You are on page 1of 6

Bukan dengan kalung yang di pakaikan yang dapat menenangkan hatiku, tapi kamu yang bagai kalung batu

permata, apabila aku mengalungkannya dapat melapangkan dada yang sempit. Menatapmu, membuka mataku pada keabadian yang tak sirna. saat sinar sucimu berkilau, tergambar sebuah masa depan yang kekal abadi. kau menjagaku dari kemilau harta benda dunia yang fana, sehingga aku tak tertipu. seandainya semua indah sepertimu, tentu kaum kami menjadi lebih baik. tpi masihkah kau disebut kalung batu permata yangg mengobati sempitnya dada? O, jantung hatiku.

Namun, apakah aku harus merelakanmu?

AKU MENEMUKANMU DI FACEBOOK

Ciamis, 21 Mei 2012.

Bayangan keindahan, senyumnya kembali terimajinasi pada langit merah yang masih tampak di ufuk barat. Mengungkapkan sebuah rasa yang tertulis diatas kertas kehidupan yang masih berlangsung, untuk sejenak dikenang, dibaca ulang, dan ditutup dalam keramahan sore sendiri.

Siang tadi, kutatap dirinya (kekasihku yang hanya dijumpai dalam jejaring sosial facebook) duduk ditaman alun-alun kota, menungguku dibawah teriknya mentari. Namun aku hanya bisa memerhatiakannya dari jauh. hingga satu jam berlalu, dia masih dalam tempat duduknya, dan aku masih dalam pekerjaanku. Melihatnya dari jauh sambil tersenyum sesekali karena senang pada kesetiaannya, senang melihat pesona wajahnya, dan sekaligus heran karena tariknya mentari seperti enggan menyakitinya. Kulitnya

bagaikan kapas yang dibalut lembutnya embun pagi hari, berkilau bagai permata saat rekahan fajar menyinarinya, membuka separo mata dunia untuk menjaganya. Mengapa kamu mencintaiku? pertanyaan itu kembali teringat setelah seminggu jadian. Aku heran dan sekaligus mau tahu mengapa dia memberikan hatinya padaku. Maka jawabnya, Benih cinta mulai muncul karena perkataanmu di inbok facebookku, ketika kaummu bertanya bagaimana cara menghitamkan kertas dengan pena pujangga. Kamu malah bertanya bagaimana cara memutihkan hati untuk merenungi kerajaan sorgawi . Itu karena saat mereka melihatmu, keinginannya adalah menjadi temanmu dalam menguraikan dunia, kemudian merangkainya dalam sebuah kata yang indah. Sementara keinginanku lain. Saat aku melihatmu, telah tumbuh keinginan dalam rasa cinta untuk menjadi dirimu. Bagus jawabannya. Sekarang dengarkanlah cinta. Hal yang paling utama yang harus dilakukan manusia untuk menjadi manusia adalah memerangi, mengendalikan, mengontrol hawa nafsunya. Supaya ia tak menjadi binasa, karena nafsu itu tak pernah ada puasnya. Seandainya Tuhan memberimu dua gunung emas, maka nafsumu akan meminta gunung emas yang ketiga. Orang yang tak bisa mengontrol nafsunya, orang tamak ketika melihat air, mereka menceburkan diri dan meminum sebanyak-banyaknya sehingga hampir mati karena perbuatan bodohnya. Mereka kemudian pergi sambil mencela-cela air itu. Tetapi kita tidak menemukan celaan terhadap air. Cinta, kamu harus menatap cahaya yang tak ada keraguan sebagai penunjuk jalan. Cahaya yang membentuk wujud, ia adalah al-quran, petunjuk jalan. Petunjuk yang tak boleh lepas, karena adanya petunjuk itu

mengisyaratkan bahwa jalan yang hendak di tempuh itu sulit. Cinta, seandainya kamu mengatakan bahwa kamu dapat menarik nafas tanpa menghembuskannya kembali , kamu bukanlah pencari kebenaran, tapi hanyalah seorang penggemar seni yang suka membual karena mengakui diri sendiri tidak sebagaimana adanya. Tulisnya di inbokku saat itu. Aku masih dapat mengingatnya dengan baik.

Dua jam hampir berlalu dibawah terik mentari menunggu diriku, dia mengeluarkan handphone-nya sehingga tak lama handphone-ku bunyi. Aku pun membuka pesan darinya. Ku baca, Seharusnya aku tak datang kesini ketika aku memintamu untuk datang namun tak beri jawaban. keresahan dan kebingungan pun menyelimutiku. Aku terlalu mencintainya untuk membiarkannya dalam keadaan seperti itu, namun aku juga terlalu mencintainya untuk datang kepadanya dan akhirnya dia kecewa, karena selama ini dia tak menyadari akun facebook kekasihnya itu adalah palsu. Akhirnya kudekati dia dalam kepura-puraanku. Mengetahui dirinya seperti orang yang baru pertama bertemu. Dia tak menyadarinya kalau wanita yang sedang ditunggunya adalah aku, yang kini sedang duduk disampingnya, merasakan kesejukan berada dibawah teriknya mentari. Dibawah penderitaan sengatannya ternyata bukanlah kesengsaraan. Hidup adalah bagaimana kita menyikapinya. Meski tak kuasa untuk berkata, bahwa aku telah menderita dalam kepura-puraanku, namun aku masih mampu diam, saat wangi aroma tubuhnya tercium, aku masih tetap diam, saat wajahnya kutatap bahwa itu adalah miliku, aku masih mampu diam, diam dan diam semakin dalam diatas canda tawa kepura-puraan.

