You are on page 1of 20

BAB I PENDAHULUAN Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit otak, biasanya bersifat kronik atauprogresif serta terdapat

gangguan fungsi luhur (fungsi kortikal yang

multipel), termasuk daya ingat, daya pikir, daya orientasi, daya pemahaman, berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, dan daya kemampuan menilai. Kesadaran tidak berkabut, dan biasanya disertai hendaya fungsi kognitif, ada kalanya diawali oleh kemerosotan (deterioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial atau motivasi. Sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada penyakit serebrovaskuler, dan pada kondisi lain yang secara primer atau sekunder mengenai otak.1,2 Penderita demensia juga sulit berpikir abstrak, sukar mengolah informasi baru atau mengatasi persoalan. Kepribadian seorang penderita demensia, misalnya respons emosionalnya, juga bisa berubah. Dalam beberapa kasus alzheimer, gejala itu bisa menjadi kronis dan progresif sehingga penderita kehilangan seluruh kemampuan intelektualnya. Mudah lupa merupakan gejala yang paling sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari warga lanjut usia (lansia). Tapi, mudah lupa tak jarang ditemukan pada usia setengah baya, bahkan umur belia.3 Penurunan fungsi tubuh yang dialami para lansia merupakan salah satu alasan mengapa para lansia membutuhkan bantuan dalam melakukan kegiatan sehari-hari disebabkan mereka menderita penyakit kronis. Pemberian bantuan ini bisa datang dari institusi formal seperti perawat rumah sakit atau tenaga professional lainnya atau dari mekanisme informal seperti keluarga, kerabat atau lingkungan di sekitarnya.4

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Definisi Demensia ialah kondisi keruntuhan kemampuan intelek yang progresif setelah mencapai pertumbuhan & perkembangan tertinggi (umur 15 tahun) karena gangguan otak organik, diikuti keruntuhan perilaku dan kepribadian, dimanifestasikan dalam bentuk gangguan fungsi kognitif seperti memori, orientasi, rasa hati dan pembentukan pikiran konseptual. Biasanya kondisi ini tidak reversibel, sebaliknya progresif.1 Demensia adalah Sindrom penyakit akibat kelainan otak bersifat kronik / progresif serta terdapat gangguan fungsi luhur (Kortikal yang multiple) yaitu ; daya ingat , daya fikir , daya orientasi , daya pemahaman , berhitung , kemampuan belajar, berbahasa , kemampuan menilai. Kesadaran tidak berkabut , Biasanya disertai hendaya fungsi kognitif , dan ada kalanya diawali oleh kemerosotan (detetioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial atau motivasi sindrom ini terjadi pada penyakit Alzheimer, pada penyakit kardiovaskular, dan pada kondisi lain yang secara primer atau sekunder mengenai otak5 2.2. Etiologi Penyebab demensia yang paling sering pada individu yang berusia diatas 65 tahun adalah (1) penyakit Alzheimer, (2) demensia vaskuler, dan (3) campuran antara keduanya. Penyebab lain yang mencapai kira-kira 10 persen diantaranya adalah demensia jisim Lewy (Lewy body dementia), penyakit Pick, demensia frontotemporal, hidrosefalus tekanan normal, demensia alkoholik, demensia infeksiosa (misalnya human immunodeficiency virus (HIV) atau sifilis) dan penyakit Parkinson. Banyak jenis demensia yang melalui evaluasi dan penatalaksanaan klinis berhubungan dengan

penyebab yang reversibel seperti kelaianan metabolik (misalnya hipotiroidisme), defisiensi nutrisi (misalnya defisiensi vitamin B12 atau defisiensi asam folat), atau sindrom demensia akibat depresi. Pada tabel 2.1 berikut ini dapat dilihat kemungkinan penyebab demensia :

