You are on page 1of 15

i

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

JUDUL PROGRAM

MENGGAGAS TEKNOLOGI ALTERNATIF PENGOLAHAN BAUKSIT YANG EFISIEN DAN RAMAH LINGKUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN 1-ETIL-3-METILIMIDAZOLIUM KLORIDA ([emim]Cl)

BIDANG KEGIATAN: PKM GAGASAN TERTULIS (PKM-GT)

Diusulkan oleh:

Ketua Anggota 1 Anggota 2

Ersan Yudhapratama M. Sudrajat Harris Abdulloh Yulyani Nur Azizah

0801357, Angkatan 2008 0807639, Angkatan 2008 0900721, Angkatan 2009

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2012

ii HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL PENELITIAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA-GAGASAN TERTULIS (PKM-GT) 1. Judul Kegiatan : Menggagas teknologi alternatif pengolahan bauksit yang efisien dan ramah lingkungan dengan menggunakan 1-etil-3-metilimidazolium klorida ([emim]Cl) 2. Bidang Kegiatan : () PKM-AI ( ) PKM-GT 3. Ketua Pelaksana Kegiatan a. Nama Lengkap : Ersan Yudhapratama M. b. NIM : 0801357 c. Jurusan : Pendidikan Kimia d. Perguruan Tinggi : Universitas Pendidikan Indonesia e. Alamat Rumah dan No Tel./HP : Jl. Sarimanis IV blok 18 No. 15 Sarijadi, Bandung /085711470011 f. Alamat email : rshan21@gmail.com 4. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis : 2 orang 5. Dosen Pendamping a. Nama Lengkap dan Gelar : DR. rer. nat Ahmad Mudzakir, M. Si b. NIP : 196611211991031002 c. Alamat Rumah dan No Tel./HP : Sariwangi Regency Jl Bukit Raya III/ 085221-068479 Bandung, 6 Maret 2012 Menyetujui Ketua Jurusan Pendidikan Kimia Ketua Pelaksana Kegiatan

(DR. rer. nat Ahmad Mudzakir, M. Si) NIP. 196611211991031002 Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kemitraan UPI

(Ersan Yudhapratama M.) NIM. 0801357 Dosen Pendamping

(Prof. Dr. H. Dadang Sunendar, M.Hum) NIP. 196310241988031003

(DR. rer. nat Ahmad Mudzakir, M. Si) NIP. 196611211991031002

ii

iii

KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, akhirnya penulis dapat mempersembahkan karya tulis dengan judul Menggagas Teknologi Alternatif Pengolahan Bauksit yang Efisien dan Ramah Lingkungan dengan Menggunakan Cairan Ionik Lokal. Karya tulis ini merupakan hasil pemikiran penulis secara komprehensif yang ditunjang oleh data dan informasi yang aktual dan akurat sehingga eksistensinya diharapkan dapat menjadi solusi alternatif dalam pengolahan bauksit yang efisien dan ramah lingkungan. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas dukungan dan bantuan dari Bapak/Ibu Dosen Pembimbing beserta staf Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. Tak lupa pula penulis sampaikan penghargaan atas partisipasi rekan-rekan mahasiswa Program Studi Kimia FPMIPA UPI Angkatan 2008 dalam penulisan karya tulis ini. Semoga amal baik tersebut mendapat limpahan rahmat dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa di dalam karya tulis ini masih terdapat kekurangan karena keterbatasan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak demi perbaikan positif dalam penulisan karya tulis lebih lanjut. Semoga karya tulis ini menjadi sumber inspirasi dan karya nyata yang bermanfaat. Bandung, Februari 2012

Penulis

iii

iv

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL................................................................................................ i LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... iv RINGKASAN ......................................................................................................... 1 PENDAHULUAN................................................................................................... 2 Latar Belakang Masalah ...................................................................................... 2 Tujuan dan Manfaat ............................................................................................. 4 Tujuan .............................................................................................................. 4 Manfaat ............................................................................................................ 4 GAGASAN ............................................................................................................. 4 KESIMPULAN ....................................................................................................... 7 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 8 LAMPIRAN .......................................................................................................... 10

