You are on page 1of 7

BAB I PENDAHULUAN

Psikologi perkembangan sebagai cabang ilmu psikologi penalaah berbagai perubahan intraindividual dan perubahan-perubahan interindividual yang terjadi di dalam

intraindividual. Tugas dari psikologi perkembangan tidak hanya mendeskripsikan tetapi juga menjelaskan atau mengeksplikasikan perubahan-perubahan perilaku menurut tingkat usia sebagai masalah hubungan anteseden (gejala yang mendahului) dan konsekuensinya. Pengertian perkembangan berbeda dengan pertumbuhan, meskipun keduanya tidak berdiri sendiri. pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitatif yaitu peningkatan ukuran dan struktur. Tidak saja anak menjadi lebih besar secara fisik, tetapi ukuran dan struktur rgandalam otak meningkat. Akibat adanya pertumbuhan otak anak memiliki kemampuan yang lebih besar untuk belajar, mengingat, dan berpikir. Sedangkan perkembangan berkaitan dengan perubahan kualitatif dan kuantitatif yang merupakan deretan progresif dari perubahan yang teratur dan koheren. Progresif menandai bahwa perubahannya terarah, membimbing mereka maju dan bukan mundur. Teratur dan koheren menunjukkan adanya hubungan nyata antara perubahan yang sebelumnya dan sesudahnya. Istilah perkembangan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Seperti yang dikatakan oleh Van Den Daele perkembangan berarti perubahan secara kualitatif. Ini berarti bahwa perkembangan bukan sekedar penambahan beberapa sentimeter dari tinggi badan seseorang atau peningkatan kemampuan seseorang, melainkan suatu proses integrasi dari banyak struktur dan fungsi yang kompleks.

BAB II PEMBAHASAN
Isu-Isu Utama Dalam Psikologi Perkembangan

A. Pengertian Issue
Isu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah masalah yang dikedepankan (untuk ditanggapi dsb). Isu-isu penting dalam perkembangan yaitu masalah-masalah yang dikedepankan dalam pembahasan perkembangan individu.

B. Issue-Issue Utama Dalam Psikologi Perkembangan


Menurut Miller (1993) dalam Desmita (2006), studi psikologi perkembangan pada dasarnya mengacu pada empat isu utama. Isu penting tersebut antara lain : Sifat dasar manusia Kualitas dan kuantitas Natur dan nurture Esensi perkembangan

1. Sifat Dasar Manusia

Pandangan para ahli tentang perkembangan, erat sekali kaitannya dengan pandangannya mengenai sifat dasar manusia.Terdapat tiga pandangan dasar yang relevan dengan studi psikologi perkembangan yaitu :

a. Pandangan Mekanistik Pandangan mekanistik adalah suatu pandangan yang beranggapan bahwa semua benda di dunia, termasuk organisme hidup dapat dipahami dengan baik sebagai mesin. Terdapat asumsi yang menyatakan bahwa semua proses, termasuk proses psikologis, pada akhirnya dapat diredusir menjadi proses fisik dan kimiawi. b. Pandangan Organismik Pandangan organismik adalah pandangan yang menganggap bahwa manusia merupakan suatu keseluruhan (gestalt), yang lebih daripada hanya penjumlahan dari bagian-bagiannya. c. Pandangan Konstekstual Pandangan ini mengungkapkan bahwa perilaku mempunyai arti hanya dalam kaitannya dengan konteks sosial-historikal. Pandangan kontekstualis ini dilatarbelakangi oleh filsafat pragmatisme dari William James dan George Herbert Mead. (Disarikan dari Desmita, 2006: 29-30)

2. Kualitas dan Kuantitas


Perkembangan adalah perubahan yang sifatnya bertahap dan merupakan akumulasi dari perilaku dan kualitas pribadi yang sama yang sudah diperoleh sebelumnya. Dalam proses perkembangan itu terjadi pengayaan, penambahan, dan atau pengurangan melalui pengalaman atau interaksi individu dengan lingkungan. Jadi disaat anak memperoleh tambahan perilaku satu keterampilan baru, ia mengkombinasikan dan mengkombinasikan kembali perilaku atau ketrampilan tersebut dengan yang sudah ada untuk menghasilkan perilaku atau stabilitas yang semakin kompleks. Dalam perkembangan bahasa, misalnya, dari mulai anak hanya bisa mengucapkan suatu suku kata, dua kata,dan seterusnya hingga beribu ribu kata. Menurut pandangan ini kata pertama yang bisa diucapkan oleh anak sekalipun sebenarnya merupakan hasil akumulasi dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, meskipun sebenarnya merupakan pengalaman baru. Setiap perkembangan individu dianggap mulai suatu pola urutan perubahan yang berbeda secara kualitatif, tidak sekedar berbeda secara kuantitatif.

Dalam hal ini perkembangan individu dianggap berlangsung melalui terjadinya perubahan-perubahan perilaku yang relatif tiba-tiba dari suatu tahap ke tahap berikutnya. Jadi, disini terjadi peristiwa yang relatif tajam dari tahap perkembangan ketahap berikutnya.

3. Natur dan nurture


Natur dan nurture merupakan isu dasar yang menjadi perdebatan sengit dalam psikologi perkembangan. Natur (alam, sifat dasar) dapat diartikan sebagai sifat khas seseorang yang dibawa sejak kecil atau yang diwarisi sebagai sifat pembawaan. Sedangkan nurture (pemeliharaan, pengasuhan) dapat diartikan sebagai faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi individu sejak masa pembuahan sampai selanjutnya (Chaplin, 2002). Isu natur dan nurture dalam psikologi perkembangan berkaitan dengan pertanyaan apakah pengetahuan dan tingkah laku berasal dari pembawaan genetik atau dari pengalaman yang diperoleh dari lingkungan? Untuk mengungkapkan kedua faktor ini, digunakan banyak istilah seperti nativisme-empirisme, endogen-eksogen, kematangan belajar, keturunanlingkungan, biologi-kultur, diperoleh-memperoleh, serta bakat-pengalaman (Desmita, 2006: 32).

