You are on page 1of 19

1

TEORI PROBABILITAS
1. DEFINISI PROBABILITAS Perkembangan teori probability atau peluang dimulai sejak abad ketujuh belas yang lalu. Orang-orang yang mempunyai andil dalam perkembangan teori peluang antara lain adalah para matematikawan Perancis bernama Blaise Pascal (1623-1662) dan Pierre Fermat (1601-1665). Mereka menjabarkan peluang secara tepat mengenai permainan judi yang bersangkutan dengan dadu. Selanjutnya berturut-turut muncul berbagai karya ilmiah dari Huygens (1657), J. Bernoulli (1713), De Moivre (1718), serta Bayes (1764). Karya mereka dalam perhitungan peluang berhubungan dengan teori permutasi dan kombinasi dari berbagai macam permainan dadu dan permainan kartu. Perlu diketahui pula bahwasanya perhitungan peluang secara numeric mengenai berbagai macam dadu itu sebelumnya telah dihitung pula oleh Girolamo Cardono (1501-1576) dan Galileo Galilei (1564-1642). Dewasa ini, teori peluang menjadi salah satu alat utama dari statistika dan teori peluang berkait erat, sehingga sulit kalau membicarakan statistic tanpa memahami arti peluang. Pengetahuan mengenai teori peluang dapat memberikan interpretasi terhadap hasil yang diperoleh dalam statistika, karena banyak prosedur statistika menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang diambil dari sampel-sampel yang selalu dipengaruhi oleh variasi acak (variasi random). Dengan bantuan teori peluang variasi acak tersebut dapat ditentukan secara numeric dalam menghasilkan kesimpulan-kesimpulan statistika. Teori peluang itu juga merupakan alat penting dalam bidang rekayasa, sains, obat-obatan, meteorology, fotografi yang berasal dari kapal ruang angkasa, marketing, ramalan gempa bumi, dan tingkah laku manusia.

2. PENDEKATAN PROBABILITAS Tiga macam pendekatan berbeda satu sama lain akan dibicarakan dalam makalah ini. Tiap pendekatan kiranya akan berguna dalam mengaplikasikan teori peluang terhadap persoalan-persoalan praktis.

2.1. Pendekatan frekuensi Pendekatan frekuensi mengenai peluang itu sering pula diinterpretasikan sebagai frekuensi relative terhadap banyaknya proses yang dilakukan berulangulang dalam jumlah besar di bawah kondisi yang sama. Sebagai contoh, bila sekeping uang logam rupiah yang masih baik atau uang logam tersebut masih bersifat equally likely, kemudian ditos 10 kali, maka bisa terjadi bahwa yang muncul 6 kali muka yang bergambarkan garuda dan 4 kali muka yang bertuliskan angka. Peluang muka gambar dalam hal ini 0,6 sedangkan peluang muka angka 0,4. Tetapi, bila eksperimen itu dilakukan n kali dalam jumlah besar dengan syarat tersebut di atas, maka munculnya muka gambar dan angka akan mendekati bilangan yang sangat besar. Jadi bila n bertambah besar, mendekati tak hingga, maka kita mendapatkan peluang gambar dan angka mendekati 0,5. Peluang atau frekuensi relative suatu kejadian yang muncul a kali dalam suatu eksperimen yang dilakukan sebanyak n kali adalah ; nilai yang didekati oleh bila n menjadi tak

hingga disebut limit frekuensi relative dan ditulis dengan lambing : ( ) Perlu ditekankan di sini bahwa pendekatan tersebut hanya berlaku apabila dalam hal n cukup besar. Jika kita hanya mengetos uang logam sebanyak 10 kali, tak dapat secara tepat akan muncul muka gambar 5 kali dan angka 5 kali juga. Tetapi, bila eksperimen itu dilakukan sebanyak kali, maka dapat

diharapkan bahwa munculnya gambar dan angka akan dekat sekali ke 50%. Pendekatan frekuensi relative dari peluang itu tak dapat diterapkan secara langsung terhadap masalah penting lainnya dalam pengertian peluang. Sebagai contoh, masalah peluang sepasang kenalan baru muda-mudi akan melaksanakan perkawinan dalam tempo setahun yang akan dating. Peluang yang diinterpretasikan sebagai frekuensi relative itu disebut a posteriori atau peluang empiric.