DAFTAR TABEL Tabel 1 Perbandingan teknologi konvensional dengan teknologi yang digagas ....6 DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Red Mud yang dihasilkan dari proses Bayer ........................................ 2 Gambar 2 Skema Proses Bayer ............................................................................. 3 Gambar 3 Skema Proses Hall-Haroult .................................................................. 3 Gambar 4. Struktur 1-etil-3-metil imidazolium klorida .........................................4 Gambar 5. Reaksi pembentukan cairan ionik ....................................................... 5 Gambar 6. Skema kerja pengolahan bauksit berdasarkan gagasan ....................... 5 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup Penulis ...........................................................10

iv

RINGKASAN Bauksit merupakan bahan baku untuk menghasilkan logam aluminium. Dan pada umumya, industri pengolahan bauksit di Indonesia menggunakan proses Bayer dan Hall - Haroult untuk menghasilkan aluminium murni. Proses Bayer merupakan proses pelarutan bauksit menjadi alumina dengan menggunakan NaOH pada suhu dan tekanan tinggi, sedangkan proses Hall Haroult merupakan proses pemurnian alumina yang dihasilkan dari proses Bayer dengan cara elektrolisis. Namun pada proses Bayer akan menghasilkan limbah berupa lumpur yang dinamakan Red Mud. Red Mud merupakan mineral-mineral di dalam bauksit yang tidak larut dengan menggunakan NaOH pada suhu dan tekanan yang tinggi. Jumlah Red Mud yang dihasilkan setiap kali proses adalah sebanyak 50% dari bauksit yang diolah. Selain itu Red Mud ini memiliki pH 13 sehingga sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan dapat merusak ekosistem apabila tercemar ke lingkungan disekitar. Oleh karena itu Red Mud biasanya ditampung dalam area penampungan, bahkan sering juga dibiarkan begitu saja tanpa proses pengolahan lebih lanjut. Selain itu, pada proses pengolahan bauksit dengan proses Bayer dan Hall Haroult, memerlukan energi listrik yang besar. Untuk memproduksi 1 ton aluminium saja, memerlukan energi listrik sebesar 12.500 15.000 kWh dengan beban biaya produksi mencapai 44% per ton. Dalam karya tulis yang menggunakan metode telaah pustaka ini, penulis menggagas teknologi alternatif pada pengolahan bauksit dengan menggunakan 1etil-3-metilimidazolium klorida ([emim]Cl). Dengan menggunakan teknologi alternatif ini, maka tidak akan dihasilkan lagi Red Mud pada proses pengolahan bauksit. Dengan kata lain lebih ramah lingkungan. Kemudian tahapan pada proses pengolahan bauksit yang asalnya 4 tahap dipangkas menjadi 2 tahap saja. Sehingga dari segi waktu akan mengalami penghematan sebesar 20% dari waktu pengolahan semula. Dari segi energi, teknologi ini dapat memangkas kebutuhan energi hingga 75%, menjadi sekitar 3000 kWh.Dan dari segi biaya, teknlogi ini hanya memiliki beban biaya produksi berkisar 9 - 10% per ton. Dan yang tak kalah penting adalah teknologi alternatif ini dapat diaplikasikan pada instalasi pengolahan bauksit yang sudah ada tanpa harus mengluarkan dana yang besar.

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Bauksit merupakan bahan tambang yang mengandung mineral-mineral aluminium oksida yang mengandung pengotor seperti silika, besi oksida dan titan (Husaini, 2008).Warna bauksit sangat bervariasi, mulai dari putih sampai cokelat tua.Hal ini tergantung pada kandungan aluminium dan besi yang terdapat dalam bauksit tersebut. Pada umumnya, bauksit mengandung kadar aluminium sebesar 48 60%, besi 10 15%, silika kurang dari 2%, titan 5% dan air sekitar 20%. Oleh karena kandungan aluminium yang besar itulah, bauksit merupakan sumber utama untuk memproduksi aluminium dalam berbagai bentuk. Jumlah seluruh cadangan bauksit yang dimiliki oleh Indonesia diperkirakan lebih dari 200 Wmt yang tersebar di daerah Sumatera dan Kalimantan. Jumlah cadangan bauksit PT. Aneka Tambang saja berjumlah 202,06 Wmt, belum lagi cadangan bauksit dari beberapa perusahaan tambang lain yang ada di Indonesia. Dengan jumlah cadangan sebanyak itu, diperkirakan hanya akan habis setelah eksploitasi dilakukan selama 126 tahun mendatang dimana setiap tahunnya akan menghasilkan keuntungan sebesar US$ 3,84 juta (TEKMIRA, 2010). Namun dibalik begitu menjanjikannya potensi bauksit di Indonesia, ada permasalahan yang tak dapat dielakkan lagi dan tak kalah serius yang harus dihadapi dari hasil pengolahan bauksit tersebut, yaitu limbah hasil pengolahan bauksit yang biasa disebut dengan Red Mud.Red Mud adalahsenyawa alumina, besi, titan dan silika yang tidak larut pada proses Bayer. Limbah iniberbentuk seperti lumpur, berwarna kemerahan dan memiliki pH sekitar 1314. Di dalam Red Mud bahkan masih terkandung aluminium sebesar 1022%, dan beberapa unsur lain seperti besi sebesar 1435% (Aziz, 2009).

