You are on page 1of 11

Makalah Kurang Energi Kronik (KEK)

KURANG ENERGI KRONIK (KEK)

PENDAHULUAN A. Tujuan 1. Tujuan Umum Adapun tujuan diadakannya pembuatan tugas ini adalah agar para mahasiswa dapat memahami apa sesungguhnya Kurang Energi Kronik (KEK). 2. Tujuan Khusus Diharapkan kepada seluruh mahasiswa setelah mempelajari materi ini agar dapat memahami mengenai : a. Istilah / Pengertian KEK b. Tanda Tanda dan Penyebab KEK c. Pencegahan KEK d. Cara Mengatasi Resiko KEK e. Hal-hal yang perlu diperhatikan f. Deteksi dini Kurang Energi Kronis (KEK)

B. Alokasi Waktu Adapun alokasi waktu yang digunakan adalah : 1. Pendahuluan : 2 Menit

2. Pembahasan / Isi : 10 Menit 3. Penutup : 3 Menit

PEMBAHASAN / ISI 1. Pengertian Istilah KEK atau kurang energi kronik merupakan istilah lain dari Kurang Energi Protein (KEP) yang diperuntukkan untuk wanita yang kurus dan lemak akibat kurang energi yang kronis. Definisi ini diperkenalkan oleh World Health Organization (WHO). Kurang energi kronik merupakan jenis KEP akibat kurang energi yang lebih menonjol dari kurang proteinnya. WHO juga menggunakan istilah kurus untuk KEK ini. Kurus berdasarkan

tingkat keparahannya terbagi menjadi tiga, yaitu kurus tingkat ringan (mild), sedang (moderate), dan berat (severe) atau orang yang kurus sekali. Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita mengalami kekurangan gizi (kalori dan protein) yang berlangsung lama atau menahun. Risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita mempunyai kecenderungan menderita KEK. Seseorang dikatakan menderita risiko KEK bilamana LILA <23,5 cm.

2. Tanda-Tanda a. Lingkar lengan atas sebelah kiri kurang dari 12,5 cm. b. Kurang cekatan dalam bekerja. c. Sering terlihat lemah, letih, lesu, dan lunglai. d. Jika hamil cenderung akan melahirkan anak secara prematur atau jika lahir secara normal bayi yang dilahirkan biasanya berat badan lahirnya rendah atau kurang dari 2.500 gram.

3. Penyebab a. Kemiskinan, sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. b. Ingin kurus demi pekerjaan atau obsesi terhadap tubuh yang kurus.

4. Pencegahan a. Pemberdayaan ekonomi masyarakat sehingga mereka mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka, terutama dalam mencukupi kebutuhan akan makanan bergizi. b. Memberikan pengertian bagi mereka dengan profesi yang menuntut memiliki tubuh kurus tentang bahaya tubuh yang terlalu kurus apalagi jika mereka menguruskan badan dengan cara tidak lazim, seperti anoreksia atau bulimia Pencegahan lainnya adalah : Makan makanan yang bervariasi dan cukup mengandung kalori dan protein termasuk makanan pokok seperti nasi, ubi dan kentang setiap hari dan makanan yang mengandung protein seperti daging, ikan, telur, kacang-kacangan atau susu sekurang-kurangnya sehari sekali. Minyak dari kelapa atau mentega dapat ditambahkan pada makanan untuk meningkatkan pasokan kalori, terutama pada anak-anak atau remaja yang tidak terlalu suka makan. Hanya memberikan ASI kepada bayi sampai usia 6 bulan mengurangi resiko mereka terkena muntah dan mencret

(muntaber) dan menyediakan cukup gizi berimbang. Jika ibu tidak bias atau tidak mau memberikan ASI, sangat penting bagi bayi untuk mendapatkan susu formula untuk bayi yang dibuat dengan air bersih yang aman susu sapi normal tidaklah cukup. Sejak 6 bulan, sebaiknya tetap diberikan Asi tapi juga berikan 3-6 sendok makan variasu makanan termasuk yang mengandung protein. Remaja dan anak2 yang sedang sakit sebaiknya tetap diberikan makanan dan minuman yang cukup. Kurang gizi juga dapat dicegah secara bertahap dengan mencegah cacingan, infeksi, muntaber melalui sanitasi yang baik dan perawatan kesehatan, terutama mencegah cacingan.

