkung rahang atas cenderung lebih besar

dari rahang bawah sehingga rahang atas cenderung terlihat menggantung atau melebihi dari lengkung gigi mandibula ketika gigi berada dalam oklusi sentrik (posisi intercuspation maksimal). Aspek lateral atau anteroposterior dari keadaan ini disebut overjet, sebuah istilah yang dapat dibuat lebih spesifik seperti ditunjukkan pada gambar dibawah ini. 11

Gambar 2 .8 overjet dan overbite

Hubungan dari lengkungan dan gigi memiliki fungsi penting, termasuk kemungkinan meningkatnya durasi kontak oklusi di pergerakan protrusi dan

21

lateral pada sistem mastikasi. Pentingnya overlap vertikal dan horizontal terkait dengan gerakan rahang dalam pengunyahan, berbicara, dan estetika. Overlap vertikal berlebihan dari gigi anterior dapat mengakibatkan kerusakan jaringan, disebut sebagai impinging overbite. Perbaikan tidak hanya masalah berusaha untuk meningkatkan dimensi vertikal dengan restorasi pada gigi posterior. Ortodontik umumnya diperlukan, dan kadang-kadang operasi ortognatik dianjurkan. 11 Gingivitis dan periodontitis mungkin terjadi dari impinging overbite berkelanjutan. Tingkat overlap vertikal dan horizontal harus cukup untuk memungkinkan gerakan rahang dalam fungsi tanpa gangguan, misalnya harus ada overlap vertikal cukup (dengan panduan caninus) untuk mengaktifkan disocclusion pada gigi posterior. Menyediakan overlap vertikal dan horizontal yang benar memerlukan pengetahuan yang sesuai ditinjau dari morfologi gigi, estetika, fonetik, kedokteran gigi restoratif, fungsi, dan ortodontik. Overlap dari gigi rahang atas memiliki fitur pelindung sehingga saat membuka dan menutup pergerakan rahang, pipi, bibir, dan lidah cenderung tidak bertabrakan.11 Oklusi adalah hubungan antara gigi atas dan gigi bawah dan hubungan ini bersifat statis. Oklusi pada mulut dalam keadaan terbuka, tetap ada, tetapi tidak terjadi karena kedua gigi di rahang tidak bertemu. Tapi bila keadaan tertutup oklusinya normal (oklusi sentrik).1 Faktor-faktor yang mempengaruhi posisi gigi adalah berbagai macam arah dan gaya pada saat/setelah erupsi, keseimbangan gaya-gaya yang mempengaruhi dan lawannya, otot-otot sekitar mulut, tekanan ke lingual oleh bibir dan pipi, tekanan ke labial/bukal oleh lidah. Jika lebar bukolingual 100% disebut occlusel table hanya sekitar 50-60%, sisanya disebut bagian luar bidang oklusal.1 Hubungan rahang atas dan rahang bawah ini menggambarkan hubungan antara gigi atas dan bawah yang normal terjadi pada saat oklusi sentrik. Panjang lengkung untuk rahang atas adalah 128mm, rahang bawah 12,6mm. Pada oklusi normal gigi rahang bawah selalu mempunyai inklinasi ke lingual dan ke mesial, serta biasanya satu gigi akan berkontak dengan dua gigi lawan, kecuali gigi incisivus bawah dan molar ketiga atas. Patokan lainnya pada oklusi normal adalah pada molar pertama, yang mana cusp mesiobukal molar pertama beroklusi dengan

22

embrasure premolar pertama dan molar pertama rahang atas, cusp mesiobukal rahang atas terletak pada bukal groove rahang bawah, cusp mesiolingual molar pertama rahang atas terletak pada cusp fossa molar pertama rahang bawah.

Sedangkan ciri pada gigi anterior adalah gigi anterior rahang atas lebih ke labial dibandingkan gigi rahang bawah, over lapping gigi anterior rahang atas terhadap rahang bawah kira-kira tinggi gigi anterior rahang bawah, dan inklinasi ke labial terhadap sumbu vertikal kira-kira 12 sampai 28. Efek ukuran gigi-geligi yang berlebihan yang mempengaruhi oklusi gigi :1,3,10 Ukuran gigi-gigi yang berlebihan dalam hubungannya dengan ukuran lengkung gigi bisa menimbulkan efek berikut.12 1. Penumpukan dan Pergeseran Jika lengkung gigi terlalu kecil untuk gigi-geligi, gigi-gigi yang bererupsi ke dalam lengkung tersebut cenderung tergeser oleh aksi gigi-gigi yang sudah ada di dalam rahang. Keadaan ini terutama mengenai gigi-gigi yang bererupsi terakhir dalam satu kelompok, yaitu insisivus lateral, premolar kedua, kaninus, dan molar ketiga. Pada regio insisivus, gigi-gigi cenderung saling bertumpuk, suatu kondisi yang seringkali disebut sebagai imbrikasi, meskipun imbrikasi sesungguhnya berarti tumpang-tindih seperti ubin, misalnya semuanya menuju ke arah yang sama. Pada segmen bukal, gigi-gigi cenderung tergeser keluar dari rahang.1,3,10,12 Kondisi ini akan mengganggu aksi pembersihan mekanis dan artifisial dari gigi-gigi, dan biasanya harus dirawat jika parah.1 2. Impaksi Gigi Impaksi dari gigi-gigi terjadi jika erupsi sama sekali terhalang baik oleh gigi-gigi yang lain atau karena gigi yang berjejal. Sekali lagi, keadaan ini cenderung mengenai gigi-gigi yang bererupsi terakhir kali pada tiap segmen. Kondisi dimana gigi-gigi akan terimpaksi bukannya bererupsi ke posisi yang tidak teratur, masih belum dimengerti dengan jelas, walaupun posisi semula dari gigi yang bererupsi ini barangkali penting peranannya.1,11 3. Penutupan Ruang Sesudah Pencabutan Sudah banyak dilakukan penelitian mengenai penutupan spontan dari ruangm sesudah pencabutan gigi. Seipel (1946) menemukan bahwa pada gigigeligi susu, penutupan ruang terjadi lebih sedikit pada regio insisivus daripada di

