You are on page 1of 3

ANAK AYAH

Cerpen Mawaidi D. Mas Ini kisah 4 bulan yang lalu. Kepadaku, sepupu laki-laki dari ibu, bercerita banyak tentang ayahnya, pamanku. Begitulah keluarga kami. Meski keluarga kecil dan sederhana, ada banyak pengalaman yang tidak pernah disia-siakan untuk saling berbagi. Kami saling berbagi. Rumah kami saling berbagi. Daun-daun di depan rumah juga saling berbagi. *** Ayah menutup pintu depan dengan perlahan. Muka mengantuk Ayah sehabis pulang dari kompolan1 tampak kusut. Kompolan baru saja dihadiri Ayah di rumah Kang Saiful. Bila begitu, lelaki yang kupanggil Ayah itu sedang mengantuk berat. Sulit untuk diantisipasi. Kutahu seharian Ayah juga sibuk sepulang dari Pondok Annuqayah, tempat aku menimba ilmu dulu. Katanya, Ayah dibutuhkan pengasuh pesantren. *** Mampirlah sebentar ke rumahku yang banyak menyimpan kenangan bagi orang-orang terkasih Allah. Hingga sore nanti, pemuda-pemuda desa serta anakanak akan berbondong-bondong pergi ke surau. Mereka berguru kepada Kiai Imam Rofii, Ayahku. Sejujurnya, soal pendidikan Ayah belum tamat sekolah menengah atas. Namun, masyarakat terlampau percaya akan ilmu yang dimiliki Ayah untuk membimbing anak-anaknya. Desa Romben yang terbagi menjadi tiga bagian; Romben Guna, Romben Rana dan Romben Barat, berada di daerah pesisir. Ada yang menyebutnya dengan panggilan orang Romben, sebagai penduduk pesisir. Di situlah, aku tinggal di desa yang paling barat dari kedua desa itu. Romben Barat. Mayoritas penduduk di desaku nelayan. Sebab, mata pencarian kami terbesar adalah pergi ke laut. Selebihnya petani, dengan memanfaatkan nira sebagai mata pencarian alternatif. Surau tempat mereka mengaji, terletak di depan rumahku. Di depannya aku tanam cemara agar tampak indah sebagai pemandangan di muka surau. Pohonpohon rindang banyak daunnya. Dalam surau, di pojok kanan depan terdapat meja berukuran kecil tempat meletakkan al-Quran. Menggantunglah anak lampu di bagian tengah yang setia menerangi mereka mengaji. Hari-hari dijalani. Selain jadwal mengaji seusai shalat maghrib sehabis shalat berjamaah subuh, murid-murid Ayah mengaji bersama di surau. Sedang aku memilih membantu pekerjaan Ayah yang bisa kukerjakan pagi hari. Tidak idealis bagi orang-orang sepertiku jika anak seorang pengasuh surau terlalu men-lora2-kan diri. Sebab itu, bila Ayah usai menuntun mereka mengaji, ia menyuruh para muridnya untuk sekadar menyapu halaman depan. Dengan cara itu, mereka akan tumbuh sebagai generasi penerus bangsa yang bertanggung jawab. Utamanya bagi diri mereka sendiri. Sebab, seseorang tidak akan bisa memimpin orang lain sebelum ia bisa memimpin dirinya sendiri, kata Ayah suatu kali pada murid-muridnya.
1 2

sejenis organisasi yang nonformal (Madura). panggilan untuk anak kyai.

