You are on page 1of 161

Stephen Tong PENGUDUSAN EMOSI PENDAHULUAN Sebab Akulah TUHAN, Allahmu, maka haruslah kamu menguduskan dirimu dan

haruslah kamu kudus, sebab Aku ini kudus. Imamat 11:44a Dalam filsafat Gerika (Yunani) dipahami bahwa kelakuan manusia selalu dikendalikan oleh kehendak, dan kehendak dikendalikan oleh emosi, sedangkan emosi dikendalikan oleh rasio. Jadi menurut pemikiran Gerika, dengan berdasarkan rasionya yang otonom, seorang manusia mampu menjalankan kehidupan yang baik. Tetapi kita melihat ada banyak kelemahan dalam teori ini, salah satunya ialah asumsi bahwa rasio manusia itu netral dan dapat dijadikan sebagai penuntun tertinggi seseorang dalam hidupnya. Jelas pemikiran ini tidak sesuai dengan kenyataan hidup yang menyaksikan cacat yang parah dalam aspek kehendak, emosi, maupun rasio manusia, sebagai akibat kejatuhan manusia dalam dosa. Karena itu, jika tidak dipimpin oleh Roh Kudus, bukan saja kehendak dan emosi akan menyeleweng, tetapi rasionya pun akan menjadi dasar yang tidak memiliki standar, dan mengakibatkan kerusakan dalam seluruh tingkah laku dan kehidupan manusia. Di sinilah signifikansi theology dan etika Kekristenan yang melampaui semua kebudayaan manusia, yang menegaskan kabar baik ini bagi kita, yaitu: Allah telah memberikan Roh Kudus untuk memimpin semua orang yang telah diperanakkan (dilahirbarukan) oleh-Nya. Salah satu pekerjaan Roh Kudus yang terpenting, selain mencerahkan kita, memperanakkan kita, dan bersaksi dalam hati kita bahwa kita anak-anak Allah, adalah memimpin dan menguduskan kita dalam seluruh perjalanan hidup kita mengikut Tuhan. Pengudusan ini mencakup: membawa rasio kita kembali dalam kesetiaan pada Firman Tuhan, membersihkan hati kita untuk senantiasa jujur dan murni di hadapan Tuhan, serta menguduskan emosi kita dalam setiap pergumulan dan pencobaan yang kita hadapi dalam hidup kita. Pengudusan emosi ini sangat krusial karena secara pasti akan mengakibatkan kesuksesan atau kegagalan hidup kita sebagai seorang Kristen. Mengapa Kain membunuh Habel? Mengapa Abraham berbohong? Mengapa Saul berusaha membunuh Daud? Mengapa Daud berzinah? Mengapa Salomo jatuh dalam dosa berpoligami? Semua ini disebabkan oleh kerusakan dan kenajisan dalam

emosi. Karena itulah, pengudusan emosi merupakan salah satu aspek kerohanian anak-anak Tuhan yang tidak boleh diabaikan. Inilah juga sebabnya buku ini diterbitkan. Kiranya Tuhan berkenan memakai pembahasan dalam buku ini untuk menolong kita yang telah disebut sebagai orang kudus untuk benar-benar memiliki hidup yang kudus! SATU DUKACITA YANG KUDUS

Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur. Matius 5: 3-4 Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa. I Yohanes 1:7 Apakah orang Kristen masih memiliki emosi kesedihan setelah menerima Tuhan Yesus? Bukankah kita sering kali mendengar orang mengatakan: Mari bersukacita, mendapatkan damai sejahtera, dan tidak akan mengalami dukacita lagi. Di dalam banyak kesempatan, orang sering kali menekankan aspek yang sangat positif kepada orang lain dan melupakan aspek negatif yang juga tercantum dalam Alkitab. Di dalam Seminar Pembinaan Iman Kristen yang membahas tema Dinamika Pimpinan Roh Kudus, saya berkata bahwa banyak orang Kristen mengetahui pimpinan Tuhan yang bersifat positif, tetapi tidak pernah mengetahi adanya pimpinan Tuhan yang bersifat negatif. Pada satu kesempatan di Amerika Serikat, dalam sebuah persekutuan yang terdiri dari 37 orang Doktor, sebelum berkotbah saya meminta setiap peserta membagikan secara singkat kisah pengalaman hidupnya yang paling berkesan. Satu per satu peserta tersebut bercerita sekitar satu menit sampai semua mendapat giliran. Ada yang mengatakan bagaimana Tuhan memimpin dia ke Amerika Serikat, ada yang dipertemukan dan dipersatukan dengan istrinya, ada yang baru naik gaji, dan lain-lain. Lalu saya bertanya kepada mereka, bagaimana jika Tuhan memimpin dia ke Afrika, bukan ke Amerika? Bagaimana jika Tuhan tidak mempertemukan dia dengan istrinya? Bagaimana kalau gajinya diturunkan? Apakah masih tetap berseru: Puji Tuhan! Apakah masih bisa tetap bersyukur akan pimpinan Tuhan? Ketika mendengar berita bahwa orangtua kita meninggal, apakah kita masih bisa bersyukur? Bagaimana kita berespons terhadap kondisi dan situasi seperti ini? Apakah kita

mengatakan bahwa semua itu bukan pimpinan Tuhan? Saat itu semua peserta menjadi tercengang, mereka tidak tahu apa yang harus mereka katakana. Inilah pola kerohanian orang Kristen pada umumnya. Kerohanian kita biasanya hanya memuji Tuhan dan bersyukur kepada Tuhan pada saat kita mendapatkan keuntungan, saat kita dalam keadaan lancer dan sukses, bertambah berkat dan bertambah karunia. Tanpa kita sadari, kita telah tercemar oleh ajaran Theologi Sukses. Tanpa kita sadari, kita telah tercemar oleh pengajaran yang hanya menekankan satu aspek dan mengabaikan aspek-aspek yang lain. Dari lebih dari 40 presiden Amerika Serikat, yang paling menonjol berasal dari keluarga yang paling miskin. Dari puluhan komponis besar dunia dan semua ilmuwan yang sukses di dunia, bebearpa di antara mereka yang paling menonjol justru berasal dari keluarga yang miskin dan hidupnya sangat susah. Sejarah membuktikan bahwa anugerah Allah tidak dapat diukur dengan uang. Anugerah Tuhan juga tidak boleh diukur dengan segala kesehatan atau berbagai ukuran keunggulan yang bisa dihitung dengan angka tabungan di bank. Berkat Tuhan terkadang diberikan melalui kesulitan-kesulitan dan kerelaan kita untuk bertemu dengan berbagai tantangan dan penderitaan. Kita memang tidak menginginkannya, tetapi justru ada berkat terselubung di balik penderitaan dan kesengsaraan yang kita alami, di mana semua kejadian tersebut menjadi suatu kuasa yang meledakkan kita keluar dari keterbatasan-keterbatasan sia-sia yang selama ini membelenggu kita. Dengan demikian kita boleh mengalami pimpinan Tuhan dan anugerah Tuhan yang melampaui hikmat manusia. Itulah sebabnya kita membutuhkan pengudusan emosi (sanctification of emotion). APA ITU KEKUDUSAN? Dalam banyak filsafat dunia, kekudusan sering kali dimengerti sebagai sesuatu yang tabu, sesuatu yang begitu besar, yang menakutkan dan misterius, seperti dalam filsafat agama Rudolf Otto. Rudolf Otto (1869-1937) adalah seorang ahli di bidang theology dan filsafat agama dari Jerman. Dia menulis buku yang terkenal, Das Heilige (The Idea of the Holy), pada tahun 1917. Pengembangan ide ini terus membawa revisi buku ini hingga edisi final pada tahun 1947. Dia seorang profesor di Universitas Tubingen, Jerman. Dalam buku ini dia memperkenalkan dan menggunakan istilah numinous yang berasal dari kata Latin numen. Numinous ini di dalamnya mengandung unsure: kegentaran, perasaan penaklukan atau ditaklukkan, perasaan keagungan, adanya suatu kekuatan yang dahsyat, adanya perasaan terhadap Sesuatu yang Lain dan sekaligus mendatangkan perasaan kagum.

Jika dikatakan, ini Tempat Kudus, apakah itu berarti memiliki kekudusan moral? Belum tentu. Ada konsep pemikiran primitif di Afrika yang menganggap seorang gadis belum boleh dikatakan suci sebelum dia disetubuhi oleh dukun dukun mereka. Kalau seorang gadis perawan belum ditiduri oleh pemimpin agamanya, maka dia dianggap belum suci. Inikah kesucian? Maka kita bisa mengerti bahwa di dunia konsep kesucian bisa sedemikian rusak. Kesucian manusia bisa sedemikian berbeda dari konsep Alkitab, sehingga manusia berjalan sekehendak hatinya, bagaikan domba yang tersesat. Yang disebut kedahsyatan (awfulness), yaitu sesuatu yang tidak kita mengerti, yang sedemikian kita kagumi, yang kita takuti, dikaitkan dan dimengerti sebagai kekudusan. Bagi penganut Hinduisme, dewa yang paling ditakuti justru adalah dewa yang membinasakan, yaitu dewa Syiwa, bukan dewa yang menyelamatkan. Dewa ini ditakuti karena memiliki kuasa membinasakan. Maka dewa yang sangat menakutkan itu digambarkan sebagai dewa kekudusan. APA KATA ALKITAB TENTANG KEKUDUSAN? Konsep kekudusan di dalam Alkitab sangat berbeda dari pemikiran dunia tentang kekudusan. Pertama kali Alkitab dalam Perjanjian Lama membicarakan kekudusan adalah ketika Tuhan bertemu dengan Musa dan berkata: Janganlah datang dekat-dekat: tanggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat, di mana engkau berdiri itu, adalah tanah yang kudus (Kel. 3:5). Kata kudus inilah yang dimengerti sebagai suci, dan dalam bahasa Ibrani adalah qadosh. Kekudusan dimulai dengan mengenal dan berjumpa dengan Tuhan. Kekudusan dimulai dengan mengenalnya sebagai sifat Allah. Inilah permulaan dari konsep kekudusan. Kita memerlukan kekudusan, dan kekudusan itu dimulai dari Allah. Kita dikuduskan oleh Allah. Alkitab mencatat bahwa hanya ada tiga hal yang dapat menguduskan kita, yaitu: 1) darah Yesus; 2) Firman Tuhan; dan 3) Roh Kudus. Tidak ada hal lain yang dapat menyucikan kita selain ketiga hal ini. Oleh darah Tuhan Yesus dosa kita dihapuskan; oleh Firman Tuhan kita dibersihkan dari semua konsep, semua pemikiran dan kelakuan yang salah, dan dibawa kembali kepada kebenaran; dan oleh Roh Kudus kita diberi suatu dorongan dan pengudusan dengan memberikan hidup yang baru. Selain ketiga hal ini, tidak ada sumber dan daya yang bisa menguduskan kita. ORANG KRISTEN DAN PENGUDUSAN Orang Kristen secara status dikuduskan oleh Tuhan. Kita dikuduskan secara status pada hari kita menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita. Tetapi secara kondisi setiap hari kita masih perlu menyesali dosa dan bertobat. Kita perlu

setiap saat hidup dekat dengan Tuhan dan memohon Firman Tuhan mencerahkan hati kita. Kita perlu setiap hari memohon Yesus Kristus membersihkan jiwa kita. Pembersihan oleh Yesus Kristus dengan darahNya dalam 1 Yohanes 1:7 dituliskan dengan format present continuous tense, yang berarti suatu pembersihan yang terus-menerus. Sebagaimana Tuhan ada di dalam terang, maka demikianlah darah-Nya menyucikan kita dari segala dosa. Proses penyucian itu terjadi terus-menerus. Jika kita hidup dalam dosa, berada dalam kegelapan, lalu kita berpura-pura dan menjadi munafik, maka kita tidak mungkin dibersihkan dari dosa-dosa kita oleh Tuhan. Pembersihan ini bersifat present continous tense, suatu tindakan aktif mau membersihkan terus-menerus. Ilustrasi terbaik untuk menggambarkan pembersihan terus-menerus ini adalah seperti kerja kedipan mata manusia. Mata kita selalu berkedip secara periodic untuk membersihkan lensa mata kita dari segala kotoran. Mata kita berkedip secara otomatis, tidak peduli apakah pada saat itu kita sedang memperhatikan sesuatu atau tidak. Kedipan itu bisa sebanyak 12 hingga 20 kali setiap menit. Kedipan ini sangat penting untuk memberikan suatu pelumasan pada mata. Mata kita perlu senantiasa bersih untuk bisa melihat dengan jelas. Dan pembersihan itu harus berjalan secara terus-menerus dengan memberikan pelumasan mata. Lubrikasi (pelumasan) yang paling baik bukanlah pelumasan pada mesin, tetapi pelumasan pada mata manusia. Inilah pelumas yang diciptakan oleh Tuhan. Air mata manusia ini merupakan suatu komposisi cairan yang sedemikian istimewa dan sangat bernilai, oleh karena itu, janganlah sembarangan menangis. Kalau sampai mata kita rusak dan membutuhkan air mata buatan, kita baru sadar bahwa air mata buatan yang baik mutunya, ternyata harganya sangat mahal. Itu pun belum bisa mencapai kualitas air mata yang asli, air mata yang Tuhan ciptakan. Pada saat itu kita baru sadar, bahwa pada saat kita menangis, kita sedang membuang-buang banyak anugerah air mata yang mahal sekali harganya. Pelumasan air mata ini merupakan suatu karya yang luar biasa untuk membersihkan suatu lensa. Tuhan memberikan air mata secara sangat proporsional. Jumlahnya tepat untuk membersihkan mata, tidak terlalu sedikit dan tidak terlalu banyak. Bisa dibayangkan kalau terlalu banyak air mata dikeluarkan setiap kali kedipan, maka mata kita akan kebanjiran. Sering kali kita berpikir jika kita menerima sangat banyak anugerah, itu menguntungkan kita. Kita terkadang berpikir semua yang banyak itu baik. Kalau air mata Anda terlalu banyak dan mata Anda berlinang-linang setiap saat, tentu orang akan enggan menikah dengan Anda. Kalau kita berpikir: Puji Tuhan, air mata itu mahal, dan saya diberi dua liber. Itu bukan puji Tuhan, karena hal sedemikian tidaklah perlu dan justru tidak tepat. Melalui kedipan dengan air mata pembersih ini, lensa mata kita dipelihara bisa tetap jernih dan jelas, dan bisa kita pergunakan

sampai berpuluh-puluh tahun. Seluruh proses berkedip ini pun terus berjalan secara otomatis. Jika kita setiap kali harus memerintahkan mata kita untuk berkedip, maka sangat mungkin mata kita akan pembersih, dan kita tidak bisa bekerja apa-apa, demi untuk mengatur kedipan mata kita. Maka, Tuhan membuat mata kita berkedip terus-menerus secara otomatis. Itulah yang disebut sebagai present continuous tense. Itulah pekerjaan yang dikerjakan terus-menerus di dalam masa kini. Demikian pengertian kita tentang darah Kristus yang menyucikan kita. KOMUNIKASI SALIB Setelah kita menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat dan dibasuh dengan darah-Nya untuk menjadi orang yang berstatus kudus, maka sejak saat itu kita menjadi milik Kristus. Jika kita hidup di dalam terang, hidup di dalam kejujuran, hidup di dalam ketulusan dan motivasi yang murni, tidak mungkin kita tidak diampuni pada saat kita terjatuh ke dalam dosa. Terkadang kita memiliki pikiran yang jahat dan motivasi yang mulai menyeleweng. Pada saat itu kita harus bertekad untuk tidak hidup di dalam kegelapan. Kita harus sesegera mungkin berdoa memohon Tuhan membersihkan dan mengampuni dosa kita. Jika kita bersalah terhadap istri atau suami, anak atau ayah, pegawai, atau siapa pun, dan terus-menerus kita tutup-tutupi dan sembunyikan, maka kita telah menipu diri sendiri, dan mulai membengkokkan diri dan memakai cara-cara untuk mengampuni diri. Tindakan dosa seperti ini tidak akan diampuni. Jikalau kita hidup di dalam terang sebagaimana Tuhan berada di dalam terang, maka kita bersekutu dengan Tuhan di dalam terang dan darah Yesus menyucikan kita dari segala dosa kita. Ini adalah suatu hubungan atau komunikasi yang bersifat salib (the communication of the cross). Apa yang dimaksud dengan komunkasi yang bersifat salib? Jika kita berada di dalam terang, maka kami dan kami bersekutu. Artinya, sesama anak-anak Tuhan, sesama manusia ini akan bisa bersukutu di dalam terang. Ini merupakan komunikasi horizontal. Jika kita berada di dalam terang, maka Allah, yang adalah terang, akan bersekutu dengan umat-Nya yang juga berada di dalam terang. Ini merupakan komunikasi vertikal. Gabungan kedua komunikasi horizontal dan vertikal ini membentuk format salib. Inilah komunikasi yang bersifat salib. Mengapa antara orang Kristen dan orang Kristen lain tidak bisa berdamai? Itu karena adanya dendam yang tidak disisihkan. Masih ada kegelapan yang terpelihara dan tidak dibersihkan. Dosa kita tidak akan diampuni jika kita masih menyembunyikan dalam kegelapan. Jika kita hidup di dalam terang, kita bersekutu satu terhadap yang lain. Di manakah terjadi batas dari gabungan cahaya lampu yang datang dari sebelah kiri saya dan

cahaya lampu dari sebelah kanan saya? Jawabnya: Di mana-mana. Tidak ada titik khusus yang menggabungkan keduanya, dan tidak ada titik yang tidak menggabungkan pertemuan keduanya. Inilah persekutuan. Tanpa batas dan tanpa garis tepi. Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari segala dosa. Ini terjadi terus-menerus dan secara otomatis membersihkan kita. Maka pengudusan kita harus meliputi: pengudusan pikiran, pengudusan emosi, dan pengudusan kemauan kita. Tiga unsur di atas merupakan tiga unsur dasar pembentukan pribadi manusia. Ketiga unsur ini merupakan unsur pembentukan pribadi yang paling hakiki. Kita bisa berpikir, kita bisa mengasihi, dan kita bisa mengambil keputusan. Itulah tiga unsur yang paling dasar di dalam pribadi kita. Jikalau pikiran kita dipenuhi oleh firman, emosi kita diselaraskan dengan emosi Tuhan (mencintai yang dicintai Tuhan, membenci yang dibenci Tuhan), dan kemauan kita dipimpin oleh kehendak dan rencana Tuhan, maka kita berjalan di dalam pimpinan Roh Kudus. Inilah yang dituntut oleh Theologi Reformed. Kita harus berpikir menurut pikiran Allah, merasa menurut perasaan Allah, mengasihi apa yang Allah kasihi dan membenci apa yang Allah benci, dan bertindak menurut tindakan dan pimpinan Roh Kudus. Dengan demikian kita bisa hidup sesuai dengan rencana Tuhan. Inilah kehidupan Kristen yang diajarkan oleh Theologi Reformed. Memang tidak mudah bagi seseorang untuk bisa mencapai hal ini. Tidak seorang pun yang dapat dengan mudah melaksanakan kehidupan seperti ini. Namun hal ini harus kita perjuangkan, apalagi bagi seorang pemimpin, karena sebagai pemimpin dia akan dituntut lebih berat, dia harus lebih berusaha mengoreksi diri, berusaha menjalankan apa yang diajarkan atau dikhotbahkan, supaya kuasa itu tetap berada dan mengalir dari mimbar kepada setiap orang yang menerimanya. Saya selalu bertanya di dalam hati saya, Adakah orang yang saya benci? Pikiran-pikiran seperti ini menuntut koreksi diri. Saya tidak boleh membenci seorang pun. Jika kita hidup di dalam terang terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari segala dosa. Secara otomatis daerah itu membersihkan kita. Pembicaraan kita ini difokuskan pada pengudusan emosi kita, yang nanti akan dilanjutkan dengan dukacita Kristen, sukacita Kristen, dan tema-tema yang lain. Semuanya berada di bawah tema utama Pengudusan Emosi.

Manusia mempunyai emosi. Kita bisa mengasihi, kita bisa membenci, kita bisa iri hati, kita bisa dengki dan dendam. Kita bisa marah, kita bisa sabar. Ini adalah aspek emosi dan berbagai emosi yang ditimbulkannya. Tetapi bagaimana kita bisa menjaga emosi kita, supaya kita bisa tetap kudus? Sehingga ketika kita mencintai, kita mencintai dengan cinta yang kudus. Kalau kita sedih, kita bisa sedih yang kudus. Kalau kita senang, kita senang yang kudus. Jika kita benci, kita bisa benci yang kudus. Jika kita marah, kita bisa marah yang kudus. Memang sangat tidak mudah. Tetapi Tuhan kita telah menjadikan diri-Nya sebagai teladan bagi kita. Tuhan kita adalah Tuhan yang memiliki emosi. Tuhan kita adalah Tuhan yang penuh dengan kasih. Apakah artinya Penuh dengan kasih? Jikalau kamu mencintai seseorang, kamu akan selalu mengingat dia, selalu ingin dekat dengan dia, selalu ingin berbicara dengan dia. Itulah cinta. Cinta yang kudus adalah cinta dari Tuhan. Cinta yang najis adalah cinta dari setan. Sama-sama cinta, tapi berbeda. Apa bedanya citna dari seorang yang betul-betul mencintai kekasihnya dengan cinta dari seorang pelacur? Cinta pelacur adalah cinta yang najis, karena dia tidak murni didalam cinta kasih yang kudus. Yang diinginkannya adalah imbalan, uang, dan berbagai hal lainnya, dan yang dipermainkan adalah seks dan cinta berahi. Dia bukan dikuasai oleh cinta yang kudus. Cinta yang kudus membangun pribadi, cinta yang najis merusak kerohanian. Cinta yang kudus membangkitkan gairah hidup, sementara cinta yang najis menghancurkan hari depan. Jika para pemuda-pemudi tidak bisa membedakan hal ini, berbahayalah mereka. Jika keluarga-keluarga tidak bisa membedakan hal ini, berbahayalah mereka. Cinta yang kudus adalah cinta yang membangun, mempersatukan, mengutuhkan, menyempurnakan, membangkitkan iman, membangkitkan gairah, dan membangkitkan kekuatan pribadi yang masih terpendam. Dengan cinta yang kudus, kata-kata seseorang bisa membangun orang, mendorong orang untuk maju, menjadikan orang yang malas menjadi rajin, dan membangkitkan orang yang kecewa menjadi penuh pengharapan. Itulah sebabnya kita sangat memerlukan cinta yang kudus. Kita sangat perlu emosi yang dikuduskan. Dan di antara emosi yang dikuduskan, salah satunya adalah Dukacita yang Kudus. Inilah tema pertama yang akan dibahas dalam rangkaian tema besar Pengudusan Emosi ini. DUKACITA YANG KUDUS Dukacita yang kududs berarti kesedihan yang sesuai dengan kesedihan Tuhan. Jika seseorang bertanya, Apakah di sorga masih ada kesedihan? Jawabnya: Ada. Bahkan kesedihan itu ada selama-lamanya. Kesedihan sorgawi itu adalah kesedihan dari Tuhan Allah. Allah di sorga bersedih melihat manusia yang berdosa di dunia ini.

Ketika kita sudah diselamatkan dan berada di sorga, apakah kita masih sedih? Ya, kita masih memiliki semacam kesedihan, yaitu sedih memikirkan mengapa ketika kita berada di dunia dulu, kita tidak sepenuhnya taat kepada Tuhan. Kesedihan yang kudus atau kesedihan Tuhan ini merupakan kesedihan yang harus ada. Alkitab mencatat ada empat macam kesedihan yang kudus yang harus ada pada orang Kristen. 1. Dukacita karena Memebenci Dosa Kesedihan yang pertama-tama ada ketika manusia berdosa bertobat adalah kesedihan karena membenci dosa. Kesedihan ini muncul ketika Roh Kudus menanamkan perasaan yang baru di dalam hati seseorang. Memang konsep ordo salutis di dalam pemikiran Theologi Reformed berbeda dari pemikiran Injili pada umumnya. Orang Injili biasa berkata: Bertobatlah kamu, maka kamu akan dilahirkan kembali. Tetapi orang Reformed akan mengatakan: Jika tidak ada kelahiran kembali yang terlebih dahulu diberi oleh Roh Kudus, bagaimana seseorang bisa sedih akan dosa dan bertobat? Dengan demikian, kita mengerti bahwa Roh Kudus bekerja terus-menerus di dalam hati manusia, sampai suatu saat Firman Tuhan mengakibatkan kesadaran di dalam hati manusia sehingga ia dapat menjadi sedih dan menangis karena ia telah berdosa. Itu terjadi karena kita sudah mendapatkan hidup yang baru, yang bisa sedih karena dosa. Itu berarti, dilahirkan kembali terlebih dahulu, baru bertobat. Dalam pemahaman orang yang belum mengenal Firman Tuhan, pertobatan dimengerti demikian: saya salah, saya menyesali dosa, dan saya bertobat. Inilah yang dipikirkan manusia pada umumnya sebagai suatu pertobatan. Dia merasa berdosa, lalu dia datang kepada Tuhan dan menyesali dosanya. Maka dia dikatakan bertobat. Ini adalah pikiran manusia umum yang sudah dicemari oleh dosa. Tetapi Firman Tuhan menunjukkan bahwa banyak orang yang menjadi sedih, susah, karena takut akan hukuman. Orang yang tidak takut hukum pasti akan mencari pengacara untuk membela dosanya dengan menggunakan uangnya. Jika orang kaya memakai uang untuk membela dosanya, maka dosanya berlipat ganda di hadapan Tuhan. Jangan kira ketika kamu sudah menang di pengadilan, maka kamu sudah luput dari pengadilan Tuhan. Tuhan tidak menerima suap, dan tidak menghargai uangmu. Tuhan adalah Tuhan yang adil, yang menembusi hati sanubari manusia hingga tuntas, dan tidak ada seorang pun yang bisa menutup diri sedemikian rupa sampai dia bisa bersembunyi dari hadirat Tuhan.

Itu sebabnya, pengertian orang biasa tentang pertobatan berbeda dari pengertian orang Reformed. Orang biasa mengerti pertobatan sebagai suatu penyesalan. Penyesalan karena semua upaya untuk membela diri sudah gagal, pengacaranya sudah kalah dan sudah ketahuan kesalahannya. Jadi dia sedih karena dihukum. Tetapi ini bukanlah pertobatan. Ini hanya takut akan hukuman, takut kesusahan dan penderitaan akibat murka dari keadilan yang harus dijatuhkan kepada dia yang berdosa. Pertobatan yang sejati adalah pekerjaan Roh Kudus di dalam hati manusia yang membuat kita sadar bahwa kita sudah melukai hati Tuhan. Pertobatan adalah karena Tuhan membuat kita sadar bahwa kita telah menyakiti dan menyedihkan hati Tuhan. Pertobatan sejati adalah akibat pekerjaan Roh Kudus, bukan suatu penyesalan karena harus menerima hukuman. Jika kesalahan yang mendatangkan hukuman itu mendatangkan ketakutan, itu bukanlah pertobatan. Itu merupakan suatu normalisasi fungsi hati nurani. Pada saat kedua anak Harun dihanguskan oleh api Tuhan, hari itu adalah hari di mana kedua anak itu baru saja dilantik sebagai imam untuk melayani bait Allah. Pada hari itu, mereka begitu ceroboh, menggunakan api biasa untuk mempersembahkan korban. Peristiwa itu telah membuat Tuhan Allah marah dan menghanguskan kedua anak laki-laki itu. Bayangkan jika kedua anak lelaki kita pada suatu hari ditahbiskan menjadi pendeta, dan pada hari pelantikan itu, Tuhan menurunkan api dari sorga untuk menghanguskan kedua anak tersebut, tentu kita bisa membayangkan perasaan hati kita saat itu. Itulah yang dirasakan oleh Harun. Itu suatu musibah dan aib yang besar, suatu perasaan malu yang luar biasa. Tetapi melalu Musa Tuhan berkata kepada Harun: Janganlah bersedih akan kematian mereka, tetapi bersedihlah karena dosa mereka (Im. 10: 6 dst.). Inilah pertama kalinya Alkitab dengan tajam membedakan antara kesedihan yang kudus dan kesedihan yang tidak kudus. Kita bisa sangat sedih karena uang kita hilang, atau kita sedih karena kita ditipu dan dirugikan. Tetapi anehnya, hanya sedikit orang yang sedih ketika uang orang lin hilang, atau kita tidak sedih kalau kita merugikan orang lain. Jadi kita harus membedakan kesedihan karena kerugian, dan kesedihan karena dosa. Jadi, pertobatan yang sejati dari Tuhan adalah kesedihan bukan karena kita takut dihukum, tetapi karena kita tahu bahwa kita telah berbuat salah melanggar hukum Tuhan Allah, dan telah mempermalukan nama Tuhan. Pada saat itu, Roh Kudus menyadarkan kita bahwa kita tidak boleh mempermalukan nama Tuhan dan Roh Kudus menegur kita, sehingga kita bertobat. Inilah kesedihan yang kudus. Kesedihan yang kudus

membawa manusia kepada pertobatan. Itulah sebabnya, Theologi Reformed begitu mendalam dalam mengungkap sesuatu, karena mereka telah melihat sampai ke inti Firman Tuhan sedalam-dalamnya. Tanpa kelahiran kembali, tanpa emosi yang dikuduskan oleh Tuhan, tidak ada orang yang mengerti apa itu pertobatan. Jangan kamu menerima Theologi Reformed hanya ikut-ikutan, apalagi ikut-ikut saya, tanpa mengerti apa itu itu Theologi Reformed yang sesungguhnya. Kita perlu belajar dan mengerti dengan mendalam, sehingga iman dan pengertian kita akan Firman Tuhan dipertumbuhkan. Ada orang mengatakan bahwa dia sudah mempunyai kartu baptisan dari Gereja Reformed, dan sekarang tidak merasa perlu untuk datang berbakti secara rutin. Dia merasa sudah mahir, sudah mengerti Firman Tuhan, sehingga tidak merasa perlu untuk mengikuti kebaktian setiap minggu. Saya memberitakan Injil, melayani Firman berpuluh-puluh tahun, tetapi sampai sekarang saya masih merasa kurang dan dangkal dalam mendalami Firman Tuhan. Biarlah kita selalu rendah hati, sadar bahwa pengertian Firman Tuhan begitu mendalam, yang masih belum mempu kita gali sepenuhnya. Biarlah kita senantiasa mau belajar. Celakalah orang yang baru tahu dan mengerti sedikit sudah merasa dirinya begitu hebat dan mengetahui segala hal, lalu mau melayani. Saya senang kalau orang mau giat melayani, tetapi perlu sambil melayani, mau rendah hati belajar, bukan melayani dengan merasa sudah hebat dan tidak perlu belajar lagi. Kekudusan emosi merupakan hal yang sangat penting, karena mempengaruhi semua aspek hidup kita. Setiap hari kita menggunakan fungsi emosi kita, sebagai salah satu elemen mendasar yang Tuhan tanam dalam hati kita. Pertobatan adalah akibat pekerjaan Roh Kudus. Pertobatan merupakan suatu fenomena bahwa kamu sudah menerima kelahiran baru. Pertobatan juga adalah hasil dari Firman Tuhan yang telah ditanam di dalam hatimu, sehingga sekarang mulai tumbuh tunasnya. Mengapa Tuhan Yesus berkata: Berbahagialah orang yang berdukacita? Mengapa Tuhan Yesus mengatakan: Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Tuhan (Inggris: poor in spirit)? Jika kamu merasa miskin secara rohani, berbahagialah. Jika kamu merasa kaya secara rohani, celakalah kamu. Orang yang merasa sudah kaya dan cukup, adalah orang miskin; orang yang merasa diri miskin secara rohani mungkin bisa diberikan kekayaan rohani oleh Tuhan. Tuhan selalu memberikan kalimat-kalimat yang berbeda dari apa yang dipikirkan manusia.

Saya terkadang heran sekali. Ada orang-orang yang setelah lulus sekolah theology, tidak lagi mau membaca buku, tidak mau mendengarkan khotbah, karena dia merasa sudah lulus sekolah theologi. Sebaliknya, ada orang-orang Kristen biasa atau belum sekolah theology, tetapi semangat belajarnya begitu luar biasa, melebihi mahasiswa atau lulusan sekolah theology. Yang satu merasa dia sudah hebat, sementara yang lain merasa dia begitu miskin. Saya mengundang Ev. Michael Hsu menjadi asisten saya untuk kebaktian bahasa Mandarin di Indonesia. Saya melihat dia setelah selesai sekolah theology, sudah dapat gelar, tetapi tiap minggu dia masih begitu tekun belajar, mengikuti kebaktian yang saya pimpin, secara rutin selama dua tahun. Dia sudah menjadi hamba Tuhan, dia sudah menggembalakan gereja. Sekalipun saya tidak pernah mendengar khotbahnya, tetapi saya terus melihat semangatnya untuk mau belajar, ada kerendahan hati dan kehausan yang sungguh akan kebenaran Firman Tuhan. Maka saya merasa bahwa orang ini adalah orang yang masih mempunyai harapan dan bisa dipakai Tuhan. Saya mengundang suami istri Hsu datang ke Indonesia untuk melihat pelayanan di Indonesia. Ketika pulang, saya meminta mereka berdoa, kalau Tuhan gerakkan untuk melayani di Indonesia. Dua bulan kemudian, Ev. Hsu mulai bergabung, dan sekarang terbukti bahwa dia boleh menjadi hamba Tuhan yang pelayanannya sangat diberkati Tuhan. Kekristenan membutuhkan orang-orang sungguh-sungguh melayani dengan hati yang mau berkorban, dengan jiwa yang rendah hati, dan mau belajar dengan sungguh-sungguh. Jika tidak ada pertobatan yang sejati, hati yang mau dibentuk dan kesungguhan untuk belajar, lalu melayani Tuhan, maka hanya ada khotbah yang muluk-muluk dan terkenal, tetapi Gereja tidak akan maju. Kita perlu terus peka akan apa yang Tuhan mau kita kerjakan. Kalau gereja hanya berisi mulut-mulut yang pandai berkhotbah, tetapi tidak ada tangan yang mau bekerja dan kaki yang mau melangkah, dan jiwa yang penuh cinta kasih dan emosi yang dikuduskan, maka gereja itu tidak mempunyai harapan dan akan lumpuh. Tuhan Yesus berkata: Berbahagialah orang yang berdukacita. Orang-orang penganut Injil Sosial (Social Gospel) menafsirkan hal ini sebagai suatu kesedihan karena miskin dan kekurangan uang atau makan, atau kesedihan karena terbuang dari masyarakat, tidak mempunyai pekerjaan dan berbagai penderitaan lainnya. Memang keadaan-keadaan sedemikian cukup menyedihkan dan butuh dikasihani, tetapi lebih jauh daripada itu, dukacita sejati adalah dukacita yang seusai dengan kehendak Tuhan Allah melalui pimpinan Roh Kudus akibat mengerti emosi yang dikuduskan oleh Tuhan Allah.

Ada satu kalimat yang terus menggerakkan saya semenjak pertama kali saya membacanya. Arsitek dunia selalu memakai bahan-bahan yang paling indah untuk membangun bangunan yang megah di dunia ini. Hanya Tuhan Allah yang memakai manusia-manusia yang hancur hatinya untuk membangun kerajaan-Nya. Bahan dari Kerajaan Allah adalah hati-hati yang hancur jiwa-jiwa yang berduka. Hati yang hancur, karena tahu dia sudah berdosa, tidaklah dihina oleh Tuhan. Orang yang sedih dan hatinya hancur, tidak ada seorang pun yang dihina oleh Tuhan, karena hati yang hancur dan berduka karena dosa ini bisa dipakai menjadi batu-batu hidup bagi pembangunan Kerajaan Sorga. Pernahkah kamu menangisi dosa yang telah kamu lakukan? Dalam khotbah saya di Sumatera Utara, saya pernah mengajukan pertanyaan ini. Berapa kalikah dalam hidupmu, kamu telah mengalami hati yang hancur, menangis bagi dosa-dosamu, dan berlutut memohon Tuhan mengampunimu? Setelah saya mengatakan kalimat itu, walikota Medan saat itu mengatakan kepada saya, Saya sangat tersentuh oleh kalimat itu, karena saya piker selama hidup saya, sangat sedikit pengalaman saya berlutut di hadapan Tuhan menangisi dosa saya dan memohon pengampunan Tuhan. Adakah di sorga ada orang yang bisa masuk ke dalamnya tanpa menangisi dosanya? Tidak ada! Masuk sorga bukan memakai karcis yang bisa engkau beli dengan harga yang mahal. Ke sorga hanya karena Tuhan melihat hatimu pernah menangisi dosa, pernah bertobat karena pekerjaan Roh Kudus, pernah merendahkan diri dan minta pengampunan dari Tuhan. Itulah tiket masuk sorga, hati yang penuh kesedihan karena Tuhan menegur engkau karena dosa-dosamu. Roh Kudus datang bukan untuk memuliakan manusia, tetapi memuliakan Tuhan Yesus dan menjadikan manusia sedih, karena telah menegur dosanya, dan menyadarkannya akan keadilan dan penghakiman Tuhan. Demikianlah Firman Tuhan Yesus: Namun benar yang Kukatakan ini kepadamu: Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu. Dan kalau Dia datang, Dia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman (Yoh. 16:8). Manusia akan diinsafkan, akan sedih dan sadar akan dosanya. Inilah kesedihan yang pertama. 2. Dukacita karena (menurut) kehendak Allah Alkitab berkata kepada kita mengenai adanya dukacita menurut kehendak Allah. 2 Korintus 7: 10-11 mengatakan: Sebab dukacita menurut kehendak Allah

menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematina. Sebab perhatikanlah betapa justru dukacita yang menurut kehendak Allah itu mengerjakan pada kamu kesungguhan yang besar, bahkan pembelaan diri, kejengkelan, ketakutan, kerinduan, kegiatan, penghukuman! Di dalam semuanya itu kamu telah membuktikan, bahwa kamu tidak bersalah di dalam perkara itu. Paulus dalam ayat ini (ayat 8-11) menunjukkan bahwa sebelumnya dia telah menulis satu surat kepada jemaat Korintus yang isinya begitu keras sehingga membuat mereka berdukacita. Surat itu berisi teguran yang sedemikian keras, dan setelah dikirim, Paulus sendiri menyesal dia telah menegur dengan begitu keras, yang pasti akan membuat mereka berdukacita. Dia berdoa, dan mempertanyakan, apakah mereka memang perlu bersedih dengan teguran itu. Dan kesimpulannya adalah mereka memang memerlukannya. Mereka perlu ditegur sedemikian, karena jika mereka tidak bersedih, mereka akan terus berbuat dosa. Sehingga setelah mereka menerima surat itu, mereka bisa bertobat dan tidak berbuat dosa lagi. Di sini, Paulus mengalami penyesalan karena telah membuat orang sedih. Tetapi kemudian, dia sadar bahwa dia tidak perlu menyesal karena dia telah membuat orang menyesal. Paulus kini tidak menyesali penyesalannya. Perlu sekali kesedihan itu diterima oleh jemaat Korintus, karena dukacita itu telah menyebabkan pertobatan. Maka kesimpulan Paulus bahwa dukacita itu terjadi oleh karena kehendak Allah. Ayat ini merupakan satu-satunya perikop yang membicarakan tentang dukacita karena kehendak Allah. Ada ayat Firman Tuhan tentang menderita menurut kehendak Allah (1 Ptr. 4:19), tetapi hanya di sini tertulis tentang berdukacita menurut kehendak Allah. Sekalipun mereka berdukacita, tetapi mereka tidak rugi. Paulus memang membuat mereka berdukacita, tetapi Paulus tidak merugikan mereka dengan membuat mereka berduka, karena dukacita itu telah membawa mereka pada pertobatan. Dukacita itu terjadi menurut kehendak Allah. Dukacita menurut kehendak Allah akan menghasilkan kebaikan, dan pada akhirnya, itu membawa sukacita. Ini bukan mendatangkan kerugian, melainkan suatu keuntungan. Dukacita menurut kehendak Allah akan membawa pertobatan dan keselamatan. Tetapi hal ini dikontraskan dengan dukacita dari dunia, karena dukacita dari dunia ini membawa kematian. Jika dukacitamu berasal dari kehendak Allah, maka kamu tidak akan pernah menyesal karena kamu sudah berduka. Inilah dukacita yang sehat. Ini merupakan dukacita sorgawi.

Jika kita, sebagai orangtua, melihat anak kita tidak beres, maka kita akan sangat susah hati. Kita berharap dia sendiri menyadari bahwa dirinya tidak beres, lalu dia sendiri juga susah hati, seperti kita susah hati. Apa gunanya orangtua susah hati untuk anaknya padahal anaknya itu sedang bersenang-senang dan tidak merasa susah? Apa gunanya orangtua sadar bahaya yang segera akan menimpa anaknya, sementara anaknya itu sendiri tidak sadar bahwa dia dalam bahaya? Apa gunanya kita kuatir kalau-kalau dia berada di pinggir kehancuran, sementara dia sendiri tidak sadar bahwa dia sedang hancur? Kalau kesedihan orangtua bisa timbul dalam hati anak yang sedang hancur itu, sehingga dia sadar dan kembali, itulah pendidikan yang sukses. Guru yang gagal adalah guru yang hanya padai marah-marah kepada anak-anak didiknya, tetapi semakin dimarahi anak-anak didiknya itu menjadi semakin jahat. Guru yang hebat adalah guru yang bisa membuat anak didiknya itu marah kepada dirinya sendiri dan menegur dosanya sendiri, dan akhirnya sedih sendiri dan sadar sendiri. Itulah pendidikan yang sukses. Sebagai seorang pemimpin agama dan seorang guru, saya telah mengajar sejak usia 15 tahun. Saya sadar satu hal, yaitu jika saya menyadari suatu kebahayaan yang akan terjadi pada murid saya, tetapi murid itu sendiri tidak sadar akan bahaya itu, maka itu berarti dia belum dididik. Demikian juga saya mendidik anak-anak saya sendiri. Saya berdoa dan meminta kepada Tuhan agar jangan sampai anak pendeta merusak nama Tuhan. Biarlah mereka satu per satu dididik dengan ketat dan dengan baik. Sehingga akhirnya kesadaran yang Tuhan berikan kepada saya turun kepada mereka, sehingga mereka sadar sendiri. Inilah maksudnya dukacita Tuhan itu kini sudah menjadi dukacita orang Kristen. Paulus menulis bahwa dia sempat menyesal dan berduka ketika menulis surat yang sedemikian keras. Dia merasa tidak perlu membuat orang lain menjadi susah. Itu membuat dia sendiri menjadi susah. Tetapi kemudian dia sadar bahwa kesusahan itu telah mengakibatkan penyesalan dan pertobatan. Berarti kedukacitaannya itu telah berpindah dan menjadi dukacita mereka. Dukacita yang mereka alami adalah dukacita yang berasal dari dukacita Paulus yang melihat mereka telah berdosa. Dan dukacita seperti ini berasal dari dukacita Tuhan sendiri. Maka inilah dukacita menurut kehendak Allah. Dukacita menurut kehendak Tuhan tidak perlu mengakibatkan penyesalan atas penyesalan. Kita tidak perlu menyesal karena telah membuat orang berdukacita. Sampai kapan pun, bahkan sampai di sorga nanti, kita tidak akan pernah menyesali bahwa kita pernah menyesali dosa kita dan bertobat. Pernyesalan yang menyebabkan kita tidak perlu menyesal lagi, adalah penyesalan yang baik. Itu

dukacitanya Tuhan. Kini Paulus bersukacita karena mereka telah mengerti dukacita menurut kehendak Allah. Dukacita seperti ini adalah dukacita yang kudus. Dukacita seperti ini menyebabkan engkau menegur diri dan menyucikan diri. Akhirnya engkau berubah danmenjadi semakin kudus. Inilah progressive sanctification (pengudusan progresif). Pengudusan adalah prosedur membersihkan diri melalui menegur diri, mengoreksi diri, dan membersihkan diri. Orang yang perlu terus dimarahi orang lain bagaikan seekor babi, tetapi orang yang bisa memarahi dirinya sendiri adalah manusia. Orang yang perlu dipukul dan dipecut adalah kuda malas. Orang yang perlu terus dimarahi dan dihukum tanpa pernah mau bertobat bagaikan binatang yang dibawa ke pembantaian. Orang yang bisa sadar sendiri adalah orang yang menjalankan peta dan teladan Allah. Di dalam Alkitab, beberapa kali Tuhan Allah mengumpamakan manusia seperti binatang. Manusia itu diciptakan dengan begitu hormat, tetapi manusia tidak sadar, akhirnya mereka dikatakan bagaikan binatang yang dibawa ke pembantaian (Mzm. 49:20). Manusia yang diciptakan di dalam kehormatan, tetapi tidak mempunyai kesadaran dan pengertian, bagaikan hewan yang harus dibinasakan. Tetapi manusia yang sadar sendiri dan tahu akan hal-hal yang tidak benar dan tidak baik, yang tahu akan dosa, tahu akan hal yang melanggar, dan menjadi sedih dengan dukacita menurut kehendak Tuhan, adalah orang yang akan mengalami proses pengudusan dan pertobatan yang sungguh. Jangan menunggu hari penghakiman yang terakhir, sekarang adililah dirimu, sekarang bertobatlah dan sekarang sadarlah dan keluarlah dari dosamu. Selama masih ada kesempatan, janganlah kita menghina dan mengabaikan anugerah Tuhan. 3. Dukacita karena melihat dunia yang immoral Di dalam 2 Petrus 2:7-8, Firman Tuhan mengatakan, tetapi Ia menyelamatkan Lot, orang yang benar, yang terus-menerus menderita oleh cara hidup orang-orang yang tak mengenal hukum dan yang hanya mengikuti hawa nafsu mereka saja, - sebab orang benar ini tinggal di tengah-tengah mereka dan setiap hari melihat dan mendengar perbuatan-perbuatan mereka yang jahat itu, sehingga jiwanya yang benar itu tersiksa. Setelah membaca ayat ini, saya sangat tercengang, karena sepanjang saya diajar Firman Tuhan, mulai dari sekolah minggu sampai mendengar khotbah pendeta,

selalu dikatakan bahwa Abraham adalah orang yang benar, sementara Lot digambarkan sebagai orang yang jahat, yang selalu berdosa dan melanggar firman dan hidup immoral. Tetapi di dalam ayat ini dikatakan bahwa Lot adalah orang benar di tengah lingkungan yang fasik. Sekalipun Lot gagal mendidik kedua anak perempuannya, tetapi dia sendiri sampai mati tetap bertahan sebagai orang benar. Dia memang mempunyai kelemahan bercekcok dan berselisih dengan pamannya, Abraham, tetapi dia tetap menjaga kekudusan hidupnya, dan jiwanya sangat tersiksa. Hatinya sedih karena dia harus melihat kehidupan immoral di Sodom dan Gomora. Dia melihat orang-orang homoseks, melihat orang-orang berdosa, dan semua tindakan immoral di sana. Orang-orang di sana hidup begitu biadab, begitu fasik, begitu menjijikkan. Dia sangat sedih, dan hatinya merasa sangat tersiksa. Apakah kamu senang melihat pemuda-pemudi yang pergi ke kelab malam? Apkah kamu bisa tidak peduli melihat segala penyelewengan seksual dan hubungan seks di luar nikah? Ataukah jiwamu merasa sedih dan tersiksa? Apakah kamu merasa sedih dan tersiksa melihat kotamu penuh dengan berbagai tempat perbuatan mesum? Jika kamu sedih, kamu adalah seorang Kristen yang sejati. Jika kamu tidak sedih, maka kerohanianmu sudah tidak beres. Lot hidup di tengah-tengah orang-oorang yang hidupnya sedemikian. Setiap hari dia melihat orang-orang yang hidupnya begitu rusak, maka hatinya menjadi sangat tersiksa. Dia begitu sedih. Dalam Alkitab terjemahan bahasa Mandarin dikatakan, hatinya sangat luka, begitu sedih sekali.

Melihat zaman yang rusak, melihat pemuda-pemudi yang hidupnya rusak mereka bukan hanya rusak, tetapi juga membanggakan kerusakan mereka hati saya sangat sedih. Tahun lalu ketika berada di New York, saya melihat begitu banyak orang berpawai keliling Manhattan. Saya bertanya kepada orang di sana, perayaan apakah itu? Mereka menjawab bahwa itu adalah pawai yang merayakan hari kebebasan homoseks (Gay Pride Parade ed.). Hari itu mereka berpawai dan begitu gembira, pria dengan pria, wanita dengan wanita. Sungguh tidak tahu malu, setengah telanjang berjalan-jalan di jalan raya. Mereka mengumumkan bahwa mereka bebas, bebas berbuat dosa. Ketika hidup moral sudah rusak, ketika keluarga sudah berantakan, tapi manusia masih membanggakan dirinya, berarti dunia ini sudah rusak. Manusia ingin menuntut kebebasannya yang liar, bukan kebebasan yang diikat oleh kebenaran. Manusia menginginkan seks yang tidak mau dikendalikan oleh kebenaran dan kekudusan. Tetapi akhirnya hal ini malah menimbulkan berbagai penyakit yang menakutkan seperti AIDS dan berbagai penyakit lainnya. Selain itu, hal ini juga menghasilkan anak-anak yang hidupnya biadab dan lliar, menghasilkan generasi muda yang tidak takut kepada Tuhan, dan menimbulkan berbagai perbuatan

yang keji dan menakutkan. Inilah dunia yang dilihat oleh Lot. Lot sangat sedih, hatinya susah luar biasa, jiwanya tersiksa, inilah dukacita yang ketiga.

Apakah orang Kristen harus berdukacita? Ya dan harus. Dukacita akan membawa kamu pada pertobatan yang sungguh dari dosa-dosamu. Dukacita menurut kehendak Allah akan membawa kamu pada sukacita karena hidup yang dikoreksi. Berdukacita melihat dunia yang rusak karena hancurnya moralitas manusia.

4. Dukacita karena orang yang belum mengenal Kristus Di dalam Roma 9: 1-3 dikatakan, Aku mengatakan kebenaran dalam Kristus, aku tidak berdusta. Suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus, bahwa aku sangat berdukacita dan selalu bersedih hati. Bahkan, aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani. Di dalam ayat ini dikatakan bahwa Paulus mau berbicara sejujur-jujurnya, dari dalam hatinya yang terdalam. Inilah ungkapan isi hati yang dalam. Kesedihan apakah ini? Inilah kesedihan karena bangsanya belum mengenal Kristus. Pada tahun 2003, sebelum pelaksanaan Kebaktian Kebangunan Rohani di Istora Senayan, saya merasakan desakan yang begitu kuat untuk mengkhotbahkan tema utama: Yesus Kristus Juruselamat Dunia. Namun, beberapa orang memperingati saya bahwa saya bisa dibunuh karena mengkhotbahkan tema tersebut. Tetapi saat itu saya sudah bertekad, dan jika dibunuh pun saya rela, karena saya harus menyerukan berita ini kebada bangsaku, bangsa Indonesia. Mereka perlu mendengar bahwa satu-satunya Juruselamat yang bisa menyelamatkan manusia bukanlah berbagai pendiri agama, melainkan Yesus Kristus, Anak Allah yang berinkarnasi. Bukan agama yang bisa menyelamatkan, tetapi penebusan Kristus di kayu salib, dengan darah-Nya yang kudus. Kristus bukanlah tokoh revolusioner. Dia turun dari sorga untuk mempersembahkan diri-Nya untuk penebusan dosa manusia. Ia merelakan diri-Nya untuk dibunuh dan melalui darah-Nya Dia memperdamaikan manusia dengan Allah. Itulah Injil. Saat ini begitu banyak orang belum mengenal Injil. Bahkan banyak orang Kristen yang hanya menjadi Kristen secara formalitas tetapi tidak mempunyai pengalaman pribadi dengan Yesus Kristus sebagai Juruselamat mereka. Paulus mengatakan bahwa dia memikirkan orang-orang Yahudi. Dia memikirkan saudara-saudara sebangsanya, dan dia menjadi begitu sedih, karena bangsanya telah

menolak Kristus. Paulus sampai mengatakan bahwa ungkapan itu merupakan ungkapan jujur, yang disaksikan oleh hati nuraninya, dan juga oleh Roh Kudus. Ini berarti dua saksi yang bersaksi. Dua saksi merupakan ungkapan bahwa kesaksian itu sah secara hukum. Paulus mau menyatakan bahwa dia sedih dan benar-benar sedih. Inilah kesedihan yang kudus. Saya sedih banyak orang yang berbicara begitu banyak hal-hal yang indah di mimbar, tetapi hatinya tidak jujur, hatinya tidak bersih. Paulus sedih melihat bangsanya belum mengenal Kristus, sampai-sampai dia rela binasa, terpisah dari Kristus, asal bangsanya boleh bertobat dan kembali kepada Kristus. Hati seperti ini, yaitu hati yang terkoyak-koyak oleh kesedihan yang kudus, membuat dia harus pergi ke sana sini, melupakan dirinya, kesenangan dirinya, agar bangsanya boleh mengenal Kristus. Dia tidak menghiraukan mati hidup dirinya, tidak menghiraukan keuntungan atau kerugian sendiri, tidak menghiraukan sehat atau sakit dirinya, sampai akhirnya dipenggal kepalanya. Dia rela menanggung semua itu demi melihat dunia dapat mengenal Kristus. Pendeta-pendeta yang mencari kelancaran, mencari keamanan hidup, mencari kenikmatan diri, banyak. Orang Kristen yang hanya mau untung, hidup nyaman, juga banyak. Tetapi yang mau berkorban bagi Tuhan dan ingin supaya orang lain mengenal Kristus, sangat sedikit. Saya kagum pada seorang pendeta, yang secara usia relative masih muda. Dia seorang biasa, tetapi hatinya begitu polos dan murni. Dia seorang pendeta yang sungguh-sungguh giat memberitakan Injil. Setiap hari dia pergi menginjili orang, mendekati satu per satu orang yang bisa dia temui untuk berbagi Injil. Segala upaya mau dia lakukan. Dia pergi ke pusat perbelanjaan, ke rumah sakit, ke mana saja dia bisa memberitakan Injil. Kalimatnya yang paling menggerakkan saya adalah: Jikalau satu hari saya tidak pergi memberitakan Injil, saya merasa hidup saya hari itu tidak ada arti. Jikalau saya mau tidur di malam hari dan belum menginjili seorang pun, saya tidak bisa tidur. Jiwa seperti inilah yang akan membuat orang mengenal Tuhan Yesus. Jiwa yang sedih melihat orang belum percaya dan belum diselamatkan. Tetapi mengapa di dalam gereja begitu sedikit orang seperti ini? Bukankah seharusnya setiap orang percaya mempunyai hati seperti ini? Saya tidak menanyakan berapa banyak hasilnya, dan bagaimana tekniknya, tetapi saya bertanya, apakah ada hati seperti ini? Hati yang sedih melihat jiwa-jiwa yang belum diselamatkan seharusnya merupakan hati setiap orang percaya. Sedihkah kita melihat ada keluarga kita, saudara kita, yang belum percaya? Sedihkan kita melihat suku kita, bangsa kita yang belum percaya? Bolehkah kita hidup nyaman tanpa memberitakan Injil? Kesedihan seperti ini harus senantiasa mengikuti kita, selama kita masih diberikan kesempatan hidup di dunia ini. Biarlah kita mengingat, inilah dukacita yang kudus. Inilah dukacita orang Kristen yang akan diingat dan dilihat oleh Tuhan selama-lamanya.

