You are on page 1of 55

Ilmu merupakan salah satu konsep islam yang amat mendasar dan kuat.

Dengan ilmu kita dapat mengetahui isi alam semesta ini, menemukan sesuatu yang asing bagi kita menjadi sesuatu yang familiar di telinga kita. Ilmu juga berarti juga pengetahuan. Pengetahuan dapat diperoleh dari manapun, dimanapun tempatnya. Melalui membaca buku, berdiskusi berbincang-bincang (berdialog) merupakan hal-hal sarana untuk memperoleh / mencari suatu pengetahuan. Nabi sendiri menekankan dalam setiap kesempatan betapa pentingnya ilmu dan memberikan pujian kepada siapa saja yang manyalakan lampu di tengah malam untuk mencari pengetahuan. Ilmu yang benar yaitu ilmu yang melahirkan pemahaman terhadap diri kita dan dunia sekeliling dengan sumber-sumber dari pandangan dunia kita sendiri.[ Ziauddin Sardar, Merombak Pola Piker Intelektual Muslim, Pustaka, Yogjakarta, 2000, hal, XI ] Mengetahui betapa pentingnya ilmu maka tidaklah mengherankan apabila setiap muslim baik itu laki-laki dan perempuan diwajibkan olehnya mencari ilmu. Dengan menguasai ilmu manfaat akhirnya akan dirasakan oleh individu dan masyarakat. Dan juga tanpa ilmu peradaban muslim tidak mungkin terwujud. Pendidikan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan. Hal tersebut sangatlah kita rasakan, mulai dari kita kecil sampai sekarang, kita tidak lepas dengan pengaruh adanya pendidikan. Dalam kehidupan yang sekarang ini, sebagai seorang mahasiswa / mahasiswi tentunya sudah tidak asing lagi dengan pendidikan. Justru sudah merupakan makanan setiap harinya.Islam juga menetapkan bahwa pendidikan merupakan salah satu kegiatan yang hukumnya wajib bagi seluruh umat manusia sepanjang hidup (long life education) Sebagai sabda nabi saw yang artinya : Tuntutlah ilmu semenjak dari buaian (lahir) hingga memasuki liang lahat (mati). Berdasarkan hadits di atas jelas bahwa pendidikan tidak mengenal batas usia. Kapanpun memperoleh kesempatan untuk memperoleh pendidikan, maka harus kita laksanakan baik formal mauun informal. Tidak ada kata terlambat dalam menuntut ilmu Selama kita mau berusaha dengan disertai niat maka jalan untuk menuju pintu pendidikan akan terbuka lebar. Bagi orang yang menyalah gunakan kelebihan kemampuan, tetapi kelebihannya digunakan untuk memuaskan hawa nafsunya (mempertahankan hawa nafsu), maka martabatnya tidak lebih dari martabat hewan. Penjelasan tersebut sesuai dengan surat al furqon :144. Orang yang memiliki kelebihan ilmu pengetahuan apabila tidak disertai dengan keimanan akan cenderung memanipulasi dengan mengubah sesuai dengan nafsunya, dengan menutup-nutupi kebenaran nafsunya.

Menuntut ilmu merupakan kegiatan yang hukumnya wajib bagi laki-laki dan perempuan Hadits di atas menerangkan bahwa menuntut ilmu itu wajib bagi setiap orang muslim baik itu laki-laki maupun perempuan. Tidak ada yang namanya diskriminasi dalam dunia pendidikan. Antara laki-laki dan perempuan sama kedudukannya dalam menuntut ilmu. Hadits di atas diambil dari kitab talimul mutaalim, karangan KH. Hammam Nasiruddin pada hal. 11 Jelas sekali bahwa kaum perempuan memiliki peluang untuk hidup lebih maju sehingga perempuan tidak selamanya tergantung dengan kaum laki-laki khususnya mengenai masalah pendidikan. Ibnu Hazm berpendapat bahwa pengetahuan (ilmu) menjadi entitas yang amat diperlukan : mencarinya sebagai keharusan dan kewajiban moral (moral imperative) sebagai tujuan. Maka ilmu seharusnya dipelajari seoptimal mungkin, namun tidak boleh menjadi alat eksploitasi material dan moral. Escensinya menguasai ilmu sama dengan mengamalkan kebenaran moral dan mengetahui realitas dunia. Tujuan pengetahuan adalah menerima dan mendekatkan diri pada yang maha kuasa dan untuk meraih tata kehidupan dunia yang meliputi dimensi kemanusiaan secara luas.[ Ziauddin Sardar, Merombak Pola Piker Intelektual Muslim, Pustaka Pelajar, Yogjakarta, 2000, hal. 12 ] Mencari ilmu dan mengamalkannya Dalam proses kegiatan mencari ilmu, carilah ilmu sebanyak-banyak mungkin dan berlomba-lombalah mendapatkan kemenangan dalam mencari ilmu. Dan jadilah orang yang kaya ilmu ; namun jangan sampai karena telah menguasai berbagai macam ilmu membuat hati buta dan menyembunyikan ilmu yang telah didapatkan. Karenanya carilah ilmu dan janganlah lupa untuk mengamalkannya. Keutamaan orang yang berilmu Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan jalan baginya menuju syurga. (HR. Tirmidzi).

Allah akan mengangkat suatu kaum dan menjadikan mereka pemimpin dalam kebenaran, panutan dalam kebahagiaannya, petunjuk pada kebenaran peninggalan yang diceritakan, disenangi malaikat dalam setiap tingkah lakunya. Keutamaan orang yang berilmu diantaranya : * Allah akan mengangkat derajat orang yang berilmu. * Malaikat akan mengepakan sayapnya pada orang-orang yang berilmu. * Binatang-binatang yang di darat dan di laut, binatang buas dan binatang ternak, langit-langit dan bintang-bintang akan memintakan ampun pada allah bagi orangorang yang berilmu. * Orang yang berilmu lebih utama daripada orang ahli ibadah. Pentingnya Ilmu Dari Pada Harta Apabila kita dihadapkan pada 2 pilihan antara ilmu dan harta manakah yang akan kalian pilih dan kalian anggap penting? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, baca sabda nabi saw dibawah ini : Artinya : Nabi Sulaiman disuruh memilih antara harta, kekuasaan dan ilmu pengetahuan, lalu dipilihnya pengetahuan, sebab itu diberikan kepadanya kekuasaan dan harta(HR. Dailami) Dari hadits di atas dapat disimpulkan bahwa antara ilmu dan harta itu lebih penting ilmu. Kerena dengan ilmu maka apapun dapat kita peroleh termasuk harta. Sebaliknya jika harta yang kita dapatkan / pilih maka selain tidak mendapatkan ilmu, hartapun sedikit demi sedikit akan terkikis dan lama kelamaan akan habis. Diantara keutamaan ilmu daripada harta : * Ilmu adalah warisan nabi * Harta adalah warisan qorun * Ilmu akan selalu menjagamu, kalau harta, kamu yang menjaganya * Ilmu tidak akan berkurang apabila diberikan, * Harta akan berkurang apabila diberikan

* Ilmu itu hakim * Harta itu mahkum alaih * Ilmu akan menemani seseorang yang berilmu sampai ia meninggal dunia. * Harta tidak akan menemani seseorang yang telah meninggal dunia. * Orang yang memiliki ilmu akan emmbersihkan dirinya * Sebaliknya orang yang memiliki harta justru akan mengotori dirinya. * Ilmu diberikan kepada orang yang dicintai allah * harta dapat diberikan kepada siapa saja * Ilmu tidak akan ditanyakan allah ketika berada dalam kubur. * Harta akan ditanyakan allah ketika berada dalam kubur Manfaat mencari ilmu Mencari ilmu lebih utama daripada melakukan sholat sunnah, puasa bertasbih dan berdoa karena manfaat ilmu itu meliputi orang yang berilmu dan orang lain dan melakukan ibadah yang bersifat badan itu hanya terbatas pada dirinya sendiri. Ilmu itu lebih baik daripada ibadah-ibadah lainya. Ilmu itu akan tetap membekas meskipun orang yang berilmu itu sudah meinggal dunia sedang ibadah sholat itu akan terputus dengan meninggalnya orang tersebut. Hal tersebut dikarenakan eksistensi ilmu dapat menghidupkan syariah dan menjaga tanda-tanda agama. Untuk itu segeralah menuntut ilmu. Sabda nabi saw : yang artinya : Rosulullah bersabda : segeralah kamu mencari ilmu karena pembicaraan dari orang yang benar lebih baik dari dunia dan seisinya, lebih dari emas dan perak. (HR. Rafii)[ Ibid ] Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menuntut ilmu : * Menjaga hati * Tawakal

* Selalu ingat kepada allah * Hanya karena mencari ridho allah * Menghindari diri dari sifat-sifat madzamumah, seperti sombong, pemborong, kikir, dendam dan lain-lain. * Selalu bersifat mahmudah, seperti : hormat pada guru,berani, tidak boros, suka memberi hormat kepada orang tua, tidak pilih kasih dan lain-lain. * Mempunyai buku, modal. Dalam proses menuntut ilmu (belajar) menurut john lacke ada 3 langkah yaitu : * Menghormati hal-hal yang ada di luar diri manusia * Mengingat apa yang telah diamati dan dihafalkan * Berpikir yaitu mengolah bahan-bahan yang telah diperoleh tadi, ditimbang-timbang untuk diri sendiri.[ Mode Pidarta Landasan Kependidikan Rieneka Cipta Jakarta 1997 hlm. 113 ] Menuntut ilmu hanya karena mencari kehidupan akhirat maka orang tersebut menjadi orang yang beruntung dan mendapat pahala dari Allah. Dan sebaliknya menuntut ilmu hanya untuk mendapatkan sebuah gelar dan tidak mengamalkan ilmu yang diperolehnya maka termasuk golongan orang yang merugi. Salah satu orang bijak mengatakan tidaklah orang yang sakit akan mati jika tidak diberi makan, minum / obat? Ya, jawab orang-orang. Lalu orang bijak itu menimpali, sama halnya dengan hati akan mati jika terlepas dari kebijaksanaan dan pengetahuan selama 3 hari, dan Al Ghozali menambahkan, siapa saja yang tidak mencintai pengetahuan berarti hatinya sakit dan kematiannya telah pasti.[ Ziauddin sardar, Op Cit hlm. XV] Referensi Ziauddin Sardar, Merombak Pola Piker Intelektual Muslim, Pustaka, Yogjakarta, 2000 Hammam Nasiruddin; Talimul Mutaalim, Magelang

Ziauddin Sardar, Merombak Pola Piker Intelektual Muslim, Pustaka Pelajar, Yogjakarta, 2000 Mohammad Ibn Isa Al Tirmidzy, Sunan A Tirmidzy Juz 4, Thoha Putra Semarang, Zarnuji, Talimul Mutaalim Surabaya Mode Pidarta Landasan Kependidikan Rieneka Cipta Jakarta 1997 Beberapa definisi akhlaq antara lain adalah: 1. Menurut Ibnu Abbas Radliyallohu anhu ketika menafsirkan firman Alloh Subhanahu wa Taalaa dalam surat Al Qolam ayat 4 yang terjemahannya berbunyi sebagai berikut Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlaq yang agung, akhlaq yang agung tersebut adalah dien yang agung (Islam). Demikian pula pendapat Mujahid, Abu Malik, As Suddi, Rabi bin Anas, Ad Dhahak, dan Ibnu Zaid. Didalam Shohih Muslim, Aisyah Rodliyallohu anha pernah ditanya tentang akhlaq Nabi Shollollohu alaihi wa Sallam, lalu beliau menjawab bahwa akhlaq Beliau Shollollohu alaihi wa Sallam adalah Al Quran, karena segala perintah yang terdapat didalam Al Quran beliau laksanakan dan segala larangan yang terdapat didalamnya beliau tinggalkan. Syaikh Salim bin Ied Al Hilali berkata Dengan ini menjadi jelas bahwa akhlaq yang agung dimana Nabi disifati dengannya adalah dien yang mencakup semua perintahperintah Alloh Taalaa dan larangan-Nya, sehingga bersegera untuk melaksanakan segala yang dicintai Alloh dan di ridloi-Nya dan menjauhi segala yang dibenci dan dimurkai-Nya dengan sukarela dan lapang dada (Makarimul Akhlaq/23) . 1. Ibnul Atsir menyebutkan dalam An Nihayah (2/70) tentang al khuluqu dan al khulqu yang berarti dien, tabiat dan sifat. Syaikh Utsaimin menerangkan tentang hakikatnya adalah potret batin manusia yaitu jiwa dan kepribadiannya (Makarimul Akhlaq, hal 9). 2. Al Imam Ibnul Qoyyim Al Jauziyah Rohimahullohu menyebutkan beberapa pendapat tentang definisi akhlaq didalam bukunya Madarijus Saalikin antara lain akhlaq yang baik adalah berderma, tidak menyakiti orang lain dan tangguh menghadapi penderitaan. Pendapat lain menyebutkan bahwa akhlaq yang baik adalah berbuat kebaikan dan menahan diri dari keburukan. Ada lagi yang mengatakan, membuang sifat-sifat yang hina dan menghiasinya dengan sifat-sifat mulia

3. Imam Ibnu Qudamah menyebutkan dalam Mukhtashor Minhajul Qoshidiin bahwa akhlaq merupakan ungkapan tentang kondisi jiwa, yang begitu mudah menghasilkan perbuatan tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan, jika perbuatan itu baik maka disebut akhlaq yang baik, dan jika buruk maka disebut akhlaq yang buruk. Akhlak adalah sifat manusia yang nampak dalam pergaulannya dengan orang lain, yang dapat berupa akhlak yang terpuji ataukah akhlak yang tercela.Akhlak sendiri adalah sifat bawaan masing-masing manusia, dan mereka bertingkat-tingkat dalam hal tersebut. Akhlak yang terpuji mempunyai hasil yaitu tanda-tanda yang menunjukkan keberadaan akhlak yang terpuji tersebut.

Ada yang mengatakan : Bahwa akhlak yang terpuji adalah dengan wajah yang berseri-seri, bermurah hati, menghalau setiap gangguan, dan memberi bantuan Ada yang mengatakan : Akhlak yang terpuji adalah dengan tidak memusuhi siapa saja yang memusuhinya disebabkan kuatnya marifah dia kepada kepada Allah. Ada yang mengatakan : Bahwa akhlak yang terpuji adalah dengan dekat kepada setiap manusia namun sebagai seorang yang asing jika berada ditengah-tengah mereka. Ada yang mengatakan bahwa akhlak yang terpuji adalah dengan menjadikan setiap makhluk ridha baik dalam keadaan lapang atau dalam keadaan sempit. Ada yang berpendapat bahwa akhlak yang terpuji adalah keridhaan dari Allah taala. Ada yang mengatakan : Bahwa akhlak yang terpuji yang paling rendah adalah dengan kesanggupan menanggung cobaan, tidak mengharapkan ganjaran perbuatan, pengasih terhadap yang berlaku dhalim kepadanya, memintakannya ampunan, dan menyayanginya. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan akhlak terpuji adalah dengan tidak menuduh al-Haq Allah dalam pembeian rizki-Nya, percaya kepada-Nya, merasa tenang akan penunaian janji-Nya sehingga diapun mentaatinya dan tidak bermaksiat kepada-Nya dalam setiap perkara antara dirinya dan Allah, dan antara dirinya dan semua manusia. Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan akhlak yang terpuji adalah yang memiliki tiga sifat : Menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan yang haram, mencari setiap yang halal, dan bersikap lapang kepada yang diurusnya. Ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan akhlak yang terpuji adalah : Dengan menampik setiap pengaruh yang timbul dari perangai buruk kaum manusia setelah anda dapat menjangkau al-Haq. Dan ada yang mengatakan : Akhlak yang terpuji adalah tidak adanya keinginan yang anda hendak raih selain Allah taala.