Demensia Tipe Alzheimer

Alois Alzheimer pertama kali menggambarkan suatu kondisi yang selanjutnya diberi nama dengan namanya dalam tahun 1907, saat ia menggambarkan seorang wanita berusia 51 tahun dengan perjalanan demensia progresif selama 4,5 tahun. Diagnosis akhir Alzheimer didasarkan pada pemeriksaan neuropatologi otak; meskipun demikian, demensia Alzheimer biasanya didiagnosis dalam lingkungan klinis setelah penyebab demensia lain telah disingkirkan dari pertimbangan diagnostik.2,6

Gambar.2.2 Penyakit Alzheimer. Tampak secara jelas plak senilis disebelah kiri. Beberapa serabut neuron tampak kusut disebelah kanan. Menjadi catatan tentang adanya kekacauan hantaran listrik pada sistem kortikal

Gambar.2.3 Sel otak pada Penyakit Alzheimer dibandingkan dengan sel otak normal

Demensia vaskuler Penyebabnya adalah penyakit vaskuler serebral yang multipel yang

menimbulkan gejala berpola demensia. Ditemukan umumnya pada laki-laki, khususnya dengan riwayat hipertensi dan faktor resiko kardiovaskuler lainnya. Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan sedang yang mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkhim multiple yang menyebar luas pada otak (gambar 2.2). Penyebab infark berupa oklusi pembuluh darah oleh plaq arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat lain( misalnya katup jantung). Pada pemeriksaan akan ditemukan bruit karotis, hasil funduskopi yang tidak normal atau pembesaran jantung (gambar 2.3).2,3

Gambar.2.4. Makroskopis korteks serebral pada potongan koronal dari suatu kasus demensia vascular. Infark lakunar bilateral multipel mengenai thalamus, kapsula interna dan globus palidus.2

Gambar 2.5 Pasien dengan demensia kronik biasanya memerlukan perawatan custodial. Pasien biasanya mengalami kemunduran perilaku, seperti menghisap jari,khas pada jenis ini.2

2.3. Gambaran klinis Perubahan Psikiatrik dan Neurologis Kepribadian Perubahan kepribadian pada seseorang yang menderita demensia biasanya akan mengganggu bagi keluarganya. Ciri kepribadiaan sebelum sakit mungkin dapat menonjol selama perkembangan demensia. Pasien dengan demensia juga menjadi tertutup serta menjadi kurang perhatian dibandingkan sebelumnya. Seseorang dengan demensia yang memiliki waham paranoid umumnya lebih cenderung memusuhi anggota keluarganya dan pengasuhnya. Pasien yang mengalami kelainan pada lobus fraontalis dan temporalis biasanya mengalami perubahan kepribadian dan mungkin lebih iritabel dan eksplosif.2 Halusinasi dan Waham Diperkirakan sekitar 20 hingga 30 persen dengan demensia (terutama pasien dengan demensia tipe Alzheimer) memiliki halusinasi, dan 30 hingga 40 persen memiliki waham, terutama waham paranoid yang bersifat tidak sistematis, meskipun waham yang sistematis juga dilaporkan pada pasien tersebut. Agresi fisik dan bentukbentuk kekerasan lainnya lazim ditemukan pada pasien dengan demensia yang juga memiliki gejala-gejala psikotik.2 Mood Pada pasien dengan gejala psikosis dan perubahan kepribadian, depresi dan kecemasan merupakan gejala utama yang ditemukan pada 40 hingga 50 persen pasien dengan demensia, meskipun sindrom depresif secara utuh hanya tampak pada 10 hingga 20 persen pasien. Pasien dengan demensia juga dapat menujukkan perubahan emosi

yang ekstrem tanpa provokasi yang nyata (misalnya tertawa dan menangis yang patologis).2 Perubahan Kognitif Pada pasien demensia yang disertai afasia lazim ditemukan adanya apraksia dan agnosia dimana gejala-gejala tersebut masuk dalam kriteria DSM IV. Tanda-tanda neurologis lainnya yang dikaitkan dengan demensia adalah bangkitan yaitu ditemukan kira-kira pada 10 persen pasien dengan demensia tipe Alzheimer serta 20 persen pada pasien dengan demensia vaskuler. Refleks primitif seperti refleks menggenggam, refleks moncong (snout), refleks mengisap, reflex tonus kaki serta refleks palmomental dapat ditemukan melalui pemeriksaan neurologis pada 5 hingga 10 persen pasien.2 Untuk menilai fugsi kognitif pada pasien demensia dapat digunakan The Mini Mental State Exam (MMSE).7