Menagisi diri yang kurang cantik tidak mempunyai arti apa-apa, menangisi diri yang kurang kaya tidaklah berarti banyak, menangisi berbagai kesulitan kita tidak mempunyai banyak makna. Tetapi menangisi dosamu, menangisi rencana Tuhan yang belum engkau jalankan, menangisi masyarakat yang immoral, menangisi orang sezaman kita yang belum percaya kepada Tuhan Yesus, itulah tangisan yang berarti. Biarlah kekudusan Tuhan melanda emosi kita di dalam kesedihan yang sesuai dengan kehendak-Nya. Amin.

DUA SUKACITA YANG KUDUS Bersukacitalah senantiasa. Tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu. 1 Tesalonika 5: 16-18 Tuhan ingin emosi orang-orang Kristen disucikan. Disucikan bukan sekedar bagaikan orang mandi. Banyak orang yang tubuhnya bersih sekali, tetapi rohaninya kotor sekali. Saya menemukan beberapa orang yang suka berzinah, hidupnya sangat keji dan najis, tetapi pakaiannya rapi dan wangi sekali. Tubuhnya bersih sekali, tetapi hatinya kotor sekali. Paulus berkata, Marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah (2 Kor. 7:1). Tuhan memang menginginkan kita membersihkan tubuh kita dari seluruh pencemaran jasmaniah, tetapi Dia juga menginginkan penyucian secara rohaniah, atau dalam terjemahan lain, pembersihan dari pencemaran jiwa dan pencemaran hati. Bukan bersih secara fisik, bukan sekedar berpakaian yang rapi dan wangi. Yang Tuhan minta adalah kebersihan jiwa, kebersihan emosi, kebersihan pikiran dan kebersihan rohani kita. Konsep iman kepercayaan, sikap dan motivasi haruslah senantiasa dibersihkan. Kebersihan, kesucian yang sesuai dengan rencana Allah berarti kita berada di dalam sifat ilahi secara moral. Sebagai manusia, memang kita tidak bisa memiliki sifat ilahi secara esensi. Tetapi sebagai ciptaan yang dicipta menurut gambar dan rupa Allah, kita bisa memiliki sifat ilahi secara moral. Kita diselamatkan, dikeluarkan dari kerusakan dunia ini supaya kita berbagian di dalam Allah. Kita disucikan agar berbagian di dalam natur ilahi. Tetapi berbagian dalam sifat yang mana? Di dalam sifat-sifat moral-Nya. Itu berarti, Allah yang suci ingin kita berbagian di dalam kesucian-Nya. Allah yang adil ingin kita bertindak sesuai dengan keadilan-Nya. Allah kita yang penuh dengan kasih ingin kita berbagian dalam kasih-Nya. Allah kita yang penuh kemurahan ingin kita berbagian dalam kemurahan-Nya. Itulah maksudnya bahwa kita berbagian dalam sifat ilahi-Nya. Kita menjadi serupa dengan Tuhan kita ketika kita berbagian di dalam kekudusan-Nya. Kita menjadi semakin serupa dengan Allah ketika kekudusan Allah melanda dan memenuhi kehidupan kita. Ketika itu terjadi maka setiap aspek dari karakter atau watak pribadi kita akan terpengaruh. Abraham Kuyper berkata bahwa

tidak ada satu inci pun dari hidupku di mana Allahku tidak bertakhta di atasnya. Abraham Kuyper (1837-1920) adalah seorang theolog, filsuf, sejarawan, pendidik, dan politikus Reformed yang juga pernah menjabat sebagai perdana menteri Belanda (1901-1905). Dia pendiri dari Free University di Amsterdam. Dia sangat dihormati karena pemikiran-pemikirannya yang tajam berdasarkan Firman Tuhan dan berbicara di dalam berbagai aspek mandate budaya. Dia mendirikan dua surat kabar yang besar, yaitu De Standaard dan De Heraut (The Herald). Maka sangat perlu bagi kita untuk membahas tema penting ini, yaitu Pengudusan Emosi. Kita telah membahas topik yang pertama, yaitu kesedihan atau dukacita yang kudus. Telah kita bicarakan bahwa sering kali kita menangis untuk hal-hal yang tidak Tuhan tangisi, dan kita tidak bersedih untuk hal-hal yang Tuhan sedihkan. Tangisan kita yang tidak pernah berubah membuktikan kerohanian kita tidak maju dan bertumbuh. Kesedihan yang kudus adalah kesedihan yang sesuai dengan kesedihan Tuhan. Kini kita masuk dalam tema kedua, yaitu: Sukacita di dalam kehendak Tuhan. Ini adalah sukacita yang dikuduskan. 1 Tesalonika 5: 16-18 adalah perikop pertama yang mencatat beberapa sikap hidup Kristen yang digabungkan menjadi satu di dalam ikatan kehendak Allah. Pertama, Allah menghendaki kita menjadi orang yang bersukacita; kedua, Allah menghendaki kita menjadi orang yang tetap berdoa, dan ketiga, Allah juga menghendaki kita menjadi orang yang senantiasa bersyukur di dalam segala keadaan. Dalam surat 1 Tesalonika ini topik yang penting mengenai kehendak Allah dibicarakan dua kali. Pertama, orang percaya harus hidup dalam pengudusan dan menjauhkan diri dari kenajisan nafsu birahi, karena inilah kehendak Allah (1Tes. 4:3). Kedua, dalam kehidupan kita sehari-hari kehendak Allah harus diungkapkan dalam tiga unsur, yaitu kita harus menjadi orang yang senantiasa bersukacita, selalu berdoa, dan bersyukur dalam segala keadaan. BERDOA TIADA HENTI Mungkinkah seorang Kristen berdoa tiada henti? Kalau benar, apakah itu berarti kita tidak tidur atau tidak makan? Bukan demikian. Justru doa itu bukan berarti kita tutup mata, lipat tangan, lalu berlutut. Itu hanyalah salah satu cara atau postur atau sikap berdoa. Yang disebut doa sebenarnya adalah sinkronisasi kehendak kita dengan kehendak Tuhan. Sinkronisasi kehendak kita dengan kehendak Tuhan berarti apa yang kita kehendaki harus disesuaikan dengan apa yang menjadi kehendak Allah. Pada saat kita menghendaki sesuatu yang sesuai dengan kehendak Allah yang kekal, itulah saat kita berdoa. Yang disebut sebagai doa terus-menerus (unceasing prayer)

adalah sikap di mana jiwa kita berusaha untuk terus sinkron dengan kehendak Allah yang kekal. Apa yang Allah tetapkan di dalam kekekalan, apa yang Tuhan kehendaki di dalam sifat ilahi-Nya, itu juga yang menjadi keinginan dan tekad kerinduan kita. Itulah sinkronisasi kehendak kita dengan kehendak Allah. Itulah doa yang terus-menerus. Di dalam doa kita menaklukkan diri ke dalam kedaulatan Allah. Di dalam doa kita mensinkronisasi rencana kita dengan rencana Allah. Di dalam doa kita membicarakan apa yang kita inginkan di hadapan Tuhan yang mahakuasa. Doa adalah pengakuan akan kerendahan kita dan kedaulatan Allah. Doa merupakan pengakuan bahwa kita membutuhkan Dia sebagai Pemberi Anugerah. Doa juga mengaku bahwa kita tidak mungkin menjadi sempurna tanpa pertolongan dari atas. Semua ini merupakan prinsi-prinsip theologi doa yang harus kita pahami. Doa yang tidak henti-hentinya, dikatakan oleh Billy Graham sebagai, the prayer in the subconscious (doa di dalam bawah sadar kita). Itu berarti secara sadar kita sedang mengerjakan segala sesuatu, tetapi di bawah sadar, di dalam hati kita yang terdalam, kita terus-menerus minta pertolongan Tuhan. Mungkinkah seorang yang sedang berkotbah sekaligus juga sedang berdoa? Mungkin, dan itulah yang saya jalankan. Sambil saya berkhotbah, hati saya terus bersandar dan menantikan anugerah dan pertolongan Tuhan. Saya mohon pertolongan agar setiap kalimat tidak salah, baik secara doktrin dan secara bahasa. Tuhan kiranya tolong juga dalam cara menyampaikan dan juga seluruh sikap hidupku. Dan hal ini menjadi suatu kebiasaan, sehingga tanpa sadar hal itu dilakukan terus-menerus. Sambil melayani sambil terus berdoa minta pertolongan Tuhan. Apakah ketika kita bekerja kita juga bisa berdoa? Bisa. Jika kita bekerja sambil mengomel, maka kita tidak sedang berdoa. Kita harus bekerja dengan rela sambil meminta kekuatan dari Tuhan untuk bisa mengerjakan bagian pekerjaan yang Tuhan percayakan kepada kita. Keraelaan yang berkesinambungan terus-menerus, itulah yang disebut sebagai doa bawah sadar (prayer in the subconscious). Terkadang saya berpikir, orang yang bekerja dengan tidak rela lebih baik dia tidak usah bekerja. Apa gunanya dia bekerja sambil mengomel atau marah-marah. Akhirnya, pada suatu saat dia akan meledak karena dia sudah mengerjakan banyak dengan tidak rela. Orang seperti ini lebih baik tidak usah bekerja. Tuhan juga tidak mau kita melayani Dia dengan cara sepeti itu. Marilah kita belajar sambil bekerja keras, sambil melayani dengan rela, sambil bertumbuh dalam berbagai tugas, kita bisa tetap berdoa secara bawah sadar. Doa yang tidak henti-henti dilukiskan dengan perkataan seseorang: Ketika aku menyapu rumah, aku berdoa, Tuhan, bersihkan hatiku seperti aku sedang

membersihkan lantai ini; ketika mencuci pakaian aku berdoa, Tuhan, cucilah hatiku dengan darah-Mu, seperti aku mencuci pakaian-pakaian kotor ini; ketika aku melayani orang, aku berdoa, Tuhan, ajarlah aku mengerti Engkau datang ke dunia melayani orang lain. Di dalam setiap tindakannya dia belajar berdoa, sehingga ada doa yang tidak habis-habis di dalam bawah sadarnya, menghubungkannya dengan semua yang dilakukannya di dalam kesadarannya. SUKACITA DAN KERELAAN Berdoa dan bersukacita seperti ini merupakan aspek rohani yang sangat penting bagi kehidupan iman kita. Jika kita telah belajar untuk bisa terus berdoa secara bawah sadar seperti ini, dan menghubungkan semua tindakan kita yang sadar dengan doa yang bergumul untuk mengerti kehendak Tuhan yang kekeal, maka hidup kita akan menjadi ringan, walaupun kita dalam pekerjaan yang berat. Bekerja berat tidak menjadi masalah, karena yang terpenting adalah kerelaan. Bekerja berat atau bekerja ringan tidak terlalu berdampak banyak bagi tubuh kita. Tetapi di mana ada kerelaan, di situ ada keringanan, dan di mana ada ketidakrelaan, di situ ada beban yang berat sekali. Jikalau kerelaan itu bisa terus bertambah dan bertumbuh, maka tugas yang berat akan menjadi ringan. Jikalau tidak rela, tugas seringan apa pun akan menjadi berat. Jikalau kita mengerjakan apa pun dengan sukacita, maka kita akan mengerjakannya dengan sungguh-sungguh dan melakukannya dengan lancer dan menikmatinya. Maka ada perkataan: suffering plus willingness is enjoyment (kesusahan ditambah kerelaan adalah kenikmatan). Beban berat jika disertai kerelaan akan mendatangkan kenikmatan. Di dalam suatu tayangan TV di Cina dibicarakan tentang dua wanita lulusan Shanghai University yang masuk ke pedesaan lalu membantu orang-orang miskin di pedesaan tersebut. Mereka mencoba mengajar anak-anak dari orang-orang miskin ini, yang harus berjalan berkilo-kilometer untuk belajar dan harus datang dari dusun-dusun yang berbeda. Setelah delapan tahun mereka menjalankan tugas pekerjaan ini, melihat anak-anak yang mereka bantu kini telah menjadi remaja dan bisa maju, mereka sangat bersukacita. Mereka merasakan sukacita yang tak terkira karena mereka pernah menolong orang-orang ini, yang dahulunya begitu miskin. Memberikan pertolongan dengan mebagi-bagikan hidup, membagikan waktu, dan talenta, dan akhirnya melihat pertumbuhan orang lain, itu memberikan sukacita besar bagi diri sendiri. Itu karena mereka rela. Inginkah kamu berbahagia dan bersukacita di masa tuamu? Biarlah kamu banyak membantu orang lain pada saat mudamu. Dengan demikian kamu akan mendapatkan banyak sukacita karena melihat orang-orang yang dahulu kamu bantu

kini boleh sukses dan bisa hidup bahagia. Maukah kamu dikenang banyak orang pada masa tuamu? Biarlah pada saat mudamu kamu rela membagi-bagikan hidupmu kepada banyak orang. Dalam pelayanan akhir tahun saya berkeliling ke Kuala Lumpur, Hong Kong, dan Taiwan, saya menerima banyak sekali kartu Natal yang diberikan langsung kepada saya, karena saya tidak pernah memberitahukan alamat saya. Ketika saya membaca kartu-kartu Natal itu, saya sangat bersukacita. Ada yang mengatakan bahwa selama dua tahun dia mendengarkan khotbah saya, dia baru menyadari bahwa Kekristenan itu sedemikan indah dan mendalam. Ada yang mengatakan bahwa dia hamper saja hanyut dari iman sejati dan menyeleweng secara doktrin, tetapi kini dia kembali lagi dan mau setia kepada Alkitab. Ada yang mengatakan, Saya adalah seorang yang tidak mempunyai ayah, tetapi setelah mendengar firman, saya menyadari ada Bapa di sorga yang memelihara saya dan juga bapa rohani yang boleh mendidik saya di dalam kebenaran Firman Tuhan. Sungguh betapa besar pertolongan yang saya dapatkan. Ada yang mengatakan bahwa selama dua tahun mendengar khotbah, dia sudah membawa beberapa teman, dua diantaranya boleh menerima Tuhan dan satu di antaranya minggu depan akan dibaptiskan. Sungguh berita-berita seperti ini membawa sukacita yang sangat besar dalam hati saya. Ketika kita membagikan hidup, menolong orang lain, dan dengan sukarela mengerjakan pekerjaan-pekerjaan Tuhan, semuanya akan menuai sukacita yang luar biasa. SUKACITA DAN KESENANGAN Bersukacitalah senantiasa, berdoalah dengan tiada henti dan bersyukurlah dalam segala hal. Inilah kehendak Allah yang ditetapkan bagi setiap kita di dalam Kristus. Karena bersukacita adalah kehendak Allah, maka kita harus bersukacita senantiasa. Siapa yang tidak suka bersukacita? Orang Kristen seharusnya bersukacita. Tetapi orang Kristen harus bisa membedakan sukacita dengan bersenang-senang. Bersenang-senang bukan bersukacita, dan bersukacita bukan bersenang-senang. Berdansa itu menyenangkan, berjudi itu menyenangkan, melacur itu menyenangkan, mendapatkan uang yang banyak itu menyenangkan. Mendapatkan apa yang kita inginkan itu menyenangkan, tetapi itu bukan bersukacita seperti yang dinyatakan di dalam Alkitab. Setiap orang boleh mempunyai kegemaran tertentu, boleh mempunyai kesenangan tertentu. Itu tidak salah. Tetapi jika kesenangan atau kegemaran itu sudah dicampuri dengan cara yang salah, itu menjadi dosa. Dan pada saat kita bersenang-senang di dalam dosa, maka kita tidak melakukan kehendak Allah. Yang Alkitab inginkan adalah supaya kita bersukacita menurut kehendak Allah, seperti yang ditetapkan bagi kita di dalam Kristus Yesus. Itu berarti ada batasan di

dalam kita mengerti sukacita yang Alkitab inginkan. Ada ikatan yang tidak boleh kita lewati. Jika kita mendapatkan banyak uang dan kita senang sekali, tetapi uang itu didapat dari penipuan, maka kita tidak mungkin mengalami sukacita. Semua tipu muslihat dan cara berdagang yang licik dan penuh tipuan hanya akan membawa lebih banyak dosa dan racun yang akan menghilangkan sukacita sejati dalam hidupmu dan keluargamu. Kekayaan yang diterima melalui kejahatan akan menjadi pisau yang saling membunuh di antara anak-anakmu setelah kamu meninggal. Jikalau kita bersenang-senang tetapi tidak bersukacita, maka kita tidak berbeda dari orang dunia. Jikalau kita bersukacita menurut kehendak Tuhan, maka kualitas sukacita kita sangatlah berbeda dari kesenangan orang dunia. Inilah yang perlu kita pelajari dan alami dalam kehidupan kita. Sukacita merupakan suatu emosi kesukaan yang sudah dikuduskan oleh Tuhan. Sukacita Kristen adalah sukacita yang kudus (The Sanctified Happines). Alkitab menyerukan: Bersukacitalah senantiasa di dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! (Flp. 4:4). Istilah rejoice berbeda dari istilah happiness. Ini berbeda dari istilah bersenang-senang. Di dunia ini ada om senang, dan ada tante girang, tetapi hanya ada satu sukacita, yaitu sukacita dari orang Kristen yang sejati.

SUKACITA YANG BERBEDA DARI DUNIA Sukacita orang Kristen adalah sukacita yang sama sekali berbeda. Paulus menulis satu surat yang disebut sebagai Kitab Sukacita, karena di dalamnya ada begitu banyak ungkapan tentang sukacit. Surat ini adalah Surat Filipi. Mengapa Surat Filipi ini bisa menjadi surat yang penuh sukacita padahal surat ini ditulis ketika Paulus sedang berada di dalam penjara. Aneh? Tidak! Sukacita sejati yang sudah dikuduskan oleh Tuhan terjadi tanpa bisa dipengaruhi oleh lingkungan. Paulus banyak mendirikan gereja, dan penegakan gereja itu telah mengakibatkan Paulus harus masuk penjara. Ketika Paulus menulis Surat Filipi, dia menulisnya dari dalam penjara. Beberapa penafsir, seperti Matthew Henry dan Albert Barnes percaya bahwa Surat Filipi ini ditulis oleh Paulus dari dalam penjara Roma, sekitar tahun 62, yaitu di masa pemerintahan Nero. Bahkan ketika dia mulai memberitakan Injil dan mendirikan gereja Filipi, dia pun harus masuk penjara di kota Filipi. Jadi istilah Filipi tidaklah terlepas dari konotasi penjara. Gereja Filipi merupakan gereja yang pertama kali didirikan di Eropa. Gereja yang

pertama di Eropa bukan di Jerman atau Inggris, melainkan di jazirah Balkan, yaitu di kota Filipi. Ini merupakan gereja yang pertama kali didirikan oleh Paulus ketika dia mulai menerobos ke Eropa karena panggilan Makedonia. Suatu malam, ketika Paulus masih berada di daerah Asia Kecil, dia bermimpi melihat seseorang di seberang lautan di daerah Makedonia, yang melambai-lambaikan tangan dan meminta Paulus menyeberang ke sana untuk menolong mereka. Ketika dia bangun dia segera berangkat menyeberang ke benua yang lain, yaitu benua Eropa. Sesampainya di sana, dia terkejut melihat kehidupan masyarakat di sana. Ketika dia mengumpulkan orang, dia melihat bahwa orang-orang di sana adalah penyembah dewa-dwa, penyembah berhala yang kuat sekali. Mereka menyembah dewa Zeus, Athena, Artemis, dan lain-lain. Patung-patung dewa itu dijual di kuil-kuil dan di pasar-pasar. Meskipun demikian, ternyata di situ ada umat pilihan Tuhan, yang kemudian bertobat setelah mendengarkan Firman Tuhan. Di antara mereka yang bertobat, ada seorang perempuan penjual kain ungu yang bernama Lidia (Kis. 16: 14). Di Filipi Paulus berkhotbah dan memberitakan Injil dengan berani. Namun pada malam harinya, orang-orang Filipi yang tidak suka dengan tindakan Paulus mengadukan dia ke pengadilan dan Paulus ditangkap, lalu dipenjarakan. Inilah penginjilan pertama di Eropa. Inilah penginjilan pertama di kota Filipi, dan penginjilan itu telah membentur kultur (kebudayaan) setempat, membentur kepercayaan yang mereka anut selama ini. Paulus dianggap sebagai pengacau. Ituk karena setelah dia memberitakan tentang Tuhan Yesus, dia mengajar mereka untuk tidak berbakti kepada berhala dan tidak lagi pergi ke kuil-kuil penyembahan mereka. Maka pengajaran Paulus menjadi serangan yang merugikan para pedagang patung dan juga pengelola kuil-kuil itu. Di mana penginjilan sejati dilakukan, itu akan mengganggu kelompok tertentu. Jangan kita berharap bahwa ketika kita menginjili, maka orang-orang akan menyambut kita dengan gembira karena ada berita Injil. Tidak demikian fakta yang akan kita alami. Kalau kita memberitakan Injil dengan sungguh, pasti ada orang yang terganggu, karena setelah ekonominya mulai merosot mereka akan bersatu untuk menghancurkan kita. Itulah penginjilan sejati. Saat ini, penginjilan-penginjilan yang dilakukan oleh gerakan karismatik justru berpola sebaliknya. Penginjilan membuat semua orang senang, membuat orang merasa untung. Berita yang mereka sampaikan adalah Tuhan akan memberkati siapa saja, dan semua orang akan menjadi senang. Ini bukan ajaran Firman Tuhan. Jika kita betul-betul menjalankan Firman Tuhan, mungkin perdagangan kita akan berkurang

dan merosot, karena banyak hal yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Pada saat Paulus di penjara, dia mengalami banyak penderitaan, didera dan dijebloskan ke sel yang paling dalam. Namun dia tetap memberitakan Injil kepada orang-orang di penjara, termasuk kepada kepala penjara itu: Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus, dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu (Kis. 16:31). Kota Filipi merupakan kota yang menuntut pengorbanan Paulus yang sangat berat baru setelah itu Injil berkembang di kota itu. Inilah pertama kali Paulus memberitakan Injil lalu dianiaya dan dipenjarakan. Dia mengerti bahwa inilah arti memberitakan Injil, menjalankan kehendak Allah. Mimpi yang Tuhan berikan kepada Paulus dalam bentuk panggilan Makedonia itu langsung membawa Paulus ke penjara dan penganiayaan. Inilah menaati kehendak Allah, inilah pimpinan Tuhan. Banyak orang berpikir kalau ada suara Makedonia, maka semua akan menjadi lancar, enak, dan sukses secara duniawi. Tidak demikian. Orang yang menyerahkan diri untuk menjawab panggilan Tuhan, menggenapi pimpinan Tuhan dan memberitakan Injil, harus rela mengalami penganiayaan dan penyiksaan. Semua murid sekolah theology harus belajar hal ini. Kalau kamu mau melayani Tuhan, kamu harus belajar untuk rela dipenjarakan karena Injil. Belajar untuk berani mengalami penganiayaan, bahkan dibunuh. Itulah penganiayaan dengan motivasi yang sungguh-sungguh murni. Saya rasa sekarang ini banyak sekolah theologi yang memiliki dosen-dosen theologi dan juga meluluskan mahasiswa-mahasiswa theologi yang pengecut dan takut menderita. Mereka yang seperti ini banyak tidak mau mengikuti kebaktian doa. Maunya hanya mengajar dan berkhotbah dan hidup mewah. Bagaimana orang-orang seperti ini bisa siap untuk menghadapi penganiayaan? Bagaimana orang-orang seperti ini bisa menjalankan kehendak Tuhan seperti yang dikatakan oleh Alkitab? Paulus harus berulang kali masuk penjara karena memberitakan Injil.

A. INTERNAL VS. EKSTERNAL Di dalam penjara di Roma, Paulus menulis surat untuk jemaat Filipi ini. Isi suratnya penuh dengan berita sukacita. Dia mengajak pembacanya untuk bersukacita dan mengerti sukacita yang benar. Inilah emosi yang suci. Sukacita yang dikuduskan berbeda dengan senang-senang secara duniawi. Emosi yang dikuduskan adalah emosi yang mengetahui bahwa jiwa yang dipenuhi dengan pengharapan tidak dipengaruhi oleh lingkungan dan penindasan yang kita alami.

Dalam bahasa Ibrani terdapat lebih dari 13 istilah yang dipakai untuk melukiskan tentang sukacita, dan didalam bahasa Yunani ada lebih dari 7 istilah yang dipakai untuk menggambarkan tentang sukacita. Di dalam bahasa Indonesia kita juga menemukan beberapa istilah, seperti: sukaria, gembira, senang, sukacita, dll. Ini adalah aspek bahagia. Tetapi apa yang Alkitab katakan sebagai sukacita berbeda dari konsep kesenangan duniawi. Kebahagiaan bukanlah kesukacitaan duniawi. Sukacita yang sesungguhnya adalah sukacita yang berasal dari dalam. Manusia memerlukan parfum, tetapi bunga yang harum tidak membutuhkan parfum, karena bunga itu menghasilkan parfum dari dalam dirinya sendiri. Tubuh kita mengeluarkan keringat yang berbau kurang sedap, sementara bunga memancarkan harum yang begitu menyegarkan terus-menerus. Manusia bukan bunga dan bunga bukan manusia. Inilah perbedaan antara senang-senang dan sukacita. Senang-senang itu seperti tubuh yang diberi minyak wangi, sehingga kalau lupa diberi, akan keluar bau aslinya. Sukacita tidaklah demikian. Itu bagaikan bunga yang terus mengeluarkan keharumannya. Semakin dihancurkan atau diperas semakin mengeluarkan keharumannya, karena keharumannya itu berasal dari dalam. Keharuman itu tidak perlu dituang dari luar, karena merupakan produksi sendiri dari dalam, yang senantiasa memancar keluar. Inilah sukacita yang kudus. Orang Kristen mempunyai sukacita yang suci, dan itu bagaikan keharuman yang memancar keluar dari dalam dirinya. Seperti yang dikatakan Paulus, Aku mengeluarkan bau harum iman, bau harum Kekristenan (lihat 2 Kor. 2: 15-16). Keharuman itu berada di dalam Kristus, yang mengakibatkan orang mati atau orang hidup. Keharuman Kristus bisa menghidupkan ataupun mematikan seseorang. Itulah sukacita suci di dalam Kristus, karena bersumber dari dalam. Pada saat angin bertiup, tidak perlu takut harumnya hilang, justru akan semakin tersebar ke mana-mana. Ketika angin bertiup keras, bunga-bunga di padang justru memancarkan keharuman ke sekelilingnya, dan mereka sendiri tidak akan pernah ketakutan kehabisan bau harum mereka. Silahkan tiupkan anginmu menerpaku, maka engkau akan menyebarkan harumku ke tempat lain. Itulah sukacita. B. KEKAL VS. SEMENTARA Sukacita suci bersifat kekal, sementara senang-senang itu bersifat sementara. Sukacita suci akan terus-menerus diingat dan akan terus-menerus menghibur orang percaya. Bahkan setelah bumi ini tamat riwayatnya, bahkan setelah sejarah tutup usia dan proses waktu berhenti, sukacita itu akan terus berlanjut ke dalam kekekalan. Bersyukurlah jika kita boleh menikmati sukacita seperti ini. Sebelumnya kita telah membicarakan tentang penyesalan yang tikak mendatangkan penyesalan

(unregretable regret). Misalnya, di sorga nanti kita tidak akan pernah menyesal bahwa kita pernah bertobat. Pertobatan adalah penyesalan akan dosa yang telah kita lakukan. Menyesali dosa, bertobat, akan membawa kita kepada kondisi tidak akan pernah menyesal lagi. Kini kita berbicara tentang sukcaita yang tiada henti, sampai pada kekekalan. Mengapa? Karena sukacita ini terkait pada, mengandung, kehendak Allah yang kekal, yang kita tambahkan ke dalam emosi kita di dalam kesementaraan, sehingga emosi kita boleh dikuduskan. Dengan demikian, di dalam kehidupan kita yang sementara ini, ada suatu isi emosi yang bersifat kekekalan. Orang bersukacita tidak tentu harus kaya, dan sebaliknya, orang kaya tidak tentu bersukacita. Orang yang bersukacita tidak tentu harus lancar, dan sebaliknya, orang yang hidupnya senantiasa lancar tidak tentu mempunyai sukacita. Jika kamu mempunyai kekayaan yang berlimpah dan hidup yang lancar, tetapi ada dosa di dalam hatimu, maka sambil kamu menikmati semua kekayaanmu, sambil menegur diri yang berdosa; sambil menikmati kelancaran hidupmu, hati nuranimu mengingatkan akan dosa-dosa yang sudah kamu lakukan. Tuduhan dan kepahitan dosa akan terus menuduh dan menyiksa kerohanianmu, sehingga kerohanianmu tidak mungkin bisa bertumbuh baik. Jadi, apakah sukacita orang Kristen? Sukacita orang Kristen adalah kesadaran bahwa kita mulai diubah oleh Tuhan tentang apa yang kita suka dan tidak kita suka. Anak kecil yang digigit nyamuk menangis keras sekali, tetapi orangtua yang terluka tidak menangis, dia hanya menahan sakit sekuat tenaga. Orang semakin dewasa semakin mengerti untuk hal apa dia harus mengeluarkan air mata dan untuk hal apa dia harus menahan diri. Sementara anak kecil, segala hal yang mengganggu sudah membuat dia menangis dan susah hati. Emosi manusia berproses dari kedangkalan menuju ke kedalaman pengertian yang mahir, yang menggambarkan kedewasaan seseorang. Dia mulai mengetahui apa yang patut membuat dia susah dan apa yang tidak. Dia juga mulai mengetahui apa yang membuat dia senang dan apa yang tidak. Itulah kemahiran kedewasaan. Ada seorang penjudi di Semarang yang begitu sukses. Setiap kali berjudi dia selalu mendapatkan kemenangan. Juga setiap kali penggrebekan polisi, dia selalu bisa lolos dan tidak tertangkap. Orang mengatakan bahwa dia seorang yang hoki, penuh keberuntungan. Akhirnya, pada usia 40-an dia betul-betul bertobat, menangis luar biasa dan mengakui dosa-dosanya, dan akhirnya menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan. Dia berkata kepada saya, Saya bersyukur kepada Tuhan, saya mempunyai istri yang sangat baik. Itulah salah satu alasan yang membuat saya bisa bertobat. Saya bertanya kepada dia apa maksudnya ketika dia berkata bahwa dia

mempunyai istri yang baik. Dia menjelaskan bahwa istrinya tidak pernah mau memakai uang yang dia dapatkan dari hasil berjudi. Satu sen pun dia tidak pernah mau memakainya. Dia tetap menjahit dan bekerja berat, di mana melalui usaha itu dia mendapatkan sedikit uang dan bisa hidup dan membesarkan anak-anaknya dengan uang yang dia peroleh dengan kerja berat itu. Itu terjadi bertahun-tahun, banyak uang hasil judi si suami bertumpuk sangat banyak, namun istrinya tetap tidak mau memakainya. Suaminya mulai merasa tidak berarti. Istrinya mengatakan bahwa lebih baik dia bekerja keras menjahit, sampai terkadang jarinya berdarah tertusuk jarum dan mendapat sedikit uang untuk membesarkan anak-anaknya, sehingga anak-anaknya baoleh dibesarkan dengan karakter yang bagaikan beton, yang bermutu dan berkualitas tinggi. Kalau dia memakai uang yang begitu banyak dari hasil judi, dia merasa jiwanya tersiksa. Istrinya itu mengerti apa artinya sukacita dan apa artinya bersenang-senang. Banyak istri atau pemudi yang hanya mau tahu senang, merasa aman jika mempunyai suami yang bisa mendapat uang banyak, sekalipun dengan cara-cara yang tidak benar. Dia senang menjadi istri orang kaya, walaupun bermoral bobrok. Bob Jones berkata: Menikahlah dengan pria yang bekerja berat sampai malam dan tidak menghina mereka, itu lebih baik daripada menikah dengan orang kaya yang kita tidak tahu dari mana uangnya berasal. Jika seorang pria yang mau melamarmu datang dengan mobil mewah, lebih baik kamu mempertimbangkan sungguh-sungguh apakah aman kamu menerima lamarannya. Tetapi ketika pria lain datang dengan bersepeda, seorang yang berani berkeringat, dan hidup penuh perjuangan, mungkin sebaiknya kamu menikah dengannya, karena kamu tahu uangnya dari mana. Istri yang tidak mau uang hasil perjudian itu adalah seorang yang mempunyai karakter yang sangat serius. Saya mengenal pribadi wanita ini. Dia memang tidak banyak bergurau, rela bekerja berat, tetapi kalau berbicara, anggun sekali. Ketika berbicara dengan anak-anaknya, dia teliti sekali menggunakan kata-kata, Karena dia menganggap itu sebagai pelajaran yang penting. Dia tidak mendisiplin anaknya kalau dia merasa hal itu karena dirinya dirisaukan atau merasa diganggu. Prinsipnya, mendidik adalah menyelesaikan persoalan anak, bukan menyelesaikan persoalan kemarahan sendiri. Anak-anaknya sangat menghormati ibunya, karena mereka tahu setiap kalimat yang dikeluarkan oleh ibunya bukan karena kemarahan atau kejengkelan, tetapi demi mendidik mereka dan demi kebutuhan mereka. Seorang anaknya menjadi penginjil di Campus Crusade yang sedemikian baik pelayanannya. Kini si suami sudah meninggal, istrinya sudah berusia 75 tahun (pada tahun 2003) dan saya sudah mengenal keluarga ini seja 42 tahun yang lalu. Keluarga

ini menjadi keluarga yang baik. Suaminya berkata, ketika dia bertobat, anaknya berusia 12 tahun (perempuan), 10 tahun dan 7 tahun (laki-laki). Dia bersyukur karena pada saat itu anak-anaknya belum terlalu besar. Dia membayangkan, kalau dia baru bertobat ketika anak-anaknya sudah dewasa, pasti akan memberikan pengaruh yang sangat merusak. Sering kali kita berpikir kapan saja kita bertobat itu sama saja dan tidak ada pengaruhnya. Tetapi si suami ini sadar, kalau dia terlambat bertobat, anak-anaknya mungkin akan dipengaruhi oleh kebiasaannya yang buruk. Pada saat mereka sudah beranjak dewasa, mereka melihat hidup orangtua mereka yang sudah beres, sehati dalam membersarkan anak. Akhirnya mereka menikmati suatu sukacita yang luar bisa. Ini bukan senang-senang, tetapi sungguh-sungguh sautu sukacita kudus. Sukacita bukan bersenang-senang. Kita sering kali menghitung kesenangan kita dari berapa banyak uang yang kita miliki. Kita menganggap kesenangan kita tergantung pada berapa banyak uang yang kita miliki di bank, berapa banyak materi yang kita miliki. Mari sekarang kita menghitung asset kita bukan dari uang, tetapi dari waktu, dari kesempatan, dan dari kesucian Tuhan yang mempengaruhi emosi kita, dan dari kerohanian kita yang mencatat sejarah.

MENDAPAT SUKACITA KUDUS Sukacita yang suci, adalah emosi yang dikuduskan. Dari manakah kita bisa mendapatkan sukacita seperti ini? 1. Kedudukan yang Baru di dalam Tuhan Sukacita yang suci kita peroleh dari status atau kedudukan kita yang baru di dalam Tuhan. Alkitab mengatakan dalam Filipi 4:4 Bersukacitalah di dalam Tuhan! Bukan sembarang sukacita, tetapi sukacita di dalam Tuhan. Kata ini diulang sampai tiga kali di dalam Filipi 4 ini. Bersukacita di dalam Tuhan berarti sukacita yang benar hanya mungkin terjadi jika itu berada di dalam Tuhan. Di luar Tuhan tidak ada sukacita yang sejati, yang kudus, yang suci. Bagi Allah hanya ada dua eksistensi, yaitu: 1) di dalam Adam; dan 2) di dalam Kristus Tuhan. Di dalam Adam, manusia akan binasa; di dalam Kristus, manusia mengalami kebangkitan. Di dalam Adam ada ketidaktaatan, di dalam Kristus ada ketaatan, di dalam Adam hidup berdosa, dan di dalam Kristus hidup benar, di dalam Adam kita adalah anak-anak berontak, tetapi di dalam Kristus kita adalah anak-anak yang diperdamaikan dengan Bapa di sorga. Di dalam Adam kita adalah anak-anak setan, anak-anak dunia yang berdosa, sedangkan

di dalam Kristus kita menjadi anak-anak Allah. Hanya ada dua jenis eksistensi ini di hadapan Tuhan Allah. Penginjilan berarti membawa orang berpindah dari status di dalam Adam menuju status di dalam Kristus. Penginjilan bukan membawa orang dari luar gereja masuk ke dalam gereja. Penginjilan berarti membawa orang keluar dari status menuju kebinasaan menjadi orang yang berstatus menuju sorga yang kekal di dalam Kristus. Inilah sebabnya, sukacita sejati adalah sukacita di dalam Tuhan (Yesus). Di saat itu kita sudah memiliki status yang baru, dosa kita sudah diampuni, dan kita sudah diperdamaikan kembali dengan Allah. Sekalipun kita masih hidup di dalam dunia yang penuh dengan kesulitan, tetapi kita sudah berada di dalam Tuhan. Sekalipun lingkungan kita sangat berbeda dengan status kita, sekalipun banyak kesulitan yang menghadang di depan, sekalipun kita harus menempuh bahaya, semua itu terjadi dalam kondisi kita di dalam Tuhan. Itulah jaminan yang membuat kita tetap bisa bersukacita, yaitu status baru di dalam Tuhan.

2. Menyimpan Firman di dalam Hati Kita bersukacita karena menyimpan Firman Tuhan di dalam hati kita (Yoh. 15:11). Kaitan antara sukacita dan menyimpan firman dalam hati ini sudah diungkapkan oleh Kristus. Jika perintah Tuhan kita simpan di dalam hati kita, maka kita akan bersukacita. Saya percaya bahwa inilah perbedaan orang Kristen yang sungguh-sungguh dengan orang bukan Kristen. Orang Kristen yang sungguh, karena begitu rindu terus-menerus menyimpan Firman Tuhan di dalam hatinya, sehingga setiap kali dia mendapatkan Firman Tuhan, dia akan penuh dengan sukacita. Adakah kamu juga mendapatkan sukacita ketika mendengarkan Firman Tuhan? Adakah kamu mendapatkan sukacita ketika menyimpan Firman Tuhan dalam hatimu? Saya baru menerima sepucuk surat empat lembar dari seseorang perwakilan kedutaan besar Taiwan di Denmark. Dia mencari alamat saya dengan begitu susah dan mengirimkan ke saya. Dia mengungkapkan bahwa orang-orang Kristen di Denmark dalam statistic berpuluh-puluh persen, tetapi kebanyakan hanya datang ke gereja tiga kali seumur hidup, yaitu pertama kali ketika beru lahir, di mana dia dibaptiskan oleh orangtuanya. Kedua kali adalah ketika menikah, mengharapkan berkat dari Tuhan, dan ketiga kali setelah dia mati, jenazahnya dibawa ke gereja untuk disemayamkan sebentar. Itu yang disebut sebagai four-wheel Christian (orang Kristen empat roda). Ketika dibaptis, dia masih memakai kereta bayi dengan empat roda; ketika menikah memakai kereta kencana datang untuk diberkati; dan ketika

meninggal memakai kereta jenazah yang juga memiliki empat roda. Inilah orang Kristen empat roda. Dan dalam tiga kesempatan ini dia tidak ingin mendengarkan khotbah. Orang baru lahir belum bisa mendengar khotbah, ketika menikah tidak ingin mendengarkan khotbah, bahkan ingin agar khotbah cepat-cepat selesai, dan ketika mati sudah tidak bisa lagi mendengarkan khotbah. Inilah orang Kristen binasa. Saya sangat menghargai orang-orang yang begitu menghargai firman dan mau terus-menerus mendengar berita firman yang baik. Dia memohon kalau bisa saya datang ke Denmark untuk memberitakan firman, sekalipun dia sadar orang di sana tidak merespons dengan baik. Saya belum menjawab undangan itu. Seberapa sungguhkan orang Kristen mau mendengar firman? Dan jikalau ada orang-orang yang sungguh-sungguh mau mendengar firman, perlu ada orang yang sungguh-sungguh memberitakan firman dengan setia. Berbahagialah gereja yang di dalamnya masih ada orang-orang yang sungguh-sungguh memberitakan firman dengan akurat, baik, dan setia. Hargailah pendeta-pendeta yang berani menegurmu dan berani menyatakan kebenaran firman dengan setia, mau taat pada pimpinan dan perintah Tuhan, walaupun hal itu sangat tidak disukai oleh masyarakat. Saat ini, banyak gereja dan pengkhotbah yang hanya mau berita yang lucu, yang penuh canda, dan tidak berisi. Untuk apa cerita-cerita seperti ini? Apakah hanya agar kita mendapatkan kesenangan? Apa gunanya ke gereja dan menjadi orang Kristen jika kita tidak mau serius mendengarkan, mempelajari, dan merenungkan Firman Tuhan di dalam hidup kita. Apa gunanya tahu kebenaran firman jika kita tidak memegangnya dan menjalankannya dalam hidup kita? Bagaimana kita akan bertemu dengan Tuhanmu kelak? Tuhan berkata: Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh (Yoh. 15:11). Yang dimaksudkan dengan semua itu Kukatakan adalah Firman Tuhan. Jika kita menyimpan Firman Tuhan dalam hati, dan betul-betul menaatinya, maka kita akan dipenuhi dengan sukacita Kristus. Sukacita Kristus akan memenuhi hati kita dan melimpah dalam hidup kita. Firman itu sudah diberitakan, dan ketika kita menerima firman, kita akan sekaligus menerima sukacita Kristus di dalam hati kita. Kiranya di dalam hidup kita, kita boleh senantiasa memiliki sukacita Kristus. Ketika Tuhan Yesus mau ditangkap, Dia begitu tenang. Dia tetap bersukacita. Firman Tuhan mengatakan: Hari ini adalah harinya Tuhan, mari kita bersukacita (Mzm. 118:24). Ayat ini telah dijadikan lagu Sekolah Minggu, lalu dengan semaunya dan tanpa pengertian yang beres, mengganti kata hari ini dengan hari Senin, hari Selasa, dan seterusnya. Ini bukan sembarangan hari. Ayat itu merupakan nubuat yang

menunjuk kepada satu hari yang sangat khusus, yaitu hari kematian Kristus. Nubuat itu merujuk kepada hari di mana Kristus dihakimi. Itu adalah satu-satunya hari di sepanjang sejarah, di dalam seluruh alam semesta, yaitu hari Anak Domba Allah disembelih, dipaku di kayu salib. Dan sebelum hari itu selesai, Dia harus sudah diturunkan dan dikuburkan. Dan itu boleh membawa sukacita besar bagi manusia. Betapa dahsyatnya sukacita Kristus yang diberikan kepada kita. Ketika Firman Tuhan ada di dalam hati kita dan memberikan sukacita kepada kita, maka sukacita itu menjadi sukacita yang suci, karena Firman Tunan itu adalah firman yang suci. Orang yang hatinya dipenuhi dengan firman, pikirannya terus memikirkan firman, maka dia akan mengalami suatu sukacita yang berlainan dari sukacita orang dunia. Saya rasa itu adalah salah satu kebahagiaan hamba Tuhan yang betul-betul hidup bergaul dengan firman dan mencintai firman. Sukacita itu akan memenuhi dirinya sebelum dia kabarkan kepada orang lain. Seorang hamba Tuhan yang senantiasa mempelajari firman, merenungkan firman, lalu menyimpan dalam hatinya, maka sukacita itu akan terus memenuhi hatinya. 3. Meninggikan dan Mengutamakan Tuhan Bukan saja demikian, ketika kita membesarkan dan mengutamakan Tuhan, maka kita akan menikmati sukacita yang luar biasa dari Tuhan. Di manakah Tuhan di dalam hidup kita. Di manakah kita memposisikan Tuhan Allah di dalam hidup dan hati kita? Kalau kita menempatkan Tuhan Allah pada posisi utama dan tertinggi dalam hidup kita, itulah posisi Tuhan yang sebenarnya. Tuhan harus mendapatkan posisi terpenting, terutama dalam hidup kita masing-masing Orang yang mengutamakan Tuhan hidupnya tidak akan ditinggalkan oleh Tuhan. Orang yang mengutamakan Tuhan, seluruh aspek hidup, sampai yang terkecil sekalipun, pasti akan ditolong oleh Tuhan. Ungkapan ini keluar dari mulut seorang wanita, yaitu Maria, seorang perawan yang dipakai Allah untuk mengandung Yesus Kristus. Maria adalah seorang gadis yang menderita begitu berat, karena harus menanggung beban dan penderitaan tanpa bisa membela diri. Dia harus mengandung tanpa menikah. Kondisi ini merupakan penyiksaan keperawanan yang paling besar. Penderitaan ini merupakan penderitaan batin yang sangat berat yang harus ditanggung oleh seorang perawan. Dan inilah yang Tuhan perkenankan untuk dialami oleh Maria. Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring: Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah

rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. Dan berbahagialah dia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana. Lalu kata Maria: Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Dia telah memperhatikan kerendahan hambaNya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbutan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus. Dan rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia (Luk. 1:41-50). Kalimat yang diungkapkan oleh Maria di atas ini disebut sebagai The Magnificat, yaitu suatu ungkapan hati yang membesarkan Tuhan Allah. Di dalam seluruh Alkitab hanya ada satu ungkapan Magnificat ini. Maria mengatakan Jiwaku memuliakan *membesarkan+ Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah. Memuliakan Allah terkait erat dengan hati yang bersukacita. Hati Maria membesarkan Allah, mengagungkan Allah, dan jiwanya penuh dengan sukacita. Mengapa hati kita sulit bersukacita dan sering kali kehilangan sukacita? Itu karena kita terlalu banyak memperhatikan hal-hal yang rendah dan remeh; kita tidak mengutamakan Tuhan yang agung. Jikalau kita mengagungkan Tuhan, maka sukacita itu tidak akan hilang dari hidup kita. Ini suatu rahasia kehidupan. Di seluruh Alkitab hanya ada satu wanita yang boleh mengatakan kalimat yang sedemikian agung hatiku mengagungkan Tuhan, maka jiwaku penuh dengan sukacita. Barangsiapa mengutamakan Tuhan, pasti Tuhan akan memberikan sukacita di dalam hatinya, sekalipun lingkungannya sama sekali tidak mendukung. Barangsiapa hanya bisa mengagungkan uang, uang, dan uang, atau hanya mengagungkan manusia saja, dia bukan orang yang agung, dan tidak akan mempunyai sukacita yang sejati. Ketika saya berkhotbah di Manila beberapa tahun yang lalu, saya mengatakan: Celakalah kamu hai orang-orang kaya, jika kamu hidup tidak jujur, tidak suci, dan tidak benar di hadapan Tuhan, kamu akan kehilangan sukacita di dalam hidupmu. Saat itu saya tidak tahu kalau yang mengundang saya tinggal di rumahnya adalah seorang yang sangat kaya. Dan saya mendunga bahwa dia akan marah ketika mendengar khotbah yang begitu keras. Tetapi saya terkejut, karena dia mengatakan: Pak Tong, saya sungguh sangat bersyukur khotbahmu tadi, karena kita di Manila selalu mendengar khotbah pendeta yang hanya menyenangkan orang kaya. Akhirnya kami, orang-orang kaya, sangat menghina hamba-hamba Tuhan itu. Mereka bagaikan anjing yang ekornya digoyang-goyang di hadapan tuannya. Akibatnya , kami tidak

pernah mendengar teguran, apa yang Tuhan ingin kami kerjakan. Mereka datang kepada kami hanya untuk mencari uang, minta dukungan untuk sekolah ke Hong Kong atau tempat lain. Tetapi mala mini khotbahmu menggugah kami, bagaimana kami harus hidup takut akan Tuhan.

Manusia mengagungkan Tuhan bukan karena Tuhan memerlukan keagungan. Bukan juga karena Tuhan Allah kekurangan keagungan sehingga mencari keagungan dari manusia. Tetapi justru karena Allah adalah Allah yang agung, sehingga kita wajib dan harus mengagungkan-Nya. Kita memberikan keagungan yang sepatutnya dan harus setara dengan keagungan Tuhan itu sendiri. Mengagungkan yang tidak mencapai keagungan Tuhan adalah suatu sikap yang belum sungguh-sungguh mengagungkan Tuhan. Kita harus menghormati Tuhan karena memang Dia adalah Allah yang harus dihormati. Marilah kita berjanji di hadapan Tuhan, bahwa sejak saat ini kita mau belajar untuk menghormati dan mengagunkan Tuhan sesuai dengan kehormatan dan keagungan-Nya. Dan dengan demikian kita akan merasakan sukacita karena kita telah mengutamakan Tuhan. Dalam Yohanes 3:29-30 dikatakan: Yang empunya mempelai perempuan, ialah mempelai laki-laki; tetapi sahabat mempelai laki-laki, yang berdiri dekat dia dan yang mendengarkannya, sangat bersukacita mendengar suara mempelai laki-laki itu. Itulah sukacitaku, dan sekarang sukacitaku itu penuh. Dia harus semakin besar, tetapi aku harus makin kecil. Yohanes menekankan bahwa dia sendiri harus semakin kecil, sementara Tuhan Yesus harus semakin besar. Dan itulah sukacita yang dia alami. Orang seperti Maria dan Yohanes adalah teladan bahwa orang percaya harus memuliakan dan membesarkan Kristus. Yohanes melihat bahwa Kristus adalah mempelai laki-laki yang senantiasa dinantikan oleh mempelai wanita.

Ketika Yohanes mengajak murid-muridnya untuk memandang dan membesarkan Kristus, hal itu tidak menguntungkan dirinya. Dia akan menjadi semakin kurang populer dan murid-muridnya akan beralih kepada Kristus. Itulah alasan mengapa Yohanes dipanggil. Inilah konsep panggilan sejati. Yohanes dipanggil bukan untuk membesarkan dirinya sendiri, menarik semua orang datang kepadanya, lalu memberikan keuntungan dan popularitas bagi diri dan namanya, sehingga namanya semakin terkenal dan dicari orang. Tidak! Yohanes justru dipanggil untuk memperkenalkan Kristus.

Hamba Tuhan yang baik tidak membawa orang datang kepada dirinya sendiri, tetapi membawa oorang kepada Kristus, untuk memuliakan dan membesarkan Kristus. Hamba Tuhan yang baik tidak banyak menonjolkan diri sendiri, atau bercerita tentang riwayat diri sendiri. Hamba Tuhan yang baik selalu memperkenalkan Kristus dan membesarkan nama-Nya. Hamba Tuhan yang baik ingin orang-orang dunia boleh mengenal Kristus, dan datang kepada Kristus, menjadi murid Kristus, dan menjalankan kehendak dan perintah Kristus. Biarlah pada saat itu nama kita semakin kecil dan nama Kristus semakin besar. Saat itu sukacita kita menjadi penuh. Itulah sukacita Yohanes, dan juga sukacita setiap kita yang memandang kepada Kristus.

Ketika seorang pendamping mempelai mendengar suara mempelai, dia beegitu bersukacita. Itu berarti dia bersukacita jika yang memang harus diutamakan itu diutamakan, bukan diri kita. Ada orang yang mengatakan bahwa ketika dia sedang memerankan seorang tokoh dalam sebuah cerita, dia melihat orang-orang melihat tokoh dalam cerita itu, dan bukan dirinya. Dia bisa menjadi seorang pemain lakon yang sungguh-sungguh menampilkan gambaran dari lakon tersebut. Dan itu telah membuat dia sangat bersukacita. Itu berarti dia telah sukses memerankan peran dalam cerita itu. Kalau orang masih melihat dirinya, itu berarti dia gagal memerankan peran itu.

Di dalam sastra Tionghoa ada sebuah cerita, Jin Kuei adalah seorang pengkhianat di dalam dinasti Sung. Karena dia ingin menyenangkan raja, dia mencari cara untuk mencelakakan seorang jenderal yang begitu hebat dan patriotic. Jendral itu bernama Ie Phei. Jin Kuei sangat iri hati kepadanya, maka dia melontarkan fitnah yang sangat merusak nama Ie Phei di hadapan raja, sampai Ie Phei dipanggil pulang dan dihukum mati. Ie Phei dihukum mati dengan cara yang kejam sekali, yaitu tubuhnya dibalur dengan perekat yang kuat lalu diikat dengan tali. Setelah perekat itu mengering dengan tali dan kulitnya, maka tali itu kemudian dibuka, dan dengan demikian kulitnya tercabik, seperti manusia yang dikuliti hidup-hidup. Orang banyak menangis melihat kekejian seperti itu. Karena jenderalnya pulang, maka tentara akhirnya tidak bisa bertahan melawan musuh dan negara itu akhirnya hancur. Rakyat benci sekali kepada Jin Kuei dan bertekad menjadikan dia musuh bangsa sampai selama-lamanya. Maka di Tiongkok, kalau ada cerita sejarah dimainkan, maka siapa pun yang memerankan Jin Kuei, sekalipun sudah di luar pentas, orang itu tetap dibenci orang, karena dia memerankan Jin Kuei. Saat pementasan, ketika Jin Kuei sedang melontarkan fitnah di hadapan raja, penonton begitu marah, mengambil

pisau, dan mau melempar serta membunuh Jin Kuei, padahal itu bukan Jin Kuei yang sesungguhnya. Itu berarti si actor sudah berperan sebagai pemain lakon yang sukses.