Sebagian ulama mengumpulkan tanda-tanda akhlak yang terpuji, dan mengatakan : Akhlak yang terpuji adalah jikalau seseorang memiliki rasa malu, sedikit menebar gangguan, seringkali berbuat kebajikan, lisan yang jujur, sedikit berbicara, banyak melakukan amal. Jarang melakukan kesalahan dan jarang ikut campur urusan orang lain, sebagai seorang yang baik, berwibawa, sabar, mau berterima kasih, ridha, lemah lembut, santun, menjaga kesucian diri dan penyayang bukan sebagai seorang yang senang melaknat, atau senang mencela, mengadu domba, senang menyebar ghibah, tidak sering tergesa-gesa, tidak dengki, tidak kikir, tidak hasad, sebagai seorang dengan wajah yang murah senyum, berseri-seri riang, cinta karena Allah, benci karena Allah, ridha karena Allah dan marah karena Allah.

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda : Tidak ada amalan yang diletakkan di atas al-Mizan yang lebih berat daripada akhlak yang mulia. Dan sesungguhnya seseorang yang berakhlak mulia akan mencapai derajat seorang yang berpuasa dan mendirikan shalat (Shahih Sunan atTirmidzi no. 1629). Dan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda : Sesungguhnya seorang mukmin dengan akhlaknya yang terpuji akan mencapai derajat seorang yang berpuasa dan mengerjakan shalat (Shahih Sunan Abu Daud no. 4013). Dan seorang yang berakhlak mulia akan meraih keutamaan yang agung ini , dikarenakan seorang yang berpuasa dan mengerjakan shalat pada malam hari, keduanya bersungguh-sungguh menghadapi hawa nafsu mereka, sedangkan seorang mulia akhlaknya bersama kaum manusia bersamaan dengan tabiat mereka yang bermacam-macam serta akhlak mereka yang berbeda-beda, seolah-olah dia menghadapi sekian banyak jiwa, maka diapun akan mendapatkan apa yang didapatkan oleh seorang yang berpuasa dan yang mengerjakan shalat diwaktu malam dalam nilai ketaatan, maka keduanyapun setara dalam derajat yang sama, bahkan terkadang yang berakhlak mulia memiliki nilai tambah. Ada yang berpendapat bahwa Sesungguhnya bentuk fisik tidak akan dapat dirubah berbeda halnya dengan akhlak yang berlaku sebaliknya dari hal itu, yang mana didapati dawah Islam kepada akhlak-akhlak yang mulia dan Amar maruf Nahi mungkar. Dan juga dijumpai ada sekian banyak wasiat, nasihat dan pengajaran adab. Allah taala berfirman : Sesungguhnya Allah tidak akan merubah suatu kaum hingga mereka merubah apa yang ada pada diri mereka (Surah ar-Raad : 11).

Manusia yang berakhlak mulia, dapat menjaga kemuliaan dan kesucian jiwanya, dapat mengalahkan tekanan hawa nafsu syahwat syaitoniah, berpegang teguh kepada sendi-sendi keutamaan. Menghindarkan diri dari sifat-sifat kecurangan, kerakusan dan kezaliman. Manusia yang berakhlak mulia, suka tolong menolong sesama insan dan makhluk lainnya. Mereka senang berkorban untuk kepentingan bersama.Yang kecil hormat kepada yang tua,yang tua kasih kepada yang kecil.Manusia yang memiliki budi pekerti yang mulia, senang kepada kebenaran dan keadilan, toleransi, mematuhi janji, lapang dada dan tenang dalam menghadapi segala halangan dan rintangan. Akhlak yang baik akan mengangkat manusia ke darjat yang tinggi dan mulia. Akhlak yang buruk akan membinasakan seseorang insan dan juga akan membinasakan ummat manusia. Manusia yang mempunyai akhlak yang buruk senang melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. Senang melakukan kekacauan, senang melakukan perbuatan yang tercela, yang akan membinasakan diri dan masyarakat seluruhnya. Nabi s.a.w.bersabda yang bermaksud: Orang Mukmin yang paling sempurna imannya, ialah yang paling baik akhlaknya.(H.R.Ahmad) Manusia yang paling baik akhlaknya ialah junjungan kita Nabi s.a.w. sehingga budi pekerti beliau tercantum dalam al-Quran, Allah berfirman yang maksudnya: Sesungguhnya engkau (Muhammad), benar-benar berbudi pekerti yang agung. Sesuatu Ummat bagaimanapun hebat Kekuatan dan Kekayaan yang dimilikinya, akan tetapi jika budi pekertinya telah binasa, maka Ummat itu akan mudah binasa. Manusia yang tidak punya akhlak, mereka sanggup melakukan apa saja untuk kepentingan dirinya. Mereka sanggup berbohong, membuat fitnah, menjual marwah diri dan keluarga, malah dengan tidak segan silu lagi dia menjual Agama dan Negaranya. Secara garis besar, akhlak mulia itu dapat dikelmpokkan kedalam dua kelompok yaitu : 1. Akhlak kepada Allah Akhlak terhadap Allah ini merupakan pondasi atau dasar dalam berakhlak terhadap siapapun yang ada di muka bumi ini. Jika seseorang tidak memiliki akhlak positif terhadap Allah, maka ia tidak akan mungkin memiliki akhlak positif terhadap siapapun. Demikian pula sebaliknya, jika ia memiliki akhlak yang karimah terhadap Allah, maka ini merupakan pintu gerbang untuk menuju kesempurnaan akhlak terhadap orang lain. Diantara akhlak terhadap Allah SWT adalah :

1. Taat terhadap perintah-perintah-Nya Hal pertama yang harus dilakukan seorang muslim dalam beretika kepada Allah SWT, adalah dengan mentaati segala perintah-perintah-Nya. Sebab bagaimana mungkin ia tidak mentaati-Nya, padahal Allah lah yang telah memberikan segalagalanya pada dirinya. Allah berfirman (QS.4:65): Maka demi Rab-mu, mereka pada hakekatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. Karena taat kepada Allah merupakan konsekwensi keimanan seorang muslim kepada Allah SWT. Tanpa adanya ketaatan, maka ini merupakan salah satu indikasi tidak adanya keimanan. Dalam sebuah hadits, Rosulullah SAW juga menguatkan makna ayat di atas dengan bersabda (yang artinya): Tidak beriman salah seorang diantara kalian, hingga hawa nafsunya (keinginannya) mengikuti apa yang telah datang dariku (Al-Quran dan Sunnah). (HR.Abi Ashim al-syaiban) 2. Memiliki rasa tanggung jawab atas amanah yang diembankan padanya. Etika kedua yang harus dilakukan seorang muslim kepada Allah SWT, adalah memiliki rasa tanggung jawab atas amanah yang diberikan padanya. Karena pada hakekatnya, kehidupan inipun merupakan amanah dari Allah SWT. Oleh karenya, seorang mukmin senantiasa meyakini, apapun yang Allah berikan padanya, maka itu merupakan amanah yang kelak akan dimintai pertanggung jawaban dari Allah. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW pernah bersabda (yang artinya):Dari Ibnu Umar ra, Rasulullah SAW bersabda (yang artinya), Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Seorang amir (presiden/imam/ketua) atas manusia, merupakan pemimpin, dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang suami merupakan pemimpin bagi keluarganya, dan ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang wanita juga merupakan pemimpin atas rumah keluarganya dan juga anak-anaknya, dan ia bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Seorang hamba adalah pemimpin atas harta tuannya, dan ia bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Dan setiap kalian adalah pemimpin, dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. (HR. Muslim) 3. Ridha terhadap ketentuan Allah SWT. Etika berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT, adalah ridha terhadap segala ketentuan yang telah Allah berikan pada dirinya.

Seperti ketika ia dilahirkan baik oleh keluarga yang berada maupun oleh keluarga yang tidak mampu, bentuk fisik yang Allah berikan padanya, atau hal-hal lainnya. Karena pada hakekatnya, sikap seorang muslim senantiasa yakin (baca; tsaqih) terhadap apapun yang Allah berikan pada dirinya. Baik yang berupa kebaikan, atau berupa keburukan. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda (yang artinya): sungguh mempesona perkara orang beriman. Karena segala urusannya adalah dipandang baik bagi dirinya. Jika ia mendapatkan kebaikan, ia bersyukur, karena ia tahu bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena ia tahu bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya.(HR. Bukhari). Apalagi terkadang sebagai seorang manusia, pengetahuan atau pandangan kita terhadap sesuatu sangat terbatas. Sehingga bisa jadi, sesuatu yang kita anggap baik justru buruk, sementara sesuatu yang dipandang buruk ternyata malah memiliki kebaikan bagi diri kita. 4. Senantiasa bertaubat kepada-Nya. Sebagai seorang manusia biasa, kita juga tidak akan pernah luput dari sifat lalai dan lupa. Karena hal ini memang merupakan tabiat manusia. Oleh karena itulah, etika kita kepada Allah, manakala sedang terjerumus dalam kelupaan sehingga berbuat kemaksiatan kepada-Nya adalah dengan segera bertaubat kepada Allah SWT. Dalam al-Quran Allah berfirman(QS.3:135): Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri mereka sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosadosa mereka. Dan siapakah yang dapat mengampuni dosa selain Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu sedang mereka mengetahui. 5. Obsesinya adalah keridhaan Ilahi. Seseorang yang benar-benar beriman kepada Allah SWT, akan memiliki obsesi dan orientasi dalam segala aktivitasnya, hanya kepada Allah SWT. Dia tidak beramal dan beraktivitas untuk mencari keridhaan atau pujian atau apapun dari manusia. Bahkan terkadang, untuk mencapai keridhaan Allah tersebut terpaksa harus mendapatkan ketidaksukaan dari para manusia lainnya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW pernah menggambarkan kepada kita:Barang siapa yang mencari keridhaan Allah dengan adanya kemurkaan manusia, maka Allah akan memberikan keridhaan manusia juga. Dan barang siapa yang mencari keridhaan

manusia dengan cara kemurkaan Allah, maka Allah akan mewakilkan kebencianNya pada manusia.(HR. Tirmidzi, Al-Qadhai dan ibnu Asakir). Dan hal seperti ini sekaligus merupakan bukti keimanan yang terdapat dalam dirinya. Karena orang yang tidak memiliki kesungguhan iman, orientasi yang dicarinya tentulah hanya keridhaan manusia. Ia tidak akan peduli, apakah Allah menyukai tindakannya atau tidak. Yang penting ia dpuji oleh orang lain 6.Merealisasikan ibadah kepada-Nya. Etika atau akhlak berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT adalah merealisasikan segala ibadah kepada Allah SWT. baik ibadah yang bersifat mahdhah, atauppun ibadah yang ghairu mahdhah. Karena pada hakekatnya, seluruh aktivitas sehari-hari adalah ibadah kepada Allah SWT. dalam Al-Quran Allah berfirman (QS.51:56): Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Oleh karenanya, segala aktivitas, gerak-gerik, kehidupan sosial dan lain sebagainya merupakan ibadah yang dilakukan seorang muslim terhadap Allah. Sehingga ibadah tidak hanya yang memiliki skup mahdhah saja, seperti shalat, puasa, haji dan sebagainya. Perealisasian ibadah yang paling penting untuk dilakukan pada saat ini adalah beraktivitas dalam rangkaian tujuan untuk dapat menerapkan hukum Allah di muka bumi ini. Sehingga Islam menjadi pedoman hidup yang direalisasikan oleh masyarakat Islam pada khususnya dan juga oleh masyarakat dunia pada umumnya. 7. Banyak membaca Al-Quran. Etika dan akhlak berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah adalah dengan memperbanyak membaca dan mentadaburi ayat-ayat, yang merupakan firman-firman-Nya. Seseorang yang mencintai sesuatu, tentulah ia akan banyak dan sering menyebutnya. Demikian juga dengan mukmin, yang mencintai Allah SWT, tentulah ia akan selalu menyebut-nyebut Asma-Nya dan juga senantiasa akan membaca firman-firmanNya. Apalagi manakala kita mengetahui keutamaan membaca Al-Quran yang demikian besarnya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW mengatakan kepada kita: Bacalah Al-Quran, karena sesungguhnya Al-Quran itu dapat memberikan syafaat di hari kiamat kepada para pembacanya.(HR. Muslim)

Adapun bagi mereka-mereka yang belum bisa atau belum lancar dalam membacanya, maka hendaknya ia senantiasa mempelajarinya hingga dapat membacanya dengan baik. Kalaupun seseorang harus terbata-bata dalam membaca Al-Quran tersebut, maka Allah pun akan memberikan pahala dua kali lipat bagi dirinya. Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda (yang artinya): Orang (mukmin) yang membaca Al-Quran dan ia lancar dalam membacanya, maka ia akan bersama para malaikat yang mulia lagi suci. Adapun orang mukmin yang membaca Al-Quran, sedang ia terbata-bata dalam membacanya, lagi berat (dalam mengucapkan huruf-hurufnya), ia akan mendapatkan pahala dua kali lipat.(HR. Bukhori Muslim). 1. Akhlak kepada ciptaan Allah Akhlak terhadap ciptaan Allah meliputi segala prilaku, sikap, perbuatan, adab dan sopan santun sesama ciptaan Allah yang terdiri atas ciptaan Allah yang gaib dan ciptaan Allah yang nyata, benda hidup dan benda mati. Mengingat sangat luasnya cakupan akhlak ini karena menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia, maka secara garis besar struktur akhlak mulia terhadap seluruh ciptaan Allah itu dapat digambarkan seperti struktur sederhana berikut ini 1. Ciptaan Allah yang gaib 1. Gaib Dalam Arti Positif

Malaikat Qada dan Qadar Kiamat, Alam Kubur, Padang Mashar Dll Sorga, Neraka dan Segala Penghuninya Dan Lain Lain

1. Gaib Dalam Arti Negatif

Iblis, Jin, Syetan

danBenda serta Alam Gaib Lainnya

1. Ciptaan Allah yang Nyata 1. Sesama Manusia i. ii.

Nabi dan Rasul Keluarga Diri Sendiri Paling tidak, seorang muslim adalah pemimpin bagi dirinya sendiri. Siapapun dia, seorang muslim tentu akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang telah diperbuat terhadap dirinya sendiri. Oleh karena itulah, Islam memandang bahwa setiap muslim harus menunaikan etika dan akhlak yang baik terhadap dirinya sendiri, sebelum ia berakhlak yang baik terhadap orang lain. Dan ternyata hal ini sering dilalaikan oleh kebanyakan kaum muslimin. Secara garis besar, akhlak seorang muslim terhadap dirinya dibagi menjadi tiga bagian; terhadap fisiknya, terhadap akalnya dan terhadap hatinya. Karena memang setiap insan memiliki tiga komponen tersebut, dan kita dituntut untuk memberikan hak kita terhadap diri kita sendiri dalam ketiga unsur yang terdapat dalam dirinya tersebut: 1. Terhadap Fisiknya Setiap insan, Allah berikan anugerah berupa fisik yang sempurna. Kesempurnaan fisik manusia ini, Allah katakan sendiri dalam Al-Quran (QS. 95 : 4) Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaikbaiknya. Kesempurnaan fisik ini, merupakan sesuatu yang harus disyukuri. Karena Allah hanya memberikannya pada manusia. Adapun salah satu cara dalam mensyukurinya adalah dengan menunaikan hak yang harus diberikan pada fisik kita tersebut, yang sekaligus merefleksikan etika kita terhadap fisik kita sendiri. Diantara hal tersebut adalah:

Seimbang dalam mengkonsumsi makanan.