Gambar 1.Red Mud yang dihasilkan dari proses Bayer (sumber: www.im-minning.com)

Karena Red Mudmemiliki pH yang sangat basa, maka jika kontak langsung pada kulit manusia akan menghasilkan iritasi, gatal-gatal dan penyakit kulit lain. Dan apabila Red Mud ini sampai bocor ke lingkungan di sekitar, maka akan merusak ekosistem yang berada di radius 2 km dari tempat pengolahan bauksit (LIPI, 2010).Sayangnya, proses Bayer merupakan proses andalan yang sampai saat ini digunakan oleh seluruh industri pengolahan bauksit di dunia termasuk di indonesia. Dan sampai saat ini belum ada metode lain yang dapat menggantikannya (Aziz, 2009).

Gambar 2. Skema proses Bayer (sumber: Iq.Sherwinalumina.com)

Gambar 3.Skema proses Hall Haroult(sumber: www.scielo.br)

Pada proses pengolahannya, diperkirakan sekitar 5055% dari bauksit yang diolah akan menjadi Red Mud (Aziz, 2009), dengan kata lain, jumlah yang hampir sama seperti jumlah aluminium yang dihasilkan. Jika setiap tahun bauksit yang diproduksi sebanyak 1,6 juta Wmt (wet metric ton), artinya terdapat sekitar 800.000 Wmt Red Mud yang siap untuk dibuang dan sangat berpotensi mencemari lingkungan. Selain itu, proses Bayer dan Hall Haroult yang sampai saat ini digunakan masih memiliki kekurangan, yaitu dari besarnya jumlah energi yang diperlukan, akibatnya biaya produksi menjadi besar. Menurut Stuart Burns, energi yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 ton aliminium saja mencapai 12.500 kWh dengan biaya produksi mencapai 44% dari biaya produksi untuk 1 ton aluminium (Burns, 2009).

Disamping itu, kondisi ketersediaan energi listrik di Indonesia masih tidak stabil. Bahkan pada bulan april 2012 ini, tarif dasar listrik akan mengalami kenaikan 10% (berita.liputan6.com). Bahkan jika ditambah dengan rencana kenaikan harga BBM yang juga bergulir, maka akan semakin menambah beban biaya produksi aluminium. Jika hal ini sampai terjadi, maka akan menambah beban biaya produksi aluminium mencapai lebih dari 44%. Jika sampai beban biaya produksi bertambah, maka keuntungan yang didapat akan berkurang. Kondisi seperti ini sangatlah tidak baik bagi perusahaan pengolah bauksit, konsumen atau bahkan pemerintah.Kemungkinan lebih lanjut yang dapat terjadi adalah kenaikan harga aluminium, pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan pengolahan bauksit, atau bahkan dapat mengakibatkan perusahaan produksi aluminium gulung tikar. Oleh karena itu, perlu ada suatu metode alternatif untuk pengolahan bauksit tanpa menghasilkan Red Mud dan proses pengolahan yang lebih efisien. Jika metode alternatif ini dapat diterapkan, maka diharapkan pula dapat menjadi percontohan bagi seluruh perusahaan pengolahan bauksit di Indonesia atau bahkan di seluruh dunia. Tujuan dan Manfaat Tujuan 1. Mengurangi dampak timbulnya limbah Red Mudyang dapat dihasilkan dari proses ekstraksi alumunium dari bijih bauksit secara konvensional. 2. Memberikan solusi teknologi alternatif berbasis cairan ionik imidazolium dalam proses ekstraksi alumunium dari bijih bauksit yang lebih ramah lingkungan. Manfaat 1. Sebagai bahan kajian penerapan teknologi pengolahan mineral dari bahan tambang. 2. Tulisan ini dapat dimanfaatkan sebagai rujukan penentuan kebijakan dalam menekan biaya operasional dan teknologi yang ramah lingkungan yang berbasis sumber daya lokal pada proses ekstraksi alumunium dari bijih bauksit. 3. Menambah khazanah inovasi teknologi proses ekstraksi alumunium dari bijih bauksit GAGASAN Gagasan teknologi alternatif yang diajukan oleh penulis adalah mengekstrak aluminium yang terkandung di dalam bauksit dengan menggunakan 1-etil-3-metilimidazolium klorida ([emim]Cl). Bahkan logam lain pun seperti besi dan titan yang terkandung di dalam bauksit dapat diekstrak dengan menggunakan [emim]Cl. Logam aluminium, besi dan titan dapat membentuk cairan ionik dengan [emim]Cl. Cairan ionik yang terbentuk pada teknologi alternatif ini adalah [emim]AlCl4, [emim]FeCl4, dan [emim]2TiCl4.