5. Cara Mengatasi Resiko KEK Cara Mengetahui Risiko Kekurangan Energi Kronis (Kek) Dengan Menggunakan Pengukuran Lila : a. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) LILA adalah suatu cara untuk mengetahui risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) wanita usia subur termasuk remaja putri. Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi dalam jangka pendek. b. Pengukuran dilakukan dengan pita LILA dan ditandai dengan sentimeter, dengan batas ambang 23,5 cm (batas antara merah dan putih). Apabila tidak tersedia pita LILA dapat digunakan pita sentimeter/metlin yang biasa dipakai penjahit pakaian. Apabila ukuran LILA kurang dari 23,5 cm atau di bagian merah pita LILA, artinya remaja putri mempunyai risiko KEK. Bila remaja putri menderita risiko KEK segera dirujuk ke puskesmas/sarana kesehatan lain untuk mengetahui apakah remaja putri tersebut menderita KEK dengan mengukur IMT. Selain itu remaja putri tersebut harus meningkatkan konsumsi makanan yang beraneka ragam.

6. Hal-hal yang Perlu di Perhatikan Adapun hal-hal yang harus diperhatikan: Pengukuran dilakukan di bagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri. Lengan harus dalam posisi bebas, lengan baju dan otot lengan dalam keadaan tidak tegang atau kencang. Alat pengukur dalam keadaan baik dalam arti tidak kusut atau sudah dilipat-lipat, sehingga permukaannya sudah tidak rata.

7. Deteksi dini Kurang Energi Kronis (KEK) : a. Dilakukan setiap tahun dengan mengukur Lingkar Lengan Kiri Atas (LILA) dengan memakai pita LILA. b. Pada Remaja Putri/Wanita yang LILA-nya <23,5 cm berarti menderita Risiko Kurang Energi Kronis (KEK), yang harus dirujuk ke Puskesmas/ sarana pelayanan kesehatan lain, untuk mendapatkan konseling dan pengobatan. c. Pengukuran LILA dapat dilakukan oleh Remaja Putri atau wanita itu sendiri, kader atau pendidik. Selanjutnya konseling dapat dilakukan oleh petugas gizi di Puskesmas (Pojok Gizi), sarana kesehatan lain atau petugas kesehatan/gizi yang datang ke sekolah, pesantren dan tempat kerja.

PENUTUP Adapun penutup pada pembuatan tugas individu ini adalah kita anjurkan atau evaluasi kepada seluruh mahasiswa bahwa dari penjelasan tadi apakah ada hal atau sesuatu yang kurang jelas atau sesuatu yang ingin ditanyakan.

DAFTAR PUSTAKA www.google.com http://terselubung.cz.cc/

Dr. Suparyanto, M.Kes KURANG ENERGI KRONIS (KEK) PADA IBU HAMIL PENGERTIAN

Menurut Depkes RI (1994) pengukuran LILA pada kelompok wanita usia subur adalah salah satu cara untuk mendeteksi dini yang mudah dan dapat dilaksanakan oleh masyarakat awam, untuk mengetahui kelompok berisiko Kekurangan Energi Kronis (KEK). Kurang Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil adalah kekurangan gizi pada ibu hamil yang berlangsung lama (beberapa bulan atau tahun) (DepKes RI, 1999).

Risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita mempunyai kecenderungan menderita KEK ( Arismas,2009). Ibu KEK adalah ibu yang ukuran LILAnya < 23,5 cm dan dengan salah satu atau beberapa kriteria sebagai berikut : a.Berat badan ibu sebelum hamil < 42 kg. b.Tinggi badan ibu < 145 cm. c.Berat badan ibu pada kehamilan trimester III < 45 kg. d.Indeks masa tubuh (IMT) sebelum hamil < 17,00 e.Ibu menderita anemia (Hb < 11 gr %) (Weni, 2010).