Gambar.2.10. Test menggambar jam pada salah penilaian MMSE.

Reaksi Katastrofik Pasien dengan demensia juga menunjukkan penurunan kemampuan yang oleh Kurt Goldstein disebut perilaku abstrak. Pasien mengalami kesulitan untuk memahami suatu konsep dan menjelaskan perbedaan konsep-konsep tersebut. Lebih jauh lagi, kemampuan untuk menyelesaikan masalah-masalah, berpikir logis, dan kemampuan menilai suara juga terganggu. Goldstein juga menggambarkan reaksi katastrofik berupa agitasi terhadap kesadaran subyektif dari defisit intelektual dalam kondisi yang penuh tekanan. Pasien biasanya mengkompensasi defek yang dialami dengan cara menghindari kegagalan dalam kemampuan intelektualnya, misalnya dengan cara bercanda atau dengan mengalihkan pembicaraannya dengan pemeriksa. Buruknya penilaian dan kemampuan mengendalikan impuls adalah lazim, biasanya ditemukan pada demensia yang secara primer mengenai daerah lobus frontalis. Contoh dari kelainan ini adalah penggunaan kata-kata yang kasar, bercanda dengan tidak wajar, ketidakpedulian terhadap penampilan dan kebersihan diri, serta sikap acuh tak acuh dalam hubungan sosialnya.2 2.4. Penatalaksanaan
Farmakoterapi

Dokter dapat meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan kecemasan, antidepresi untuk depresi, dan obat-obat antipsikotik untuk waham dan halusinasi, akan tetapi dokter juga harus mewaspadai efek idiosinkrasi obat yang mungkin terjadi pada pasien usia lanjut (misalnya kegembiraan paradoksikal, kebingungan, dan peningkatan efek sedasi). Secara umum, obatobatan dengan aktivitas antikolinergik yang tinggi sebaiknya dihindarkan. 2

Donezepil, rivastigmin, galantamin, dan takrin adalah penghambat kolinesterase yang digunakan untuk mengobati gangguan kognitif ringan hingga sedang pada penyakit Alzheimer. Obat-obat tersebut menurunkan inaktivasi dari neurotransmitter asetilkolin sehingga meningkatkan potensi neurotransmitter kolinergik yang pada gilirannya menimbulkan perbaikan memori. Obat-obatan tersebut sangat bermanfaat untuk seseorang dengan kehilangan memori ringan hingga sedang yang memiliki neuron kolinergik basal yang masih baik melalui penguatan neurotransmisi kolinergik. 2 Donezepil ditoleransi dengan baik dan digunakan secara luas. Takrin jarang digunakan karena potensial menimbulkan hepatotoksisitas. Sedikit data klinis yang tersedia mengenai rivastigmin dan galantamin, yang sepertinya menimbulkan efek gastrointestinal (GI) dan efek samping neuropsikiatrik yang lebih tinggi daripada donezepil. Tidak satupun dari obat-obatan tersebut dapat mencegah degenerasi neuron progresif. 2
Menurut Witjaksana Roan terapi farmakologi pada pasien demensia berupa1:

Antipsikotika tipik: Haldol 0,25 - 0,5 atau 1 - 2 mg Antipsikotika atipik:


o o o o o

Clozaril 1 x 12.5 - 25 mg Risperidone 0,25 - 0,5 mg atau 0,75 - 1,75 Olanzapine 2,5 - 5,0 mg atau 5 - 10 mg Quetiapine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg Abilify 1 x 10 - 15 mg