Hak yang harus kita penuhi terhadap fisik kita adalah dengan memberikan makanan dan minuman yang baik dan sehat, sehingga fisik kita pun dapat tumbuh dan bekerja dengan baik dan sehat pula. Seorang muslim sangat menyadari hal ini, dan oleh karenanya ia tidak akan menkonsumsi makanan yang akan memberikan madharat terhadap dirinya tersebut. Dan termasuk dalam kategori yang memberikan mudharat adalah mengkonsumsi makanan secara berlebihan. Islam sendiri telah memberikan larangan kepada para pemeluknya untuk berlebihan dalam menkonsumsi makanan. Allah berfirman (QS. 7 : 31) Makan dan minumlah kalian, dan janganlah kalian berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bahkan memberikan rincian batasan dalam masalah mengkonsumsi makanan. Beliau mengatakan: Janganlah seseorang itu mengisi perutnya sesuatu yang buruk baginya. Dan apabila tidak menyulitkan baginya hendaknya ia mengisi sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannnya dan sepertiga lagi untuk dirinya. (HR. Ahmad & Turmudzi)

Membiasakan diri untuk berolah raga & hidup teratur. Islam sangat menginginkan terciptanya kondisi yang baik dan teratur bagi para pemeluknya. Bekerja teratur, makan teratur, tidur teratur, belajar teratur dan juga berolah raga secara teratur. Sebagai contoh menyegerakan tidur dan juga menyegerakan bangun. Tidak tidur bada subuh, tidak tidur bada ashar dan lain sebagainya. Di samping itu, Islam juga menganjurkan pada pemeluknya untuk menjaga fisik dengan membiasakan diri berolah raga. Agar diri seorang mumin menjadi kuat dan sehat. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW mengatakan kepada kita: Seorang mumin yang kuat, lebih baik dan lebih dicintai Allah dari pada seorang mumin yang lemah. (HR. Muslim) Jika fisik kaum muslimin kuat, tentulah hal ini akan dapat menggetarkan para musuh-musuh Islam, yang tiada henti-hentinya membuat makar terhadap agama Allah ini. Oleh karenanya kita melihat betapa Allah memerintahkan kita untuk mempersiapkan kekuatan kita. Dan olah raga merupakan salah satu cara untuk mempersiapkan kekuatan tersebut. Allah berfirman (QS. 8 : 60)

Dan persiapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang, yang dapat menggentarkan musuh Allah , musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, sedang Allah mengetahuinya.

Tidak melakukan hal-hal yang memberikan madharat bagi fisik dan kesehatannya. Terkadang manusia senang untuk melakukan hal-hal tertentu yang terlihat menyenangkan dan mengenakkan meskipun hal tersebut akan menimbulkan madharat terhadap dirinya sendiri. Diantara tersebut antara lain, berlebihan dalam menkonsumsi kopi atau teh, tidur terlalu larut malam dan merokok. Hal yang terakhir disebut (yaitu rokok) bahkan sudah seperti menjadi kebiasaan wajib bagi orang tertentu. Sementara jika dilihat dari aspek syarinya, rokok merupakan sesuatu yang melanggar syari dan hukumnya haram, kecuali menurut sebagian ulama di Indonesia yang cenderung berfatwa bahwa hukumnya adalah makruh. Hal ini bisa dimaklumi karena sebagaian besar ulama di Indonesia masih belum mampu meninggalkan kebiasaan rokoknya. Terdapat beberapa tinjauan dalam menegaskan bahwa rokok secara hukum adalah haram. Diantaranya adalah : Merokok merusak kesehatan (Yadhurru Linafsih) Semua orang sepakat, bahwa rokok akan memiliki dampak negatif terhadap fisik manusia. Terlebih-lebih jika ditinjau dari segi ilmu kesehatan atau kedokteran, rokok memiliki dampak yang begitu besar dalam diri insan yang akan menyebabkan berbagai penyakit. Perokok sendiri akan mengakui hal tersebut. Dan jika demikian, seseorang ketika ia merokok berarti ia memberikan kemadharatan atau merusak bagi dirinya sendiri. Sementara Allah SWT berfirman (QS. 4 : 29) Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Merokok mendzolimi orang lain (Dzalim)

Selain merusak atau merugikan terhadap diri sendiri, rokok juga dapat merugikan atau mendzalimi orang lain yang tidak merokok. Sebab asap rokok yang dihisap perokok tentu akan dikeluarkan lagi. Dan asap inilah yang memiliki potensi untuk dihisap secara langsung melalui nafas orang lain (baca; perokok pasif) yang berada di sekitarnya, yang bisa jadi akan menimbulkan penyakit-penyakit tertentu. Jika hal ini terjadi, berarti perokok mendzlimi orang lain yang tidak merokok. Dan Allah sangat membenci orang-orang yang dzalim. Allah SWT berfirman (QS. 42 : 40) Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barangsiapa mema`afkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim. Merokok memiliki unsur menghambur-hamburkan harta (Tabdzir) Selain dua tinjauan di atas, rokok juga mengandung unsur menghamburhamburkan uang (baca tabdzir). Hampir semua kalangan sepakat, bahwa rokok merupakan salah satu bentuk perbuatan yang mubadzir, karena banyak hal yang lebih bermanfaat dari pada digunakan untuk rokok, seperti membantu fakir miskin, shadaqoh kepada kerabat, atau digunakan untuk membeli makanan yang menambah kesehatan, seperti susu, buah-buahan dan lain sebagainya. Dan jika merokok merupakan salah satu perbuatan tabdzir, maka alangkah kerasnya Allah SWT menegur orang-orang yang menghambur-hamburkan uang. Allah berfirman (QS. 17 : 27 ) : Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemborospemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.

Bersih fisik dan pakaian. Etika seorang muslim terhadap dirinya yang berikutnya adalah membersihkan fisik dan juga pakaiannya. Karena fisik kita memiliki hak untuk dibersihkan dan memakai pakaian yang bersih. Dalam masalah bersih fisik, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan: Bersih mulut dan gigi. Islam sangat menganjurkan kebersihan gigi dan mulut. Karena kedua hal ini merupakan hal yang akan sangat berkaitan dengan orang lain. Ketika gigi dan mulut kita tidak bersih bahkan bau,

maka pasti akan memiliki pengaruh negatif terhadap orang yang menjadi lawan bicaranya. Oleh karena itulah, Rasulullah SAW mengatakan kepada kita: Sekiranya tidak memberatkan bagi umatku, sungguh akan aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali hendak shalat. (HR. Bukhari Muslim). Bahkan dalam hadits lain, Rasulullah SAW menerangkan mengenai dampak negatif yang ditimbulkan dari ketidak bersihan mulut dan gigi. Beliau mengatakan: Rasulullah SAW bersabda, Barang siapa yang memakan bawang merah, bawang putih dan yang sebangsa bawang, maka hendaknya mereka jangan mendekati masjid kami ini. Karena sesungguhnya para malaikat terganggu dengan baunya tersebut, sebagaimana terganggunya anak cucu adam. (HR. Muslim)

Bersih rambut. Selain mulut dan gigi, Islam juga menganjurkan kita agar senantiasa membersihkan rambut. Karena rambut juga memiliki hak untuk dibersihkan. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda: Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda, Barang siapa yang memiliki rambut, maka hendaklah ia memuliakan rambutnya tersebut. (HR. Abu Daud) Adapun cara untuk memuliakan rambut, diantaranya adalah dengan senantiasa membersihkannya, menyisirnya yang rapi serta merawatnya. Dalam sebuah riwayat Imam Malik, Rasulullah SAW suatu ketika sedang berada dalam masjid. Kamudian tiba-tiba masuklah seorang pemuda yang rambut dan jenggotnya acak-acakan. Kemudian Rasulullah SAW memerintahkannya dengan isyarat agar ia membersihkan rambut dan jenggotnya tersebut. Pemuda itupun kembali pulang, lalu kembali ke masjid dalam keadaan rambut dan jenggotnya yang telah tersisir rapi. Melihat hal tersebut Rasulullah SAW mengatakan, bukankah yang demikian lebih baik, dari pada seseorang datang ke masjid dalam kondisi rambut dan jenggotnya acak-acakan, seperti syaitan?

Bersih badan.

Hal ini terbukti dengan diperintahkannya kita untuk senantiasa membersihkan diri kita dengan mandi. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW berasbda: Rasulullah SAW bersabda, Mandilah kalian pada hari jumat. Bersihkanlah kepala kalian, meskipun tidak sedang junub. Dan sentuhlah dengan wewangian. (HR. Bukhari)

Bersih pakaian. Jasad atau fisik kita, juga memiliki hak untuk mendapatkan pakaian yang bersih dan sehat. Pakaian disamping untuk menutupi aurat, namun juga menjaga dirinya dari penyakit-penyakit yang terkait dengan pakaian, seperti gatal-gatal, jamur dan lain sebagainya. Dari Jabir ra, beliau berkata, suatu ketika rasulullah SAW berziarah mengunjungi kami. Lalu beliau melihat seseorang yang memakai pakaian yang kotor. Beliau berkata, Tidakkah ada yang dapat menyucikan bajunya? (HR. Ahmad dan NasaI)

Berpenampilan rapi Berpenampilan rapi juga merupakan salah satu sunnah Rasulullah SAW. Sehingga seseorang akan terlihat terhormat di mata orang lain. Dalam sebuah riwayat dikisahkan ketika Rasulullah SAW dan para sahabatnya sedang berpergian mendatangi saudara mereka, Rasulullah SAW mengatakan: Kalian akan tiba mendatangi saudara kalian. Oleh karena itu, rapikanlah bawaan kalian dan rapikanlah pula pakaian kalian. (HR. Abu Daud) Berpenampilan rapi seperti ini juga merupakan sunnah para sahabat. Bahkan terkadang ada diantara mereka yang membeli pakaian yang relatif mahal, untuk kemudian digunakannya. Seperti Ibnu Abbas pernah membeli pakaian seharga seribu dirham, lalu beliau mengenakannya. (Hilyatul Aulia I/ 321). Demikian juga dengan Abdurrahman bin Auf, yang pernah memakai burdah seharga lima ratus atau empat ratus (Thabaqat Ibnu Sad III/131). Dan berpenampilan rapi serta mengenakan paiakan yang baik, sesungguhnya tidak identik dengan kesombongan. Karena kesombongan adalah mengingkari kebenaran dan meremehkan manusia. 2. Terhadap Akalnya.

Sebagaimana fisik, akal memiliki hak yang harus kita tunaikan. Akal juga membutuhkan makanan, sebagaimana fisik membutuhkannya. Namun kebutuhan tersebut jelas berbeda dengan kebutuhan fisik. Oleh karenanya, kita perlu memberikan porsi kepada kita, sebagaimana kita memberikannya pada fisik. Berikut adalah diantara hal-hal yang harus kita tunaikan terhadap akal kita:

Menuntut ilmu sebagai kewajiban dan kemuliaan bagi setiap muslim Hal pertama yang harus kita lakukan bagi setiap muslim terhadap akalnya adalah dengan mengisinya dengan ilmu pengetahuan yang bermanfaat. Karena disamping sebagai suatu kewajiban, belajar juga merupakan kemuliaan tersendiri bagi dirinya. Karena Allah SWT senantiasa akan mengangkat derajat orang-orang yang berilmu. Dalam Al-Quran Allah mengatakan (QS. 35 : 28) : Bahwasanya orang-orang yang takut kepada Allah, hanyalah para ulama (orang yang berilmu) Kemuliaan ini juga telah terwujud, meskipun ketika ia baru dalam proses belajar guna menuntut ilmu sendiri. Dalam sebuah riwayat dikisahkan: Suatu ketika Safwan bin Assal al-Maradi mendatangi Rasulullah SAW yang sedang berada di masjid. Safwan berkata, Ya Rasulullah SAW, aku datang untuk menuntut ilmu. Rasulullah SAW menjawab, selamat datang penuntut ilmu. Sesungguhnya orang yang menuntut ilmu akan dikelilingi oleh para malaikat dengan sayap-sayapnya. Kemudian mereka berbaris, sebagian berada di atas sebagian malaikat lainnya, hingga sampai ke langit dunia, karena kecintaan mereka terhadap penuntut ilmu. (HR. Ahmad, Tabrani, Ibnu Hiban dan Al-Hakim)

Menuntut ilmu hingga akhir hayat. Terkadang manusia sering puas, manakala telah mencapai tingkatan tertentu dalam dunia pendidikan. Padahal sesungguhnya dalam Islam bahwa proses belajar mengajar merupakan proses yang tiada mengenal kata henti. Karena pada hakekatnya semakin seseorang mendalami ilmu pengetahuan, maka semakin pula ia merasa kurang dan kurang. Salah seorang salafuna shaleh bernama ibnu Abi Gassan sebagaimana diriwayatkan oleh ibnu Abdil Bar berkata :

Engkau akan tetap menjadi orang yang berilmu, manakala senantiasa masih mencari ilmu. Namun apabila engkau telah merasa cukup, maka jadilah dirimu orang yang bodoh.

Yang harus dipelajari oleh setiap muslim. Minimal sekali, setiap muslim perlu mempelajari hal-hal yang memang sangat urgen dalam kehidupannya. Menurut Dr. Muhammad Ali AlHasyimi (1993 : 48), hal-hal yang harus dikuasai setiap muslim (yang bukan spesialisasi syariah) adalah : Al-Quran, baik dari segi bacaan, tajwid dan tafsirnya; kemudian ilmu hadits; sirah dan sejarah para sahabat; fikih terutama yang terkait dengan permasalahan kehidupan, dan lain sebagainya.

Spesialisasi. Namun demikian, setiap muslim juga harus memiliki bidang spesialisasi yang harus ditekuninya. Spesialisasi ini tidak harus bersifat ilmu syariah, namun bisa juga dalam bidang-bidang lain, seperti ekonomi, tehnik, politik dan lain sebagainya. Dalam sejarahnya, banyak diantara generasi awal kaum muslimin yang memiliki spesialisasi dalam bidang tertentu.

Mempelajari bahasa asing Mempelajari bahasa asing juga merupakan suatu kebutuhan yang penting. Apalagi manakala bahsa tersebut merupakan bahasa resmi dalam ilmu pengetahuan seperti bahasa Inggris dan bahasa Arab, untuk bidang keislaman. Dalam sebuah riwayat dikisahkan: Dari Zaid bin Tsabit ra, bahwa Rasulullah SAW berkata padanya, Wahai Zaid, pelajarilah untukku tulisan Yahudi. Karena sesungguhnya aku demi Allah tidak yakin tulisanku pada orang yahudi. Zaid mengatakan, lalu aku mempelajarinya. Dan belum genap setengah bulan berlalu, aku telah dapat menguasai bahasa Yahudi. Aku senantiasa menulis surat Rasulullah SAW, ketika beliau ingin menujukannya pada mereka. Akupun membacakan surat mereka pada Rasulullah SAW. (HR. Turmudzi) 3. Terhadap Hatinya/ Ruhiyahnya. Hati juga merupakan unsur penting dalam diri setiap insan, yang memiliki hak yang sama sebagaimana akal dan fisik. Hati membutuhkan makanan sebagaimana akal dan fisik membutuhkannya. Oleh karena itulan, setiap

muslim dituntut untuk memberikan porsi yang sama terhadap ruhiyahnya sebagaimana ia telah memberikan pada fisik dan akalnya. Berikut adalah beberapa hal yang patut direalisasikan seorang muslim terhadap ruhiyahnya.

Mengisi ruhiyahnya dengan ibadah. Ibadah merupakan makanan pokok bagi hati dan ruhiyah kita. Bahkan makanan ruhiyah ini tidak memiliki batasan kuantitas. Semakin banyak ibadah seseorang, semakin ia rindu untuk melaksanakan ibadah lainnya. Semakin ia dekat dengan Allah, semakin ia ingin lebih dekat dan dekat lagi. Berbeda dengan makanan fisik, dimana paling banyak seseorang dapat memakan dua sampai tiga piring untuk sekali makannya. Makanan ruhiyah ini akan dapat membersihkan hati dan menentramkan jiwa. Seseorang yang memiliki kualitas ibadah yang baik, ia akan senantiasa merasa tenang, sejuk dan damai. Ibadah-ibadah yang harus dilakukannya, selain yang wajib adalah yang sunnah. Diantaranya adalah, memperbanyak membaca dan mentadaburi Al-Quran, shalat lail, shadaqah, mendatangi majlis-majlis ilmu, tafakur alam dan lain sebagainya.