2.2. Pendekatan klasik Konsep dasar pendekatan klasik dari peluang adalah setiap peristiwa yang bakal terjadi dari suatu eksperimen mempunyai kesempatan sama untuk terjadi (equally likely outcomes). Sebagai contoh, eksperimen pengetosan uang logam akan terdapat salah satu dari dua peristiwa yang bakal terjadi, ialah muka angka atau gambar, masing-masing mempunyai kesempatan sama untuk muncul. Demikian pula pengetosan sebuah dadu yang berbentuk kubus akan terdapat enam kesempatan sama untuk muncul, masing-masing adalah muka 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Besarnya peluang akan muncul muka dadu bernomor genap adalah sebesar , karena terdapat tiga yang mungkin muncul genap dari seluruh peristiwa yang ada. Secara umum dinyatakan sebagai berikut : apabila peristiwa A dapat terjadi dalam a cara dari seluruh n cara yang berkesempatan sama serta bersifat saling lepas (mutually exclusive), maka peluang peristiwa A akan terjadi ditulis dengan lambing : ( ) serta peluang peristiwa yang bukan A akan terjadi adalah ( )

( ) Hubungan antara peluang terjadinya peristiwa A (disebut sukses) dan peluang terjadinya peristiwa yang bukan A (disebut gagal) adalah secara singkat dapat ditulis ( ) ( ) atau . .

Interpretasi klasik dari peluang itu disebut juga pendekatan a priori. Pendekatan demikian itu akan lebih jelas apabila kita menghadapi conoth persoalan berikut. Contoh : Dari dalam sebuah kantong yang berisi 10 butir kelereng merah dan 20 butir kelereng putih, diambil sebutir secara acak

(random). Berapakah peluang kelereng yang terambil itu berwarna merah ? Penyelesaian : Banyaknya kelereng keseluruhan dalam kantong adalah 10 + 20 = 30. Banyaknya kelereng merah = 10 Peluang mendapatkan sebutir kelereng merah adalah

Peluang mendapatkan sebutir kelereng bukan merah adalah

Jadi,

Rentangan skala peluang suatu peristiwa bergerak dari 0 sampai 1. Sebagai contoh, peluang mendapatkan angka tujuh dalam hal lemparan sebuah dadu kubus adalah 0 yang merupakan kemustahilan. Banyak hal dalam kehidupan sehari-hari peluang itu terletak di antara dua ekstrem 0 dan 1.

2.3. Pendekatan subjektif Walaupun pendekatan frekuensi relative tentang peluang sangat terkenal, pendekatan subjektif atau perseorangan tetap bertahan. Para ahli personalistika memandang peluang sebagai ukuran percaya diri, terutama untuk suatu kejadian khusus dan atau suatu proposisi (pernyataan), misalnya percaya bahwa si X tetap akan menjadi pimpinan setahun mendatang. Pendekatan subjektif menitik beratkan peluangnya di antara 0 dan 1 terhadap suatu peristiwa, sesuai dengan derajat kepercayaan akan terjadinya peristiwa itu. Setiap orang dapat berbeda derajat kepercayaannya terhadap suatu peristiwa, karena tergantung nilai, pengalaman, sikap, dan lain-lain, sesuai dengan apa yang ia miliki baik berbentuk data kualitatif maupun kuantitatif. Akan tetapi, seseorang harus benar-benar berhati-hati dan konsisten dalam memberikan besarnya nilai peluang terhadap suatu peristiwa, kalau tidak, ia akan kehilangan arah dalam memberikan

kesimpulan. Di dalam statistika derajat keyakinan (level of confidence) itu merupakan hal penting dalam memberikan keputusan secara statistika.

