You are on page 1of 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemeriksaan Laboratorium Malaria Dampak global yang diakibatkan dari malaria telah mendorong berbagai negara di dunia dalam mengembangkan strategi diagnostik yang efektif dan cepat. Tidak hanya di daerah terbatas sumber daya, di mana malaria telah menjadi beban sub-substansial masyarakat, tetapi juga di negara maju, dimana keahlian dalam diagnosis malaria juga sering kurang. Oleh karena itu diperlukan suatu metode diagnostik yang cepat dan memiliki sifat yang sensitif serta mendukung gejala-gejala klinis pada malaria dalam membantu mengakkan diagnosis. Sebab, diagnosis dini serta akurat sangatlah diperlukan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit malaria.(8) Diagnosis malaria dapat dilakukan secara mikroskopis dan non mikroskopis. Uji mikroskopis dapat dilihat secara langsung di bawah mikroskop, seperti pemeriksaan darah tepi, Quantitative Buffy Coat (QBS), dan Acridine orange (AO). Sedangkan uji non mikroskopis berguna untuk mengidentifikasi pada antigen parasit atau antibodi antiplasmodial atau produksi metabolik parasit, seperti uji Polymerase Chain Reaction, Detection of antibodies by Radio Immuno Assay, Indirect Hemaglutination, Deoxyribonucleic acid dan Rapid Diagnostic Test. (1) Umumnya diagnosis malaria ditegakkan dengan metode konvensional menggunakan perwarnaan Giemsa pada apusan darah dan pemeriksaan di bawah cahaya mikroskop. Pemeriksaan ini sampai sekarang masih merupakan gold standard pemeriksaan laboratorium malaria. Namun

pemeriksaan konvensional ini masih memiliki beberapa kendala dan keterbatasan. Sebagai konsekuensinya diperlukan pengembangan berbagai metoda alternatif. (6,7) Salah satu dari pengembangan metoda alternatif tersebut adalah Rapid Diagnostic Test atau Immunochromatographic test (ICT), tes ini berdasarkan

atas deteksi antigen yang dikeluarkan oleh parasit malaria, yang spesifik terhadap Plasmodium falciparum Histidine Rich Protein 2 (PfHRP 2) dapat melisiskan darah dengan menggunakan prinsip Immunochromatographic.(1,7) 2.2. Rapid Diagnostic Test pada Malaria Rapid Diagnostic Test (RDT) merupakan suatu pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk mendiagnosa penyakit malaria. Tes ini berdasarkan atas deteksi antigen parasit malaria di dalam darah, dengan menggunakan prinsip immunochromatographic. Paling sering digunakan adalah dipstick atau tes strip yang dilakukan untuk pengujian monoclonal antibodies yang secara langsung menyerang target antigen dari parasit tersebut. Bidang ilmu ini telah berkembang dengan cepat dan peningkatan teknis secara terus menerus dapat meningkatkan kemampuan RDT dalam menegakkan diagnosa malaria. (7,8) Target antigen pada Rapid Diagnostic Test malaria antara lain: (6) 1. Histidine-rich protein 2 (HRP 2) adalah suatu protein yang dapat larut dalam air yang diproduksi oleh trophozoites dan gametocytes muda P. falciparum. Protein ini terdapat di dalam sitoplasma parasit dan permukaan membran eritrosit yang terinfeksi. Tes ini diproduksi pertama kali dengan merk Parasight-F dan dikenal dengan nama

Immunochromatographic (ICT) Malaria P.falciparum. 2. Parasite lactate dehydrogenase (pLDH) yang diproduksi parasit malaria stadium aseksual maupun seksual. Tes ini telah dipasarkan dengan nama tes OPTIMAL. Optimal dapat mendeteksi dari 0-200 parasit/l darah. Monoklonal antibodi pLDH dapat menargetkan semua parasit malaria atau secara khusus dapat membedakan apakah infeksi tersebut akibat parasit P.falciparum atau P.vivax, 3. Aldolase merupakan enzim kunci pada jalur glikolisis parasit malaria dimana digunakan sebagai target antigen panmalaria yang terdapat pada 4 spesies parasit.