Mengikatkan diri dengan tempat-tempat dan teman yang menambah keimanan. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW pernah mengatakan, bahwa kadar keislaman seseorang itu, seperti kadar keislaman teman akrabnya. Maka hendaklah seseorang memperhatikan siapa yang akan dijadikan temannya. (HR. Turmudzi & Abu Daud). Karena teman dan lingkungan memiliki pengaruh yang tidak sedikit terhadap kadar keimanan seseorang. Orang yang bergaul dengan teman-temannya yang shaleh, maka sedikit banyak akan mempengaruhi dirinya untuk menjadi orang shaleh. Demikian juga sebaliknya, jika ia berteman dengan mereka-mereka yang suka mabokmabokan, judi dan lain sebagainya, maka sedikit banyak ia akan terpengaruh dan akan terbawa pada kebiasaan teman-temannya. Dalam AlQuran Allah berfirman (QS. 18 : 28) : Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan menharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia; dan janganlah kamu mengkuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.

Memperbanyak dzikir kepada Allah SWT. Dzikir merupakan penguat ruhiyah seorang muslim yang sangat efektif. Dzikir juga secara langsung dapat menentramkan jiwa pembacanya. Bahkan dengan dzikir inilah, yang membedakan apakah hati seseorang itu hidup atau mati. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda: Dari Abu Musa ra, Rasulullah SAW bersabda, Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Allah dengan orang yang tidak berdzikir adalah seumpama orang yang hidup dan orang yang mati. (HR. Bukhari) Oleh karenanyalah, setiap muslim seyogyanya senantiasa membiasakan diri dengan dzikir kapanpun dan dimanapun mereka berada. Minimal sekali, dzikir-dzikir pengiring aktivitas tertentu, seperti dzikir hendak makan, sesudah makan, mau tidur, ke kamar mandi dan lain sebagainya. Dzikir akan lebih baik lagi manakala kita membiasakan membaca dzikir-dzikir pagi dan petang, sebagaimana yang sering dibaca oleh Rasulullah SAW.

Orang Tua Kerabat Dekat, Kerabat Jauh dan Seterusnya Tetangga Dekat dan Tetangga Jauh Sesama Muslim Tidak ada manusia di dunia ini yang memiliki kesamaan seratus persen. Baik suara, bentuk tubuh, atau pun sifat dan karakter pasti akan berbeda. Allah SWT telah menciptakan seluruh manusia dalam keberagaman. Hingga anak-anak yang kembar siam pun tetap memiliki perbedaan. Perbedaan yang khas dari milyaran umat manusia di dunia ini seharusnya makin menyadarkan manusia akan Maha Agung dan Maha Besar-nya Sang Maha Pencipta. Sebagai seorang muslim, kita adalah makhluk sosial. Allah telah mewajibkan kita untuk hidup berinteraksi dengan masyarakat. Saat berinteraksi dengan masyarakat tentu saja kita harus dapat menempatkan diri di tengah-tengah masyarakat dengan baik. Agar tidak terjadi masalah yang akan membuat suasana hubungan yang harmonis menjadi terganggu. Untuk itu kita harus memahami aturan atau etika yang ada di masyarakat. Bila mayoritas masyarakat adalah kaum muslim, maka kita harus memahami etika dan aturan berinteraksi dengan sesama muslim. Islam telah mengajarkan bagaimana sebaiknya seorang muslim berakhlak terhadap sesama muslim lainnya.

Hak dan etika kaum muslim antara lain :

Mengucapkan salam ketika bertemu. Rasulullah saw. yaitu, Kalian tidak akan masuk surga sebelum kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman sebelum kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan kepada sesuatu yang apabila kalian kerjakan, niscaya kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian. (H.R. As-Syaikhani)

Menjenguk Teman Ketika Sakit Al Bukhari meriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy,ari bahwa Rasulullah saw bersabda, Jenguklah orang yang sakit; beri makanlah orang yang lapar dan lepaskanlah orang yang dipenjara. Asy-Syaikhani meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah saw. bersabda; Hak seseorang Muslim terhadap Muslim lainnya ada lima; Menjawab salam, menjenguk orang sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangan dan mendoakan orang yang bersin.

Mendoakan Ketika Bersin Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. Bahwa Rasulullah saw. bersabda, Apabila salah seorang di antara kamu bersin, hendaklah ia mengucapkan, Al-Hamdu lil-lah (segala puji bagi Allah), dan saudaranya atau temannya hendaknya mengucapkan untuknya, YarhamukalLah (semoga Allah mengasihimu) Apabila teman atau saudaranya tersebut mengatakan, YarhamukalLah (semoga Allah mengasihimu), kepadanya, maka hendaklah ia mengucapkan, YahdikumulLah wa yushlihu balakum

Menziarahi karena Allah Ibnu Majah dan At-Tarmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah saw. bersabda, Barang siapa menjenguk orang sakit atau berziarah kepada seorang saudara di jalan Allah, maka ia akan diseru oleh seorang penyeru Hendaklah engkau berbuat baik, dan baiklah perjalananmu, (karenanya) engkau akan menempati suatu tempat di surga.

Menolong ketika kesempitan Asy-Syaikhani meriwayatkan dari Ibnu Umar ra, bahwa Rasulullah saw. bersabda; Seorang muslim itu adalah saudara bagi muslim lainnya, ia tidak boleh berbuat zalim kepadanya dan tidak boleh menyia-nyiakannya (membiarkan, tidak menolongnya). Barang siapa menolong kebutuhan saudaranya maka Allah akan menolong kebutuhannya, barang siapa menyingkirkan suatu kesusahan dari seorang muslim, niscaya Allah akan menyingkirkan darinya suatu kesusahan di antara kesusahan-kesusahan hari kiamat. Dan barang siapa menutupi (aib) seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi (aib)nya pada hari kiamat

menghargai sumpahnya, memberinya nasihat bila diminta, mencintainya seperti mencintai diri sendiri, tidak menimpakan keburukan atau sesuatu yang tidak disenangi, merendahkan hati dan tidak sombong kepada sesama muslim, dan tidak memutuskan silaturrahim lebih dari tiga hari. Kita juga tidak diperbolehkan menggunjing, menghina, mengejek, dan memanggilnya dengan sebutan yang buruk. Tidak mencaci dan mencerca tanpa hak di waktu hidup maupun sesudah meninggalnya. Tidak iri hati, dengki, berprasangka buruk, membenci dan mencari-cari kesalahannya. Juga diharamkan menipu dan mengecoh, berlaku khianat, mendustakan, dan menangguhkan pembayaran utang. menghormati orang tua dan menyayangi yang muda, berlaku adil seperti terhadap diri sendiri, memaafkan kesalahan dan menutupi aibnya, memohon perlindungan serta mendoakannya. Saling menyayangi karena Allah adalah salah satu ciri dari masyarakat yang Islami. Termasuk di dalamnya menghormati yang tua dan menyayangi yang muda. Rasulullah telah menerapkannya saat membina kaum Anshar dan Muhajirin pasca hijrahnya ke Madinah. Ukhuwah Islamiyah yang dilandasi dengan saling mencintai di antara kaum muslim telah melahirkan masyarakat yang kokoh, sehingga sejak hijrah itu Islam dengan cepat menyebar ke seluruh pelosok Jazirah Arabia. Rasulullah sangat mengecam kaum muslim yang tidak saling menyayangi. Bahkan beliau menggolongkan muslim yang tidak mencintai, menghormati, tidak termasuk golongan kaum muslim. Rasulullah SAW bersabda, Bukan

golongan kami orang yang tidak mengormati yang tua dan menyayangi yang muda dari kami. Berbuat baik kepada tetangga juga menjadi perhatian serius dalam ajaran Islam. Perhatikan firman Allah Taala: Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karibkerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,. (Q.S. An-Nisa:36) Nabi pun mengingatkan kita agar selalu berbuat baik kepada tetangga: Ibnu Umar dan Aisyah ra berkata keduanya, Jibril selalu menasihatiku untuk berlaku dermawan terhadap para tetangga, hingga rasanya aku ingin memasukkan tetangga-tetangga tersebut ke dalam kelompok ahli waris seorang muslim. (H.R. Bukhari Muslim) Abu Dzarr ra berkata: Bersabda Rasulullah SAW, Hai Abu Dzarr jika engkau memasak sayur, maka perbanyaklah kuahnya, dan perhatikan ( bagilah tetanggamu (H.R. Muslim) Abu Hurairah berkata: Bersabda Nabi SAW, Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman. Ditanya: Siapa ya Rasulullah? Jawab Nabi, Ialah orang yang tidak aman tetangganya dari gangguannya (H.R. Bukhari, Muslim) Abu Hurairah berkata: Bersabda Nabi SAW Siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaklah memuliakan tetangganya. (H.R. Bukhari, Muslim). Orang yang tidur dalam keadaan kenyang sedangkan tetangganya lapar bukanlah umatku. (H.R..) Akhlak lainnya seperti telah disebutkan di atas yang kini mulai pudar adalah menjaga rahasia. Bahkan dalam keseharian kita telah di-

tarbiyah dengan tidak benar oleh berbagai media yang ada. Rumor, gosip, hingga fitnah seakan menjadi menu pendengaran dan penglihatan kita sehari-hari yang disuguhkan media cetak dan elektronik. Untuk itu, kita harus berhati-hati dalam mengkonsumsi berita, baik yang bersumber dari teman, tetangga, atau pun dari berbagai media. Allah telah memperingatkan kita agar hati-hati dalam mendengar dan tidak menyebarkan berita yang berisi aib. Peringatan Allah SWT tersebut berupa adzab di dunia dan akhirat bagi para pelakunya. Allah SWT berfirman, Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka adzab yang pedih di dunia dan di akhirat. (QS An-Nur [24] :19). Menunaikan hak dan etika sesama muslim merupakan ibadah kepada Allah dan sebagai suatu cara mendekatkan diri kepada-Nya, sebab hak dan etika tersebut telah diwajibkan Allah kepada kaum muslim untuk dilaksanakan. Oleh karena itu, hendaknya setiap muslim menerapkan akhlak terhadap sesama muslim tersebut dalam berinteraksi sehari-hari di masyarakat maupun dalam beraktivitas di organisasi atau tempatnya bekerja. Penerapan akhlak yang baik akan membawa kepada sikap dan perilaku saling memahami dan saling memaklumi yang dapat makin memperkokoh Ukhuwah Islamiyah dan memperkokoh pelaksanaan amal jamai dalam mengemban amanah dawah. Wallahu alam. [Swadaya-30] Mimbar @ KotaSantri.com

Non Muslim

1. Selian Manusia

Tumbuhan Hewan

1. Benda Mati

Bumi dan Segala Isinya Benda Luar Angkasa

Secara garis besar fungsi dan tujuan pengamalan akhlak mulia bagi umat manusia adalah :

1. Sebagai pengamalan Syariat Islam Sebagai pengamalan Syariat Islam. Islam sebagai agama rahmat bagi seluruh alam semeste telah ,e,berikan tuntunan prilaku dan etika secar sempurna, sehingga dengan niat karena Allah SWT, pengamalan akhlak yang mulia itu insya Allah akan menjadi ibadah bagi umat islam yang mengamalkanya

1. Sebagai Identias Sebagai Identias, Akhlak mulia ini diperuntukkan oleh Allah kepada manusia yang berakal budi karena dengan tuntunan akhlak yang mulia akanbisa membedakan antara manusia denga hewan

1. Pengatur Tatanan Sosial Akhlak Mulia Sebagai Pengatur Tatanan Sosial berarti dengan pengamalan akhlak mulia yang sudah dicontohkan oleh yang Mulia Saydina Muhammad SAW mengukuhkan bahwa manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah bisa dan lepas dari pengaruh lingkungannya. Dengan akhlak mulia ini tatanan sosial yang terbentuk semakin memberikan makna dan nilai yang tidak saling merugikan

1. Rahmat Bagi Seluruh Alam

Akhlak Mulia Sebagai Rahmat Bagi Seluruh Alam berarti akhlak mulia yang diperuntukkan bagi manusia tidak hanya mengatur tatanan hubungan manusia dengan manusia lainnya tetapi juga hubungan antara manusia dengan makhluk makluk lain selian manusia dan alam sekitarnya

1. Perlindungan Diri dan Hak Azazi Manusia ( HAM ) Akhlak Mulia Sebagai Perlindunagn Diri dan Hak Azazi Manusia ( HAM ) berarti dengan menjalin hubungan yang baik berdasarkan hukum dan syariat agama akan terbentuk hubungan yang saling menghargai dan saling menguntungkan Sepuluh Akhlak Yang Harus Dimiliki Muslim/Muslimah 1. Tidak menyakiti orang lain. Orang Muslim adalah orang yang orang-orang Muslim lainnya selamat dari (keusilan) lidah dan tangannya. Dan orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang Allah atas dirinya H.R. Al-Bukhari dari Abdullah bin Amru. Hadis tersebut menyatakan bahwa Muslim terbaik adalah Muslim yang menunaikan hak-hak kaum Muslimim lainnya dalam menjalankan hak-hak Allah, artinya orang Muslim harus mencegah diri dari menyakiti orang lain. Penyebutan lidah dan tangan adalah manifestasi cara menyakiti orang lain, baik secara verbal maupun fisik. Balas menyakiti orang yang menyakiti kita sebenarnya tidak menjadi masalah, tetapi yang lebih afdal adalah bersabar dan mengharapkan pahala di sisi Allah (Q.S. Al-Ahzaab 58). Manifestasi perilaku tidak menyakiti orang lain adalh dengan :

Tidak menyakiti tetangga ; pesan berinteraksi secara baik dengan tetangga gencar disampaikan melalui peringatan bahwa tetangga adalah salah satu pintu masuk surga dan bahwasanay mereka kelak menjadi saksi kita di akhirat Menjaga mulut Ldah kelak menjadi cambuk siksaan di hari kiamat. Menjaga lidah adalah jalan menuju keselamatan. Semakin banyak berbicara akan semakin banyak tersilap. Oleh karena itu, berpikirlah sebelum berbicara dan jangan berbohong, berkata kasar, ghibah, mengejek, dll. Tidak menyakiti anak-anak Hindari mengejek dan meremehkan anak-anak, pilih kasih dalam memperlakukan mereka, atau mendoakan mereka celaka.