Anxiolitika
o o

Clobazam 1 x 10 mg Lorazepam 0,5 - 1.0 mg atau 1,5 - 2 mg

o o o o

Bromazepam 1,5 mg - 6 mg Buspirone HCI 10 - 30 mg Trazodone 25 - 10 mg atau 50 - 100 mg Rivotril 2 mg (1 x 0,5mg - 2mg)

Antidepresiva
o o o o

Amitriptyline 25 - 50 mg Tofranil 25 - 30 mg Asendin 1 x 25 - 3 x 100 mg (hati2, cukup keras) SSRI spt Zoloft 1x 50 mg, Seroxat 1x20 mg, Luvox 1 x 50 -100 mg, Citalopram 1 x 10 - 20 mg, Cipralex, Efexor-XR 1 x 75 mg, Cymbalta 1 x 60 mg.

Mirtazapine (Remeron) 7,5 mg - 30 mg (hati2)

Mood stabilizers
o o o o o o o

Carbamazepine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg Divalproex 125 - 250 mg atau 500 - 750 mg Topamate 1 x 50 mg Tnileptal 1 x 300 mg - 3 x mg Neurontin 1 x 100 - 3 x 300 mg bisa naik hingga 1800 mg Lamictal 1 x 50 mg 2 x 50 mg Priadel 2 - 3 x 400 mg

Obat anti-demensia Obat anti-demensia pada kasus demensia stadium lanjut sebenarnya sudah tak berguna lagi, namun bila diberikan dapat mengefektifkan obat terhadap BPSD (Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia)::

10

Nootropika:
o o o

Pyritinol (Encephabol) 1 x100 - 3 x 200 mg Piracetam(Nootropil) 1 x 400 - 3 x 1200 mg Sabeluzole (Reminyl)

Ca-antagonist:
o o o o o

Nimodipine (Nimotop 1 - 3 x 30 mg) Citicholine (Nicholin) 1 - 2 x 100 - 300 mg i.v / i.m. Cinnarizine(Stugeron) 1 - 3 x 25 mg Pentoxifylline (Trental) 2 - 3 x 400 mg (oral), 200 - 300 mg infuse Pantoyl-GABA

Acetylcholinesterase inhibitors
o o

Tacrine 10 mg dinaikkan lambat laun hingga 80 mg. Hepatotoxik Donepezil (Aricept) centrally active reversible cholinesterase inhibitor, 5 mg 1x/hari

o o o

Galantamine (Riminil) 1 - 3 x 5 mg Rivastigmin (Exelon) 1,5, 3, 4, 5, 6 mg Memantine 2 x 5 - 10 mg

11

Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia (BPSD) Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia (BPSD) penting untuk diperhatikan karena merupakan satu akibat yang merepotkan bagi pengasuh dan membuat payah bagi sang pasien karena ulahnya yang amat mengganggu:1 Behavioural Gangguan perilaku agitasi hiperaktif Keluyuran o Perilaku yang tak adekuat o Abulia kognitif o Agresi verbal, teriak fisik Gangguan nafsu makan o Gangguan ritme diurnal Tidur/bangun o Perilaku tak sopan (social) Perilaku sexual tak sopan Deviasi sexual Piromania Psychological Gangguan afektif o Anxietas o lritabilitas o Gejala depresif. o Depresi berat Labilitas emosional o Apati o Sindrom waham & salah-identifikasi Orang menyembunyikan dan mencuri barangnya paranoid, curiga o Rumah lama dianggap bukan rumahnya o Pasangan / pengasuh Palsu Tak setia Menelantarkan pasien Cemburu patologik Keluarga/kenalan yang mati masih hidup o Halusinasi Visual Auditorik Olfaktoriik Raba (haptik)