PENGUKURAN STATUS GIZI 1.Pengukuran LILA

Ada beberapa cara untuk dapat digunakan untuk mengetahui status gizi ibu hamil antara lain memantau pertambahan berat badan selama hamil, mengukur LILA, mengukur kadar Hb. Bentuk adan ukuran masa jaringan adala masa tubuh. Contoh ukuran masa jaringan adala LILA, berat badan, dan tebal lemak. Apabila ukuran ini rendah atau kecil, menunjukan keadaan gizi kurang akibat kekurangan energi dan protein yang diderita pada waktu pengukuran dilakukan. Pertambahan otot dan lemak di lengan berlangsung cepat selama tahun pertama kehidupan (Arisman,2009). Lingkaran Lengan Atas (LILA) mencerminkan tumbuh kembang jaringan lemak dan otot yang tidak berpengaruh banyak oleh cairan tubuh. Pengukuran ini berguna untuk skrining malnutrisi protein yang biasanya digunakan oleh DepKes untuk mendeteksi ibu hamil dengan resiko melahirkan BBLR bila LILA < 23,5 cm (Wirjatmadi B, 2007). Pengukuran LILA dimaksudkan untuk mengetahui apakah seseorang menderita Kurang Energi Kronis. Ambang batas LILA WUS dengan risiko KEK di Indonesia adalah 23.5 cm. Apabila ukuran kurang dari 23.5 cm atau dibagian merah pita LILA, artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi lahir rendah ( Arisman, 2007) a.Hal-hal yang perlu diperhatikan dalan pengukuran LILA Pengukuran dilakukan dibagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri. Lengan harus dalam posisi bebas. Lengan baju dan otot lengan dalam keadaan tidak tegang atau kencang. Alat pengukur dalam keadaan baik dalam arti tidak kusut atau sudah dilipat-lipat sehingga permukaannya tidak rata (Arisman, 2007). b.Cara Mengukur LILA Tetapkan posisi bahu dan siku Letakkan pita antara bahu dan siku. Tentukan titik tengah lengan. Lingkaran pita LILA pada tengah lengan. Pita jangan telalu ketat. Pita jangan terlalu longgar. Cara pembacaan skala yang benar. (Arisman, 2007)

1. 2. 3. 4.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

2.Pengukuran Berat Badan


Berat badan merupakan ukuran antropometris yang paling banyak digunakan karena parameter ini mudah dimengerti sekalipun oleh mereka yang buta huruf ( Arisma, 2009). Berat badan adalah satu parameter yang memberikan gambaran masa tubuh. Masa tubuh sangat sensitive terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunya nafsu makan atau menurunnya jumlah makan yang dikonsumsi. Pada prinsipnya ada dua macam timbangan yaitu beam (lever)balance scales dan spring scale. Contoh beam balance ialah dancing, dan spring scale adalah timbangan pegas. Karena pegas mudah melar timbangan jenis spring scsle tidak dianjurkan untuk digunakan berulang kali, apalagi pada lingkungan yang bersuhu panas. Berat badan ideal ibu hamil sebenarnya tidak ada rumusnya, tetapi rumusannya bisa dibuat yaitu dengan dasar penambahan berat ibu hamil tiap minggunya yang dikemukakan oleh para ahli berkisar antara 350-400 gram, kemudian berat badan yang ideal untuk seseorang agar dapat menopang beraktifitas normal yaitu dengan melihat berat badan yang sesuai dengan tinggi badan sebelum hamil, serta umur kehamilan sehingga rumusnya dapat dibuat. Dengan berbekal beberapa rumus ideal tentang berat badan, saya (penulis) dapat kembangkan menjadi rumus berat badan ideal untuk ibu hamil yaitu sebagai berikut : Dimana penjelasannya adalah BBIH adalah Berat Badan Ideal Ibu Hamil yang akan dicari. BBI = ( TB 110) jika TB diatas 160 cm (TB 105 ) jika TB dibawah 160 cm. Berat badan ideal ini merupakan pengembangan dari (TB-100) oleh Broca untuk orang Eropa dan disesuaikan oleh Katsura untuk orang Indonesia. UH adalah Umur kehamilan dalam minggu. Diambil perminggu agar kontrol faktor resiko penambahan berat badan dapat dengan dini diketahui. 0.35 adalah Tambahan berat badan kg per minggunya 350400 gram diambil nilai terendah 350 gram atau 0.35 kg . Dasarnya diambil nilai terendah adalah penambahan berat badan lebih ditekankan pada kualitas (mutu) bukan pada kuantitas (banyaknya) (Supriasa, 2002).