1. Menyingkirkan benda menyakitkan dari jalan Iman itu ada tujuh puluh sekian atau enam pulih sekian cabang. Yang paling utama adalah ucapan laa ilaaha illallaah dan yang paling rendah adalah menyingkirkan benda dari jalanan dan malu termasuk cabang keimanan. H.R.Muslim dari Abu Hurairah r.a. Mneyingkirkan benda yang menyakitkan dari jalan adalah salah satu bentuk manifestasi dzikir yang bisa menjauhkan manusia dari api neraka. 1. Malu. Malu adalah perhiasan wanita yang paling indah dan elok, bahkan merupakan sebagian dari iman dan Nabi SAW sendiri pun terkenal sangat pemalu. Hal ini karena malu menganjurkan kebaikan dan menghindarkan keburukan. Malu mencegah kealpaan untuk bersyukur kepada yang memberi nikmat dan mencegah kelalaian menunaikan hak orang yang memiliki hak. Disamping itu, malu juga mencegah berbuat/berkata kotor demi menghindari celaan dan kecaman. Malu adalah rasa yang membuat seorang mukmin urung melakukan maksiat karena perasaan serba salah jika sampai dilihat oleh Allah. Malu yang berlebihan adalah rasa sungkan yang justru merupakan kelemahan ental dan sering menimbulkan banyak masalah. Sikap keterlaluan perempuan dalam tertutup dan mengurung diri dari pergaulan dengan laki-laki bukanlah rasa malu, melainkan lebih merupakan faktor kesungkanan. Kewajiban dalam rasa malu ada empat:

menutup aurat Berpakaian menahan pandangan matanya Memandang tidak bergaya centil dan manja ketika berbicara Berbicara tidak berdesakan dengan lelaki Pergaulan

1. Santun berbicara. Sesungguhnya seseorang mengatakan satu patah kata yang ia pandang tidak ada masalah. Padahal, sepatah kata itu enyebabkan ia harus mendekam di neraka selama tujuh puluh tahun. (H.R. At-Tirmidzi dari Abu Hurairah r.a) Kesantunan berbicara dimanifestasikan dalam tiga hal :

Berbicara pelan jangan mengeraskan suara diatas volume yang dibutuhkan pendengar karena hal itu tidak sopan dan menyakitkan. Wanita yang bersuara keras menunjukkan ia belum terdidik sempurna dan masih membutuhkan evaluasi panjang dengan dirinya sendiri. Memperhatikan hal inipembicaraan lawan bicara dan tidak menjatuhkan harga dirinya dapat dicapai dengan tersenyum, berbicara sesuatu yang

menjadi perhatian/kesenangan lawan bicara, dan simak lawan bicara dengan penuh perhatian. Tidak memotong pembicaraan

1. Jangan berbohong. Tidak beriman seorang hamba dengan keimanan yang sepenuhnya sampai ia meninggalkan bohong meski dalam bercanda dan meninggalkan perdebatan meskipun dalam posisi benar (H.R. Ahmad dari Abu Hurairah r.a. ) Iman dan kebohongan tidak bisa menyatu dalam hati seorang mukmin. Kebohongan akan mengarah kepada kemunafikan. Keduanya seperti dua sisi mata uang yang bersisian. Tidak ada yang bernama bohong putih atau bohong hitam, kebohongan kecil tetaplah ditulis sebagai kebohongan. Sikap seperti membanggakan diri, bercanda, dan berkelakar juga dapat menjerumuskan kepada kebohongan. Bentuk kebohongan terbesar terhadap Allah adalah kebohongan dalam berniat, berjanji, dan beramal. Bohong yang diperbolehkan adalah bohong untuk mendamaikan dua orang yang bersiteru, bohong dalam perang, dan bohong untuk menyenangkan suami/istri. 1. Tinggalkan perdebatan. Sesungguhnya tadi aku keluar untuk memberitahukan kepada kalian tentang Lailatul Qadar, namun di tengah jalan si Fulan dan Fulan sedang bertengkar mulut, maka dihapuskanlah (pengetahuan tentang itu). Semoga (penghapusan) ini lebih baik bagi Anda sekalian. Telisiklah ia pada malam ketujuh, kesembilan, dan kelima (terakhir bulan Ramadhan) (H.R. Al-Bukhari dari Ubadah bin AshShamit) Rasulullah hendak memberikan kabar gembira mengenai waktu turunnya lailatul qadr secara pasti, tetapi pengetahuan tentang ini dilupakan darinya karena mendengar perdebatan. Berdebat tidak baik karena ia membuka kesempatan kepada syaitan untuk turut melakukan provokasi didalamnya. Debat dapat memunculkan fitnah, keraguan, menghapuskan amalan, mengeraskan hati, melahirkan dendam, dll. Arena yang paling disukai setan adalah permusuhan dimana tiap pihak berusaha untuk menunjukkan aib pihak lain dan menyucikan dirinya sendiri, dan debat dijadikan saran untuk memperoleh kemenangan semu. Dengan meninggalkna debat, itu adalah bukti kepercayaan kepada diri sendiri, keimanan pada manhaj, dan keyakinan kepada Allah SWT. Debat yang diperbolehkan adalah dengan menggunakan argumentasi yang lebih baik dan santun. Bertahan dengan cara yang baik dengan berdiskusi dan memaparkan argumentasi secara santun, sembari meminta maaf dan memaafkan kesalahan ucap. 1. Jangan bakhil (pelit).

Predikat paling buruk yang disandang oleh wanita muslimah adalah jika ia disebut wanita bakhil/pelit. Orang bakhil yang paling bakhil dapat dibagi tiga :

Orang yang bakhil dengan dunia di jala akhirat. Orang yang bakhil pada dirinya sendiri dengan dalih zuhud meninggalkan keduniaan. Orang yang mendengar nama Nabi SAW disebut dihadapannya namun ia tidak bershalawat. Salah satu makar orang bakhil adalah memeluk erat-erat uangnya semasa hidup, namun begitu diambang kematian ia lantas membagibagikan apa yang dimilikinya kepada ahli waris.

Berikut manifestasi yang mengekspresikan sifat tidak bakhil :


Mengeluarkan zakat wajib. Memberikan shadaqah. Menyuguhi tamu. Memberikan hadiah. Satu lagi menifestasi bakhil dalam kehidupan rumah tangga ialah bakhil dengan tidak melontarkan kata-kata manis dan perasaanperasaan mulia, khususnya dengan suami.

1. Tepiskanlah rasa dengki. Surga yang luas disediakan khusus untuk orang-orang yang menahan amarah dan memaafkan manusia. (Ali Imran 133-134). Abu Hamid Al-Ghazali mengatakan dalah Ihya Ulumuddin bahwa, Marah bertempat di hati. Kemarahan yang hebat berarti mendidihnya darah di dalam hati menuntut pembalasan yang merupakan makanan marah dan syahwatnya, dan ia tidak akan tenang kecuali dengan penuntasannya. Dengki didefenisikan sebagai memendam permusuhan di dalam hati dan menunggu-nunggu kesempatan pemuasannya. Muncul ketika merasa muak dan jengkel terhadap seseorang. Dengki akan melahirkan 8 buah kezaliman terhadap orang lain :

Hasud Mencaci maki saat terjadi bala cobaan Mendiamkan Melecehkan, berpaling, menjauh Ghibah Mengolok-olok Menyakiti fisik Menahan kucuran kemurahan (pemberian dan silaturrahim) Jika orang shahih jengkel, maka berbuat adil.

Jika orang budiman jegkel, maka mereka bertindak mulia. Jika orang naif jengkel, mereka bertindak semena-mena. Untuk mencapai status Ash-Shiddiiqiin (orangorang budiman) maka ada tiga tangga yang harus dilalui, yaitu :

Menahan amarah Memaafkan kesalahn manusia Berbuat baik kepada orang yang memusuhi

1. Dilarang iri/hasud Hasud adalah reaksi jiwa dan oenyakit hati yang menganggap nikmat Allah yang diterima seesorang terlalu banyak untuknya sembari mengangan-angankan raibnya kenikmatan tersebut dari mereka. Faktor penyebab diantaranya : Permusuhan, kebencian, kemarahan, kedengkian.

Takabur dan arogan Kegearan pada dunia Ambisi kekuasaan Kebusukan jiwa dan kekerdilan dari kebaikan Hasud adalah senjata makan tuan yang menghasilkan mudarat dunia dan keagamaan.

Orang yang dihasudi justru berada diatas angin sebab ia memperoleh beragam keuntungan dengan kehasudan orang yang menghasudinya, di dunia maupun di akhirat. Obat penyembuh hasud adalah ilmu dan amal. Ilmu : orang alim adalah orang yang tidak hasud pada orang yang lebih tinggi dan tidak melecehkan orang lebih rendah (tingkat keilmuannya). Amal : dengan amal proses pengurungan hasud bisa berjalan dengan sempurna. Pantang terpedaya (Ghurur) Ghurur adalah bentuk kelalaian dan keterpedayaan dan merupakan predikat yang menempel pada setiap penipu. Ghurur memiliki tiga sumber utama:
o

Tertipu oleh angan kehidupan dunia merasa Allah memberinya kehidupan dunia yang melebihi orang lain dan beranggapan karunia tersebut sebagai kelebihan, bukan sebagai kemurahan, dan mungkin mengandung ujian dan cobaan apakah ia bersyukur atau malah kufur. Tertipu oleh janji setan setan senantiasa memberi bisikan yang membesarkan dirinya sehingga tidak lagi peduli pada dosa besar dan kecil.

Tertipu oleh angan ampunan Allah Allah mencela kalangan ahlul kitab, orang munafik, dan pemaksiat atas ilusi dan keterpedayaan mereka

o Ilusi ahlul kitab bahwa dengan kekuatan yang dimiliki, mereka bisa mengalahkan Allah. o Ilusi orang munafik mereka berpikir bahwa di akhirat kelak mereka bisa mengatakan hal yang sama yang pernah mereka katakan kepada kaum mukminin sewaktu di dunia, bahwa mereka bersama-sama kaum mukminin. Akhlak yang mulia memiliki berbagai keutamaan. Ia merupakan bentuk pelaksanaan perintah Allah dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam. Dengan kemuliaan akhlak seorang akan memperoleh ketinggian derajat. Dengan sebab kemuliaan akhlak pula berbagai problema akan menjadi mudah, aib-aib akan tertutupi dan hati manusia akan tunduk dan menyukai sang pemilik akhlak yang mulia ini. Dengan akhlak yang mulia juga, seorang akan terbebas dari pengaruh negatif tindakan jelek orang lain. Dia pandai menunaikan kewajibannya dan melengkapinya dengan hal-hal yang disunnahkan. Sebagaimana ia akan terjauhkan dari akibat buruk sikap tergesa-gesa dan serampangan. Dengan akhlak yang mulia pikiran akan tenteram dan kehidupan terasa nikmat. Tidak diragukan bahwa mengubah kebiasaan memang perkara yang sangat berat dilakukan orang. Meskipun demikian, hal itu bukanlah sesuatu yang tidak mungkin dan mustahil dilakukan. Terdapat banyak jalan dan sarana yang bisa ditempuh oleh manusia untuk bisa menggapai kemuliaan akhlak. Sebagian di antara jalan-jalan tersebut adalah: 1. Memiliki Aqidah yang Selamat Aqidah adalah urusan yang sangat agung dan mulia. Perilaku merupakan hasil dari pikiran dan keyakinan di dalam jiwa. Penyimpangan perilaku biasanya muncul akibat penyimpangan aqidah. Aqidah itulah iman. Sementara orang yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya. Apabila aqidah seseorang baik maka akan baik pula akhlaknya. Sehingga aqidah yang benar akan menuntun pemiliknya untuk bisa memiliki akhlak yang mulia seperti: berlaku jujur, dermawan, lemah lembut, berani, dan lain sebagainya. Sebagaimana kemuliaan akhlak juga akan menghalangi dirinya dari melakukan perilaku-perilaku yang jelek seperti; berdusta, bakhil (pelit), bertindak bodoh, serampangan, dan lain sebagainya. 2. Senantiasa Berdoa Memohon Akhlak Mulia

Doa merupakan pintu (kebaikan) yang sangat agung. Apabila pintu ini telah dibukakan untuk seorang hamba maka berbagai kebaikan pasti akan dia dapatkan dan keberkahan akan tercurah kepadanya. Barangsiapa yang ingin memiliki kemuliaan akhlak dan terbebas dari akhlak yang jelek hendaknya dia mengembalikan urusannya kepada Rabbnya. Hendaknya dia menengadahkan telapak tangannya dengan penuh ketundukan dan perendahan diri kepada-Nya agar Allah melimpahkan kepadanya akhlak yang mulia dan menyingkirkan akhlakakhlak yang buruk darinya. Oleh karena itulah Nabi alaihish shalatu was salam adalah orang yang sangat banyak memohon kepada Rabbnya untuk mengaruniakan kepada beliau kemuliaan akhlak. Beliau biasa memanjatkan permohonan di dalam doa istiftah, Ya Allah tunjukkanlah aku kepada akhlak mulia. Tidak ada yang bisa menunjukkan kepada kemuliaan itu kecuali Engkau. Dan singkirkanlah akhlak yang jelek dari diriku. Tidak ada yang bisa menyingkirkan kejelekan akhlak itu kecuali Engkau. (HR. Muslim: 771). Salah satu doa yang beliau ucapkan juga, Ya Allah, jauhkanlah dari diriku kemungkaran dalam akhlak, hawa nafsu, amal, dan penyakit. (HR. Al Hakim [1/532] dan disahihkan olehnya serta disepakati Adz Dzahabi). Beliau juga berdoa, Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sikap lemah, kemalasan, sifat pengecut, pikun, sifat pelit. Dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian. (HR. Bukhari [7/159] dan Muslim [2706]). 3. Bersungguh-Sungguh/Mujahadah Dalam Memperbaiki Diri Kesungguh-sungguhan akan banyak berguna di dalam upaya untuk mendapatkan hal ini. Sebab kemuliaan akhlak tergolong hidayah yang akan diperoleh oleh seseorang dengan jalan bersungguh-sungguh dalam mendapatkannya. Allah azza wa jalla berfirman yang artinya, Orang-orang yang bersungguh-sungguh di jalan Kami maka akan Kami mudahkan untuknya jalan-jalan menuju keridhaan Kami. Dan sesungguhnya Allah pasti bersama orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al Ankabut: 69). Barangsiapa yang bersungguh-sungguh menundukkan hawa nafsunya untuk bisa berhias diri dengan sifat-sifat keutamaan, serta menundukkannya untuk menyingkirkan akhlak-akhlak yang tercela niscaya dia akan mendapatkan banyak kebaikan dan akan tersingkir darinya kejelekankejelekan. Akhlak ada yang didapatkan secara bawaan dan ada pula yang dimiliki setelah melatih diri dan membiasakannya. Mujahadah tidaklah cukup sekali atau dua kali, namun ia harus dilakukan sepanjang hayat hingga menjelang kematiannya. Allah tabaraka wa taala berfirman yang artinya, Sembahlah Rabbmu hingga datang kematian kepadamu. (QS. Al Hijr: 99). 4. Introspeksi/Muhasabah

Yakni dengan cara mengoreksi diri ketika melakukan akhlak yang tercela dan melatih diri agar tidak terjerumus kembali dalam perilaku akhlak yang tercela itu. Namun hendaknya tidak terlalu berlebihan dalam mengintrospeksi karena hal itu akan menimbulkan patah semangat. 5. Merenungkan Dampak Positif Akhlak yang Mulia Sesungguhnya memikirkan dampak positif dan akibat baik dari segala sesuatu akan memunculkan motivasi yang sangat kuat untuk melakukan dan mewujudkannya. Maka setiap kali hawa nafsu mulai terasa sulit untuk ditundukkan hendaknya ia mengingat-ingat dampak positif tersebut. Hendaknya dia mengingat betapa indah buah dari kesabaran, niscaya pada saat itu nafsunya akan kembali tunduk dan kembali ke jalur ketaatan dengan lapang. Sebab apabila seseorang menginginkan kemuliaan akhlak dan dia menyadari bahwa hal itu merupakan sesuatu yang paling berharga dan perbendaharaan yang paling mahal bagi jiwa manusia niscaya akan terasa mudah baginya untuk menggapainya. 6. Memikirkan Dampak Buruk Akhlak yang Jelek Yaitu dengan memperhatikan baik-baik dampak negatif yang timbul akibat akhlak yang jelek berupa penyesalan yang terus menerus, kesedihan yang berkepanjangan, rasa tidak senang di hati orang lain kepadanya. Dengan demikian seorang akan terdorong untuk mengurangi perilakunya yang buruk dan terpacu untuk memiliki akhlak yang mulia. 7. Tidak Putus Asa untuk Memperbaiki Diri Sebagian orang yang berakhlak jelek mengira bahwa perilakunya sudah tidak mungkin untuk diperbaiki dan mustahil untuk diubah. Sebagian orang ketika berusaha sekali atau beberapa kali untuk memperbaiki dirinya namun menjumpai kegagalan maka dia pun berputus asa. Hingga akhirnya dia tidak mau lagi memperbaiki dirinya. Sikap semacam ini benar-benar tidak layak dimiliki seorang muslim. Dia tidak boleh barang sedikit pun merasa senang dengan kehinaan yang sedang dialaminya lantas tidak mau lagi menempa diri karena menurutnya perubahan keadaan merupakan sesuatu yang mustahil terjadi pada dirinya. Namun semestinya dia memperkuat tekad dan terus berupaya untuk menyempurnakan diri, dan bersungguh-sungguh dalam mengikis aib-aib dirinya. Betapa banyak orang yang berhasil berubah keadaan dirinya, jiwanya menjadi mulia, dan aib-aibnya lambat laun menghilang akibat keseriusannya dalam menempa diri dan kesungguhannya dalam menaklukkan tabiat buruknya. 8. Memiliki Cita-Cita yang Tinggi

