You are on page 1of 3

Cahaya Cahaya sudah meggelitik rasa ingin tahu manusia selama berabad-abad.

Mula-mula secara teori cahaya dianggap sebagai sesuatu yang memancar dari mata. Kemudian disadari bahwa cahaya pastilah muncul dari obyek-obyek yang telihat dan memasuki mata sehingga menyebabkan sensasi penglihatan. Pertanyaan tentang apakah cahaya terdiri dari sebuah sorotan dari partikel-partikel atau semacam gerakan gelombang adalah yang paling menarik dalam sejarah sains. Tokoh yang paling berpengaruh dalam teori partikel cahaya adalah Newton. Memakai teori tersebut Newton menurunkan hukum reflaksi berdasarkan asumsi bahwa cahaya berjalan dalam air atau gelas lebih cepat daripada udara, sebuah asumsi yang akhirnya terbukti salah. Tokoh-tokoh utama dari teori gelombang cahaya adalah Christian Huygens dan Robert Hooke. Memakai teori perambatan gelombang , Huygens dapat menjelaskan refleksi dan reflaksi dengan asumsi cahaya berjalan di gelas atau air lebih lambat dari pada udara. Newton sudah mengerti ada baiknya teori gelombang cahaya, terutama dalam menjelaskan warna-warna yang dibentuk oleh film-film tipis, seperti yang sudah dipelajari secara luas. Tetapi ia menolak teori tersebut berdasarkan kenyataan yang terlihat bahwa perambatan cahaya adalah garis lurus. Pada saat itu pembelokan cahaya di sekitar penghalang; yang disebut difraksi, belum diamati. Karena reputasi dari otoritasnya, penolakan Newton terhadap teori gelombang cahaya sangat mempengaruhi pengikutnya. Bahkan sesudah bukti dari difraksi tersedia, pengikut Newton mencari-cari penjelasannya seakan-akan difraksi adalah hamburan partikel-partikel cahaya dari tepi celah. Teori partikel-partikel Newton diterima selama lebih dari seabad kemudian, pada tahun 1805, Thomas Young menghidupkan kembali teori gelombang cahaya. Ia adalah salah seorang yang pertama kali memperkenalkan ide interferensi sebagai fenomena gelombang yang terjadi pada cahaya dan suara. Hasil pengamatannya tentang interferensi adalah penjelasan tentang sifat alami cahaya sebagai gelombang. Hasil kerja yang tidak diperhatikan oleh masyarakat ilmiah selama lebih dari satu dekade. Mungkin yang paling berjasa dalam mengusahakan agar teori gelombang cahaya diterima secara umum dan berhasil adalah fisikawan Perancis Augustin Fresnel (1788-1827), yang melakukan eksperimen secara luas tentang interferensi dan difraksi serta meletakkan teori gelombang dalam dasar matematis. Ia menjelaskan bahwa perambatan cahaya yang terlihat lurus itu adalah sebuah hasil dari cahaya tampak yang memilki panjang gelombang sangat pendek. Pada tahun 1850, Jean Foucoult mengukur laju cahaya dalam air dan menunjukkan bahwa laju cahaya tersebut lebih kecil dibanding laju cahaya di udara, yang berarti menyinkirkan teori partikel Newton. Pada tahun 1860 James Clerk Maxwell mempublikasikan teori matematisnya tentang elegtromagnetisme, yang memprediksikan keberadaan gelombang-gelombang elektromagnetik yang merambat dengan laju yang setelah dihitung dari hukum-hukum kelistrikan dan kemagnetan bernilai 3 108 m/s, yang berarti sama dengan laju cahaya. Teori Maxwell didukung oleh Hertz yang pada tahun 1887 dengan menggunkan sebuah sirkuit untuk mendeteksinya. Pada paruh abad ke-19. Kirchhoff dan beberapa ilmuan lainnya menerapkan persamaan Maxwell untuk menjelaskan interferensi dan difraksi cahaya dan gelombang-gelombang elektromagnetik lainnya dan meletakkan metode-metode konstruksi empirisnya Huygens pada kerangka matematika yang mantap. Meskipun teori gelombang pada umumnya dapat mendeskripsikan cahaya (dan gelombanggelombang elektromagnetik lainnya), namun teori tersebut gagal menjelaskan semua sifat-sifat cahaya, khususnya interaksi cahaya dengan materi. Dalam percobaan tahun 1887 yang terkenal mendukung teori gelombang Maxwell, Hertz juga menemukan efek fotolistrik, yang akan dibahas