23

regiomolar,dan lebih banyak di rahang alas daripada di rahang bawah. Ia juga menemukan bahwa pada gigi-geligi susu, penutupan ruang sesudah pencabutan berjalan progresif sampai 28 bulan sesudah pencabutan, tetapi pada gigi-geligi tetap, penutupan ruang terjadi paling cepat selama 3 bulan pertama, agak melambat sampai 9 bulan, dan kemudian makin melambat, dengan hanya sedikit penutupan sesudah bulan ke-9. Ia juga menemukan bahwa faktor paling penting yang menentukan jumlah dan kecepatan penutupan ruang adalah derajat berjejalnya lengkung gigi, suatu penemuan yang sudah dibuktikan oleh sebagian besar peneliti (Inoue dkk, 1983). Northway dkk (1984) juga menemukan bahwa penutupan ruang yang lebih besar terjadi pada rahang alas dibandingkan dengan rahang bawah.1,3,10,11 Secara umum disepakati bahwa penutupan ruang tergantung terutama pada hubungan antara ukuran lengkung gigi dan ukuran gigi-geligi. Jika gigi-geligi kecil dalam kaitannya dengan lengkung gigi, hanya terjadi sedikit atau bahkan tidak terjadi penutupan ruang sebagai akibat tanggalnya gigi. Lengkung gigi mungkin bercelah, dan celah ini baru diharapkan akan menutup sesudah selesainya perkembangan oklusi. Jika sebaliknya, gigi-geligi lebih besar dalam hubungannya dengan ukuran lengkung gigi, pergerakan gigi-gigi akan terjadi untuk menutup ruang kecuali bila ada penghalang fisik dari pergerakan tersebut seperti misalnya tonjolan yang saling mengunci.1,10 Juga secara umum disepakati bahwa penutupan ruang sesudah pencabutan pada lengkung gigi yang berjejal atau berpotensi berjejal terjadi dari kedua sisi ruang pencabutan, yaitu baik berupa pergerakan mesial dari gigi yang terletak di belakangnya maupun pergerakan ke distal dari gigi-gigi yang terletak di depan ruang tersebut (Northway dkk, 1984). Kecuali jika ada penghalang fisik, pergerakan ke medial biasanya berlangsung lebih besar daripada pergerakan ke distal, bahkan perbandingannya bisa 2:1.1,10,11 Penutupan ruang terutama berperan penting dalam hubungannya dengan tanggalnya gigi-gigi susu yang terlalu cepat, dimana gigi-gigi pada kedua sisi ruang yang kosong akan bergerak mengisi ruang tersebut. Keadaan ini bisa dipertimbangkan dalam kaitannya dengan efek lain dari tanggalnya gigi-gigi susu yang terlalu cepat.1,10

24

2.2.4 Dampak Trauma Oklusi Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan, dokter gigi harus mencegah atau menahan proses penyakit dan merestorasi bagian yang hilang. Seringkali kedua sasaran tersebut dicapai dengan pembuatan suatu tumpatan sederhana (restorasi). Berkaitan dengan kontrol faktor-faktor yang menyebabkan penyakit maka aspek- aspek preventif dari pelayanan gigi memiliki makna yang terbesar.20 . Gigi adalah organ vital. Karena itu, harus dirawat dengan penuh pertimbangan bila memerlukan prosedur-prosedur operatif. Suatu pemahaman mengenai aspek perubahan histologik, gejala atau efek lain yang

ditimbulkannya,merupakan hal yang sangat penting jika dokter gigi akan merencanakan dan melaksanakan perawatan yang benar, efektif dan berorientasi pada kepentingan pasien.5,20 Pemeriksaan sebelum dan sesudah restorasi meliputi anamnesa,

pemeriksaan keadaan ekstra oral, dan pemeriksaan keadaan umum rongga mulut meliputi jaringan periodontal dan oklusi-catatan gigit. a. Jaringan Periodontal Jaringan gingiva harus mendapat perhatian yang teliti ketika membuat restorasi. Karena kontur restorasi dapat meningkatkan kesehatan gingival ataupun bertindak sebagai iritan yang potensial, harus dibuat mendekati kontur gigi yang bersangkutan. Antara permukaan email dengan restorasi, bila dekat dengan gingival, harus halus dan tidak boleh ada tambalan berlebih.7 Semua gigi memiliki kecenderungan untuk bergeser ke mesial, yaitu suatu fenomena yang diseimbangkan oleh titik kontak dengan gigi tetangga. Kegagalan dan mempertahankan atau mengembalikan kontak fisiologis antara gigi- gigi yang bersebelahan dapat menyebabkan impaksi makanan,yang mengganggu serabutserabut periodontal diantara gigi tersebut. Kontak antara inklinasi- inklinasi tonjol dapat memperlebar jarak gigi selama menutup mulut dan dengan aksi yang menyerupai penyekat, mendorong makanan fibrous ke bawah ke dalam ruangan tersebut. Karena itu harus berhati- hati untuk memastikan kontak yang baik selama pemasangan inlay, penambalan amalgam dan restorasi lain.7,23

25

Jaringan periodontal akan mengalami perubahan struktural sebagai akibat variasi tekan pada oklusal. Bila suatu gigi kehilangan fungsinya, ligament tersebut menjadi lebih kecil danbila suatu restorasi diletakkan pada gigi tersebut, maka akanmemerlukan waktu beberapa hari sebelum gigi tersebut terasa menyenangkan dalam pemakaian fungsional.7,23
b.