Cita-cita tinggi akan melahirkan kesungguhan, memompa semangat untuk maju dan tidak mau tercecer di barisan orang-orang yang rendah dan hina. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, Barangsiapa yang memiliki cita-cita yang tinggi dan jiwanya memiliki kekhusyukan maka dia telah memiliki (sumber) segala akhlak mulia. Sedangkan orang yang rendah cita-citanya dan hawa nafsunya telah melampaui batas maka itu artinya dia telah bersifat dengan setiap akhlak yang rendah dan tercela. Jiwa-jiwa yang mulia tidak merasa ridha kecuali terhadap perkara-perkara yang mulia, tinggi, dan baik dampaknya. Sedangkan jiwa-jiwa yang kerdil dan hina menyukai perkara-perkara yang rendah dan kotor sebagaimana halnya seekor lalat yang senang hinggap di barang-barang yang kotor. Jiwa-jiwa yang mulia tidak akan merasa ridha terhadap kezaliman, perbuatan keji, mencuri, demikian pula tindakan pengkhianatan, sebab jiwanya lebih agung dan lebih mulia daripada harus melakukan itu semua. Sedangkan jiwa-jiwa yang hina justru memiliki karakter yang bertolak belakang dengan sifat-sifat yang mulia itu. 9. Bersabar Sabar merupakan fondasi bangunan kemuliaan akhlak. Kesabaran akan melahirkan ketabahan, menahan amarah, tidak menyakiti, kelemahlembutan dan tidak tergesagesa, dan tidak suka bersikap kasar. 10. Menjaga Kehormatan/Iffah Sifat ini akan membawa pelakunya untuk senantiasa menjauhi perkara-perkara yang rendah dan buruk, baik yang berupa ucapan ataupun perbuatan. Dia akan memiliki rasa malu yang itu merupakan sumber segala kebaikan. Sikap ini akan mencegah dari melakukan perbuatan keji, bakhil, dusta, ghibah maupun namimah/adu domba. 11. Keberanian Hal ini akan membawa pelakunya untuk memiliki jiwa yang tangguh dan mulia. Selain itu keberanian akan menuntun untuk senantiasa mengutamakan akhlak mulia, berusaha untuk mengerahkan kebaikan yang bisa dilakukannya dalam rangka memberikan manfaat kepada orang lain. Keberanian juga akan menggembleng jiwa untuk rela meninggalkan sesuatu yang disukai dan menyingkirkannya. Keberanian akan menuntun kepada sifat suka menahan amarah dan berlaku lembut. 12. Bersikap Adil Sikap adil akan menuntun kepada ketepatan perilaku. Tidak melampaui batas dan tidak meremehkan. Adil akan melahirkan kedermawanan yang berada di antara

sikap boros dan pelit. Adil akan melahirkan sikap tawadhu (rendah hati) yang berada di antara sikap rendah diri dan kesombongan. Adil juga akan melahirkan sikap berani yang berada di antara sikap pengecut dan serampangan. Adil pun akan melahirkan kelemahlembutan yang berada di antara sikap suka marah dengan sifat hina dan menjatuhkan harga diri. 13. Bersikap Ramah dan Menjauhi Bermuka Masam Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Senyummu kepada saudaramu (sesama muslim) adalah sedekah untukmu. (HR. Tirmidzi, disahihkan Al Albani dalam Ash Shahihah: 272). Beliau juga bersabda, Janganlah kamu meremehkan kebaikan meskipun ringan. Walaupun hanya dengan berwajah yang ramah ketika bertemu dengan saudaramu. (HR. Muslim). Senyuman akan mencairkan suasana dan meringankan beban pikiran. Orang yang murah senyum akan ringan dalam menunaikan tanggung jawabnya. Kesulitan baginya merupakan tantangan yang harus dihadapi dengan tenang dan pikiran positif. Berbeda dengan orang yang suka bermuka masam. Dia akan menghadapi segala sesuatu dengan penuh kerepotan dan pandangan yang sempit. Apabila menemui kesulitan maka nyalinya mengecil dan semangatnya menurun. Akhirnya dia mencela kondisi yang ada dan merasa tidak puas dengan ketentuan (takdir) Allah lantas dia pun melarikan diri dari kenyataan. 14. Mudah Memaafkan Mudah memaafkan dan mengabaikan ketidaksantunan orang lain merupakan akhlak orang-orang besar dan mulia. Sikap inilah yang akan melestarikan rasa cinta dan kasih sayang dalam pergaulan. Sikap inilah yang akan bisa memadamkan api permusuhan dan kebencian. Inilah bukti ketinggian budi pekerti seseorang dan sikap yang akan senantiasa mengangkat kedudukannya. 15. Tidak Mudah Melampiaskan Amarah Hilm atau tidak suka marah merupakan akhlak yang sangat mulia. Akhlak yang harus dimiliki oleh setiap orang yang memiliki akal pikiran. Dengan akhlak inilah kehormatan diri akan terpelihara, badan akan terjaga dari gangguan orang lain, dan sanjungan akan mengalir atas kemuliaan perilakunya. Hakikat dari hilm adalah kemampuan mengendalikan diri ketika keinginan untuk melampiaskan kemarahan bergejolak. Bukanlah artinya seorang yang memiliki sifat ini sama sekali tidak pernah marah. Namun tatkala perkara yang memicu kemarahannya terjadi maka ia bisa menguasai dirinya dan meredakan emosinya dengan sikap yang bijaksana. 16. Meninggalkan Orang-Orang Bodoh

Berpaling dari tindakan orang-orang jahil akan menyelamatkan harga diri dan menjaga kehormatan. Jiwanya akan menjadi tenang dan telinganya akan terbebas dari mendengarkan hal-hal yang menyakitkannya. Allah taala berfirman yang artinya, Berikanlah maaf, perintahkan yang maruf, dan berpalinglah dari orangorang yang bodoh. (QS. Al Araaf: 199). Orang Arab mengatakan, Menjauhi kejelekan adalah bagian dari upaya untuk mencari kebaikan. 17. Tidak Suka Mencela Hal ini menunjukkan kemuliaan diri seseorang dan ketinggian cita-citanya. Sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang bijak, Kemuliaan diri yaitu ketika kamu dapat menanggung hal-hal yang tidak menyenangkanmu sebagaimana kamu sanggup menghadapi hal-hal yang memuliakanmu. Diriwayatkan bahwa suatu ketika Khalifah Umar bin Abdul Aziz sedang pergi berangkat ke masjid pada waktu menjelang subuh (waktu sahur, suasana masih gelap). Ketika itu dia berangkat dengan disertai seorang pengawal. Ketika melewati suatu jalan mereka berdua berpapasan dengan seorang lelaki yang tidur di tengah jalan, sehingga Umar pun terpeleset karena tersandung tubuhnya. Maka lelaki itu pun berkata kepada Umar, Kamu ini orang gila ya?. Umar pun menjawab, Bukan.Maka sang pengawal pun merasa geram terhadap sang lelaki. Lantas Umar berkata kepadanya, Ada apa memangnya! Dia hanya bertanya kepadaku, Apakah kamu gila? lalu kujawab bahwa aku bukan orang gila. 18. Mengabaikan Orang yang Berbuat Jelek Kepada Kita Orang yang suka menyakiti tidak perlu ditanggapi. Ini merupakan bukti kemuliaan pribadi dan ketinggian harga diri. Suatu ketika ada orang yang mencaci maki Al Ahnaf bin Qais berulang-ulang namun sama sekali tidak digubris olehnya. Maka si pencela mengatakan, Demi Allah, tidak ada yang menghalanginya untuk membalas celaanku selain kehinaan diriku dalam pandangannya. 19. Melupakan Kelakuan Orang Lain yang Menyakiti Dirinya Yaitu dengan cara anda melupakan orang lain yang pernah melakukan perbuatan buruk kepada anda. Agar hati anda menjadi bersih dan tidak gelisah karena ulahnya. Orang yang terus mengingat-ingat perbuatan jelek saudaranya kepada dirinya maka kecintaan dirinya kepada saudaranya tidak akan bisa bersih (dari kepentingan dunia). Orang yang senantiasa mengenang kejelekan orang lain kepada dirinya niscaya tidak akan bisa merasakan kenikmatan hidup bersama mereka. 20. Mudah Memberikan Maaf dan Membalas Kejelekan Dengan Kebaikan

Hal ini merupakan sebab untuk meraih kedudukan yang tinggi dan derajat yang mulia. Dengan sikap inilah akan didapatkan ketenangan hati, manisnya iman, dan kemuliaan diri. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Tidaklah Allah akan menambahkan kepada seorang hamba dengan sifat pemaaf yang dimilikinya kecuali kemuliaan. (HR. Muslim). Ibnul Qayyim menceritakan, Tidaklah aku melihat orang yang lebih bisa memadukan sifat-sifat ini -berakhlak mulia, pemaaf, dan suka berbuat baik kepada orang lain- daripada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah semoga Allah menyucikan ruhnya- ketika itu sebagian para sahabatnya yang senior mengatakan, Aku sangat ingin bersikap kepada para sahabatku sebagaimana beliau bersikap kepada musuh-musuhnya. Aku tidak pernah melihat beliau mendoakan kejelekan kepada salah seorang di antara musuhnya itu. Bahkan beliau biasa mendoakan kebaikan bagi mereka. [Diangkat dari Al Asbab Al Mufidah li Iktisab Al Akhlaq Al Hamidah karya Muhammad bin Ibrahim Al Hamd] 21. Dermawan Kedermawanan merupakan sifat yang dicintai dan terpuji. Sebagaimana sifat bakhil (pelit) adalah sifat yang tercela dan mengundang kebencian orang lain. Sifat dermawan akan menumbuhkan kecintaan dan menyingkirkan permusuhan. Dengan sifat itulah nama baik akan terjaga dan aib-aib akan tertutupi. Apabila seseorang telah menghiasi dirinya dengan sifat dermawan maka akan sucilah jiwanya. Dengan demikian akan mengangkat dirinya untuk bisa menggapai kemuliaan akhlak, keutamaan yang tinggi. Maka orang yang dermawan amat sangat dekat dengan segala kebaikan dan kebajikan. 22. Melupakan Perbuatan Baiknya Kepada Orang Lain Ini merupakan tingkatan yang tinggi serta mulia. Yaitu dengan cara melupakan kebaikan yang pernah anda lakukan kepada orang lain hingga sepertinya hal itu tidak pernah anda lakukan. Barangsiapa yang ingin meraih kemuliaan akhlak hendaknya dia berusaha melupakan kebaikan yang pernah dilakukannya kepada orang lain. Hal itu supaya dia terbebas dari perasaan berjasa dan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan orang lain. Dan juga supaya dia semakin meningkat menuju kemuliaan akhlak yang lebih tinggi lagi. 23. Merasa Senang Dengan Perlakuan Baik Orang Lain Meski Hanya Sedikit Yaitu dengan menerima kebaikan orang lain meskipun hanya sepele. Dan tidak menuntut mereka untuk membalas kebaikannya dengan persis serupa. Sehingga dia tidak akan menyulitkan orang lain. Allah taala berfirman yang artinya, Berikanlah maaf, perintahkanlah yang maruf dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. (QS. Al-Araaf: 199). Abdullah bin Az-Zubair mengatakan, Allah

memerintahkan Nabinya untuk suka memberikan maaf dan toleransi terhadap kekurangan akhlak orang lain. 24. Mengharapkan Pahala Dari Allah Perkara ini merupakan salah satu sebab utama untuk bisa menggapai akhlak yang mulia. Dengan hal ini orang akan mudah untuk bersabar, beramal dengan sungguhsungguh, dan tabah dalam menghadapi gangguan orang lain. Apabila seorang muslim meyakini bahwa Allah pasti akan membalas kebaikan akhlaknya, niscaya dia akan bersemangat untuk memiliki akhlak-akhlak yang mulia, dan rintangan yang dijumpainya akan terasa ringan. 25. Menjauhi Sebab-Sebab Marah Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, suatu ketika ada seorang lelaki yang datang menemui Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan mengatakan, Wahai Rasulullah! Berikanlah wasiat kepadaku. Maka beliau mengatakan, Jangan marah!. (HR. Bukhari) 26. Menjauhi Perdebatan Perdebatan akan memunculkan permusuhan serta menyisakan perpecahan. Bahkan perdebatan juga terkadang menyebabkan kedustaan. Kalaupun memang terpaksa harus berdebat maka hendaknya berdebat dengan cara yang santun serta didasari niat untuk mencari kebenaran dan menggunakan cara yang lebih baik dan lebih lembut. Allah berfirman yang artinya, Dan debatlah mereka dengan cara yang lebih baik. (QS. An-Nahl: 125). Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Aku menjamin sebuah rumah di surga bagian bawah bagi orang yang meninggalkan perdebatan meskipun dia berada di pihak yang benar. Dan aku menjamin sebuah rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun dalam keadaan bergurau. Dan aku menjamin sebuah rumah di surga yang tinggi bagi orang yang berakhlak baik. (HR. Abu Dawud) 27. Saling Menasihati Agar Berakhlak Baik Yaitu dengan mengingat-ingat keutamaan akhlak mulia dan memberikan peringatan keras dari keburukan akhlak. Dan juga memberikan nasihat kepada orang yang berakhlak buruk agar menghiasi dirinya dengan akhlak yang mulia. Akhlak yang mulia termasuk kebenaran yang harus dipesankan kepada yang lain. Allah taala berfirman yang artinya, Dan mereka saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran. (QS. Al-Ashr: 3).