3.Pengukuran Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Disamping itu tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting, karena dengan menghubungkan berat badan terhadap tinggi badan , factor umur dapat dikesampingkan. Ibu hamil pertama sangat membutuhkan perhatian khusus. Pengukuran tinggi badan bermaksud untuk menjadikanya sebagai bahan menentukan status gizi. Status gizi yang ditentukan dengan tinggi badan tergolong untuk mengukur pertumbuhan linier. Pertumbuhan linier adalah pertumbuhan tulang rangka, terutama rangka extrimitas (tungai dan lengan). Untuk tinggi badan peranan tungkai yang dominan. Pengukuran tinggu badan orang dewasa, atau yang sudah bisa berdiri digunakan alat microtoise (baca: mikrotoa) dengan skala maksimal 2 meter dengan ketelitian 0,1 cm. Apabila tidak tersedia mikrotoise dapat digunakan pita fibreglas (pita tukang jahit pakaian) dengan bantuan papan data dan tegak lurus dengan lantai. Pengukuran dengan

pita fibreglass seperti ini harus menggukan alat bantu siku-siku. Persyaratan tempat pemasangan alat adalah didinding harus datar dan rata dan tegak lurus dengan lantai. Dinding yang memiliki banduk di bagian bawah (bisanya pada lantai keramik) tidak bisa digunakan. Hal yang harus diperhatikan saat pemasangan mikrotoise adalah saat sudah terpasang dan direntang maksimal ke lantai harus terbaca pada skala 0 cm. A.Cara Pengukuran Berdiri membelakangi dinding dimana microtoie terpasang dengan posisi siap santai (bukan siap militer), tangan disamping badan terkulai lemas, tumit, betis, pantat, tulang belikat dan kepala menempel di dinding. Pandangan lurus ke depan. Sebagai pegukur harus diperiksa ketentuan ini sebelum membaca hasil pengukuran. Tarik microtiose ke bawah sampai menempel ke kepala. Bagi terukur yang berjilbab agak sedikit ditekan agar pengaruh jilbab bisa diminimalisir. Untuk terukur yang memakai sanggul harus ditanggalkan lebih dahulu atau digeser ke bagia kiri kepala. Saat pengkuran, sandal, dan topi harus dilepas. Baca hasil ukur pada posisi tegak lurus dengan mata (sudut pandang mata dan skala microtoise harus sudut 90 derajat). Pada gambar di atas, apabila terukur lebuh tinggi dai Pengukur, maka pengukur harus menggunakan alat peningi agar posisi baca tegak lurus. Bacaan pada ketelitian 0,1 cm, artinya apabila tinggi terukur 160 cm, harus ditulis 160,0 cm (koma nol harus ditulis). Tinggi badan kurang dari 145 cm atau kurang merupakan salah satu risti pada ibu hamil. Luas panggul ibu dan besar kepala janin mungkin tidak proporsional, dalam hal ini ada dua kemungkinan yang terjadi: a.Panggul ibu sebagai jalan lahir ternyata sempit dengan janin/kepala tidak besar. b.Panggul ukuran normal tetapi anaknya besar/kepala besar. Pada kedua kemungkinan itu, bayi tidak dapat lahir melalui jalan lahir biasa, dan membutuhkan operasi Sesar.

4.Indeks Masa Tumbuh

Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa (usia 18 tahun keatas) merupakan masalah penting, karena selain mempunyai resiko penyakit-penyakit tertentu, juga dapat mempengarui produktif kerja. Laporan FAO /WHO/UNU tahun 1985 menyatakan bahwa batasan berat badan normal orang dewasa ditentukan oleh Body Mass Index (BMI). Di Indonesia istila Body Mass Index diterjemahkan menjadi Indekx Masa Tubuh (IMT) merupakan alat yang sederhana untu memantau status gizi orang dewasa khusunya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang. Berat badan dilihat dari Quatelet atau body mass Index (IMT). Ibu hamil dengan berat badan dibawah normal sering dihubungkan dengan abnormalitas kehamilan, berat badan lahir rendah. Sedangkan berat badan overweight meningkatkan resiko atau terjadi kesulitan dalam persalinan. Indeks massa tubuh (IMT) merupakan rumus matematis yang berkaitan dengan lemak tubuh orang dewasa (Arisman, 2009). Penilaian Indeks Masa Tumbuh diperoleh dengan memperhitungkan berat badan sebelum hamil dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat (Yuni, 2009). Rumus ini hanya cocok diterapkan pada mereka yang berusia antara 19-70 tahun, berstruktur tulang belakang normal, bukan atlet atau binaragawan.