3. AKSIOMA PROBABILITAS Dalam suatu eksperimen tertentu, adalah perlu mengaitkan tiap peristiwa A di dalam ruang sampel S dengan sebuah bilangan P(A) yang menunjukkan peluang bahwa A akan terjadi. Agar supaya peluang itu memenuhi definisi secara matematik, maka bilangan P(A) yang terkait itu harus memenuhi tiga aksioma tertentu. Aksioma pertama menyatakan bahwa peluang setiap peristiwa harus merupakan bilangan nonnegative. Contoh : untuk sebarang peristiwa A, ( ) Aksioma kedua menyatakan bahwa jika suatu peristiwa pasti terjadi, maka peluang peristiwa itu adalah 1. Contoh : ( ) Sebelum menyatakan Aksioma 3, akan dibicarakan lebih dulu peluang untuk peristiwa-peristiwa yang saling lepas (disjoint). Jika dua peristiwa A dan B saling lepas, maka peluang terjadinya peristiwa A atau B, ditulis ( sebagai berikut : ( ) ( ) ( ) ) diasumsikan

Sifat penjumlahan (additive) dari dua peristiwa yang saling lepas itu juga berlaku terhadap peristiwa-peristiwa disjoint yang tak hingga (infinite) banyaknya. Apabila sifat penjumlahan itu berlaku untuk peristiwa disjoint yang tak hingga banyaknya, tentu berlaku pula untuk peristiwa-peristiwa disjoint sebanyak hingga (finite). Pertimbangan-pertimbangan tersebut mengarahkan ke aksioma ketiga. Aksioma 3 menyatakan untuk sebarang barisan peristiwa-peristiwa disjoint yang infinite banyaknya seperti A1, A2, ., maka : ( ) ( ) ( ) ( )

Definisi peluang secara matematik sekarang dapat diberikan sebagai berikut : Distribusi peluang, atau dengan singkat peluang, pada suatu ruang sampel S

adalah rincian (spesifikasi) bilangan-bilangan P(A) yang memenuhi aksioma 1, 2, dan 3. Sering pula secara matematik untuk barisan peristiwa disjoint yang infinit banyaknya ialah A1, A2, A3, didefinisikan sebagai peristiwa A1, A2, A3, dan untuk positif. dan i,j merupakan anggota himpunan bilangan bulat

4. KONSEP PENTING DALAM PROBABILITAS 4.1. Eksperimen Konsep penting yang pertama adalah eksperimen statistic atau acak. Di dalam statistic, istilah ini umumnya mengacu pada setiap proses observasi atau pengukuran yang mempunyai lebih dari satu hasil yang mungkin dan di mana ada ketidakpastian tentang hasil mana yang benar-benar akan terwujud. Contoh, pelemparan sekeping mata uang logam,pelemparan sepasang mata dadu, dan pengambilan sebuah kartu dari tumpukan kartu merupakan contohcontoh eksperimen. Dalam hal ini, ada asumsi yang tersirat bahwa dalam melakukan semua eksperimen tersebut telah dipenuhi beberapa syarat, misalnya, bahwa mata uang logam atau mata dadu itu wajar. Hasil dari eksperimen semacam itu dapat berupa gambar atau angka jika mata uang logam dilemparkan, atau salah satu dari angka-angka 1, 2, 3, 4, 5, atau 6 jika mata dadu dilemparkan. Perhatikanlah bahwa hasil-hasil tersebut belum diketahui sebelum eksperimen dilakukan. Tujuan dari eksperimen-eksperimen semacam itu barangkali adalah untuk menetapkan sebuah dalil (misalnya, berapa banyak gambar yang mungkin akan diperoleh dalam satu kali pelemparan, katakanlah, 1.000 mata uang logam?) atau untuk menguji dalil bahwa mata uang logam tersebut wajar (misalnya, apakah anda akan menganggap sebuah mata uang logam itu tidak wajar apabila anda memperoleh hasil 70 gambar dalam pelemparan sebuah mata uang logam sebanyak 100 kali).