Contoh Kasus Nature dan Nurture Berikut ini adalah beberapa contoh kasus yang menunjukkan bahwa baik nurture maupun nature ternyata sama-sama diperlukan dalam proses pemerolehan bahasa manusia. 1. Secara umum bayi memberikan reaksi dan menunjukkan aktivitas berbahasa terhadap

lingkungan di sekitarnya meskipun ia tidak menyadari aktivitas tersebut. Ia mencoba mengeluarkan sejumlah potensi berupa bunyi bahasa atau kata dan secara teratur ia melakukan pengulangan. Jika tidak mendapat respon berupa pengakuan dari lingkungannya, seperti ayah, ibu atau saudaranya, maka bayi mengubah potensi tersebut dan mengulangi proses yang sama sampai ia mendapatkan pengakuan dari lingkungan (Pateda, 1991:102).

2.

Di sebuah desa di Perancis, pada tahun 1800, ditemukan anak laki-laki berusia 11-12

tahun yang tinggal di hutan dan sering menyusup ke desa untuk mencari makan. Ketika tertangkap dan dididik oleh direktur Institut Tuna Rungu yaitu Dr. Sicard, anak tersebut tidak dapat berbicara seperti manusia lain. Kemudian ia dididik oleh ahli lain, Jean-Marc-Gaspard Itard. Dibawah asuhan dan didikan yang baru ini, pola laku kehidupan Victor, nama yang diberikan pada anak laki-laki tersebut, dapat berubah namun tetap tidak mampu menggunakan bahasa (Dardjowidjojo, 2003:236-237).

3. Di Los Angeles, pada tahun 1970, ditemukan seorang anak perempuan yang disekap oleh orang tuanya di gudang belakang rumahnya. Selama 13 tahun ia tinggal dan sering disiksa ayahnya di dalam gudang tersebut, dan hanya diberi makan namun tidak pernah diajak berbicara oleh orang tuanya. Setelah diselamatkan, anak perempuan tersebut diberi nama Ginie kemudian dilatih agar dapat berbahasa selama 8 tahun, namun ternyata sama halnya dengan Victor pada kasus sebelumnya, ia tetap tidak mampu menggunakan bahasa (Dardjowidjojo, 2003:237).

4.

Di Ohio, seorang anak perempuan berusia 6,5 tahun, yaitu Isabelle, diasuh oleh ibunya

yang tuna wicara. Ia kemudian diasuh oleh Marie Mason, seorang pimpinan rumah sakit, dengan cara yang normal, dan ternyata Isabelle mampu menggunakan bahasa seperti anakanak normal lainnya (Dardjowidjojo, 2003:237).

Pada contoh kasus pertama yang berhubungan dengan bayi pada umumnya, tampak bahwa memang manusia mempunyai bekal bawaan atau nature untuk menguasai bahasa dan dengan dibantu nurture maupun pengaruh dari lingkungan seperti orang tua atau saudaranya, bayi tersebut mampu mengembangkan bekal bawaannya tersebut sampai akhirnya ia dapat menggunakan bahasa dengan sempurna.

Sedangkan pada contoh kasus kedua dan ketiga, meskipun Victor dan Isabelle juga memiliki kemampuan bawaan untuk menguasai bahasa atau nature, namun karena tidak adanya pengaruh dari lingkungan semenjak mereka dilahirkan atau nurture, Victor tinggal di

hutan dan Ginie yang meskipun tinggal dengan orangtuanya sendiri namun hanya disiksa dan tidak pernah diajak bicara, maka usaha yang diupayakan ketika mereka telah berusia lebih dari 10 tahun agar kedua anak tersebut dapat menggunakan bahasa menjadi sia-sia belaka.

Untuk kasus keempat, yaitu Isabelle, proses pemerolehan bahasa yang bersifat nurture yang diberikan di usia yang tergolong lebih muda daripada Victor dan Ginie, yaitu 6,5 tahun, ternyata memberikan bantuan yang cukup besar terhadap kemampuan bawaannya atau nature sehingga ia mampu menggunakan bahasa. Dengan demikian tampak bahwa antara sifat pemerolehan bahasa nature dan nurture ternyata yang satu tidaklah lebih penting dari yang lain karena tanpa satu sama lain, pemerolehan bahasa tidak dapat berjalan dengan baik bahkan dapat menemui kegagalan.

4. Esensi Perkembangan
Menurut Miller (1993) dalam Desmita (2006), pandangan mengenai esensi perkembangan ini tergantung pada asumsi teoritis dan metode penelitian dalam beberapa dimensi berikut : Level analisis dari molekular ke molar Apakah penekanannya pada struktur atau pada proses? Isi pembahasan apakah yang dianggap penting? Apakah penekanannya pada perilaku yang tampak atau pada yang bersifat terselubung? Metodologi apakah yang digunakan untuk meneliti perkembangan? Bagi Piaget, yang menjadi esensi perkembangan adalah perkembangan kognitif. Menurut pandangan kontemporer (seperti Santrock, 1995; Seifert & Hoffnung, 1994), esensi perkembangan meliputi 3 bidang utama, yaitu perkembangan fisik, kognitif, dan psikososial.

Terdapat beberapa unit analisis tentang apa yang berkembang, diantaranya struktur kognitif, struktur psikis, strategi proses informasi, penentuan pola tindakan, eksplorasi persepsi, dan perangkat kejiwaan.

You might also like