Semua pelayan harus demikian, semua pendeta juga harus demikian. Bukan diri kita yang ditonjolkan, tetapi Kristus yang harus diutamakan. Dengan demikian, orang yang melihat pelayanan kita akan datang kepada Kristus. Orang-orang yang mendengar pelayananmu dan khotbahmu akan menangisi dosanya dan kembali kepada Kristus untuk memohon pengampunan dosa. Bukan kesuksesan kita sebagai pendeta, bukan kesuksesan kita melayani, sebaliknya biarlah nama Tuhan Yesus saja yang ditinggikan dan dibesarkan. Let Him be Magnified. Inilah mental pelayanan Yohanes Pembaptis.

Jikalau pada suatu hari saya melihat ada murid-murid saya yang lebih besar, maka saya akan bersyukur kepada Tuhan. Sayang sampai sekarang saya belum melihat hal itu. Yang ada adalah orang yang baru belajar sedikit sudah menjadi sombong, baru sukses sedikit sudah merasa sangat hebat. Kalau suatu saat saya melihat ada bala tentara sorga yang bekerja bagi kemuliaan Tuhan, saya akan sangat bersyukur kepada Tuhan. Biarlah kita bersama-sama membesarkan dan mengutamakan Kristus. Orang-orang seperti ini sukacitanya tidak pernah habis sepanjang hidup.

Sukacita ada pada orang yang tidak mempunyai musuh, orang yang tidak mengutamakan diri, dan orang yang tidak merebut kemuliaan Tuhan. Biarlah Tuhan saja yang dipermuliakan, Soli Deo Gloria. Orang seperti ini tidak mungkin tidak ada sukacita, karena dia tidak memiliki ambisi apa-apa yang ingin dia rebut untuk kemuliaan dirinya. Yang ada hanyalah keinginan untuk memuliakan dan membesarkan Kristus. Salah satu ciri khas gereja yang diberkati adalah jika orang-orang yang melayani, termasuk yang menjadi majelis atau tidak menjadi majelis, tidak memperebutkan apa-apa. Tidak ada keuntungan yang direbut untuk kepentingan diri, sebaliknya semuanya memperjuangkan kepentingan pekerjaan Tuhan semata. Kalau di dalam pelayanan gereja, orang-orang yang melayani tidak mendapat keuntungan apa pun untuk kepentingan sendiri, hanya untuk membesarkan nama Tuhan, maka gereja itu akan sangat diberkati oleh Tuhan. Dan gereja seperti itu akan disucikan dan menikmati sukacita. Orang yang mau melayani

seperti ini, di dalam hatinya akan dipenuhi sukacita yang tidak dimengerti oleh orang lain. Hanya orang-orang yang sama-sama melayani seperti ini yang mengerti sukacita penuh yang Tuhan sediakan bagi mereka yang mengutamakan Dia. Orang yang hanya mau mencari pamrih, mau menonjol di depan, mau naik mimbar, mau mendapatkan keuangan atau posisi, tidak akan mendapatkan sukacita. Orang-orang seperti ini tidak akan mendapatkan sukacita.

Maria berkata: Aku mengutamakan Dia, maka jiwaku bersukacita karenanya. Yohanes berkata: Aku mendengar suara mempelai laki-laki, dan aku bersukacita dan sukacitaku penuh. Inilah teladan orang-orang yang mau membesarkan Kristus.

4. Menjalankan Kehendak Tuhan Ketika kita mau menjalankan kehendak Tuhan, maka kehendak dan pimpinan Tuhan akan memenuhi hati kita. Jika engkau memegang perintah-Ku dan menjalankan firman-Ku, maka sukacita-Ku akan semakin berlimpah. Itulah perkataan Yesus. Dan itu diikat dengan satu pernyataan, saling mengasihi.

Kita sering kali lebih suka mendendam, iri hati, juga lebih senang mencari kesalahan dan kekurangan orang lain, lalu memberikan topeng dari diri seolah-olah kita mewakili keadilan Tuhan Allah.

Mengapa kita tidak lebih suka menjadi wakil kemurahan dan cinta kasih Allah? Karena kita lebih suka menjadi wakil keadilan Allah untuk mengorek-ngorek dan mencari-cari kesalahan orang lain. Orang yang pandai mencari-cari kesalahan orang lain, bagaikan dokter yang pandai mendiagnosis penyakit, tetapi tidak mampu menyembuhkan. Orang yang bisa mengasihi dan mengampuni orang lain lebih agung daripada orang yang hanya bisa melihat kesalahan orang lain. Dunia ini memerlukan jaksa, memerlukan hakim, tetapi juga memerlukan pengampunan dari Juruselamat. Orang pandai mengetahui di mana letak kesalahannya, tetapi orang agung tahu bagaimana memperbaiki kesalahan yang ada. Orang pandai mengetahui dosa ada di mana, tetapi orang agung mengetahui pengampunan ada di mana. Jikalau dunia penuh dengan orang pandai, maka dunia akan sedikit berkurang akan dosa, tetapi

jika di dunia tidak ada orang agung, maka tidak ada yang mengetahui bagaimana pengampunan boleh mengampuni dosa, sehingga dunia tidak punya pengharapan. Yesus adalah Hakim terbesar, tetapi Yesus juga adalah Juruselamat bagi manusia yang berdosa. Urutannya menunjukkan bijaksana Allah. Mulai dari Juruselamat, baru Hakim, bukan sebaliknya. Yesus berkata: Aku datang bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya (Yoh. 12:47). Hanya mereka yang tidak menerima pengasihan Tuhan Yesus, akan mengalami penghakiman Tuhan Yesus di hari kiamat nanti. Urutan ini jelas. Perlu menyatakan keadilan dahulu baru kasih, tetapi pemberian pengampunan dulu baru penghakiman (to reveal the righteous first than love, but to give redemption first than condemnation). Salah dalam urutan ini akan menimbulkan kekacauan. Cara Tuhan menyatakan diri adalah menyatakan keadilan-Nya telebih dahulu, baru kemudian menyatakan kasih. Karena tanpa mengerti keadilan Allah terlebih dahulu, manusia tidak akan bisa mengerti dan menghargai kasih dan kemurahan Allah. Tetapi di dalam menjalankan keadilan, Allah terlebih dahulu menawarkan pengampunan-Nya, baru menjalankan penghakiman dan penghukuman-Nya. Inilah cara Tuhan bekerja.

Marilah kita belajar mengasihi, saling mengasihi, karena inilah yang Allah ajarkan kepada kita. Allah mengasihi Kristus, dan Kristus mengasihi kita. Sebagaimana Allah menyediakan Kristus sebagai Juruselamat, maka kita harus mengampuni orang lain terlebih dahulu (Mat. 6:12). Maka sukacita itu akan penuh di dalam hati kita.

Sukacita akan penuh dalam hati orang-orang yang mengasihi orang lain. Orang yang membenci orang lain tidak akan mempunyai sukaciat. Semakin membenci, dia akan semakin kehilangan sukacita. Semakin seseorang membenci orang lain, dia akan semakin menjerumuskan dirinya sendiri. Dia akan terikat oleh kebencian, kepedihan dan kepahitan, dan akhirnya tidak tertolong lagi. Sebaliknya, ketika kita mengasihi orang, kita akan merasakan sukacita, karena mengasihi adalah suatu pemberian, suatu pembagian hidup (share of life). Ketika kita memberi kepada orang lain, kita akan mendapatkan sukacita yang lebih besar. Mengapa manusia tidak suka member? Dan mengapa manusia lebih suka menerima? Jikalau kita menerima uang ratusan juta rupiah, kita menjadi sangat bersukacita. Tetapi kalau memberikan seribu rupiah kepada orang lain, kita sudah merasa sakit. Bersukacitalah jika kita boleh mengasihi orang lain, ketika kita menjalankan perintah ini, maka Tuhan Yesus akan beserta dengan kita.

5. Berbuah Injil Bersukacita karena kita boleh berbuahkan Injil. Membawa orang bisa mengenal Tuhan, membawa orang kembali kepada Tuhan, adalah suatu sukacita yang tak terkira. Ketika kita melihat seseorang diperanakkan pula dan mendapatkan hidup yang baru di dalam Kristus, itu adalah suatu sukacita yang kekal. Itu berarti kita sudah berbuah. Paulus berkata bahwa dia berkali-kali ingin ke Roma supaya mendapatkan buah di antara orang-orang di Roma, seperti juga di kota-kota yang lain (Rm. 1:13). Dan Paulus mengatakan bahwa setiap kali dia melihat buah-buah Injil yang ada, dia bersukacita, dia mencucurkan air mata sukacita. Paulus senantiasa mengingat rekan kerjanya, Timotius, yang bagaikan anaknya sendiri. Paulus berbuah di dalam pelayanannya. Dia mendapatkan orang-orang yang dia Injili sampai mereka menjadi orang Kristen yang bisa melayani dengan sungguh. Kemudian Paulus mengingat mereka, dan setiap kali mengingat mereka, dia mendoakan mereka dengan penuh sukacita. Itulah sukacita abadi, karena berbuah di dalam Kerajaan Sorga. Siapakah di antara kamu yang selama ini telah membawa orang-orang lain untuk mengenal Tuhan, sampai dia menjadi orang Kristen? Orang-orang seperti ini pasti menikmati sukacita yang tidak bisa dirasakan oleh orang-orang yang belum pernah beruah.

Ketika seorang gadis yang belum menikah melihat rekannya yang akan menjadi ibu sedang kesakitan karena melahirkan, dia menjadi ketakutan. Dia merasa beruntung karena belum menikah dan belum mempunyai anak. Perempuan yang tidak menikah dan tidak melahirkan anak mungkin bisa menghina mereka yang menikah dan melahirkan anak. Tetapi mereka tidak pernah memahami besarnya sukacita setelah melewati kesulitan dan kesakitan melahirkan, melihat lahirnya anak itu. Tuhan Yesus mengatakan bahwa sebelum melahirkan seorang perempuan mengalami sakit bersalin, tetapi setelah melahirkan, dan melihat wajah anaknya, dia segera melupakan penderitaan dan kesakitannya, dan digantikan dengan sukacita besar (Yoh. 16:21). Yesus bukan perempuan, mengapa Dia tahu hal ini? Yesus belum pernah melahirkan, mengapa Dia bisa mengungkapkan sedemikian? Itu karena Dia adalah Pencipta semua manusia. Seorang wanita yang telah melihat wajah anaknya yang baru dilahirkan, segera melupakan semua ketakutan, kesakitan, dan penderitaan selama melahirkan. Demikianlah orang yang memberitakan Injil. Ketika dia sedang dalam proses memberitakan Injil, mungkin dia dihina, ditendang, dilawan oleh orang yang mendengar berita Injil. Tetapi jika kemudian orang tersebut menerima, menyadari dosanya, bertobat dan dilahirkan kembali, kita akan merasakan sukacita luar biasa, yang tidak mungkin dimengerti oleh orang yang tidak

pernah memberitakan Injil. Charles Spurgeon mengatakan: Seandainya saya adalah seorang yang paling egois di dunia, saya tetap akan memilih untuk memberitakan Injil kepada orang lain di dunia ini. Kamu tidak akan pernah merassakan sukacita orang yang menerima Injil jika kamu tidak pernah memberitakan Injil. Kamu tidak akan pernah mendengar orang berkata kepadamu: Aku bersyukur kepada Tuhan, karena kamu telah memberitakan Injil kepadaku, sehingga sekarang aku boleh menerima Tuhan Yesus. Ketika kamu mendengar orang berkata sedemikian, betapa sukacitanya kamu. Apalagi kalau orang itu dulu pernah menyiksa kamu karena Injil yang kamu beritakan. Pada saat kita mendengar kesaksian dari buah Injil yang kita beritakan, maka sukacita itu tidak mungkin bisa diganti dengan apa pun juga. Jika saya seorang egois, demi mendapatkan sukacita dahsyat seperti itu, saya tetap akan memberitakan Injil.

Di dalam sebuah buku tentang penginjilan, diceritakan tentang seseorang yang akan dihukum mati. Sebelum dihukum mati dia mengatakan: Saya tidak tahu apa sebabnya orang Kristen tidak mau mengabarkan Injil. Saya sekarang tidak mempunyai kesempatan hidup lagi, karena saya harus dihukum mati akibat dosaku yang begitu berat. Saya bersyukur bahwa sebelum saya dihukum mati, saya telah menerima Tuhan Yesus. Saya sekarang tahu apa bedanya menerima dan menolak Tuhan Yesus. Saya sekarang tahu apa artinya sudah diampuni dosanya ataupun tidak diampuni. Jikalau saya mempunyai kesempatan hidup, sekalipun saya harus belutut di atas pecahan kaca untuk memberitakan Injil, saya mau melakukannya, karena itu memberikan suatu kebahagiaan besarr saat seorang berdosa boleh diselamatkan. Inilah sukacita yang saya lihat dari Alkitab. Memang masih banyak pengungkapan Alkitab tentang sukacita, tetapi kita telah melihat lima hal berkaitan dengan sukacita sejati yang kudus. Kiranya pengertian sukacita ini bisa mendorong kita menjadi orang Kristen yang lebih baik.

Kiranya Tuhan memberkati kita, menegur dan menguatkan kita, memberikan inspirasi dari firman-Nya, sehingga kita boleh semakin bertumbuh, memiliki emosi yang disucikan, sehingga berkenan di hadapan Tuhan. Amin.

TIGA KEMARAHAN DALAM KESUCIAN

Sesungguhnya panas hati manusia akan menjadi syukur bagi-Mu, dan sisa panas hati itu akan Kau perikatpinggangkan. Mazmur 76:11 Sepertinya ayat yang kit abaca di atas merupakan ayat yang tidak terlalu jelas pengertiannya, tetapi ayat ini mempunyai signifikansi yang tidak ada pada ayat lain mana pun dalam Alkitab, karena hanya satu kali muncul di dalam Alkitab. Ayat ini mempunyai pengertian: Kemarahan manusia akan menyempurnakan kemuliaan Allah; tetapi kelebihan kemarahan kemarahan akan dihentikan oleh Allah. Kemarahan manusia akan menggenapkan dan menyempurnakan kemuliaan Allah. Namun, sisa-sisa dan kelebihan kemarahan yang tidak perlu akan dihentikan oleh Allah.

Kita masih terus masuk ke dalam tema utama Pengudusan Emosi, yaitu emosi yang kudus. Jika emosi tidak diberikan jalur atau memiliki rel yang merupakan koridor geraknya, orang itu akan bisa menyeleweng dan bisa masuk ke dalam tindakan yang berlebihan, bisa melakukan hal-hal yang merugikan, bahkan dia sendiri bisa gila. Emosi harus mempunyai prinsip, mempunyai rel, mempunyai standar dan pimpinan Tuhan yang membatasinya. Dengan demikian, Tuhan yang suci akan membersihkan kita dari segala kejahatan, termasuk kejahatan emosi.

Salah satu penyebab yang membuat seseorang menjadi gila adalah karena emosinya tidak terkontrol. Emosi perlu dikontrol, tetapi dikontrol oleh apa? Orang Gerika (Yunani Kuno) mengatakan bahwa emosi harus dikontrol oleh rasio. Kebenaran rasio mengatur bilamana kita marah, atau kita sedih, atau kita kuatir, atau kita susah, atau senang. Apakah cukup emosi dikontrol oleh rasio? Kalau emosi dikontrol oleh rasio, pertanyaan yang mengikutinya adalah: Apakah rasio merupakan suatu kemutlakkan tertinggi? Jika bukan, siapa yang mengontrol rasio? Ini tidak pernah terpikirkan oleh orang-orang Gerika: ataupun seandainya mereka memikirkan, mereka tidak mempunyai jawaban yang memuaskan.

Mereka hanya mengetahui bahwa filsuf adalah orang yang mempunyai posisi tertinggi dan memiliki kebijaksanaan. Orang sedemikian dianggap sebagai orang yang bisa mengendalikan seluruh hidupnya sendiri. Alkitab mengatakan, tidak demikian. Manusia tidak memiliki pikiran yang sempurna. Bahkan pikiran manusia sudah kacau. Pikiran manusia sudah menyeleweng dan tidak dipimpin oleh kebenaran. Pikiran bukan posisi tertinggi. Itu alasan Alitab menuntut agar pikiran kita perlu ditundukkan ke bawah wahyu Tuhan Allah, yaitu kebenaran yang diwahyukan oleh Tuhan Allah sendiri. Selain itu, kita memerlukan Roh Kudus yang memimpin pikiran kita sehingga kita dapat mengerti apa yang dinyatakan di dalam Firman Tuhan. Inilah kelebihan Firman Tuhan tentang ajarannya dibandingkan dengan semua filsafat yang ada di dunia.

Tidak ada satu pun filsafat dunia yang bisa disetarakan dengan pengajaran Firman. Alkitab lebih tinggi daripada semua itu. Dan sebagaimana Roh Allah telah mewahyu kebenaran, demikian juga Roh Allah memimpin kita masuk ke dalam seluruh kebenaran. Ketika kita hidup dipimpin oleh Roh Kudus maka Dia mengontrol seluruh pikiran kita dan emosi kita. Inilah yang disebut sebagai Pengudusan Emosi. Kita telah membicarakan Dukacita yang Kudus dan Sukacita yang Kudus, yaitu dukacita dan sukacita yang sesuai dengan kehendak Allah. Sekarang kita akan membicarakan bagaimana seharusnya orang Kristen marah sesuai dengan kehendak Allah.

KEMARAHAN SEBAGAI SIFAT DASAR MANUSIA Siapa orang yang tidak bisa marah? Seorang anak yang masih sangat kecil pun sudah bisa marah. Orang yang tidak belajar apa-apa juga bisa marah. Marah bukan sesuatu yang memerlukan keahlian atau kemampuan khusus untuk melakukannya. Setiap orang bisa marah. Marah adalah suatu naluri atau insting atau pembawaan yang bersiafat alamiah (natural). Kemarahan adalah sifat yang begitu mendasar, yang terkadang begitu cepat kita lakukan. Kalau kita tidak suka, kita segera marah. Sejak kecil kita biasa marah-marah. Anak kecil dengan kemarahannya bisa menaklukkan orangtua, dan terkadang bisa membuat orangtua menjadi kehabisan akal. Kalau anak menginginkan sesuatu dan tidak diizinkan oleh orangtuanya, maka dia marah, menangis berteriak-teriak, lalu berguling-guling di toko, sampai orangtuanya menjadi

malu, dan akhirnya menuruti kemauannya. Ini adalah gambaran anak yang gila dan ayah yang bodoh.

Anak saya pernah satu kali marah-marah seperti itu di sebuah toko serba ada di Singapura. Saat itu usianya baru dua tahun. Dia tidak mau diajak pulang. Maka saya langsung masuk ke taksi dan tinggalkan dia di muka pintu toko itu. Maka terjadilah adu marah. Dia pikir hanya dia yang bisa marah, dan orangtuanya tidak bisa marah. Maka sekarang saya tunjukkan kepadanya bahwa ayahnya juga bisa marah. Kalau tidak mau pulang maka saya tinggalkan dia. Setelah saya tinggalkan dia, maka dia pun menangis. Menangis dan marah adalah saudara sepupu. Lalu saya minta taksi berputar dan jemput dia. Ini namanya marah dan kasih. Saya tidak akan tinggalkan anak di situ, apalagi usianya baru dua tahun. Tetapi dia sekarang sudah takut sekali saya tinggal. Kalau dia tidak saya tinggalkan, lalu menang dengan kemarahannya, bagaimana nanti posisi saya? Setiap posisi yang sudah dilampaui, apalagi dikuasai oleh emosi yang tidak benar akan menjadi kacau, karena itulah kita harus memegang prinsip, agar tidak menjadi kacau. Posisi yang ditetapkan oleh Tuhan tidak boleh diganggu. Posisi orangtua tidak boleh dilampaui anak, apalagi yang masih kecil. Jikalau anak marah, lalu kamu takluk kepada anakmu yang marah, maka sesudah itu, kamu tidak mungkin lagi menjadi orangtua yang bisa mendidik dia. Banyak orangtua gagal karena takluk tepada kemarahan anak. Banyak orangtua berbuat salah karena mengira dengan demikan mereka telah mencintai anak-anak mereka. Tetapi yang terjadi bukanlah mengasihi, melainkan perubahan garis otoritas (chain of authority). Perubahan garis otoritas adalah perubahan status. Ini bukan hal yang sederhana. Suami, istri, ayah, anak, dan seterusnya, masing-masing memiliki posisi dan status yang tidak boleh digeser. Kalau semua ini dikacaukan, maka hari depan akan rusak. Ketika saya kembali, anak saya sedang menangis keras sekali. Saat itu orang mulai banyak mendekati dan mau mengajak dia, tetapi dia tidak mau. Dia hanya mau papa mamanya, tetapi dia juga mau papa mamanya takluk kepada dia. Ini yang tidak boleh. Saya berhenti, lalu tanya sekali lagi, apakah dia mau pulang. Dia sekarang mau pulang. Saya ajak masuk ke taksi. Apakah langsung disayang? Tidak. Saya diamkan sebentar, lalu sampai di rumah saya mulai menanyakan kesalahannya, lalu dianalisis kesalahannya. Maka setelah emosinya berhenti, sekarang diajak berpikir menganalisis dengan rasio. Ini membuat dia mengerti kesalahanya, sehingga lain kali dia tahu bagaimana harus taat kepada orangtua. Mendidik anak bukanlah hal yang mudah. Setiap orang menganggap bahwa anak itu mutiara, tetapi orang bisa merusak mutiara itu hanya karena terlalu sayang tanpa prinsip.

TERGANGGUNYA HAK PRIBADI Siapa yang tidak bisa marah? Sejak usia dua tahun anak sudah bisa marah. Kalau seseorang berteriak-teriak dan marah-marah, apa yang menjadi penyebabnya? Saya terus memikirkan apa sebenarnya pemicu atau alasan untuk seseorang bisa dan boleh marah. Saya merasa hal ini perlu secara serius dicari. Kemarahan itu muncul terutama karena kita merasa terganggu. Hampir semua kemarahan muncul dari prinsip dasar ini. Kita tidak mau diganggu, maka kalau kita dignaggu, kita akan marah. Semua kemarahan berasal dari sini. Tetapi apa yang membuat kita merasa terganggu? Apakah perasaan diganggu ini merupakan sesuatu yang harus kita junjung tinggi dan mutlak kita pertahankan, atau tidak? Jikalau sesuatu yang tidak mutlak kamu mutlakkan, maka kamu telah menjadikan hal-hal lain itu sebagai Tuhan Allah. Dan ketika yang kau anggap mutlak itu diganggu, maka kamu menjadi marah. Ini tidak benar. Saya percaya tema ini merupakan tema yang begitu penting dan serius, sehingga kita perlu membicarakannya.

Kita merasa ada sesuatu di dalam diri kita yang diganggu. Tetapi sesuatu itu apa? Itu adalah Hak-ku. Ketika hakku diganggu, maka saya akan marah sekali. Dan kalau begitu, apa kaitan masalah ini dengan pengajaran Yesus tentang penyangkalan diri? Tidak ada orang yang lebih diganggu haknya daripada Yesus. Dia adalah Allah. Ketika Dia menaati perintah Bapa untuk menjadi manusia, hak-Nya sebagai Allah telah dilanggar. Kini Kristus harus menjadi terbatas. Bagaimana manusia bisa membayangkan, Allah yang tak terbatas, Pemilik alam semesta, kini ditetapkan untuk menjadi manusia, menjadi daging yang hanya beberapa puluh kilogram, dan harus berjalan kaki di sekitar danau Galilea. Dia Pencipta semua itu, Dia Pencipta seluruh tata surya, pengatur semesta, tetapi kini harus menjadi begitu terbatas. Betapa hak-hak utama-Nya telah diambil. Dia harus merasakan lelah, merasakan haus, hingga meminta air kepada seorang perempuan di tepi sumur Samaria. Dia juga harus tidur di perahu karena terlalu letih. Siapakah Dia? Dia adalah Allah yang menjadi manusia. Hak dan status-Nya bukanlah manusia, karena Dia adalah Allah. Tetapi dalam hal ini, Dia tidak merasa terganggu dengan keadaan itu. Namun, mengapa kita merasa terganggu ketika Kristus tidak terganggu?

Mengapa manusia merasa terganggu? Karena manusia telah memutlakkan hak

relatif dirinya, sementara Kristus telah merelakan untuk tidak memutlakkan hak mutlak-Nya. Di sini letak perbedaannya. Inilah kerohanian sejati. Orang yang terus merasa terganggu, orang yang selalu merasa dirugikan, dan terus marah-marah karena merasa diganggu, adalah orang yang kerohaniannya belum matang. Apalagi jika kita menyadari bahwa sesuatu yang terganggu itu sebenarnya bukanlah hal yang mutlak, tetapi kini telah kita mutlakkan. Kalau kita memutlakkan yang tidak mutlak, maka kita secara pura-pura atau terselubung mau menjadi Tuhan Allah. Justru Tuhan Allah, yang adalah Tuhan Allah yang mutlak, merelakan diri untuk tidak memutlakkan kemutlakkan hak-Nya dengan cara berinkarnasi turun ke dalam dunia. Dia rela meninggalkan hak-Nya. Hak terbesar adalah hak untuk menyerahkan hak. Pernyataan ini merupakan intisari dari buku Tidakkah Kami Mempunyai Hak? yang ditulis oleh Mabel Williamson, seorang misionaris dari China Inland Missions (sekarang Overseas Missions Fellowship).

Mabel Williamson, Have We No right?; edisi bahasa Indonesia, Tidakkah Kami Mempunyai Hak? (Surabaya: Momentum, 2007). Mabel Williamson pernah melayani di Indonesia sejak tahun 1960 sebagai pengajar Alkitab selama sepuluh tahun di Seminari Alkitab Asia Tenggara Malang, dan juga di Singapore Theological Seminary. Ia mengawali pelayanannya di China Inland Mission, yang kini dinamakan Overseas Missionary Fellowship, pada tahun 1934.

Konsep dasar buku ini sendirinya bersumber dari ucapan Rasul Paulus di dalam 1 Korintus 9. Dalam buku tersebut Williamson mengatakan: Hak tersebar seorang manusia adalah haknya untuk melepaskan haknya sendiri. (The greatest priviledge and the greates right of a man is the right to give up his own right). Ini hak yang rela menyerahkan hak.

Semua percekcokan dan perselisihan, hingga perkelahian dan peperangan, terjadi karena setiap orang ingin mempertahankan hak masing-masing. Kita bersikeras untuk tidak mau diganggu hak pribadinya. Ketika kita diganggu, kita menjadi marah. Marah adalah suatu naluri atau daya dasar, suatu sifat alamiah, emosi yang ada pada setiap makhluk yang ada di dalam dunia ini. Siapa pun bisa marah. Jangan kamu pikir hanya kamu yang bisa marah, karena ketika kamu marah, orang lain bisa marah lebih hebat lagi. Maka dibutuhkan suatu pengatur untuk

mengontrol kemarahan kita. Untuk ini kita perlu belajar dari contoh yang Tuhan Allah sendiri berikan.

ALLAH TIDAK MUDAH MARAH Allah adalah Tuhan yang tidak mudah marah. Jika Allah, sebagai Pribadi tertinggi, tidak mudah marah, mengapa kita boleh mudah marah? Mengapa Tuhan Allah tidak mudah marah? Itu berarti Dia bisa marah, tetapi Dia tidak mau sembarangan menyatakan emosi kemarahan-Nya. Jika Tuhan Alah tidak mudah marah, bagaimana mungkin kita yang merupakan ciptaan yang kecil ini boleh sembarangan marah?

Suatu kali, di bandara Malang, satu penerbagan tidak bisa berangkat, sehingga jadwal ditunda satu setengah jam kemudian. Seorang pengusaha marah luar biasa. Semua orang menjadi takut, karena dia marah begitu keras dan dia marah kepada setiap orang yang ada di bandara tersebut. Itu karena jadwal keberangkatan pesawatnya ditunda. Mungkin karena dia merasa kedudukan atau pangkatnya tinggi sehingga dia tidak suka ditunda seperti itu. Tetapi sebenarnya, kalau seseorang pangkatnya sudah sangat tinggi, dia seharusnya tidak mudah marah, sebagaimana Tuhan yang pangkatnya paling tinggi tidak mudah marah. Orang yang mudah marah pasti pangkatnya rendah.

Orang yang semakin tinggi posisinya tidak mudah marah, karena dia akan sadar bahwa dengan posisinya yang tinggi, dia tidak boleh sembarangan marah. Allah kita tidak mudah marah dan tidak sembarangan marah. Ini merupakan contoh teladan dan sekaligus merupakan tujuan yang kita tuntut di dalam diri kita untuk Tuha ajarkan kepada kita. Kalau kita adalah anak Tuhan yang sudah diselamatkan dan sudah lahir kembali, kiranya kita boleh belajar dari Tuhan.

Saya sering dijuluki orang-orang sebagai Stephen Tong yang tidak ada Roh Kudus di dalamnya. James Riady, ketika ditanya dengan pertanyaan di atas, menjawab: Jika dia tidak ada Roh Kudus di dalamnya bagaimana dia bisa melayani berpuluh tahun dengan setia seperti itu? Pasti dia adalah orang yang dipimpin oleh Roh Kudus. Ada atau tidak tidaknya Roh Kudus dalam diri seseorang, salah satunya

adalah bagaimana dia berespons dengan kemarahan. Ada orang yang menuduh: Kalau Stephen Tong ada Roh Kudus, mengapa dia suka marah-marah seperti itu? Maka kini kita perlu kembali ke tema kita, yaitu Kemarahan dalam Kesucian.

1. Kemarahan yang Suci adalah Kemarahan Allah Kemarahan yang suci adalah kemarahan Tuhan Allah sendiri. Kemarahan yang suci itu diperlukan. Allah tidak mudah marah bukan berarti Allah tidak bisa dan tidak boleh marah. Itu juga bukan berarti Allah tidak pernah marah. Allah marah, tetapi Allah tidak sembarangan marah. Kemarahan Allah merupakan hak dari otoritas tertinggi. Allah adalah otoritas itu sendiri dan prinsip itu sendiri. Tetapi apa prinsip tentang sesuatu itu? Jika sesuatu itu terganggu lalu kamu marah, coba selidiki, apa sebenarnya sesuatu itu? Sesuatu itu seharusnya merupakan hal yang tidak boleh salah, merupakan suatu prinsip mendasar yang tidak boleh dikorbankan atau dikompromikan. Justru prinsip itu adalah prinsip dari Tuhan Allah sendiri. Allah sendiri memiliki prinsip yang tertinggi, sehingga yang mengganggu prinsip tersebut berarti mengganggu kebenaran. Jika kebenaran itu diganggu, maka kebenaran itu akan marah karena dengan demikian kebenaran itu akan kacau. Kebenaran sejati tidak boleh dikacaukan. Otoritas tertinggi yang juga merupakan prinsip yang tertinggi adalah Kebenaran per se (Per se berarti sesuatu yang pada dirinya sendiri, tidak bergantung atau terkait dengan hal lain). Kebenaran itu sendiri adalah dirinya Allah itu sendiri. Allah marah jika kebenaran Allah digeser.

2. Ilah Agama dan Kemarahan Di dalam agama-agama ada dua macam ekstrem dalam kaitan dengan kemarahan. Ada agama-agama yang menggunakan kemarahan ilah sebagai sesuatu untuk menakut-nakuti penganut-penganutnya. Di sini kemarahan dipakai untuk menimbulkan perasaan ketakutan yang sangat besar pada pengikutnya. Jika kamu pergi ke kuil-kuil tertentu, kamu akan melihat patung-patung yang terlihat begitu menakutkan dengan mata yang besar dan melotot marah, dengan tangan yang mengancam, sehingga ketika masuk ke tempat itu, kamu akan merasa takut lalu tidak berani berbuat dosa. Tetapi jika kamu masuk ke dalam kelenteng-kelenteng tertentu, kamu juga akan menemukan patung dengan figure yang begitu baik, tersenyum ramah dan terlihat penuh kemurahan. Di sini kita melihat konsep kemurahan yang luar biasa. Kemarahan berlawanan dengan kemurahan hati. Jika kamu bertemu

dengan patung-patung Sidharta Gautama (Buddha), patung itu selalu dilukiskan dengan senyum yang ramah. Juga jika kamu melihat patung dewi Kwan Im, patung itu dibuat senantiasa tersenyum. Kwan Im adalah proyeksi atau bayang-bayang dari dewa yang penuh dengan pengertian, yang mau memeluk dan memberkati kita. Konsep ini mirip dengan konsep Maria dalam gereja Roma Katolik. Maria digambarkan sebagai wanita yang begitu lembut, begitu baik, begitu ramah, dan cenderung diperdewakan oleh pengagumnya. Di dalam Alkitab tidak ada ide manusia berdoa kepada Maria. Itu bukan ajaran Firman Tuhan. Kalimat terakhir tentang Maria adalah Kisah Para Rasul 1: 14-15, di situ rasul-rasul tidak berdoa kepada Maria, tetapi Maria bersama dengan rasul-rasul berdoa kepada Yesus Kristus. Itu catatan terakhir Alkitab tentang Maria. Maka baik gambaran dewi Kwan Im yang begitu murah dan penuh kasih, maupun konsep Roma Katolik tentang Maria, dilukiskan tanpa kemarahan sama sekali. Tetapi di lain pihak, dewa-dewa seperti Syiwa dalam agama Hindu dilukiskan sebagai dewa yang penuh kemarahan, dan kemarahan itu begitu dahsyat dan menakutkan di seluruh dunia. Syiwa adalah ilah perusak atau pembinasa. Syiwa bagi sebagian orang Hindu dianggap sebagai dewa yang paling berkuasa dan paling tinggi derajatnya, melampaui Brahma dan Wisnu. Jadi, pencipta tidak memiliki kuasa sebesar perusak, dan pemelihara masih kalah kuasa dibanding dengan perusak. Kuasa perusak dianggap lebih besar daripada kuasa pencipta dan kuasa pemelihara, dan karena itu manusia takut kepada kekuatan perusak dan pembinasaan yang dimiliki oleh Syiwa.

Kwan Im sebenarnya bukanlah dewi. Sebenarnya Kwan Im itu laki-laki, kemudian dijadikan wanita di dalam tradisi Tionghoa. Aslinya dewa ini dari India. Sampai saat ini masih ada tiga kuil Kwan Im di India, dan semuanya menggambarkan Kwan Im dengan figure laki-laki. Ketika gambaran dewa ini dibawa ke Tiongkok, orang Tionghoa membutuhkan figure yang lebih murah hati dan lebih lembut untuk melukiskan cinta kasih. Karena figure laki-laki dianggap kurang murah hati dan kurang lembut dan penuh kasih, maka diubah menjadi figure perempuan.

3. Allah Kristen dan Kemarahan Di dalam agama ada dua ekstrem, yaitu dewa yang marah dan dewa yang murah. Alkitab mengatakan bahwa Allah Kristen adalah Allah yang penuh rahmat, dan tidak mudah marah. Di dalam Mazmur 103:8, diungkapkan tiga hal tentang Allah, yaitu bahwa Allah adalah Allah yang rahmaniah, Allah yang rahimiah dan Allah yang tidak

mudah marah (LAI: Allah yang penyayang, pengasih, dan panjang sabar). Tetapi tidak ada satu ayat Alkitab mengatakan bahwa Allah tidak pernah marah, atau tidak boleh marah, atau tidak bisa marah.

Alkitab berulang kali mencatat bahwa Allah marah. Itu berarti kalau orang Kristen marah, bukan berarti itu pasti selalu berdosa. Kalau marah itu dosa, maka ketika Allah marah, Dia telah berbuat dosa. Justru tidak, karena Allah yang suci adalah Allah yang marah. Maka dengan ini, kita melihat adanya suatu kemarahan yang disebut sebagai kemarahan yang suci.

Ketika orangtua melihat anaknya berbuat dosa, hidupnya rusak, melacur, berjudi, dan berbuat hal yang jahat, dia seharusnya marah. Orangtua berhak marah dan harus marah karena anak itu adalah anaknya. Apakah kemarahan ayah itu sama berdosa seperti dosa anak yang melacur? Tidak! Kita bisa melihat contoh ini dari hidup seorang perancang dwain mobil BMW. Mobil BMW sekarang ini semakin baik kualitasnya, semakin mampu bersaing dengan Mercedes-Benz. Pada tahun 1985 BMW diperintah oleh pemerintahan Jerman untuk membuat mobil yang lebih kecil, sementara Mercedes membuat yang lebih besar. Bukan berarti BMW tidak boleh membuat seri yang besar. BMW mempunyai seri 3, 5, 6, 7, 8. Seri 6 dan 8 tidak masuk ke Indonesia. Tetapi sekitar tahun 90-an, BMW berhasil menjual seri 3 sebanyak 65 persen dan semua seri lainnya dijumlahkan hanya mencapai 35 persen. Pada saat itu, karena ekonomi mulai tidak selancar dan sekaya sebelumnya, apalagi setelah krisis keuangan di tahun 1997 ke belakang, maka seri yang besar semakin tidak laku. Orang semakin beralih menuju ke mobil yang lebih kecil. Maka sekitar tahun itu, Mercedes mulai rugi, dan untuk pertama kalinya dalam tahun itu tidak mengumumkan labanya secara public. Maka Mercedes kemudian mulai beralih dan mencoba masuk ke percaturan mobil kecil. Pemerintah mengizinkan hal ini, dan mulailah dibuat Merceses kelas A. Setelah itu, situasi Mercedes mulai membaik. Saya ingin mengungkapkan dalam cerita ini, bahwa para pembuat desain BMW mempunyai peran yang sangat besar dalam hal ini. Karena desain memakai otak sedemikian berat. Sebab jika salah desain, akan menimbulkan kerugian besar. Maka pembuat desain harus dibayar sangat tinggi, karena dia yang menentukan nasib seluruh pabrik. Jika desainnya gagal, maka bisa-bisa seluruh pabrik akan bangkrut. Jika desainnya bagus, maka pengunaannya akan sangat nyaman dan baik sekali. Tetapi kalau desainnya buruk, maka pengunaannya akan sangat tidak nyaman dan akan sangat mudah rusak. Apalagi di dalam desain masih terkandung unsur estetika,

unsur fungsi, unsur ekonomis dan berbagai unsur lain yang tergabung menjadi satu, yang membutuhkan keterampilan otak yang luar biasa tajam (Saya mengerti pergumulan dan kesulitan desain seperti ini, karena saya sendiri seorang desainer). Mercedes dan BMW sama-sama memiliki kebijakan untuk mengganti model setiap lima tahun sekali. Mobil Amerika berusaha mengganti model setiap tahun, sehingga akhirnya kehabisan model dan semakin lama semakin jelek bentuknya. Jepang, seperti Honda, meniru Jerman bukan meniru Amerika, sehingga mereka juga merubah model setiap lima tahun sekali.

Perancang (desainer) BMW bekerja luar biasa untuk memikirkan pergantian model selama lima tahun. Dia bekerja begitu berat untuk menghasilkan suatu rancangan yang bisa membawa pabriknya sukses. Dia memang pekerja yang baik. Tetapi anaknya melacur, minum minuman keras, narkotik, lalu setiap pulang ke rumah meminta uang dari ayahnya. Akhirnya suatu saat, ayah itu marah sekali, lalu mengambil pistol dan menembak mati anaknya sendiri. Itu adalah anak satu-satunya. Dia mau mendidik anaknya, tetapi akhirnya malah membunuh dia. Setelah kemarahan yang begitu keras, kini berganti dengan kepedihan yang luar biasa. Dia seorang penting di Jerman, yang turut menetukan pergerakan ekonomi, perdagangan, industry, dan lain-lain. Reputasi dan gengsi dari negara Jerman yang begitu tinggi di dunia sangat bergantung pada karyanya. Kini orang ini telah membunuh anak sendiri. Polisi menangkapnya dan harus menghukum dia. Akhirnya pemerintah Jerman memberikan kelonggaran ketika menghadapi dia, dengan dua alsan: Pertama, karena dia tidak sembarangan marah. Dia bukan pemarah, bahkan jarang sekali marah. Tidak ada catatan apa pun bahwa dia pernah marah-marah atau sembarangan marah. Kedua, karena anak itu terlalu kurang ajar, sementara tindakan ayah itu tidak sengaja. Mau mendidik tetapi akhirnya menimbulkan kematian. Orang ini mendapat keringanan karena kemarahannya itu tidak sembarangan, dan dianggap sebagai kemarahan yang wajar kepada anak yang terlalu kurang ajar. Maka anak itulah yang dianggap telah mengganggu prinsip kebenaran.

4. Perjanjian Lama dan Kemarahan Allah Semoga kita bisa membedakan berbagai macam kemarahan. Ada kemarahan-kemarahan yang tidak ada artinya; tetapi juga ada kemarahan-kemarahan yang sangat bermutu tinggi. Seperti apakah kemarahan Tuhan Allah? Jika Alkitab menyatakan bahwa Allah marah atau Allah murka, kemarahan seperti apakah itu?

Di manakah dicatat dalam Alkitab bahwa Allah marah? Alkitab mencatat paling jelas tentang kemarahan Allah di dalam Mazmur 2. Alkitab mencatat: Maka berkatalah Dia kepada mereka dalam murka-Nya dan mengejutkan mereka dalam kehangatan amarah-Nya (Mzm. 2:5). Allah murka karena musuh-musuh-Nya telah bersepakat untuk melawan Allah dan Anak-Nya. Inilah kemarahan yang besar. Allah menertawakan mereka, mengolok-olok mereka, raja-raja di bumi yang mau melawan Dia dan Yang Diurapi-Nya. Di dalam ayat ini diungkapkan dua macam emosi Tuhan Allah, yaitu: 1) Allah tertawa dan mengolok-olok mereka; dan 2) Allah marah dengan murka yang besar. Mengapa tertawa? Karena Tuhan tahu bahwa semua yang sedang dipikirkan dan dikerjakan manusia adalah hal yang tidak benar. Allah perlu tertawa dan mengejek mereka. Tertawa itu menyatakan suatu kemenangan Allah yang tidak mungkin diganggu atau dikalahkan. Tertawa ini merupakan suatu kemenangan dan kepastian dari diri Tuhan Allah sendiri, yang tidak mungkin digoyahkan. Tetapi, Dia juga telah marah dengan keras kepada mereka, karena mereka telah berusaha untuk merusak prinsip dan rencana Allah yang kekal. Allah telah menetapkan Yesus Kristus sebagai satu-satunya Juruselamat, yang akan mengeluarkan manusia dari dosanya. Yesus Kristus, Dia Yang diurapi Allah ini, kini sedang diolok-olok dan mau dihancurkan oleh raja-raja dan bangsa-bangsa. Allah marah kepada mereka.

Pada saat Allah marah, maka tidak seorang pun dapat menolong orang yang sedang di bawah murka Allah. Tidak seorang pun sanggup melepaskan diri atau menolong orang lain yang sedang berada di bawah murka Allah. Satu kali Allah marah, maka semua dunia ini harus binasa, kecuali sekelompok kaum pilihan yang disisakan di dalam beberapa kasus. Misalnya di dalam kasus Nuh dan air bah, hanya Nuh sekeluarga (delapan orang) yang diselamatkan, sementara semua orang lain dihanyutkan di dalam air bah yang menakutkan. Inilah kemarahan Allah yang terbesar dalam sejarah, yang bisa kita lihat. Tidak ada suku, tidak ada negara, yang terluput dari kemarahan Allah. Allah membasmi seluruh umat manusia. Seberapa besar kemarahan Allah? Sampai di mana ada manusia, sampai di sana air bah itu melanda. Tuhan membasmi semua manusia.

Air bah yang begitu dahsyat adalah air bah yang menghabiskan seluruh umat manusia dan hanya menyisakan Nuh, istrinya, tiga anaknya dan tiga menantunya. Ketiga anaknya, yaitu Sem, Ham dan Jafet, menjadi tiga pokok keturunan bagi seluruh

umat manusia. Orang-orang kulit hitam merupakan keturunan Ham, orang-orang Semitik dari Sem, dan orang kulit putih dari Jafet.

Allah juga menyatakan kemarahan-Nya dengan mendatangkan api ke Sodom dan Gomora. Allah marah dan tanpa ampun menghabiskan seluruh wilayah Sodom dan Gomora. Api menghanguskan apa saja yang ada di sana. Allah kita adalah api yang menghanguskan. Dan cerita ini terus berlanjut sampai Kitab Wahyu, di mana Allah marah dan menghukum manusia di neraka. Neraka merupakan api yang menyala-nyala untuk menghukum mereka yang dihukum Tuhan Allah dan dibinasakan di sana. Dari Kejadian hingga Wahyu kita melihat adanya kemarahan-kemarahan Allah yang tidak terlalu besar. Memang tidak selalu Allah marah, karena Allah memang tidak mudah marah.

Ketika Allah menunggu manusia bertobat, Dia memberikan pengajaran-pengajaran agar manusia bertobat. Allah mengirimkan nabi-nabi, memberikan berita-berita, agar manusia bertobat dan bertobat. Jika manusia tidak bertobat, maka kemarahan itu akan tiba kepadanya. Namun kalau manusia itu bertobat maka kemarahan itu tidak perlu tiba padanya. Manusia mendengar Firman Tuhan, lalu takluk dan taat, dengan rendah hati mengoyakkan pakaian, menaruh abu di kepala, mengaku dosa, maka Tuhan menyingkirkan kemarahan itu dari manusia. Seperti pada zaman Nabi Yunus. Yunus dikirm ke Niniwe untuk memberitakan berita pertobatan, dan seluruh penduduk Niniwe, dari raja hingga rakyat jelata bertobat dan Allah tidak jadi menurunkan bencana kepada mereka. Allah tidak jadi menghukum mati kota itu dan membinasakan semua makhluk di situ. Tetapi jangan berpikir kalau Allah telah mengampuni dan tidak jadi menghukum, maka kita boleh hidup sembarangan. Sekitar 150 tahun kemudian, kota Niniwe tetap dihancurkan dan dibinasakan, karena mereka mengulangi dosa yang sama. Itulah sebabnya, ketika membaca Kitab Yunus, kita mendapat berita bahwa Allah tidak jadi menghukum Niniwe (Yun. 3:10); tetapi ketika kita membaca Kitab Nahum, maka dikatakan bahwa Niniwe akan dilupakan orang untuk selama-lamanya (Nah. 1:15). Hanya 150 tahun diperpanjang hidupnya, lalu dihancurkan, karena Allah marah. Di dalam Perjanjian Lama, kita melihat Allah Bapa yang marah.

5. Perjanjian Baru dan Allah yang Marah

Di dalam Perjanjian Lama kita melihat bahwa Allah Bapa marah. Dan kini di Perjanjian Baru kita melihat Yesus Kristus marah. Jika kita mengenal Perjanjian Lama sebagai penyataan keadilan Allah, sehingga memang wajar jika dinyatakan bahwa Allah adalah Allah yang marah dan menegakkan keadilan-Nya, maka bagaimana dengan Perjanjian Baru? Bukankah kita mengenal Perjanjian Baru sebagai penyataan cinta kasih Allah? Bukankah Yesus Kristus adalah Allah Putra yang menyatakan cinta kasih Allah? Bukankah tema Perjanjian Baru adalah pengampunan, kemurahan, dan cinta kasih Allah kepada manusia?

Kita tidak bisa dan tidak boleh melihat secara sangat ekstrem sedemikian. Di dalam Perjanjian Lama ada kemarahan, tetapi juga ada cinta kasih; sebaliknya, di dalam Perjanjian Baru ada cinta kasih, tetapi juga ada kemarahan Allah. Di dalam kemarahan Tuhan Allah disisakan cintga kasih bagi kaum pilihan, di dalam cinta kasih Allah disisakan kemarahan bagi mereka yang tidak mau bertobat. Yesus Kristus dua kali marah. Alkitab menyatakan bahwa dua kali Tuhan Yesus marah sekali dengan mata yang memandang tajam kepada orang yang dimarahi-Nya. Dua kali Tuhan Yesus marah di tempat yang sama, yaitu di Bait Allah.

Sebelum Tuhan Yesus melakukan karya Mesianik yang agung. Dia masuk ke dalam Bait Allah dan melihat orang-orang menjadikan tempat itu sebagai tempat berjualan. Bait Allah dijadikan bagai sarang penyamun. Yesus sangat marah melihat semua itu. Dia mengusir semua pedagang itu dari Bait Allah. Dia juga mengusir semua penukar uang, dan juga berbagai orang lain yang terlibat dalam perdagangan korban itu. Dia marah dan mengatakan: Jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan (Yoh. 2:16). Yesus Kristus bukanlah Allah yang tidak bisa marah. Dia marah dengan sangat keras. Tetapi perhatikanlah baik-baik, bahwa ketika Kristus marah, Dia tidak marah tanpa akal atau sekadar meluapkan emosi yang tak terkontrol. Dia marah dengan pengertian yang jelas dan pemikiran yang jernih. Dia marah di dalam kebenaran. Dia marah dengan prinsip dan cara yang terkontrol. Dari mana kita mengetahui hal ini? Kita bisa melihat bagaimana ketika Dia marah dan menunggangbalikkan semua meja penukar uang, sehingga uang mereka berhamburan. Tetapi ketika Dia marah terhadap para penjual binatang, Dia tidak melepaskan semua burung-burung dari kandang, karena burung yang dilepaskan tidak bisa kembali, sementara uang yang dihamburkan masih bisa dipungut lagi (Yoh. 2: 14-16). Dia memang marah, tetapi Dia tidak menghancurkan nafkah hidup seseorang. Ini bijaksana di dalam kemarahan yang suci.

Terkadang seorang wanita marah, piring dibanting kursi dirusak, itu semua tidak bisa dikembalikan lagi. Jangan marah seperti itu. Itu adalah kemarahan yang tidak suci. Jangan marah yang bersifat merusak. Kalau mau membanting, banting bantal saja, karena tidak akan rusak. Jika membanting piring, maka akan menjadi puing. Kalau engkau mau membanting, bantinglah cincin emas, dia tidak akan berubah; tetapi jangan membanting radio, membanting televisi, membanting barang-barang yang bisa pecah dan rusak. Akhirnya setelah semua hancur, kemudian menyesal dan menangis. Tuhan Yesus di dalam kemarahan tetap mengendalikan emosi. Dia sadar sepenuhnya di dalam kemarahan-Nya sehingga semuanya terkendali dan tetap di dalam hikmat sejati.

Siapa yang mengatakan orang Kristen tidak boleh marah? Siapa yang mengatakan bahwa seseorang yang marah berarti tidak ada Roh Kudus? Siapa yang mengatakan bahwa marah itu berdosa? Jika marah berdosa, berarti Allah dan Kristus juga berdosa. Yesus Kristus tidak berdosa. Allah Bapa tidak berdosa, Roh Kudus tidak berdosa, dan Allah Tritunggal adalah satu-satunya yang sanggup dan berhak menghakimi dosa. Marah tidak selalu berdosa. Namun, marah seperti apa yang tidak berdosa?

Roh Kudus juga marah. Dari mana kita mengetahui hal ini? Ketika Ananias dan Safira menjual tanah mereka, mereka bermaksud memberikan hasil penjualannya sebagai persembahan. Mereka tidak mau memberikan semua, tetapi mereka mengatakan bahwa mereka telah memberikan semuanya. Petrus menegaskan kepada mereka bahwa uang hasil penjualan tanah mereka itu adalah uang mereka, milik mereka. Tetapi apa yang menjadi kesalahan mereka ialah mereka telah menipu dan mengatakan yang tidak sebenarnya. Petrus menegaskan bahwa mereka bukan menipu manusia, tetapi telah menipu Allah. Penipuan itu adalah penipuan kepada Rooh Kudus. Dan saat itu, kemarahan Roh Kudus tiba atas kedua orang itu, dan mereka langsung jatuh dan mati. Di sini kita melihat bahwa penipuan terhadap Allah adalah penipuan terhadap Roh Kudus. Ini merupakan penunjukan identitas bahwa Roh Kudus adalah Allah. Ketika Roh Kudus marah, maka tidak ada ampun lagi bagi manusia. Ananias dan Safira mati saat itu juga.

Melalui hal-hal di atas, kita melihat bagaimana Allah marah. Allah bukan Allah yang tidak boleh dan tidak bisa marah. Ini Allah yang dinyatakan oleh Alkitab. Bagaimana manusia?

6. Manusia dan kemarahan Apakah benar konsep yang mengatakan, Dulu sebelum saya menjadi Kristen saya adalah orang yang pemarah. Saya sering kali marah-marah. Tetapi sekarang, setelah saya menjadi Kristen, saya tidak pernah marah lagi. Kemana-mana tersenyum dan bersukacita. Apakah orang Kristen pergi ke mana-mana terus tersenyum? Itu mirip orang gila. Itu bukan konsep Alkitab. Orang Kristen pada saat tertentu bukan hanya bisa marah, tetapi perlu marah. Pada saat kita perlu dan harus marah, namun tidak marah, maka kita belah berdosa. Ini ajaran Alkitab.

Di mana nas Alkitab yang mengajarkan kita boleh marah? Mazmur 67:11 Kemarahan manusia akan menggenapi kemuliaan Allah dan kelebihan marah yang tidak perlu akan dihentikan oleh Allah sendiri. Ayat ini tidak pernah diulangi lagi di sepenjang Kitab Suci. Ketika pertama kali saya membaca ayat ini di usia belasan tahun, saya sangat kagum akan Firman Tuhan. Di sini Alkitab membicarakan tentang kemarahan manusia.