Pertimbangan Oklusal Tiga hal yang masih dalam kontrol dokter gigi dan membutuhkan perawatan

preventif adalah pulpa, gingival dan cara bagaimana gigi- geligi beroklusi setelah direstorasi. Bila cara mempreparasi gigi kurang baik (misalnya instrument yang tumpul, penyebaran panas dan dehidrasi atau pengisian yang kurang padat), pulpa dapat rusak atau cedera disertai masalah- masalah yang akan terjadi. Restorasirestorasi yang tidak sempurna konturnya dapat menekan jaringan gingival yang sensitif.14 Ketika merestorasi permukaan oklusi dengan prosedur yang memerlukan penggunaan laboratorium, transfer mengenai hubungan maxilla-mandibula sangat penting untuk mengurangi kesalahan penyesuaian oklusai pada restorasi baru. Ada beberapa elemen penting yang perlu dikomunikasikan kepada teknisi laboratorium gigi untuk memastikan keberhasilan, salah satunya adalah catatan gigitan yang akurat. Catatan gigit adalah komponen kunci dalam merekam hubungan intraoral. Catatan gigit digunakan untuk membantu mengarahkan hubungan maksila dan mandibula selama pemasangan model studi, restorasi sementara, konstruksi alat dilepas, dan keperluan restoratif kedokteran gigi. catatan gigit interocclusal juga digunakan untuk tujuan pengobatan. Sebuah catatan gigit harus mudah dan tepat ditransfer ke model batu tanpa goyang atau meregangi, akurat pada hubungan rahang atas dan bawah, serta stabil. Sebelum mengambil catatan gigitan, harus mempertimbangkan bahwa ada 5 kriteria untuk akurasi catatan gigitan interocclusal seperti yang dijelaskan oleh Dawson:

Catatan gigitan tidak boleh menyebabkan pergerakan gigi atau perpindahan dari jaringan lunak.

Harus memungkin untuk memverifikasi keakuratan dari catatan interocclusal di mulut.

Catatan gigitan harus sesuai dengan model

26

Harus mungkin untuk memverifikasi keakuratan dari catatan gigitan pada gips gigi.

Catatan gigitan tidak boleh mengalami distorsi selama penyimpanan atau transportasi ke laboratorium gigi.

Gambar 2.9 Material catatan gigit

Catatan Interocclusal atau catatan gigitan dapat dibagi menjadi 3 kategori: 1. menggigit catatan gigit untuk 1 sampai 2 gigi (segmen pengobatan terbatas)

Gambar 2.10 Catatan gigit 1-2 gigi

2.

menggigit catatan gigit untuk sekelompok gigi seperti kuadran gigi

Gambar 2.11 Catatan gigit sekelompok gigi

3.

menggigit catatan gigit untuk sebuah lengkungan tunggal atau kedua lengkung gigi secara bersamaan untuk pengobatan dan mentransfer informasi intraoral ke laboratorium.

27

Ketika merencanakan prosedur operatif, perhatian dokter gigi harus dipusatkan pada ketidakharmonisan penutupan rahang dan oklusi gigi- geligi. Dalam pemeriksaan oklusi gigi, pertama- tama periksa hubungan statis gigi- geligi dalam posisi antartonjol (intercuspal position ICP) untuk menentukan adanya persitumpangan baik horizontal maupun vertikal dari gigi- gigi anterior (overjet dan overbite), serta hubungan antar gigi- gigi posterior. Setelah itu, periksa bagaimana gigi berfungsi satu terhadap lainnya dalam gerak ke depan, belakang dan pada gerakan mandibula ke lateral. Hal ini seringkali relevan bagi pengambilan keputusan mengenai bagaiman restorasi terhadap gigi harus dilakukan.14

2.3

Hubungan Restorasi dan Oklusi

2.3.1 Pemeriksaan Sebelum dan Sesudah Restorasi Kontak prematur atau gangguan oklusi merupakan sumber parafunctional grinding. Hal ini akan menyebabkan rasa nyeri, pelebaran periodontal membran, gigi goyang atau fraktur restorasi. Hal ini juga menimbulkan jalur yang mengganggu pada penutupan atau gerakan menggiggit dan menggeser ke dalam intercusp yang stabil. Pola penghindaran dari fungsi reflek ini bisa berkembang di sekitar kontak ini, hasil efek akhirnya bisa menyebabkan hipertonus otot, nyeri, kelemahan terbatasnya pergerakan, condylar displacement atau tanda-tanda lain dari disfungsi mandibula.13,22

