You are on page 1of 13

BAB I PENDAHULUAN

I.I.

Latar Belakang

Pinang (Areca catechu) adalah sejenis palma yang tumbuh di daerah Pasifik, Asia dan Afrika bagian Timur. Jenis buah ini terutama ditanam untuk dimanfaatkan bijinya. Biji pinang diperoleh dari buah pinang yang telah dikupas. Biji pinang dikenal sebagai salah satu campuran makan sirih. Selain itu, biji pinang dapat dijadikan bahan campuran permen, dimanfaatkan sebagai zat pewarna merah alami, dan diekstrak zat-zat antioksidan alami yang menguntungkan seperti tanin. Pinang sudah banyak digunakan sebagai obat tradisional antaralain untuk luka, pembersih gigi dan gusi (Atjung, 1981). Dalam bidang kesehatan mulut, masalah yang seringdihadapi adalah karies atau plak gigi, yang terdiri ataskumpulan bakteri yang berkembang biak dan melekat erat di permukaan gigi.Plak terutama terdiri atas bakteri bercampur musin,sisa-sisa makanan, dan bahan bahan lain yang melekaterat di permukaan gigi. Pada awal pembentukan plak, jenis kokus gram positif terutama Streptococcus merupakan jenisyang paling banyak dijumpai, di samping bakteri yangberbentuk batang. Jenis bakteri yang mempunyai kemampuan paling besar untuk membentuk polisakaridaekstraselular adalah Streptococcus mutans dan S. sanguis.Bakteri ini mempunyai kemampuan untuk mensintesis sukrosa, glukosa atau karbohidrat lain menjadi polisakaridaekstraselular dan asam (Pelzar dan Chan, 1986; Panjaitan,2002). Bakteri ini juga dapat menurunkan pH menjadi 5,2-5,5 dan menyebabkan demineralisasi gigi.Polisakarida ekstraselular akan membentuk plak gigi bila terdapat bakteri S. mutans dalam mulut. Pembentukanplak dan pembentukan asam berlangsung setiap kalimengkonsumsi gula dan selama gula tersebut berada dalam mulut. Resiko pembentukan plak dan asamditentukan oleh frekuensi konsumsi gula bukan olehbanyaknya gula dimakan (Ariningrum, 2002). Bakteri S. mutans akan berkembang biak pada suhu 37oC selama 48jam di media selektif. Di dalam mulut, bakteri ini dapat hidup bila terdapat permukaan padat seperti gigi atau geligitiruan (Sosialsih, 2002). Bakteri ini dapat berkolonisasi dilubang dan celah gigi, permukaan gigi dekat gusi dan di lesikaries (Yunilawati, 2002).

I.3.

Tujuan Untuk mengetahui pemanfaatan ekstrak selenium pada pinang (Areca catechu) dengan fermentasi Accetobacter-Saccharomyces sebagai antiseptic mulut.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1.

Pinang ( Areca catechu )

2.2.

Khasiat Pinang

2.3.

Fungsi Selenium dalam Pinang Selenium (Se) merupakan elemen esensial bagi hewan dan manusia yang