Aku mendengar penuturan itu. Selain itu, surau yang mereka huni tiap waktu agar tambah nyaman , dipandang mata bila bersih. Apalagi, hari raya Idul Adha tinggal dua hari lagi. Hari raya qurban umat Islam. Segala yang dibutuhkan pada saat pergelaran lebaran sudah siap. Termasuk hewan yang akan di sembelih pada hari jadi. Sapi yang di qurbankan kepala desa sudah ada di kandang. Begitulah pemimpin kami, solidaritas yang dimilikinya sangat dibanggakan penduduk desa Romben Barat. Pak, sapinya di kandang tidak ada! wajah yang panik. Sikap yang tergesa. Seketika ibuku tampak gelisah dengan muka bermimik cemas. Ia menghampiri Ayah. Aku ikut tercengang. Astaghfirullah, ibu sudah teliti melihat sapi itu tidak ada di kandang? tanya Ayah dengan wajah tak kalah kagetnya dengan ibu. Inggih3, Pak. Sewaktu ibu mau ke belakang ibu melihat seisi kandang lenyap, tutur ibuku. Ia makin gelisah. Ayah bergegas ke kandang. Aku menyusul di belakangnya. Sapi itu benarbenar raib. Wajah Ayah cemas pula. Sesekali terdengar di kupingku sebuah desis istighfar menggema di bibirnya. Yusuf, kamu tahu apa yang harus kamu lakukan? kata Ayah kemudian. Dalem4, Yah. Apa yang dapat Yusuf lakukan? Kabari kepala desa tentang ini semua. Sampaikan salam maaf dari Ayah. Ayah sedih. Matanya menitikkan air. *** Sudah kuutarakan semuanya pada Ayah tentang salam yang ia pinta. Kata Pak Rusdiyanto, kepala desa kami, beliau menyarankan untuk tidak menyesali masalah yang sudah terjadi. Semuanya kembali pada Allah sang Maha Pemilik segalanya. Ayah menggeleng-geleng dengan raut muka yang sedih. Ayah merasa bersalah sebagai orang yang dipercaya di desa ini. Amanat yang ia emban terasa terlalaikan. Ayah tidak enak hati pada Pak Rusdi. Ayah menangis. Tersedu. Justru Ayah lebih tidak enak jika sungkan menemuinya, kataku. Benar yang disampaikan Pak Rusdi, semua yang sudah terjadi jangan disesali. Ada kisah, suatu saat sahabat Ibnu Abbas kedatangan seseorang yang bernama Tamiim bin Huwaish. Lelaki itu mengadukan bahwa hewan qurban miliknya hilang. Sahabat Ibnu Abbas berkata, semua itu sama sekali tidak merugikanmu5. Di lain riwayat dituturkan oleh sahabat Ibnu Umar, jika yang bersangkutan ingin menggantinya di silakan, jika tidak, tak mengapa6, tambahku panjang. Ruang sunyi. Ayah menyandarkan badannya ke kursi. Lalu ia berucap, Ayah minta kesediaanmu, Suf. ***
3 4

iya (Madura). iya (Madura; bahasa halus) 5 HR. Al-Baihaqi 9/289 dan Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla 7/358 Sanadnya shahih. 6 HR. Malik dalam Al-Muwattha'nya 866 dan Al-Baihaqi 9/289 Sanadnya shahih.

Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar. Lailaha illallaahu Allahu akbar. Allahu akbar wa lillahilhamdu. Suara takbir yang keluar melalui loud speaker seragam dengan bunyi jidur7 yang ditabuh oleh para santri Ayah. Bunyinya merasuk ke relung hati. Ialah sebuah bunyi yang mengistrumentaliakan lagu Tuhan dari hambanya. Sesekali menghentak-hentak. Terimalah, Ya Allah. Aku kembali kepada-Mu. Seusai shalat aid, tergoroklah leher kambing satu-satunya gembalaanku. Kambing yang kupiara semenjak aku masih mondok. Darahnya mengalir ke bulubulu. Sesekali merasa tersentak badannya. Aku kembali melihat wajah ceria Ayah di hari Adha. Daun-daun merunduk di depan rumahku. Suasana pagi menjelang siang itu orang-orang ikut menyaksikan kambing yang disembelih Ayah. Harum darah adalah cerita yang kami punya, untuk aku dan untuk Ayah. Yogyakarta, 2012

Tetabuhan seperti rebana besar terbuat dari kulit kerbau dsb.

You might also like