Martin Luther pernah mengatakan satu kalimat yang sangat mengejutkan saya: saya tidak pernah bekerja lebih baik, kecuali pada saat-saat saya diilhami oleh kemarahan yang suci. (I never work better unless when I was inspired by holy anger). Ketika saya sedang marah, maka pekerjaan saya menjadi sangat bagus dan produktif. Kemarahan itu bukan sembarang kemarahan, tetapi kemarahan suci. Kita terkadang terlalu banyak cinta kasih. Terlalu banyak cinta kasih membuat kita berbuat sembarangan. Karena kita menganggap Allah penuh cinta kasih, maka kita boleh berbuat segala kesalahan, boleh melakukan segala kecerobohan dan boleh malas, maka semuanya akan menjadi tidak beres. Inilah semangat yang merusak gereja. Sering kali kantor dunia bekerja lebih produktif, lebih efisien daripada kantor gereja. Para manajer dan usahawan di dunia lebih ketat daripada orang Kristen, karena orang Kristen hanya tahu Allah yang mengasihi dan penuh pengampunan, sehingga kita boleh bekerja sembarangan. Bukan berarti Allah bukan mahapengampun, tetapi harus ada prinsip yang melandasinya. Justru karena itu Martin Luther marah melihat

Gereja Katolik begitu rusak, menjual keselamatan untuk mendapatkan uang. Bukan uang yang membuat manusia bisa mendapat pengampunan dosa. Hanya darah Tuhan Yesus yang bisa mengampuni dosa. Martin Luther sangat marah dengan penyelewengan ajaran yang sedemikian. Martin Luther marah karena makna darah Kristus tidak dihargai sepatutnya. Setelah Martin Luther marah, dia melaksanakan Reformasi, dan api itu menghanguskan kesalahan-kesalahan dalam gereja. Api itu menghakimi apa yang melawan kehendak dan kebenaran Allah. Kemarahan suci itu telah membangkitkan api yang suci. Kemarahan suci mendorong, menstimulasi, membakar kita untuk melayani dan bekerja lebih baik. Mengapa banyak pelayanan Kristen tidak beres? Karena terlalu banyak bicara cinta kasih dan melupakan kemarahan Tuhan Allah.

Di dalam Jakarta Oratorio Society, saya berusaha untuk selalu sabar dan selalu senyum, supaya para anggota bisa menyanyi dengan lebih baik. Tetapi ada satu orang yang meneliti. Satu kali kita mengadakan konser sakral yang dilakukan di Patra Jasa. Karena itu Konser Sakral (Sacred Concert), maka lagu-lagu yang dikumandangkan semuanya adalah lagu-lagu Krisnten dan pujian kepada Allah. Di dalam konser saat itu, banyak lagu tentang Holy, Holy, Holy, dan juga Sanctus. Lagu-lagu itu kebanyakan diambil dari Requim dari Mozart atau Mass (misa Katolik). Ternyata di dalam konser itu banyak orang Katolik yang menghadirinya. Mereka terkejut, mengapa lagu-lagu Katolik ini sekarang dinyanyikan oleh orang-orang Protestan? Maka orang-orang Katolik di Jakarta tergugah oleh konser itu. Pemimpin mereka, yang belajar ke Amerika, saat itu memperketat paduan suara mereka, dan juga cara memimpin paduan suara. Mereka juga mau menjadi lebih baik dan tidak mau kalah. Dan memang inilah yang saya harapkan, yaitu merangsang dan mendorong orang-orang Kristen untuk mengembalikan orang-orang Kristen kepada music-musik yang agung, dan juga theologi yang ketat, dengan berbagai sarana seperti sekolah theologi awam, Seminar Pendidikan Iman Kristen, dan lain-lain. Saya mengerjakan semua ini supaya orang-orang Kristen kembali kepada kebenaran Tuhan dengan ketat, latihan ketat sekali dengan disiplin yang serius. Masalah displin ini sering kali dilupakan oleh gereja. Kita terlalu banyak mendengungkan cinta kasih, yang akhirnya malah melumpuhkan gereja. Gereja sering kali ketakukan kehilangan anggota, takut mendisiplin. Kita perlu sadar bahwa orang yang tidak mau disiplin sering kali mengejutkan atau menakut-nakuti orang baik. Kita perlu menegakkan disiplin.

Mari kita belajar mengerti kemarahan Tuhan. Saya harap semua majelis gereja,

para aktivis dan pengurus gereja, benar-benar menjadi teladan di dalam perpuluhan, di dalam kebaktian doa, di dalam semangat melayani, di dalam contoh hidup dalam ibadah, bagi orang percaya lainnya. Kemarahan suci sangat dibutuhkan. Kemarahan suci menyempurnakan kehendak Allah. Kemarahan yang suci menyempurnakan kemuliaan Allah. Inilah kebenaran yang diungkapkan oleh Firman Tuhan.

Tetapi kemarahan yang kelebihan akan dihentikan Tuhan. Kemarahan diperlukan, tetapi kemarahan yang berlebihan menjadi kemarahan yang tidak tepat. Kalau seorang anak nakal dan kita memukul dia dengan tetap, itu akan membangun dia, tetapi kalau kelebihan akan merusak dia. Kalau kita pukul anak kita di pantatnya, itu tidak apa-apa, karena di situ ada banyak daging yang memang dicipta untuk kita pukul (pukul di sini dimengerti sebagai dipukul dengan tangan biasa dan dengan tenaga yang sepantasnya), tetapi kalau kita pukul telinganya, sehingga dia tuli, itu merusak dan tidak pada tempatnya, maka Tuhan akan menghentikannya. Kemarahan itu memang penting dan baik, karena kemarahan yang benar akan menyempurnakan kemuliaan Allah; tetapi tidak boleh berlebihan. Kemarahan yang berlebihan tidak diperkenan oleh Tuhan.

7. Teladan Kemarahan dalam Alkitab Kini kita akan melihat dua tokoh Alkitab yang penting di dalam kita mempelajari tentang kemarahan. Yang pertama adalah Musa, tokoh di dalam Perjanjian Lama. Yang kedua adalah Paulus, tokoh dalam Perjanjian Baru.

Musa marah dan dia membanting dua loh batu yang berisi tulisan Sepuluh Hukum, yang ditulis oleh Tuhan Allah sendiri (Kel. 32: 15-35). Beranikah engkau merobek tulisan tangan presiden? Tentu kita enggan melakukannya. Tetapi ini tulisan Allah sendiri, bolehkan dibanting? Tetapi saat itu kemarahan Musa begitu dahsyat. Musa yang mengajak bangsa ini keluar dari Mesir untuk kembali kepada Allah yang sejati, agar mereka bisa meninggalkan semua berhala-berhala, dewa-dewa di Mesir. Musa ingin bangsa ini sungguh-sungguh percaya kepada Allah. Tetapi kini, di hadapan Musa, bangsa itu telah membuat patung lembu emas, lalu menyembah patung itu sebagai Yahweh yang mengeluarkan mereka dari Mesir. Musa marah luar biasa dan membanting dual oh batu itu sampai hancur. Apakah kemudian Allah marah sekali kepada Musa yang telah marah begitu luar biasa? Tidak.

Justru Allah tidak marah ketika Musa marah sedemikian luar biasa besar. Allah tidak marah kepada Musa, karena di dalam kemarahannya yang luar biasa itu, Musa sedang sinkron dengan kemarahan Allah. Pada saat Allah marah, Musa juga marah. Maka di sini kemarahan Musa menjadi kemarahan yang menyempurnakan kemuliaan Allah. Marah pada saat Tuhan marah adalah marah yang sesuai dengan kemarahan Tuhan Allah. Marah yang sejati adalah kemarahan yang sesuai dengan prinsip Tuhan, yang sesuai dengan standar Tuhan dan yang sejalan dengan arah kemarahan Tuhan.

Ketika Tuhan Allah marah kepada umat Israel, Musa juga marah kepada umat Israel. Maka di sini Musa telah menjadi teman pelayanan Allah yang paling baik. Inilah rahasia pelayanan yang sejati dan diperkenan Tuhan Allah. Mengapa pelayanan yang kita lakukan untuk melayani Allah sering kali tidak dieprkenan Tuhan? Pada suatu hari, saya berkhotbah dengan sangat serius. Muka saya sampai merah dan sangat keras bicara. Penerjemah saya menerjemahkan sambil tertawa-tawa. Saya jengkel sekali. Ketika saya tanyakan mengapa dia tertawa, dia mengatakan tidak ada apa-apa. Dia menjermahkan konsep kemarahan Allah sebagai sesuatu yang lucu. Saya berhenti, saya perintahkan dia untuk turun dan tidak perlu menjadi penerjemah. Lalu dia digantikan dengan penerjemah lain yang betul-betul mengerti apa itu kemarahan Tuhan Allah dan dia menerjemahkan dengan sangat serius. Inilah yang Tuhan inginkan. Tuhan tidak mau bekerja dengan orang yang main-main. Jika kita sedang memberitakan sesuatu yang serius, maka kita juga harus bersikap serius, sama seperti perintah itu.

Jika ada sebuah rumah yang terbakar, dan apinya sudah menjalar cukup besar dan ada orang di dalam rumah itu, maka kita pasti akan berteriak dengan serius sekali untuk memerintahkan orang-orang di dalam rumah itu untuk keluar. Ini adalah permintaan yang serius. Tentu kita akan pakai suara keras. Kita tentu tidak mengatakan dengan lembut: Halo, apakah ada orang di dalam? Apakah kamu sedang sibuk? Maukah kamu keluar sebentar, karena rumahmu sedang terbakar? Tetapi itu terserah kebebasanmu, boleh menemui saya atau tidak. Tentu tidak demikian, bukan?

Ketika Tuhan memberitakan sesuatu yang serius, Dia ingin hamba-Nya juga

memberitakannya dengan serius. Ketika Tuhan ingin memberitakan suatu berita, Dia berharap kita sungguh-sungguh setia membawakan berita itu. Kalau Tuhan ingin memberikan peringatan, Dia berharap kita juga mempunyai emosi yang menunjukkan peringatan itu. Ini suatu dalil yang sangat mudah kita mengerti.

Bolehkah kita meyatakan cita Tuhan dengan marah-marah? Tentu tidak boleh. Bolehkan kita menyatakan kemarahan Tuhan dengan senang-senang? Tentu juga tidak boleh. Bolehkan kita memberitakan tentang neraka sambil tersenyum-senyum? Tidak bisa. Bolehkan kita membicarakan penghiburan Tuhan sambil marah-marah? Itu sama sekali tidak sesuai.

Ketika berusia 20 tahun lebih, saya mendengar Pdt. Dr. Andrew Gih berkhotbah. Setelah selesai, saya masuk ke kamar saya berlutut dan berdoa: Tuhan, jadikanlah aku hamba-Mu. Ketika Engkau marah, aku marah; ketika Engkau sedih, aku sedih; ketika Engkau memberitakan kesukaan, aku bersukacita; ketika Engkau menyatakan jejak kaki-Mu, aku sabar mengikuti emosi-Mu. Sehingga ketika aku menghibur, orang mendapatkan penghiburan; ketika aku menegur, orang mendapatkan teguran; ketika aku menghakimi, orang merasakan penghakiman Tuhan itu tiba; ketika aku menyatakan panggilan Tuhan, orang merasakan panggilan Tuhan itu tiba pada dirinya. Inilah suatu sinkronisasi emosi kita dengan emosi Allah.

Suatu gerakan sukses jika ada sinkronisasi. Waktu Allah marah, kita marah, hamba Tuhan marah, maka yang lain juga sama-sama marah. Itu sinkron. Tapi jika Allah marah, lalu saya memberitakan kemarahan Alllah dan saya marah, tetapi hamba Tuhan yang lain mengatakan tidak apa-apa, dan tetap tersenyum-senyum, maka itu menjadi tidak sinkron, dan akhirnya merusak seluruh gerakan. Saya minta semua hamba Tuhan sinkron dalam pelayanan ini. Marilah kita sehati melihat emosi Tuhan. Emosi Tuhan yang menjadi patokan dari emosi kita. Ketika Tuhan marah, marilah ktia marah; ketika Tuhan sedih, marilah kita sedih; ketika Tuhan senang, marilah kita senang. Inilah hamba Tuhan yang asli. Ketika Tuhan marah, jangan kita menghibur. Itu suatu perlawanan terhadap emosi Allah. Kemarahan manusia akan menyatakan kemuliaan Allah, dan kelebihan kemarahan manusia akan dihancurkan oleh Tuhan Allah. Jangan kita bermain-main.

Beberapa waktu ini saya memikirkan bagaimana keadaan orang Indonesia, yang suatu saat mengelu-elukan satu pemimpin, begitu semangat menaikkan dia menjadi presiden, lalu tidak lama kemudian, begitu besemangat untuk menjatuhkan dia dan menolak dia menjadi pemimpin. Jadi, sebenarnya rakyat ini mengerti sampai dimana, dan siapa sebenarnya yang mereka inginkan untuk menjadi pemimpin mereka? Jadi, apakah mereka mencitai pemimpin bangsa? Tidak, mereka hanya menginginkan kesejahteraan sediri. Rakyat belum terlatih memikirkan kepentingan negara. Sayang sekali. Mereka dididik di dalam agama-agama yang sangat bias atau membelot dari kebenaran, mereka hanya berusaha membela kepentingan diri sendiri atau kelompok. Para pemimpin dan rakyat juga marah ketika uang orang Indonesia diinvestasikan di luar negeri, tetapi berussaha keras agar orang luar negeri mau berinvestasi di Indonesia. Ini sungguh suatu ketidakadilan internasional. Cara berpikir yang sangat bias. Kita tidak suka kalau uang kita ke negara lain, tetapi ingin uang negara lain ke negara kita. Negara Indonesia adalah negara yang kaya, tetapi masyarakatnya miskin? Mengapa? Karena semangat perjuangan untuk maju sangat lemah. Manusianya hanya mau kenikmatan tetapi tidak mau bekerja keras dengan kualitas yang baik. Mau hidup enak, tetapi tidak mau bertumbuh, belajar, dan maju dengan usaha yang keras dan membanting tulang. Saat ini di Indonesia banyak orang miskin yang membutuhkan kasih sayang dan perhatian. Kita perlu memperhatikan dan mengasihi mereka, tetapi mereka jgua perlu dididik untuk membanting tulang dan berani bekerja berat untuk maju.

Orang yang membeli dan membayar tentunya lebih kaya daripada yang bekerja keras untuk memproduksi dan menjualnya. Orang Jerman bekerja keras membuat mobil, lalu orang Indonesia tinggal membayar dan membeli mobilnya. Bukankah ini berarti orang Indonesia lebih kaya daripada orang Jerman? Tetapi mengapa orang Jerman lebih kaya dari orang Indonesia? Karena sejak Reformasi, ada semangat yang turun dari kebenaran Firman Tuhan untuk bekerja keras. Mengapa orang di Indonesia tidak mau berpikir keras, bekerja keras lalu memproduksi barang-barang yang bermutu tinggi dan sangat dibutuhkan, sehingga produk-produknya dibeli di Jerman? Ini karena mentalitas bangsa ktia belum dididik dengan keras untuk mencapai kualitas yang Tuhan inginkan. Di sini kemarahan yang suci dibutuhkan untuk membangun bangsa.

Sebaliknya, kemarahan yang berlebihan adalah kemarahan yang merusak. Kemarahan itu adalah kemarahan yang dipenuhi kebencian. Kemarahan itu dipicu

oleh karena perasaan terganggu. Ketika kita merasa diganggu, kita marah besar. Ada tiga macam gangguan yang memicu kita untuk marah:

1) Hak diganggu. Hak saya diganggu sehingga saya marah. 2) Prinsip kebenaran diganggu. Ketika prinsip-prinsip kebenaran diganggu, saya marah. 3) Allah dan rencana-Nya diganggu. Ketika Allah dan rencana-Nya diganggu, saya marah demi Allah.

Dari ketiga macam gangguan ini, maka saya melihat bahwa posisi yang pertama adalah posisi yang terendah. Kalau hak kita diganggu sehingga kita merasa dirugikan, lalu kita marah. Itu merupakan kemarahan anak-anak.

Ketika prinsip kebenaran, prinsip keadilan, prinsip kehidupan yang objektif diganggu, dan membuat saya marah, maka itu berarti saya sudah berhasil melepaskan diri dari kepentingan diri kita sendiri. Di sini kita mulai memikirkan kepentingan seluruh kemanusiaan yang perlu dijaga. Ini merupakan tahapan yang lebih tinggi daripada sekadar marah karena diri terganggu. Ini berarti sudah masuk dalam kriteria orang agung. Baik Musa maupun Paulus dalam Alkitab adalah orang-orang yang bukan marah karena dirinya terganggu, tetapi karena prinsip-prinsip kebenaran telah diganggu. Mereka marah karena prinsip Alkitab diganggu dan karena Allah diganggu.

Paulus berkata dalam 2 Korintus 11:2 Aku cemburu kepada kamu dengan cemburu ilahi. Paulus cemburu sama seperti kecemburuan yang ada pada Allah. Di sini dia sedang sinkron dengan Tuhan Allah. Ketika Tuhan Allah melihat anak-anak-Nya kurang ajar, maka Dia marah, dan Paulus juga marah. Paulus berkata: Aku telah mempertunangkan kamu dengan Kristus, sama seperti mempelai perempuan yang dijodohkan kepada mempelai laki-laki, sehingga seharusnya kamu setia. Umat Allah seharusnya setia kepada Kristus sebagai mempelai laki-laki, dengan sepenuh hati mencintai Kristus. Jangan menjadi seperti ular yang menyelewengkan hati Hawa dari hati yang jujur menjadi hati yang berdosa. Tuhan

mau kita setia kepada-Nya. Kalau seorang hamba Tuhan marah karena orang Kristen tidak setia kepada Tuhan, maka kemarahan itu merupakan kemarahan yang bermutu, karena kemarahannya sesuai dengan kemarahan Tuhan Allah.

Kini mari kita terapkan prinsip kemarahan seperti ini ke dalam kehidupan kita masing-masing. Kita perlu menerapkan prinsip ini saat kita berelasi dengan sesame kita. Kita juga perlu menerapkan prinsip ini dalam mendidik anak-anak kita, juga menerapkannya dalam berdagang, dan khususnya dalam kehidupan gerejawi, kehidupan pelayanan kita. Kita perlu belajar bagaimana marah yang suci, marah yang adil, marah yang benar, yang sesuai dengan emosi Allah.

Bangsa ini harus dididik bagaimana harus marah. Bukan marah karena diri terganggu, tetapi marah karena kebenaran dan kesucian. Mengapa kita tidak marah pada saat prinsip hukum diinjak-injak oleh orang-orang yang melawan hukum? Tetapi pada saat kita menjadi miskin, kita menjadi marah? Mengapa pada saat kita menikmati hasil korupsi atau melakukan kecurangan kita tidak marah, tetapi ketika kita susah, harga barang mahal dan kita dicurangi, kita marah-marah luar biasa? Itu karena bangsa ini belum dididik untuk mensinkronisasikan diri dengan kemarahan Tuhan yang suci, kemarahan Tuhan yang agung, dan kemarahan Tuhan yang adil. Kiranya Tuhan mendidik kita menjadi orang yang mengetahui dengan lebih baik bagaimana harus marah sesuai kebenaran Tuhan. Amin.

EMPAT KETAKUTAN YANG BENAR

Sebab itu janganlah kamu melepaskan kepercayaanmu (keberanianmu di dalam iman), karena besar upah yang menantinya.

Ibrani 10:35

Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia. Yohanes 16:33

Perasaan takut adalah suatu emosi. Setiap orang bisa takut, karena ketakutan adalah emosi yang memang ada pada diri manusia. Perasaan atau emosi takut adalah lawan dari dua hal, yaitu Kasih dan keberanian. Di dalam kasih tidak ada ketakutan. Orang yang berani juga tidak perlu takut. Sekarang kita akan membicarakan masalah takut ini. Ibrani 10:35 juga bisa diterjemahkan sebagai Janganlah kamu kehilangan keberanianmu, karena orang yang mempunyainya akan mendapatkan upah yang besar. Juga di dalam Yohanes 16:33, frasa kuatkanlah hatimu juga bisa diterjemahkan janganlah takut di dalam hatimu, karena Aku telah mengalahkan dunia.

APAKAH KETAKUTAN ITU?

Pernahkah Tuhan Yesus menangis di dunia? Pernah. Perahkah Alkitab mencatat Tuhan Yesus tertawa? Tidak. Pernahkah Alkitab mencatat Tuhan Yesus menyanyi? Pernah, hanya satu kali dicatat. Alkitab pernah mencatat Tuhan sedih, Alkitab pernah mencatat Tuhan marah, tetapi pernahkah Alkitab mencatat Tuhan takut?

Saya pribadi berulang kali takut, takut sekali kalau setelah saya mengerjakan semua, saya akhirnya ditolak oleh Tuhan. Mungkin Anda mengatakan: Mengapa Pdt. Stephen Tong bisa takut? Ada ayat yang sangat berbeda dengan pengertian kita, yaitu dalam Markuts 14:33 Dan Ia membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes serta-Nya. Dia sangat takut dan gentar. Siapakah Dia yang disebutkan di sini? Tuhan Yesus. Ini adalah satu-satunya ayat di mana diungkapkan bahwa Yesus takut. Tidak pernah lagi dalam ayat lain atau kitab lain. Hal ini sangat berbeda dengan

konsep yang ada di dalam diri banyak orang. Hampir tidak ada pendeta yang mengupas ayat ini, karena seolah-olah akan merusak citra kita tentang Tuhan.

Mengapa Yesus bisa sangat takut? Mengapa Allah masih bisa takut? Kalau Yesus juga dilanda oleh ketakutan yang sangat besar, bagaimana Dia bisa mengatakan kepada murid-murid-Nya Jangan takut, percaya saja? Apakah itu berarti, Tuhan Yesus hanya bisa memberi perintah yang Dia sendiri tidak bisa melakukannya? Dan Tuhan Yesus memaksakan perintah itu kepada orang lain yang mengikut Dia? Maka ada orang-orang yang berasumsi bahwa tidak aneh jika pendeta-pendeta ketakutan, karena Tuhan sendiri takut dan gentar. Jika Tuhan Yesus ketakutan, bagaimana pendeta-pendeta harus berani? Ketika di Indonesia terjadi penganiayaan, ada pendeta yang lari ke Amerika Serikat, meninggalkan domba-dombanya di Indonesia. Ketika kerusuhan Mei 1998 di Jakarta, banyak gereja-gereja di Jakarta yang mengumumkan bahwa hari Minggu itu tidak ada kebaktian, karena kebaktian diliburkan. Jikalau demikian, apa yang bisa dicela dari mereka, karena Yesus sendiri sedemikian ketakutan. Begitu Tuhan Yesus masuk ke Getsemani bersama murid-murid-Nya, Dia menjadi sedemikian takut dan gentar. Jika Yesus mempunyai emosi ketakutan seperti ini, ada hak apa sehingga kita harus tunduk untuk tidak takut.

Saya berharap kita sebagai orang Kristen tidak hanya sekadar membaca Alkitab untuk menghafalkannya saja, lalu menjadikan kita sombong karena menghafal lebih banyak ayat Alkitab. Kita juga perlu mencoba mengerti secara kritis, membandingkan dan menggumulkan semua prinsip kebenaran Firman Tuhan dengan cermat dan baik. Kita perlu mempelajari apa yang Alkitab nyatakan, apa yang sulit kita mengerti, dan apa yang berbeda dari konsep normal kita di dalam beragama.

Yesus takut karena Dia betul-betul memiliki sifat manusia. Yesus takut bukan seperti ketakutan yang manusia katakan dan pikirkan. Yesus takut, tetapi Dia berjalan terus masuk ke taman Getsemani. Di dalam tempat yang paling berbahaya, Yesus sama sekali tidak melarikan diri. Perasaan takut merupakan reaksi dari susunan saraf kita ketika akan menghadapi bahaya. Perasaan takut sedemikian adalah hal yang normal. Ketakutan sedemikian bukanlah ketakutan yang abnormal atau ketakutan yang aneh. Itu merupakan sifat manusia yang sadar. Di dalam keadaan tertentu,

manusia normal pasti memiliki refleksi saraf demikian, yang menyebabkan dia merasa takut.

Tuhan Yesus memang takut dan gentar. Dia begitu takut menghadapi keadaan yang akan terjadi di hadapan-Nya. Tetapi Dia tidak mundur, Dia tidak berhenti, Dia tetap maju, Dia masuk ke dalam taman, dan menanti orang-orang yang akan menangkapnya. Refleksi ketakutan sedemikian adalah ketakutan yang normal.

Ketakutan yang terdapat dalam diri manusia itu normal, hanya setelah takut, apa reaksi berikutnya? Inilah yang sangat menentukan isi dan bentuk ketakutan itu. Ketika emosi atau perasaan takut itu muncul secara mendadak, apa yang akan kita kerjakan. Jikalau Yesus tidak merasakan ketakutan apa pun di Getsemani, itu berarti Dia tidak sungguh-sungguh inkarnasi. Kalau Yesus tidak memiliki ketakutan, berarti Dia hanya memiliki sifat kesempurnaan ilahi yang tidak terganggu oleh aspek kehidupan fisik di dunia ini. Ketika emosi ketakutan itu muncul, berarti Yesus adalah manusia sejati.

Kristus takut, tetapi Dia terus maju menggenapkan rencana Bapa-Nya di atas kayu salib. Ini bukanlah ketakutan yang melarikan diri, melainkan suatu reflex saraf yang natural. Ini hanya membuktikan bahwa Yesus betul-betul manusia sejati yang berinkarnasi dari Alllah. Inilah tema yang penting. Setiap tema saya bahas secara sangat serius, karena saya ingin kita mendalami suatu tema dengan benar. Apa yang sedang kita pelajari akan terus mendorong dan merangsang pikiran kita untuk semakin mengerti Firman Tuhan. Harap kita bisa dikoreksi untuk menuju kepada kesempurnaan yang dituntut oleh Tuhan.

HAK ISTIMEWA

Di dalam pelayanan kita, sering kali kita harus menghadapi situasi yang sama atau mirip dengan situasi yang dihadapi oleh para nabi, oleh para rasul, bahkan berbagai ancaman dan kesulitan yang mirip seperti yang dialami oleh Yesus Kristus. Di dalam pelayanan sering kali kita mengalami umpatan, ejekan, bahkan difitnah, dan ditimpa

hal-hal lain yang mungkin dialami seorang manusia yang hidup di dalam dunia. Pernah hidup di dunia merupakan hak istimewa. Pernah hidup sebagai manusia adalah suatu hak yang sangat istimewa. Kita memerlukan keberanian untuk

hidup sebagai manusia. Kita memerlukan keberanian untuk hidup miskin. Kita memerlukan keberanian untuk hidup di dalam bahaya. Kita memerlukan keberanian ketika harus menghadapi penyakit, atau bahkan kematian.

Kita adalah manusia yang pernah hidup di dunia. Hidup di dunia berarti hidup sebagai suatu proses. Kita hidup sebagai suatu pengalaman, harus dimengerti secara mendasar, yaitu sebagai hak yang Tuhan berikan kepada kita, untuk pernah hidup sebagai manusia. Puji Tuhan, ketika dilahirkan, kita bukan dilahirkan sebagai kucing, atau anjing, atau sapi, tetapi manusia. Pernahkah kita bersyukur kepada Tuhan karena dilahirkan sebagai manusia. Ini adalah suatu hak istimewa. Tetapi dilahirkan sebagai manusia jauh lebih sulit daripada dilahirkan sebagai sapi. Dalam hal perasaan sakit, manusia mengalami rasa sakit jauh lebih hebat dan panjang dibanding binatang. Sakit sedemikian lebih menderita daripada sakit yang diderita binatang. Menjadi manusia itu sangat berbahaya, tetapi sangat berbahagia. Menjadi manusia itu sangat sakit, tetapi juga menikmati sangat banyak hak istimewa. Sungguh suatu anugerah dan hak istimewa bagi kita untuk menjadi manusia. Sebagai manusia kita dimungkinkan untuk memiliki moral yang sedemikan besar, dan akhirnya mempengaruhi berjuta-juta manusia. Tetapi kita juga bisa menjadi begitu rusak, merusak moral banyak orang sampai dikutuki oleh bergenarasi manusia selama beratus tahun. Itu hanya bisa terjadi karena kita adalah manusia. Binatang tidak mungkin bermoral, memesona, mempengaruhi, memberikan inspirasi kepada bangsa-bangsa, dan memberikan teladan hidup. Atau, bermain-main dengan kehidupan dan menjadi tidak jujur dan merusak. Manusia yang hanya mempermainkan diri, mencari keuntungan diri sendiri, dan merugikan orang lain, akan dikutuk oleh berjuta-juta manusia selama beratus-ratus tahun.

Apa artinya menjadi manusia? Dan bagaimana menjadi manusia? Konfusius berkata, bahwa setelah dia berusia tujuh puluh tahun, barulah dia tahu bagaimana caranya tidak melanggar peraturan. Itu berarti sampai enam puluh Sembilan tahun dia masih melanggar peraturan. Dia mau terus belajar bagaimana hidup menjadi manusia yang baik. Sampai usia tujuh puluh tahun dia baru tahu bagaimana menjadi manusia yang baik, lalu dua tahun kemudia dia meninggal. Konfusius baru

betul-betul mengerti menjadi manusia selama dua tahun. Itulah manusia. Manusia yang paling agung dan yang diakui sebagai orang paling saleh oleh orang Tionghoa, mengakui keterbatasannya. Dia mengaku bahwa pada usia lima belas tahun, dia baru menetapkan untuk sungguh-sungguh mau belajar; pada usia tiga puluh tahun baru betul-betul bisa mempunyai pendirian dan bisa berdiri sendiri di dalam hidup; pada usia empat puluh tahun mulai tidak bisa diganggu oleh hal-hal yang sesat atau ajaran yang tidak beres; pada usia lima puluh tahun dia sudah mulai bisa mengerti mandat sorga, sehingga tidak sembarangan mengerjakan hal-hal duniawi; pada usia enam puluh tahun, telinganya sudah tidak lagi dipengaruhi oleh kritik dari berbagai orang; dan pada usia tujuh puluh tahun dia mengerti bagaimana tidak melanggar aturan dan hidup secara benar. Lalu meninggal pada usia tujuh puluh dua tahun.

Berbeda total dengan Tuhan Yesus Kristus. Seumur hidup Dia hidup tidak bercacat cela. Dari lahir sampai mati Dia hidup suci mutlak, sampai Dia bisa menantang para musuh-Nya, Siapakah di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa? (Yoh. 8:46). Tidak ada yang seperti Tuhan Yesus.

Tetapi Yesus Kristus yang hidup sedemikian suci, di dalam Markus 14:33 dicatat, Ia sangat takut dan gentar. Kita perlu mengerti apa itu ketakutan Kristen dan bagaimana hidup sebagai orang Kristen dalam kaitannya dengan perasaan takut. Ketakutan adalah suatu perasaan yang muncul secara impuls, lalu disimpan di bawah sadar manusia. Dan pada saat-saat tertentu, perasaan itu bisa kembali muncul, dan memberikan kesadaran ketakutan kepada orang tersebut.

Apakah itu ketakutan? Alkitab mengatakan jangan takut. Kalau kita beriman, kita tidak takut. Di dalam seluruh Kitab Suci, kata-kata jangan takut, kuatkanlah hatimu, berulang kali muncul, seluruhnya 365 kali. Itu berarti cukup sepanjang tahun, setiap hari kita boleh mendapat satu kali pernyataan jangan takut. Kita harus bersyukur kepada Tuhan, karena firman-Nya cukup untuk mempertumbuhkan kita, dan menjadikan kita hidup baik. Tetapi banyak orang, setelah mendengar Firman Tuhan, kemudian segera melupakannya. Jika firman yang sedemikan baik dan menjadi patokan kebenaran bagi manusia, dengan mudah dilupakan, bagaimana dia bisa hidup baik?

Ada sebuah kisah yang diceritakan oleh Pdt. Dr. Andrew Gih. Seekor monyet naik ke atas pohon dan memetik buah apel. Lalu monyet ini bingung apelnya mau diletakkan di mana, karena monyet tidak mengenakan baju yang ada kantongnya. Setelah monyet ini berpikir beberapa lama, maka dijepitnya buah itu dengan ketiaknya. Monyet ini berpikir itulah cara menyimpan yang paling aman. Lalu monyet ini mencari buah lagi. Ketika mengambil buah itu, buah yang ada di ketiaknya jatuh. Lalu buah berikut itu diletakkannya lagi di ketiaknya. Begitu seterusnya. Dan ketika monyet ini mau pulang, dia tidak mempunyai satu buah pun, karena semua buah yang dikumpulkannya telah dijatuhkannya. Demikanlah orang yang mendengarkan khotbah, lalu segera melupakannya. Ingatlah akan Firman Tuhan, dan simpanlah baik-baik, sehingga selama hidupmu memiliki kekayaan sorgawi yang tidak habis-habis.

KETAKUTAN VS. IMAN-PENGHARAPAN-KASIH

Ada beberapa hal yang penting di dalam mengerti tentang ketakutan. Ketakutan adalah perlawanan terhadap cinta kasih. Ketakutan adalah perlawanan tehadap iman kepercayaan. Ketakutan adalah perlawanan terhadap pengharapan. Orang yang beriman, semakin besar imannya, secara otomatis akan semakin kecil ketakutannya. Orang yang berpengharapan, semakin sungguh-sungguh berpegang pada pengharapan tersebut, semakin tidak perlu merasa takut. Orang yang memiliki cinta kasih yang murni akan terhindar dari perasaan takut, karena cinta kasih mengalahkan ketakutan. Di Skotlandia pernah satu kali seorang anak kecil dibawa oleh seekor elang yang sangat besar. Elang besar itu menukik turun, bukan menyambar ayam atau binatang lain, tetapi seorang bayi yang sedang dibaringkan di pinggir sawah, karena ibunya sedang bekerja di sawah tersebut. Bayi itu diambilnya, lalu dibawa ke atas gunung. Maka seluruh penduduk itu panik sekali. Elang itu punya cakar yang kuat dan membawa anak itu ke sarangnya, lalu meletakkannya di sana. Elang itu belum memakan bayi itu, mungkin karena merasa bahwa yang satu ini lain. Orang berusaha untuk mendaki ke puncak gunung, tetapi tebing itu sangat terjal dan sulit sekali untuk bisa mencapai sarang itu. Ada prajurit yang berusaha naik, karena dia merasa cukup perkasa, tetapi akhirnya gagal. Dia turun dan menganggap anak itu pasti sudah mati dimakan elang. Beberapa pria lain juga berusaha menolong, tetapi tidak mampu. Tetapi sungguh aneh, ada seorang wanita yang sama sekali tidak menyerah dan terus berjuang untuk naik ke sarang elang tersebut. Badannya berdarah-darah terkena bebatuan di gunung itu. Akhirnya wanita itu berhasil

membawa turun bayi tersebut. Seluruh tubuh wanita itu luka-luka. Tubuh anak itu juga luka-luka terkena cakar elang itu. Setelah diobati beberapa waktu, barulah mereka sembuh. Siapakah wanita itu? Tidak lain adalah ibu anak tersebut. Mengapa seorang ibu bisa lebih kuat daripada seorang prajurit? Ya, seorang ibu lebih kuat, lebih kuat dalam hal cinta kasih dibanding dengan prajurit itu. Ibu itu sangat mencintai anak yang dilahirkannya. Maka semua kesulitan dan bahaya apa pun akan dilewatinya. Benarlah apa yang dikatakan Alkitab, cinta kasih meniadakan ketakutan. Sering kali kita terlalu banyak ketakutan karena kita kurang cinta kasih. Kita tidak sungguh-sungguh mencintai sesuatu yang seharusnya kita cintai, sehingga kita takut kepada ap ayang seharusnya tidak kita takuti.

Iman juga berlawanan dengan ketakutan. Kasih juga berlawanan dengan ketakutan. Saya sempat menggumulkan apa saya boleh membawakan tema ini. Saya meresa patutu untuk membawakan tema ini, karena selama hidup saya, saya telah berusaha melatih diri untuk tidak takut. Saya tidak mudah ditakuti oleh berbagai hal, ataupun takut karena diancam. Semuanya itu telah dilatih selama berpuluh-puluh tahun, sehingga saya bahkan tidak takut miskin dan tidak takut kerja terlalu berat. Itulah yang membuat saya boleh dan berani berkata kepada kalian: Jangan takut.

Saya berharap semua hamba Tuhan yang berada di dalam Gerakan yang saya pimpin ini juga mengadopsi semangat ini, dan tidak sekadar belajar teori yang tinggi-tinggi di dalam sekolah theologi. Yang lulus dari sekolah theologi banyak, tetapi yang betul-betul mengerti semangat seperti ini, sangatlah sedikit.

Ada seorang hamba Tuhan GRII yang kami kirim ke luar negeri. Dia menelepon saya, memberitahukan bahwa ada hamba Tuhan lain yang juga melayani di kota itu, dan orang itu mendapatkan fasilitas yang jauh lebih baik, didukung oleh gereja pendukungnya dengan limpah. Karenanya, dia bisa menyediakan penjemputan bagi orang yang mau datang ke kebaktiannya. Lalu saya tanya, bagaimana dengan sikap dia setelah tahu hal itu. Dia menjawab bahwa dia tetap akan berjuang terus. Dia tidak terpengaruh dan tidak iri hati dengan orang yang mendapat banyak fasilitas itu. Saya katakan kepada dia bahwa lebih baik dia bekerja dari nol sampai nanti betul-betul jadi. Tidak perlu takut cara orang lain bekerja. Dan nanti ketika sudah jadi, kamu akan menjadi kuat. Suatu hari kelak kamu tidak lagi membutuhkan dukungan

dari pusat. Dengan begitu barulah kamu menjadi hamba Tuhan yang kuat. Perjuangan seperti itulah yang saya harapkan ada pada hamba-hamba Tuhan di dalam gerakan ini. Bagi mereka yang tidak mau berjuang, silahkan tidak perlu berada di dalam gerakan ini.

Iman berlawanan dengan ketakutan, pengharapan berlawanan dengan takut, kasih berlawanan dengan takut. Alkitab ingin agar kita berani, kita percaya, tidak takut. Alkitab mengatakan bahwa orang yang memiliki pengharapan bagaikan jangkar yang tertancap di tempat mahasuci, di mana ada janji, di situ ada penyertaan Tuhan dan di situ ada kesetiaan Tuhan yang tidak berubah.

Alkitab mengatakan bahwa jika kamu mengasihi, kamu tidak akan takut. Pada awal saya mempelajari ayat ini, saya sulit mengerti. Sampai suatu hari saya pergi membawa 400 buah traktat, lalu sengaja dari Surabaya beli tiket kereta api ke Probolinggo, naik kereta api untuk bisa mengabarkan Injil. Dari Surabaya ke Probolinggo jaraknya sekitar 100 km. Jadi, jika saya memberitakan Injil dan membagi traktat kepada penumpang yang naik kereta api, mereka tidak bisa lari. Kalau saya mengabarkan Injil di pasar, dia bisa pergi. Kalau memberitakan Injil di pesawat terbang, dia mau lari ke mana? Saya menyatakan: Tuhan Yesus mengasihi engkau, terimalah Dia sebagai Tuhan dan Juruselamatmu. Saya tidak peduli dia beragama apa atau penganut filsafat yang mana. Ketika itu saya masih berusia 18 tahun. Saya pakai uang sendiri untuk membeli traktat, lalu membeli tiket kereta sendiri, karena saya ingin mengabarkan Injil, mengasihi orang-orang yang masih belum percaya. Mereka sangat membutuhkan Tuhan Yesus.

Lalu saya mulai berdoa dalam hati sambil memejamkan mata, tidak bersuara, minta Tuhan beri kekuatan, karena mau mulai memberitakan Injil. Ketika saya selesai berdoa, mau bangun untuk mulai membagikan traktat, seorang berbadan besar datang dan duduk di depan saya. Dia seorang polisi berbadan tiga. Alisnya hitam sekali, matanya besar, dan jenggotnya lebat. Terlihat sangat galak. Wah, saya gentar. Saya berdoa, Tuhan, saya baru saja mau memberitakan Injil, mengapa yang pertama diberikan adalah seorang polisi? Saya baru mendengar bahwa kemarin teman saya dibawa ke kantor polisi karena memberitakan Injil. Mengapa Tuhan berikan polisi hari ini kepada saya? Saya ingin kalau boleh yang pertama kali diberikan adalah

seorang gadis kecil, atau seorang remaja, sehingga saya tidak takut memberitakan Injil kepadanya. Tetapi dalam hati kecil saya ada suara, Apakah karena jenggotnya lebat, dia tidak berhak mendengar Injil? atau Apakah karena dia galak, kamu tidak mengasihi dia? Wah, itu pertama kalinya saya memberitakan Injil kepada polisi. Dan saat itu, untuk pertama kalinya ayat ini muncul di dalam pikiran saya: Di dalam kasih tidak ada ketakutan (1Yoh. 4:18). Dia juga seorang yang membutuhkan Tuhan Yesus. Kalau karena dia berbintang, berpangkat, berjenggot, lalu kamu tidak memberitakan Injil kepada dia, di manakah kasihmu? Saat itu, saya merasakan sangat sulit. Sebagai seorang anak berusia 18 tahun, saya mau memberitakan injil, mau belajar mengasihi jiwa, tetapi ada satu kesulitan, yaitu takut.

Saat itu saya sempat takut. Saya mengasihi, tetapi takut. Ayat itu kembali muncul. Maka saya minta Tuhan memberikan kekuatan supaya saya tidak takut memberitakan Injil kepadanya. Maka saya berdiri, lalu memberikan traktat kepadanya, sambil berkata: Bapak Polisi, silahkan membaca traktat ini. Tuhan Yesus mengasihi Bapak. Sambil berkata, jantung saya berdegup keras. Bagaimana reaksinya? Ternyata dia malah berdiri, menanyakan apa yang diberikan kepadanya. Ini namanya orang yang mengerti sopan santun. Dia menerima traktat itu dengan baik sambil menyatakan terima kasih. Dia tersenyum baik sekali. Saya baru tahu, kalau orang galak itu tersenyum, bisa baik sekali. Setelah itu saya sadar, kalau polisi yang galak saja bisa menerima Injil, yang lain tidak perlu saya takutkan. Maka asaya melanjutkan membagikan traktat, ke semua orang, sampai akhirnya seluruh 400 traktat itu terbagi habis. Saya memang janji di hadapan Tuhan bahwa tahun itu saya akan memberitakan Injil dan membagikan traktat kepada paling sedikit 3.000 orang.

KETAKUTAN TERJADI SETELAH KEJATUHAN

Kita tidak berbicara tentang apa yang berkaitan dengan diri kita dulu, tetapi yang berkaitan dengan prinsip total. Ketakutan baru ada setelah Adam jatuh ke dalam dosa. Dalam hal ini saya tidak mengatakan bahwa ketakutan adalah akibat dosa. Tetapi ketakutan ada setelah kejatuhan Adam ke dalam dosa. Jika ketakutan adalah akibat dosa, maka itu membuktikan bahwa ketakutan Yesus juga adalah akibat dosa. Dan itu akan membawa kita kepada kesimpulan bahwa Yesus juga mempunyai sifat dosa. Ini tidak benar. Istilah takut, emosi takut, baru ada dan dibicarakan setelah

Kejatuhan. Yesus berinkarnasi setelah kejatuhan Adam ke dalam dosa, maka sebagai refleks saraf manusia yang normal, maka perasaan takut juga ada pada Yesus. Dengan demikian, kondisi ini membuktikan bahwa Yesus betul-betul hidup sebagai manusia secara utuh, dengan fungsi refleks saraf yang normal pada manusia.

Adam takut, terlihat dari tindakannya di dalam dua kejadian: 1) mencoba menutupi dosanya, dan 2) menyembunyikan diri dari pandangan Tuhan Allah. Takut mulai ada sejak kejatuhan Adam ke dalam dosa, sehingga akibatnya, manusia berusaha menutupi dosanya, dan melarikan diri untuk tidak berada di hadapan hadirat Allah.

Anak saya yang paling kecil ketika berusia dua tahun lucu sekali. Kalau dia baru berbuat salah, matanya menatap mata saya, langsung dia menunduk sambil memutar tidak mau melihat. Dia memejamkan mata sambil memutar badannya, lalu dia menempelkan mukanya ke lemari, tidak mau melihat saya. Setelah dua menit, dia berusaha mengintip. Lucu sekali. Ketika dia tahu saya masih melihat dia, cepat-cepat dia menutup lagi matanya, lalu menempelkannya lagi ke dinding lemari. Dia tahu kalau dia akan dimarahi. Perasaan takut itu mencul setelah manusia bersalah, setelah jatuh ke dalam dosa. Yang paling celaka, menusia setelah berbuat dosa, tetap tidak mempunyai perasaan takut. Orang seperti ini mempunyai pengharapan besar untuk masuk neraka.

Adam takut, Adam malu, karena dia telah berbuat dosa. Maka dia menutup tubuhnya dengan daun. Ini pertama kalinya Adam merusak lingkungan, merusak tatanan alam di taman Eden. Problematika bagaimana menangani lingkungan baru dibahas menjelang akhir abad kedua puluh. Tetapi masalah ini sudah diungkap di pasal-pasal pertama Alkitab. Manusia betul-betul bodoh, setelah beribu-ribu tahun, baru berusaha menyelesaikan suatu masalah yang telah dicatat Alkitab pada awal-awal kejatuhan manusia. Tuhan bertanya: Di manakah engkau, Adam? lalu Adam menjawab: Aku takut. Adam takut karena dia telah jatuh ke dalam dosa. Manusia setelah berdosa menjadi takut. Perasaan takut adalah emosi yang tidak normal. Perasaan takut adalah emosi yang sebenarnya tidak perlu ada jika dosa tidak melanda dunia. Manusia dicipta untuk berhubungan dengan Tuhan Allah, maka tidak ada hal yang perlu ditakutkan. Manusia dicipta dengan kemampuan menguasai diri,

sehingga tidak perlu ada yang ditakuti. Manusia juga dicipta sebagai penguasa alam semesta, sehingga dia juga tidak perlu takut terhadap alam. Semua binatang ditaklukkan di bawah manusia, bahkan semua binatang yang sekarang ganas, seperti singa, harimau, beruang dan lain-lain, diciptakan untuk takluk kepada penguasaan manusia. Dengan demikian, manusia tidak perlu takut terhadap mereka. Malaikatpun dicipta untuk melayani Allah dan manusia, sehingga manusia tidak perlu takut kepada mereka. Segala sesuatu dicipta untuk menjadi saluran anugerah bagi kita, untuk mengisi kebutuhan kita, maka tidak ada hal yang perlu ditakuti oleh manusia. Dari semua makhluk yang ada di tengah alam semesta ini, manusia adalah ciptaan yang paling dikasihi. Manusia menjadi satu-satunya makhluk yang berada di tengah-tengah Allah dan alam. Kita menjadi pengantara, menjadi seorang imam yang berada di antara Allah dan alam. Dengan demikian, tidak ada alasan sedikit pun bagi manusia untuk takut.

Tetapi setelah manusia jatuh ke dalam dosa, manusia menjadi takut. Manusia berusaha menutup diri, dan merasa dingin. Maka taman itu mulai terasa dingin (Kej. 3:8) (LAI: sejuk). Ini semua merupakan kondisi yang tidak normal, yang mulai terjadi akibat dunia sudah jatuh ke dalam dosa. Kondisi abnormal ini mulai terjadi setelah Kejatuhan. Kejatuhan membuat putusnya hubungan antara Allah dan manusia. Semakin jatuh, semakin putus, dan itu menimbulkan ketakutan. Adam takut bertemu dengan Tuhan. Dia memilih untuk tidak bertemu lagi dengan Tuhan. Inilah akibat dosa, putusnya hubungan dengan Allah. Mulai dirasakan perlunya Atheisme adalah karena dosa. Jika tidak ada Tuhan Allah, maka saya tidak perlu dihakimi. Maka, lebih baik tidak ada Allah, sehingga saya boleh sembarangan berbuat dosa. Jika Allah tidak ada, maka kebebasan saya tidak perlu harus dipertanggungjawabkan. Inilah sebab timbulnya Atheisme. Atheisme berhenti pada imajinasi dan halusinasi. Atheisme tidak pernah menjadi realitas untuk membuat Allah menjadi tidak ada. Kalau Allah menjadi ada hanya karena kita percaya Dia ada, atau Allah menjadi tidak ada hanya karena kita percaya Dia tidak ada, maka keberadaan Allah akan bergantung pada percaya atau tidaknya kita akan keberadaan Allah. Keberadaan Allah justru menjadi penentu bagaimana kita mau percaya atau tidak kepada Allah. Keberadaan Allah bukan akibat kita membuktikan, atau ketidakmampuan kita membuktikan, Allah ada atau tidak; tetapi keberadaan Allah menjadi penyebab kita berusaha membuktikan Allah ada atau tidak ada.

Manusia di dalam dunia ini kini mengalami perasaan takut. Perasaan takut

setelah Kejatuhan dimulai dari suatu perasaan takut kehilangan perasaan aman yang selama ini telah dimiliki. Jika selama ini saya hidup baik-baik, lalu datang ancaman yang mau merusak kehidupan itu, maka itu membuat saya takut. Jika sebelumnya saya hidup aman, lalu kini ada ketidakamanan yang datang kepada saya, maka saya takut. Kita tidak mau kesempurnaan relative yang kita miliki terganggu atau dikurangi. Kita ingin keutuhan yang kita miliki selama ini bisa kita pertahankan, dan ketika ada ancaman terhadap keutuhan itu, kita menjadi takut. Kita takut kalau anak kita yang baik-baik akan meninggal. Kita takut kalau uang kita yang sudah terkumpul dengan baik menjadi hilang. Kita takut keutuhan dan keamanan itu diganggu. Bukankah ini sikap yang normal? Kalau kita menambah terus kekayaan kita, sekalipun dengan merugikan orang lain, kita tidak merasa takut. Tetapi kalau terancam kehilangan bakat dan kekayaan yang telah kita terima, walau dengan tidak wajar, maka kita takut. Perasaan atau emosi ketakutan kita sudah tidak suci. Kalau kita dirugikan, kita takut; tetapi kalau kita merugikan orang lain, kita tidak takut. Ini perasaan takut yang tidak sehat.

Pada usia 12 tahun, saya melihat di sekolah ada begitu banyak sepeda. Sepeda-sepeda itu diletakkan berdampingan, sehingga kalau satu roboh, maka semua sepeda secara beruntun akan roboh juga. Satu kali ada seorang siswi yang menjatuhkan sepeda, lalu beruntun seluruh sepeda itu mulai jatuh. Dia sangat ketakutan. Tetapi seorang temannya mengatakan: Ah tidak apa-apa, sehingga siswi ini merasa terhibur. Tetapi kemudian kalimat itu dilanjutkan: Karena bukan milik saya. Bagi dia, sepeda itu jatuh tidak apa-apa, karena bukan miliknya. Kalau itu miliknya, dia akan marah sekali. Inilah dosa. Mengapa kalau kamu menganggu sekuritas orang lain, kamu tidak takut; sementara kalau sekuritasmu diganggu, kamu takut? Manusia sering berdalih, biarlah seluruh dunia bangkrut, asal milik saya tidak. Apakah ini hidup orang Kristen? Kita takut, karena kita tidak bisa memelihara keutuhan. Kita takut karena kita tidak merasa aman.

APA PENYEBAB KETAKUTAN?

1. Ketakutan dari Perubahan Ketakutan pertama-tama datang dari suatu perubahan lingkungan dan situasi yang terlalu drastis, sehingga kita tidak tahu bagaimana harus mengatasi kondisi tersebut.

Dari suara besar yang membuat bayi bangun dan menangis, kita mengetahui tentang adanya hal ini. Sesuatu yang berubah secara mendadak dan drastis akan menimbulkan ketakutan. Apalagi, perubahan itu berada di luar kemampuan kontrol kita. Itu akan menyebabkan kita takut.

2. Ketakutan dari Transendensi Pengalaman Ketakutan dari berbagai pengalaman yang melampaui pengalaman kita sebelumnya. Sesuatu yang tidak pernah kita alami sebelumnya, namun dalam bayangan kita itu begitu besar, melampaui semua pengalaman kita sebelumnya, akan membuat kita takut. Bagi orang yang sudah mengalami hal itu, maka kejadian itu dianggap biasa. Tetapi bagi kamu yang belum pernah mengalami, maka pengalaman itu merupakan pengalaman yang menakutkan. Bagi dia, pengalaman-pengalaman seperti itu tidak mengganggu, karena dia sudah sering kali mengalami hal itu. Dan kita akan merasa aman dan kurang rasa takut jika kita mengikuti orang-orang yang sudah berpengalaman. Namun jika ada hal-hal yang berada di luar pengalaman kita, dan di luar jangkauan yang bisa kita kuasai, kita akan takut. Sesuatu yang bersifat transenden itu menakutkan. Oleh karena itu, pengalaman itu begitu penting, karena pengalaman tidak bisa diganti dengan pengetahuan rasional. Silahkan belajar banyak buku, namun jika kamu belum mengalami sendiri, kamu akan tetap bodoh. Jangan beranggapan kalau kita sudah sekolah sampai tingkat yang tinggi dan membaca banyak buku, walaupun tanpa pengalaman, kita adalah orang yang pandai. Orang yang terjun langsung di lading, yang menghadapi berbagai kesulitan di lapangan, yang betul-betul bekerja keras, lalu dari situ dia menyerap pengetahuan dari lading kerjanya, barulah dia berhak menulis buku. Dunia bukan diubah oleh mereka yang akademis, tetapi dunia diubah oleh orang-orang yang mempunyai pengalaman, lalu pengalaman ini dijadikan teori, dan dia kemudian menulis buku untuk menggarap orang-orang akademis.