4.2. Ruang Sampel Himpunan semua hasil yang mungkin diperoleh dari suatu eksperimen disebut populasi atau ruang sampel. Konsep ruang sampel pertama kali

diperkenalkan oleh Von Mises, seorang pakar matematika dan sekaligus insinyur berkebangsaan Austria, pada tahun 1931. Contoh, pertimbangkanlah sebuah eksperimen pelemparan dua mata uang logam yang wajar. Misalkan H menyatakan gambar dan T menyatakan angka. Jadi, kita akan mendapatkan hasil-hasil sebagai berikut : HH, HT, TH, TT, dimana HH berarti gambar pada pelemparan pertama dan gambar pada pelemparan kedua, HT berarti gambar pada pelemparan pertama dan angka pada pelemparan kedua, dan sebagainya. Dalam contoh ini, keseluruhan hasil, atau ruang sampelatau populasi, adalah 4. Tidak ada lagi hasil yang secara logika mungkin diperoleh.

4.3. Titik Sampel Setiap anggota, atau hasil, di dalam ruang sampel atau populasi disebut titik sampel. Dalam contoh 4.2, masing-masing hasil, yaitu HH, HT, TH, TT merupakan titik sampel.

4.4. Kejadian Kejadian merupakan kumpulan hasil tertentu dan karenanya merupakan himpunan bagian dari ruang sampel. Contoh, misalkan kejadian A adalah peristiwa munculnya satu gambar dan satu angka dalam eksperimen pelemparan mata uang logam. Kita ketahui bahwa hanya hasil HT dan TH saja yang termasuk dalam kejadian A. Misalkan B adalah kejadian bahwa dua gambar muncul dalam pelemparan dua buah mata uang logam. Jadi, jelas bahwa hanya hasil HH saja yang termasuk kejadian B.

5. ATURAN PENGHITUNGAN Apabila kita ingin mengaitkan peristiwa A dalam ruang sampel S dengan bilangan real P(A), maka yang dimaksud bilangan P(A) itu adalah sesuai dengan interpretasi frekuensi relative dengan n cukup besar. Aturan demikian disebut

fungsi himpunan peluang, disingkat menjadi fhp.

Berikut ini beberapa aturan penghitungan yang memberikan sifat-sifat penting lainnya terhadap fungsi himpunan peluang. Teorema 1, untuk setiap peristiwa A, ( ) Teorema 2, ( ) Teorema 3, jika peristiwa-peristiwa A dan B sedemikian hingga ( ) ( ) . ( ) ( ( ) ) ( ) ( ) Teorema 4, untuk setiap peristiwa A, ( ) ( ( ) ( ) ( ) ( ) ) ( ) ( ) , maka ( ).

Teorema 5, jika A dan B merupakan dua peristiwa sebarang, maka

Teorema 6, jika A, B, dan C adalah tiga peristiwa sebarang, maka

6. BERBAGAI HUBUNGAN DALAM PROBABILITAS Peluang terjadinya event sebagai hasil dari satu atau beberapa percobaan mempunyai hubungan sebagai berikut : a. Kejadian yang saling eksklusif Suatu event dikatakan mempunyai hubungan saling eksklusif bila peluang terjadinya suatu event hanya satu dari semua event yang dapat dihasilkan. Kejadian demikian juga disebut kejadian marjinal atau tanpa syarat. Misalnya, pada suatu kelahiran hanya dilahirkan bayi laki-laki atau perempuan dan bila kelahiran bayi laki-laki telah terjadi maka tidak mungkin dilahirkan bayi wanita. b. Kejadian yang tidak saling eksklusif Suatu kejadian dikatakan tidak saling eksklusif bila dalam satu kali percobaan, terdapat adanya dua atau lebih kejadian bersamaan. Misalnya dalam pengambilan satu kartu jack pada tumpukan kartu, dalam satu kartu jack tersebut akan terjadi tidak saling eksklusif bila yang diharapkan adalah jack hati. Namun akan terjadi saling eksklusif bila yang diharapkan kartu jack dan queen secara bersamaan dalam satu kartu.