2.3.2 Restorasi pada Gigi Anterior Restorasi gigi anterior harus sesuai dengan skema protrusive incisal guidance dan working guidance yang telah ada sebelumnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membuat restorasi pada gigi anterior adalah:21 1. Oklusi Sentris Restorasi gigi anterior sebaiknya dapat berkontak secara simultan dengan gigi anterior yang tersisa pada posisi oklusi sentris baik untuk relasi incisal kelas III. Apabila tidak ada gigi yang kontak pada posisi oklusi sentries, seperti pada kelas II div I, kontur palatal dan incisal harus sesuai dengan gigi sekitar.21

28

2. Relasi sentris Restorasi pada gigi anterior sebaiknya tidak menimbulkan premature contact pada posisi relasi sentries21 3. Kontak sisi kerja Gigi insisif berkontak selama pergerakan (contoh: dalam siklus pengunyahan), yang membuktikan bahwa gigi anterior bekerja sesuai dengan working guidance. Jika restorasi dibuat pada caninus, sebaiknya membuat working guidance yang sama dengan yang telah ada sebelumnya.

Gambar 2.9 Posisi Oklusi Sentris

Jika terdapat sekelompok fungsi, penentuan kontak gigi harus terbagi rata dengan memperhatikan letak caninus dan sisi kerja molar dan premolar saat mandibula bergerak dari posisi oklusi sentris menuju sisi kerja. Jika terdapat canine guidance, sebaliknya dibuat sama. Kontak dengan caninus rahang bawah harus terjadi pada incisobuccal edge caninus rahang bawah dan permukaan palatal caninus rahang atas, sehingga dapat memisahkan gigi pada sisi kerja dan sisi non-kerja saat mandibula bergerak dari posisi oklusi sentris menuju sisi kerja. Overcontoured pada restorasi caninus dapat menimbulkan canine guidance yang terlalu banyak sehingga menimbulkan gejala disfungsi sendi temporomandibula. Sedangkan restorasi caninus yang

undercountoured dapat menyebabkan gangguan pada sisi kerja dan nonkerja.4,14,21

29

Gambar 2.10 Persentuhan gigi kaninus

4. Kontak pada sisi non-kerja Sebaiknya tidak terdapat kontak antar gigi anterior pada sisi non-kerja selama pergerakan mandibula.21 5. Kontak protrusive Apabila terdapat incisal guidance, seperti pada relasi anterior kelas I, kelas II div II, dan kelas III, restorasi sebaiknya memiliki kontak protrusif dengan incisive yang lain. Pada kelas II div I, karena tidak terdapat kontak antar incisal selama pergerakan protusif, maka restorasi harus sesuai dengan kontur incisive yang lain. Restorasi yang overcontoured merupakan penghambat gerakan protrusif yang dapat menyebabkan disfungsi TMJ.4,21

2.3.3 Restorasi pada Gigi Posterior Pembuatan restorasi pada gigi posterior agar tidak mengganggu sistem stomatognatik, perlu memperhatikan beberapa faktor berikut:4,22

30

Gambar 2.11 Oklusi Molar Ideal

1.

Oklusi sentries Ketika mandibula berada dalam posisi oklusi sentries, maka akan ada

kontak antara restorasi dengan gigi antagonisnya. Restorasi pada cusp seharusnya bisa berkontak dengan fossa atau marginal ridge. Cusp palatal molar dan premolar rahang atas berkontak dengan central fossa atau marginal ridge molar atau premolar rahang bawah. Sedangkan cusp buccal dari molar dan premolar rahang bawah kontak dengan fossa atau marginal ridge molar dan premolar rahang.4,22 2. Tekanan aksial Kontak yang terjadi antara cusp dengan fossa atau marginal ridge akan menimbulkan arah tekanan oklusal berjalan ke sepanjang aksial gigi menjadi tekanan aksial.22 3. Stabilitas gigi Arah aksial dari tekanan oklusal dapat mempertahankan stabilitas gigi dan mengalihkan tekanan yang dapat merusak gigi menuju jaringan penunjang.22 4. Relasi rahang yang stabil Posisi gigi posterior yang tepat pada antar cusp (intercuspantion) dapat mempertahankan posisi mandibula dan menjaga stabilitas sendi temporomandibula. Jika seluruh restorasi pada gigi posteror adalah restorasi amalgam dengan permukaan oklusal yang rata (tidak mengikuti bentuk oklusal) atau diisi berlebihan, maka gigi posterior tidak dapat

31

berada pada posisi yang tepat. Hal ini juga dapat mempengaruhi stabilitas posisi mandibula terhadap maksila.4,13,22

2.3.4

Kesalahan Restorasi dan Implikasinya Tujuan prosedur restorasi adalah membentuk gigi seperti semula sehingga