Gambar 4. Struktur 1-etil-3-metil imidazolium klorida (sumber: www.sigmaaldrich.com)

Menurut Earle, sintesis [emim]AlCl4dapat dilakukan dengan menambahkan garam [emim]Cl dengan AlCl 3 secara langsung pada atmosfir N2(Earle, 2000). Oleh karena itu, aluminium, besi dan titan yang terkandung di dalam bauksit harus diubah terlebih dahulu menjadi AlCl3, FeCl3, dan TiCl2.Hal ini dapat dilakukan dengan cara menambahkan HCl terlebih dahulu ke dalam bauksit yang akan diolah. Setelah diubah AlCl3, FeCl3, dan TiCl2, barulahmereaksikan dengan [emim]Cl pada atmosfir N2. Dengan demikian akan terbentuk cairan ionik yang diharapkan. Berikut adalah reaksi yang terjadi:

M = Al, Fe N = Ti Gambar 5.Reaksi pembentukan cairan ionik

Cairan ionik yang terbentuk, terutama [emim]AlCl4 merupakan pelarut yang kuat (Earle, 2000). Dengan begitu akan membantu untuk melarutkan senyawa-senyawa alumina, besi, dan titan yang masih terdapat di dalam bauksit, sehingga tidak akan menghasilkan Red Mud. Adapun SiO2 yang tidak larut dengan [emim]Cl, akan terpisah dan mengendap dengan begitu dapat dengan mudah dipisahkan pada proses pemindahan dari proses digesting / pelarutan menuju proses elektrolisis. SiO2 yang sudah dipisahkan, mempunyai potensi untuk dijual sebagai bahan baku pembuatan kaca. Selain dapat melarutkan, cairan ionik yang terbentuk juga mempunyai sifat dapat menghantarkan arus listrik dengan baik (Pavlinac, 2009). Sehingga dengan adanya spesi [emim]AlCl4 dan cairan ionik lain, diharapkan dapat menjadi media elektrolisis pada proses Hall Haroult. Jika pada proses pelarutan menghasilkan cairan ionik yang dapat menghantarkan listrik, maka teknologi ini dapat memangkas tahapan pada pengolahan bauksit. Berikut adalah tahapan pengolahan bauksit yang digagas oleh penulis:

Gambar 6.Skema kerja pengolahan bauksit berdasarkan gagasan.


Bahan Baku

Digesting
Ditambahkan HCl Menggunakan [emim]Cl pada pelarutan. Pada atmosfer N2 tekanan 1 atm Suhu 200C dan tekanan 1 atm waktu proses maksimum 2 jam tidak menghasilkan Red Mud Besi, Titanium dan silika oksida dapat ikut terlarut dalam cairan ionik

Elektrolisis
Suhu 200C Alumunium dan besi dapat diperoleh secara berurutan pada tahapan ini berdasarkan potensial reduksinya Cairan ionik yang telah digunakan untuk melarutkan dapat di-recycle untuk digunakan kembali pada proses pelarutan bauksit .

Produk Logam alumunium murni Logam besi murni

Bauksit yang sudah dihancurkan

Dengan membandingkan proses pengolahan bauksit secara konvensional dengan teknologi yang digagas, maka akan terlihat jelas perbedaan antara kedua cara tersebut. Berikut adalah tabel perbandingan proses pengolahan bauksit secara konvensional dengan teknologi alternatif yang digagas:

Tabel 1. Perbandingan teknologi konvensional dengan teknologi yang digagas Teknologi Konvensional Tahapan keterangan
- Menggunakan larutan basa NaOH sebagai pelarut - Membutuhkan suhu dan tekanan Digestion / yang tinggi (130-150C, 3 atm) Pelarutan dengan waktu proses selama 2 jam. - Menghasilkan Red Mud sebagai limbah