c. Kejadian independen Dua peristiwa bersifat independen jika terjadinya peristiwa yang satu tidak menghalangi probabilitas terjadinya peristiwa yang lain. Jadi jika peristiwa A dan B bersifat independen, terjadinya A tidak menghalangi probabilitas terjadinya B. d. Kejadian dependen Untuk menggambarkan keterikatan (dependent),misalkan dalam sebuah kotak terdapat 10 gulungan film, dan diketahui bahwa 3 diantaranya rusak. Sebuah gulungan film dipilih dari kotak tersebut. Jelas bahwa peluang memilih gulungan yang rusak adalah 3/10, dan peluang memilih gulungan yang baik adalah 7/10. Kemudian gulungan kedua diambil dari kotak tersebut tanpa mengembalikan gulungan pertama yang diambil. Probabilitas pengambilan berikutnya adalah gulungan rusak tergantung dari apakah gulungan pertama yang dipilih rusak atau tidak. Probabilitas gulungan kedua yang diambil rusak, yaitu 2/9, jika gulungan pertama yang diambil rusak. Dan sebesar 3/9, jika gulungan pertama yang diambil adalah baik.

7. PROBABILITAS BERSYARAT Sebelum menuju ke definisi peluang bersyarat (conditional probability), persoalan berikut ini perlu dipahami terlebih dahulu. Contoh, misalkan dua buah dadu bersisi enam digulingkan dan diperhatikan bahwa T adalah muka dadu-dadu yang muncul berjumlah ganjil. Kita akan menentukan peluang T yang lebih kecil dari 8. Jika kita memisalkan A adalah peristiwa dan B adalah peristiwa bahwa

T adalah ganjil, maka AB adalah peristiwa dengan T sebesar 3, 5, atau 7. Seperti dalam hal mengetos dua dadu, kita dapat menghitung P(AB) dan P(B) sebagai berikut : ( ( ) )

10

Notasi

( | ) disebut peluang bersyarat dari peristiwa A bila ditentukan

bahwa peristiwa B telah terjadi. Bila N(A) menunjukkan banyaknya unsur-unsur dalam peristiwa A, dan N(S) merupakan banyaknya titik sampel dalam ruang sampel S, maka nilai ( ( | ) ( ) ( ) ( ) ) ( ( ) ) ( ( ) )

Pengertian peluang bersyarat itu dapat juga dijelaskan sebagai berikut : Misalkan B adalah sebuah peristiwa sebarang dalam ruang sampel S dengan ketentuan ( ) . Peluang bahwa sebuah peristiwa A terjadi sekaligus

peristiwa B telah terjadi, atau dengan kata lain, peluang bersyarat dari peristiwa A bila ditentukan peristiwa B, ditulis P(A/B) adalah : ( ) ( ( ) )

Definisi 1, peluang bersyarat dari sebuah peristiwa A bila ditentukan bahwa peristiwa B telah terjadi didefinisikan sebagai : ( | )
( ( ) )

dengan ketentuan ( )

Contoh, misalkan ruang sampel suatu eksperimen adalah orang-orang dewasa Indonesia dan B adalah wanita dan A adalah sarjana. Bila seorang sarjana dipilih secara acak, berapakah peluangnya bahwa yang terpilih itu adalah seorang wanita atau ( | ) ? Pada dewasa ini telah diketahui bahwa peluang terpilihnya seorang sarjana adalah 0,26 = P(A), dan peluang terpilihnya seorang wanita sarjana adalah 0,115 = ( ). Dengan diketahuinya A, bahwasanya seorang

sarjana dipilih, peluang dari B, seorang wanita, adalah ( | ) Perlu diperhatikan bahwa P(B/A) adalah tidak sama dengan P(A/B). dalam contoh ini diberikan B (seorang wanita). P(B) = 0,5, peluang dari A(seorang sarjana) adalah : ( | ) ( ( ) )