Pengalaman itu berarti sesuatu yang harus kita lewati. Dibakar atau dimurnikan di dalam api adalah kewajiban setiap generasi. Terkadang kita membiarkan anak kita melewati kesulitan dan akhirnya dia menjadi lebih waspada karena sudah mengalami. Terkadang jika ada api kecil, lalu anak kita mau main-main dengan api itu, biarkan saja. Nanti kalau dia terlalu banyak dihalangi, dia tidak pernah merasakan dan mengerti panasnya api, sehingga suatu saat jika ada api besar, dia tidak sadar bahayanya, maka dia berteriak dan menangis. Ketika anak itu mau memegang atau

mendekat ke api itu, akhirnya terkena api kecil, dan merasakan panasnya, maka dia berteriak dan menangis. Setelah itu dia tidak lagi berani bermain dekat api. Biarkan anak-anak itu mempunyai pengalaman sendiri. Seorang dokter mengatakan kepada saya bahwa dia membiarkan anaknya naik pohon. Lalu saya tanya, Bagaimana jika dia jatuh? Dia menjawab, Ya saya sambung. Lebih baik punya pengalaman naik pohon dan jatuh, ketimbang tidak pernah punya pengalaman naik pohon. Hal-hal yang melampaui pengalaman membuat kita takut. Semakin dini kita mempunyai banyak pengalaman, itu akan membuat kita melampaui banyak pengalaman, sehingga akan mengurangi perasaan takut kita. Hal sedemikian akan membuat kita tidak takut lagi seumur hidup kita.

Ketika anak saya berusia empat tahun, saya bawa ke sebuah jalan yang sangat ramai. Saya ajar dia menyeberang. Saya beri tahu kapan dia harus menyeberang. Lalu kemudian kembali lagi. Setelah sepuluh kali menyeberang, maka dia sudah tahu kapan harus menyeberang. Sering kali anak bayi diberikan ketenangan, dijaga dari suara keras. Nanti kalau mendengar anjing kentut, dia langsung sakit jantung. Mark Twain dari Amerika Serikat menjelajahi 70 macam pekerjaan, sehingga seumur hidupnya dia mengerti begitu banyak bidang pekerjaan. Dengan demikian, ketika orang mengatakan sesuatu, dia segera bisa mengetahui dan turut berbicara di dalam topik tersebut. Ketika dia menulis sastra dan novel, maka dia bisa menjelajah ke semua bidang yang ingin dibicarakannya dengan penuh kekayaan bahasan. Jika kamu tidak memiliki pengalaman apa pun, maka kamu akan menjadi orang yang sangat lugu dan bodoh di masa depan, karena banyak hal yang kamu tidak mengetahuinya. Kita takut keluar dari pengalaman kita, kita takut keluar dari rasa aman kita. Inilah yang membuat kita takut.

3. Ketakutan terhadap Kekuatan Penghancur Kita takut terhadap kekuatan-kekuatan yang bisa menghancurkan (destructive power). Begitu kita melihat sesuatu yang besar dan bisa menghancurkan, maka kita takut. Ketakutan ini adalah ketakutan yang mengandung emosi agama. Hinduisme mengenal tiga dewa utama, dewa Brahma sebagai dewa pencipta, dewa Wishnu sebagai dewa pemelihara, dan dewa Syiwa adalah dewa penghancur. Bagi orang Hindu, kekuatan penghancur ini merupakan kekuatan yang sangat menakutkan. Maka dewa Syiwa dianggap dewa yang paling besar. Orang harus takut kepada dewa ini karena takut dihancurkan. Ini merupakan ketakutan yang bersifat agamawi.

Di dalam Alkitab kita bisa takut kepada Tuhan Allah bukan di dalam arti demikian. Kita mengenal arti ketakutan yang lebih tinggi dari daripada ketakutan agamawi yang menghancurkan. Emosi rohani dalam iman Kristen jauh lebih tinggi daripada emosi penghancur yang ada dalam agama-agama lain.

4. Ketakutan terhadap Hukuman

Ketakutan keempat adalah ketakutan akan hukuman. Inilah paradoks kehidupan: Ketika seseorang berbuat dosa, dia tidak takut. Tetapi ketika harus dihukum akibat dosanya itu, dia menjadi takut. Ini sikap orang yang kerdil. Sebaliknya seorang yang agung takut berbuat dosa, tetapi tidak takut hukuman. Bagi seorang yang agung, berbuat dosa haruslah dihindari. Tetapi jika dia sudah berbuat salah, dia tidak takut menghadapi akibat dari perbuatannya. Inilah perbedaan antara orang yang agung dan orang yang kerdil.

Orang agung tidak takut hukuman jika dia tidak bersalah. Orang kerdil takut hukuman tetapi tidak takut berdosa. Begitu banyak perampok yang ketika merampok, gagah sekali, berani sekali, kelihatan galak sekali dan perkasa sekali. Tetapi ketika divonis 30 tahun penjara, dia menangis. Sikap apakah ini? Tangisan apakah ini? Ini suatu kelicikan dan kekerdilan. Suatu kesedihan yang tidak ada artinya. Kesedihan demikian tidak bernilai karena kesedihan ini adalah kesedihan karena takut dihukum. Kesedihan ini merupakan kesedihan yang sangat hina. Sebaliknya kesedihan karena takut berbuat dosa adalah kesedihan yang sangat anggun.

Orang Kristen harus dapat membedakan kedua hal ini. Kalau kita bersalah, kita harus takut. Tetapi kalau kita tidak bersalah, dihukum sekalipun kita tidak perlu takut. Inilah jiwa Kristen. Petrus akhirnya disalibkan sampai mati. Orang yang dihukum salib menurut hukum Romawi, adalah orang-orang yang berbuat dosa sangat berat, seperti seorang pembunuh, atau pengkhianat bangsa, atau pemberontak. Petrus tidak berbuat sedemikian. Dia tidak merampok, tidak membunuh, tidak mengkhianati bangsa, juga bukan pemberontak. Dia disalib hanya karena

mengabarkan Injil. Apakah dia meminta tolong, meminta pengampunan, supaya jangan disalib? Tidak! Di dalam cerita-cerita Tiongkok, juga di dalam berbagai cerita sejarah atau di film, kita melihat orang-orang yang mau dihukum selalu berlutut meminta pengampunan. Begitu kasihan, bahkan lebih kasihan daripada seorang pengemis. Tetapi di dalam Kekristenan tidak ada sikap sedemikian. Jika kita tidak berbuat salah, lalu kita mau disalibkan, kita akan menghadapinya dengan tegar, tanpa takut. Petrus, ketika disalibkan, mengajukan satu permintaan, supaya dia tidak mau disalibkan dengan cara yang biasa, tetapi meminta disalib terbalik, dengan kepala di bawah. Mengapa? Karena dia merasa tidak layak disalib seperti Tuhannya, yaitu Tuhan Yesus Kristus. Ketika berdosa, dia takut, tetapi ketika dihadapkan pada hukuman bukan karena dosa, dia tidak takut. Inilah semangat, jiwa dan iman Kristen yang sesungguhnya.

5. Ketakutan terhadap Orang Jahat

Kita takut sekali kepada orang jahat. Maka cara di dunia ini adalah memakai orang yang lebih jahat untuk menakuti dan menghadapi orang jahat. Kalau kamu mempunyai gang yang kuat untuk menakut-nakuti saya, maka saya akan mencari bantuan kepada gang yang lebih besar dan lebih kuat lagi untuk menghadapi kamu. Inilah cara orang jahat menghadapi orang jahat. Inilah cara orang dunia menghadapi orang jahat. Lalu, kita juga merasa kuat dan sombong jika kita ditopang dan dijaga oleh orang-orang jahat tersebut.

Ada sebuah restoran yang sangat ramai di tepi jalan yang juga cukup ramai. Restoran itu tetap buka walaupun situasi cukup genting dan banyak kerusuhan. Ketika saya tanyakan, Apakah kamu tidak takut tetap buka restoran di tempat dan situasi seperti ini? Dia mengatakan bahwa memang banyak yang mau berusaha mengganggu restorannya, tetapi akhirnya setelah mereka tahu, mereka tidak berani melakukannya. Mengapa? Pemilik itu mengatakan bahwa ada jenderal yang menjadi pelindung restorannya, sehingga orang-orang yang mau mengganggu itu tidak berani bertindak. Tetapi mengapa jenderal itu mau melindungi restoran tersebut? Pemilik itu mengatakan bahwa dia membayar iuran tertentu kepada sang jenderal, untuk menjadi biaya perlindungan itu.

Satu kali, ketika saya sedang makan di sebuah restoran di Malaysia dengan beberapa pendeta, tiba-tiba datang seorang India yang besar sekali badannya, lalu berkata kepada saya: Apakah kamu mengingat saya? Bukankah dulu ketika kamu pindah rumah saya yang membantu kamu pindah? Lalu dia berkata banyak hal lain sambil tiba-tiba ikut duduk di tempat kami makan. Lalu dia mulai memesan beberapa makanan yang paling mahal. Teman saya mengatakan bahwa itu tidak beres, dan dia memanggil pemilik restoran dan memberitahukan masalah ini. Pemilik restoran ini seorang wanita muda yang berperawakan kecil. Dia datang lalu mengusir orang India itu keluar. Lalu kami bertanya, kenapa dia berani mengusir orang tersebut, yang badannya begitu besar. Dia mengatakan bahwa di daerah tempat kami makan itu banyak orang jahat. Tetapi bagaimana mereka bisa tidak berani? Karena di daerah itu ada orang yang lebih jahat lagi, dan dialah yang melindungi restoran ini. Ketakutan orang Kristen bukanlah ketakutan sedemikian.

TOKOH DALAM ALKITAB YANG PERNAH TAKUT

Sekarang kita akan melihat bagaimana Alkitab mencatat orang yang memilikit tindakan yang tidak benar akibat takut. Pertama, Adam. Adam adalah permulaan dari takutnya manusia. Dia menutupi diri, menyembunyikan diri, merusak lingkungan, dan tidak mau bertemu Tuhan Allah. Banyak orang yang tidak lagi datang ke gereja karena diam-diam mulai mempunyai simpanan, mempunyai dosa, mempunyai hal yang tidak beres, maka tidak mau datang ke gereja. Alkitab berkata, orang yang berjalan di dalam kebenaran tidak takut terang. Tetapi orang yang hidup di dalam dosa takut ditimpa sinar terang. Itulah Adam.

Kedua, Abraham. Karena takut kepada kuasa raja dan takut dibunuh, maka Abraham berbohong dengan menyebut istrinya sebagai adik perempuannya. Dia berbohong karena takut. Kalau sudah taktu, sering kita tidak jujur. Kalau sudah takut, orang rohani pun berbohong dan tidak memaparkan dengan sungguh-sungguh apa yang sebenarnya. Abraham, seorang bapa iman dan bapa rohaniah, telah berbohong berkali-kali hanya karena takut.

Ketiga, Saul. Saul takut kalau sekuritas dan kedudukannya direbut Daud. Dari

ketakutan itu, timbul dua hal, yaitu iri hati dan berusaha membunuh. Taktu dapat menjadi sesuatu yang fatal. Karena takut kehilangan sesuatu, maka Saul menjadi benci, iri, dan berusaha membunuh Daud. Kita hendaklah jangan takut. Saya sebagai pimpinan tidak perlu takut kepemimpinan saya direbut atau anggota saya pergi kalau di tempat lain kamu merasa lebih baik, lebih dijunjung tinggi, dan mendapat fasilitas lebih baik, silahkan pergi. Kalau kamu merasa tidak tidak mendapatkan apa-apa di sini, silahkan pergi. Saya hanya takut kepada Tuhan dan menjalankan kehendakNya. Segala sesuatu saya serahkan kepada Tuhan. Begitu juga dengan rekan-rekan saya. Semua harus mengerti bahwa ini adalah gerakan penting yang menuntut kamu untuk berjuang. Ini adalah gerakan yang sangat indah, mulia dan hormat. Saat Yesus member makan kepada 5.000 orang, semua orang mendekat kepadaNya. Tetapi saat Yesus mengatakan kalimat khotbah yang sulit, mereka semua pergi. Lalu Yesus berkata kepada kedua belas muridNya, apakah kamu pergi juga seperti mereka? Yesus tidak takut susutnya jumlah anggota yang mengikutNya. Dia tahu kebenaranlah yang sedang dinyatakanNya.

Keempat, Elia. Elia takut bukan kepada Ahab, tapi kepada Izebel, istri Ahab. Di dalam istana saat itu yang dominan adalah Izebel. Akan tetapi, dalam situasi bagaimanapun, di dalam sebuah keluarga Kristen, seharusnya prialah yang menjadi kepala keluarga. Pria harus menjadi pimpinan keluarga. Pria harus menjadi contoh yang baik. Pria harus menjalankan kehendak Tuhan; istri tunduk kepada suami, anak-anak taat kepada ibu bapa. Inilah rantai otoritas (the chain of authority). Rantai otoritas yang ditetapkan Alkitab ini jangan dirusak. Ini prinsip yang penting. Walaupun yang menjadi raja adalah Ahab, tetapi yang lebih dominan adalah istrinya. Ahab memelihara 450 nabi Baal, sedangkan Izebel mempunyai 400 nabi Asyera yang dipeliharanya dengan kas negara. Lalu Elia menegur Ahab, Demi Tuhan yang hidup, Allah Israel, yang kulayani, sesungguhnya tidak aka nada embun atau hujan pada tahun-tahun ini, kecuali kalau kukatakan. Ahab menjadi marah dan lebih memelihara 450 nabi sesat daripada perkataan Elia. Raja yang hanya mau dipuji itu bodoh. Elia menghadapi situasi politik yang sulit, seorang nabi Tuhan yang menghadapi 850 nabi sesat. Lebih banyak yang mendengarkan nabi sesat daripada Elia. Seluruh dunia memilih ke sana, sementara Elia mau menjaga Firman Tuhan. Inilah situasi Reformed, kita mau memelihara Firman Tuhan dengan baik tapi di dunia ini harus menghadapi begitu banyak orang yang sembarangan berkhotbah. Elia dengan teguh mempertahankan iman dan terus berdoa. Allah memihak orang yang betul-betul setia kepadaNya, tidak peduli apakah dia mayoritas atau minoritas. Allah memihak Elia sehingga benar-benar dalam 3,5 tahun tidak turun hujan di seluruh

tanah Yudea dan Israel. Tanah menjadi kering, tidak ada hasil bumi, dan kelaparan melanda hingga banyak orang meminta-minta makanan di tengah jalan.

Dalam peperangan besar di Gunung Karmel itu, Elia berkata agar air dibawa kepadanya untuk dituang ke atas tanah. Orang-orang berkata, pada saat di mana air lebih mahal daripada emas, janganlah membuang-buang air. Setelah menuang banyak air, lalu Elia berdoa kepada Tuhan, Ya TUHAN, Allah Abraham, Ishak dan Israel, pada hari ini biarlah diketahui orang, bahwa Engkaulah Allah di tengah-tengah Israel dan bahwa aku ini hambaMu. Lalu langsung turunlah api dari sorga membakar habis seluruh mezbah yang tadinya basah kuyup orleh air. Ahab terkejut. Kalau begini, 450 nabinya itu tidak ada gunanya, karena semuanya nabi palsu. Kuantitas banyak, apa gunanya? [kadang orang menganggap hamba Tuhan itu gila, tapi hamba Tuhan tahu dia tidak gila.] Setelah itu Elia memerintahkan Ahab untuk naik keretanya dan memasang tutupnya karena hujan akan segera turun.

Elia adalah satu-satunya nabi yang dengan penuh keberanian memerintahkan agar nabi-nabi palsu itu dibunuh di pinggir sungai sampai sungai menjadi merah. Elia begitu keras dan tidak kompromi. Ketika didengar Izebel, maka dia mengancam Elia untuk pergi dalam 24 jam. Perempuan yang gila kuasa mengancam dahulu, tai secara psikologi, hal ini menandakan kelemahannya. Dia tidak mengatakan Pergi, dan bunuh Elia. Tapi dia mengatakan untuk memberi tahu Elia supaya lari, membuktikan bahwa dia adalah seorang pengecut yang memakai psikologi.

Waktu Elia diancam, dia lari karena takut. Hamba Tuhan yang paling besar pun memiliki rasa takut. Maka Perjanjian Baru mengatakan Elia sama seperti kita. Waktu berani, dia melampaui siapa pun. Tapi tetap ada ketakutan yang tersembunyi, dan Tuhan menyatakan kelemahan Elia. Sebenarnya setelah kejadian ini, Elia tidak lagi dipakai Tuhan untuk hal yang besar, karena dia telah berkompromi. Tidak peduli kamu adalah hamba Tuhan sebesar apa pun, pada saat kamu takut, kamu telah berkompromi. Barangsiapa yang ketakutannya tidak wajar, dia dibenci Tuhan. Barangsiapa yang takutnya wajar, dia diberkati oleh Tuhan. Yang kita perlukan adalah keberanian, bukan ketakutan.

Dalam Perjanjian Baru, Rasul Petrus pun pernah takut. Alkitab mencatat dua kali Petrus takut. Yang pertama, dia takut kepada seorang hamba perempuan hingga menyangkal Tuhan sebanyak tiga kali (Mat. 26:69 dst.). Ini ketakutan. Bagaimana bisa laki-laki dewasa takut kepada seorang hamba perempuan? Bisa, ini contohnya. Yang kedua, karena takutnya kepada orang Yahudi, dia bersikap munafik, dan Paulus menegurnya di hadapan umum (Gal. 2:11-14).

KETAKUTAN YANG BENAR

Mari kita simpulkan, bolehkah kita takut? Bagaimana seharusnya seorang Kristen dengan emosi ketakutannya? Kalau orang Kristen harus takut, apa yang ditakutinya? Alkitab mengatakan bahwa orang Kristen boleh takut, bahkan harus takut, tetapi harus takut yang benar. Yesus berkata, jangan takut kepada orang yang bisa membunuh tubuhmu tapi tidak bisa membunuh jiwamu. Takutlah kepada Dia yang bisa membawa jiwamu ke neraka. Orang Kristen harus takut kepada Tuhan, takut berdosa, takut kepada neraka, dan takut menyedihkan Roh Kudus. Empat hal inilah yang perlu kita takuti.

1. Takut akan Tuhan. Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan. Takut akan Tuhan berarti menghormati Dia, betul-betul mengagungkan perintahNya dan taat kepadaNya. Inilah ketakutan yang pertama dan utama. Kita harus memiliki perasaan takut akan Tuhan, bukan sebagai Tuhan yang jahat, karena kita mau menghormati Tuhan. Kita mau dan harus menghormati wibawa Allah, mengagungkan dan menaati perintahNya.

2. Takut berdosa. Ketakutan yang kedua adalah takut berbuat dosa yang dapat mencemarkan tubuh, jiwa, dan status saya sebagai manusia, atau merusak harkat saya sebagai orang suci yang mewakili Tuhan di dunia. Saya sangat takut hidup tidak suci, lalu berbagian di dalam tindakan dan perilaku yang berdosa. Saya sangat takut menodai diri dan merusak kedudukan saya sebagai wakil atau saksi Tuhan.

3. Takut keadilan dan hukuman Allah. Ketakutan yang ketiga adalah ketakutan akan

keadilan dan hukuman Allah. Kita bukan takut hukuman karena suka berbuat dosa, tetapi takut kalau sudah berdosa, kita akan melanggar keadilan dan kemarahanNya. Takut kepada kemarahan Tuhan berbeda dari sikap yang tidak takut berbuat dosa tetapi takut dan tidak mau dihukum. Saya justru takut melanggar dosa, keadilan Tuhan, sehingga mau menjaga kesucian baik-baik.

4. Takut mendukakan Roh Kudus. Ketakutan yang keempat adalah takut mendukakan Roh Kudus. Efesus 4:30 mengatakan, Janganlah kamu mendukakan Roh Kudus Allah, yang telah memeteraikan kamu menjelang hari penyelamatan. Apakah kamu sudah diselamatkan? Apakah kamu telah mengalami penebusanNya? Jikalau kamu sudah ditebus oleh Tuhan, maka kamu akan menerima materai. Materai itu adalah Roh Kudus sendiri yang berada di dalam dirimu. Roh Kudus bagaikan seorang ibu yang baru melahirkan dan melihat anaknya tidak taat atau tidak sehat adalah kesedihan yang suci. Demikianlah Roh Kudus yang berada di dalam diri kita tidak ingin kita terus hidup dalam dosa. Maka janganlah kita mendukakan Roh Kudus.

Keempat hal inilah yang pelu kita takuti. Kiranya Tuhan memberkati kita dengan emosi yang suci, dengan ketakutan yang berada di dalam hidup Kristen. Amin.

LIMA KEKUATIRAN ORANG KRISTEN

Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting daripada makanan dan tubuh itu lebih penting daripada pakaian? Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam

lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu? Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya? Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di lading, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal, namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannya pun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di lading, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya? Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari esok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari. Matius 6: 25-34

Bersukacitalah senantiasa di dalam Tuhan. Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat. Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus. Filipi 4:4-7

Sebelumnya kita telah membicarakan tentang emosi atau perasaan Kristen tentang dukacita Kristen, sukacita Kristen, kemarahan Kristen, dan ketakutan Kristen. Kita adalah manusia yang penuh dengan perasaan. Kita adalah manusia yang dicipta dengan fungsi emosi lebih dari semua binatang. Binatang-binatang hanya mempunyai emosi berdasarkan naluri kebutuhan hidup yang paling hakiki. Tetapi manusia memiliki kemungkinan untuk berpikir dan menggabungkan semua perasaannya dengan apa yang dipikirkannya sehingga menjadi orang yang memiliki emosi yang sangat kompleks. Kita telah membicarakan tentang bagaimana seharusnya kita sebagai orang Kristen merasakan dukacita, sukacita, kemarahan, atau ketakutan. Sekarang kita memikirkan apakah seharusnya seorang Kristen kuatir atau

tidak. Bagaimana kita mengatur kekuatiran yang ada?

Ketakutan dan keuatiran merupakan satu jalur, dan merupakan sesuatu bidang yang mirip tapi berbeda. Ketakutan itu lebih dahsyat dan drastis, lebih memiliki perasaan terancam dibandingkan kekuatiran. Kekuatiran merupakan hal yang lazim sekali. Tidak ada orang yang hidup di dunia ini yang tidak pernah kuatir.

JANGAN KUATIR AKAN KEBUTUHANMU

Yesus mengatakan, jangan kuatir akan hidupmu: jangan kuatir akan tubuhmu. Di sini hidup dibagi dua, yaitu hidup rohaniah yang bersifat kekal dan melampaui hidup sehari-hari di dunia ini, dan hidup jasmaniah yang diwujudkan dalam tubuh ini selama beberapa puluh tahun di dunia yang sementara ini. Jangan kuatir akan apa yang kamu makan, minum, pakai. Makanan, minuman, dan pakaian mungkin tidak menjadi hal yang kita kuatirkan di dalam masyarakat yang penuh dengan kebutuhan materi ini. Tetapi makanan, minuman, dan pakaian merupakan hal yang paling dasar dan hakiki yang diperlukan manusia, khususnya dalam zaman di mana semua manusia dengan susah payah bergumul untuk kelangsungan hidupnya. Setelah bekerja mati-matian, tetap tidak terjamin akan ada makanan, minuman dan pakaian yang cukup. Di daerah tropis seperti Indonesia, kita memakai pakaian yang minim, sedikit dan tipis pun tidak apa-apa. Tapi di tempat yang dingin, jika kamu memakai pakaian yang kurang tebal, kamu mungkin akan mati kedinginan.

Cuaca paling dingin yang pernah saya alami adalah minus 38 derajat. Itu kira-kira terjadi pada Januari 1975 di Toronto. Ketika kami mau keluar, mobil yang kami kendarai tidak bisa jalan karena air dalam radiator membeku menjadi es dan radiatornya pecah, karena lupa diisi air yang lebih mampu menahan dingin. Sebenarnya ada semacam air antibeku yang dibuat dari obat kimia tertentu. Tetapi karena sudah biasa diisi dengan air yang bisa menahan 20 derajat di bawah nol, tidak pernah menyangka suhu bisa sampai 38 derajat di bawah nol, sehingga air yang tahan dingin akhirnya tetap beku menjadi es. Hari itu kami tidak bisa keluar, tapi karena ada kebaktian, kami menelepon orang lain untuk menjemput kami. Waktu kami keluar, anginnya seperti langsung masuk ke tulang sumsum. Dingin yang tak

terbayangkan di sini. Kita yang di Indonesia tidak sadar apa itu dingin, tapi mulai bulan lalu, setiap minggu saya harus mengalami empat musim dari Singapura, HongKong, Taiwan, Kuala Lumpur, Jakarta, dengan iklim yang terus berubah. Orang di tengah cuaca yang begitu dingin, mereka sangat memikirkan pakaian apa yang dipakai. Di Indonesia kita cuma tahu apa yang kita pakai supaya lebih gengsi, atau lebih bagus. Di tempat-tempat dingin, apa yang saya pakai supaya tidak mati kedinginan? Maka kekuatiran merupakan hal yang sangat mendasar, sangat lazim ditemui pada orang-orang yang memiliki kebutuhan semacam itu.

Tetapi Tuhan Yesus mengatakan, jangan kuatir apa yang akan dimakan, jangan kuatir apa yang akan diminum, jangan kuatir apa yang harus dipakai. Apakah kekuatiran merupakan hal yang seharusnya kita miliki sebagai orang Kristen? Apakah kekuatiran merupakan sesuatu yang Tuhan tanamkan dalam naluri dasar kita? Yesus mengatakan, bukankah hidup lebih penting daripada makanan dan pakaian? Bukankah tubuh lebih penting daripada pakaian? Lalu Yesus mengatakan, coba lihat burung, bunga dan rumput. Jadi Yesus mengalihkan pandangan kita kepada alam, kepada hal-hal yang diciptakan Tuhan, yaitu burung yang tidak menanam, tidak menuai, tapi ikut mendapat makanan cukup karena Tuhan memelihara. Ada bunga bakung yang berada di dalam lembah, tidak menenun, tidak menjahit, tapi mempunyai keindahan dandanan yang diberikan Tuhan melebihi kemegahan pakaian yang paling mulia dan hormat dari Salomo, raja yang paling kaya dan mewah. Pakaian Salomo pun tidak seindah sebatang bunga bakung. Rumput yang kamu injak dan yang kamu lihat tidak bernilai, yang hari ini berada di sini dan besok dilempar ke dalam api, begitu hidup dan indah karena dipelihara Tuhan. Bukankah hidupmu lebih berharga daripada burung? Bukankah hidupmu lebih berharga daripada bunga? Bukankah hidupmu lebih berharga daripada rumput? Yesus Kristus berkata, mengapa kamu kuatir?

Seseorang yang kuatir akan menganggap segala sesuatunya tidak penting kecuali kekuatirannya. Yang paling dipentingkan adalah kekuatirannya. Yang paling dikuatirkannya adalah yang paling dipentingkannya. Menurut data psikologi, 90 persen dari apa yang manusia kuatirkan tidak pernah terjadi. Tetapi kamu telah menjerat diri sendiri. Kamu menakut-nakuti dirimu sendiri. Kamu telah membatasi dirimu di dalam kurungan-kurungan psikologi dari jiwa yang tidak beres.

Saya mengkhotbahkan hal ini karena saya berjuang mengalahkan emosi-emosi yang sulit ini. Kalau mau kuatir, maka saya mempunyai jauh lebih banyak hal yang dapat dikuatirkan. Satu tahun saya naik pesawat 300 kali, kesempatan meledak jauh lebih banyak daripada kebanyakan orang. Kekuatiran itu sudah saya usir dari hidup saya, karena saya rasa itu tidak perlu. Namun, bukan berarti saya adalah manusia yang tidak mempunyai kesulitan. Bukan berarti saya adalah manusia yang tidak mempunyai emosi kuatir. Saya sama seperti kalian semua. Tetapi saya berani mengungkapkan semua ini bukan karena saya mengambil teori dari buku lalu saya salurkan kepada kalian. Sejak umur 17 sampai hari ini, tidak ada satu khotbah atau bahasan saya ambil dari orang lain. Setiap kalimat khotbah yang saya katakan, saya berani cetak di buku karena semua diperoleh melalui pergumulan pribadi, menerapkan Firman Tuhan dalam hidup saya terlebih dahulu sebelum saya mendidik orang lain. Orang yang tidak kuatir menikmati hidup yang jauh lebih bahagia daripada mereka yang penuh kekuatiran. Orang yang tidak kuatir menikmati kuasa iman, sukacita, dan penyertaan Tuhan.

HATI YANG PENUH KEKUATIRAN

Kalau kamu belum menikah, kamu kuatir bagaimana kalau tidak menikah, kuatir kapan menikah. Kalau sudah menikah, kuatir suaminya baik atau tidak. Kuatir bagaimana jikalau sampai tengah jalan dia mencintai orang lain? Lalu, sesudah menikah 3 tahun tetapi belum hamil juga, kuatir kalau tidak punya anak. Setelah hamil, kuatir ini laki atau perempuan? Kalau lahir bayi laki-laki, kuatir lagi, bagaimana kalau besok jadi perampok? Kalau bayinya perempuan, kuatir bagaimana kalau besok tidak laku? Jadi, segala keadaan bisa membuat kamu tidak tenang. Diberi, tidak tenang, tidak diberi, juga tidak tenang. Diberi menikah, kuatir. Tidak diberi menikah, juga kuatir. Apa pun kuatir. Susah sekali menjadi Tuhanmu.

Siapakah yang dapat berkata: Apa pun yang Engkau berikan, saya suka; Apa pun yang terjadi, saya terima. Segala kesulitan yang menimpa saya, berikanlah kekuatan agar saya bisa mengalahkan semua ini? Itu yang pelu. Itu yang menjadi satu tanda bahwa kita adalah orang beriman. Amin? Kalian mengaminkan, tapi sesudah itu tidak terjadi perubahan apa-apa, dan tetap saja hati kalian dipenuhi kekuatiran.

Aspek positif. Saya ingin melihat kekuatiran dari aspek positif. Pertama, orang yang suka kuatir paling sedikit adalah orang yang menaruh hati di dalam hal-hal tertentu. Kamu menguatirkan anakmu, berarti kamu betul-betul memperhatikan anakmu. Dari sudut positif kita menghargai orang yang kuatir. Kamu menguatirkan tentang hal gereja berarti kamu menaruh hati di dalam gereja. Kamu menguatirkan nasib negara berarti kamu memperhatikan perjalanan dan nasib dari negara ini. Menguatirkan sesuatu berarti kamu mempunyai hati dalam hal tersebut, betul-betul ada minat untuk memperhatikan, dan itu baik. Kedua, orang yang kuatir pasti orang pintar. Orang pintarlah yang bisa menganalisis, sesudah menganalisis, lalu melihat semua kesulitan, baru mungkin kuatir. Orang bodoh tidak bisa kuatir. Orang bodoh masa bodoh, tidak peduli, pokoknya begini saja. Jadi, orang yang kuatir adalah orang yang penuh dengan kesedihan karena mempunyai penglihatan tentang kesulitan-kesulitan, itu orang pintar. Orang melankolis selalu lebih cerdas dari orang-orang yang naf seperti sanguine, karena pemikiran mereka lebih matang. Mereka dapat menganalisis lebih jelas dari sudut lebih banyak, dan mereka mengetahui dengan jelas sehingga dari mengetahui, baru bisa kuatir. Orang yang kuatir bukan saja menaruh hati pada sesuatu yang dikuatirkan, tapi juga mempunyai kemungkinan intelek yang cukup kuat untuk menganalisis.

Aspek negatif. Di lain pihak, kita melihat beberapa aspek negatif. Orang yang kuatir mempunyai kelemahan besar, yaitu terlalu pesimistis. Terlalu negatif. Pintar tetapi negatif. Pintar tetapi pesimis. Apa bedanya orang yang pesimis dengan orang yang optimis? Orang yang optimis melihat kemungkinan di tengah kesulitan. Orang yang pesimis melihat kesulitan di tengah kemungkinan. Ini sulit, tapi tidak apa-apa. Sulit itu hal yang lumrah. Kesulitan adalah tantangan. Melalui kesulitan, saya baru tahu bagaimana harus berjuang untuk mengatasi. Orang yang pesimis selalu melihat kesulitan di dalam setiap kemungkinan, sedangkan orang yang optimis selalu melihat kemungkinan di dalam setiap kesulitan. Itu bedanya. Orang yang positif adalah orang yang di dalam segala hal, di dalam berbagai kesulitan, selalu menemukan jalan keluar. Orang yang negatif adalah orang yang di dalam setiap hal, setiap kesempatan, selalu melihat kesulitan-kesulitan yang membuatnya tidak berani melangkah. Ketika orang yang positif melihat kesulitan, dia berkata kepada dirinya, inilah kesempatan untuk menyatakan bahwa saya sanggup mengatasi kesulitan. Sebaliknya ketika orang yang pesimis melihat segala keadaan yang enak, dia menguatirkan kapan keadaan yang enak itu akan hilang.

Mungkin kamu telah berpuluh-puluh tahun menjadi orang Kristen, tetapi belum pernah belajar baik-baik untuk tidak kuatir. Suatu hari seorang yang sangat kaya sedang menghitung-hitung hartanya. Selesai menghitung, dia menangis. Ketika ditanya, mengapa menangis? Jawabnya: setelah dihitung, hartaku hanya cukup dipakai oaleh anak cucuku sampai 14 generasi saja. Anak cucu sampai 14 generasi masih cukup, generasi ke 15 akan jadi pengemis. Ada orang yang untuk besok pun tidak tau makan apa tetapi tidak menangis, sedangkan cucumu sampai generasi ke 15 baru jadi pengemis, kamu menangis. Tuhan kadang-kadang terlihat seperti kejam. Elia disuruh pergi ke rumah seorang janda di Sarfat dan menginap di rumahnya. Kalau sekarang seorang hamba Tuhan disuruh menginap di rumah seorang janda, pasti dikira tidak beres. Tuhan berkata, mintalah makanan kepada janda itu, dan Elia melakukannya. Janda itu heran, mengapa seorang nabi yang melihat bahwa dirinya di dalam keadaan kelaparan sedemikan, masih tega minta makan darinya? Mengapa Elia minta kepada seorang janda seperti dia, mengapa bukan meminta kepada orang yang kaya? Janda itu tidak memiliki makanan cukup, bahkan hampir tidak memiliki apa pun juga. Apalagi masih harus menanggung makan anaknya. Di dapur hanya tersisa sedikit minyak dan sedikit tepung, yang bila dimasak, hanya mendapatkan sedikit roti, lalu habis.

Kalau kamu sendiri dalam keadaan yang begitu minim, apakah kamu masih mau memberikan persembahan? Hari ini kamu mempunyai begitu banyak uang dan masih kuatir besok tua miskin. Itu adalah dosa kelebihan yang belum pernah kamu usir dari rumahmu. Tuhan yang kelihatan kejam, berkata kepada janda itu untuk memberi Elia makan. Janda itu taat, mengambil minyak, tepung, dan membuat makanan untuk Elia, dan berkata, Sesudah ini, saya dan anak saya akan mati. Tuhan kelihatan kejam, bukan? Tetapi setelah memberi makan Elia, mau mati, ketika melihat botol kosong itu, ternyata botol itu tidak kosong, masih ada lagi minyak. Kadang-kadang Tuhan mau kamu habis-habisan baru menambah sesuatu kepadamu. Tuhan tidak melihat gudangmu penuh, atau depositmu begitu banyak angka nol, lalu Tuhan menambah imanmu. Tidak. Kadang-kadang Tuhan kelihatan kejam. Itu karena kita tidak mengerti cara Tuhan.

Yesus berkata jangan kuatir akan apa yang kamu makan, minum, pakai. Berimanlah, hai kamu yang kurang imannya. Terjemahan lain mengatakan, hai kamu yang kecil imannya. Maka kita mendapatkan suatu dalil: di mana kekuatiran bertambah, di situ iman berkurang. Di mana iman berkurang, di situ

kekuatiran bertambah. Sebaliknya, di mana kekuatiran berkurang, di situ iman bertambah. Ketika kita kuatir, Tuhan menggeleng-gelengkan kepala dan
bertanya, benarkah kamu percaya kepadaKu? Benarkah kamu menyerahkan hidupmu kepadaKu? Benarkah kamu tahu Aku mahakuasa? Mengapa Aku terus dicurigai tidak bisa memeliharamu? Jikalau kita setia, jujur, rajin, tekun, dan menjalankan tugas kita sebagai manusia, Tuhan tidak mungkin membuang kita. Tuhan tidak mungkin membiarkan kita.

Beberapa kali ketika saya mengatakan saya akan berhenti dari sebuah pelayanan, saya telah mengetahui kehendak Tuhan dengan jelas. Seumur hidup hanya dua kali saya mengatakan saya undur dari sebuah pelayanan. Kalau sudah saya katakana, pasti akan saya jalankan. Saya tidak setuju dengan hamba Tuhan yang sembarangan berkata akan mundur tapi tidak jadi. Orang demikian tidak akan dapat memiliki kuasa dalam khotbah di mimbar karena sembarangan bicara. Ketika saya berkata saya akan mundur dari sebuah gereja satu tahun di depan, majelis datang ke rumah saya agar saya berubah pikiran. Tapi saya tidak berubah pikiran karena saya tahu pimpinan Tuhan dengan jelas. Tahun depan bulan ini hari ini. Ada 1 tahun untuk kita berdoa supaya Tuhan kirim orang melayani mengganti saya. Tidak lama kemudian saya berkata, bulan depan tahun depan saya akan tinggalkan SAAT, dan saya tahu kehendak Tuhan. Saya tidak akan memulai satu hal dengan sembarangan, tapi akan sampai matang betul-betul mengetahui pimpinan Tuhan. Saya tidak akan memindahkan satu langkah pun kecuali pimpinan Tuhan jelas di dalam diri saya. Mereka menahan saya. Keputusan saya bukan karena kehendak saya, tapi karena kehendak Tuhan. Saya hampir tidak pernah memutuskan sesuatu sembarangan, itu sebabnya saya hampir tidak pernah menyesal sebagai hamba Tuhan. Saya meninggalkan Surabaya, kemudian meninggalkan Malang, datang ke Jakarta tanpa uang, dan dengan tidak tahu akan tinggal di mana. Dengan iman, dan bersama Tuhan, saya tidak kuatir. Yang menjadi istri saya perlu ketaatan dan iman yang cukup juga.

Yesus berkata, jangan kuatir akan apa yang kamu makan, minum, pakai. Bukankah Bapamu yang di sorga yang memelihara burung, bunga, rumput, juga memelihara kamu? Bukankah hidupmu jauh lebih bernilai daripada segala sesuatu itu? Masakan Bapamu meninggalkanmu? Yesus berkata, carilah Kerajaan Allah dan kebenaranNya terlebih dahulu, yang kamu butuhkan akan ditambahkan (bukan diberikan) kepadamu. Kalau kamu mencari kerajaan Allah dan kebenaranNya, maka Tuhan akan menambah yang kamu perlukan lebih dari sekedar cukup saja. Saya

melihat dengan mata kepala saya sendiri, orang yang sungguh-sungguh ikut, taat, dan percaya Tuhan, bukan saja diberikan cukup, tapi juga diberikan lebih, karena Tuhan tidak buta. Tuhan bukan Tuhan yang melupakan anak-anakNya. Dia menepati janji, Dia tidak pernah merugikan manusia yang sungguh-sungguh mencintaiNya.

Jika Tuhan melatih, itu adalah kasus khusus. Pada saat semua anak Ayub diambil jiwanya oleh Tuhan, diizinkan terbunuh mati semua pada satu hari bersamaan dengan semua hewan yang dimiliki Ayub, maka itu adalah kasus khusus yang sangat jarang terjadi dalam sejarah. Itu membuktikan bahwa Tuhan kadang melakukan hal yang melampaui hikmat manusia, tetapi Dia tetap tidak bersalah. Di situ iman menyanyi di dalam malam yang gelap. Iman memuji di dalam latihan ujian yang sangat sengit. Faith sings in the darkest night, my Lord is merciful, my Lord is good. Akhirnya Tuhan memberikan dua kali lipat dari apa yang pernah diambil, karena Tuhan tidak membuang manusia.

Belajar untuk tidak kuatir itu tidak mudah. Orang yang kuatir tidak mau mengaku bahwa mereka kuatir. Mereka berdalih, Saya banyak berpkir. Orang yang takut selalu tidak mengaku takut, hanya mengaku mereka berbijaksana. Peribahasa Tionghoa berkata, bu pa yi wan, zhi pa wan yi yang artinya saya tidak takut sepuluh ribu, hanya takut di dalam sepuluh ribu terjadi satu kali. Waktu pesawat China Airlines meledak, orang bertanya kepada saya, apakah saya masih mau memakai China Airlines? Masih. Kalau sudah meledak, berarti dalam beberapa tahun lagi pasti tidak meledak. Itu pikiran saya. Tidak ada yang hari ini meledak, besok meledak, setiap hari meledak. Kalau hari ini China Airlines meledak, besok yang meledak mungkin United Airlines, bukan China Airlines. Bali meledak, semua tidak pergi ke Bali. Setelah meledak, cepat pergi karena murah. Orang yang habis meledakkan tidak mungkin hari kedua bulan kedua di situ lagi, dia pasti pindah tempat. Kalau kamu berkata, Saya dicopet di Grogol. Besok pergi lagi, karena pencopetnya besok tidak beraksi di Grogol tapi pindah ke Pondok Indah. Lusa ke Medan.

KUATIR VS. CEMAS

Kita terlalu kuatir. Tapi yang kita kuatirkan sering kali tidak terjadi. Yang rugi

ialah kita sendiri kalau kita terus diikat oleh kekuatiran. Sebenarnya kekuatiran dibagi menjadi dua jenis yang utama: worry (kekuatiran) dan anxiety (kecemasan). Yang disebut worry adalah kekuatiran seperti yang kita tahu, yang kita alami, dan yang kita mengerti sebagai sesuatu yang atasnya kita tidak berkuasa sehingga kita merasa takut secara mendetail. Anxiety (Angst dalam bahasa Jerman) berbeda dengan worry. Di dalam filsafat eksistensialisme, orang-orang seperti Jean-Paul Sartre, Albert Camus, Unamuno dari Spanyol, Berdyaev, dan Heidegger berbicara mendetail sekali mengenai angst. Tetapi keseluruhan yang mereka bicarakan itu mempunyai satu cirri khas, yaitu kekuatiran total. Ini berbeda dengan kekuatiran mendetail, misalnya, saya kuatir tidak ada makanan, kuatir suami dipukul, atau kuatir tidak ada pekerjaan. Kuatir yang mendetail, kuatir akan satu sector, atau kuatir akan sesuatu dari bagian hidup yang kecil-kecil itu adalah worry. Tetapi yang disebut angst atau anxiety bukan kekuatiran yang mendetail, melainkan kekuatiran yang merupakan totalitas dari semua kuatir. Di dalam eksistensialisme, angst adalah saya tidak pernah tahu apa itu mati sekarang harus menghadapi kematian. Ketakutan yang total, bukan lagi tentang makanan, minuman, pakaian, anak, politik, atau masyarakat, melainkan ketakutan my existence in facing nonexistence (aku yang ada sedang menghadapi kondisi menjadi tidak ada; aku yang sekarang hidup menghadapi kondisi kematian). Orang demikian sedang menghadapi sesuatu yang tidak diketahuinya sama sekali apa yang akan terjadi kemudian. Itulah yang mengakibatkan ketakutan yang luar biasa, total worry atau anxiety. Existence facing non-existence. Yang sekarang ada menghadapi kondisi menjadi tidak ada.

Kalau saya memberikan kertas dan menyuruh kamu menuliskan cara mati yang paling kamu takuti, lalu dibacakan, itu akan menjadi sangat menarik. Ada yang takut mati ditusuk, ada yang takut mati ditabrak mobil, ada yang takut cacat, takut ini, dan takut itu. Setiap orang punya ketakutan cara mati yang berbeda. Kalau suatu hari ada yang mengatakan kamu pasti mati dalam beberapa waktu lagi, maka saat itu kamu akan mengalami sesuatu yang belum pernah kamu alami sebelumnya di dalam hidup. Tahun 1984, saya divonis oleh seorang dokter yang kurang pintar atau kurang teliti bahwa saya mendapat kanker lever dan pasti akan mati dalam satu tahun. Setelah memeriksa saya, dia memberitahukan hasilnya pada keesokan harinya. Jadi, saya mendengar kabar tersebut melalui telegram setelah saya di Hong Kong. Kakak saya langsung menelepon istri saya di Malang. Apakah saya menangis? Yang saya ketahui adalah bahwa saya masih ada 1 tahun, itulah optimisme. Masih ada 1 tahun. Maka saya langsung merencanakan bagaimana melayani Tuhan, dan memimpin kebaktian. Jangan sampai sudah tidak kuat baru berkata, Tuhan, saya mau melayaniMu.

Bagaimana setelah saya tahu bahwa saya hanya ada 1 tahun? Setelah saya tahu, saya langsung berdoa, Tuhan, sekarang berilah kekuatan kepada saya untuk mengatur bagaimana saya melewati satu tahun terakhir ini, karena saya milikMu. Saya orang yang beriman kepadaMu. Saya bukan milik saya sendiri, saya mau atur baik-baik. Berilah saya hikmat untuk menghitung hari-hari saya di dalam tanganMu. Saya beroda, tenang hati saya. Saya mulai merencanakan sesuatu.

Tetapi di dalam jiwa sedalam-dalamnya, ada satu suara, benarkah saya harus pergi sekarang? Saya baru berusia 40 tahun lebih. Benarkah saya harus pergi tahun ini? Hidup begitu pendek? Hidup begitu serius? Ampunilah saya kalau dulu banyak waktu yang saya buang, atau kurang rajin, kurang setia, dan kurang mencintai Engkau. Oh Tuhan ampunilah saya jika di dalam hal-hal yang harus saya kerjakan, saya telah membuang banyak waktu. Sekarang berilah kekuatan kepada saya supaya saya mengatur kembali waktu saya. Saya bersyukur dokter salah mendiagnosis. Kalau dia berkata, Engkau masih bisa hidup 100 tahun, maka mungkin khotbah saya hanya sedikit. Tapi karena diagnosis salah itu, saya mulai merencanakan untuk mengadakan dua kali SPIK (Seminar Pembinaan Iman Kristen) pada tahun 1984. SPIK itu saya tempuh dari Malang ke Surabaya dengan mobil, lalu naik pesawat ke Jakarta. Khotbah satu kali lalu besoknya pulang lagi. Minggu depan terbang lagi, dan terbang lagi. Ternyata semua ini merupakan persiapan bagi saya yang sekarang terbang setiap hari.

Jadi, cara Tuhan bekerja itu baik sekali. Karena Tuhan tidak pernah salah. Kesalahan manusia pun di dalam tangan Tuhan menjadi berkat besar. Kalau tahun itu saya mati, maka sekarang kamu bertemu hantu. Saya tidak mati, malah semakin lama semakin sehat. Saya hamper tidak pernah kuatir. Saya memeriksa darah pun hanya untuk mengetahui perkembangan. Selama 18 tahun, hasil pemeriksaan terus sama. Sama berarti tidak munur, berarti puji Tuhan. Saya sampai membaca buku setebal 700 halaman mengenai sakit lever. Setelah itu saya tanya dokter, dan saya baru tahu ada dokter-dokter yang setelah lulus tidak pernah membaca buku lagi. Hal-hal yang saya mengerti, ada yang dia tidak mengerti karena dia tidak membaca lagi. Sama seperti ada orang Kristen yang terus membaca buku rohani dan buku theologi, tetapi yang lulus sekolah theologi, tidak pernah membaca buku lagi, setelah lulus akan lebih tidak tahu daripada orang awam.

Tidak kuatir, tapi terus melayani, dan setiap tahun pelayanan semakin bertambah. Tahun lalu adalah tahun yang paling sibuk dalam 46 tahun pelayanan saya. Selain berkhotbah di Amerika, saya juga berkhotbah di lima negara setiap minggunya. Sepanjang tahun demikan, masih melayani juga di Selandia Baru, Amerika, Roma, Perancis, dan mengadakan kebaktian, SPIK, retret dan kebangunan rohani di 25 kota. Kuatir? Tidak perlu. Heran sekali, bulan lalu ketika diperiksa terakhir, SGPT/SGOT saya normal kembali seperti orang biasa. Heran sekali, selama 18 tahun tidak pernah bertambah. Kalau dulu saya terus kuatir, untuk apa? Orang yang terus kuatir belum tentu lebih sehat, mungkin malah lebih sakit.

MENGALAHKAN KEKUATIRAN

Yesus berkata, siapa di antaramu dengan kekuatiranmu bisa menambah satu inci hidupmu? Kuatir malah bisa membuat lebih cepat mati. Ibu Lety, seorang anggota kita, adalah seorang yang luar biasa. Dia menderita kanker dan masih diobati di Singapura, tapi dia tidak pernah menyatakan kekuatirannya. Hidupnya penuh dengan penyerahan kepada Tuhan. Dia mengetahui Tuhan tidak meninggalkannya. Kekuatiran tidak pernah menolong. Kekuatiran mengganggu iman. Kamu berkata, Saya tahu. Saya tahu tidak boleh kuatir. Saya tahu lebih baik tidak kuatir. Tapi bagaimana supaya tidak kuatir?

Paulus berkata, Bersukacitalah di dalam Tuhan! Nyatakanlah kelembutanmu yang suka mengalah. Suka mengalah, bukan suka merebut. Orang yang terus mau menang akan penuh dengan susah payah. Orang yang suka mengalah dan rela mengalah akan penuh dengan ketenangan. Kalau tidak percaya, praktikkan apa yang saya katakana. Tuhan sudah dekat. Kalau Tuhan sudah dekat, apa yang diperebutkan? Apa yang dipertahankan? Tidak ada gunanya, Tuhan sudah dekat. Kalau Tuhan sudah dekat, semua selesai. Semua menjadi nothing. Tidak ada yang dapat kita banggakan atau sombongkan ketika Tuhan sudah dekat. Dengan doa, permohonan, dan ucapan syukur, serahkan segala kekuatiran kepada Tuhan, jangan kuatirkan apa pun. Tidak ada satu pun hal yang perlu kamu kuatirkan.

Bagaimana caranya? Apakah serahkan kepada Tuhan berarti kita tidak lagi

bertanggung jawab? Tidak. Sekarang kita harus membedakan melarikan diri dari tanggungjawab dengan serahkan kepada Tuhan. Kedua hal itu tidak sama. Serahkan kepada Tuhan berarti segala kesuliatan yang melampaui kesanggupanku untuk menanggungnya, kuberitahukan kepada Tuhan, tapi kewajiban yang harus saya lakukan tetap saya tanggung di bahu. Itulah artinya serahkan kepada Tuhan.

Ada orang yang dengan mudah berkata serahkan kepada Tuhan, serahkan kepada Tuhan, apa artinya? Artinya jangan serahkan kepada saya, saya bohwat (angkat tangan). Orang yang membesuk menyuruh orang lain untuk serahkan kepada Tuhan karena si pembesuk tidak mau diserahi, Serahkan kepada Tuhan, jangan serahkan kepada saya, saya masih akan membesuk yang lainnya lagi. Serahkan kepada Tuhan artinya serahkan kepada Tuhan, lalu kamu menikmati kelegaan di dalam meminta kekuatan Tuhan untuk menjalankan tugas menanggung beban berat. Ada sebuah cerita tentang seseorang yang memikul kayu berat sampai berkeringat. Lalu seorang dengan mobil pick-up yang melewati jalan itu berhenti, dan dengan baik hati menawari tukang kayu itu untuk naik ke mobilnya. Tukang kayu itu naik di belakang mobil dengan perasaan sangat berterima kasih. Kira-kira setengah jam kemudian, pemilik mobil tersebut mendengar di belakang ada suara seperti orang sedang keletihan karena mengangkat barang berat. Ketika dia menengok, ternyata di dalam mobil pun, tukang kayu itu masih memikul kayunya yang berat. Kalau tadi di jalan dia memikul kayu sambil berjalan, maka kini sambil duduk. Lho, mengapa masih dipikul? Jawab tukang kayu, Saya sangat berterima kasih sudah dapat naik mobil ini dengan tidak bayar. Jadi supaya tidak membebani mobilmu lebih berat lagi, pikulan ini biar saya yang pikul. Jangan kamu tertawa, karena hal itu mencerminkan dirimu sendiri. Kamu mau ikut ke sorga tetapi tetap memikul bebanmu sendiri. Banyak orang Kristen seperti ini, Puji Tuhan saya bisa ikut ke sorga, tapi biarkan saya memikul pikulan saya sendiri.

Paulus berkata, jangan kuatir akan apa pun, serahkan pada Tuhan dalam doa, permohonan, dan ucapan syukur. Inilah hidup doa yang sempurna. Kelemahan kita adalah kebaktian doa kita selalu dipenuhi hal yang kedua. Doanya tidak ada, syukurnya tidak ada, yang ada hanya permintaan. Apa bedanya doa dari permintaan, dan apa bedanya permintaan dari ucapan syukur? Dalam doa, ada tiga tahap. Tahap pertama, memberi tahu Tuhan. Tahap kedua, meminta sesuatu dari Tuhan. Tahap ketiga, mengembalikan ucapan syukur kepada Tuhan dengan mengucapkan terima kasih. Dalam tahap pertama, hanya memberi tahu, tidak ada hal yang lain: tidak

meminta, tidak bersyukur, hanya memberi tahu. Kedua, meminta, karena memerlukan, meminta belas kasihan Tuhan untuk memenuhi kebutuhanmu. Ketiga, mengucapkan terima kasih. Itulah bersyukur. Apakah kebanyakan doa kita penuh dengan doa memberi tahu? Apakah doa kita penuh dengan ucapan syukur? Tidak, kebanyakan doa kita hanya penuh dengan permintaan. Selain minta-minta yang tak habis-habisnya, tidak pernah memberi tahu dan tidak pernah berterima kasih. Itulah kelemahan kerohanian kita.