Teknologi yang di gagas Tahapan Keterangan


- Menggunakan cairan ionik berbasis imidazolium sebagai pelarut. - Pada atmosfer N2 tekanan 1 atm - Suhu 200C dan tekanan 1 atm - waktu proses maksimum 2 jam - tidak menghasilkan Red Mud - Besi dan titan dapat ikut terlarut dalam cairan ionik - SiO2 yang terbentuk dapat dipisahkan. - Suhu 150C - Alumunium dan Besi dapat diperoleh secara berurutan pada tahapan ini berdasarkan potensial reduksinya - Cairan ionik yang telah digunakan untuk melarutkan dapat di-recycle untuk digunakan kembali sebagai pelarut bauksit mentah.

Digestion / Pelarutan

- Tahapan penyaringan. - Filtrat yang diperoleh dibuang Presipitasi (limbah), dan residu akan masuk ke tahapan selanjutnya

Elektrolisis

- Membutuhkan suhu proses 1000C dengan waktu selama 30 menit - Menggunakan kriolit sebagai media elektrolisis Elektrolisis - Suhu proses 950C - Residu hasil proses dibuang (limbah) Produk : logam alumunium Kalsinasi

Produk : Logam alumunium dan besi

Berdasarkan tabel, terdapat perbedaan antara proses konvensional Bayer dan Hall Haroult dengan teknologi alternatif gagasan adalah:

Dengan menggunakan teknologi yang digagas, biaya produksi akan lebih rendah sebab prosesnya tidak membutuhkan biaya untuk energi yang diperlukan menaikkan suhu proses pengolahan. Teknologi yang digagas tidak memerlukan kriolit pada proses elektrolisis, sebab cairan ionik berperan sebagai pelarut pada digestion sekaligus pada saat elektrolisis, selain itu cairan ionik tersebut dapat di-recycle untuk digunakan kembali dalam proses digestion, hal ini juga berpengaruh pada penuruna biaya produksi. Teknologi yang digagas, relatif lebih efisien, dari segi waktu, energi dan biaya produksi sebab hanya melalui dua tahapan proses untuk memperoleh logam alumunium, dibandingkan dengan teknologi konvensional yang harus melalui 4 tahapan proses.

KESIMPULAN Dalam menerapkan teknologi alternatif ini, hanya memerlukan penyesuaian sedikit pada instalasi yang sudah ada, yaitu pada digestion dan recycle tanpa harus mengganti seluruh instalasi atau membuat instalasi pengolahan yang baru.Selain itudengan teknologi yang digagas ini, kekurangan dalam pengolahan secara konvensional dapat diminimalisir.Dari segi lingkungan,teknologi alternatif ini lebih ramah lingkungan sebab tidak menghasilkan limbah Red Mudseeperti yang dihasilkan dalam pengolahan secara konvensional. Dari segi waktu untuk pengolahan bauksit menggunakan teknologi konvensional dibutuhkan 2,5 jam, sedangkan dengan teknologi menggunakan 1etil-3-metil imidazolium klorida ([emim]Cl), waktu pengolahan dapat berkurang 20%. Lalu dari segi energi, teknologi konvensional membutuhkan energi yang jauh lebih besar karena pada proses pengolahannya memerlukan kondisi suhu yang jauh lebih tinggi. Sehingga listrik yang dibutuhkan untuk pengolahan bauksit berkisar 12500-15000 kWh, dengan teknologi yang digagas, kebutuhan listrik tersebut dapat dipangkas hingga 75%, menjadi sekitar 3000 kWh. Oleh karena itu dengan adanya efisiensi waktu dan energi pada proses pengolahan, secara otomati, biaya produksi untuk pengolahan bauksit per ton dapat berkurang secara signifikan.Sehingga dengan teknologi alternatif ini beban biaya produksi dapat berkurang menjadi sekitar 9 - 10% per ton.