12

BAB III PERAN CAREGIVER PADA BEHAVIOURAL AND PSYCHOLOGICAL SYMPTOMS OF DEMENTIAN (BPSD) 3.1. Pengertian Caregiving dan Caregiver Pemberian bantuan atau perawatan oleh anggota keluarga kepada para lanjut usia biasa disebut dengan caregiving. caregiving adalah pemberian perawatan atau bantuan secara informal dan tidak menerima pembayaran kepada individu yang tidak mandiri serta memiliki keterbatasan fisik, mental atau ekonomi. Anggota keluarga dari lansia yang mempunyai keterbatasan mempunyai tanggung jawab untuk memberikan perawatan kepada lansia tersebut dikarenakan mereka tinggal bersama lansia tersebut atau mempunyai tugas moral yang harus dipenuhi. Bentuk pemberian bantuan termasuk berbelanja, membawa kendaraan, membantu secara finansial, pekerjaan rumah atau perawatan fisik secara utuh. Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa caregiver merupakan seseorang yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan perawatan pada seseorang yang sakit secara mental, ketidakmampuan secara fisik atau kesehatannya terganggu karena penyakit atau usia tua yang diderita. 3.2. Jenis-jenis Caregiver caregiver terdiri dari dua jenis, yaitu : 1. Caregiver formal yaitu seseorang yang memberikan perawatan dengan melakukan pembayaran yang disediakan oleh rumah sakit, psikiater, pusat perawatan ataupun tenaga profesional lainnya 2. Caregiver informal yaitu seseorang yang memberikan perawatan dengan tidak melakukan pembayaran dan tidak secara tenaga professional. Perawatan ini dapat

13

dilakukan di rumah dan biasa diberikan oleh pasangan penderita, anak dari penderita atau anggota keluarga lainnya. 3.3. Tugas-tugas Caregiving Ada enam jenis tugas yang dilakukan oleh caregiver, yaitu : 1. Memberikan dukungan emosi dan pemberian saran 2. Asisten dalam melakukan pekerjaan rumah tangga seperti pembersihan rumah, persiapan makan, belanja, dan transportasi 3. Membantu dalam perawatan personal seperti memandikan, membantu berpakaian, makan, dan mempersiapkan obat 4. Mengatur keuangan 5. Membuat keputusan tentang perawatan dan berhubungan langsung dengan pelayanan kesehatan formal seperti mengatur pelayanan dalam rumah dan pengasuhan 6. Asisten dalam pengaturan finansial Teknik Modifikasi Tingkah Laku : 1. Lakukan pendekatan dengan tenang dan lembut Kekerasan, perintah, suara yang terlalu keras akan memperberat gangguan perilaku karena pasien akan merasa terancam dan ketakutan. Pendekatan ke pasien harus dilakukan pelan-pelan agar tidak mengejutkan mereka. Memindahkan pasien secara tergesa-gesa juga akan menyebabkan mereka merasa tidak nyaman dan cemas. 2. Menggunakan bahasa isyarat agar tidak mengejutkan pasien Semakin berat demensia, semakin kurang bahasa yang bisa dipahami pasien sehingga pasien lebih sering menggunakan bahasa isyarat. Oleh karena itu bahsa isyarat merupakan cara terbaik untuk berkomunikasi dengan mereka. Selalu tersenyum saat bertemu pasien 14