Semua tes diagnostik cepat malaria yang tersedia di pasaran saat ini dapat mendeteksi Plasmodium falciparum yang merupakan penyebab utama malaria berat dan kematian. RDT dapat mendeteksi antigen HRP-II atau enzim pLDH yang terdapat pada P. falciparum. Pada pasien dengan malaria falciparum berat dapat terjadi sekuestrasi parasit sehingga parasit tidak selalu ditemukan di darah perifer. Oleh karena itu diagnosis infeksi P. falciparum dapat terlewatkan oleh pemeriksaan mikroskopik akibat tidak adanya parasit dalam sediaan darah tepi. (7,8)

Gambar 1. Tes strip untuk mendeteksi target antigen HRP-2 (atas) dan pLDH (bawah) (8) 2.3. Prosedur Rapid Diagnostic Test Beserta Interpretasinya Rapid Diagnostic Test adalah suatu tes yang dapat mendeteksi antigen malaria pada sejumlah kecil darah, biasanya 515 l menggunakan prinsip imunokromatografi dengan antibodi monoklonal untuk mendeteksi antigen parasit dan biasanya dalam bentuk tes strip. Umumnya terdapat tiga jenis tes strip antara lain sample HRP-2, pLDH test sample 1, dan test aldolase.(7) Dengan menggunakan pipa kapiler yang tersedia, darah diambil dengan menusuk ujung jari dan pastikan bahwa pipa kapiler telah terisi penuh darah. Kemudian darah diteteskan ke arah tes strip yang pada umumnya terdapat 3 5

tes strip (Sample HRP-2, pLDH test sample 1, dan test aldolase). Hasil dari Rapid Diagnostic Test tersebut akan tampak setelah kurang lebih 5-20 menit.
(7,9)

Pada masing-masing tes strip tersebut memiliki interpretasi yang berbedabeda sesuai dengan jenis tes strip yang digunakan (Sample HRP-2, PLDH test sample 1, dan pLDH test aldolase). Interpretasi hasil dari RDT dapat dilihat dari muncul atau tidaknya warna pada tes strip tersebut. Pada setiap tes yang telah dilakukan warna pada garis kontrol harus muncul, apabila warna pada garis kontrol tidak muncul menandakan bahwa tes tersebut invalid. (Gambar 2,3, dan 4) (7)

Gambar 2. Interpretasi hasil dari Sample HRP-2 test (7)

Gambar 3. Interpretasi hasil dari pLDH test sample 1 (7)

Gambar 4. Interpretasi hasil dari test aldolase (7) 2.4. Keunggulan dan Kelemahan Rapid Diagnostic Test Rapid Diagnostic Test telah diuji secara ekstensif di dalam situasi klinis berbeda, baik di negara tidak endemik dan endemik. Tes ini dapat mendeteksi empat jenis plasmodium yang menginfeksi manusia, tergantung pada antigen yang menjadi dasarnya. (6,9) Keunggulan dari RDT tersendiri adalah konfirmasi dapat dilakukan dengan cepat, pelatihan tenaga lebih mudah, tidak memerlukan pengetahuan dan peralatan khusus, prosedur sederhana, mudah menyimpulkan hasil dengan 7

validitas sama atau bahkan lebih baik dibandingkan pemeriksaan mikroskopis yang merupakan gold standard malaria. Selain itu, praktisi kesehatan tidak perlu menyiapkan sediaan darah yang relatif lebih sulit, karena seringkali sediaan darah yang disiapkan telah rusak sebelum diperiksa di laboratorium.(6,7,10) Kelemahan dari RDT ini antara lain biaya untuk melakukan test ini relatif lebih mahal dibandingkan dengan pemeriksaan mikroskopis dan sensitivitas pada parasit yang bukan P.falciparum lebih rendah pada RDT khususnya pada HRP-2. (7,10) Tabel 1. Perbandingan antara pemeriksaan laboratorium malaria secara mikroskopis dan RDT MIKROSKOPI KEBUTUHAN Peralatan Ketersediaan Latihan PENAMPILAN Jangka tes waktu Biasanya minimal 60 menit Tinggi Tinggi Sedang 15-20 menit Rendah Rendah Tinggi Mikroskop Membutuhkan pewarnaan Pelatihan khusus dan perlu pengalama Dipstik/tes strip Tidak membutuhkan pewarnaan Pelatihan minimal, bisa dalam waktu singkat RDT

Intensitas Kerja Subjektifitas Ketahanan TEKNIK SPESIFIK Pendeteksian parasit Pendeteksian semua jenis Perhitungan

5-10 parasit/ml darah Ya mungkin

40-100 parasit/ml darah Beberapa RDT Tidak mungkin

Pembedaan antara P.vivax, P.ovale dan P.malaria Ketahanan antigen

mungkin

Tidak mungkin

Tidak bisa diterapkan

Beberapa RDT

You might also like