dapat berfungsi kembali, memberi kekuatan untuk menahan daya kunyah atau daya lain seperti trauma, clenching, atau bruxism. Selain itu juga perlindungan terhadap proses karies, sedapat mungkin menampilkan restorasi estetis, dan mempersiapkan gigi sehingga kalau perlu dapat digunakan sebagai penjangkaran gigi tiruan lepasan atau cekat. Umumnya kualitas restorasi sangat bergantung pada tiga faktor, yaitu k linisi/Dokter Gigi, bahan restorasi, Laboratorium Gigi, dan pasien. Tetapi dari keempat faktor penyebab kegagalan tersebut yang sangat memegang peranan adalah faktor klinisi/Dokter Gigi tersebut. Sedang bahan restorasi adalah faktor terakhir kegagalan restorasi (penambalan, pembuatan onlay atau mahkota).19 Ketidakserasian oklusi muncul apabila terjadi kontak antara gigi geligi pada pergerakan mandibula yang menghalangi atau menghambat kebebasan gerakan meluncur dari mandibula atau gigi geligi memandu pergerakan mandibula tidak sebagaimana mestinya.5 Trauma sementara dari oklusi sering dihubungkan dengan penempatan restorasi yang baru dan penerapannya, tetapi tekanan pada trauma sementara biasanya meningkat ketika gigi mengalami perubahan tempat atau restorasi tersebut lepas sebelum keseimbangan oklusi terbentuk kembali. Meskipun begitu, saat gigi yang terlibat tidak bisa mencapai hubungan oklusal yang harmonis, trauma kronis dari oklusal bias terjadi. Misalnya, kesalahan mengcarving permukaan restorasi amalgam bisa memicu gangguan oklusal pada inklinasi cusp dalam penyimpangan lateral. Begitu juga gigi dengan mahkota anterior rahang atas yang tebal bisa terdorong keluar posisinya oleh oklusi tersebut dan terdorong ke lingual oleh bibir ketika mandibula berada dalam rest position. 1,2, 10,12,19 Penggunaan yang tidak merata pada permukaan oklusal berasal dari kekerasan/ kekuatan yang tidak merata dari gigi dan atau dari restorasi yang juga dapat menyebabkan trauma oklusi. Contohnya adalah kondensasi yang buruk dari

32

restorasi amalgam pada sisi mesial-distal-oklusal akan lebih mudah terjadi penggunaan yang lebih besar pada restorasi amalgam tersebut dibandingkan dari sisi enamel dari cusp yang berdekatan. Hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan dan fraktur pada gigi ini, khususnya pada pasien yang memiliki kecenderungan bruxism.19 Restorasi yang keliru mungkin merupakan faktor yang paling

menguntungkan bagi retensi plak. Tepi tumpatan yang berlebihan sangat sering ditemukan dan berasal dari penggunaan matriks yang ceroboh dan kegagalan untuk memoles bagian tepi. Tepi tumpatan yang kasar di dekat daerah tepi gingiva akan mengiritasi jaringan. Restorasi dengan kontur yang buruk, terutama yang konturnya terlalu besar dan mahkota atau tumpatan yang terlalu cembung, dapat menghalangi aksi penyikatan gigi yang efektif. Sehingga dapat berakibat terjadinya akumulasi plak. Selain itu under kontur cenderung mengakibatkan terjadinya food impaction yang dapat mengakibatkan terjadinya akumulasi plak, karies dan kalkulus yang kemudian dapat mengiritasi gingiva dan berlanjut pada penyakit periodontal. Sedangkan over countour dapat mengakibatkan retensi plak di servikal.10,12,19 Jaringan gingiva harus mendapat perhatian yang teliti ketika membuat restorasi. Karena kontur restorasi dapat meningkatkan kesehatan gingiva ataupun bertindak sebagai iritan yang potensial, harus dibuat mendekati kontur gigi yang bersangkutan. Antara permukaan email dengan restorasi, bila dekat ke gingiva, harus halus dan tidak boleh ada tambalan berlebih. 5, 6, 10

2.3.5

Dampak trauma oklusi terhadap jaringan periodontal Trauma karena oklusi (trauma from occlusion) adalah cedera (injury) yang

terjadi pada jaringan periodonsium akibat tekanan oklusal yang diterima periodonsium telah melampaui kemampuan adaptasinya. Dengan demikian istilah trauma karena oklusi adalah menggambarkan cedera atau kerusakan yang terjadi pada periodonsium, bukan tekanan oklusalnya. Oklusi yang tekanannya telah menimbulkan cedera tersebut dinamakan oklusi yang traumatik (traumatic

occlusion). Trauma oklusi dapat menyebabkan kerusakan pada ligamen periodontal, struktur jaringan keras gigi, pulpa, sendi temporomandibula, jaringan

33

lunak mulut, resorpsi akar dan sistem neuromuscular. Penyebab dari trauma oklusi adalah gigi yang elongasi, tambalan gigi yang berlebih, adanya beban yang berlebihan mengenai gigi dan durasinya, adanya hipertrofi dan hipertonus dari otot mastikasi, dan adanya penyimpanan oklusi.21 Akibat dari trauma oklusi adalah keberadaan wear facets pada gigi, penebalan sementum, fraktur akar, mobiliti gigi, migrasi gigi, impaksi makanan sebagai kurangnya kontak antara gigi yang berbatasan, dan kemungkinan lain, bruxsim dan gangguan sendi temporomandibula, serta fraktur mahkota gigi pada margin servikal atau fraktur casp juga terjadi sebagai hasil dari trauma oklusi.13 Stabilitas metabolis dan struktural ligamen periodontal dan tulang alveolar bergantung pada stimulasi mekanis kekuatan oklusal. Efek kekuatan oklusal pada periodonsum dipengaruhi oleh besar, arah, durasi dan frekuensi kekuatan itu. Peningkatan besar kekuatan menyebabkan pelebaran ligamen periodontal. Durasi dan frekuensi kekuatan oklusal mempengaruhi respon tulang. Tekanan konstan menyebabkan resorpsi, sedangkan kekuatan intermiten memicu pembentukan tulang.14 Terdapat klasifikasi trauma berdasarkan durasinya yaitu trauma akut dan trauma kronis. Trauma oklusal dapat bersifat akut jika disebabkan oleh kekuatan eksternal atau bersifat kronis jika disebabkan oleh kekuatan internal (kontak prematur, grinding). Trauma ini tidak hanya disebabkan oelh perubahan kekuatan oklusal, tapi juga karena berkurangnyakapasitas periodonsium menahan kekuatan oklusal teresebut, atau oleh kombinasi keduanya.14 Sedangkan trauma oklusal kronis dibagi menjadi trauma primer dan trauma sekunder. Trauma oklusal primer adalah efek dari kekuatan abnormal pada jaringan periodontal yang sehat/ normal (tanpa inflamasi), disebabkan oleh kekuatan nonfisiolgis dan berlebih pada gigi. Kekuatan yang diterima bisa satu arah (kekuatan orthodontis) atau berlawanan arah (kekuatan jiggling). Kekuatan jiggling menyebabkan perubahan histologis ligamen lebih kompleks dan peningkatan mobilitas gigi yang nyata karena titik rotasi (fulkrum) lebih dekat ke apeks. Dengan kata lain trauma oklusi primer terjadi ketika perubahan periodonsium disebabkan hanya karena oklusi. Sedangkan trauma oklusal sekunder adalah efek kekuatan oklusal pada periodonsium yang sakit, terjadi