3. Memberikan rasa aman kepada pasien. Gangguan kognitif membuat pasien tidak percaya diri dan tidak yakin akan ingatannya. Bila mereka melakukan hal yang baik, berikan pujian. Jika pasien mulai bertindak aneh atau terlihat bingung, tenangkan mereka dengan mengatakan bahwa mereka telah melakukan pekerjaan yang hebat. Jangan lupa untuk mengucapkan terimakasih jika pasien telah melakukan pekerjaan dengan baik, karena hal ini akan membangun rasa percaya diri pada pasien. Pada dasarnya setiap orang menyukai pujian. 4. Memberikan rasa empati terhadap masalah pasien. Walaupun pikiran pasien sedang kacau, akan lebih baik jika kita membenarkan segala perkataan mereka dan kita tidak perlu mengatakan kebenaran. Jika pasien bingung dan mengatakan bahwa seseorang telah mencuri gunting kukunya, jangan dipersalahkan walaupun hal itu tidak benar. Pasien akan marah karena tidak percaya pada kita, oleh karena itu kita harus menenangkan mereka dengan memberikan empati kepada mereka. 5. Jangan memberikan perintah kepada pasien Semakin berat demensia, pasien semakin tidak mampu untuk memutuskan apa

yang harus mereka lakukan. Oleh karena itu perawat sering memberikan perintah kepada mereka ( misalnya : cepat pergi mandi ! atau minum pil nya ! ). Hal ini justru akan membuat mereka semakin menolak untuk melakukan pekerjaannya, karena mereka merasa diperintah. Salah satu cara untuk meyakinkan pasien untuk melakukan pekerjaannya adalah dengan membuat mereka berpikir bahwa pekerjaan tersebut harus dilakukan atas keinginan dan inisiatif mereka sendiri. Daripada menyuruh mereka mandi, akan lebih baik jika kita mengatakan : Saya mau mandi

15

,apakah anda mau mandi terlebih dahulu? atau Saya akan mandi segera setelah anda mandi . Dengan cara ini pekerjaan dilakukan lebih berdasar atas inisiatif mereka sendiri dan pasien pasti tidak akan menolak. 6. Mengalihkan perhatian pasien Jika pasien berniat untuk melakukan pekerjaan yang berbahaya bagi mereka seperti memasak atau menyetir, segera alihkan perhatian mereka dengan memperlihatkan sebuah gambar, mengajak pasien berjalan ke jendela untuk melihat-lihat pemandangan, atau memberikan kue kepada mereka untuk dimakan. Berikan sesuatu yang mereka sukai. Bisakah anda menolong saya adalah kalimat yang sering berhasil digunakan untuk mengalihkan perhatian pasien dari segala aktivitas yang berbahaya karena mereka lebih merasa dihargai dengan cara itu. Bahkan pasien yang sedang keluyuran di jalan akan segera kembali jika kita minta pertolongan kepada mereka. 7. Mengawasi utilization behaviour Utilization behaviour dapat diartikan aktivitas tertentu yang masih dapat dilakukan pasien walaupun mengalami gangguan fungsi kognitif. Mereka akan melakukan aktivitas tersebut tidak pada waktu dan tempatnya ( misalnyan : membuka pintu walaupun ada petir ). Jika menemukan hal ini, perawat harus mengawasi secara ketat terhadap hal-hal yang dilakukan tidak pada tempatnya. Pasien juga mungkin mengalami disorientasi waktu sehingga pasien sering keluyuran tengah malam dengan pakaian resmi. Perawat harus meletakkan sesuatu di atas mata pasien untuk mencegah situasi atau stimulus visual yang dapat membangkitkan perilaku tersebut.

16

8. Out of sight , out of mind Artinya sesuatu yang dilihat oleh pasien akan menyebabkan timbulnya perilaku yang aneh sebagai reaksi terhadap stimulus obyek atau situasi yang dialami pasien. Oleh karena itu, penting untuk menyingkirkan segala sesuatu dari pandangan mereka. Sebagai contoh menutup gagang pintu dengan kain agar pasien tidak melihat gagang pintu tersebut, dengan demikian pasien tidak terdorong untuk membuka pintu. Modifikasi pada gangguan tingkah laku yang spesifik A. Agresif, Agitasi, dan Iritabilitas akut 1. Periksa kemungkinan adanya infeksi ( UTI, kulit, pneumonia, dll ). 2. Identifikasi dan rawat segala gangguan sistemik ( CHF, gangguan metabolik, tiroid, dan disfungsi endokrin ). 3. Hentikan penggunaan obat yang tidak perlu.