Tabel 2.2 Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan IMT Status Gizi

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

IMT KKP I < 16 KKP II 16,0 -16,9 KKP III 17,0 - 18,4 Normal 18,5 - < 25 Obesitas I 25 - 29,9 Obesitas II 30 40 Obesitas III >40

Sumber: Arisman, 2009 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KURANG ENERGI KRONIS PADA IBU HAMIL 1. Faktor Sosial Ekonomi

Faktor yang berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang adalah tingkat sosial ekonomi (FKM UI, 2007). Ekonomi seseorang mempengaruhi dalam pemilihan makanan yang akan dikonsumsi sehari-harinya. Seseorang dengan ekonomi yang tinggi kemudian hamil maka kemungkinan besar sekali gzi yang dibutuhan tercukupi ditambah lagi adanya pemeriksaan membuat gizi ibu hamil semakin terpantau (Weni,2010). Sosial ekonomi merupakan gambaran tingkat kehidupan seseorang dalam masyarakat yang ditentukan dengan variabel pendapatan, pendidikan dan pekerjaan, karena ini dapat mempengaruhi aspek kehidupan termasuk pemeliharaan kesehatan (Notoatmodjo, 2006).

a.Pendidikan

Pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik (Umar, 2005). Faktor pendidikan mempengaruhi pola makan ibu hamil, tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki lebih baik sehingga bisa memenuhi asupan gizinya (FKM UI, 2007). Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan ibu adalah pendidikan formal ibu yang terakhir yang ditamatkan dan mempunyai ijazah dengan klasifikasi tamat SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi dengan diukur dengan cara dikelompokkan dan dipresentasikan dalam masing-masing klasifikasi (Depdikbud, 1997).

b.Pekerjaan

Pekerjaan adalah sesuatu perbuatan atau melakukan sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah guna untuk kehidupan (Kamus Besar Indonesia, 2008). Ibu yang sedang hamil harus mengurangi beban kerja yang terlalu berat karena akan memberikan dampak kurang baik terhadap kehamilannya (FKM UI, 2007). Kemampuan bekerja selama hamil

dapat dipengaruhi oleh peningkatan berat badan dan perubahan sikap (Benson Ralph C, 2008). Resiko-resiko yang berhubungan dengan pekerjaan selama kehamilan termasuk : 1. Berdiri lebih dari 3 jam sehari. 2. Bekerja pada mesin pabrik terutama jika terjadi banyak getaran atau membutuhkan upaya yang besar untuk mengoperasikannya. 3. Tugas-tugas fisik yang melelahkan seperti mengangkat, mendorong dan membersihkan. 4. Jam kerja yang panjang (Curtis Glade B, 1999 ).

Kriteria pekerjaan dapat dibedakan menjadi buruh/pegawai tidak tetap, swasta, PNS/ABRI, tidak bekerja/ibu rumah tangga (Nursalam, 2001).

c.Pendapatan

Penerimaan baik berupa uang maupun barang, baik dari pihak lain maupun pihak sendiri dari pekerjan atau aktivitas yang kita lakukan dan dengan dinilai sebuah uang atas harga yang berlaku pada saat ini. Pendapatan seorang dapat dikatakan meningkat apabila kebutuhan pokok seorangpun akan meningkat. Suatu kegiatan yang dilakukan untuk menafkahi diri dan keluarganya dimana pekerjaan tersebut tidak ada yang mengatur dan dia bebas karena tidak ada etika yang mengatur. Kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan antara lain tergantung pada besar kecilnya pendapatan keluarga, harga bahan makanan itu sendiri, serta tingkat penggelolaan sumber daya lahan dan pekarangan. Keluarga dengan pendapatan terbatas kemungkinan besar akan kurang dapat memenuhi kebutuhan akan makanannya terutama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuhnya. Tingkat pendapatan dapat menentukan pola makan. Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas hidangan. Semakin banyak mempunyai uang berarti semakin baik makanan yang diperoleh dengan kata lain semakin tinggi penghasilan, semakin besar pula prosentase dari penghasilan tersebut untuk membeli buah, sayuran dan beberapa jenis bahan makanan lainnya (FKM UI, 2007). Berdasarkan survei pendapatan dan pengeluaran rumah tangga tahun 2010 oleh Badan Pusat Statistik, pendapatan untuk pedesaan dibedakan menjadi 3 golongan yaitu :