34

ketika kapasitas adaptif periodonsium berkurang karena telah ada kelainan sistemis atau kehilangan tulang.14 Tekanan oklusal normal adalah ketika gigi mendapat tekanan fungsional tanpa melebihi kapasitas adaptasi jaringan pendukung dibawahnya sehingga tidak melukai jaringan tersebut. Kemampuan jaringan periodonsium untuk beradaptasi terhadap tekanan oklusal berbeda- beda pada setiap orang atau pada orang yang sama namun waktunya berbeda.23 Trauma oklusi periodontal adalah lesi degeneratif yang terjadi akibat tekanan oklusal yang melebihi kapasitas adaptif dari jaringan perodonsium. Trauma oklusi dapat dinyatakan sebagai diagnosis ketika kerusakan pada jaringan periodonsium memang berhubungan dengan oklusi. Tidak seperti luka pada ginggivitis dan periodontitis, yang dimulai dari jaringan ginggiva, luka karena trauma oklusi dimulai dari ligamen periodontal dan meliputi sementum dan tulang alveolar.23 Pada kondisi normal, terjadi kontak stimultan antara gigi atas dan bawah, pada oklusi sentris maupun pada gerak artikulasi pada waktu mandibula berfungsi. Ketidakseimbangan oklusi terjadi bila gigi yang berkontak terlebih dahulu pada regio tertentu jumlahnya kurang dari 50 % dari jumlah gigi di regio tersebut atau satu atau dua gigi berkontak terlebih dahulu. Bila hambatan terjadi pada waktu oklusi sentris disebut kontak prematur, sedangkan jika terjadi pada gerak artikulasi disebut dengan blocking.23 Beberapa faktor penyebab dapat meningkatkan tekanan pada jaringan periodonsium, yaitu: Ketidakseimbangan oklusi a. Hambatan oklusal pada waktu oklusi sentris ( kontak prematur)

dan gerak artikulasi (blocking). Ketika kontak prematur terjadi, gigi yang terlibat harus dapat bergerak sehingga gerakan mandibula dapat sepenuhnya normal atau jika giginya kaku, mandibula didefleksikan dari jalur penutupan normal sehingga terjadi oklusal side. Hasil dari kontak abnormal ini dapat terjadi langsung atau tidak langsung pada gigi yang bersangkutan. Langsung

35

Ketika tekanan oklusal meningkat, efek tekanan akan diterima langsung oleh gigi yang terlibat. Pada umumnya, jika terjadi atrisi jaringan periodonsium tetap sehat, tetapi sejumlah kasus

menunjukan bahwa walaupun atrisi terjadi, kerusakan jaringan periodonsium tetap ada terutama jika terdapat iritan lokal, misalnya plak yang menurut sejumlah ahli hal ini berhubungan dengan terbentuknya poket insert of money - Tidak langsung Arah dari pergeseran yang mana mengakhiri penutupan sentrik tergantung dari iklinasi cusp yang terlibat. Kontak prematur pada inklinasi yang mengarah ke mesial pada cusp bagian atas akan menghasilkan pergeseran ke depan. b. Gigi hilang tidak diganti Ketika gigi bagian proksimal tidak didukung oleh gigi tetangganya karena telah diekstraksi, tekanan oklusal menekan periodonsium dan mengakibatkan gigi semakin lama menjadi miring. Tekanan oklusal pada gigi yang miring menjadi semakin divergen pada poros gigi. Hilangnya gigi fungsional akan menghasilkan perubahan hubungan dan keseimbangan tekanan diantara gigi-gigi. Jika kerusakan periodontal sudah terjadi, tekanan ini memperberat kerusakan. Kejadian ini hampir tidak dapat dihindari, karena kerusakan yang terjadi pada kontak normal yang disebabkan oleh tipping pada gigi, akan menuju pada impaksi dan stagnasi makanan yang menghasilkan inflamasi ginggiva dan formasi pocket. c. d. e. Perbandingan Mahkota-Akat Tidak Seimbang ( PMATS) Kontak edge-to-edge Alat prostetik dan restorasi yang buruk Jika restorasi terlalu tinggi, gigi akan bertemu dengan lawannya terlebih dahulu pada penutupa sentrik dan terkadang pada hubungan lain. Hal ini lebih sering terjadi pada restorasi dengan hubungan sentrik