4. Hindari memaksa, memarahi dan menghukum penderita, karena akan memperburuk keadaan. 5. Ciptakan suasana yang menenangkan. Hindari suara gaduh, kerumunan orang atau suasana terburu-buru. 6. Sediakan pengasuh saat perawatan di rumah sakit untuk menenangkan pasien. B. Agresif dan Agitasi kronik 1. Ciptakan suasana lingkungan yang tenang di sekeliling pasien. 2. Jangan memberikan perintah kepada pasien karena hal ini akan membuat pasien menjadi semakin tidak menurut. 3. agresi reaktif paling baik bila dirawat dengan pendekatan modifikasi tingkah laku seperti yang sudah disebutkan di atas

17

C. Wandering ( suka keluyuran) 1. Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada pintu, bisa membantu mencegah terjadinya kecelakaan pada penderita. 2. Bekali penderita dengan peta jalan pulang, nomor telepon dan tanda pengenal 3. Membuat sebuah lingkungan yang aman untuk memfasilitasi penderita yang suka jalan-jalan, seperti taman bunga, kebun. 4. Merencanakan jadwal kegiatan sehari-hari. D. Ansietas ( cemas ) 1. Usahakan lingkungan rumah yang tenang dan stabil. Ini akan membuat pasien merasa nyaman. 2. Tanggapi pasien dengan sabar dan penuh kasih. Jika pasien menjadi marah, bersikap tenang dan perlihatkanlah rasa kasih, tunjukkan pengertian pada perasaannya (empati) daripada menerangkan atau menegaskan bahwa

perasaannya tidak masuk akal. 3. Buatlah aktivitas konstruktif untuk penyaluran gelisahnya. Jika pasien gelisah, ajaklah melakukan aktivitas seperti berjalan ke pekarangan rumah. 4. Hindari minuman berkafein (kopi,teh) untuk membantu mengurangi gejala cemas dan gelisah. 5. Koreksi penyakit lain yang mendasari, seperti nyeri, gangguan sensorik, dispnoe, dll.

18

E. Insomnia 1. Buatlah suasana menjelang tidur yang tenang dan nyaman. Kecilkan suara televisi dan hindarkan suara keras. 2. Biarkan pasien aktif pada siang hari dengan berolahraga dan sebaiknya pasien tidak tidur siang. 3. Pada waktu tidur, biarkan lampu tetap menyala untuk hindarkan disorientasi 4. Terapi cahaya 2 jam perhari dapat memperbaiki pola tidur pasien. 5. Pertahankan jadwal tidur yang tetap, pemberian obat tidur hanya sewaktu-waktu dibawah pengawasan. 6. Kurangi minum menjelang tidur dan ajak pasien ke kamar mandi sebelum tidur, untuk menghindari pasien terbangun dari tidurnya.

19

DAFTAR PUSTAKA

1. Roan Witjaksana. Delirium

dan Demensia. Diakses dari :

http://www.

idijakbar.com/prosiding/delirium.htm13 November 2011 2. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Delirium, dementia, amnestic and cognitive disorders. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. 3. Demensia, Available at : https://dokmud.wordpress.com/2009/10/22/demensia/ diakses 14 November 2011 4. Widiastuti R, Coping Stress Pada Primary Caregiver Penderita Penyakit Alzheimer, Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, 2009 5. Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

PedomanPenggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993. 49-67 6. Maslim R.Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ III.2001, Jakarta; PT Nuh Jaya. 20- 26 7. Smith, David S. Field Guide to Bedside Diagnosis, 2nd Edition. 2007 Lippincott Williams & Wilkins 8. Yuda Turana, Merawat Penderita Demensia, Available at : www.

Medikaholistik.com/ last update 21 April 2006/ diakses 17 November 2011

20

You might also like