11

7.1. Peluang bersyarat untuk peristiwa bebas Jika dua peristiwa A dan B saling bebas, maka P(AB) = P(A).P(B). dari sini, jika P(B)>0, sesuai dengan definisi peluang bersyarat maka ( | ) ( ) ( ) ( ) ( )

Dalam kata lain, jika peristiwa-peristiwa A dan B adalah bebas, maka peluang bersyarat dari A bila diketahui bahwa B telah terjadi adalah sama seperti peluang tak bersyarat dari A bila tak terdapat informasi mengenai B. Konversi dari pernyataan ini adalah juga benar. Jika P(A|B) = P(A), maka peristiwa-peristiwa A dan B harus bebas. Demikian pula halnya, jika A dan B merupakan dua peristiwa yang saling bebas dan jika P(A) > 0, maka P(B|A) = P(B). konversinya jika P(B|A) = P(B), maka peristiwa-peristiwa A dan B adalah bebas. Sifat-sifat peluang bersyarat ini untuk peristiwa-peristiwa yang bebas menguatkan interpretasi dari konsep kebebasan.

7.2. Aturan penggandaan untuk peluang bersyarat Dalam sebuah eksperimen yang melibatkan dua peristiwa A dan B yang tidak saling bebas, maka alat baik yang sering digunakan untuk menghitung peluang P(AB) bahwa kedua peristiwa itu akan terjadi, adalah dengan cara mengaplikasikan satu dari dua persamaan berikut : ( ( ) ) ( ) Atau ( ) ( | ) ( | )

Contoh, memilih empat bola. Misalkan empat bola dipilih satu per satu, tanpa pengembalian, dari dalam sebuah kotak yang berisi bola merah sebanyak m dan bola biru sebanyak b ( ). Kita akan menentukan peluang untuk

mendapatkan hasil urutan yang mungkin terjadi adalah merah, biru, merah, biru.

12

Jika kita memisalkan M1 menunjukkan peristiwa bahwa sebuah bola merah akan diperoleh pada penarikan yang ke-j dan misalkan Bj menunjukkan peristiwa bahwa sebuah bola akan diperoleh pada penarikan yang ke-j (j=1,,4), maka ( ) ( ) ( | ) ( | ) ( | )

7.3. Proses stokastik hingga dan diagram pohon Sebuah barisan hingga dari eksperimen-eksperimen dalam hal mana tiap eksperimen mempunyai sebanyak hingga peristiwa yang mungkin terjadi dengan peluang tertentu, disebut proses stokastik (hingga). Cara yang baik

menggambarkan proses tersebut dan cara menghitung peluang untuk sebarang peristiwa adalah dengan jalan diagram pohon seperti contoh berikut. Contoh, misalkan terdapat tiga kotak sebagai berikut : Kotak 1 berisi 10 bola lampu yang mana 4 diantaranya putus. Kotak 2 berisi 6 bola lampu yang mana 1 diantaranya putus. Kotak 3 berisi 8 bola lampu yang mana 3 diantaranya putus. Kita diminta memilih sebuah kotak secara acak dan mengambil sebuah lampu secara acak dari dalam kotak tersebut. Berapakah peluang p bahwa bola yang terambil itu putus. Dalam persoalan itu terdapat dua urutan eksperimen : a. Memilih satu dari 3 kotak yang ada b. Memilih sebuah lampu yang bisa terjadi putus (P) atau tidak putus (T) Diagram pohon berikut ini menggambarkan proses ini dan memberikan peluang tiap cabang dari pohon itu :

13

Peluang bahwa sebarang lintasan yang terjadi dari pohon itu diperoleh dengan jalan mengalikan peluang tiap cabang dari lintasan itu, sebagai contoh peluang memilih kotak I dan kemudian bola lampu putus adalah .