36

yang tepat, tetapi tidak tepat pada gerakan lateral dan protrusive Kebiasaan buruk bruxism. Pengaruh tekanan oklusi traumatik terhadap jaringan

periodonsium dapat terjadi melalui tiga tingakatan, yaitu cedera atau luka, perbaikan dan adaptasi perubahan bentuk dari jaringan periodonsium. 1. Tahap 1 : Cedera/ Luka Besar, lokasi dan pola kerusakan jaringan tergantung pada besar, frekuensi dan arah gaya yang menyebabkan kerusakan tersebut. Tekanan berlebih yang ringan akan menstimulasi resorpsi pada tulang alveolar disertai terjadinya pelebaran ruang ligamen periodontal. Tegangan berlebih yang ringan juga menyebabkan pemanjangan serat- serat ligamen periodontal serta aposisi tulang alveolar. Pada area dimana terdapat peningkatan tekanan, jumlah pembuluh darah akan berkurang dan ukurannya mengecil. Sedangkan pada area yang ketegangannya meningkat, pembuluh darahnya akan membesar. Tekanan yang sangat besar menyebabkan pelebaran ligamen periodontal, trombosis, pendarahan dalam jaringan, robeknya ligamen periodontal dan resorpsi tulang alveolar. Tekanan yang sangat besar hingga dapat menenkan akar kearah tulang, dapat menyebabkan nekrosis pada ligamen periodontal yang masih vital yang bersebelahan dengan daerah nekrotik dan sumsum tulang trabekula. Proses ini dinamakan undermining resorption.22 2. Tahap 2 : Perbaikan Ketika tulang teresorpsi tekanan oklusal yang berlbebih, tubuh berusaha menggantikan tulang trabekula yang tipis dengan tulang baru. Proses ini dinamakan formasi tulang penahan atau buttressing bone formation untuk mengkompensasi kehilangan tulang. Hal ini adalah gambaran proses reparatif yang berhubungan dengan trauma oklusi.22

37

3. Tahap

Adaptasi

perubahan

bentuk

dari

jaringan

periodonsium Ketika proses perbaikan tidak dapat menandingi kerusakan yang diakibtakan oklusi, jaringan periodonsium merubah bentuk dalam usaha untuk menyesuaikan struktur jaringan dimana tekanan tidak lagi melukai jairngan. Hasil dari proses ini adalah penebalan pada ligamen periodontal yang mempunyai bentuk funnel pada puncak dan angular pada tulang tanpa formasi poket dan terjadi kelonggaran pada gigi yang bersangkutan. Fase cedera menunjukkan peningktan pada daerah resorpsi dan penurunan pada daerah formasi tulang, sedangkan fase perbaikan menunjukkan peningkatan formasi dan penurunan resorpsi tulang. Setelah pengadaptasian perubahan bentuk jairngan periodonsium, maka resorpsi dan formasi tulang akan kembali normal. Trauma oklusi terjadi bila tekanan yang jatuh pada permukaan periodonsium gigi melebihi kemampuan adaptasi kerusakan jaringan jairngan

sehingga

menimbulkan

periodonsium.22,25 Inflamasi pada jaringan periodonsium tidak bisa dipisahkan dari pengaruh oklusi. Karena oklusi adalah monitor konstan dari jaringan periodonsium, oklusi mempengaruhi respon dari jaringan periodonsium terhadap inflamasi dan menjadi faktor resiko pada semua penyakit periodontal. Peran dari trauma oklusi pada gingivitis dan periodontitis lebih dapat dimengerti apabila jaringan periodonsium dibagi menjadi dua zona yaitu zona iritasi dan zona ko-destruksi.22 Zona iritasi terdiri atas interdental gingiva dan tepi yang dibatasi oleh serat-serat gingiva. Ini merupakan awal terjadinya gingivitis dan poket periodontal. Iritan lokal yang menginisiasi terjadinya gingivitis dan poket mempengaruhi tepi gingiva, tetapi oklusi terjadi pada jaringan pendukung dan tidak mempengat=ruhi

38

gingiva. Tepi gingiva tidak terpengaruh dengan adanya trauma oklusi karena supalai darah dari tepi gingiva sudah cukup. Selama inflamasi hanya terjadi pada gingiva maka hal tersebut tidak dipengaruhi oleh tekanan oklusal. Namun jika inflamasi dari gingiva meluas ke jaringan periodonsium, inflamasi memasuki zona ko-destruksi. Iritasi lokal menyebabkan peradangan pada tepi gingiva papila interdental sehingga penetrasi peradangan ke jaringan dibawahnya merusak serabut gingiva di sekitar

perlekatanya pada sementum. Kemudian peradangan ini menyebar ke jaringan penyangga yang lebih dalam yang disebut sebagai zona ko-destrukssi, melalui jalan :22 1. Interproksimal ( interproximal pathways ) 2. Fasial dan Lingual ( Facial and Lingual pathways )

39

BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan Stomatognatik dalam praktek kedokteran gigi merupakan ilmu yang mempertimbangkan hubungan antara gigi-geligi, rahang, persendian

temporomandibula, kraniofasial dan oklusi gigi. Termasuk dalam fungsi stomatognatik adalah pengunyahan makanan, penelanan, pernafasan, dan berbicara. Fungsi utama sistem stomatognatik adalah oklusi. Oklusi adalah perubahan hubungan permukaan gigi geligi pada maksila dan mandibula, yang terjadi selama pergerakan mandibula dan berakhir dengan kontak penuh dari gigi geligi pada kedua rahang. Oklusi terjadi karena adanya interaksi antara dental system, skeletal system dan iluscular system. Sedangkan restorasi bertujuan untuk membentuk gigi seperti semula sehingga dapat berfungsi kembali, memberi

kekuatan untuk menahan daya kunyah atau daya lain seperti trauma, clenching, atau bruxism.