diperoleh dari makanannya seperti bijibijian dan sayuran (Tapiero et al., 2003). Efek biologis dari Se awalnya hanya dipertimbangkan dari segi toksisitasnya saja. Sebagai mikroelemen, Se berperan dalam pertumbuhan, mengontrol metabolisme hormon tiroid dan testosteron (Rayman, 2002), sebagai antioksidan Se mereduksi senyawa peroksida, sehingga menurunkan radikal bebas dalam tubuh dan menghambat timbul dan berkembangnya kanker (Linder, 1992; Stolz et al., 2002). Kebutuhan Se rata-rata orang dewasa 50-200 g sehari, sementara yang direkomendasikan 55 g per hari (Anonim, 2003). Menurut penelitian LD50 konsumsi Se adalah 2,3-13 mg per kg (WHO, 1987). Asupan bahan mengandung Se berasal dari bahan makanan sehari-hari misalnya makanan yang berasal dari tumbuhan. Kemampuan beberapa jenis tumbuhan untuk mengakumulasi dan mentransformasi Se menjadi senyawa bioaktif sangat penting untuk kesehatan manusia dan lingkungan (Ellis dan Salt, 2003). Kandungan Se dalam tumbuhan merupakan potensi untuk dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat, misalnya pada tanaman pinang, salak, kopi, teh dan coklat (Foster dan Sumar, 1996). Pinang sudah banyak digunakan sebagai obat tradisional antara lain untuk luka, pembersih gigi dan gusi (Atjung, 1981). Dalam bidang kesehatan mulut, masalah yang sering dihadapi adalah karies atau plak gigi, yang terdiri atas kumpulan bakteri yang berkembang biak dan melekat erat di permukaan gigi. Plak terutama terdiri atas bakteri bercampur musin, sisa-sisa makanan, dan bahan bahan lain yang melekat erat di permukaan gigi. Pada awal pembentukan plak, jenis kokus gram positif terutama Streptococcus merupakan jenis yang paling banyak dijumpai, di samping bakteri yang berbentuk batang. Jenis bakteri yang mempunyai kemampuan paling besar untuk membentuk polisakarida ekstraselular adalah Streptococcus mutans dan S. sanguis. Bakteri ini mempunyai kemampuan untuk mensintesis sukrosa, glukosa atau karbohidrat lain menjadi polisakarida ekstraselular dan asam (Pelzar dan Chan, 1986; Panjaitan, 2002). Bakteri ini juga dapat menurunkan pH menjadi 5,2-5,5 dan menyebabkan demineralisasi gigi. Polisakarida ekstraselular akan membentuk plak gigi bila terdapat bakteri S. mutans dalam mulut. Pembentukan plak dan pembentukan asam berlangsung

setiap kali mengkonsumsi gula dan selama gula tersebut berada dalam mulut. Resiko pembentukan plak dan asam ditentukan oleh frekuensi konsumsi gula bukan oleh banyaknya gula dimakan (Ariningrum, 2002). Bakteri S. mutans akan berkembang biak pada suhu 37oC selama 48 jam di media selektif. Di dalam mulut, bakteri ini dapat hidup bila terdapat permukaan padat seperti gigi atau geligi tiruan (Sosialsih, 2002). Bakteri ini dapat berkolonisasi di lubang dan celah gigi, permukaan gigi dekat gusi dan di lesi karies (Yunilawati, 2002). Plak gigi biasanya diawali dengan demineralisasi jaringan keras gigi yang ditandai olehrusaknya jaringan email dan dentin akibat aktivitas metabolisme bakteri dalam plak gigi (Ford, 1993). Pertumbuhan plak gigi dapat dihambat dengan menghilangkan atau mengurangi bakteri dalam mulut, misalnya dengan obat kumur yang mengandung antiseptik. Analisis pinang di Filipina menyatakan bahwa buah pinang mengandung senyawa bioaktif yaitu flavonoid di antaranya tanin, yang dapat menguatkan gigi. Biji pinang dapat dimakan bersama sirih dan kapur, yang berkhasiat untuk menguatkan gigi. Air rebusan biji pinang juga digunakan sebagai obat kumur dan penguat gigi. Diduga bahwa tanaman pinang mengandung sejumlah komponen utama senyawa berbasis Se sebagai antibakteri. Hal tersebut dibuktikan dengan peranannya sebagai obat tradisional yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat luas dalam hal Se. Komponen Se ini dapat dihasilkan melalui proses fermentasi konsorsium Acetobacter-Saccharomyces (Bartholomew dan Bartholomew, 2001).

BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Bahan Alat yang digunakan adalah pipet Mohr, pipet volumetric, pH meter, kain kasa, toples, neraca analitik, ruang larnier, autoklaf, peralatan gelas vial, gelas piala, pemanas bunsen, pemanas lampu, reactor siwabesi, serpong dan sseperankat spektroskopi sinar .