Sekarang karena terdapat tiga lintasan yang berlainan yang mengarah ke sebuah bola lampu putus, jumlah peluang-peluang dari lintasan tersebut merupakan peluang yang ditanyakan :

8. KAIDAH PENGGANDAAN Misalkan seseorang hendak bepergian dari kota A ke kota C dan harus lewat kota B. Dari kota A ke kota B hanya terdapat dua rute yang berlainan, sedangkan dari kota B ke kota C hanya terdapat tiga rute jalan yang berbeda pula. Banyaknya rute yang berlainan yang dapat dilalui orang itu dari kota A ke kota C lewat kota B adalah 2 x 3 = 6 lintasan berlainan. Persoalan tersebut akan menjadi lebih jelas melalui gambar berikut :

Jika dua rute yang pertama dinamakan X1 dan X2, sedangkan untuk tiga rute yang kedua dinamakan y1, y2 dan y3, maka ruang sampel S dari eksperimen itu menjadi pasangan berurutan sebagai berikut : ( ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) )

Sebagai contoh lain, misalkan dua buah dadu digulingkan. Karena tiap dadu terdapat enam peristiwa yang mungkin terjadi, maka banyaknya pasangan peristiwa yang mungkin terjadi adalah 6 x 6 = 36 dari eksperimen tersebut. Aturan pergandaan itu dapat dikembangkan lebih dari dua bagian. Seandainya dari kota C masih mau dilanjutkan ke kota D dalam eksperimen bepergian di atas,

14

sedangkan dari kota C terdapat lima rute yang berlainan ke kota D itu, maka komposisi perjalanan dari kota A ke kota D menjadi 2 x 3 x 5 = 30 lintasan yang berlainan. Secara umum aturan pergandaan itu dinyatakan sebagai berikut : Jika suatu prosedur dapat dibentuk dalam n1 cara yang berlainan, dan jika prosedur berikutnya sebagai prosedur kedua dapat di bentuk dalam n2 cara yang berlainan, dan jika prosedur berikutnya sebagai prosedur ketiga dapat dibentuk dalam n3 cara yang berlainan, dan seterusnya, maka banyaknya cara dengan urutan prosedur seperti tersebut adalah pergandaan n1.n2.n3.

9. DUA KEJADIAN BEBAS Dua peristiwa A dan B terjadi secara bebas (independen) satu sama lain, bila terjadi atau tidak terjadinya salah satu peristiwa tidak berhubungan dan tidak dipengaruhi oleh terjadi atau tidak terjadinya peristiwa yang lain. Di bawah kondisi seperti itu layaklah apabila kita mengasumsikan bahwasanya P(AB) = P(A).P(B). Dengan kata-kata dan asumsi itu menyebutkan bahwa peluang kedua peristiwa A dan B terjadi adalah sama dengan perkalian (produk) masing-masing peluang. Sebagai contoh, misalkan secara bersamaan sekeping uang logam dittos dan sebutir dadu sisi enam digulingkan, maka peluang terjadinya peristiwa A, ialah peluang munculnya muka angka pada uang adalah ; peluang terjadinya peristiwa B, ialah peluang munculnya angka 5 pada sisi dadu adalah 1/6. Dalam eksperimen itu terjadinya peristiwa A tidak terkait atau bebas dengan terjadinya peristiwa B. Peluang simultan terjadinya dua peristiwa A dan B adalah ( ) ( ) ( )

Akan lebih matematis pengertian peristiwa-peristiwa bebas itu bila dinyatakan secara definitive. Definisi 1. Peristiwa A dan B adalah bebas jika dan hanya jika ( ) ( ) ( )

Jika tidak demikian halnya A dan B dinamakan peristiwa tidak bebas atau dependen.