1. Pendapatan rendah di bawah Rp. 790.000,2. Pendapatan sedang Rp.790.000,- sampai. Rp.1.270.000,3. Pendapatan tinggi di atas Rp. 1.270.000,(www.Informasi Upah Minimum Regional (UMR) Jombang Tahun 2010, 2011) 2.Faktor Jarak Kelahiran

Ibu dikatakan terlalu sering melahirkan bila jaraknya kurang dari 2 tahun. Penelitian menunjukkan bahwa apabila keluarga dapat mengatur jarak antara kelahiran anaknya lebih dari 2 tahun maka anak akan memiliki probabilitas hidup lebih tinggi dan kondisi

anaknya lebih sehat dibanding anak dengan jarak kelahiran dibawah 2 tahun. Jarak melahirkan yang terlalu dekat akan menyebabkan kualitas janin/anak yang rendah dan juga akan merugikan kesehatan ibu. Ibu tidak memperoleh kesempatan untuk memperbaiki tubuhnya sendiri (ibu memerlukan energi yang cukup untuk memulihkan keadaan setelah melahirkan anaknya). Dengan mengandung kembali maka akan menimbulkan masalah gizi ibu dan janin/bayi berikut yang dikandung (Baliwati, 2006). Berbagai penelitian membuktikan bahwa status gizi ibu hamil belum pulih sebelum 2 tahun pasca persalinan sebelumnya, oleh karena itu belum siap untuk kehamilan berikutnya (FKM UI, 2007). Selain itu kesehatan fisik dan rahim ibu yang masih menyusui sehingga dapat mempengaruhi KEK pada ibu hamil. Ibu hamil dengan persalinan terakhir 10 tahun yang lalu seolah-olah menghadapi kehamilan atau persalinan yang pertama lagi. Umur ibu biasanya lebih bertambah tua. Apabila asupan gizi ibu tidak terpenuhi maka dapat mempengaruhi KEK pada ibu hamil.

Kriteria jarak kelahiran dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Resiko rendah ( 2 tahun sampai < 10 tahun). 2. Resiko tinggi (< 2 tahun atau 10 tahun) (Rochjati P, 2003).

3. Faktor Paritas

Paritas (jumlah anak) merupakan keadaan wanita yang berkaitan dengan jumlah anak yang dilahirkan. Paritas juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi ibu hamil. Paritas merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap hasil konsepsi. Perlu diwaspadai karena ibu pernah hamil atau melahirkan anak 4 kali atau lebih, maka kemungkinan banyak akan ditemui keadaan :

1. Kesehatan terganggu : anemia, kurang gizi. 2. Kekendoran pada dinding perut dan dinding rahim.

Kriteria paritas (jumlah anak) dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Partas rendah (< 4x kelahiran). 2. Paritas tinggi ( 4x kelahiran).

Paritas (jumlah anak) merupakan keadaan wanita yang berkaitan dengan jumlah anak yang dilahirkan. Paritas juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi ibu hamil. Paritas merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap hasil konsepsi. Perlu diwaspadai karena ibu pernah hamil atau melahirkan anak 4 kali atau lebih, maka kemungkinan banyak akan ditemui keadaan :

1. Kesehatan terganggu : anemia, kurang gizi. 2. Kekendoran pada dinding perut dan dinding rahim.

Kriteria paritas (jumlah anak) dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Partas rendah (< 4x kelahiran). 2. Paritas tinggi ( 4x kelahiran) (Roechjati P, 2003).

DAFTAR PUSTAKA

1. Alimul, A.H. 2008. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba Medika 2. Alimul, A.H. 2009. Metode Penelitian Kebidanan Teknnik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika 3. Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta 4.

You might also like