Bahan yang digunakan adalah daun, batang dan biji pinang, air destilata, gula, koloni kombucha, asam asetat. 3.2. Metode Bahan yang digunakan adalah biji dan akar pinang, mikroba campuran Acetobacter- Saccharomyces dan isolat bakteri Streptococcus mutans. Penelitian ini dibagi menjadi 4 tahap. Tahap pertama fermentasi ekstrak contoh, pengambilan contoh dengan interval waktu 3 hari selama 21 hari, kedua pemurnian bakteri S. mutans, ketiga uji aktivitas antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri S. mutans, dan keempat analisis konsentrasi Se hasil fermentasi dengan menggunakan metode Analisis Aktivasi Neutron (AAN). 3.3. Persiapan Contoh Buah pinang masak yang berwarna kuning dikupas, kemudian biji pinang, batang dan daun. Lalu dicuci dengan aquades destilata, setelah itu dikeringkan dioven. 3.4. Bioekstraksi Pinang Contoh atau sampel yang terdiri dari akar, batang dan buah pinang masing-masing ditimbang sebanyak 2,2 gram, 4,4, gram dan 8,8 gram. Kemudian ditambahkan gula pasir 100 gram. Contoh atau sampel kemudian ditempatkan dalam sebuah pemanas yang sebelumnya telah ditambahkan 1000 ml air destilata. Lalu dipanaskan pada temperature 100o C dan setelah mendidih dibiarkan selama 10 menit. Sampel atau contoh setelah ditutup dengan kain dan plastic disterilisasi dengan autoclave selama 15 menit pada suhu 121o C. Kemudian sampel atau contoh didiamkan sampai suhunya

mencapai 40o-60o C, lalu toples yang berisi contoh atau sampel tersebut ditambahkan koloni kombucha yang selanjutnya akan inkubasi selama 21 hari. 3.5. Analisis Se dengan AAN Sampel atau contoh yang telah diinkubasiselama 21 hari dengan interval waktu pengambilan contoh tiga hari dipipet sebanyak 10 ml. Contoh atau sampel yang akan dianallisis ditempatkan dalam vial yang telah direndam HNO3 1 M selama 1 jam. Setelah itu, vial tersebut dibilas dengan aquabides sebanyak tiga kali dan dikeringkan dengan aseton diudara terbuka. Vial yang telah kering diisi larutan contoh atau sampel sejumlah 1 ml, kemudian dikeringkan dibawah lampu bersuhu 40o C sampai larutan contoh atau sampel tersebut pekat. Setelah pekat ditambahkan lagi larutan contoh hingga volume totalnya 5 ml. Larutan standar Se dengan konsentrasi 1 ppm sebanyak 0,5 ml yang akan dianalisis dikeringkan juga bersamaan dengan larutan contoh yang diberikan perlakuan sama seperti contoh berikutya. Contoh dan standar yang telah kering ditutup oleh vialnya, kemudian dibungkus aluminium foil. Contoh tersebut akan diradiasikan dengan penembakan neutron. Penentuan Konsentrasi Se dapat diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut :

Keterangan : WC = Konsentrasi contoh WS = Konsentrasi standar CpsC= Luas cacahan contoh SpsS = Luas cacahan standar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan nilai SE yang diperoleh cenderung naik turun. Pengukuran konsentrasi Se hasil analisis dengan AAN. Penaikan konsentrasi Se pada contoh semakin bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah konsentrasi ekstrak yang digunakan dalam bioekstraksi, dapat dilihat bbahwa pada contoh buah pinang dengan konsentrasi 2,2 g/l diikuti buah dan akar pinang dengan masing-masing konsentrasi 4,4 g/l dan 8,8 g/l pada tabel 1.

Tabel 1 menunjukkan bahwa penaikan jumlah Se dalam contoh terikat dengan asam-asam amino yaitu Sistein dan metionin dimulai dari hari ke1sampai hari ke9, dengan bantuan mikrob Se yang terukur akan terekstrak seiring dengan lamanya masa fermentasi. Konsentrasi Se pada masing-masing contoh meningkat sampai hari ke21, meskipun mengalami penurunan setelah hari ke9. Penurunan tersebut diakibatkan oleh karena kadar Se yang telah habis diekstrak oleh mikrob selama masa fermentasi dan

juga dikarenakan mikrobnya itu sendiri membutuhkan Se dalam metabolismenya sehingga terdapat penurunan kadar Se yang nilainya pun cenderung negative.

Konsentrasi Se terkecil yang dihasilkan hari pertama oleh contoh daun pinang dalam konsentrasi 2,2 g/l. Berdasarkan gambar 3 Selenium yang dihasilkan lebih rendah (H-9) dibandingkan dengan contoh daun lainnya, sedangkan hari ke21 contoh daun pinang 2,2 g/l menghasilkan selenium terkecil. Gambar 1 menunjukkan bahwa konsentrasi Se yang dihasilkan eksttrak daun pinang (2,2 g/l) cenderung naik terutama hari ke9 sebesar 10,82 ppm.

