You are on page 1of 5

Minggu, 20 Mei 2012 | 18:29 WIB

Komnas PA Siap Gugat Pemerintah dan Industri Rokok

TEMPO.CO, Jakarta -Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) berencana menggugat pemerintah dan industri rokok karena dinilai memicu dan membiarkan jumlah anak penghisap rokok terus meningkat. Kami akan ajukan gugatan class action, kata ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait saat dihubungi pada Minggu 20 Mei 2012 sore. Arist menilai pemerintah dan industri rokok bertanggung jawab terhadap meningkatnya jumlah perokok anak. Keduanya juga bertanggung jawab terhadap meningkatnya jumlah anak yang terpapar asap rokok. Komnas PA akan secara spesifik menggugat industri rokok tertentu. Tapi kami tidak bisa sebutkan namanya sekarang, katanya. Menurut data Komnas PA, pada 2011 setidaknya ada 89 juta keluarga yang terpapar asap rokok. Jika diasumsikan setiap keluarga ada satu anak, maka setidaknya ada 89 juta anak yang terpapar asap rokok setiap hari. 36 persen di antara 89 juta anak itu adalah perokok, katanya. Ada empat alasan mengapa Komnas PA menggugat pemerintah dan industri rokok. Pertama karena pemerintah tidak kunjung menyusun regulasi peredaran tembakau. Kedua pemerintah juga tak menyediakan regulasi yang mengatur tata cara industri rokok beriklan. Iklan industri rokok dinilai tidak etis karena secara khusus menyasar anak muda. Sasaran iklan menggiring peningkatan perokok pemula, kata Arist Ia juga mempermasalahkan tidak adanya tanda peringatan bergambar di setiap bungkus dan baliho iklan rokok. Seharusnya ada gambar sebesar 70 persen dari bungkus, ujarnya. Alasan ketiga soal pengaturan kawasan tanpa rokok. Arist mengatakan, pemerintah tidak serius memberlakukan aturan kawasan tanpa rokok. Dari ratusan kabupaten, baru beberapa yang menerapkan dengan serius. Keempat, Komnas PA mempermasalahkan peredaran rokok yang tanpa batas. Bisa dibeli per batang dan dijual kepada siapapun tanpa batas usia. Arist mengatakan Komnas PA sudah rampung mengumpulkan data untuk mengajukan gugatan.

Ada 20 anak perokok yang dijadikan sebagai bukti bahaya rokok. Ada yang merokok dari usia 11 bulan. Ada juga anak umur empat tahun sudah merokok selama empat tahun, katanya. Setelah mengumpulkan data, Komnas PA akan membuat analisis akademik. Tujuannya agar gugatan yang nanti diajukan itu kuat. Jika analisis akademik tuntas, barulah gugatan class action diajukan ke pengadilan. Rencananya awal Juni sudah kami daftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, katanya. (Ananda Badudu) (Sumber: http://www.tempo.co/read/news/2012/05/20/173404944/Komnas-PA-Siap-Gugat-

Pemerintah-dan-Industri-Rokok )

Analisa Kasus
Advertising atau yang di dalam Bahasa Indonesia yang berarti periklanan, memiliki definisi berikut ini: Menurut Kotler (2002:658), periklanan didefinisikan sebagai bentuk penyajian dan promosi ide, barang atau jasa secara nonpersonal oleh suatu sponsor tertentu yang memerlukan pembayaran. Menurut Rhenald Kasali (1992:21), secara sederhana iklan didefinisikan sebagai pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan oleh suatu masyarakat lewat suatu media. Menurut Wright (1978), iklan merupakan suatu proses komunikasi yang mempunyai kekuatan sangat penting sebagai alat pemasaran yang membantu menjual barang, memberikan layanan, serta gagasan atau ide-ide melalui saluran tertentu dalam bentuk informasi yang persuasif. Dan menurut Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (PPPI), periklanan adalah segala bentuk pesan tentang suatu produk yang disampaikan melalui suatu, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal, serta ditujukan untuk kepada sebagian atau seluruh masyarakat. Jadi, secara umum berdasarkan definisi-definisi periklanan tersebut, klan merupakan suatu bentuk komunikasi nonpersonal yang menyampaikan informasi berbayar sesuai keinginan dari institusi/sponsor tertentu melalui media massa yang bertujuan memengaruhi/mempersuasi khalayak agar membeli suatu produk atau jasa.