DAFTAR PUSTAKA Agustinus, Eko T. 2010. Kajian Dampak Penambangan Bauksit di Daerah Kijang dan Sekitar Pulau Mamot Korelasinya dengan Kemungkinan Perubahan Ekosistem Perairan Pesisir Timur Pulau Bintan dan Perairan Pesisir Pulau Mamot (Kepulauan Lingga). Jakarta: Laporan Penelitian pada Coral Reef Rehabilitation and Management Program LIPI Anonim. 2011. Amnesty says Vedantas toxic sludge from Red Mud pond is a toxic timebomb threatening rural Indian communities. [Online]. Tersedia: http://www.im-mining.com/2011/06/03/amnesty-says-vedantastoxic-sludge-from-red-mud-pond-is-a-toxic-timebomb-threatening-ruralindian-communities/ [14 Februari 2012]. Anonim. 2012. The picture to the right illustrate the "Bayer Process" used at Sherwin Alumina.[Online]. Tersedia: http:// lq.sherwinalumina.com/process/default.aspx [14 Februari 2012] Anonim. 2012. Menteri ESDM: Kenaikan TDL Bertahap. [Online]. Tersedia: http://berita.liputan6.com/read/380049/menteri-esdm-kenaikan-tdlbertahap [03 Maret 2012] Anonim. 2010. Safety Data Sheet : 1-ethyl-3-methylimidazolium chloride. [Online]. Tersedia: http://www.sigmaaldrich.com/catalog/DisplayMSDSContent.do [14 Februari 2012] Ar, Indah. 2009. Proses Isolasi Alumunium dari Bauksit dan Pemanfaatannya. Makalah pada Jurusan Kimia, FPMIPA, Universitas Brawijaya. Aziz, Muchtar dkk. 2009. Pemrosesan Red Mud Limbah Ekstraksi Alumina dari Bijih Bauksit Bintan untuk Memperoleh kembali Alumina dan Soda. Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Vol. 5 No 14. 11-18. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tekologi Mineral dan Batubara. Burns, Stuart. 2009. Power Costs in the Production of Primary Alumunium. Metal Miner. Earle, Martyn et al. 2000. Ionic Liquid. Green Solvents for the Future. Journal Pure Application Chem. Vol 72 No. 7 : 1391-1398. Husaini. 2008. Penelitian Pendahuluan Pembuatan Tawas dari Bauksit Kijang. Jurnal Bahan Galian Industri Vol. 12 No.33:1-9. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara. Pavlinac, Jasminka et al. 2009. Halogenation of Organic Compounds in Ionic Liquids. Journal Tetrahedron (65):5625-5662

Pitner, Will. 2012. IoLiTec: Ionic Liquids Properties and Applications. Merck: New Venture Material. Sequeira et al. 2009 Electrochemical routes for industrial synthesis. [Online]. Journal of the Brazilian Chemical Society Vol 20 no.3. tersedia: http://www.scielo.br/scielo.php?pid=s010350532009000300002&script=sci_arttext [14 Februari 2012]. Suseno, Triswan. 2010. Analisis Nilai Sumber Daya Bijih Bauksit, Nikel dan Emas PT. Antam Tbk. Karya Ilmiah Penelitian dan Pengembangan Mineral dan Batubara.

10

LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup Penulis Ketua Pelaksana: Nama Lengkap/NIM : Ersan Yudhapratama M./0801357 Fakultas/ Program Studi : FPMIPA/Kimia Tempat, Tanggal Lahir : Sukabumi, 21 Desember 1987 Karya Ilmiah yang pernah dibuat :Penghargaan yang pernah diraih :(Ersan Yudhapratama M.) NIM. 0801357 Anggota Pelaksana 1: Nama Lengkap/NIM : Sudrajat Harris Abdulloh/0807639 Fakultas/ Program Studi : FPMIPA/Kimia Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 31 Mei 1989 Karya Ilmiah yang pernah dibuat :Penghargaan yang pernah diraih :(Sudrajat Harris Abdulloh) NIM. 0807639

Anggota Pelaksana 2: Nama Lengkap/NIM : Yulyani Nur Azizah/0900721 Fakultas/ Program Studi : FPMIPA/Kimia Tempat, Tanggal Lahir : Sumedang, 14 Juli 1991 Karya Ilmiah yang pernah dibuat :Penghargaan yang pernah diraih :-

(Yulyani Nur Azizah) NIM. 090072

10

11

Lampiran 2. Nama dan Biodata Dosen Pendamping


Nama Lengkap dan Gelar : Dr. rer. nat. Ahmad Mudzakir, M.Si

Golongan Pangkat dan NIP Jabatan Fungsional Jabatan Struktural Fakultas/Program Studi Perguruan Tinggi Bidang Keahlian Waktu untuk kegiatan PKM

: Penata / III c / 196611211991031002 : Lektor Kepala : Ketua Program Studi Kimia : FPMIPA/ Kimia : Universitas Pendidikan Indonesia : Kimia Material : 12 jam/minggu

(Dr. rer. nat. Ahmad Mudzakir, M.Si) NIP. 19661121199103100

11

You might also like