Apakah artinya memberi tahu? Memberi tahu seperti relasi rutin antara kawan akrab. Senangkah kamu jika ada orang yang tidak pernah dating ke rumahmu, tiba-tiba datang dan meminta uang seratus juta? Tidak pernah mengunjungi, tidak pernah menelepon, tidak pernah datang, tidak pernah mendukung, tapi begitu datang, meminta seratus juta. Di saat tidak ada keperluan, tidak pernah datang. Ada perlunya, baru datang. Tapi ada lagi semacam orang yang menelepon menanyakan kabarmu, Bagaimana, baik-baik? Tidak ada apa-apa, saya hanya mau tanya kabar. Orang seperti itulah kawanmu yang baik. Orang yang hanya datang untuk meminjam uang atau memohon sesuatu adalah orang egois. Ada orang yang dalam doa kepada Tuhan memberi tahu, Tuhan, hari ini saya begini-begini. Tuhan senang dengan orang yang datang memberi tahu seperti dua kawan akrab yang saling bertukar pikiran. Tapi kebanyakan orang Kristen tidak pernah memberi tahu Tuhan, hanya meminta-minta saja setiap hari, dan setelah selesai ditolong, menghilang dan tidak berterima kasih.

Sebelum terjadi sesuatu, beri tahu Tuhan. Saat terjadi sesuatu, minta tolong pada Tuhan. Sesudah ditolong, bersyukur. Tuhan tidak senang pada orang Kristen yang memberi tahu, tidak bersyukur, dan hanya datang meminta saja. Yesus berkata, bukankah ada sepuluh yang disembuhkan dari sakit kusta? Tetapi hanya satu orang Samaria ini saja yang kembali bersyukur memuliakan Tuhan. Tuhan sangat tidak puas dengan orang yang sesudah menerima anugerah tidak mengucap syukur kepadaNya. Bagaimana kamu mengalahkan kekuatiran? Bagaimana kamu menang atas kekuatiran? Caranya adalah dengan datang kepada Tuhan. Bersukacita dalam Dia, berdoa kepada Dia, beritahukan kepadaNya kebutuhanmu, mohon anugerahNya, dan bersyukurlah kepadaNya atas pertolonganNya. Rejoice in the Lord, pray before Him, tell Him what you need, ask His grace, and give thanks to Him for His help. Ini rahasianya.

Paulus berkata, Bersukacitalah! Orang yang menghibur orang lain, dia sendiri memiliki sukacita penuh. Secara lahiriah Paulus berada di penjara ketika menulis surat ini. Jarang ada orang yang dipenjara menyuruh orang bersukacita. Biasanya orang di penjara menelepon untuk meminta-minta, menyatakan kesedihan, kesusahan, kekecewaan, dan keputusasaan. Tapi di dalam penjara Paulus dapat berkata, Bersukacitalah di dalam Tuhan! Paulus tidak minta apa-apa. Dia juga mengatakan kamu harus belajar untuk jangan kuatir, berarti dia sendiri sudah mengalahkan emosi sedih, susah, marah, takut, dan kuatir. Orang yang dapat

mengalahkan dirinya adalah pemenang yang sejati. Orang yang tidak dapat mengalahkan dirinya selama-lamanya menjadi budak dari emosi yang salah. Dia adalah budak setan yang membelenggu. Orang yang mengalahkan
diri telah membuang ketakutan, kekuatiran, dan segala kemarahan yang tidak diperlukan. Hatinya sudah dikosongkan dari segala yang tidak diperlukan. Maka penuhlah iman, sukacita, cinta kasih, dan pengharapan, karena di mana ada pengharapan, di situ tidak ada ketakutan. Di mana ada cinta kasih, di situ tidak ada kekuatiran. Paulus memiliki kemenangan emosi semacam ini, karena itu dia berani berkata bersukacitalah! Jadilah orang yang datang kepada Tuhan dengan hidup doa yang sempurna: beri tahu, meminta dan bersyukur.

Coba saya tanya, ketika seorang meminta-minta, bagaimana raut mukanya? Memelas, dan itu jelek bukan? Tetapi ketika seorang berterima kasih, bagaimana raut mukanya? Penuh senyum dan jauh lebih baik, bukan? Saat kamu tersenyum, saat kamu bersyukur, kamu jauh lebih cantik, ganteng, ayu daripada saat kamu bersungut-sungut. Berterima kasihlah kepada Tuhan. Mari kita hidup di dalam emosi yang sehat. Tuhan memberkati kita masing-masing. Amin.

ENAM IRI HATI

Tetapi pada waktu mereka pulang, ketika Daud kembali sesudah mengalahkan orang Filistin itu, keluarlah orang-orang perempuan dari segala kota Israel menyongsong raja Saul sambil menyanyi dan menari-nari dengan memukul rebana, dengan bersukacita dan dengan membunyikan gerincing; dan perempuan yang menari-nari itu menyanyi berbalas-balasan, katanya: Saul mengalahkan beribu-ribu musuh, tetapi Daud berlaksa-laksa. Lalu bangkitlah amarah Saul dengan sangat; dan perkataan itu menyebalkan hatinya, sebab pikirnya: Kepada Daud diperhitungkan mereka berlaksa-laksa, tetapi kepadaku diperhitungkannya beribu-ribu; akhir-akhirnya jabatn raja itupun jatuh kepadanya. Sejak hari itu maka Saul selalu mendengki Daud. 1 Samuel 18: 6-9

Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan tulang. Amsal 14: 30

Tema berikut adalah iri hati. 1 Samuel 18:6 menceritakan sebuah peristiwa penting yang melukiskan betapa beragamnya hati manusia, yaitu: antara hati Saul dan hati Daud. Saul adalah seorang raja yang diangkat secara demokratis yang pertama di dalam sejarah. Bukan Tuhan yang mengangkat, tapi manusia yang mengangkat. Alkitab mencatat, ini merupakan satu-satunya permintaan manusia dengan suara rakyat meminta Tuhan mengikuti permintaan manusia, dan dikabulkan oleh Tuhan. Berbeda sekali dengan Tiananmen, ketika orang-orang Republik Cina meminta demokrasi atau lebih baik mati. Deng Xiao Ping mengatakan, Saya tidak akan memberikan demokrasi, dan akan memberikan pilihan kedua yang kalian minta, yaitu mati.

KETIDAKTAATAN MANUSIA

Ketika orang Israel meminta Tuhan mendengarkan mereka, mereka menginginkan seorang raja. Maka Samuel dengan sedih datang kepada Tuhan, Apakah permintaan mereka harus dikabulkan? Tuhan, bukankah Engkau Raja Israel? Sekarang rakyat dengan suara dewan perwakilan rakyat seluruhnya meminta Tuhan mendengar mereka, bukan mereka mendengar Tuhan. Mereka meminta raja, ini suara demokrasi. Tuhan bilang, Dengarkan saja. Di sini kita melihat bahwa Tuhan tidak pernah membunuh kebebasan. Tuhan tidak pernah mengikat kebebasan manusia. Tuhan memberikan kebebasan yang berakibat mematikan kebebasan. Ada keliaran kebebasan berdasarkan ambisi kebebasan yang tidak mau taat kepada Tuhan. Di situlah pertama kali demokrasi membunuh demokrasi. Ini ironi yang kita pelajari dalam Alkitab unuk menjadi cermin setiap zaman.

Demokrasi tidak dibunuh oleh theokrasi. Demokrasi juga tidak dibunuh oleh monarki. Demokrasi dibunuh oleh demokrasi itu sendiri. Maka berdirilah sebuah kerajaan yang tidak menjadikan Tuhan sebagai pemimpin yang paling penting dan utama. Rakyat berkeinginan memimpin sendiri dengan memilih seorang raja berdasarkan ukuran atau standar manusia. Apa syaratnya? Bertubuh tinggi, satu kepala lebih tinggi dari yang lain, mempunyai tubuh yang kekar, mempunyai postur fisik yang melebihi orang lain. Saul menjadi raja karena kehendak rakyat, karena kebolehan fisik, dan karena anugerah Tuhan. Tapi dia tidak mengembalikan kemuliaan kepada Tuhan.

Alkitab mengatakan, Tuhan yang begitu bijaksana menyatakan kebodohan manusia. Manusia memilih pemimpin yang bertubuh besar, Tuhan mengirim Goliat yang lebih besar lagi dari pemimpin yang mereka pilih agar mereka jera. Manusia selalu berpikir dirinya pintar. Barangsiapa berpikir dirinya pintar, dia sedang bersandirwara. Barangsiapa sedang bersandirwara, dia akan dikucilkan oleh Tuhan. Kalau kita menganggap diri pintar, mengira dapat mengelabui orang, dan selalu menyimpan motivasi yang tidak jujur di balik setiap tindakan kita, apakah Tuhan tidak tahu? Orang yang mengaggap diri pintar adalah orang yang menganggap semua orang lain bodoh dan bisa ditipu olehnya, tapi akhirnya semua dipermainkan Tuhan karena dia mempermainkan diri terlebih dahulu. Ketika orang Israel memilih raja yang bertubuh besar, Tuhan mengirim Goliat agar raja Israel yang bertubuh besar itu ketakutan tidak berani keluar. Saul yang bertubuh besar, ketika melihat Goliat yang

lebih besar darinya, bersembunyi tidak berani keluar. Berbulan-bulan orang Israel mendengar hujatan orang kafir yang mempermalukan Allah mereka. Jika Yehovah Allahmu, jikalau Dia Tuhanmu, kirimlah seorang yang berani berperang dengan saya. Kata-kata itu tidak dapat dijawab.

Bukankah pada hari-hari ini kita mendengar suara Amerika, suara Irak, suara-suara yang saling mengadu kuasa? (Konteks kalimat ini adalah Perang Irak (2003), di mana Amerika dan sekutunya menyerang Irak dan berusaha untuk menangkap Saddam Hussein, yang diperkirakan menyembunyikan senjata-senjata pemusnah missal, yang akhirnya tidak terbukti). Itulah suatu kerutinan yang terus terjadi dalam sejarah. Manusia mau menyatakan bahwa diri mereka lebih hebat daripada yang lain. Tapi setelah mendengar suara yang lebih hebat dari yang paling hebat, maka yang paling hebat itu menjadi kerdil, menyembunyikan diri dengan tidak bersuara, sekalipun saat itu nama Tuhan diejek dan dihujat. Tuhan berkata, Aku mengirim Goliat dari barisan musuh yang begitu besar untuk menakuti kamu, dan Aku mengirim Daud yang lebih kecil dari siapa pun untuk melawan yang paling besar, untuk membuktikan bahwa bersandar pada Tuhan adalah lebih penting daripada bersandar pada manusia.

PIKIRAN TUHAN VS. PIKIRAN MANUSIA

Daud adalah seorang anak bungsu. Daud seorang yang kurang dipandang. Bahkan ayahnya sendiri melupakannya. Waktu Samuel bertanya, Inikah anakmu semuanya? Ayahnya menjawab, Masih tinggal yang bungsu, tetapi sedang menggembalakan kambing domba. Ketika Daud dibawa kepada Samuel, Tuhan berkata, Inilah dia yang berkenan kepadaKu, yang akan menjadi raja Israel. Pimpinan Tuhan mengherankan sekali. Tuhan kadang membangkitkan anak kecil yang kamu hina untuk menjadi pemimpin yang paling penting. Saya sungguh-sungguh mau mempelajari semua prinsip Alkitab. Ketika mempelajari, saya merasa gentar, karena cara kerja Tuhan sangat berbeda dengan cara kerja kita.

Kemudian Daud diberi pakaian perang Saul untuk berperang. Raja pada zaman dahulu harus maju berperang. Raja zaman sekarang hanya berada di istana, lalu memerintahkan serdadu berperang sampai mati, sementara raja bersembunyi di

belakang. Pada zaman dahulu, orang yang berani di barisan depan, yang berani maju berperang, dialah yang boleh menjadi raja. Gerakan Reformed Injili harus kembali kepada Alkitab. Orang-orang yang berani berjuang dari nol baru boleh menjadi pemimpin. Mereka yang hanya mau menerima yang enak saja, silahkan pergi. Bekerja dari tidak ada menjadi ada, menginjili orang dari bukan Kristen sampai menjadi Kristen, baru boleh menjadi pemimpin. Ini prinsip Alkitab. Kalau semua prinsip Alkitab ini tidak dijalankan, gereja ini boleh tidak ada di dalam dunia. Setiap khotbah yang tidak saya jalankan, lebih baik tidak saya khotbahkan. Saul mempunyai baju besi yang begitu kuat, sangat defensif, sangat menolong agar tidak celaka oleh panah musuh. Tapi Daud mengatakan bahwa baju itu terlalu berat dan membuatnya tidak bisa bergerak. Cara Tuhan adalah menanggalkan hal-hal yang terlalu memberatkan secara duniawi. Gererja-gereja yang terlalu mementingkan organisasi, keuangan, orang kaya, tidak akan disertai oleh Tuhan. Tetapi gereja yang bersandar pada Tuhan, walaupun tidak memiliki baju baja, akan disertai Tuhan, seperti Tuhan menyertai Daud. Banyak orang kaya telah menggunakan begitu banyak uang, menjalankan begitu banyak usaha, dan memiliki serta mengerjakan banyak talenta untuk memperkaya diri sendiri, tetapi berapa banyak yang mereka pakai untuk melebarkan kerajaan Tuhan? Berapa banyak waktu, uang, talenta, anugerah Tuhan yang kamu pakai untuk memperkembangkan usahamu, dan berapa banyak waktu yang kamu pakai untuk berdoa mengembangkan kerajaan Tuhan?

Saul berbaju baja, Saul berorganisasi, Saul memiliki tentara. Tapi Tuhan bertanya, di manakah kamu? Bersembunyi dan tidak berani keluar. Di luar ada suara setan, suara Goliat yang berkata, Yehovah, jika Engkau Allah, di mana umatMu? Keluarlah dan berperanglah melawan saya! Tuhan tidak memakai jenderal, tidak memakai organisasi, tidak memakai tentara, tetapi memakai Daud yang berkata, Tuhan, aku mau dipakai olehMu. Kalau besok ada seorang Daud yang usianya masih muda menjadi pemimpinmu, apakah kamu bisa menerima? Saul berkata, Tidak! Kalau saya yang menjadi raja, maka seharusnya terus saya yang menjadi raja. Saya dipilih oleh MPR, oleh rakyat, tidak ada orang yang boleh mengganggu status quo saya. Ini semua terus terjadi dalam sejarah. Tapi manusia sengaja membutakan diri, sengaja melawan Tuhan, sengaja bermain dengan Pencipta langit dan bumi.

Di manakah Saul? Di atas takhta. Takhta apa? Takhta yang goncang. Karena hanya menghadapi suara kafir yang berteriak-teriak, dia sudah tidak bisa melawan. Di manakah kuasa rakyat? Kalau rakyat melihat rajanya gemetar, rakyat juga ikut

gemetar. Kalau rakyat melihat raja tidak berjuang, mereka juga tidak berjuang. Mereka hanya menunggu sampai ada seseorang yang dapat melawan Goliat, agar mereka mendapatkan kemerdekaan yang kokoh. Tapi Saul tidak keluar. Akhirnya Daud berkata, Aku yang keluar. Aku yang pergi. Daud memang masih muda, kurang berpengalaman, tidak mempunyai gelar, tidak mempunyai prestasi akademis, tetapi mempunyai Tuhan. Sejak sejarah gereja dimulai sampai sekarang, silahkan Anda melihat dan mempelajari, apakah orang-orang yang memajukan gereja adalah orang akademisi, atau orang kaya, atau orang yang mempunyai kekuatan organisasi, atau justru adalah orang-orang yang sepenuhnya bersandar pada Tuhan? Anak-anak yang sekolah theologi, silahkan sekolah lebih banyak, silahkan studi sebanyak mungkin, tetapi kalian perlu belajar untuk bersandar pada Tuhan lebih dari semua itu. Saya bukan antiakademis, saya pribadi memiliki lebih dari 10.000 buku, tetapi saya senantiasa bergumul untuk setiap khotbah, dan tidak mencuplik dari lembaran buku-buku karya orang lain.

KEMENANGAN CARA TUHAN

Kita harus mengerti hanya Tuhan yang memberkati sejarah, memberkati gereja, memberkati pekerjaanNya sendiri, tidak ada unsur lain. Daud maju berperang dengan mengambil lima batu kecil dari sungai Yordan. Menurut Wang Ming Dao, karena batu itu bundar, maka sebenarnya tidak mudah untuk batu demikian dapat menusuk masuk masuk ke dalam tubuh orang lain. Bukankah seharusnya yang lancip lebih baik? Tapi justru Tuhan menyuruh Daud mengambil batu yang licin. Batu menjadi licin karena terasah oleh alam dan air di tepi sungai selama ribuan tahun. Sampai kehebatannya sendiri sudah dihancurkan, menjadi licin, menjadi tidak lagi mempunyai tanduk-tanduk. Mengapa banyak hamba Tuhan yang tidak bisa dipakai Tuhan? Karena terlalu banyak tanduk, terlalu hebat, terlalu pintar, dan terlalu sadar dirinya pintar. Tuhan memakai orang yang mau dilatih, mau diasah, mau dilicinkan sampai tidak ada lagi tanduk untuk menjadi alat di tangan Tuhan sendiri.

Begitu Daud melempar batu itu, segera Goliat jatuh. Ini adalah hal yang mengubah sejarah, yang mengubah hukum alam, yang mengubah hukum militer, yang mengubah situasi politik. Yang selama ini menangis menjadi tertawa, yang tertawa menjadi menangis. Karena Tuhan mengubah iklim. Tuhan bisa memakai

hanya 300 orang anak buah Gideon sementara duapuluh dua ribu orang lainnya disuruh pulang. Tuhan bisa memakai satu Daud untuk menghancurkan Goliat dan mengubah Israel dari kalah menjadi menang. Apa gunanya gemokrasi? Apa gunanya Saul? Apa gunanya tentara? Apa gunanya baju baja yang begitu besar? Ketika Tuhan mau mengerjakan sesuatu, jangan kita berasumsi cara kita lebih baik daripada cara Tuhan.

Daud tidak berhenti sampai di sana. Daud yang kecil memenggal kepala goliath dengan pedang Goliat. Memakai senjata musuh untuk membunuh musuh. Ini yang dikatakan sebagai senjata makan tuan. Pedang Goliat yang semula mau menghancurkan Daud akhirnya menjadi pedang yang memenggal kepala Goliat sendiri. Kepala Goliat yang penuh dengan darah dibawa Daud pulang, dan semua orang Israel berseru, Saul membunuh beribu-ribu Saul mendengar, dan dia senang karena berpikir rakyat masih taat kepadanya. Tetapi Tuhan tahu siapa pemenang sebenarnya, bukan organisasinya, bukan rajanya, tapi ada unsur X yang tidak diketahui dunia, yaitu seorang muda yang taat kepada pimpinan Roh Kudus dan yang bersandar pada Tuhan. Setiap gerakan akan timbul dari orang-orang yang betul-betul bersandar pada Tuhan, dan dari situ akan ada kelanjutan dan kelestarian kemenangan yang diizinkan Tuhan.

IRI HATI SAUL

Saul membunuh beribu-ribu, tetapi Daud berlaksa-laksa. Pada saat ini X-Ray Tuhan memunculkan hasil, jiwa seorang pemimpin. Saul memikirkan satu hal, Beribu-ribu untuk saya, berlaksa-laksa untuk Daud. Kalau demikian, apa lagi yang tersisa dari takhtaku? Tunggu dia yang naik, matilah saya. Mulai hari itu, Saul dengki, takut, marah, benci, dan berencana membunuh Daud. Semua ini tercatat dalam Alkitab. Iri hati itu begitu jahat. Iri hati itu bukan anak tunggal, iri hati adalah nenek moyang yang melahirkan cucu buyut yang tidak habis-habis. Orang yang iri tidak mungkin tidak akan mendengki. Sesudah mendengki, pasti menganggap yang didengki itu musuh, meskipun sudah banyak ditolong. Sesudah menjadikan orang itu musuh, dia mulai marah kepada orang itu. Ketika kamu mengamati segala gerak-geriknya, kamu mulai takut, benci, dan berusaha membunuhnya.

Pemimpin yang berjiwa demikian, apakah bisa disebut seorang pemimpin? Bukankah seluruh Israel sekarang boleh hidup terus hanya karena seorang Daud yang membunuh Goliat? Seharusnya Daud ditinggikan dan dimuliakan, tetapi Daud hanya diangkat sebagai perdana menteri. Kalau Daud diangkat menjadi jenderal dari semua jenderal, maka semua jenderal pun akan membenci Daud. Seorang muda yang mempunyai talenta khusus dan bersandar pada Tuhan akan menjadi sasaran penindasan oleh mereka yang lebih senior. Kalau kita benar-benar mau diberkati oleh Tuhan, kita harus belajar melihat pimpinan Tuhan, belajar memuliakan Tuhan yang patut dimuliakan, dan taat kepada apa yang diatur oleh Tuhan.

Ada empat hal yang ditulis dalam Roma 13. yang sering dikhotbahkan dari Roma 13 adalah taat pada penguasa. Pemerintah-pemerintah dunia paling senang kalau gereja mengkhotbahkan ini. Tapi saya mengkhotbahkan ayat ini, versi saya berbeda. Ada empat butir penting, yaitu: 1) Yang kepadanya harus diserahkan pajak, serahkanlah kepadanya. 2) Yang harus ditakuti, takutilah. 3) Yang harus dihormati, hormatilah. Dan 4) Yang harus dikasihi, kasihilah dia. Di sana ada kewajiban, ada obligasi, ada tanggung jawab. Kalau seseorang harus dihormati, hendaklah kita menghormati dia, jangan kita tidak menghormatinya. Kalau seseorang harus ditakuti, takutilah dia, jangan dimusuhi. Kita harus takut kepada orang yang patut kita takuti. Kita harus menghormati orang yang patut dihormati. Kita harus memuji orang yang patut dipuji. Ketika kamu memuji seseorang, dan ada orang yang benci pada orang yang dipuji, maka di situ ada iri hati. Kalau memang patut dipuji, pujilah. Itu namanya kebesaran hati.

Ada orang yang dari mulutnya hanya muncul kritik, tidak pernah pujian, karena di dalam hatinya tidak ada tempat untuk menerima, melihat, mendengar, menampung kelebihan orang lain. Kalau ada orang lebih baik dari saya, bagaimana saya harus bersikap? Saya harus mengakuinya. Kalau ada orang lebih cantik, lebih tampan, lebih cakap dari kita, kita harus mengakuinya, lalu kita bersukacita, dan bersyukur. Jangan kita membenci dan mengharapkan dia cepat mati. Kebesaran hati dan hati yang lapang adalah sumber kebahagiaan. Milikilah hati yang besar, hati yang bisa menerima kelebihan orang lain, hati yang bisa menikmati kelebihan orang lain, hati yang mengakui kelebihan orang lain, hati yang berani memuji orang lain.

Bukan berarti kalau kita memuji orang lain, kita tidak boleh mengkritiknya. Bukan berarti kalau kita memuji orang lain, kita tidak bisa menikmati kelebihan orang lain. Semua ada wakatunya dan harus pada tempatnya. Yang patut dipuji, pujilah. Yang patut ditakuti, takutilah. Yang patut dihormati, hormatilah. Yang patut dikritik, kritiklah. Tetapi barangsiapa mengkritik orang lain, sebelum melakukannya, harus menangisi dan mendoakan orang yang dikritik tersebut. Jangan kamu tidak pernah menangisi dia, tidak pernah benar-benar terbeban untuk memperbaiki dia, tetapi hanya mengkritik dan mengkritik saja. Ini adalah suatu sikap yang sepatutnya ditunjukkan oleh setiap orang karena menerima pengaturan Tuhan yang memang tidak memberikan talenta kepada setiap orang secara merata. Tidak ada anugerah yang merata. Anugerah yang merata adalah ide komunisme yang tidak pernah terjadi.

Tuhan memberikan talenta kepada setiap orang secara unik dan berbeda-beda, ada yang dua ribu, ada yang lima ribu, ada yang sepuluh ribu. Setiap orang tidak diberi secara sama rata. Ada orang yang lebih kaya, ada orang yang lebih miskin, itu lumrah. Ada orang yang lebih pintar, ada orang yang lebih bodoh, itu wajar. Ada orang yang lebih sehat, ada orang yang lebih sakit, itu tidak apa. Apakah saya yang batuk iri kepada kamu yang tidak batuk? Apakah saya harus mendoakan agar kamu semua juga batuk, baru saya bisa menerima bahwa Tuhan itu adil? Itu tidak benar. Kalau saya batuk, itu adalah bagian saya. Saya akan mencari obat untuk menyembuhkan, tetapi kalau tidak ada dan harus mati, ya tidak apa-apa juga, karena memang manusia harus mati. Tetapi sebelum mati marilah kita membandingkan, saya yang batuk-batuk sambil terus berkhotbah, sedangkan kamu yang tidak batuk malah ketiduran, manakah yang lebih baik? Kalau mau membandingkan, kita harus membandingkan dengan cara sedemikian.

Di Tiongkok ada seorang bernama Lu Xun, yang saat ini dijunjung tinggi oleh orang Komunis. Padahal kalau dia masih hidup, dia pasti sudah mengkritik Komunisme habis-habisan. Dia salah seorang pujangga terbesar pada abad kedua puluh. Di dalam sebuah ceritanya, dia menceritakan seseorang yang bernama Ah Qi, yang selalu iri hati dalam hal apa pun. Dia selalu mengingini apa yang dimiliki orang lain. Kalau dia tidak bisa memilikinya, dia akan marah besar. Satu kali dia duduk di sebelah seorang pengemis yang kotor sekali, lalu dia iri hati karena dia kurang kotor. Pengemis itu mendadak mengeluarkan seekor kutu busuk yang besar, memencet kutu itu sampai darahnya keluar. Ah Qi tidak mau kalah, mencari-cari sampai

menemukan seekor kutu busuk yang lebih besar lagi, dan juga memencet kutu itu sampai keluar darah yang lebih banyak lagi. Orang yang iri hati bisa menjadi gila seperti ini, sampai-sampai dalam masalah kutu busuk pun tidak mau kalah dengan orang lain, karena dia memiliki jiwa seekor kutu busuk.

Alkitab mengatakan, Saul setelah mendengar kalimat itu, menjadi takut, marah, dan ingin membunuh. Ketiga hal tersebut menjadi anak-anak keturunan dari emosi iri hati. Sekarang Daud menjadi orang yang berposisi dalam kesulitan; dia tidak salah, dia cinta Tuhan, dia diberkati oleh Tuhan, dia mengalahkan Goliat, itu tidak salah kalau diiri. Susah bukan? Jangan. Saudara-saudara, lebih baik diiri daripada mengiri. Diiri tidak perlu susah. Kalau diri merasa susah, itu bodoh. Ketika kita diiri, kita seharusnya bersyukur kepada Tuhan karena ternyata posisi kita superior sampai diiri oleh orang lain. Tapi jangan membenci orang yang mengiri kepada kita, sebaliknya harus kasihan padanya, Tuhan, ampuni dia karena dia tidak memiliki sesuatu yang saya miliki yang diiri olehnya. Berarti anugerah Tuhan besar bagi saya, biar anugerah Tuhan juga besar baginya agar dia tidak perlu iri lagi kepada saya.

Orang yang suka iri hati mudah sakit. Mengapa? Karena Amsal 14:30 yang kit abaca di atas mengatakan, iri hati membusukkan tulang. Dalam terjemahan lain, iri hati adalah kerusakan dari tulang seseorang. Kanker kulit tidak sulit diketahui, karena langsung terlihat; tetapi kanker tulang sulit diketahui. Saya mengenal seseorang yang terkena kanker tulang. Dia tidak mengetahui kondisi tulangnya yang rusak dan keropos, satu hari dia mengangkat barang yang berat, lalu tulangnya langsung patah di dalam. Mengapa? Karena tulangnya tidak memiliki kekuatan untuk menahan berat apa pun. Orang yang iri hati bagaikan tulangnya kena kanker. Tulangnya dibusukkan oleh iri hati.

PENYEBAB IRI HATI

Hal-hal apa yang menjadikan kita mudah iri hati? Pertama, talenta yang kita miliki tidak sebanding dengan talenta yang dimiliki oleh orang lain. Apakah kamu menjadi iri hati ketika menyadari bahwa kamu tidak memiliki talenta sebanyak talenta orang lain? Saya sudah bekerja setengah mati tetap tidak bisa mendapatkan hasil yang

memuaskan. Sementara dia bekerja sedikit saja sudah jadi. Kehebatan orang lain itu menjadi penyebab manusia iri. Kedua, keindahan penampilan orang lain selalu menjadikan iri hati. Ketika kamu melihat diri sendiri begitu bagus, lalu mendadak datang orang lain yang lebih bagus, maka sekarang kamu kelihatan tidak secantik itu lagi, maka kamu menjadi iri dan membenci dia. Ketiga, keuangan kita tidak semapan atau sekaya yang dimiliki orang lain. Kalau kamu melihat orang kaya, dia membeli apa pun mudah, kamu membeli apa pun sulit. Kamu mempunyai keuangan yang tidak cukup bahkan untuk hal-hal yang sederhana, sementara dia mempunyai kelebihan keuangan yang bahkan bisa dipakai untuk berbuat dosa atau untuk merusak orang lain, maka kamu iri dengan keuangannya dan mulai bersungut-sungut kepada Tuhan Allah.

Kitab Mazmur dan Amsal berkali-kali memperingatkan manusia untuk tidak iri kepada kekayaan orang lain. Meskipun orang lain lebih kaya daripada kita, jangan kita iri atau cemburu kepadanya. Mungkin mereka berada di jalan yang lancar, tetapi merupakan jalan yang licin dan mudah jatuh. Pemazmur dengan jelas mengatakan, Aku melihat mereka begitu cepat bertumbuh, begitu cepat lancer, mereka bertumbuh berkembang, mereka cepat sekali menjadi kaya. Tetapi setelah aku masuk ke dalam Bait Allah, aku baru sadar, Tuhan membiarkan mereka berjalan di dalam jalan yang licin ke bawah.

Waktu Henry Kissinger datang ke Tiongkok yang saat itu masih miskin, dia sengaja memakai kalimat dengan bertanya kepada Chou En Lai, Mengapa orang Cina kalau berjalan semua membungkuk? Kita orang Amerika semua berjalan dengan tegak dan gagah. Chou En Lai dengan pintar menjawab, Sebab orang Cina sedang mendaki gunung, sedangkan orang Amerika sedang menuruni gunung. Kissinger memang pandai tetapi dia menghadapi Chou En Lai yang lebih pandai lagi.

Pada saat kamu susah, janganlah iri hati. Orang yang susah mungkin sedang mendaki gunung. Orang yang lancar, mungkin itu terakhir kalinya lancar. Banyak orang kaya dalam dua generasi kemudian menjadi orang miskin. Jangan sombong, tetapi juga jangan iri. Orang yang cepat kaya, apakah kekayaan itu diperoleh dari kelakuan yang bersih dan etika yang bersih? Kamu tidak tahu. Hanya Tuhan yang tahu. Kalau kekayaan diperoleh dari kecurangan, penipuan, kejahatan, dan ketidakjujuran,

maka kekayaan itu tidak bisa tahan lama. Bisa dipegang di dalam tangan orang demikian juga tidak lebih dari tiga generasi. Peribahasa Tionghoa mengatakan, Fu gui bu guo san dai (Kekayaan tidak lewat dari tiga generasi). Kalau kekayaan diperoleh secara tidak jujur atau tidak beres; di dalam dua generasi sudah hancur.

Kamu tidak perlu iri dengan orang kaya, karena di sana Tuhan memberikan ujian kepada dia, apakah dia benar-benar layak memiliki kekayaan. Kalau tidak, akan diambil kembali. Uang hanya pinjaman saja, dipinjamkan oleh Tuhan. Kalau kamu miskin, tapi kamu jujur, kamu tidak perlu takut; mungkin Tuhan sedang menumpuk kekayaan yang sementara tidak diberikan kepadamu, tetapi untuk anak cucumu yang harus kamu didik baik-baik. Ini semua ajaran yang penting di dalam Alkitab. Melihat orang kaya jangan iri, melihat orang cantik jangan iri, melihat orang pintar jangan iri, melihat orang berkuasa jangan iri. Tetapi justru karena manusia sudah jatuh ke dalam dosa, hal-hal ini selalu membuat kita iri dan menjadi sumber dan penyebab peperangan dunia. Mulai dari merebut kekayaan, kecantikan, kepintaran dan kekuasaan, inilah hal-hal yang mengakibatkan kita iri dan mau merebut kemuliaan.

CARA PANDANG YESUS

Yesus Kristus berkata dalam satu kalimat yang saya kagum luar biasa, Semua yang dianggap mulia dan hormat oleh manusia adalah hal yang sangat keji di mata Tuhan. Yang dianggap mulia dan hormat oleh manusia, sangat dibenci di hadapan Tuhan. Kemuliaan dunia ini sangat dibenci Tuhan karena Allah melihatnya sebagai kekejian; semua itu adalah kemuliaan sementara, apakah yang disombongkan? Perempuan yang paling cantik yang berjalan dengan merasa hebat, tiga puluh tahun lagi menjadi encim (tante tua). Apa yang disombongkan? Yang gagah seperti Saul, apa yang disombongkan? Janganlah saudara sombong. Kita melihat banyak anak-anak muda sekarang, baru tahu sedikit sudah merasa sombong, mengira kita tidak mengerti, pedahal kita sudah melewatinya terlebih dahulu. Kalau ada orang kaya, orang ganteng, orang sehat, orang berkuasa, biarkan saja, asal semua diperoleh dari anugerah Tuhan dengan kewajiban etika yang baik.

SIKAP MELAWAN IRI HATI

Kita harus memiliki beberapa sikap terhadap orang yang mempunyai kelebihan dari kita. Pertama, kita berani menemukan kelebihan orang lain.

Temukanlah kebaikan orang lain, kehebatan orang lain, keunggulan orang lain dan berbagai kelebihan lainnya. Semua kelebihan, semua hak istimewa yang dimiliki orang lain, harus kita temukan. Orang yang tidak menemukan kebaikan orang lain, dan hanya menemukan kesalahan orang lain, adalah orang yang tidak akan pernah bisa maju.
Ada seorang yang mendengar khotbah D. L. Moody, lalu mengatakan, Moody, apakah kamu tahu, kamu sudah membuat 28 kesalahan gramatika dalam khotbahmu? Bagaimana jawab Moody? Ia berkata, Saya kira lebih dari 28 kali, lalu ditambahkannya satu kalimat, namun saya sudah berusaha melakukan yang sebaik mungkin, bagaimana denganmu?

Ada jenis orang yang suka mencari kelemahan orang lain. Kalau kamu menjadi pengunjung suatu Gereja dan mau mencari kelemahan Gereja tersebut, pasti kamu akan menemukan banyak sekali kelemahannya. Kalau kamu menemukan banyak kelemahan di Gereja yang saya pimpin, sesudah itu kamu memberitahukan kelemahan-kelemahan itu kepada saya, maka saya akan menambahkan lagi dua kali lebih banyak. Saya bukan tidak tahu hal itu, tapi kami sudah berusaha dan bekerja setengah mati dengan kekuatan yang minim, dengan uang yang minim, dan daya yang minim untuk mengerjakan semuanya dengan sebaik mungkin yang dapat kami kerjakan. Satu orang harus bekerja mati-matian mengimbangi satu zaman ini. Kita sudah kerjakan sebaik kita, bagaimana denganmu? Jadi kalau kamu sudah bekerja sebaik mungkin, tetapi diiri, jangan takut, dikritik juga tidak usah takut.

Kalau ada orang yang tahunya hanya mengkritik orang lain, orang itu sendiri tidak akan maju-maju. Karena dia hanya tahu melihat yang jelek-jelek. Peribahasa Tionghoa mengatakan, zhui mao qiu ci. Artinya, ada orang yang mencari-cari cacat seekor kucing, tetapi tidak mendapati; dan karena tidak senang dengan kucing itu, akhirnya dia mencari kejelekan dengan cara meniup bulunya, barangkali ada bekas luka di dalam bulu-bulu itu. Jadi, mencari cacat melalui meniup bulu. Kalau orang sudah biasa mencari kelemahan orang lain, tidak mungkin bisa menikmati kelebihan orang lain. Saya tidak membiasakan diri seperti itu. Dengan jujur dari dalam hati saya di hadapan Tuhan, saya bertanya, Tuhan, sinarilah hatiku, apakah di hatiku ada iri?

Jawabannya adalah, setahu saya, hampir tidak pernah ada. Itulah sebabnya hidup saya penuh dengan gairah melayani. Karena saya tidak ada iri hati, tidak mau

iri hati, dan tidak merasa perlu iri hati.

Waktu saya masih muda sekali, saya memiliki satu logika, yaitu jikalau orang lain bisa, maka saya harus belajar juga untuk bisa, siapa tahu saya juga bisa. Kalau saya bisa apa yang mereka bisa, tak perlu dan tak usah iri. Kalau akhirnya setelah belajar mati-matian, masih tidak bisa melakukan apa yang bisa mereka lakukan, juga tidak ada gunanya iri. Yang bisa dipelajari, marilah kita pelajari sebaik-baiknya; yang tidak bisa kita pelajari, tidak perlu iri hati. Dua-duanya tidak perlu ada iri. Maka secara logika, tidak ada tempat bagi iri hati untuk hidup di dalam diri kita.

Pada usia delapan tahun, saya sudah mencoba belajar membordir. Saya bisa membordir dengan rapi. Ketika saya berusia sepuluh tahun, menjelang tahun baru, mama saya terlalu sibuk, sehingga tidak sempat membelikan baju baru untuk saya. Maka malam itu, malam sebelum tahun baru, saya memotong kain dan menjahit. Keesokan harinya saya memakai baju buatan sendiri, itu usia sepuluh. Mama saya melihatnya dan bertanya, Baju dari mana ini? Baju buatan saya sendiri. Mama tidak melihatmu membuatnya? Karena Mama sudah tidur saat itu. Ini kan pekerjaan perempuan? Pekerjaan laki-laki saya bisa semua, apa salahnya saya juga bisa pekerjaan perempuan? Betul bukan? Di dunia ini memasak adalah pekerjaan perempuan, tetapi koki yang paling baik adalah laki-laki. Menjahit adalah urusan perempuan, tetapi penjahit yang paling baik adalah laki-laki. Jadi, kalau mau belajar, tidak perlu iri. Yang orang lain bisa lakukan, saya juga mau belajar untuk bisa melakukannya juga. Dengan demikian, kita mengalahkan iri hati dengan semangat senantiasa mau belajar. Saya juga melihat ada orang yang dapat menulis kaligrafi dengan sangat bagus. Maka saya berjuang untuk belajar menulis kaligrafi. Dan pada usia sepuluh tahun, cara saya menulis kaligrafi sudah seperti mereka yang lulus SMA. Ini karena mau belajar. Yang bisa belajar, belajar.

IRI YANG POSITIF

Ada orang berkata kepada saya, Enak ya, apa pun kamu bisa. Mereka tidak tahu

berapa banyak waktu yang sudah saya pakai untuk belajar sesuatu yang ingin saya pelajari? Kalau saya ingin mengerti satu hal, saya membaca sampai ratusan buku, belajar habis-habisan sampai bisa. Kalau kamu tahunya hanya iri kenapa dia bisa, saya tidak bisa? maka kamu harus iri kepada kerajinannya, usahanya, dan pengorbanannya. Itu iri yang sehat, iri yang suci. Jika kamu tidak mau iri terhadap semangat dan upaya yang dicurahkannya di dalam pembelajran, tetapi hanya iri mengapa orang lain bisa, itu adalah penganiayaan emosi. Berapa banyak harga yang dibayar olehnya? Berapa banyak air mata yang telah dicucurkannya? Sering kali kamu tidak melihatnya. Berapa banyak pengorbanan yang sudah diberikannya? Kamu juga sering tidak melihatnya. Yang sering kamu lihat hanyalah suatu iri hati akibat orang lain lebih unggul daripada kamu.

Saya ingin bertanya, Antara orang yang memesan dan membayar suatu barang, dengan orang yang menerima pesanan dan setengah mati mengerjakan barang pesanan itu, siapa yang lebih kaya? Manakah yang lebih kaya, antara orang yang bekerja setengah mati mendapat uang, atau orang yang tidak perlu bekerja, pokoknya tinggal membayar saja? Kita sering kali beranggapan, tentu lebih kaya yang membayar. Jadi, itu berarti orang Jerman miskin dan orang Indonesia kaya? Orang Indonesia membeli Mercedes, beratus juta dibayar, dan orang Jerman harus bekerja setengah mati untuk membuat Mercedes; Apakah hal sedemikian kita anggap sebagai penganiayaan orang kaya terhadap orang yang bekerja keras? Mengapa orang Indonesia, ketika sekolah di SD dan SMP tidak beres, samapi SMA tawuran, lalu ketika kuliah tidak mau belajar baik-baik, setelah menjadi pejabat melakukan korupsi? Jika negara memiliki rakyat seperti ini, kapan bisa menjadi kaya dan kuat? Kalau dalam pendidikan anak-anak sejak masih kecil tidak diarahkan dan diajarkan untuk rela berkorban, rela mencucurkan air mata dan keringat, dan mau bekerja setengah mati, apa yang akan terjadi? Yang terjadi adalah orang-orang yang hanya tahu iri hati saja. Mau jadi apakah anak-anakmu, jika dari kecil dimanja, haya mau enak dan tidak mau hal yang susah, dan terlalu meminta segala kemudahan? Biar kita mengajar mereka bekerja berat, sehingga hal ini kelak menjadikan mereka orang-orang yang tangguh dan tidak bersifat iri hati.

Mesin yang paling baik, jika ada satu persen saja yang tidak akurat sudah tidak bisa berfungsi dengan baik. Orang yang bekerja setengah mati baru bisa menjual barang, biasanya bukan orang kaya, tetapi akhirnya menjadi kaya, karena dia berjuang, melakukan penelitian yang ketat dan rela berkorban. Mengapa Toyota

unggul dibandingkan dari kebanyakan pabrik mobil lainnya? Saya bukan dealer Toyota, tapi saya kagum, karena Toyota memakai 24 persen dari keuntungannya untuk riset. Tidak pernah ada pabrik yang melebihi itu. (Berita sekitar tahun 2000 ed.) Keuntungan uang yang diperoleh bukan untuk memberikan uang kepada anaknya untuk pergi melacur, bukan untuk pergi bertamasya, tetapi 24 persen harus untuk riset membuat mesin yang lebih baik. Terus menanam modal dari keuntungan yang banyak itu, akhirnya mesin Toyota hampir tidak perlu banyak perbaikan. Meskipun naiknya tidak seenak Mercedes, tetapi mesinnya tidak rewel.

Dulu di Hong Kong, mengherankan sekali, semua taksi menggunakan Mercedes. Tetapi kira-kira tiga puluh lima tahun yang lalu, pertama kali Toyota dipakai sebagai taksi. Taksi yang dipakai di jalanan Hong Kong yang berbukit dan bergunung itu membuat heran sopir; mengapa temperatur mobil tidak menjadi panas? Mobil apa ini? Toyota. Maka mulailah dalam dua tahun, semua taksi Mercedes berubah menjadi Toyota atau Nissan. Karena Toyota berani investasi, berani bekerja, berani berkorban.

Kalau kamu mau iri, irilah kerajinan orang lain, irilah pengorbanannya untuk mencapai suatu kualitas yang lebih baik, irilah ketekuanan bekerjanya, dan irilah semangat banting tulangnya. Itulah iri yang suci, iri yang baik. Kalau saya mengatakan, jangan kuatir, maka untuk masalah iri hati, saya mengatakan, Iri yang benar itu perlu. Iri kalau orang rajin. Iri kalau orang berkorban. Iri kalau orang membanting tulang. Iri kalau orang berkeringat dan bekerja keras. Kalau iri kesuksesan, keunggulan, uang yang diterima orang lain, itu tidak ada gunanya. Iri bekerja, iri mati-matian, iri bagaimana berbanting tulang, itu iri hati yang diperlukan.

Akhirnya, Daud yang diiri tidak menjadi rugi. Saul yang iri mati sendiri. Di dalam Alkitab kita melihat Kain yang iri kepada Habel akhirnya membunuh. Saul yang iri kepada Daud, akhirnya juga mau membunuh. Iri mengakibatkan kebencian dan pembunuhan, karena mau mempertahankan status quo. Itu semua tidak ada gunanya.

Bagian ini saya akhiri dengan sebuah cerita yang mungkin pernah kamu dengar,

tetapi sangat diperlukan. Suatu kali kota Atena memberikan sebuah meja marmer dari Italia Selatan yang bagus sekali untuk dihadiahkan kepada Plato sebagai the honored citizen of Athens (warga Atena yang terhormat). Plato begitu senang, lalu dia mengundang semua kawannya untuk berpesta merayakan hal itu. Semua datang, makan dan minum. Saat acara itu hampir selesai, datanglah seorang kawan Plato yang juga adalah seorang filsuf, dengan sepatu yang kotor penuh dengan lempung karena telah berjalan berkilo-kilometer dari desanya. Dia berkata, Saudara-saudara, saya khusus datang dari desa kecil saya karena saya sangat menghormati Plato. Saya tahu Plato diangkat menjadi anggota warga kota yang mulia dan terhormat, dan dihadiahi marmer yang begitu indah. Kemudian dia langusng melompat ke atas mejad, dan dengan sepatu kotornya menginjak-injak meja itu, Supaya Plato tidak sombong, maka saya harus menginjak meja ini untuk mengingatkannya. Saya menginjak-injak kesombongan Plato. Sesudah itu, orang tersebut turun dari meja. Apakah benar Plato sombong? Apakah benar Plato congkak karena diberi marmer? Tidak, dia hanya menyelenggarakan pesta untuk merayakan bersama. Kalau kamu menjadi Plato, apakah kamu akan marah besar atau tidak? Mungkin sebagian besar dari kita akan marah besar, karena kita merasa kita tidak sombong, tetapi dituduh sombong, dan marmer hadiah yang begitu indah telah dikotori. Tetapi Plato diam, karena dia seorang filsuf. Setelah diam, dia masuk kamar dan keluar dengan sebuah sapu, menyapu meja tersebut. Kata Plato, Kawanku yang agung, dengan persahabatan yang begitu hebat, kamu rela datang dari tempat yang begitu jauh untuk merayakan keunggulan kamu, aku sangat berterima kasih. Aku lebih berterima kasih lagi karena kamu telah menginjak-injak kesombonganku, tetapi sekarang, aku harus menyapu iri hatimu.

Dia menginjak kesombonganku, dan aku menyapu iri hatinya. Dari situ orang Gerika mengetahui, orang yang iri hati selalu mengatakan orang lain sombong. Orang kalau dikatakan sombong, yang mengatakannya sudah mempunyai iri hati. Iri dan sombong itu saudara sepupu, ada hubungannya. Kalau ada orang terus berteriak, Kamu sombong, kamu sombong, tetapi kamu sebenarnya tidak sombong, berarti orang tersebut sudah mulai iri. Kita harus berhati-hati. Jangan karena kalimat-kalimat yang tidak beres, kita menyatakan kebodohan sendiri atau melukai orang lain. Biarlah kita mengerti bahwa, yang patut dipuji, dipuji; yang patut dihormati, dihormati; yang patut ditakuti, ditakuti. Karena ini patut, sebagaimana uang sepuluh ribu jangan dipakai sebagai seribu, atau uang lima puluh ribu dipakai sebagai satu juta. Uang lima puluh ribu adalah lima puluh ribu, uang seribu adalah seribu, warna sama tapi percuma, nilainya berbeda. Manusia juga berbeda.

Kalau ada orang yang lebih pintar darimu, apakah yang harus kamu lakukan? Pertama, menemukan kepintarannya. Kalau memang dia lebih pandai dan lebih hebat, belajarlah untuk bisa menemukan kepintaran atau kehebatannya itu. Kedua, menikmati kepintarannya. Kita minta Tuhan mengajar kita untuk bisa menikmati kepintarannya itu, sehingga bisa berdampak positif bagi hidup kita. Kita tidak mengkritik dia, atau iri hati terhadapnya. Ketiga, bersyukur kepada Tuhan untuk kepintarannya. Kita perlu bersyukur melihat Tuhan telah mencipta manusia dengan kepintaran seperti itu, atau juga orang yang begitu cantik, begitu ganteng, begitu hebat, begitu sehat. Keempat, memuji kepintarannya. Kita boleh memberitahukan keunggulannya tersebut. Kita bisa memuji perjuangannya, semangat belajarnya, dan seterusnya. Kelima, belajar darinya. Kita juga bisa bertanya apa yang menjadi rahasia kehebatan dan kepintarannya itu. Kita bisa belajar semangat dan kerelaannya berkorban, dan kita bisa mencoba untuk bertumbuh dan menjadi seperti dia. Inilah lima hal yang kita bisa pelajari dan perkembangkan. Kalau kelima hal ini ada padamu, lambat laun kamu akan belajar memperbaiki diri, akhirnya semua kebaikan orang lain akan dimiliki olehmu, maka kamu mirip malaikat. Kamu yang hanya bisa terus-menerus mengkritik saja, pelan-pelan merasa diri lebih hebat dari orang lain, maka kamu menjadi mirip dengan setan. Saya rindu semua orang mempelajari semuanya ini, belajar dari Tuhan untuk menjadi lebih baik daripada saya. Beri tahukanlah semua kelemahan saya, dan saya akan mempelajari semua itu. Semua yang baik dan kelebihan saya, pelajarilah itu baik-baik. Sama seperti Paulus berkata, Teladanilah aku sebagaimana aku meneladani Tuhan. (Jadilah pengikutku sama seperti aku juga menjadi pengikut Kristus I kor. 11:1). Saya betul-betul dengan jujur di hadapan Tuhan berkata, Mari kita belajar semakin lama semakin suci, dan semakin mencintai Tuhan. Amin.

TUJUH KEINGINAN ORANG KRISTEN

Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apa pun yang dipunyai sesamamu. Keluaran 20:17

Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi. Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan. Matius 5: 5-6

Kita telah membahas tema iri hati. Emosi ini adalah emosi yang sangat aneh. Emosi yang secara logika tidak pernah kita perlukan, tetapi secara fakta tidak mudah kita kalahkan. Melalui iri, perang dunia pertama kali terjadi, yaitu ketika Kain membunuh Habel. Perang dunia pertama bukan tahun 1914-1918, perang tersebut hanya mematikan tujuh juta manusia di antara populasi total ratusan juta manusia, sehingga persentasinya hanya kecil sekali. Tetapi saat Kain membunuh Habel, dunia hanya ada empat orang: Adam, Hawa, Kain, dan Habel. Ketika Kain membunuh Habel, persentasi yang meninggal adalah 25 persen dari seluruh populasi manusia. Itulah perang dunia pertama. Karena apa? Karena iri. Karena iri pula, Tuhan Yesus harus dipakukan di kayu salib. Karena iri, begitu banyak dosa terjadi. Iri dan semua perbuatan yang diakibatkan oleh iri hati tidak pernah mengubah situasi. Itulah sebabnya iri hati secara logika tidak perlu ada, tetapi secara fakta, iri hati tidak mudah kita singkirkan dari dalam hati. Itulah sebabnya dosa merupakan realitas yang harus kita terima dan juga sebagai doktrin yang harus kita pahami. Dosa adalah sebuah fakta sejarah. Demikian juga, kejatuhan Adam adalah fakta sejarah, karena dosa menjadi realitas dalam dunia.

MANUSIA MEMILIKI KEINGINAN DAN KERINDUAN

Kini kita akan memasuki tema yang baru, yaitu kerinduan atau keinginan. Di dalam kedua ayat di atas, Yesus berbicara tentang rindu, lapar dan haus akan kebenaran. Di dalam Perjanjian Lama ditekankan agar jangan mengingini istri orang lain, pegawai orang lain, pembantu orang lain, hewan orang lain, dan segala sesuatu yang dimiliki orang lain. Di sini Alkitab menuliskan bahwa manusia mempunyai keinginan, kerinduan, kemauan, dan kehausan hingga menjadi suatu dorongan di dalam emosi kita sehingga kita mati-matian berusaha mencari dan mendapatkannya. Keinginan, kerinduan, dan kemauan seperti itu adalah emosi yang normal.

Setiap orang mempunyai suatu keinginan yang menjadi fungsi kemauannya. Keinginan itu menjadi semacam kerinduan yang mengakibatkan kita siang malam memikirkan dan bertekad untuk memperolehnya. Siapa yang tidak pernah mempunyai pengalaman ini? Sebelum kamu menikah, kamu jatuh cinta kepada seseorang. Kamu belum mengenal dia, tetapi ketika kamu melihatnya, kamu terpesona, kamu terpengaruh, kamu menginginkannya, lalu merindukannya dan terus memikirkannya, selanjutnya muncullah keinginan untuk mendapatkannya. Kemudian kamu mulai dengan segala cara berusaha mengejar dia. Atau kamu ingin studi di luar negeri dan ingin menjadi mahasiswa di bawah seorang profesor yang baik. Hal ini menyebabkan kamu siang malam mengumpulkan uang, bekerja setengah mati untuk bisa belajar dan mendapatkan pengertian dari profesor itu. Kamu menginginkan suatu kesuksesan yang kamu lihat terdapat pada orang lain, mengapa dia mempunyai rumah dan mobil? Kamu juga ingin memiliki sama seperti yang dimilikinya, maka kamu bekerja mati-matian, membanting tulang tanpa memedulikan waktu, tanpa tahu siang atau malam. Semua ini merupakan suatu ekspresi emosi kemauan yang begitu keras, yang begitu dahsyat, yang ada di dalam hidup setiap orang. Sejak masa kanak-kanak orang sudah menginginkan sesuatu, ketika beranjak dewasa menginginkan pernikahan, lalu menginginkan kesuksesan, sampai tua menginginkan kebahagiaan bagi anak-cucu dan keturunannya. Hal-hal sedemikan merupakan emosi yang normal dari diri seseorang.