Sehubungan dengan fungsi periklanan, periklanan dibedakan dalam dua fungsi, yang

pertama yaitu fungsi informatif dan kedua yaitu fungsi persuasif (bersifat ajakan). Lalu, terdapat setidaknya 3 prinsip moral mengenai etika dalam iklan, yaitu: 1. Masalah kejujuran dalam iklan. Berdasarkan prinsip ini, isi iklan yang dikomunikasikan haruslah sungguh-sungguh menyatakan realitas sebenarnya dari produksi barang dan jasa. Sedangkan, upaya manipulasi dengan motif apa pun juga tidak dibenarkan. 2. Masalah martabat manusia sebagai pribadi. Berdasarkan prinsip ini, iklan semestinya menghormati hak dan tanggung jawab setiap orang dalam memilih secara bertanggung jawab barang dan jasa yang ia butuhkan. 3. Tanggung jawab sosial yang mesti diemban oleh iklan. Berdasarkan prinsip ini, iklan harus menciptakan kebutuhan-kebutuhan baru karena perananya yang utama selaku media informasi mengenai kelangkaan barang dan jasa yang dibutuhkan manusia, serta hal-hal mengenai aspek atau juga mengenai permasalahan sosial yang ada di sekitar/ yang ditimbulkan.

Sehubungan dengan hal tersebut, suatu iklan yang baik haruslah: a. Etis: berkaitan dengan kepantasan. b. Estetis: berkaitan dengan kelayakan (target market, target audiennya, kapan harus ditayangkan. c. Artistik: bernilai seni sehingga mengundang daya tarik khalayak.

Jika ditinjau dari segi bisnis, tiga sudut pandang/aspek yang paling utama yang erat kaitannya dalam bisnis didalam menentukan/untuk melihat apakah suatu kegitan bisnis beretika/etis apabila memenuhi/tidak melanggar dari tiga sudut pandang utama. Tiga sudut pandang utama tersebut yaitu: a. Sudut Pandang Ekonomi Apabila dilihat dari kasus tersebut dan kaitannya dengan periklanan dan etika, periklanan atau suatu iklan (produk rokok) secara luas merupakan salah satu cara/upaya yang dilakukan oleh perusahaan guna meningkatkan volume penjualan yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap laba/pendapatan yang didapatkan atau

dihasilkan oleh perusahaan. Jadi, iklan rokok secara/berdasarkan sudut pandang ekonomis merupakan hal yang wajar dilakukan oleh perusahaan, karena tujuan dari iklan tersebut secara luas bertujuan untuk mendapatkan laba/keuntungan secara ekonomis. b. Sudut Pandang Hukum Dari sudut pandang hukum mengenai kasus tersebut, undang-undang atau peraturan mengenai periklanan khusunya iklan rokok tercantum dalam PP No.38 Tahun 2000 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan. Dalam PP tersebut, iklan rokok di Televisi hanya boleh ditayangkan pukul 21.30 hingga 05.00. Penayangan iklan rokok pada malam hari ini bertujuan agar tidak ditonton anak-anak. Walaupun pada kenyataanya, iklan rokok banyak diputar pada jam tayang utama (prime time) antara pukul 19.00-21.00. Jadi, perusahaan maupun stasiun TV yang terkait apabila melanggar peraturan tersebut berarti perusahaan maupun stasiun TV terkait tersebut secara sadar dan sengaja telah menyalahi PP No.38 Tahun 2000 tersebut. c. Sudut Pandang Etika Dilihat dari kasus tersebut, tindakan yang dilakukan pemerintah, pengusaha, maupun pihak stasiun TV (atau pihak terkait sehubungan dengan tindakan/kegiatan periklanan mengenai suatu produk rokok) dianggap tidak etis karena menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), yang pertama pemerintah tidak kunjung menyusun regulasi peredaran tembakau. Kedua pemerintah juga tak menyediakan regulasi yang mengatur tata cara industri rokok beriklan khususnya sehubungan dengan iklan industri rokok dinilai tidak etis karena secara khusus menyasar anak muda. Sehingga, seolah-olah sasaran iklan menggiring peningkatan perokok pemula serta tidak adanya tanda peringatan bergambar di setiap bungkus dan baliho iklan rokok yang seharusnya ada gambar sebesar 70 persen dari bungkus. Yang ketiga, mengenai pengaturan kawasan tanpa rokok (ada beberapa tempat/daerah/wilayah yang menerapkan secara serius,tapi ada juga yang tidak menerapkan dengan serius). Jadi, pemerintah seakan-akan tidak serius memberlakukan aturan kawasan tanpa rokok. Dan yang terakhir/keempat, dianggap tidak etis sehubungan dengan peredaran rokok yang tanpa batas. Maksudnya, rokok bisa dibeli per batang dan dijual kepada siapapun tanpa batas usia

Kaitan antara beberapa teori dengan kasus ini dapat dikaitkan dengan teori utilitarisme. Kaitan kasus ini denganteori utilitarisme karena pemerintah dan industri rokok bertanggung

jawab terhadap meningkatnya jumlah perokok anak. Teri utilitarisme menyatakan bahwa suatu tindakan harus memberikan manfaat bagi masyarakat secara luas dan dalam kasus ini pihak pemerintah dan industri rokok bertanggung jawab terhadap meningkatnya jumlah perokok anak tidak memberikan manfaat khususnya bagi anak-anak, karena mereka tidak memberikan tanda larangan seperti gambar ataupun lokasi bebas asap rokok yang jelas

You might also like