28. Menerima Nasihat yang Sopan dan Kritikan yang Membangun Hal ini termasuk sebab yang dapat memudahkan untuk bisa memiliki akhlak yang mulia dan mengikis akhlak yang jelek. Bagi orang yang diberi nasihat maka hendaknya dia menerimanya dengan lapang dada. Bahkan sudah semestinya bagi orang-orang yang merindukan kesempurnaan -apalagi yang berkedudukan sebagai pemimpin- untuk meminta saran kepada orang-orang tertentu yang dia percayai untuk mengetahui dan mengoreksi kesalahan dan kekurangan dirinya. Dan hendaknya dia menyambut nasihat dan koreksi yang mereka berikan dengan perasaan senang dan gembira. 29. Menunaikan Tugasnya Dengan Sebaik-Baiknya Dengan melakukan yang demikian dia akan terbebas dari celaan dan kehinaan diri akibat suka mencari-cari alasan demi menutupi kekeliruannya. 30. Mengakui Kesalahan Ini merupakan salah satu ciri akhlak yang mulia dan karakter orang yang memiliki cita-cita yang tinggi. Dengan mengakui kesalahan maka dirinya akan bersih dari tindakan dusta dan suka mengobarkan pertikaian. Karena itulah mengakui kesalahan adalah sebuah keutamaan yang akan mengangkat derajat pelakunya. 31. Senantiasa Bersikap Lemah Lembut dan Tidak Tergesa-Gesa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Sesungguhnya kelembutan tidaklah ada pada sesuatu melainkan pasti akan memperindahnya. Dan tidaklah dia dicabut dari sesuatu melainkan dia akan memperburuknya. (HR. Muslim). Beliau juga bersabda, Sesungguhnya Allah Maha Lembut dan menyukai kelembutan dalam segala urusan. (HR. Bukhari dan Muslim) 32. Rendah hati Kerendahan hati merupakan tanda kebesaran jiwa seseorang, cita-citanya yang tinggi dan merupakan jalan untuk menggapai kemuliaan-kemuliaan. Hal itu merupakan akhlak yang akan mengangkat kedudukan pemiliknya dan membuahkan keridaan orang-orang yang baik dan memiliki keutamaan kepada dirinya. Sehingga hal itu akan memudahkan dan memotivasi dirinya untuk bisa mengambil pelajaran dari siapapun. Dan sifat itulah yang akan menghalangi dirinya dari karakter sombong dan tinggi hati. 33. Mudarah/bersikap ramah

Umat manusia diciptakan untuk berkumpul bukan untuk saling mengasingkan diri. Mereka diciptakan untuk saling mengenal bukan untuk saling memusuhi. Dan mereka juga diciptakan untuk saling menolong bukan untuk mengurusi segala keperluan hidupnya sendirian. Salah satu kebijaksanaan aturan Allah yang dapat menjaga manusia dari sikap saling memutuskan hubungan dan kasih sayang adalah adanya ajaran mudarah yaitu menyikap orang dengan tetap ramah dan sopan. Karena mudarah akan menumbuhkan kedekatan dan kecintaan. Dengannya pendapat yang saling berseberangan akan bisa disatukan dan hati yang saling menjauhi bisa direkatkan. Bentuk mudarah ialah dengan menjumpai orang dalam kondisi yang baik, ucapan yang lembut serta menjauhi sebab-sebab terpicunya kemarahan dan kebencian kecuali dalam kondisi-kondisi tertentu yang menuntut hal itu memang harus ditampakkan. Di antara bentuk mudarah yaitu anda bersikap ramah dan mau duduk bersama orang yang sebenarnya anda musuhi, anda berbicara dengannya dengan santun dan menghormati keberadaannya. Bahkan terkadang dengan mudarah itulah permusuhan akan padam dan berubah menjadi persahabatan. Al-Hasan mengatakan, Pertanyaan yang bagus adalah separuh ilmu. Bersikap mudarah kepada orang lain adalah separuh akal 34. Jujur Kejujuran akan mengantarkan kepada kemuliaan dan membebaskan manusia dari nistanya kedustaan. Selain itu kejujuran pula akan membentengi dirinya dari kejelekan orang lain kepadanya. Sebagaimana ia akan membuatnya memiliki harga diri dan kewibawaan yang tinggi, keberanian dan percaya diri. Sesungguhnya dengan kejujuran itulah orang akan terbimbing menuju kebaikan dan salah satu bentuk kebaikan itu adalah akhlak yang mulia. 35. Menjauhi Sikap Terlalu Banyak Mencela Orang yang Berbuat Jelek Sudah selayaknya orang yang berakal menjauhi sikap berlebihan dalam mencaci orang lain yang berlaku buruk kepadanya. Apalagi jika dia adalah orang yang masih belum mengerti apa-apa. Atau dia adalah orang yang jarang sekali berbuat jelek. Terlalu banyak mencaci akan mengobarkan kemarahan dan mengeraskan tabiat. Orang yang pandai tentu tidak akan mudah mencela setiap kali saudaranya melakukan kekeliruan baik yang kecil ataupun besar. Bahkan sudah semestinya dia mencari alasan untuk bisa memaklumi dan menutupi aibnya tersebut. Kalaupun memang ada sebab yang mengharuskan celaan maka hendaknya dia mencela dengan cara yang baik dan lembut. 36. Tidak Suka Mencaci Maki Orang Lain

Sikap suka mencaci orang akan memicu permusuhan dan membuat gelisah hati dan pikiran. Dan secara otomatis akhlaknya akan memburuk akibat kebiasaan yang dilakukannya itu. 37. Memosisikan Diri Sebagaimana Lawannya Dengan pandangan seperti ini maka kita akan mudah memberikan toleransi atas kesalahan orang lain, sehingga kita akan lebih kuat menahan luapan amarah, dan jauh dari berprasangka buruk kepadanya. Hendaknya kita menyikapi orang lain sebagaimana sikap yang kita sukai dilakukan oleh orang lain kepada kita. 38. Menjadikan Orang Lain Sebagai Cerminan Bagi Dirinya Sendiri Hal ini sangat layak untuk dilakukan oleh setiap individu. Segala ucapan dan perbuatan yang tidak disukainya dari orang lain maka hendaknya dia jauhi. Dan apa saja yang disukainya dari perkara-perkara itu hendaknya dia lakukan. 39. Bersahabat Dengan Orang Baik-Baik yang Berakhlak Mulia Hal ini termasuk sebab terbesar yang akan bisa menempa seseorang agar bisa berakhlak mulia. Persahabatan banyak memberikan pengaruh kepada diri seseorang. Maka sudah semestinya setiap orang mencari teman yang baik dan dapat membantu dirinya dalam berbuat kebaikan dan menghalanginya dari kejelekan. 40. Sering-Sering Mengunjungi Orang yang Berakhlak Mulia Diriwayatkan dari Al-Ahnaf bin Qais, dia mengatakan, Dahulu kami bolak-balik mengunjungi Qais bin Ashim dalam rangka mempelajari sikap lembut (hilm) sebagaimana halnya kami belajar ilmu fikih. Walaupun bisa jadi orang yang berakhlak mulia itu bukan orang yang berilmu tinggi dan hanya orang biasa saja, hendaknya sering mengunjunginya untuk mempelajari akhlaknya. [Diangkat dari Al Asbab Al Mufidah li Iktisab Al Akhlaq Al Hamidah karya Muhammad bin Ibrahim Al Hamd] 41. Memetik Pelajaran dari Orang-Orang yang Bergaul Dengannya Orang yang memiliki ketajaman berpikir dan cita-cita yang mulia tentunya selalu berusaha untuk bisa memetik pelajaran dari setiap orang yang bergaul dengannya. Banyak orang yang dapat mempelajari tentang bagaimana seharusnya menjaga kehormatan dan berakhlak mulia ketika dia menjumpai orang-orang yang justru memiliki perilaku yang buruk dan tercela. Bahkan terkadang orang akan bisa belajar dari perilaku hewan yang dilihatnya.

42. Melatih Diri untuk Tetap Bersikap Adil Ketika Mengalami Sesuatu yang Menyenangkan Sudah semestinya bagi orang yang berakal dan mendambakan akhlak yang mulia untuk berusaha untuk tetap bersikap adil dalam kondisi senang maupun susah. Sebab salah satu adab yang harus dipunyai oleh orang yang terhormat adalah senantiasa berbuat adil dalam kondisi senang ataupun susah. 43. Memahami Kondisi Orang Lain dan Menyesuaikan Dengan Akal Mereka Hal ini merupakan bukti kecermatan orang dalam menilai dan mengatur urusan yang dihadapinya. Dan hal ini juga menunjukkan tentang baiknya sikap yang dia tempuh dalam memilih sarana kebaikan yang dia gunakan. Dengan sikap semacam ini maka seorang akan mudah menggapai keluhuran akhlak dan akan disenangi oleh orang lain. Manusia yang dihadapi itu beraneka ragam, oleh sebab itu masingmasing perlu disikapi dengan sikap yang tepat dan sesuai dengan kondisi orang yang bersangkutan. Tentu saja dengan batasan, selama hal itu tidak menyebabkan kebenaran dicampakkan dan kebatilan dipertahankan. 44. Menjaga Adab Berbicara dan Adab Majelis Di antara adab yang harus diperhatikan adalah mendengarkan dengan baik ketika orang lain berbicara. Jangan memotong pembicaraannya sebelum selesai, langsung mendustakannya, atau meremehkannya, atau terburu-buru melengkapi ucapannya yang dianggap kurang sempurna. Selain itu hendaknya juga dijauhi membicarakan tentang diri sendiri dalam rangka membangga-banggakan dirinya di hadapan orang. Hendaknya juga tidak mudah-mudah melontarkan komentar terhadap pembicaraan orang lain. Atau memberikan celaan secara merata kepada setiap orang. Atau mengulang-ulang pembicaraan tanpa ada faktor yang menuntut hal itu harus dilakukan. Termasuk sikap yang harus dijauhi adalah bertanya berlebihan atau terlalu berdalam-dalam dalam menanyakan suatu perkara tanpa keperluan. Selain itu hendaknya berbicara dengan menyesuaikan kondisi atau konteks pembicaraan. Hendaknya bersikap rendah hati terhadap orang yang diajak bicara. Begitu pula hendaknya mengucapkan salam ketika masuk ke dalam majelis atau ketika meninggalkannya. Tidak menyuruh orang lain yang sedang duduk untuk berdiri kemudian dia duduk di tempat tersebut. Tidak duduk di antara dua orang yang berdekatan kecuali dengan izin keduanya. Dan adab-adab yang lainnya. 45. Menjaga Shalat Memelihara shalat adalah sebab yang sangat agung untuk menggapai akhlak yang mulia, wajah yang berseri-seri dan jiwa yang tenang serta akan menjauhkan dari

sifat-sifat rendah dan hina. Sebagaimana shalat juga dapat menghalangi pelakunya dari melakukan perbuatan yang keji dan mungkar. Dengan melakukan shalat secara benar maka akhlak yang buruk akan dapat dikendalikan. Shalat akan dapat menyembuhkan penyakit-penyakit hati semacam: pelit, dengki, suka mengeluh dan mencela, dan lain sebagainya. 46. Berpuasa Melakukan puasa akan menyucikan jiwa. Puasa akan memperbaiki perilaku. Puasa akan menumbuhkan berbagai akhlak yang mulia dan terpuji semacam: penyayang, dermawan, suka berbuat baik, menyambung persaudaraan, bermuka ramah, dan lain sebagainya. Puasa akan meningkatkan cita-cita di dalam hati dan mengokohkan tekad serta mewujudkan ketenteraman. Puasa merupakan ajang untuk melatih diri menanggung sesuatu yang tidak disenangi oleh nafsu. Sebuah media untuk memanajemen diri. Puasa juga akan menggerakkan diri menuju kebaikan dan mengekang pelakunya dari perbuatan buruk. 47. Membaca Al-Quran Dengan Merenungkan Isinya Al-Quran mengandung petunjuk dan cahaya. Ia merupakan pedoman akhlak yang paling utama. Ia akan menuntun kepada kebenaran dan kebaikan. Kemuliaan akhlak merupakan bagian dari kebaikan yang ditunjukkan oleh al-Quran. Bahkan di dalamnya terdapat ayat yang merangkum berbagai macam akhlak yang mulia yaitu firman-Nya yang artinya, Jadilah pemaaf, perintahkan yang maruf, dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh. (QS. Al-Araaf: 199). Al-Quran akan mendorong jiwa manusia untuk memiliki berbagai sifat kesempurnaan dan mengisinya dengan cita-cita yang agung. 48. Menyucikan Jiwa Dengan Melakukan Ketaatan Menyucikan jiwa dengan senantiasa melakukan ketaatan kepada Allah adalah sarana terbesar untuk meraih akhlak yang mulia. Allah berfirman yang artinya, Sungguh beruntung orang-orang yang membersihkan jiwanya. (QS. Asy-Syams: 9). 49. Senantiasa Menyimpan Rasa Malu Rasa malu akan menjaga diri agar tidak melakukan perbuatan buruk dan mendorongnya untuk senantiasa melakukan kebaikan. Apabila seseorang menghiasi diri dengan sifat ini maka dia akan terpacu untuk meraih keutamaan-keutamaan dan terhambat dari perbuatan-perbuatan yang rendah dan hina. Rasa malu akan senantiasa melahirkan kebaikan. Ia merupakan bagian penting dari keimanan. Nabi

shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Rasa malu tidaklah memunculkan kecuali kebaikan. (HR. Bukhari dan Muslim). Beliau juga menyatakan, Rasa malu adalah cabang keimanan. (HR. Ibnu Majah). Beliau juga bersabda, Salah satu ucapan pertama kali yang diperoleh manusia dari ajaran para nabi terdahulu adalah jika kamu tidak malu berbuatlah sesukamu. (HR. Bukhari dan Muslim). 50. Menebarkan Salam Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Dan kalian tidak akan beriman (dengan sempurna) kecuali kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian, sesuatu yang apabila kalian lakukan maka kalian akan saling mencintai, yaitu sebarkanlah salam di antara sesama kalian. (HR. Muslim). Umar bin Khattab mengatakan, Salah satu sebab yang akan memurnikan rasa suka saudaramu kepadamu ialah kamu selalu berusaha memulai mengucapkan salam kepadanya apabila bersua. Hendaknya kamu memanggilnya dengan panggilan yang paling disukai olehnya. Kamu lapangkan tempat duduk untuk menyambut kehadirannya. 51. Selalu Memperhatikan Perjalanan Hidup Nabi Kisah perjalanan hidup Nabi akan menyajikan di hadapan pembacanya suatu gambaran yang indah mengenai petunjuk yang paling baik dan akhlak yang paling mulia untuk diterapkan oleh segenap umat manusia. 52. Selalu Memperhatikan Perjalanan Hidup Para Sahabat Para sahabat adalah orang-orang yang mewarisi petunjuk Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan juga akhlaknya. Dengan melihat kisah perjalanan hidup mereka akan dapat memacu jiwa untuk meneladani dan meniru kebaikan-kebaikan mereka. 53. Membaca Sejarah Hidup Orang-Orang yang Memiliki Keutamaan Betapa sering orang terpacu dan bertekad kuat untuk memperbaiki akhlaknya karena membaca teladan perjalanan hidup orang-orang yang mulia. Karena dengan membaca biografi dan kisah perjalanan hidup mereka akan menggerakkan jiwa untuk meniru dan meneladani kebaikan mereka. 54. Membaca Buku-Buku Tentang Sifat-Sifat Baik dan Akhlak Dengan membaca buku-buku semacam itu maka orang akan selalu teringat dan terpacu untuk berakhlak mulia. Begitu pula sebaliknya, dia akan berusaha untuk

menjauhi akhlak-akhlak yang tercela. Buku-buku seperti ini banyak sekali, di antaranya adalah: 1. 2. 3. 4. 5. Syamail Muhammadiyah karya At-Tirmidzi Kitab Adab yang ada di dalam kitab-kitab Sahih dan Sunan Adabu Dunya wa Din karya Al-Mawardi Raudhatul Uqala wa Nuzhatul Fudhala karya Ibnu Hiban Dan lain-lain