Keinginan-keinginan itulah yang mengakibatkan manusia dapat maju. Tanpa adanya keinginan, manusia akan dipuaskan oleh keadaan yang ada, sehingga dia tidak bisa melepaskan diri dari keterbatasan dan kelemahan yang selama ini mengikat dia. Kalau tidak ada rangsangan keinginan, tidak mungkin manusia memiliki

perubahan hidup. Begitu banyak orang yang hanya puas dari keadaan diri, sehingga dia tidak pernah bisa mencapai hasil yang terbaik dalam hidupnya. Kepuasan memang diperlukan dan Alkitab juga mengatakan bahwa kita harus puas (contentment). Tetapi dalam hal-hal tertentu, kita tidak boleh puas. Dalam hal-hal

tertentu, kita harus cepat puas, tetapi dalam hal lain kita tidak boleh cepat puas. Ini keseimbangan mengatur diri supaya keinginan kita, emosi kita, tidak meluap keluar jalur. Kemampuan untuk menata keseimbangan ini merupakan tanda kematangan kerohanian seseorang.
Jika di dalam hal yang seharusnya puas kita tidak pernah puas, atau di dalam hal yang kita tidak seharusnya puas kita terlalu cepat puas, maka kita akan menjadi orang yang tidak seimbang dan tidak pernah maju.

Bangsa-bangsa yang maju adalah bangsa-bangsa yang berkeinginan besar, tidak pernah mau diikat oleh keadaan sebelumnya. Manusia yang sukses adalah manusia yang tidak pernah mau dipuaskan oleh keadaan sebelumnya. Ia menginginkan sesuatu yang melebihi dan melampaui apa yang telah ia capai, sehingga ia dapat menerobos apa yang sudah pernah ia miliki untuk masuk ke dalam sesuatu yang belum ia miliki.

Kita membutuhkan keinginan. Keinginan itu baik, karena akan membangun ambisi atau aspirasi. Mungkin lebih baik kita memakai isitilah aspirasi, daripada ambisi, karena di dalam kata ambisi akan muncul konotasi nafsu diri yang berpusat pada kebutuhan diri sendiri saja. Sebenarnya istilah ambisi tidak harus mutlak dipersempit dengan pengertian. Aspirasi menajdi keinginan yang menerobos, keluar dari batas untuk mendapatkan yang lebih. Manusia mempunyai keinginan, dan Alkitab mencatat bahwa ada keinginan yang baik, dan keinginan yang buruk. Kalau keinginan itu sudah dikaitkan dengan nafsu, dengan berahi, dengan keegoisan diri, akibatnya akan mengacaukan masyarakat. Kalau keinginan itu tidak berhubungan dengan nafsu atau berahi atau ego tetapi berada dalam jalur yang baik, maka itu mendorong manusia untuk maju luar biasa.

Semua pemuda-pemudi harus belajar untuk tahu membedakan dan mengontrol keinginan, supaya tetap berada di dalam jalur kebenaran. Tidak ada orang yang tidak mempunyai keinginan, dan keinginan itu bisa menjadi jahat luar biasa. Keinginan itu

bisa menjadi hal yang indah luar biasa. Keinginan-keinginan yang baik adalah keinginan-keinginan yang dipimpin oleh Roh Kudus. Keinginan apa pun yang

dipimpin oleh Roh Kudus akan menampakkan buah Roh Kudus, yaitu penguasaan diri. Di dalam terjemahan bahasa Inggris adalah self-control (kontrol
diri) atau temperance, yang berarti di dalam suatu keterbatasan, kita bisa mengontrol dan menguasai diri, kita bisa membatasi diri, sehingga tidak melebihi batasan yang seharusnya. Keinginan juga demikian. Kita sangat memerlukan keinginan yang berada dalam jalur yang benar, berprinsip, berfondasi, dan berpengaturan pimpinan Tuhan.

Alkitab berkata, ada orang yang mempunyai keinginan buruk, sehingga akhirnya jatuh di dalam kesusahan-kesusahan yang besar. (Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka 1 Tim. 6:10b). Paulus berkata bahwa tamak akan uang adalah akar dari segala kejahatan. (Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang 1 Tim. 6:10a). Cepat-cepat ingin menjadi kaya membuat orang berani melanggar norma dan etika. Cepat-cepat ingin menjadi kaya membuat dirimu melupakan apa yang menjadi kewajiban diri dalam aspek moral. Inilah keinginan yang merusak (destruktif), keinginan yang menghancurkan masyrakat, karena ada pribadi yang ingin mengambil alih semua hak yang bukan miliknya. Itulah sebabnya, untuk menjaga hak milik sebagai sesuatu yang terjamin dan terproteksi kesejahteraannya, diberikanlah perintah yang kesepuluh.

JANGAN MENGINGINKAN MILIK ORANG LAIN

Perintah kesepuluh dari Sepuluh Perintah Allah menjadi patokan atau dasar bagi manusia untuk boleh memiliki harta pribadi. Komunisme pasti akan gagal, karena melawan hukum kesepuluh yang diberikan oleh Tuhan ini. Jangan menginginkan harta orang lain, jangan menginginkan istri orang lain, jangan menginginkan budak orang lain, jangan menginginkan pegawai orang lain untuk dimiliki secara tidak sah. Di dalam dunia perdagangan, kadang ada hukum rimba yang tidak tertulis, di mana orang menghalalkan segala cara untuk mencapai apa yang diinginkan.

Alkitab mengatakan, jangan mengingini milik orang lain. Mengapa kamu masih

merindukan perempuan yang sudah dimiliki laki-laki lain? Mengapa siang malam kamu memikirkan dia, memikirkan alangkah baiknya jika bisa memeluk atau bersetubuh dengannya? Jangan menginginkan istri sesamamu. Jangan menginginkan budak-budak laki-laki atau perempuan dari tetanggamu. Jangan menginginkan rumah, ladang, atau hewan yang dimilikinya. Semua itu dijamin sebagai hak pribadi. Hak pribadi dijaga dan dilindungi oleh hukum, sehingga setiap orang berhak mempunyai milik pribadi. Kalau sesuatu sudah sah menjadi milik seseorang, maka orang lain harus berhenti mengingininya. Tidak lagi memikirkannya, tidak lagi merindukannya, tidak lagi berusaha untuk memperolehnya.

Tetapi di dalam hal lain, Alkitab berkata, dahagalah, hauslah, laparlah dalam mengejar kebenaran, maka kamu akan dipuaskan. (Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan Mat. 5:6). Di sini ada suatu dalil, kalau kita mengarahkan keinginan kita

kepada hal-hal yang penting, yang baik, maka itu bukan saja diperbolehkan, tapi juga didorong oleh Tuhan dan diberikan janji bahwa hal itu akan diberikan kepada kita. Inilah kebenaran yang dinyatakan
Kitab Suci. Sepintas Alkitab terlihat sederhana, sepertinya ayat-ayat yang kita baca tidak membuat kita sampai harus membuka kamus, karena begitu sederhana. Tapi di sini tersimpan rahasia bijaksana tertinggi untuk mengatur kehidupan manusia, baik pribadi maupun kolektif masyarakat. Kalau setiap pribadi maupun seluruh masyarakat menjalankan apa yang diperintahkan oleh Alkitab, maka pasti manusia akan berbahagia dan masyarakat akan mengalami sejahtera.

Kita menginginkan sesuatu sampai kita begitu rindu, dahaga, haus, siang dan malam memikirkannya. Emosi semacam ini bukan hanya ada pada orang biasa, tetapi juga pada orang yang suci. Paulus berkata, Aku siang malam ingin bertemu denganmu, mendoakanmu, aku rindu kepadamu, (Aku mengucap syukur kepada Allah, yang kulayani dengan hati nurani yang murni seperti yang dilakukan nenek moyangku. Dan selalu aku mengingat engkau dalam permohonanku, baik siang maupun malam. Dan apabila aku terkenang akan air matamu yang kaucurahkan, aku ingin melihat engkau kembali supaya penuhlah kesukaanku 2 Tim. 1: 3-4) karena dia begitu sayang kepada Timotius. Di situ Paulus menyatakan suatu semangat, emosi yang sangat mengasihi seorang hamba Tuhan yang masih muda yang akan dijadikan penerusnya. Untuk keinginan atau kerinduan ini, kita melihat, Alkitab mengajak kita mempunyai arah yang benar. Ketika keinginan itu mengandung unsure

dosa, khususnya dalam hubungan manusia dengan manusia, kerinduan itu akhirnya bisa menjadi hubungan berahi atau seks, menjadi sesuatu yang sangat keji dan sangat merusak kerukunan masyarakat.

Emosi untuk menginginkan sesuatu dapat dibagi menjadi dua. Pertama, menginginkan sesuatu yang tidak mengganggu orang lain, menginginkan sesuatu yang sama-sama boleh dimiliki semua orang, ini diperbolehkan. Kedua, menginginkan sesuatu yang bukan hak kita, karena sudah menjadi milik orang lain, sehingga keinginan ini akan mengganggu orang lain. Ini tidak diperbolehkan. Maksdunya, ketika kamu menginginkan kebenaran, hal ini tidak menyebabkan orang lain tidak dimungkinkan lagi untuk memiliki kebenaran. Atau ketika kamu menginginkan kebajikan, maka tidak mungkin kebajikan itu kamu monopoli dan orang lain tidak mendapatkan kebajikan tersebut. Keinginan yang demikian diizinkan oleh Alkitab. Karena kebenaran tidak terbatas. Kebajikan tidak terbatas. Keadilan tidak terbatas. Maka untuk hal-hal ini Alkitab dengan jelas berkata, Mari kita mengejarnya. Mari kita dengan haus, lapar, dan dahaga mengejar semua itu dengan sekuat tenaga. Keinginan dan semangat seperti ini tidak salah, karena hal-hal yang tidak terbatas ini memang dibagikan Tuhan, diberikan Tuhan, dikaruniakan Tuhan, menjadi milik seluruh umat manusia.

Semua orang boleh memiliki kasih yang tidak terbatas. Semua orang boleh memiliki kebenaran secara tidak terbatas. Semua orang boleh memiliki keadilan secara tidak terbatas. Yang tidak terbatas itu berasal dari Tuhan Allah sendiri, karena Allah tidak terbatas. Maka kita tidak mungkin kehabisan keadilan karena pernah dimiliki oleh sekelompok orang. Kita tidak mungkin kehabisan cinta kasih karena hanya dimiliki oleh sekelompok orang. Allah itu tidak terbatas, maka Dia mau kita menuntut sesuatu yang boleh dimiliki oleh seluruh umat manusia. Dia mau kita mencari dan mengejarnya dengan sekuat tenaga. Berbahagialah orang yang haus dan lapar akan kebenaran. Istilah kebenaran di sini adalah dikaiosune, yaitu keadilan (Ing.: righteousness); kebenaran di dalam bentuk yang bukan hanya pengertian statis, tapi di dalam kelakuan. Kebenaran yang kita mengerti di dalam pengertian kognitif, teori dan sebagainya itu adalah aletheia. Tapi keadilan berarti di dalam kelakuan, di dalam menghadapi orang, di dalam cara yang benar.

KEINGINAN DAN KERINDUAN ORANG KRISTEN

Kita perlu melihat dan mengklasifikasikan beberapa hal yang baik dan positif yang bisa kita kejar di dalam kehidupan kita.

1. Mencari Kerajaan dan Kebenaran Allah Pertama, Alkitab mengatakan, carilah dahulu Kerajaan dan kebenaran Allah (Mat. 6:33). Kerinduan untuk mendapatkan sesuatu membuat orang mencarinya. Kamu mencari, dan hal itu diwujudkan dengan kamu berdoa. Apa yang kamu doakan, itu yang kamu cari. Doa merupakan suatu focus yang konkret dari keinginan yang paling dalam di dalam jiwa seseorang. Apa yang kita katakan dengan mulut kita sebagai sesuatu doa religius kita merupakan cetusan keinginan yang sedalam-dalamnya dari dalam batin kita. Agama yang rendah membawa pemeluk agama itu berdoa untuk mencari hal-hal duniawi yang fana dan hinda. Agama yang tinggi membawa manusia yang beriman di dalamnya mencari hal-hal yang agung, yang abadi, kekal, dan yang tidak terbatas yang berasal dari Tuhan Allah. Jadi orang yang mencari uang, keselamatan duniawi, harta di dunia, berbeda dengan seseorang yang mencari kebenaran, keadilan, kesucian dari Tuhan Allah. Kalau diri Allah menjadi sasaran akhir permohonan doa kita, maka kita berada di jalur yang benar. Kalau yang diciptakan Allah untuk melayani kita menjadi sasaran akhir dari permohonan doa kita, maka kita mulai rusak.

Oleh karena itu, dalam Katekismus Singkat Westminster, sebuah katekismus yang penting dari Gereja Reformed mengatakan, apakah yang menjadi tujuan terbesar di dalam hidup manusia? Tujuan ultimat manusia adalah kita hidup memuliakan Allah dan menikmati Dia senantiasa. Artinya kita hidup di dalam sukacita karena menjadikan Tuhan sebagai tujuan ultimat hidup kita. Itulah ajaran Reformed.

Apakah kamu senang kalau banyak uang? Apakah kamu senang kalau mendapatkan banyak kesuksesan di dunia? Apakah kamu senang kalau semua orang takluk kepadamu? Apakah kamu senang kalau bisa berkuasa? Jika kamu senang

ketika berlimpah materi, dan ketika tidak ada materi kamu tidak senang, maka kamu tidak berbeda dengan para pengikut agama lain. Ketika kamu sehat, kamu memuji Tuan, tetapi ketika sakit, kamu mulai mencela Tuhan, itu menunjukkan kamu sama dengan penganut agama lain. Tetapi orang Kristen yang sejati adalah orang-orang yang langsung berkata kepada Tuhan, Engkaulah tujuan tertinggi hidupku, Engkaulah permohonanku dan hidupku. Engkaulah focus dari semua yang aku inginkan di dalam doa. Aku akan mengejar, menuntut diri untuk mencari Tuhan, mencari Kerajaan Allah serta kebenarannya. Inilah ajaran Yesus Kristus.

Pertama-tama kita harus mencari Kerajaan Allah dan kebenaranNya, maka yang lain akan ditambahkan (bukan diberikan) kepada kita. Ditambahkan, berarti lebih banyak daripada yang kita perlukan. Sebenarnya yang kita perlukan tidak banyak. Dalam hal pakaian, kita cukup memiliki 5 potong saja. Kalau lemari kita berisi lebih dari 5 potong, berarti sudah ditambah. Kita memerlukan uang cukup untuk sebulan, kalau lebih dari itu berarti sudah ditambah. Apakah ketika sudah ditambah bahkan lebih dari cukup, kita masih tidak puas? Apakah kita masih mau menggerutu kepada Tuhan hanya karena kita merasa kurang kaya dari orang lain? Kalau kamu masih seperti itu, kamu sudah berdosa. Apakah itu berarti kamu tidak perlu memajukan perusahaan kamu? Silahkan memajukan perusahaan atau usahamu, tetapi maju dengan suatu sinkronisasi keinginanmu dengan Kerajaan Allah dan kebenarannya. Bukan maju karena keinginan yang menggebu-gebu dari dirimu yang tamak, yang akhirnya membuat Tuhan tidak berkenan kepadamu.

Terkadang, sebelum kita doakan, hal yang kita perlukan tersebut sudah diberikan oleh Tuhan. Sebelum kita merasa perlu, hal itu sudah disediakan Tuhan. Banyak hal materi yang Tuhan sudah berikan sebelum kita memohon kepadaNya, karena Tuhan begitu mengasihi kita. Dia mau menambahkan semua itu untuk kita. Kalau kita masih tidak puas, itu tidak benar. Sebelum itu, mari kita belajar mencari terlebih dahulu kerajaan dan kebenaran Tuhan. Itu sebuah keinginan. Keinginan utama manusia yang seharusnya adalah bahwa Kerajaan Allah terwujud, kebenaran Allah nyata di dunia ini. Maka yang lain ditambahkan oleh Tuhan kepada kita. Berapa banyak waktu yang kamu pakai untuk berdoa bagi penginjilan? Berapa banyak kamu utarakan keinginanmu supaya orang lain menerima Tuhan? Berapa banyak usahamu untuk bersama-sama di dalam melebarkan Kerajaan Allah? Atau apakah hal-hal yang kamu inginkan, yang kamu doakan, yang kamu kerjakan, hanyalah hal-hal di dunia ini saja?

Berapa banyak usaha, berapa banyak pengorbanan yang kamu berikan bagi kerajaan Tuhan? Untuk melebarkan Kerjaan Tuhan? Untuk membawa manusia kepada Tuhan? Apakah keinginanmu yang paling dalam? Apakah yang kamu utarakan dalam doamu? Ada orang yang doanya mulai dari 1 Januari sampai 31 Desember isinya sama. Doanya tetap tidak berubah, itu-itu terus kalimatnya. Mari kita memeriksa diri kita. Apa yang kita doakan sebelum kita makan? Apa isi doa kita sebelum tidur? Ada orang, bolak-balik yang didoakan adalah tokoku, anakku, cucuku, usahaku, tubuku, dan semua -ku yang lain. Besok dia berdoa seperti itu lagi. Kalau bicara, hanya tentang dirinya, usahanya, keluarganya, anaknya, yang lain dia tidak mau membicarakannya. Jangan mengatakan tentang kerajaan Tuhan, atau penginjilan, atau bagaimana membawa orang lain kepada Tuhan Yesus, atau bagaimana bisa memperkuat iman orang lain, bagaimana mementingkan moral, dan bagaimana perdamaian boleh berada di seluruh dunia. Orang-orang seperti ini hanya sibuk dengan dirinya dan kepentingannya, dan tidak pernah peduli kepentingan Kerajaan Allah dan kebenarannya.

Bagaimana kita harus berdoa? Di awal perikop Doa Bapa Kami, para murid meminta Tuhan Yesus untuk mengajar mereka berdoa. Itu berarti mereka sedang mengatakan, Tuhan, keinginan kami perlu diarahkan. Silahkan arahkan keinginan kami. Tuhan berkata, Jikalau kamu berdoa, berdoalah Bapa kami yang di sorga. (Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, dikuduskanlah namaMu Mat. 6:9). Doa harus mempunyai objek doa yang benar. Kita bukan meminta kepada jendral, bukan berdoa kepada gubernur, juga bukan kepada manusia, bukan juga kepada bapa kita yang di dunia, tetapi kita berdoa kepada Bapa di sorga. Pertama-tama sasaran di dalam keinginan itu harus dikoreksi. Kalimat pertama Doa Bapa Kami membawa keinginan kita tertuju kea rah yang jelas, objek yang jelas, yang di sorga. Konsep ini sangat konsisten di seluruh Alkitab, baik di Perjanjian Lama, maupun Perjanjian Baru. Tujuan kita, sasaran akhir hidup kita, objek ibadah kita, tujuan doa kita, dan seluruh kerinduan kita, harus diarahkan hanya kepada Allah Bapa kita yang di sorga. Barulah dari sana kita mengharapkan kehendakNya terjadi, kerajaanNya tiba, dan kita akan mengetahui bagaimana kita akan mendapatkan seluruh kebutuhan kita.

Tuhan mengajar kita berdoa untuk seluruh kebutuhan kita hanya dalam satu

kalimat, berikanlah kami makanan kami yang secukupnya. (Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya Mat. 6:11). Stop, berhenti sampai di situ. Tidak ada ajaran dari Yesus untuk berdoa banyak mengenai materi, tubuh, kesehatan, dan kekayaan di dunia. Tuhan hanya mengajarkan untuk meminta roti kita yang secukupnya untuk hari itu saja. Itu berarti kita memerlukan roti (makanan) untuk menyambung hidup. Tetapi, apa gunanya menyambung hidup? Untuk menjalankan kehendak Tuhan. Bukan kita yang memaksa Tuhan agar kehendakNya mengikuti kehendak kita. Sehingga kita dapat mencari roti dan materi yang sebanyak-banyaknya. Kita memerlukan kebutuhan dasar ini untuk menyambung hidup demi menjalankan kehendak Allah, bukan membutuhkan Allah untuk memenuhi keinginan dan kepuasan materi kita. Pekerjaan kita adalah untuk mencari nafkah yang boleh menyambung hidup untuk melayani Tuhan. Kita tidak diajar untuk memperalat Tuhan supaya mendapatkan segala berkat dariNya untuk menyambung hidup kita. Keinginan dasar ini perlu diubah, di mana pertama-tama carilah Kerajaan Allah dan kebenarannya. Keinginan utama ini harus menjadi fokus doa kita yang paling puncak.

Kerajaan Allah lebih tinggi dan lebih besar daripada seluruh kerajaan di dunia. Kebenaran Allah lebih penting daripada semua hukum yang berlaku di semua negara. Kalau hukum negara tidak sesuai dengan kebenaran Allah, maka pemerintahan itu tidak akan diperbolehkan bertahan lama di dunia ini. Manusia yang memperalat Tuhan dan mementingkan kerajaan dunia ini harus mengetahui bahwa kerajaan di dunia diizinkan Allah berdiri untuk masa yang hanya sementara saja. Satu per satu generasi, satu per satu rezim pemerintahan akan disingkirkan dari panggung sejarah dunia; kehendak Tuhanlah yang terus bertahan sampai selama-lamanya.

2. Mencari Kebenaran Firman yang Diwahyukan Hal kedua yang boleh kita kejar dan kita inginkan adalah kebenaran dari firman Allah yang telah diwahyukan kepada kita. Aku merindukan, aku menginginkan. Di dalam Mazmur 119, banyak sekali muncul ayat, Aku merindukan firmanMu; aku memikirkan dan merenungkan TauratMu; aku haus, lapar, dan mencari kehendakMu. Segala perintahMu, pengajaranMu, tuturanMu, TauratMu, hukumMu, perkataanMu, itulah yang membuat hatiku hancur. Kadang-kadang saya tidak mengerti, bagaimana penulis Mazmur bisa merindukan kebenaran sampai muncul emosi yang sedemikian besar? Berbahagialah mereka yang memikirkan Taurat Tuhan siang dan malam, mereka akan berbuah tidak habis-habisnya. Mazmur 1 berkata, Tetapi yang

kesukaannya adalah Taurat Tuhan, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Dia seperti pohon yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilakan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil.

Terkadang saya merasa diri miskin, karena merasa kurangnya kebenaran yang dapat saya khotbahkan. Itulah sebabnya saya harus terus bersandar pada Tuhan, merenungkan Firman Tuhan, sehingga setiap minggu saya boleh membagikan kebenaran Tuhan kepada jemaat saya. Setiap minggu, setiap hari, saya memberikan supply rohani kepada mereka yang mencari kebenaran. Kalau saya sendiri tidak mencari kebenaran, tidak merindukan firman, tidak memikirkan perintah Tuhan, dan tidak diisi cukup, bagaimana saya dapat mengisi orang lain? Kira-kira sejak saya usia 20 tahun, saya menetapkan diri untuk tidak berkhotbah dengan cara mengutip isi buku. Saya menutup semua buku terlebih dahulu, mengambil sebuah ayat, berdoa meminta pengertian dari Tuhan, memikirkan ayat tersebut dan menuliskan khotbah. Setelah selesai, barulah saya melihat buku-buku tafsiran untuk mengetahui apa yang tafsiran-tafsiran itu katakan. Saya menemukan bahwa apa yang mereka pikirkan yang saya tidak pernah pikirkan, dan ada juga hal yang tidak mereka pikirkan, tetapi telah saya pikirkan.

Orang yang siang malam merindukan Firman Tuhan, yang memikirkan hukum Tuhan, akan berbahagia luar biasa. Sekarang saya berusia 63 tahun (Pdt. Dr. Stephen Tong lahir pada tahun 1940), dan setiap tahun kira-kira naik mimbar 700 kali untuk berkhotbah dan mengajar, ternyata Tuhan terus memberikan apa yang bisa saya bagikan kepada pendengar tanpa habis-habisnya. Ini janji Tuhan, bahwa kita harus mencari Kerajaan Allah, mencari kebenaran Allah, dan mencari pengertian firmanNya dengan memikirkan firman siang dan malam. Berbahagialah orang yang demikian.

3. Menginginkan Kelakuan yang Baik Setelah kita merindukan Kerajaan Allah, kebenaran keadilan (Yunani: dikaiosune) dan kebenaran firman (Yunani: aletheia), maka kita juga harus merindukan segala kebajikan. Paulus berkata, Rindulah segala perbuatan kebajikan. Segala perbuatan dan kelakuan yang baik, rindukan dan inginkanlah itu. Kalau ada orang berbuat sesuatu yang baik, mari kita juga berkeinginan untuk bisa melakukannya. Jika kita melihat seseorang telah banyak membantu orang lain, kita juga harus memiliki

keinginan untuk bisa melakukannya. Kalau kita melihat orang membantu orang lain, lalu berpikir, Kapan giliran saya dibantu?, itu menunjukkan bahwa pemikiran dan hidup kita sudah rusak. Ada seorang pendeta datang ke Seminari Alkitab Asia Tenggara (SAAT) pada saat saya masih menjadi dosen di situ. Pendeta itu mengatakan telah membantu banyak sekolah, telah menyumbangkan banyak buku, dan sebagainya. Pada saat mendengar kesaksiannya, saya mengatakan dalam hati, Luar biasa! Saya ingin seperti dia. Selesai dia berkhotbah, pada saat makan, seorang rekan dosen berkata kepadanya, Kamu telah membantu banyak sekolah dengan mengirimi mereka banyak buku, kapan mengirim buku ke sekolah kami? Saya kaget dengan pertanyaan rekan saya tersebut. Ketika pendeta itu berkata telah membantu, besok saya juga ingin menjadi hamba yang membantu. Tapi rekan saya malah bertanya kapan dibantu. Jadi, ada dua macam sikap dalam menanggapi suatu tindak kebajikan. Yang satu ingin belajar melakukan kebaikan yang dilakukan orang lain. Yang satu lagi ingin mendapatkan kebaikan yang dilakukan orang lain. Lalu saya berpikir, sikap mana yang lebih sesuai dengan kebenaran Alkitab? Saya menemukan dalam perkataan Tuhan Yesus, Berbahagialah orang yang lebih suka memberi daripada yang menerima. (Adalah lebih berbahagia memberi daripada menerima Kis. 20:35). Jikalau ada rekan yang mengatakan di sini ada beasiswa, di sana ada uang, maka saya tahu rekan ini selalu mau diberi, selalu mau menerima, dan tidak berjiwa memberi.

Milikilah keinginan untuk berkelakuan yang baik. Milikilah keinginan untuk melakukan pekerjaan yang baik. Keinginan adalah suatu kerinduan tentang kapan kita boleh melakukan kebajikan yang sudah pernah dilakukan oleh orang lain. Salah satu karya sastra yang paling membangkitkan semangat umat manusia adalah tulisan mengenai rieayat hidup orang-orang yang agung. Ketika kamu membaca riwayat hidup orang-orang yang agung, petiklah pelajaran bagaimana dia bisa menjadi orang agung, bukan sekadar membaca untuk mengetahui riwayat hidupnya. Setelah kita mengerti rahasia yang membuat orang itu menjadi agung, lalu kita mulai bertanya kepada diri kita, bagaimana kita bisa meneladaninya dan menjadi seperti dia. Mari kita merindukan perbuatan yang baik. Mari kita merindukan keagungan orang lain, dan juga merindukan apa yang benar yang dijalankan orang lain. Jangan iri akan kebaikan orang, tetapi inginlah untuk bisa melakukan seperti yang sudah orang lain lakukan. Ini suatu kerinduan yang agung. Jangan membenci karena dia lebih sukses daripada kita, tapi teladanilah dia, lalu belajarlah untuk merindukan pekerjaan yang baik.

4.

Menginginkan Pelayanan bagi Tuhan

Terakhir, Alkitab mengatakan, rindukanlah pelayanan. Rindukanlah jabatan yang baik. Saya ingin menjadi majelis. Saya ingin menjadi tua-tua. Saya ingin menjadi pendeta. Silahkan, itu tidak salah. Alkitab mengatakan, rindukanlah pelayanan, rindukanlah semua pekerjaan yang baik. Kalau seorang anak kecil mengatakan, Kalau besar nanti saya ingin menjadi pendeta, saya ingin menjadi penginjil pergi ke tempat yang jauh dan mengabarkan Injil, ingin menjadi majelis menolong orang lain, itu cita-cita yang baik. Tapi jangan merindukan kemuliaan dari posisi itu. Yang penting adalah bagaimana kita merindukan bisa menuntaskan kewajiban dan melakukan pengorbanan yang seharusnya karena kita berada di posisi itu.

Janganlah kita ingin menjadi majelis agar ktia bisa dimuliakan oleh orang lain atau supaya kita bisa berkuasa besar di gereja. Janganlah kita ingin menjadi diaken supaya dihargai orang lain! Kalau kamu ingin menjadi diaken, kamu harus mempelajari bagaimana syarat dan kewajiban untuk menjadi diaken yang baik. Kriteria diaken seturut Alkitab adalah dia harus mempunyai kesaksian yang baik, memiliki keluarga yang tertib, mempunyai reputasi yang baik, dan memiliki jiwa berkorban. Itu yang seharusnya diinginkan. Yang diinginkan bukan reputasi atau kemuliaan. Inginkan suatu bobot sesuai dengan pelayanan yang terkait dengan jabatan itu. Mari kita memutar dan mengubah arah kita seturut jalur yang dikatakan Alkitab. Boleh saja jika kamu ingin menjadi seorang hamba Tuhan yang besar. Boleh. Di dalam Alkitab, tidak ada ayat yang membunuh ambisi. Banyak orang berpikiran dangkal, menganggap rendah hati sama artinya dengan tidak perlu maju. Tidak maju-maju itu bukan rendah hati. Tidak maju-maju itu artinya ya tidak maju-maju. Rendah hati adalah terus maju tetapi tidak pernah merebut kemuliaan Tuhan Allah. Itulah rendah hati. Rendah hati terus mengejar, tetapi tidak pernah merasa diri sudah cukup di dalam kebenaran. Itulah rendah hati, yang dibahas dalam topik lain.

Merindukan sesuatu bukan berarti sombong. Ingin sukses itu tidak salah. Ingin menjadi besar pun tidak salah. Dalam Perjanjian Lama, seorang nabi senior berkata kepada sekretarisnya yang masih muda, Jangan merencanakan hal yang besar bagi dirimu sendiri. (Masakan engkau mencari hal-hal yang besar bagimu sendiri? Yer. 45:5). Ini dikatakan Nabi Yeremia kepada Barukh. Dalam Perjanjian Baru dikatakan, Jikalau kamu ingin menjadi besar, jikalau kamu ingin merencanakan hal yang besar (Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di

antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu Mat. 20:26). Kalau begini, apakah berarti kita tidak boleh merencanakan yang besar? Tidak! Jangan merencanakan yang besar bagi dirimu. Boleh tidak merencanakan yang besar bagi Tuhan? Justru harus! Inilah salah satu prinsip yang paling penting dari William Carey, seorang misionaris yang ke India, Mintalah hal-hal besar dari Allah dan kerjakanlah hal-hal besar bagi Allah. Kalau dari Tuhan untuk Tuhan, silahkan kerjakan sebesar mungkin ambisimu, sebesar mungkin aspirasimu, sebesar mungkin doamu. Tidak salah kita berdoa dan meminta, Tuhan, saya minta yang besar. Tetapi semua permintaan yang besar itu harus sesuai dengan kehendak Tuhan. Minta yang besar bukan berarti sombong. Yang hanya mau mengerjakan hal-hal kecil bukan berarti rendah hati. Tetapi menginginkan hal-hal besar yang sesuai kehendak Tuhan, dan mengerjakan bagi Tuhan, itu sangat diperlukan. Justru kalau di Indonesia ada satu orang yang dapat berkhotbah terus kepada ratusan ribu orang, dia akan membawa banyak jiwa kepada Tuhan, tapi kita hanya puas dengan yang kecil saja. Yesus memang mulai dari kelompok kecil, hanya dua belas murid. Tetapi apakah Yesus berkata kepada mereka, pergilah ke kampung kecil saja? Apakah demikian? Tidak! Yesus berkata, Pergilah ke seluruh dunia, jadikanlah semua bangsa muridKu. (Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus Mat. 28:19). (Lalu Ia berkata kepada mereka: Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk Luk. 16:15). Pendeta yang salah mengerti Alkitab jangan mengajar orang lain. Kalau dia sendiri hanya mengerti separuh-separuh, lalu mengajar muridnya untuk menjadi orang yang kerdil, yang tidak berambisi, itu mencelakakan Kekristenan. Saya harap besok murid-murid saya lebih besar daripada saya. Kalau mungkin, mintalah sebesar mungkin dari Tuhan, bekerjalah sebesar mungkin bagi Tuhan, asal menurut perintah dan pimpinan Roh Kudus yang jelas supaya lebih banyak orang boleh diberkati.

Yesus memilih kedua belas murid, itu namanya kualitas (quality), Yesus menyuruh mereka pergi ke seluruh dunia menjadikan segala bangsa muridNya, itu namanya kuantitas (quantity). Jika kamu menjaga kualitas lalu kehilangan kuantitas, maka kamu salah. Sebaliknya, jika kamu mengejar kuantitas lalu mengorbankan kualitas, kamu juga salah. Perkataan Nabi Yeremia adalah, Janganlah merencanakan yang besar bagi dirimu. Di situ ada kata jangan. Sedangkan Yesus yang merendahkan diri menjadi manusia berkata, Jikalau ingin menjadi besar. Yesus tidak mengatakan jangan ingin menjadi besar, atau jangan mimpi besar. Lalu sambungNya, Hendaklah kamu menjadi budak (pelayan) bagi orang-orang lain. (Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu

Mat. 20:26; Mrk. 10:43). Itu prinsip Yesus. Jadi, berambisi besar itu tidak salah, tetapi ada jalannya. Jalannya itu apa? Rendah hati, melayani orang lain, mengorbankan diri, menyerahkan diri, dan rela menjadi budak orang lain. Jikalau kamu ingin menjadi besar, jadilah budak yang melayani orang lain. Di sinilah kita melihat keistimewaan dan kekuatan ajaran Kekristenan.

Keinginan itu tidak salah. Alkitab memberitahukan beberapa keinginan yang salah, dan mengapa suatu keinginan diperbolehkan. Tetapi Alkitab juga memberitahukan bahwa keinginan itu harus dibatasi, misalnya, janganlah kamu menginginkan hal yang sudah dimiliki orang lain. Di sini harus ada batas. Jika kamu belum menikah lalu mencintai seseorang dan orang itu belum menikah, silahkan kejar. Seorang laki-laki yang berkata, Saya cinta kamu. Saya mau menikah denganmu, tidak usah malu, karena itu berarti dia bakal bertanggung jawab selama berpuluh-puluh tahun untuk melindungi dan menjamin keamanan perempuan itu. Dia memiliki kewajiban sebagai suami yang bertanggung jawab atas istrinya. Itu tidak salah. Tapi jika kamu sudah mempunyai istri, dan orang itu sudah mempunyai suami, lalu kamu berkata kepada istri orang tersebut, Aku cinta kamu, itu berarti kamu gila. Itu keinginan yang tidak beres, yang menjadi pendahuluan perzinahan, pendahuluan perusakan masyarakat, pendahuluan pembunuhan. Keinginan itu boleh, asal di dalam keadaan yang wajar, di dalam hak yang terbatas. Kamu yang belum menikah, berhak untuk menginginkan seorang wanita yang secantik apa pun. Itu hakmu. Tetapi kalau dia tidak mau, itu juga hak dia. Tidak bisa seenak diri saja.

Alkitab mengatakan kepada kita, jangan tamak uang. Orang yang tamak uang akan menusuk hatinya sendiri dengan segala kesusahan. Tamak harta, adalah akar segala kejahatan. Orang yang ingin mendapatkan uang bayak dengan cara yang tidak beres selalu berpikir dirinya lebih pintar daripada orang lain. Tetapi sepertinya ada hukum yang sering tidak kelihatan yang akan menangkapnya sehingga dia tidak dapat lolos. Perasaan enak yang pada mulanya ia rasakan, akhirnya menjerat dirinya sendiri. Ketika dia mati-matian mau melepaskan diri, sudah tidak bisa. Untuk menangis pun, air mata tidak cukup. Jangan main-main. Uang yang diterima secara wajar, uang yang diterima dari kerja keras dan menguras keringat, uang yang diterima secara benar, itu uang yang sehat dan mempunyai bangunan di atasnya yang tidak mudah roboh. Uang yang terlalu cepat diterima dari perjudian, yang diperoleh dari kelicikan, dan dari kepintaranmu sehingga kamu dapat memasang jerat bagi orang lain, sampai dia jatuh ke dalam jeratmu dan uangnya kamu sita dan kamu ambil, besok kamu menurunkan

pedang bagi anak-anakmu, saling berperang, saling membunuh. Jangan main-main. Tamak harta, adalah akar segala kejahatan.

Jangan menginginkan milik orang lain, jangan menginginkan lebih dari apa yang sudah diberikan Tuhan di dalam jalur yang benar. Tidak hanya itu, jangan kamu menginginkan hal-hal yang bersangkut paut dengan rencana iblis dan berlawanan dengan kehendak Tuhan. Alkitab dengan jelas memberikan banyak contoh. Salah satu contoh yang paling nyata adalah Raja Ahab yang menginginkan sebidang tanah milik Nabot. Lalu dengan cara yang keji Nabot dibunuh dan tanahnya disita. Apakah Ahab mendapatkan tanah tersebut? Ya! Tapi Ahab harus mati. Menurut Alkitab, darahnya dikulat anjing. (Katakanlah kepadanya, demikian: Beginilah Firman Tuhan: Engkau telah membunuh serta merampas juga! Katakan pula kepadanya: Beginilah Firman Tuhan: Di tempat anjing telah menjilat darah Nabot, di situ jugalah anjing akan menjilat darahmu 1 Raj. 21:19). Jangan tamak. Jangan main-main.

Contoh yang lain ialah, Daud, seorang yang berkenan di hati Tuhan. Dia menginginkan istri orang lain yang cantik, Batsyeba. Daud melihat Batsyeba, lalu dia ingin bersetubuh dengannya. Keinginan itu menjadi sebuah kejahatan yang membuat suami Batsyeba dikirm ke garis depan peperangan yang paling berbahaya supaya terbunuh. Karena hal ini, maka empat anak Daud, anak-anak yang dilahirkan dalam istana, harus mati sebagai hukuman dari Tuhan.

Kiranya Roh Kudus memberikan kekuatan kepada kita, memelihara kita, dan menjaga kita, sehingga keinginan, kerinduan, ambisi, kedahagaan, kehausan, kelaparan jiwa kita dibatasi, sehingga tidak jatuh ke dalam jerat iblis. Amin.

DELAPAN SIMPATI SEJATI Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan. Matius 5:7

Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya? Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.

1 Yohanes 3:17-18

Jika dalam bab-bab sebelumnya kita telah membicarakan tentang elemen-elemen pengudusan emosi dalam hidup orang Kristen, maka kali ini kita berbicara mengenai elemen lainnya, yaitu: Simpati. Sebagai orang Kristen, kita harus memiliki rasa simpati, kemurahan yang suci, serta hati yang berbelaskasihan kepada orang lain, di mana semuanya itu merupakan elemen-elemen yang sangat penting. Ini adalah salah satu aspek yang paling anggun dari karakter yang mungkin dicapai oleh seseorang. Kadang-kadang kita melihat orang yang kurang bersimpati, kurang bermurah hati, dan kurang berbelas kasihan, dapat memperlakukan sesamanya manusia seperti seekor binatang. Mengapa? Karena dia lupa bahwa dirinya sendiri adalah manusia dan sesamanya yang diperlakukan demikian pun juga seorang manusia. Dalam hubungan antarmanusia diperlukan sebuah tali ikatan, yang mengikat keduanya berdasarkan emosi yang sangat indah, yaitu simpati.

MENGERTI SIMPATI

Kata simpati terdiri dari gabungan kata sym, yang berarti bersama-sama, harmonis, kebersamaan; dan pathos, yang berarti perasaan. Kita memerlukan pengertian dan

perasaan bersama, bahwa dia manusia, saya pun manusia. Manusia mempunyai erasaan yang mirip, sama-sama adalah manusia yang sama-sama memerlukan perasaan yang sama, maka saya harus mengerti dari sudut ini apa yang dirasakan oleh orang lain.

Jika kita sendiri memiliki perasaan yang halus, tetapi mengira orang lain itu binatang, maka kita tidak lagi menjalankan tugas dan kewajiban kita sebagai manusia yang harus bersimpati. Di dalam percakapan dua orang, jika kita melihat orang ketiga yang terus berbicara sendiri dan tidak mau mendengar orang lain, jangan pernah kita menjadi kawannya. Jika di dalam pembicaraan dengan orang lain, yang dibicarakan hanya anaknya sendiri atau usahanya sendiri, dan tidak pernah mau mengetahui kesulitan orang lain, jangan kita menjadi kawannya. Mungkin secara tidak sadar kita juga sudah menjadi orang semacam ini. Jika berbicara, hanya membicarakan diri kita sendiri; hanya bicara tentang perasaan sendiri, bicara tentang untung sendiri, dan segala sesuatu yang hanya ada sangkut pautnya dengan diri sendiri. Orang seperti ini tidak akan pernah menjadi pendengar yang baik. Kalau bertemu dengannya, dia akan terus berbicara, dan hanya dia saja yang mau didengar, dan dimengerti; pada waktu orang lain mulai berbicara, dia pergi. Inilah tanda orang yang tidak memiliki simpati. Mungkin juga kita sudah membiasakan diri menjadi orang seperti ini.

Di dalam pergaulan, kadang-kadang kita perlu mendengar, perlu mengerti, perlu bersabar mengetahui apa yang dirasakan dan dikatakan orang lain. Berbeda dengan seorang guru, mustahil dan tidak benar jika seorang guru sepanjang hari hanya mendengarkan murid, karena murid memang datang untuk mendengarkan guru. Orang Kristen yang terus-menerus meminta Tuhan untuk mendengarnya, tetapi tidak mau terus-menerus mendengarkan Tuhan, bagaikan Gereja-gereja Karismatik yang hanya terus berdoa, mau Tuhan mendengar, tetapi tidak memedulikan firman sebagai kebenaran Allah serta hanya menonjolkan kesaksian manusia dan doa keinginan manusia yang diemosikan. Mereka terlihat giat sekali, tetapi sebenarnya tidak baik-baik mendengarkan Firman Tuhan. Apabila orang Kristen seumur hidupnya tidak mau mendengarkan Firman Tuhan, dan hanya mau Tuhan mendengarkan kita, hal ini tidaklah adil.

SIMPATI VERTIKAL DAN HORIZONTAL

Ketika Tuhan berbicara kepada manusia, Dia tidak mungkin salah, karena Dia adalah kebenaran. Dalam relasi guru dengan murid, guru yang berbicara, karena guru yang mengajar dan murid mendengarkan. Tetapi di dalam persamaan sebagai saudara, sebagai anggota dalam komunitas, atau sebagai sesama orang Kristen, atau sebagai sesama manusia, kita perlu saling mendengarkan. Kecuali jika kita betul-betul mengakui bahwa orang itu benar-benar mengerti lebih banyak dan kita mau belajar dari dia, maka belajarlah mendengar. Kalau tidak, kita harus mempunyai perasaan yang sama satu dengan yang lain. Dengan demikian, kita memupuk pengertian isi hati, pengertian perasaan, dan pengertian kebutuhan orang lain.

Kebudayaan di Barat dan Timur mempunyai titik tolak yang berbeda sehingga mengakibatkan pemusatan yang berlainan dalam menjadikan titik tolak atau pusat dalam mengembangkan system kebudayaan. Di Barat, rasio diutamakan. Di Timur, perasaan yang diutamakan. Itulah sebabnya banyak agama timbul di Timur, bukan di Barat; logika berkembang di Barat, bukan di Timur. Pendidikan lebih banyak dianggap penting di Barat, tetapi meditasi dan perasaan budaya yang halus dari hati manusia dikembangkan di Timur. Mengapa orang Barat kalau mau bermeditasi pergi ke Timur, sedangkan orang Timur mengirim anaknya sekolah ke Barat. Mengapa kita tidak mengirim anak kita sekolah ke Irak? Kenapa sesudah lulus anak kita tidak dikirim ke Srilanka? Kenapa anak kita dikirim ke Jerman, Amerika, Belanda, Inggris, Australia? Namun demikian, dunia Barat telah merasionalisasikan agama dan theologi, sedangkan dunia Timur lebih mementingkan perasaan jiwa, hati, bermeditasi, dan perenungan. Inilah perbedaan Barat dan Timur. Orang yang penting di Gerika adalah Aristoteles, orang yang penting di Asia adalah Mencius.

Mencius mengatakan empat kalimat yang penting tentang bagaimana mengembangkan sesuatu yang sudah ada di dalam jiwa manusia. Istilah ren jie you ze berarti setiap orang yang disebut manusia semua orang sama-sama memiliki itu tidak berbeda. Tidak ada perbedaan warna kulit, hitam, putih, cokelat, atau bangsa, suku, bahasa. Semua yang disebut manusia itu sama. Ini penemuan besar. Menemukan persamaan menjadi suatu dasar kemungkinan untuk mencapai perdamaian. Menemukan perbedaan mungkin berarti mendapatkan penyebab peperangan. Peperangan terjadi karena kamu berbeda dengan saya, dan saya harus menghancurkan kamu. Tapi ketika kita menemukan persamaan kita dengan orang

lain, persamaan-persamaan yang digali dan disadari mengakibatkan kita mencari keharmonisan. Tapi sebenarnya, orang yang mengetahui persamaan namun tidak mengerti perbedaan adalah orang yang agak bodoh, sebaliknya yang bisa mengerti perbedaan itu adalah orang yang pintar. Jika kita hanya bisa mengerti persamaan antara monyet dan manusia, kita hanya mengerti teori evolusi, tapi mengerti perbedaan manusia dengan monyet barulah menemukan keunikan ciptaan Tuhan.

EMPAT KEUNIKAN MANUSIA VERSI MENCIUS

Mencius berdasarkan wahyu umum telah mengatakan, Semua manusia (ren jie you ze ) sama-sama memiliki empat hal. Keempat hal tersebut meliputi: 1. Perasaan Terharu Perasaan terharu kita berbeda dengan binatang. Pada waktu seorang anak kecil sakit, dia menangis. Kita bukan anak kecil, kita sudah dewasa, tapi ketika kita melihat anak kecil menangis karena sakit, kita ikut menangis dan terharu. Kita sedih, karena kita terharu. Perasaan terharu ini membuktikan bahwa kita adalah manusia. Tetapi ketika seorang anak kecil menangis, apakah seekor harimau datang dan berkata, Kasihan ya. Meskipun aku lapar, tapi aku terharu, aku pergi dan tidak jadi makan? Tidak, anak itu pun langsung dimakan harimau, karena harimau bukan manusia. Harimau tidak bisa merasa terharu karena emosinya tidak dapat terangsang menjadi emosi simpati. Menurut Mencius, perasaan terharu adalah aspek pertama atau fungsi pertama dari hati nurani.

2. Perasaan Malu Perasaan kedua adalah rasa malu. Ketika kita berbuat salah, kita menjadi malu. Kita malu mengapa mengatakan kalimat tertentu, mengapa mengerjakan sesuatu, atau bersikap seperti itu. Orang yang berbuat salah bisa merasa malu. Orang yang berkata salah bisa merasa malu. Orang bertindak salah bisa merasa malu. Orang setelah berbuat dosa bisa menyesal dan merasa malu. Binatang tidak. Jika ada orang yang setelah berbuat dosa tidak malu, malah membanggakan diri, Coba lihat, aku bisa menipu papaku, istriku, mereka tidak tahu, maka orang itu lebih mirip binatang, dan tidak mirip manusia. Manusia adalah manusia, karena manusia dapat menjadi malu

karena kesalahannya. Ini adalah hal yang sangat penting, yang dapat menjadikan kita mungkin bertobat, mungkin meninggalkan dosa, mungkin hidup lebih baik karena kita memiliki kesanggupan atau daya dasar untuk merasa malu karena dosa.

3. Perasaan Hormat dan Mengalah Perasaan unik yang ketiga adalah kerelaan menghormati orang lain dan mengalah. Perasaan ini dimiliki oleh setiap orang. Ketika kita berada di dalam bus dan melihat ada seorang yang jauh lebih lemah, jauh lebih tua, dan tidak mempunyai kekuatan, kita akan merasa sungkan dan tidak enak untuk tetap duduk dan membiarkan orang tersebut berdiri. Kita sadar bahwa dia lebih lemah dari kita, kemudian kita mulai berdiri dan memberikan kursi kepadanya. Jika kita seorang laki-laki yang masih kuat, maka kita tidak mungkin tetap duduk dan membiarkan seorang perempuan yang sedang hamil tua tetap berdiri. Dengan perasaan mengalah, kita rela memberikan sesuatu yang seharusnya menjadi hak kita untuk menghormati orang lain karena kita simpati kepadanya. Perasaan demikian haruslah ada, untuk membuktikan bahwa kita benar-benar manusia. Filsafat Tiongkok Kuno mengatakan, ren ci ren ye, berarti manusia harus memiliki jiwa kebaikan, jika hal itu tidak ada, apakah dia boleh disebut manusia? Apa tanda dan syarat-syaratnya? Apa kualifikasi seseorang sehingga dia dapat disebut sebagai manusia? Jika dia berbentuk manusia, bertopeng manusia, bertubuh manusia, tetapi berjiwa setan, berjiwa binatang, dia adalah penipu yang paling besar dalam masyarakat.

4. Perasaan Intuisi Pembeda Perasaan keempat yang merupakan keunikan dalam diri manusia adalah suatu intuisi dalam diri manusia yang membedakan antara yang baik dan yang jahat, yang benar dan yang salah, yang boleh dan yang tidak boleh, yang sesuai dengan hati nurani atau yang melawan hati nurani. Hal keempat ini sama dengan apa yang dikatakan oleh Paulus dalam Roma 2 (Sebab dengan itu mereka menunjukkan bahwa isi Hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela Rm. 2:15), bahwa orang-orang yang tidak diberi Taurat, bangsa-bangsa yang tidak pernah mengenal Taurat Musa, tidak bolehlah lupa bahwa Allah tetap akan menghakimi mereka karena fungsi Taurat sudah dicantumkan dalam hati mereka. Mereka tidak luput dari penghukuman Tuhan pada hari kiamat karena kepada mereka sudah diberikan hati nurani. Istilah hati nurani

yang dibicarakan lebih dari dua puluh kali dalam Perjanjian Baru tidak pernah muncul dalam Perjanjian Lama, tetapi sudah diisyaratkan dalam Perjanjian Lama dalam Kitab Amsal sebagai pelita di dalam jiwa manusia. (Roh manusia adalah pelita Tuhan, yang menyelidiki seluruh lubuk hatinya Ams. 20:27). Manusia disebut manusia karena ada satu pelita, yaitu cahaya yang memberikan penyinaran, penerahan, untuk menunjukkan kesalahan-kesalahan, dosa dan kejahatan yang telah kita lakukan.

Keempat hal yang digabungkan dan ditemukan oleh Mencius ini adalah reaksi manusia terhadap wahyu umum. Saya membagikan reaksi manusia dalam dua jenis: 1) Reaksi manusia terhadap wahyu umum secara eksternal (external reaction), yaitu reaksi yang dinyatakan keluar, mengakibatkan timbulnya kebudayaan, 2) reaksi manusia terhadap wahyu umum Tuhan Allah secara internal (internal reaction), yaitu nilai hidup internal dalam diri manusia, mengakibatkan timbulnya agama. Agama dan kebudayaan saling bertumpang tindih dan bertemu dalam satu bidang, yaitu moral. Meskipun keagamaan yang liberal tidak lagi menerima hal-hal metafisika, supernatural, mujizat seperti yang tercantum dalam Kitab Suci, namun mereka, tidak dapat menolak satu-satunya bidang yang tidak mungkin dibuang, yaitu moral. Demikan juga pada waktu kebudayaan membicarakan tetang nilai yang paling dalam, tidak mungkin tidak menjelajah ke dalam satu hal yang paling dalam, yang paling misterius yaitu nilai moral. Inilah satu tempat yang bertumpang tidih, satu tempat yang sama-sama dimiliki; kebudayaan sedalam-dalamnya memiliki penilaian tentang moral, agama sedangkal-dangkalnya juga memiliki penilaian di dalam bidang moral.

Moral, seperti yang terncantum di dalam Alkitab disebut sebagai hati nurani, menjadi salah satu aspek yang menyebabkan kita disebut cipataan menurut peta dan teladan Allah. Manusia disebut manusia karena ia memiliki kemampuan untuk terharu, memiliki kemampuan untuk mengerti jiwa orang lain, memiliki kewajiban untuk berbuat baik dan tidak berkanjang dalam kejahatan, seperti yang dimandatkan dalam perintah tertinggi yang diberikan Tuhan dalam hatinya. Dengan demikian, usaha untuk membuktikan Allah itu ada atau tidak, tidak diperlukan lagi. Di dalam filsafat Immanuel Kant, presuposisi ini menjadi suatu dasar yang tidak membutuhkan argument lain, apa pun itu. Argument ini sudah cukup. Argument bahwa kita harus bermoral tinggi merupakan argumen dasar yang tidak membutuhkan argumentasi pendukung lainnya. Hal ini yang kemudian dikenal dalam pemikiran Kant sebagai categorical imperative, yang diterjemahkan sebagai perintah tertinggi yang tidak mungkin bisa dilampaui oleh perintah yang lain. Perintah ini diberikan kepada kita

oleh yang tertinggi, karenanya perintah ini adalah perintah yang tertinggi. Karena apa? Karena perintah ini bukan berasal dari hukum manusia, bukan dari pemerintah, bukan dari institusi, bukan dari gubernur, bukan dari raja, bukan dari papa mama. Setiap orang diberi perintah untuk berbuat baik, berbuat benar. Dari mana kalimat ini berasal? Tidak perlu dibuktikan. Tidak perlu membicarakan Allah ada atau tidak. Perintah ini sendiri sudah membuktikan bahwa Allah itu ada. Ini teori dari Immanuel Kant.