Sebentar yah ! serunya memotong obrolan sambil mengeluarkan handphonenya. Dia mencoba menghubungiku namun tak bisa karena handphone-ku telah dinonaktifkan. Dia pun menutupnya dengan raut muka yang nampak sedekit sedih. kenapa? tanyaku. Sepertinya tak bisa lebih lama lagi disini, aku harus pulang. Oh gitu, iya deh, makasih yah. Kata makasihku menjadi kata terakhir untuknya. Melihat kesedihan di mukanya, aku sadar untuk memutuskan hubungan di akun facebook palsuku. Sebelum dia benar-benar terluka. Walau aku juga begitu mencintainya. Berhasrat padanya. Tapi mengungkapkan semua itu hanya dapat menuai kekecewaan.

Aku pun kembali ke kampus dan memulai aktivitas di hari yang mulai sore ini. Mencoba melupakannya dengan belajar dan bercanda sama teman. Mencoba mengikhlaskannya, bahkan mungkin menganggapnya tak pernah hadir di kehidupanku. Namun ternyata tak bisa, rasa cinta telah membawaku pada kesepian, kesunyian, dan kesedihan yang tersembunyi di balik kehangatan sore hari. Aku terus mencoba mengiklaskannya, namun kesunyian semakin menyeretku pada arus kerinduan. Aku terus berlari darinya, namun tak dia biarkan bayangnya terhapus dariku. Aku pun kembali ke alun-alun. menatap keikhlasan bagaikan mentari yang berseri di pagi hari, berjalan penuh arti, tenggelam pucat pasi. namun dalam kesendirianku kini, masih kudapati besarnya gelombang perasaan untuk memilikinya menyeret tubuhku, menenggelamkanku ke dasar laut keinginan, menekan dada dan pikiran, membuat aku lupa cara untuk bernafas ketika detakan jantung mengencang, semakin kencang, seakan mau pecah saat wajah semakin

merah dan pandangan mulai tak tentu arah mencari tempat untuk melepas teriakan. Namun sebuah suaranya terdengar dari belakangku, menyapa nama samaran fb-ku, Chinot Serunya. Aku pun membalikan tubuhku dan terpaku dalam detakan jantung yang paling kencang. Sayang, aku senang sekali bisa seharian bersamamu . desahnya membuat mataku berkaca-kaca. Aku pun berjalan dalam keinginan untuk memecahkan air mata di dadanya, namun seakan ada yang menahanku. Dan akan terus menahanku jika tidak ada isyarat dari uluran kedua tangannya. Aku pun menangakap isyarat itu dan berlari untuk melakukannya, memecahkan perasaan dalam tangisan dan pelukan erat, semakin erat saat aku tak sanggup mengumpulkan kata-kata agar ia tahu bahwa, aku sangat mencintaimu. Sementara dia membelai rambut di kepalaku sambil berbisik. Sudahlah Jangan menangis. Ketika aku mengetahui cinta telah disembunyikan Tuhan didalam hatiku, mengapa aku harus tak tahu kepada siapa cinta ini ditujukan?. Ketika kamu mendesakku menkonfirmasi permintaan pertemanan seorang wanita di facebook. Maka aku tahu kalau itu akun fb-asli dirimu. Dugaanku semakin kuat saat akun fb-mu yang asli memberi perhatian berlebih. Dan semakin kuat pula saat kulihat pemikiran dan gaya penulisannya sama. Namun aku seperti ini hanya karena ingin tahu apakah kamu benar mencintaiku? Atau mengerjaiku. Aku tidak sedang mengerjaimu. Desisku sambil mengencangkan pelukan sebagai isyarat kalau aku tak mau jauh darinya. Maukah kamu jadi pacarku? tanyaku kini, saat semuanya telah terang.

Jangan merasa memiliki, kamu akan disempitkan dari apa yang kamu miliki. Aku hanya bisa bersanding dengan pelangi yang berseri yang diantar jari-jari kaki yang indah. Tapi aku tak bisa bila harus jauh darimu. Aku tak bisa. Lirihku. Substansiku ada bersama yang lain yang bila bersama dengannya membuatku sempurna. Menikahlah denganku, Jadilah suami dan imamku da. Pintaku meyakinkannya bahwa aku sangat mencintainya. Lama sekali. Bisiknya sambil membalas pelukanku, sama erat.

You might also like