Konsentrasi Se yang dihasilkan H-1 dan H-9 cenderung meningkat dan Pada h15 mengalami penurunan dengan nilainya nol (gambar 5). Gambar 4 menunjukkan konsentrasi Se terbesar dihasilkan buah pinang 92,2 g/l) dengan lama waktu fermentasi 9 hari sebesar #,05 ppb. Konsentrasi Se ekstrak akar pinang (8,8 g/l) adalah 14,03 ppb dengan lamanya waktu fermentasi 21 hari (lihat gambar 9).

10

Konsentrasi se tekan rtinggi didapatkan dari akar kemudian daun, diikuti oleh buah pinang. Dari data pengukurankonsentrasi Se yang didapatkan bahwa potensi yang dapat dimanfaatkan sebagai antiseptic obat kumur yaitu daun, buah dan akar pinanng dengan masing-masingg konsentrasi dan waktu fermentasi yang berbeda selama bioekstraksi.

11

BAB V PENUTUP 3.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa konsentrasi Se yang didapat secara bioekstraksi cenderung naik dan berfluktuasi. Konsentrasi se optimum terdapat pada daun pinang hari ke-9, diikuti akar pinang hari ke-21 dan konsentrrasi Se terkecil, yaitu buah pinang pada hari ke-9. Lamanya waktu fermentasi dan konsentrasi ekstrak yang digunakan, cenderung akan menambah jumlah Selenium yang terekstrak.

12

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2003. Selenium. www.healthwell.com. [27 Juni 2004]. Ariningrum, R. 2002. Beberapa cara menjaga kebersihan gigi dan mulut. Cermin Dunia Kedokteran 126: 45-51. Atjung. 1981. Tanaman Obat dan Minuman Segar. Jakarta: Penerbit Yayagana. Bartholomew, A. and M. Bartholomew. 2001. Kombucha Tea Therapy. www.positive health.com/permit/Article/Nutrition/Kombucha.html. [Mei 2001]. Dilaga, S.H. 1992. Nutrisi Mineral pada Ternak; Kajian khusus unsur Se. Jakarta: Akademika Pressindo. Ellis, D.R. and D.E. Salt. 2003. Plant, selenium and human health. Current Opinion in Plant Biology 6: 273-279. Ford, T.R.P. 1993. Restorasi Gigi (The Restoration of Teeth). Penerjemah: Sumawinata, N. Edisi ke-2. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran. Foster, L.H. and S. Sumar. 1996. Se concentration in soya based milks and infant formulae available in the UK. Food Chemistry 56 (1): 93 98. Kasim, E., T. Yulinery, dan N. Nurhidayat. 2005. Pemanfaatan Se dari ekstrak daun pinang (Areca catechu L) yang difermentasi oleh konsorsium Acetobacter-Saccharomyces sebagai obat kumur. Gakuryolu 12 (3) (article in press). Linder, M.C. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme dengan Pemahaman secara Klinis. Penerjemah: Parakkasi, A. Jakarta: UI Press. Panjaitan, M. 2002. Hambatan natrium fluorida dan varnish fluorida terhadap pembentukan asam susu oleh mikroorganisme plak gigi. Cermin Dunia Kedokteran 126: 40-44. Pelczar, M.J. dan E.C.S. Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi I. Penerjemah: Siri, R. Jakarta: UI Press. Rayman, M. 2002. Se for human. Feeding Times 7 (2): 3-6. Sosialsih, L. 2002. Penambahan Vitamin E dan Detergen terhadap Sifat Fisik dan Daya Anti Bakteri Pasta Gigi Minyak Atsiri Daun Sirih. [Skripsi]. Bogor: IPB. Stolz, J.F., P. Basu, and R.S. Oremland. 2002. Microbial transformation of elements: the case of arsenic and selenium. International Microbiology 5: 201-207. Tapiero, H., D.M.Townsend, and K.D. Tew. 2003. The antioxidant role of selenium and seleno-compounda. Biomedicine & Pharmacotherapy 57: 134-144. WHO. 1987. Selenium Environmental Health Criteria 58. Geneva: WHO Yunilawati, R. 2002. Minyak Atsiri Daun Sirih sebagai Antibakteri Streptococcus mutans dalam Pasta Gigi. [Skripsi]. Bogor: IPB.

13

You might also like