Jika ada Kant di Barat, maka di Timur ada Mencius, yang sama-sama mempunyai pengertian ini, namun berbeda dua ribu tahun. Mencius mengatakan hal ini dua ribu empat ratus tahun yang lalu, sedangkan Kant baru dua ratus tahun yang lalu. Dunia Barat jauh ketinggalan di dalam mengerti sifat manusia yang paling inti di dalam aspek kebudayaan, khususnya tentang masalah moral. Tapi Kitab Suci jauh lebih dahulu ada daripada Mencius, Konfusius, Buddha, dan pemikiran Upanishad dari Hinduisme. Dalam Mazmur 90, Musa telah mengatakan, Mari kita dengan takut akan Allah mengenal kemarahanNya. (Siapakah yang mengenal kekuatan murka Mu dan takut kepada gemasMu? Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikan, hingga kami beroleh hati yang bijaksana Mzm. 90:12). Karena takut kepada Allah, menghormati Tuhan, mengerti kemarahanNya, berarti kita mau berbuat segala sesuatu yang sesuai dengan perintahNya. Allah memberikan perintah moral kepada manusia melalui Musa dalam bentuk Sepuluh Perintah, sehingga kita dimampukan untuk mengerti bahwa aspek moral itu memang perintah yang berasal dari Tuhan Allah.

SIMPATI DAN KEMURAHAN

Dalam studi berikut ini, kita akan mencoba mengerti apa artinya kemurahan, simpati, dan belas kasihan. Sebagai sesama manusia, kita hidup di dalam dunia yang memiliki berbagai kesulitan. Kesulitan-kesulitan ini memancing kita untuk membayangkan bagaimana jika hal demikian menimpa kita. Ini hal yang disebut sebagai imajinasi. Ketika kita melihat seorang yang sedang sakit, lalu dengan begitu berat dia mengeluh, maka kita cenderung pergi meninggalkan dia, karena kita takut tertular, dan takut mengalami hal yang serupa dengannya. Keinginan menyingkir dengan segera ini merupakan daya dasar menusia yang dipicu oleh ketakutan kita untuk mengalami kesulitan dan pederitaan yang sama. Kita mempunyai suatu daya dasar yang sangat

misterius, yaitu hal-hal yang baik dan yang indah akan demikian menarik kita, sedangkan hal-hal yang jelek dan berbahaya membuat kita lari menjauh. Ketika kita melihat orang lain yang terus-menerus batuk, mengeluh, sakit dan tidak kunjung sembuh, kita mulai berpikir untuk meninggalkan, karena takut mengalami penderitaan atau kesakitan yang sama. Daya dasar demikian merupakan daya dasar yang sangat wajar. Hal yang indah menarik kita untuk melihat lebih banyak. Anak kecil yang mungil, cantik, bagus, bersih, dengan sendirinya kita melihat lebih banyak, bukan? Tetapi yang jelek, yang abnormal, mengakibatkan kita pergi serta tidak mau melihat, karena merasa tidak ada faedahnya bagi kita. Hal demikian merupakan suara hati paling dalam dari insting manusia untuk membela diri.

Tetapi, mengapa ada semacam orang yang justru pada saat orang lain mengalami kesulitan, justru datang mendekat kepadanya? Orang-orang seperti ini begitu rela mendekati orang-orang yang miskin, yang susah, yang abnormal, yang sakit keras, bahkan yang berpenyakit menular. Itu berarti ada suatu perubahan emosi, yang terjadi pada orang-orang itu, sehingga mereka tidak lagi bergantung hanya pada naluri alamiahnya, tetapi mulai naik menuju taraf simpati. Rasa simpati menjadikan mereka memiliki kemurahan, perngertian, kerelaan berkorban diri, rela menyangkal diri, dan rela memberi. Melalui perilaku ini muncul suatu keindahan dalam sifat manusia, yang seharusnya dimiliki oleh setiap orang Kristen. Pertama kali saya merasakan emosi demikian sangatlah tidak mudah, yaitu ketika saya berusia 19 tahun. Saya menyerahkan diri menjadi hambat Tuhan saat berusia 17 tahun dan mulai pergi mengabarkan Injil. Saya membeli traktat dengan uang saku saya sendiri, lalu berusaha membagikannya di kereta api, di rumah sakit, dan berbagai tempat lainnya. Saya pernah diusir, dimaki, dan dihina, tetapi saya tidak peduli. Dalam tiga setengah tahun, hingga usia 20 tahun, saya telah berkhotbaqh sebanyak 862 kali di berbagai gereja. Suatu kali saya melayani kelas sekolah minggu dengan anak-anak sekitar 8 hingga 12 tahun. Di sebelah kanan saya, di baris paling depan, ada seorang anak dengan wajah yang abnormal. Jika kamu melihatnya, kamu pasti ingin segera berpaling dan meninggalkannya. Anak seperti ini biasanya tidak dibawa ke tempat umum. Saya sungguh-sungguh takut melihatnya, dan saya merasa sangat susah, bahkan tidak bisa melihat wajahnya. Ketika saya harus berkhotbah, pikiran saya terus dipengaruhi oleh wajah anak itu, yang membuat saya sulit berkonsentrasi untuk bercerita pada anak-anak tersebut tentang Firman Tuhan. Saya itu juga saya ditegur oleh Tuhan: Apakah kamu sadar siapa dirimu? Apakah kamu seorang hamba Tuhan jika kamu tidak memiliki cinta kasih yang cukup untuk melayani? Saya merasa susah sekali, dan hari itu saya belajar untuk melihatnya dan memberi tahu bahwa saya

mengasihinya. Namun sungguh, setiap kali saya melihat dia, melihat wajahnya, saya ketakutan. Saya rasa, sepanjang saya berkhotbah, saya tidak sampai 5 kali melihatnya dan setelah itu saya tidak berani melihat dia lagi, kemudian cepat-cepat pulang. Malam itu, saya berlutut di hadapan Tuhan memohon ampun. Saya sadar bahwa saya tidak mungkin bisa menjadi seorang hamba Tuhan yang baik, jika melihat wajah seperti itu saja, saya sudah tidak tahan dan tidak rela. Saya terharu ketika melihat cinta kasih Tuhan Yesus yang rela datang ke dunia, mencintai manusia yang najis seperti saya, namun kini saya tidak rela melihat orang dengan wajah seperti itu.

Bertahun-tahun kemudian, setelah saya lulus dari sekolah theology, saya mengadakan Kebaktian Kebangunan Rohani di sana sini, saya diutus ke tempat orang sakit kusta dan ke tempat di mana ada banyak penyakit yang luar biasa beratnya. Di sana saya mulai berjanji kepada Tuhan bahwa saya mau belajar mengasihi mereka. Saya mau mengerti, mau menjamah tangan mereka, berjabat tangan satu per satu dengan orang sakit kusta, yang tubuhnya bernanah. Saya mau belajar kalau itu merupakan tugas seorang hamba Tuhan yang mau memberitakan kasih. Istilah kasih bukan pada mulut, tetapi berada di dalam ketulusan, kejujuran, dan kesungguhan.

Saya mau belajar untuk berlaku dengan kejujuran dan ketulusan. Memang itu sangat sulit dan berat, tetapi jika tidak bisa saya lewati, maka saya merasa lebih baik saya berhenti menjadi hamba Tuhan. Jika saya tidak bisa mengasihi mereka yang lebih rendah, lebih miskin, lebih sulit, lebih sakit, lebih kotor, lebih inferior daripada saya, lebih baik saya berhenti menjadi hamba Tuhan.

Suatu hari, pada saat saya turun dari pesawat di Surabaya dan dalam keadaan yang sangat lelah. Saya langsung memanggil taksi untuk pulang. Begitu naik taksi, saya baru sadar bahwa wajah sopir taksi itu begitu buruk. Hidungnya begitu besar dan sepertinya ada kelebihan daging yang cukup besar tumbuh di sana, sampai menjepit matanya. Saya mulai ketakutan lagi. Saya teringat anak yang saya temui ketika berusia 19 tahun dulu. Saya berpikir apakah kalau anak itu menjadi dewasa akan seperti sopir ini. Secara refleks saya duduk di kursi belakang sopir agar tidak melihat wajah supir tersebut. Tetapi dia terus mengajak saya berbicara sambil melihat ke kaca spion, sehingga saya harus terus melihat ke wajahnya. Saya menjadi heran, dan dalam hati saya muncul beberapa pertanyaan. Dia orang yang wajahnya abnormal, apakah

dia minder (rendah diri) atau tidak? Apakah dia sudah menikah, dan kalau sudah menikah, bagaimana perasaan istrinya terhadap dia? Lalu saya mulai berbincang-bincang dengan dia. Ternyata dia sama sekali tidak minder dan dia memiliki istri yang cantik dan memiliki dua anak yang sehat-sehat dan berwajah normal, tidak seperti dia. Istrinya juga begitu setia merawat dan mengasihinya. Mendengar cerita sopir ini, saya sadar bahwa kerohanian saya ternyata kalah dibandingkan dengan istri orang ini. Saya membayangkan jika mempunyai jodoh seperti itu, apakah saya masih bisa bertahan dan masih bisa mengasihi. Bagi saya ini sungguh sangat sulit.

Alkitab berkata, berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka juga akan diberi kemurahan. Ini hukum Tuhan. Jika Tuhan menghentikan keran yang menurunkan anugerah kepada kita, jangan kita terkejut, karena kita telah terlebih dahulu menghentikan keran kita untuk memberikan kemurahan kepada orang lain. Jangan kita mengira bahwa kita boleh menikmati terus-menerus anugerah Tuhan tanpa henti dan boleh berbuat kejam terhadap orang lain. Jangan kira dengan mempermainkan orang lain maka kita akan mendapatkan keuntungan sebanyak mungkin, dan Tuhan akan terus membiarkan kita hidup seperti ini. Pada satu hari Tuhan akan menghitung dosa kita seperti Dia menghitung dosa yang sudah ditimbun oleh Belsyazar. Tuhan mengatakan, Mene, mene, tekel ufarsin, yang artinya: sudah genap, sudah cukup, dan berhenti sampai di sini saja (Dan. 5:25). Anugerah Tuhan telah dihentikan karena kejahatan Belsyazar sudah memuncak, kejahatannya sudah genap, dan sampai di sini saja hidupnya. Malam itu dia dibunuh, dan kedudukannya diserahkan kepada orang lain. Malam itu juga dia dilempar keluar dari anugerah Tuhan. Pada hari itu, dia tidak lagi berhubungan dengan anugerah Tuhan. Hari itu menjadi hari terakhirnya. Jangan kira semua kemurahan anugerah Tuhan boleh sepatutnya kita terima terus-menerus (Rm. 2:3-5).

Sering kali kita terus-menerus menabung kejahatan, dan sambil menabung kejahatan, kita beranggapan bahwa kita bisa terus-menerus menerima anugerah. Sering kali kita berpikir bahwa sambil menabung kejahatan, sambil menikmati kemurahan Tuhan. Memang itu semua bisa terjadi, tetapi hanya sampai batas tertentu. Kemurahan dan anugerah Tuhan sebenarnya menuntut kita untuk bertobat, berhenti berbuat jahat. Tetapi kita berdiam diri dan mengabaikannya. Maka pada saat kita menganggap sepi anugerah Tuhan, kita sedang menimbun kemarahan Tuhan. Dan kemarahan itu akan memuncak sampai di hari kiamat, di mana manusia sudah tidak

bisa lagi melarikan diri. Mene, mene, tekel ufarsin, Tuhan berkata, Sudah cukup dan sekarang dihentikan. Mulai hari ini kamu disingkirkan, kamu diturunkan dari takhtamu, kamu diberhentikan dari penerimaan anugerah yang selama ini berlimpah. Kiranya hini menyadarkan kita untuk jangan bermain-main dengan Tuhan. Tuhan itu dahsyat; Tuhan itu adil dan suci adanya. Kehormatan dan kemarahan yang tertinggi tidak mungkin disupa. Tidak mungkin lagi untuk naik banding. Karena Dia adalah yanag paling besar dan paling tinggi.

Mari kita belajar akan prinsip kemurahan ini. Mari kita belajar memberi kemurahan kepada orang lain, maka kepada kita akan diberikan kemurahan. Pada saat kita memberikan simpati kepada orang lain, maka kepada kita akan diberikan simpati. Pada saat kita menyatakan belas kasihan kepada orang lain, maka kita akan menerima belas kasihan. Urutan ini tidak boleh salah dan tidak boleh dibalik. Jangan kita menjadikan belas kasihan, simpati, memperhatikan orang lain, sebagai umpan untuk mendapatkan berkat lebih banyak sebagaimana ajaran-ajaran sesat dari beberapa aliran Karismatik. Ada sebagian dari mereka yang menyatakan bahwa jika kita memberi persembahan sepuluh ribu, maka Tuhan memberikan seratus ribu. Itu bukanlah motivasi yang diajarkan di dalam Alkitab. Itu lebih tepat menjadi ajaran dari setan. Mungkin ada orang yang menyanggah dan menyatakan bahwa ketika dia memberikan perpuluhan, Tuhan betul-betul memberkatinya. Dalam hal ini kita harus tahu bahwa yang terjadi sebaliknya, yaitu orang itu telah terlebih dahulu menerima dari Tuhan, baru mengembalikan sepersepuluhnya. Jangan kita memutarbalikkan Firman Tuhan: yang Tuhan berikan, kita kembalikan sepersepuluhnya, bukan memberi sepersepuluh supaya Tuhan memberi seratus, atau memberi seratus supaya Tuhan memberi seribu. Memang Tuhan berjanji akan membukakan tingkap langit dan melimpahkan berkat kepada kita, tetapi Tuhan tidak berkata bahwa jika kita memberikan satu juta, maka Tuhan berkewajiban mengembalikan sepuluh juta; atau jika kita memberikan satu miliar, Tuhan harus mengembalikan sepuluh miliar, itu ajaran yang memutarbalikkan Alkitab.

Alkitab mengatakan, jika ada orang memiliki karunia lidah atau bernubuat, maka dia harus mengikuti peraturan atau ketertiban. Dalam sebuah Konferensi Kristen Internasional, seorang pendeta Karismatik mengatakan, yang dimaksud dengan menurut peraturan itu berarti semua gereja harus mempunyai dan melakukan karunia lidah. Saya menyatakan bahwa itu adalah kesalahan penafsiran Alkitab. Saya menyatakan itu dengan keras dan tegas di hadapan orang itu dan di hadapan semua

peserta konferensi itu, karena ribuan gereja bisa ditipu dan diselewengkan atau dibawa kepada kesalahan yang fatal. Alkitab dengan jelas mengatakan, kita bukan hanya berdoa dalam roh, tapi juga harus berdoa dengan akal budi. Mereka membalikkan bahwa kita bukan hanya berdoa dengan akal budi, tetapi harus juga dalam roh, lalu mengajurkan karunia lidah. Cara penafsiran Alkitab seperti demikian harus kita hindari dan waspadai. Tidak ada ajaran Alkitab yang mengajarkan bahwa jika kita memberikan satu miliar, nanti Tuhan akan memberikan sepuluh miliar. Saya rasa, jika kita membutuhkan uang, cara seperti ini bisa menjadi satu cara yang efektif sekali untuk mendapatkan uang. Tetapi itu bukan cara yang diizinkan oleh Tuhan. Yang Tuhan izinkan adalah berilah apa yang sudah diberi oleh Tuhan, dan kembalikanlah perpuluhan itu, karena itu milik Tuhan sendiri.

Alkitab mengajarkan tentang simpati, yaitu bagaimana kita memiliki belas kasihan dan kemurahan. Kita harus setiap saat siap menyatakan kemurahan yang didorong oleh belas kasihan. Ini ajaran Alkitab. Memberikan kemurahan bukan didasarkan pada motivasi untuk memancing sebagai umpan agar kita bisa mendapatkan berkat yang lebih besar lagi dari Tuhan Allah. Yang benar adalah karena digerakkan Tuhan, karena pimpinan Tuhan, karena prinsip Alkitab dan kasih Tuhan yang menggerakkan hati kita untuk mengingat orang miskin, mengingat orang sakit, mengingat orang yang membutuhkan, mengingat orang yang kesusahan. Allah tidak akan melupakan orang yang selalu hidup dalam keadaan demikian.

SIMPATI ADALAH KESEIMBANGAN DOKTRIN DAN PERBUATAN

Simpati berasal dari kata sympathos, yaitu suatu perasaan bersama di dalam hidup bersama seseorang, ini merupakan suatu perasaan yang luar biasa anggun. Seorang yang penuh simpati, yang begitu rela dan mau mengerti orang lain, yang mau mengetahui kesulitan orang lain, adalah seorang yang agung. Jika dalam suatu Gereja, doktrin telah digarap dengan begitu ketat, orang menjadi pandai dan mengerti theology, pandai berkhotbah, tetapi memiliki hati yang dingin bagaikan es batu, maka lebih baik Gereja itu ditutup saja. Banyak Gereja Reformed di seluruh dunia, namun kebanyakan mereka mementingkan ajaran yang ketat, memiliki doktrin yang benar dan kuat, tetapi kehilangan semangat memberitakan Injil. Saya ingin Gereja memiliki doktrin yang kuat sekaligus hati yang mengasihi jiwa-jiwa yang terhilang. Itu

sebabnya Gereja Reformed yang saya dirikan diberi nama Gereja Reformed Injili. Ketika Kromminga meninggal, (John H. Krimminga [1918-1994], adalah rektor Calvin Theological Seminary yang kelima, menjabat selama 28 tahun [1956-1983]. Ayahnya juga seorang rektor dari Grundy College di Iowa. Dia lulus dari CTS tahun 1942 dan mulai mengajar di CTS pada tahun 1952, sebelum menjadi rektor pada tahun 1956) orang menemukan tiga makalah. Makalah dari mantan rektor Calvin Theological Seminary ini sepintas terkesan bernuansa liberal. Setelah orang meneliti, baru mereka sadar bawa selain memperhatikan doktrin yang ketat, masih ada banyak hal lain yang juga perlu diperhatikan, khususnya bagaimana mencintai jiwa-jiwa yang terhilang, dan juga bagaimana bersimpati, mengasihi orang-orang yang miskin, yang susah, yang menderita dan yang mengalami berbagai penyakit.

Yesus Kristus sendiri di dalam dunia mengajar dan menegur, mengajar tentang Kerajaan Allah, menegur kemunafikan orang Farisi. Tetapi di lain pihak, Dia juga memberi belas kasihan dan pertolongan kepada sedemikan banyak orang yang memerlukan pertolongan. Yesus menaruh belas kasihan kepada mereka, Yesus bersimpati kepada mereka, dan Yesus menyatakan kemurahan kepada mereka. Istilah simpati tercatat muncul 10 kali di seluruh Perjanjian Baru. Pada waktu Yesus melihat ribuan orang lapar karena belum makan, Dia menaruh belas kasihan kepada mereka. Ketika Yesus melihat mereka seperti domba yang kehilangan arah di seluruh bumi, Yesus menaruh belas kasihan kepada mereka.

SIMPATI PADA SESAMA ORANG PERCAYA

Pertama-tama, kita perlu memupuk belas kasihan kepada sesama saudara seiman kita. Kita perlu mulai menjalankan simpati kita kepada sesama orang Kristen. Banyak orang di dalam Gereja saling membenci, tetapi bisa begitu baik kepada orang di luar Gereja. Dia penuh kebencian terhadap sesama orang percaya, tetapi begitu giat melakukan kegiatan diakonia kepada orang-orang lain yang tidak seiman. Orang-orang seperti ini sulit sekali menolong saudara-saudaranya yang seiman, sulit mengulurkan tangan bagi saudara seimannya, tetapi begitu bermurah hati pada orang-orang yang tidak seiman. Ini sikap yang melawan ajaran Alkitab, dan ini bukan sikap orang Kristen yang baik. Itu bukan berarti kita tidak mengasihi dan berbelas kasihan kepada sesama manusia secara umum. Alkitab mengajar kita untuk mengasihi

sesama kita, baik orang percaya maupun orang yang belum percaya. Petrus mengajarkan kita untuk mengasihi semua orang, tetapi dimulai terlebih dahulu dari saudara-saudara seiman dulu, baru mengasihi semua orang. Ada urutan yang harus diperhatikan. Apabila orang Kristen sendiri yang berada dalam kesulitan tidak dijaga, tidak dipelihara, tidak digubris, dan memakai perpuluhan hanya untuk orang luar, maka rumah Tuhan akan sunyi senyap, serta selalu dihina oleh orang lain. Apakah kita saling memikul beban saudara kita? Apakah kita mau saling menghapus air mata saudara kita? Apakah kita mengerti beban berat yang ditanggung oleh saudara kita? Apakah kita menaruh belas kasihan kepada mereka?

BAGAIMANA MENARUH BELAS KASIHAN

Bagaimana kita bisa hidup sebagai orang Kristen yang menaruh belas kasihan kepada sesame? Selain naluri yang kita miliki, yang sudah diberikan oleh Tuhan sebagai sifat dasar manusia, semua orang diberikan oleh Tuhan fungsi hati nurani seperti demikian, saya percaya kita memerlukan beberapa pengertian lebih dalam lagi.

1. Ketaatan Belas kasihan adalah prinsip dan ajaran Alkitab yang harus kita taati. Selain kita mengerti bahwa kita adalah manusia yang diciptakan Allah dengan fungsi hati nurani, kita juga harus mengerti bahwa berbelas kasihan adalah suatu prinsip hidup Kristen yang tidak dapat ditolak, suatu perintah Allah yang harus kita taati. Allah sudah memberikan perintahNya supaya kita berbelas kasihan kepada orang lain, maka kita harus memiliki kemurahan hati kepada sesama sebagai bukti bahwa kita menaati Allah. Jika kamu mengatakan bahwa kamu kurang tergerak dan tidak mempunyai desakan dari Roh Kudus, maka saya akan berkata bahwa hal ini tidak perlu didiskusikan lagi, karena berbelas kasihan atau memberikan kemurahan kepada orang lain adalah perintah Tuhan yang harus ktia jalankan.

Ada dua macam sikap dalam menjalankan perintah Tuhan ini: pertama, rela; dan kedua, kurang rela. Apakah orang yang kurang rela melakukan perintah ini boleh tidak melakukannya? Tidak rela pun harus tetap melakukannya. Mengapa? Karena ini

suatu perintah; perintah yang berasal langsung dari Tuhan Allah. Perintah Allah adalah perintah yang harus kita kerjakan, karena Dia adalah Allah. Ketika Allah menghendaki dan memerintahkan kepada kita agar hidup suci, maka sekalipun kita tidak suka hidup suci, kita harus tetap hidup suci. Ketika Allah memerintahkan kita untuk mengabarkan Injil, sekalipun kita tidak suka mengabarkan Injil, kita harus tetap mengabarkan Injil. Dalam hal ini, sambil kita menjalankan, sambil meminta kepada Tuhan untuk menolong kamu dengan memberikan kelembutan dan kerelaan hati untuk melakukannya dengan ringan.

Hanya ada satu perbedaan antara orang yang rela dengan yang tidak rela menjalankan perintah Tuhan, yaitu: memikul salib yang tidak ada pahalanya atau tidak perlu memikul beban kelebihan itu. Waktu kita rela melakukan perintah Allah ini, kita akan merasa bebannya ringan. Waktu kita tidak rela, maka kita merasa salib terlalu berat, dan saat itu kita sedang memikul beban tambahan yang tidak ada pahalanya. Orang seperti itu adalah orang yang bodoh, yang terus-menerus menjadikan dirinya tersiksa. Lebih baik ktia jangan membantah. Kalau kita diikat karena Tuhan sekarang sedang menghukum kita, maka sekalipun kita melawan, tidak mungkin ikatan itu lepas, sebaliknya kulit tangan kita akan teriris-iris karena kita melawan. Jangan bodoh, jika Tuhan sudah memberi perintah, kita harus menjalankannya meskipun kita tidak rela. Hal yang perlu kita lakukan adalah memohon kepada Tuhan untuk memberikan kerelaan sehingga beban itu terasa lebih ringan saat kita menjalankan perintahNya.

2. Menghormati Orang Lain

Kita harus berbelas kasihan dan simpati, karena kita belajar menghormati orang lain. Kalau hidup kita sangat berharga, apakah hidup orang lain tidak berharga? Kita sering beranggapan bahwa orang lain tidak perlu seenak dan senyaman kita. Kita mengatakan: Oh, bagi dia itu sudah cukup. Dia itu siapa? Kamu itu siapa? Kita bersikap bagaikan kita yang berhak mendapatkan sebanyak mungkin, menikmati segala sesuatu, sementara orang lain tidak memerlukannya dan tidak perlu mendapatkan kecukupan. Kalau kita harus makan tiga kali sehari, orang lain hanya cukup satu kali sehari. Kita perlu belajar menghargai orang lain. Kita harus menghormati orang lain, sehingga kita boleh mengerti apa yang sepatutnya dia

dapatkan, bagaimana dia harusnya diperlakukan, dan memberi apa yang seharusnya bisa kita berikan kepadanya. Dalam hal ini, kita harus belajar dari Roma 13. yang perlu dihormati, hormatilah dia. Yang perlu ditakuti, takutilah dia. Yang perlu diberi pajak, berikanlah kepada dia. Yang perlu diberi uang, berikanlah kepada dia. Ini adalah kewajiban manusia untuk menghargai manusia yang lain. Jika orang ini sepatutnya menerima kehormatan seperti demikian, saya menghormatinya tidak sampai pada taraf yang seharusnya, maka saya berutang hormat kepadanya, dan saya sedang berdosa. Secara umum, dosa selalu dimengerti sebagai perbuatan aktif yang jahat yang kita lakukan. Tetapi Alkitab melihat dosa sebagai target yang belum pernah dicapai. Inilah perbedaan konsep manusia dengan konsep Tuhan Allah. Seluruh dunia hukum di berbagai negara telah gagal karena hal ini. Mereka hanya mengatakan bahwa dosa adalah pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturan yang sudah ditulis, perbuatan aktif yang bisa dibuktikan, tetapi yang belum dikatakan atau dilakukan tidak bisa dianggap dosa. Sama seperti peneyelidik PBB membuktikan bahwa di Irak tidak ditemukan adanya senjata pemusnah massal, tetapi mereka menambahkan satu kalimat, mereka tidak mengartikan bahwa senjata-senjata itu tidak ada, hanya saja belum terbukti. Apa yang manusia piker dan bisa lakukan berbeda dengan apa yang Allah pikirkan dan bisa lakukan. Manusia berpikir, jika kita sudah melakukan dosa, maka kita berdosa, jika belum melakukan, maka belum berdosa. Tuhan Allah tidak mengatakan demikian. Bagi Tuhan, ketika kita belum mencapai apa yang seharusnya kita lakukan, kita sudah berdosa. Itulah arti asli kata dosa dalam bahasa Yunani: hamartia. Hamartia berarti belum mencapai atau meleset dari sasaran yang Tuhan tetapkan. Sasaran Tuhan demikan tinggi, dan ketika kita belum mencapai sasaran itu, kita berdosa. Dosa berarti kita gagal atau belum mampu mencapai tujuan atau target yang telah Tuhan tetapkan. Dosa bukan dihitung dari sekadar kelakuan buruk atau tindakan-tindakan yang aktif untuk melakukan pelanggaran.

Oleh karena itu, salah besar jika orang Kristen berkata bahwa sejak dia tidak merokok atau tidak marah-marah, atau tidak memukul istri lagi, maka dia sudah tidak berdosa lagi. Banyak orang Kristen berpikir, kalau dia sudah tidak berjudi lagi, tidak bermain perempuan, tidak merokok, maka dia sudah menjadi cukup baik dan tidak berdosa lagi. Itu bukan arti yang sesungguhnya dari hamartia. Kita harus mengerti dengan tepat bahwa hamartia melihat dosa secara jauh lebih dalam dan lebih tinggi daripada yang manusia pikirkan. Berdasarkan pengertian yang benar tentang dosa (hamartia), maka kita segera menyadari kebenaran penyertaan Firman Tuhan, bahwa kita sekalian telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Rm. 3:23). Kita mengalami kegagalan, kehilangan, kekurangan kemuliaan Allah, karena kita

gagal dan tidak mampu mencapai standar yang Allah tetapkan bagi kita.

Ketika kita kurang menghormati orang yang patut dihormati, maka kita telah jatuh ke dalam dosa. Ketika kita kurang mengasihi orang yang seharusnya dikasihi, maka kita sudah berdosa. Ketika kita tidak memberikan gaji yang patutu pada orang yang seharusnya menerimanya, maka kita pun telah berdosa. Di dalam konsep ini, setiap hari kita semua sedang berbuat dosa karena melakukan kurang dari apa yang seharusnya kita lakukan. Dengan demikian kita menyadari bahwa kita harus belajar menghormati orang lain. Kemurahan hati dan belas kasihan bisa kita pelajari melalui menghormati orang lain sesuai dengan kepatutan kehormatan yang harus diberikan kepadanya.

3. Introspeksi Kesusahan Sendiri

Ketiga, kita belajar mengasihani orang lain dan mengerti kesusahan orang lain melalui merenungkan kembali semua kesusahan dan penderitaan yang pernah kita alami. Jikalau kita mengingat bahwa dahulu kita pernah susah dan sekarang kita melihat orang lain mengalami hal serupa, maka dengan kesadaran pengertian dan pengalaman itu, maka kita bukannya tidak memedulikan orang lain yang sedang mengalami kesusahan, tetapi kita akan bersimjpati, mengerti; dengan mengingat kesusahan sendiri, kita pun dapat menghargai orang lain. Banyak orang tua mengerti hal ini pada waktu mendidik anak-anaknya, tetapi anehnya terhadap sesama, mereka tidak selalu memakai cara yang sama. Orang yang dipelonco (pelonco adalah acara persiapan memasuki universitas, yang sering kali juga disebut sebagai pekan orientasi mahasiswa atau pembinaan mahasiswa baru, dan lain-lain. Pada masa lalu, acara pelonco ini lebih berbentuk suatu penganiayaan atau intimidasi kepada mahasiswa baru agar mereka bisa dilatih lebih tahan penderitaan, tahan kesulitan, dan berani menjadi manusia dewasa yang mau masuk ke masyarakat. Namun, pada praktiknya, sering kali penganiayaan ini akhirnya menjadi suatu bentuk arogansi senior terhadap junior.) tahu susahnya dipelonco, tetapi setelah selesai dipelonco, dia pun memelonco orang lain dengan cara yang lebih kejam lagi. Jarang ada orang yang dipelonco dan tahu penderitaan yang dia alami, lalu mulai memiliki belas kasihan dan tidak mau orang lain atau adik-adik kelasnya mengalami penderitaan seperti yang dialaminya dulu. Kebanyakan orang menaruh dendam, ingin membalas, senang memberikan

kesulitan dan kejahatan yang lebih besar kepada orang lain karena dia sendiri pernah mengalami kesusahan. Orang demikian adalah orang yang tidak baik. Apakah kita dulu pernah miskin luar biasa? Apakah sekarang kita mengatakan kepada anak kita bahwa, Dulu papa makan nasi saja tanpa lauk, maka sekarang kamu pun harus makan beras jagung saja tanpa lauk? Tidak demikian. Kebanyakan orangtua yang dahulu pernah hidup susah, dan sekarang sudah hidup enak, sekarang memberikan hidup yang seenaknya kepada anaknya sampai anaknya rusak, karena anaknya tidak pernah didisiplin, dan tidak perlu mengalami kesusahan.

Sepuluh tahun yang lalu Ibu Mochtar Riady berbicara kepada saya dan menganjurkan agar kamar mandi anak tidak diberi bathtub, karena anak kecil tidak boleh dibiasakan mandi tidur di dalam bak mandi. Kalau untuk orang dewasa boleh ada bak mandi demikian, tapi untuk kamar mandi anak lebih baik pakai pancuran (shower). Dengan demikian anak tidak dibiasakan berlama-lama mandi. Begitu banyak orangtua yang pernah susah, ketika mereka sudah sukses dan hidup enak, mereka membeli apa saja untuk anak mereka sampai anak itu menjadi rusak.

Hai kalian anak-anak orang kaya, kalian dalam keadaan bahaya sekali. Ketika kamu menjadi dewasa, mungkin kamu akan menjadi orang yang kejam, orang yang tidak berperikemanusiaan, orang yang sangat tidak mengerti akan kesulitan orang lain, karena sejak kecil kamu tahunya hanya hidup enak. Banyak orang-orang agung pernah hidup susah, tetapi yang menjadi mereka agung bukan karena mereka memaksakan kesusahan kepada orang lain. Mereka menjadi agung karena mereka mengerti kesusahan orang lain. Pengalaman bisa berbicara dua macam. Pertama, kamu sudah mengalami kesusahan, biar orang lain lebih susah dari kamu supaya mereka juga mengetahui apa itu kesusahan. Kedua, kamu sudah mengalami kesusahan, biar dengan demikian kamu mengerti kesusahan orang lain, tetapi juga mendidik mereka dengan baik. Apa yang menjadikan manusia agung? Apakah unsur-unsur yang menjadikan seseorang itu menjadi agung? Apakah orang yang dilahirkan dalam keluarga miskin bisa menjadi agung? Banyak. Adakah orang yang dilahirkan dalam keluarga miskin menjadi jahat? Banyak juga. Maka semua kembali harus dilihat bukan dari sekadar latar belakang keluarganya, tetapi tergantung bagaimana pengalaman itu berbicara di dalam dirinya.

Banyak anak yang menjadi yatim piatu karena orangtuanya meninggal dan setelah dewasa menjadi perampok atau menjadi orang jahat. Tetapi ada juga anak yang telah menjadi yatim piatu sejak kecil, namun setelah dewasa dia membuka rumah yatim piatu untuk menampung anak-anak yang tidak mempunyai ayah dan ibu. Orang seperti ini adalah orang yang agung. Apa sebabnya? Pengalaman berbicara.

Pada saat pengalaman berbicara di dalam dirimu, kamu harus memperhatikan prinsip apa yang menjadi dalil dan konklusi untuk membentuk karaktermu. Pada saat kamu sedang menyendiri, ketika kamu bertanya kepada dirimu sendiri, itu akan menentukan seluruh masa depanmu. Jika pada suatu saat kamu mengalami sakit keras. Setelah selesai sakit, kamu dengan air mata berbicara kepada dirimu sendiri, bahwa begitu susah dan menderitanya manusia kalau sakti, lalu akhirnya kamu mulai membenci Tuhan Allah yang membuat tubuh menjadi sakit. Maka, saat itu kamu telah menjadi atheis karena kamu telah berbicara kepada diri sendiri. Kalimat-kalimat akibat pengalaman kamu berbicara kepada diri sendiri itulah yang membentuk hari depanmu. Tetapi di pihak lain, ada orang lain yang sakit keras dan harus mencucurkan air mata karena sakit dan sangat menderita. Dia mengalami sendiri betapa menderitanya terkena penyakit. Setelah sembuh dia berdoa kepada Tuhan, minta diberik kekuatan untuk menolong orang-orang lain yang menderita sakit seperti yang pernah dialaminya dulu. Para janda, bagaimana kamu berbicara kepada dirimu? Para anak-anak yatim, bagaimana kamu berbicara kepada dirimu? Orang-orang yang menderita sakit keras, yang cacat, yang diperlakukan tidak adil, yang diwarisi kesulitan besar dari nenek moyangmu, bagaimana kamu berbicara kepada dirimu? Dalam hal ini kamu harus berhati-hati agar jangan dipakai setan. Pada saat-saat kritis di mana kamu berbicara, mintalah kekuatan agar Tuhan campur tangan. Ketika Tuhan campur tangan dengan cinta kasih, menggerakkan kamu, merangsang kamu, dan mengubah kamu, maka kamu akan berani berbicara kepada dirimu dengan tepat, dan kalimat-kalimat di mana kamu berbicara kepada dirimu itu akan membangun masa depanmu.

Saya sudah menjadi anak yatim pada usia tiga tahun. Ibu saya menjadi janda dan kami sekeluarga hidup penuh dengan kesuliatan. Saya pernah empat puluh hari tidak makan. Saya pernah mengalami kemiskinan yang luar biasa. Saya pernah tidak bisa bayar uang sekolah. Saya pernah diusir. Sebelumnya saya bukanlah orang miskin, karena ayah saya adalah salah satu orang paling kaya di Asia Tenggara. Kenapa menjadi begini? Karena Tuhan mau memakai saya menjadi

pendeta. Untuk bisa menjadi hambaNya, saya harus dilatih di luar sekolah theology. Yang saya terima dari sekolah theology hanya pengetahuan beberapa tahun. Tetapi pendidikan yang saya terima dari Tuhan Allah sendiri diberikan sejak kecil selangkah demi selangkah, dipukul, dihajar, didorong, dirangsang, dipacu dan dibentuk dengan kesulitan yang luar biasa, itulah yang mengakibatkan saya memiliki karakter demikian.

Kita tidak boleh lupa bahwa pembentukan karakter sangat membutuhkan campur tangan Tuhan sendiri pada saat kita sedang berbicara kepada diri kita. Bagaimana kita dapat berbicara kepada diri kita sendiri dengan benar, dan pada waktu kita menentukan sesuatu, biarlah Tuhan sendiri yang campur tangan dalam pengalaman itu, membuat kita bisa menjadi orang yang mengasihi orang lain, bersimpati, penuh belas kasihan, penuh kemurahan kepada orang lain. Selain kita menjalankan perintah Tuhan dan kita menghormati orang lain, kita tidak boleh melupakan bahwa ada pengalaman pribadi yang di dalamnya campur tangan Tuhan mengubah kita untuk mengerti orang lain.

PENUTUP

Ada seorang jemaat saya yang menderita penyakit kanker yang ganas sekali. Dia harus mengalami perawatan yang membuatnya sangat menderita. Pengobatan yang dijalaninya begitu menyakitkan, dan membuat kesengsaraan di dalam hari-harinya. Tetapi bagi saya, dia adalah salah seorang wanita yang paling kuat menanggung kesakitan dan kesusahan, serta berusaha untuk bisa tetap ceria dan penuh sukacita. Setiap kali saya bertemu dengannya, mukanya sama, selalu penuh dengan pengharapan dan syukur. Suatu saat jemaat itu dipanggil oleh dokternya di Singapura, bukan disuruh untuk kontrol, tetapi diminta untuk memberitakan Injil kepada seorang penderita kanker yang sudah putus asa. Dokter itu meminta bantuan jemaat itu untuk menguatkan pasien tersebut. Dengan demikian, jemaat yang sakit kanker ini telah menjadi berkat, bukan saja bagi dokter itu, tetapi juga bagi pasien-pasien lainnya. Orang melihat dia sebagai seorang Kristen Reformed yang begitu tabah menghadapi kesulitan dan penderitaan dalam kehidupannya. Dia mempunyai kekuatan yang begitu ajaib, dan dengan demikian dia menjadi orang yang bisa menasehati pasien lain yang sudah putus ada. Itulah pernyataan

kemuliaan Tuhan.

Dalam kehidupan, saya berusaha untuk mau mendengar firman yang diberitakan dengan keras, dan juga mau berusaha mengerti prinsip-prinsip Alkitab yang sangat ketat. Pada saat harus mengalami sakit, saya berusaha tidak mengeluh dan tidak mencela Tuhan. Semua pengalaman itu berbicara kepada diri saya. Pengalaman divonis empat kali penyakit kanker membuat saya semakin lama semakin kuat.

Setiap kita memiliki pengalaman yang berbeda-beda, dan pasti kita pernah mengalami pengalaman-pengalaman pahit dalam hidup kita. Tetapi kiranya pengalaman-pengalaman pahit tersebut tidak menjadi alasan bagi kita untuk menghina diri, membunuh diri, mengejek diri, atau menginjak diri. Pengalaman pahit dapat menjadi sarana untuk menguatkan, melengkapi, menyempurnakan, dan menggenapkan kehendak Allah dalam diri kita untuk menjadi seorang yang agung. Di sini pengalaman pahit menjadi suatu sharing yang manis bagi orang lain, dan kelemahan menjadi kekuatan untuk mendorong orang lain. Dengan demikian, kita belajar bagaimana mengasihi orang lain. Bukan saja demikian, kita belajar dari sejarah dan dari para teladan, khususnya Yesus Kristus, bagaimana menghadapi sesame ketika Dia berada di dalam dunia. Jika kita bisa bersimpati kepada orang yang berada dalam kesusahan, itu membuat kita menjadi agung. Simpati bukan berarti banyak bicara, tetapi memberikan kesadaran kepada orang yang mengalami kesusahan itu bahwa kita hadir bersamanya, dan kehadiran kita itu bisa menjadi suatu perdampingan eksistensi yang tidak bisa digantikan oleh orang lain.

Ketika Ayub dicobai oleh Iblis, yang sekaligus menjadi ujian Allah baginya, di seluruh tubuhnya tumbuh bisul. Sebelum itu, seluruh hartanya musnah, semua anak-anaknya meninggal, dan istrinya menghina dia dan memarahi dia, menganggap bahwa percuma mencintai Tuhan. Sulit bagi kita untuk membayangkan ada orang yang harus mengalami penderitaan sedemikan dahsyat dalam hidupnya. Ini adalah suatu penderitaan eksistensial yang sulit ditandingi. Pada sat seperti itu, ketiga kawan Ayub datang. Mereka tidak memaki, tidak menghibur, tidak berbicara sepatah kata pun kepada Ayub. Mereka datang dari

tempat jauh dan duduk diam mendampingi dia selama tujuh hari tujuh malam tanpa berbicara. Saya kira, inilah sikap yang terbaik untuk menghibur orang lain. Saat seperti itu, tidak perlu kita terlalu banyak memarahi, menasehati, atau bahkan menghibur. Bukan anjuran yang dibutuhkan, bukan banyak bicara yang dibutuhkan, tetapi simpati yang sesungguhnya, tanpa kata. Dia merasakan kita mendampingi dia, merasakan penderitaannya, dan kita duduk bersamanya. Inilah simpati yang sesungguhnya. Kiranya Tuhan terus boleh menyucikan emosi kita, menjadi seorang Kristen Reformed dengan simpati yang benar di hadapan Tuhan dan menjadi berkat bagi sesama. Amin.

SEMBILAN

KECEMBURUAN ILAHI

Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku, tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang pada perintah-perintahKu. Keluaran 20: 5-6

Alangkah baiknya, jika kamu sabar terhadap kebodohanku yang kecil itu. Memang kamu sabar terhadap aku! Sebab aku cemburu kepada kamu dengan cemburu ilahi. Karena aku telah mempertunangkan kamu kepada satu laki-laki untuk membawa kamu sebagi perawan suci kepada Kristus. Tetapi aku takut, kalau-kalau pikiran kamu disesatkan dari kesetiaan kamu yang sejati kepada Kristus, sama seperti Hawa diperdayakan oleh ular itu dengan kelicikannya. 2 Korintus 11: 1-3

Kini kita akan membicarakan perasaan cemburu. Cemburu adalah emosi yang sering terjadi di dalam hati dan hidup kita. Bahasa Inggris menggunakan kata yang sama untuk cemburu dan iri, yaitu jealous, sehingga memberikan kesan bahwa kedua kata tersebut memiliki makna yang sama. Tetapi sebenarnya cemburu sangat berbeda dari iri hati. Cemburu dan iri hati mempunyai motivasi yang sama sekali berbeda. Secara pernyataan emosi, cemburu dan iri hati memiliki kemiripan, tetapi di dalam motivasinya, terdapat perbedaan yang besar sekali.

PENGERTIAN CEMBURU

Di dalam Keluaran 20, Tuhan berkata, Jangan engkau membuat suatu patung apa pun untuk menyembahnya atau beribadah kepadanya, karena Aku adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan orang yang membenci Aku sampai keturunannya yang ketiga dan keempat, tetapi menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu yang mengasihi Aku dan menaati perintahKu. Terjemahan yang seharusnya untuk frasa beribu-ribu orang mestinya ialah beribu-ribu keturunan. Dengan demikian menunjukkan perbandingan antara keturunan yang diberkati oleh Tuhan dan yang tidak: Barangsiapa yang membenci Aku, Aku membalas sampai keturunan ketiga dan keempat; tetapi barangsiapa mengasihi Aku dan menaati FirmanKu, Aku menunjukkan kasih setia kepada seribu keturunannya.

Di dalam Sepuluh Perintah ini, Tuhan meminta manusia untuk berjalan di dalam kebenaran dan jangan berbuat dosa. Di dalam Sepuluh Perintah, Tuhan memberikan petunjuk bagaimana manusia harus beribadah kepada Tuhan dan mengasihi sesama manusia. Di dalam Sepuluh Perintah, kita dibatasi dengan kata jangan yang muncul berulang kali karena ini menjadi satu lingkup di mana kebebasan kita diatur, dikontrol, dan diselidiki oleh Tuhan. Pagar-pagar seperti itu seperti lampu merah yang membawa kita kepada keamanan, seperti lampu merah yang memberi tahu kapan harus mengerem karena ada bahaya di depan.

Tetapi yang mengherankan adalah bahwa di dalam Sepuluh Perintah ini, Tuhan, yang tidak mau manusia berdosa, justru mengatakan, Aku adalah Allah yang cemburu (Jelous God). Bahasa Inggris memakai satu istilah yang sama yaitu jealous. Tetapi bahasa Mandarin dan bahasa Indonesia memakai istilah yang berbeda. Bahasa Indonesia memakai kata cemburu, sementara bahasa Mandarin memakai istilah ji xie. ji berarti iri; xie berarti penyelewengan, kesesatan, atau ketidakberesan. Maka pengertian cemburu dapat diartikan: Aku adalah orang yang marah terhadap orang yang menyeleweng, marah terhadap mereka yang sesat dan berselingkuh. Allah adalah Allah yang hatiNya panas, sedih, dan marah terhadap mereka yang tidak beres. Inilah salah satu sifat ilahi yang jarang kita dengar, yang jarang dikhotbahkan, yang jarang kita pikirkan, tetapi Alkitab mencatat seperti itu. Allah kita mempunyai sebuah emosi yang lain dari allah yang lain karena sebenarnya allah yang lain bukanlah Allah. Allah yang sejati tidak mau kita menyembah allah-allah yang lain.

Ketika saya memimpin seminar Nanyang University di Singapura; ada peserta yang bertanya Bukankah agama Kristen hanya merupakan semacam paksaan kebudayaan dari bangsa tertentu untuk mengubah konsep dan mental kebudayaan bangsa lainnya? Bukankah kita harus saling menghormati kebudayaan bangsa-bangsa yang berbeda? Di dalam kebudayaan memang ada hal-hal yang harus kita hormati, kecuali jika hal itu tidak cocok dengan Firman Tuhan. Firman Tuhan bukan sekadar hasil kebudayaan, tetapi merupakan wahyu dari Tuhan Allah yang melampaui kebudayaan. Di dalam Kovenan Lausanne di mana saya adalah salah seorang dari panitia yang menerjemahkan isi kovenan itu ke dalam bahasa Mandarin ada dua butir yang penting mengenai kebudayaan: Pertama, semua kebudayaan harus kita konformasikan arti pentingnya dan kita hormati, tetapi butir kedua mengatakan, kita tidak boleh lupa, bahwa semua kebudayaan mungkin mempunyai unsur dari setan untuk mengacaukan pikiran dan hidup manusia. Itu sebabnya dalam hal ini Firman Tuhan mempunyai tugas menjalankan manfaat yang penting, yaitu mengoreksi dan mentransformasi kebudayaan.

Jika dua ditambah tiga boleh dikatakan tujuh, delapan, nol, dan sebagainya, dan kita harus menghormati semua jawaban, maka ini tidak beres. Jika dua tambah tiga boleh dikatakan delapan, maka delapan menganggap diri benar dan menghina yang lain, jika dua tambah tiga boleh dikatakan tujuh, lalu tujuh juga menganggap diri benar, maka semua menganggap diri benar, semua menganggap diri sudah mendapat jawaban. Seperti itulah agama. Seperti yang telah dikatakan di dalam Yesaya 53:6, kita semua seperti domba yang tersesat, masing-masing mengambil jalannya sendiri. (LAI: Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi Tuhan telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian.) Semua agama merasa diri benar, dan menganggap agama yang lain tidak benar; lalu mari kita tidak bercekcok, mari kita menghormati semua, mari semua agama saling menghormati, semua kebudayaan saling menghormati. Tetapi benarkah hal demikian? Kalau demikian, berarti tidak ada kebenaran. Yang ada hanya jawaban. Dan jawaban tidak perlu sinkron: kamu mempunyai jawabanmu sendiri, saya mempunyai jawaban saya sendiri, dia mempunyai jawabannya sendiri. Masing-masing mempunyai jawaban sendiri-sendiri yang berbeda-beda. Itulah keadaan kebudayaan.

Agama dan kebudayaan hanyalah dua aspek dari cetusan potensi manusia, yang manusia ciptakan bagi dirinya dan hidupnya sebagai manusia yang diciptakan menurut peta dan teladan Allah. Pada waktu manusia menemukan sistem nilai hidup

eksternal, itu menjadi dasar dari kebudayaan. Pada waktu manusia menemukan sistem moral internal, itu disebut sebagai unsure agama. Agama dan kebudayaan sama-sama mengatur, menguasai dan memberikan pengarahan bagi seluruh hidup kita sebagai manusia baik secara eksternal manupun internal. Sistem nilai agama dan kebudayaan menjadikan seseorang tidak sama dengan orang barbar. Orang barbar dengan sewenang-wenangnya berbuat segala kejahatan dengan bebas tanpa diikat oleh dalil apa pun, tetapi agama tidak memperbolehkan. Inilah yang membentuk bangsa-bangsa untuk mempunyai agama dan kebudayaan.

Semua bangsa menganggap agama dan kebudayaannya sendiri yang paling baik. Apakah penginjilan lalu berarti memaksakan kebudayaan suatu bangsa untuk mengontrol bangsa yang lain? Bukankan ini mudah diperalat oleh imperialisme untuk memerangi agama lain? Memang melalui Perang Dunia I dan II, dunia mulai belajar tentang harus adanya demokrasi. Kebudayaan Baratlah yang terlebih dahulu mencapai pengertian tentang hak asasi rakyat, dan ini memiliki efek samping, meskipun tidak harus demikian utama untuk mempengaruhi seluruh dunia. Tetapi ini akhirnya menjadi berkat bagi banyak bangsa. Dalam hal ini, negara-negara Kristen memberi hadiah kepada negara-negara bukan Kristen. Kita melihat sampai abad ke 21 masih begitu banyak negara non-Kristen yang terus menginjak hak asasi manusia. Ini bukan berarti negara Kristen yang paling baik, tetapi negara Kristen yang lebih dahulu sadar akan keharusan menghormati manusia yang diciptakan menurut peta teladan Allah, karena peta teladan Allah merupakan dasar harkat, keanggunan, dan nilai setiap pribadi, sehingga setiap orang harus dihargai oleh siapa pun, bahkan oleh raja atau pemerintah.

Kembali kepada ilustrasi di atas. Dalam kasus dua ditambah tiga, maka delapan menganggap delapan benar, tujuh tidak benar; sementara tujuh menganggap tujuh benar, delapan tidak benar; dua mengatakan dua benar, tujuh dan delapan tidak benar. Lalu angka nol mengatakan saya nol, maka saya yang paling rendah hati, maka sayalah yang benar. Apakah itu benar? Lalu di tengah perdebatan itu, datang satu yang mengatakan, Sayalah satu-satunya yang benar, semua salah. Yang satu ini datang menyatakan diri sebagai satu-satunya yang benar, dan mengulangi kesombongan kita? Memangnya siapa kamu? Saya adalah Lima. Dua tambah tiga adalah Lima. Ketika di antara jawaban-jawaban itu, ada yang mengatakan sayalah satu-satunya yang benar, kalian semua salah. Apakah dia tidak berhak mengatakan itu? Dia berhak, asal dia adalah kebenaran. Kalau dia adalah satu-satunya yang benar, maka ia berhak

mengatakan yang lain salah! Inilah yang harus kita percayai, ini apologetika saya. Kalau semua angka lain yang salah juga boleh dianggap benar atau menganggap diri benar, maka tidak ada kebenaran yang bisa dipertanggungjawabkan. Hanya yang benarlah yang sesungguhnya berhak untuk mengaku benar.

Dalam apologetika saya, kebenaran itu sendiri memiliki hak otoritas. Kebenaran itu sendiri memiliki hak kemutlakan. Kebenaran itu sendiri berhak menghakimi dan menjalankan keputusan. Dua tambah tiga adalah lima, kamu semua salah. Dua tambah tiga bukan tujuh, bukan delapan, bukan dua puluh, bukan yang lain. Maka hanya satu angka yang berhak mengatakan aku benar, semua salah! yaitu angka lima. Angka lima adalah satu-satunya angka yang berhak menyangkal semua angka lain dan menyatakan diri sebagai yang benar secara mutlak. Dia adalah satu-satunya jawaban yang berhak memveto, menghakimi, dan mengadili semua jawaban yang lain. Seperti itulah Alkitab. Tuhan Allah mengatakan, Aku adalah Allah satu-satunya, di luar Aku tidak ada allah yang lain. Dia berhak karena memang Dia Allah. Semua ilah yang dibuat manusia itu bukan Allah, semua agama yang berasal dari produksi manusia bukan berasal dari wahyu Allah. Yang menganggap diri sudah menerima wahy dari Allah pun harus dicek apakah benar menerima wahyu.

Agama yang berani mengaku diri menerima wahyu hanya tiga agama besar, yaitu agama Yahudi, Kristen, dan Islam. Yang tidak terlalu besar pengaruhnya termasuk Zoroastrianisme dan beberapa agama kecil lainnya di Asia atau India. Agama besar yang tidak berani mengaku dirinya menerima wahyu adalah Konfusianisme, Taoisme, Shintoisme, Hinduisme, dan Buddhisme. Maka kita mempunyai tugas ganda: 1. membedakan agama yang menerima wahyu dan yang tidak menerima wahyu. 2. membedakan wahyu sejati dan tidak sejati. 3. membedakan wahyu yang lengkap dan yang tidak lengkap. 4. membedakan wahyu yang sempurna dan yang tidak sempurna. 5. membedakan wahyu yang berasal dari Allah dan yang bukan berasal dari Allah.

Orang Kristen tidak mengakui adanya wahyu lain dalam bentuk kitab apa pun juga, selain Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Jikalau demikian, apakah pengertian ini merupakan suatu usaha pemaksaan satu kebudayaan kepada bangsa lain? Bukan! Ini adalah memperkenalkan kebenaran kepada bangsa-bangsa.

Seorang filsuf Jerman yang bernama Friedrich Nietzsche pada masa mudanya selalu memakai Kitab Suci, kelihatan seperti pendeta di tengah keluarga dan familinya, tetapi pada usia dua puluhan dia mulai melawan Alkitab.

You might also like