secara detail di bab 35. Efek ini hanya dapat dijelaskan dengan sebuah model partikel cahaya, seperti yang ditunjukkan oleh Einstein hanya beberapa tahun sesudahnya. Dengan demikian, sebuah model partikel cahaya diperkenalkan kembali. Partikel-partikel cahaya disebut foton. Energi dari sebuah foton E dihubungkan dengan frekuensi f dari gelombang cahaya melalui rumus Einstein E=hf, dimana h disebut konstanta plank. Pemahaman lengkap tentang sifat dualisme cahaya baru muncul pada tahun 1920-an melalui percobaan-percobaan oleh C.J. Davidsson dan L. Germer, serta oleh G.P. Thomson, yang menunjukkan bahwa elektron-elektron (dan partikel-partikel lainnya) juga mempunyai sifat dualisme, dan (percobaan-percobaan mereka juga) menunjukkan sifat-sifat gelombang dalam interferensi dan difraksi di samping sifat-sifat partikel yang sudah dikenal. Pengembangan teori kuantum atom dan molekul oleh Rutherford, Bohr, Schrodinger dan lainnya di abad ke -20 menuntun pemahaman emisi (pemancaran) dan absorbsi (penyerapan) cahaya oleh materi. Cahaya yang dipancarkan atau diserap oleh atom-atom sekarang diketahui sebagai perubahan energi dari elekron-elektron terluar di dalam atom. Karena perubahan-perubahan energi ini dikuantisasikan dan bukannya berlangsung kontinu, foton-foton yang dipancarkan memiliki energi diskrit dengan hasilnya adalah gelombang-gelombang cahaya dengan satu set frekuensi dan panjang gelombang diskrit, yang mirip satu set frekuensi dan panjang gelombang yang diamati pada gelombang-gelombang suara stationer. Jika dilihat melalui spekroskop dengan lubang lensa dari celah sempit, cahaya yang dipancarkan oleh sebuah atom kelihatan sebagai satu set diskrit garisgaris dari warna-warna atau panjang gelombang-panjang gelombang berbeda dengan jarak dan intensitas garisnya menjadi ciri-ciri elemennya. Perkembangan teknologi pada paruh kedua abad ke-20 mengarah kepada pembaharuan minat baik dalam optika

Prinsip Huygens Gambar 30-4 memperlihatkan sebagian bidang gelombang (wave front) seperti yang memancar dari sebuah sumber titik. Bidang gelombang adalah kumpulan titik-titik dengan fase konstan, jika jari-jari bidang gelombang adalah r pada saat t, jari-jarinya pada saat t + t adalah r + c t, dimana c adalah laju gelombang. Namun jika sebagian gelombang itu dihadang oleh hambatan atau jika gelombang melewati medium berbeda, seperti gambar 30-5, penentuan bidang gelombang baru pada saat t + t menjadi jauh lebih sulit.

Perambatan gelombang apapun melalui ruang dapat digambarkan menggunakan metode geometris yang ditemukan oleh Christian Huygens kira-kira tahun 1678 yang sekarang dikenal sebagai Prinsip Huygens atau Konstruksi Huygens;

setiap titik pada bidang gelombang primer (utama) bertindak sebagai sebuah sumber anak gelombang (wavelets) sekunder yang kemudian berkembang dengan laju dan frekuensi sama dengan gelombang primernya Gambar 30-6 menunjukkan penerapan prinsip Huygens pada perambatan gelombang datar dan gelombang sferis. Tentu saja jika tiap-tiap titik pada bidang gelombang adalah benar-benar sumber titik, maka akan ada gelombang-gelombang pada arah yang berlawanan. Huygens mengabaikan gelombang-gelombang balik ini. Prinsip Huygens kemudian dimodifikasi oleh Fresnel sedemikian sehingga bidang gelombang baru dihitung dari bidang gelombang lama dengan memakai superposisi anak gelombang dengan memperhatikan amplitudo dan fase relatifnya. Kirchhoff kemudian memperlihatkan bahwa prinsip Huygens-Fresnel adalah konsekuensi dari persamaan gelombang, sehingga menempatkan prinsip tersebut dalam rangka matematis yang mantap. Kirchhoff menunjukkan bahwa intensitas dari anak gelombang-anak gelombang tersebut tergantung pada sudutnya dan bernilai nol pada arah berlawanan.

You might also like