55. Membaca Kata-Kata Bijak dari Ulama Terdahulu Hikmah/kata-kata bijak adalah ucapan yang diriwayatkan dari ulama terdahulu, singkat akan tetapi membawa pengaruh yang dalam. Kata-kata bijak (hikmah) akan mendorong untuk berakhlak yang mulia dan memandunya dalam melangkah. Qais bin Ashim suatu ketika pernah ditanya, Apa yang mendorong kaummu menjadikanmu sebagai pemimpin?. Beliau menjawab, Karena tidak suka menyakiti, suka memberi, dan berjuang membela (agama) Allah. 56. Mengenal Ungkapan dan Perumpamaan yang Indah Ungkapan dan perumpamaan-perumpamaan yang indah memiliki pengaruh kuat terhadap jiwa manusia. Ia akan membangkitkan semangat untuk beramal dan memperhalus perilakunya. Perumpamaan tidak susah untuk dihafal dan mudah untuk dipahami. Ia mudah untuk diselipkan dalam suasana serius dengan sedikit bercanda. Dengan kata-kata yang ringkas orang lain akan mudah mengambil pelajaran dan terpacu untuk memperbaiki diri. [Diangkat dari Al Asbab Al Mufidah li Iktisab Al Akhlaq Al Hamidah karya Muhammad bin Ibrahim Al Hamd] Etika Berbeda Pendapat Di saat berbeda pendapat baik dalam suatu majelis atau bukan, sebagai seorang muslim kita berupaya untuk ikhlas dan mencari yang haq serta melepaskan diri dari nafsu dan juga menghindari sikap show (ingin tampil) dan membela diri dan nafsu. Seorang muslim haruslah mengembalikan perkara yang diperselisihkan kepada Kitab Al-Quran dan Sunnah. Karena Alloh Subhaanahu wa Taala telah berfirman, yang artinya: Dan jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Alloh (Kitab) dan Rasul. (QS: An-Nisa: 59). Seorang muslim berupaya berbaik sangka kepada orang yang berbeda pendapat dengan kita dan tidak menuduh buruk niatnya, mencela dan menganggapnya cacat. Sebisa mungkin berusaha untuk tidak memperuncing perselisihan, yaitu dengan cara

menafsirkan pendapat yang keluar dari lawan atau yang dinisbatkan kepadanya dengan tafsiran yang baik. Seorang muslim berusaha sebisa mungkin untuk tidak mudah menyalahkan orang lain, kecuali sesudah penelitian yang dalam dan difikirkan secara matang. Berlapang dada di dalam menerima kritikan yang ditujukan kepada anda atau catatancatatang yang dialamatkan kepada anda.Sedapat mungkin menghindari permasalahan-permasalahan khilafiyah dan fitnah. Berpegang teguh dengan etika berdialog dan menghindari perdebatan, bantah-membantah dan kasar menghadapi lawan. Keutamaan Akhlaq Yang Baik Syaikh Salim bin Ied Al Hilali menyebutkan keutamaan-keutamaan akhlaq yang mulia yaitu: 1. Akhlaq yang mulia merupakan penyebab masuknya orang yang memiliki akhlaq yang mulia tersebut ke dalam Jannah Nabi Shollollohu alaihi wa Sallam bersabda yang artinya Saya adalah penjamin bagi orang yang meninggalkan mira (debat kusir) meskipun ia ada dipihak yang benar dengan mendapatkan rumah di jannah terendah dan bagi orang yang baik akhlaqnya akan mendapatkan rumah di jannah yang tertinggi (Hadits riwayat Abu Daud/4800, Al Mizzi dalam Tahdzibul Kamal, dengan sanad yang hasan) Hadits lainnya yaitu dari Abu Huroiroh Rodliyallohu anhu bahwasannya Rosululloh Shollollohu alaihi wa Sallam pernah ditanya tentang perbuatan yang menyebabkan banyak manusia yang masuk Jannah, maka beliau menjawab yang artinya Takwa kepada Alloh dan akhlaq yang baik, beliau ditanya pula tentang penyebab yang menjadikan banyak manusia masuk neraka, maka beliau menjawab mulut dan kemaluan (Diriwayatkan Tirmidzi (2003), Ibnu Majah (4246), Ahmad (2/291, 392, 442), Ibnu Hibban (Mawarid, 1923), Al Baghowi (Maalim At Tanziil, 4/377 dan Syarhu As Sunnah 13/79-80, Al Khoroithi (Makarimul Akhlaq hal. 10), dan Bukhori (Al Adab Al Mufrod, 442). Sanad hadits ini hasan 1. Akhlaq yang mulia merupakan penyebab seorang hamba dicintai Alloh Rosululloh Shollollohu alaihi wa Sallam bersabda yang artinya Hamba-hamba Alloh yang paling dicintai-Nya adalah yang paling baik akhlaqnya diantara mereka (Hadits riwayat Thabrani (471) dan Hakim (4/399-401)

1. Akhlaq yang mulia merupakan penyebab seorang hamba dicintai Rosululloh Shollollohu alaihi wa Sallam. Beliau Shollollohu alaihi wa Sallam bersabda yang artinya Sesungguhnya yang paling aku cintai diantara kalian dan yang paling dekat dengan majelisnya dariku di hari kiamat adalah yang paling baik akhlaqnya diantara kalian (Hadits riwayat Tirmidzi (2018) dengan sanad yang hasan, dan memiliki penguat yang diriwayatkan Imam Ahmad (2/189) dengan sanad yang shohih, sehingga kesimpulannya hadits ini shohih lighoirihi) 1. Akhlaq yang mulia mendapatkan timbangan yang paling berat di hari kiamat Rosululloh Shollollohu alaihi wa Sallam bersabda yang artinya Sesuatu yang paling berat dalam timbangan seorang mukmin di hari kiamat adalah akhlaq yang baik (Hadits riwayat Abu Daud (4799), Ahmad (6/446-448), Ibnu Hibban (481) dan selain mereka) 2. Akhlaq yang mulia meninggikan derajat seseorang di sisi Alloh Rosululloh Shollollohu alaihi wa Sallam bersabda yang artinya Sesungguhnya seseorang itu dengan sebab akhlaqnya yang baik, sungguh akan mencapai derajat orang yang sholat malam dan shaum di siang hari (Hadits shohih riwayat Abu Daud (4798), Hakim (1/60) dan selainnya). Beliau Shollollohu alaihi wa Sallam juga bersabda yang artinya Sesungguhnya seorang muslim yang dibimbing lurus (oleh Alloh) benar-benar akan mencapai derajat ahli shaum dan ahli ibadah (sholat) yang selalu melantunkan ayat-ayat Alloh disebabkan karakternya yang mulia dan akhlaqnya yang baik. (Hadits shohih riwayat Ahmad (2/17 dan 220)) 1. Akhlaq yang mulia merupakan sebaik-baik amalan manusia Rosululloh Shollollohu alaihi wa Sallam bersabda yang artinya Wahai Abu Dzar, maukah aku tunjukkan kepadamu dua hal ; keduanya itu sangat ringan dipikul dan sangat berat dalam timbangan dibandingkan selain keduanya? Abu Dzar menjawab, Tentu wahai Rosululloh., beliau bersabda, Engkau harus berakhlaq yang baik dan harus banyak diam, demi yang jiwaku berada ditanganNya, tidak ada amalan manusia yang menyamai keduanya. (diriwatkan oleh Ibnu Abi Dunya dalam As Shamt (112 dan 554), Al Bazzar (Kasyful Atsar, 4/220) dan lain-lain. Hadits ini derajatnya hasan 1. Akhlaq yang mulia menambah umur 2. Akhlaq yang mulia menjadikan rumah makmur Rosululloh Shollollohu alaihi wa Sallam bersabda yang artinya Akhlaq yang baik dan bertetangga yang baik, keduanya menjadikan rumah makmur dan menambah umur (hadits shohih riwayat Ahmad, 6/159)

Sifat-sifat dan Akhlaq Seorang Muslim Di antara ciri-ciri akhlaq yang seharusnya dimiliki oleh seorang muslimn supaya dia menjadi seorang muslim yang benar dan komitmen dengan akhlaq mulia adalah sebagai berikut: 1. Bersifat wara dari melakukan perkara-perkara yang syubhat. Seorang muslim harus menjauhkan diri dari segala perkara yang dilarang oleh Allah dan juga perkara-perkara yang samar-samar antara yang halal dan yang haram (syubhat) berdasarkan hadits Rasulullah saw yang berbunyi: Sesungguhnya yang halal itu nyata (terang) dan haram itu nyata (terang) dan di antara keduanya ada perkara-perkara yang syubhat, yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Maka barangsiapa yang memelihara (dirinya dari) segala yang syubhat, sesungguhnya dia telah memelihara agamanya dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang jatuh ke dalam syubhat, jatuhlah ia ke dalam yang haram, seperti seorang penggembala yang menggembala di sekeliling kawasan larangan, hampir saja (ternaknya) makan di dalamnya. Ketahuilah bahwa bagi tiap-tiap raja ada kawasan larangan. Ketahuilah bahwa larangan Allah ialah segala yang diharamkannya. Ketahuilah! Bahwa di dalam badan ada segumpal daging, apabila ia baik, baiklah badan seluruhnya dan apabila ia rusak, rusaklah seluruhnya. Ketahuilah! Itulah yang dikatakan hati. (Bukhari dan Muslim). Adapun tingkat pencapaian derajat wara adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Rasulullah saw di dalam haditsnya: Seorang hamba (Allah) itu tidaklah termasuk di dalam golongan muttaqin (orang yang bertaqwa) sehingga dia meninggalkan sesuatu perkara yang tidak menjadi kesalahan (jika dilakukan tetapi ia meninggalkannya) karena sikap berhati-hati dari terjerumus ke dalam kesalahan. (Tirmizi, Ibn Majah dan AlHakim dan Tirmizi berkata: Hadits ini Hassan) 2. Memelihara Penglihatan Seseorang muslim itu mestilah memelihara dirinya dari melihat perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah karena pandangan terhadap sesuatu (yang menarik itu) dapat merangsang syahwat dan merupakan faktor yang membawanya terjerumus pada pelanggaran dan maksiat.

Sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran mengingatkan bahwa orang-orang mukmin supaya memelihara diri dari penglihatan yang tidak memberi faedah. Allah SWT berfirman: Katakanlah (wahai Muhammad) kepada orang-orang lelaki yang beriman supaya mereka menjaga pandangan mereka (daripada memandang yang haram). (An-Nur:30). Rasulullah saw juga bersabda: Pandangan itu adalah salah satu panah dari panahan iblis. (Al-Hakim dan AtThabrani) Rasulullah saw juga mengingatkan: Kamu hendaklah memelihara pandangan kamu, menjaga kehormatan (kemaluan) kamu atau Allah akan memburukkan muka kamu. (At-Thabrani). 3. Memelihara Lidah: Seorang muslim mesti memelihara lidahnya dari menuturkan kata-kata yang tidak berfaedah, perbuatan-perbuatan yang buruk dan kotor, ucapan-ucapan kosong, mengumpat, keji dan mengadu domba. Imam Nawawi mengatakan: Ketahuilah, seseorang mukallaf itu sewajarnya menjaga lidahnya dari ucapan yang tidak bermanfaat kecuali percakapan yang menghasilkan kebaikan. Apabila bercakap dan berdiam diri adalah sama saja hasilnya maka mengikut sunnahnya adalah lebih baik berdiam diri karena percakapan yang diharuskan mungkin membawa kepada yang haram atau makruh. Kejadian demikian telah banyak berlaku tetapi kebaikan darinya adalah jarang. Sebenarnya banyak dari hadits-hadits Rasulullah saw yang menerangkan keburukan dan bencana lidah bagi pemiliknya: Seperti hadits nabi saw: Tidaklah dijerumuskan muka manusia ke dalam neraka kecuali sebagai hasil dari jelek lidahnya. (At-Tirmizi). Rasulullah saw juga bersabda: Bukanlah dianggap seorang mukmin (jika) yang suka menuduh, suka melaknat, berkata kotor dan keji. (At-Tirmizi). Beliau juga bersabda:

Barangsiapa yang banyak bicara maka akan banyak kesalahannya, dan barangsiapa yang banyak kesalahannya maka akan banyak dosanya dan barangsiapa yang banyak dosanya, api nerakalah paling layak untuk dirinya.(Baihaqi). 4. Bersifat Pemalu: Seseorang muslim mestilah bersifat pemalu dalam setiap keadaan. Namun demikian sifat tersebut tidak seharusnya menghalanginya dari mengucapkan kebenaran. Di antara sifat pemalu seseorang ialah ia tidak masuk mencampuri urusan orang lain, memelihara pandangan, merendah diri, tidak meninggikan suara ketika berbicara Diceritakan dari Rasulullah saw bahwa beliau adalah seorang yang sangat pemalu, lebih pemalu dari anak gadis yang berada di balik tabir. Rasulullah saw bersabda: Iman itu mempunyai tujuh puluh cabang atau enam puluh cabang, maka yang paling utama ialah ucapan Lailaha Illallah (Tidak ada tuhan yang sebenarnya melainkan Allah) dan yang paling rendah ialah membuang duri dari jalan dan sifat malu ialah satu cabang dari iman. (Baihaqi). Para ulama juga berkata: Hakikat malu itu ialah sifat yang menggerakkan seseorang meninggalkan kejahatan dan menghalanginya dari mengacuhkan hak orang lain 5. Bersifat Lemah-lembut dan Sabar Di antara sifat-sifat yang paling jelas yang wajib tertanam di dalam diri seseorang Muslim ialah sifat sabar dan lemah-lembut, karena kerja untuk Islam akan berhadapan dengan perkara-perkara yang tidak menyenangkan, bahkan di jalan dakwah yang memang penuh dengan kepayahan, penyiksaan, penindasan, tuduhan, ejekan dan tindakan yang memalukan. Semua halangan-halangan ini sering dihadapi oleh para aktivis dakwah Islam, sehingga semangat mereka menjadi pudar, gerakan menjadi lumpuh malah mereka mungkin terus berpaling meninggalkan medan dakwah. Dari keterangan ini jelaslah bahwa tugas dan tanggungjawab seorang dai adalah salah satu tugas yang barat dan amat sukar. Ia bertanggung jawab menyampaikan dakwah kepada seluruh lapisan manusia yang berbeda kebiasaan, taraf pemikiran dan tabiatnya. Dan seorang dai akan terus menyampaikan dakwahnya kepada orang-orang jahil dan orang alim, orang yang berpikiran terbuka dan orang yang emosional (sensitif), orang yang mudah menerima dan orang yang keras kepala, orang yang tenang dan orang yang mudah tersinggung. Namun demikian, seorang dai wajib menyampaikan dakwah kepada semua golongan itu sesuai dengan kadar kemampuan penerimaan akal mereka. Dan berusaha

menguasai dan memasuki jiwa mereka seluruhnya. Semua ini sudah pasti memerlukan kekuatan dari kesabaran yang tinggi, ketabahan dan lemah lembut. Oleh itu kita dapati banyak ayat-ayat Al-Quran dan hadits Nabi menganjurkan dan mengarahkan agar seseorang dai itu berakhlaq dengan sifat sabar, lemah-lembut dan berhati-hati. A. Arahan-arahan Dari Al-Quran: Di antara arahan-arahan Al-Quran ialah: Allah berfirman: Dalam pada itu (ingatlah), orang yang bersabar dan memaafkan (kesalahan orang terhadapnya), sesungguhnya yang demikian itu adalah dari perkaraperkara yang dikehendaki diambil berat (melakukannya). (Asy-Syura:43). Allah Berfirman: Oleh itu biarkanlah (golongan kafir yang mendustakan kamu itu wahai Muhammad) serta layanilah mereka dengan cara yang baik (Al-Hijr:85). Allah berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang bersabar saja yang akan disempurnakan pahala mereka dengan tidak terkira. (Az-Zumar:10). Allah Berfirman: Dan (sebaliknya) hendaklah mereka memaafkan serta melupakan kesalahan orang-orang itu, tidakkah kamu suka supaya Allah mengampunkan dosa kamu? (An-Nur 22). Allah Berfirman: Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. ) Al-Furqan, Ayat: 63). B. Nasihat-nasihat nabi saw Rasulullah saw bersabda:

Sesungguhnya seorang hamba itu akan mencapai derajat orang-orang yang berpuasa serta shalat malam dengan sifat lemah lembutnya. (Tirmizi dari Aisyah dan Abdul Qadir al-Arnaut berkata: Sanadnya sahih) Rasulullah saw juga bersabda: Maukah aku beritahukan kepadamu suatu perkara yang dengannya Allah akan memuliakan kedudukanmu dan mengangkatnya kepada beberapa derajat yang tinggi?. Mereka menjawab: Ya! Beliau bersabda: Berlemahlembut lah kamu terhadap orang jahil, maafkanlah orang yang menzhalimi kamu, luaskanlah pemberian kepada orang yang menahan pemberiannya kepadamu dan sambung lah hubungan silaturahim terhadap orang yang memutuskannya terhadap kamu. (At-Thabrani dan Al-Bazzar) Rasulullah saw juga bersabda: Apabila Allah SWT menghimpunkan makhluk-Nya di hari Kiamat, penyeru pada hari itu menyeru: Di manakah orang-orang yang mempunyai keistimewaan. Beliau bersabda: Lalu bangun segolongan manusia dan bilangan mereka adalah sedikit. Mereka semua bergerak dengan cepat memasuki surga lalu disambut oleh para malaikat. Kemudian mereka ditanya: Apakah keistimewaan kamu? Mereka menjawab: Apabila kami dizhalimi kami bersabar, apabila dilakukan kejahatan kepada kami, kami berlemah-lembut. Lalu dikatakan kepada mereka: Masuklah kamu ke dalam Surga karena ia adalah sebaik-baik ganjaran bagi orang-orang yang beramal. (Al-Baihaqi dalam Syuab al-Iman dan beliau berkata: Terdapat k

You might also like