3.2

Saran Untuk dapat mengembalikan fungsi normal stomatognatik yang meliputi

pengunyahan makanan, penelanan, pernafasan, dan berbicara perlu dilakukan prosedur restorasi gigi yang normal agar tidak menimbulkan disfungsi dari sistem tersebut.

40

DAFTAR PUSTAKA

1. 2.

Foster, T.D. 1997. Buku Ajar Ortodonsi Edisi 3. Jakarta: EGC Hamzah, Zahreni drg, dkk. 2009. Buku Petunjuk Praktikum Fisiologi Blog Stomatognatik. Jember: Unej.

3.

Andriyani, Anita. 2001. Aspek Fisiologis Pengunyahan dan Penelanan pada Sistem Stogmatognasi FKG. FKG Universitas Sumatera Utara : Medan). Hal. 1. Available from : http://repository.usu.ac.id/).

4. 5.

Thomson, Hamish. 2007. Oklusi Edisi 2. Jakarta: EGC Baum, Philips, Lund. 1997. Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi. 3rded. Jakarta: EGC. pp 1-5, 8-9, 172- 173,335

6.

Japardi, Imelda. 2000. Pengaruh Ketidakserasian Oklusi Gigi Tiruan Cekat Terhadap Komponen Stomatognatik. Hal. 6. Available from :

http://repository.usu.ac.id/). 7. Diane B. Wayne, MD, Cynthia P. Trajtenberg, DDS, David J. Hyman, MD, MPH. Tooth and Periodontal Disease: A Review for the PrimaryCare Physician. Available from

http://www.medscape.com/viewarticle/410839_2. 8. Okeson, JP. 1993. Management of Temporomandibular Disorders and Occlusion, 3rd ed. St. Louis: Mosby. pp. 3-4, 8-9. 9. Ash, MM. Ramfjord, S. 1995. Occlusion, 4th ed. Philadelphia: W.B Saunders Co. pp. 1-8. 10. 11. Eccles, JD. 1994. Konservasi Gigi. Jakarta: Widya Medika Ash Major M. Wheelers dental anatomy, physiology and occlusion. 7th ed. Michigan: WB Saunders Company, 1993: 275-305 12. Ecless, JD., Green. 1983. Konservasi Gigi (The Conservation of Teeth). Alih Bahasa Oleh: Yuwono, L. 1994. Edisi 2. Jakarta Penerbit Wijaya Medika 13. Tampubolon, R.Eva R.M. 2003. Pengaruh Trauma Oklusi Terhadap Penyembuhan Periapikal. FKG Universitas Sumatera Utara : Medan

41

14.

Oktami, Helvira. 2008. Hubungan Antara Tiga Tipe Oklusi ( Oklusi seimbang, Group Function, dan Cuspid Protected ) Dengan Mobilitas Gigi. FKG Universitas Indonesia : Jakarta

15.

Goenawan, Pratiwi S. Pertumbuhan gigi. Kuliah Biologi Oral Semester IV Fakultas Kedokteran Gigi Unair. 2011. Universitas Airlangga

16.

Goenawan, Pratiwi S. Gigi dewasa. Kuliah Biologi Oral Semester IV Fakultas Kedokteran Gigi Unair. 2011. Universitas Airlangga Guyton, Hall: Buku ajar fisiologi kedokteran. Alih bahasa Setiawati I. 9th ed, EGC, Jakarta, 1997: 99, 1000-2 Anderson S. Pathophysiology: Clinical concept of diseases processes. 3rd ed. USA: R.R Donnelley and Sons Company, 1986: 233-4, 738.

17.

18.

19.

Sasmita IS & Pertiwi ASP. Identifikasi, Pencegahan, dan Restorasi sebagai Penatalaksanaan Karies Gigi pada Anak.

http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/05/identifikasi_penceg ahan_karies.pdf . Accessed on May 6, 2012) 20. Kidd, Smith, Pickard. 2002. Manual Konservasi Restoratif menurut Pickard. 6thed. Jakarta:Widya Medika. pp 32-36, 67-68) 21. Rezeki, Ariyanti. 2007. Kerusakan Jaringan Periodonsium Pada Gigi Anterior Yang Disebabkan Oleh Oklusi Traumatik. FKG Universitas Indonesia : Jakarta 22. Wiriadidjaja, Kartika. 2007. Kerusakan Jaringan Periodonsium Pada Gigi Premolar Yang Disebabkan Oleh Oklusi Traumatik. FKG Universitas Indonesia : Jakarta) 23. Anonim. TMJ disorders, gangguan sendi rahang. 2011.

http://tentangpenyakit.blogspot.com/2011/08/tmj-disorders-gangguansendi-rahang.html. Accessed on May 6, 2012) 24. Grossman LI. Endodontic Practice. 8th ed. Philadelphia, London: Lea and Febiger. 1998. 25. Hargreaves, KM and Cohen, Stephen. Cohens Pathways of the Pulp. 10th edition. USA: Mosby Elsevier. 2011. pp: 504-508

42

You might also like