15

Peristiwa-peristiwa yang bebas sering disebut bebas statistic, bebas stokastik, atau bebas dalam pengertian peluang. Tetapi yang banyak dipakai adalah bebas tanpa suatu keterangan bila tak terdapat salah pengertian. Suatu hal yang perlu dicatat bahwa pengertian itu selalu berlaku jika P(A) = 0 atau P(B) = 0 yang menyebabkan ( ) , karena ( ( ) ) ( ) dan ( ) . Jadi anggota ( ) keduanya adalah sama

ruas kiri dan ruas kanan dari

dengan nol dan berakibat satu sama lain adalah sama. Contoh 1, sebuah dadu merah bermuka enam dan sebuah dadu putih bermuka enam digulingkan. Misalkan peristiwa A = {4 pada dadu merah} dan peristiwa B = {jumlah kedua muka dadu adalah ganjil}. Dalam hal ini ruang sampel S beranggotakan titik sampel sebanyak 36. Peristiwa A dan B berturut-turut beranggotakan 6 dan 18, sedangkan peristiwa ( ) ( ) beranggotakan 3. Jadi ( )

Dalam hal ini A dan B menurut definisi 1 adalah bebas Definisi 2, peristiwa A, B, dan C disebut bebas bersama (mutually independent) jika dan hanya jika memenuhi dua syarat berikut : a. Mereka bebas dalam sepasang-sepasang, sehingga ( ( ( ( ) ( ) ( ) ) ) ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

b.

Definisi 2 dapat diperluas terhadap kebebasan sepasang-sepasang dari empat peristiwa atau lebih. Dalam perluasan ini, tiap pasang, tripel, kwartet, dan seterusnya, harus memenuhi aturan pergandaan. Contoh, misalkan sepasang uang logam ditos; dalam hal ini semua peristiwa yang mungkin terjadi S = {AA, AG, GA, GG}. Perhatikanlah peristiwa-peristiwa berikut : A = {muka angka pada uang pertama} = {AA, AG}

B = {muka angka pada uang kedua} = {AA, GA}

16

C = {tepat ada satu muka angka} Maka P(A) = P(B) = P(C) = ( ( ( , dan ) ) ) (* (* (*

= {AG, GA}

+) +) +)

Karena syarat a pada definisi 2 dipenuhi, maka peristiwa A, B, dan C adalah bebas sepasang-sepasang. Akan tetapi ( ) ( ) ( ) hingga mengakibatkan ( ) ( )

Karena syarat b pada definisi 2 tidak dipenuhi, maka tiga premis itu tidak bebas bersama.

10. DALIL PELUANG TOTAL 10.1. Hubungan dari tiga peristiwa Untuk tiga peristiwa sebarang A1, A2, dan A3 berlaku : ( ) ( , ( ( ) ( ) ) ( ) dapat ) ( ( ) ) ( )-

Persamaan ini menunjukkan bahwa nilai dari

diperoleh dengan jalan menjumlahkan peluang dari tiap peristiwa secara individual, dikurangi jumlah peluang dari pasangan irisan yang mungkin terjadi dari tiga peristiwa, dan kemudian ditambah peluang irisan dari semua tiga peristiwa.

17

10.2. Gabungan peristiwa sebanyak hingga Untuk n peristiwa sebarang A1, A2, , An. ( ) ( ) ( ) ( )

10.3. Masalah pencocokan Misalkan seseorang mengetik n macam surat berlainan dan mengetik alamat surat-surat itu pada amplop sebanyak n pula. Kemudian surat-surat tadi dimasukkan ke dalam amplop-amplop secara acak. Diminta menentukan peluang pn bahwa paling sedikit terdapat selembar surat yang dimasukkan ke dalam amplop itu cocok atau sesuai dengan alamatnya. Contoh lain masalah pencocokan ini misalnya terdapat n macam foto dari actor terkenal dicocokkan secara acak dengan foto actor-aktor itu pada waktu masih bayi.

11. TEOREMA BAYES Misalkan peristiwa-peristiwa A1, A2, , Ak membentuk sebuah partisi dari ruang sampel S sehingga P(Aj) > 0 untuk j = 1, 2, , k, dan misalkan B adalah sebarang peristiwa demikian sehingga P(B) > 0. Maka untuk i = 1,2, , k ( | ) ( ) ( | ) ( ) ( | )

Contoh, suatu pabrik memproduksi semacam barang tertentu. Barang itu dihasilkan oleh tiga mesin A, B dan C yang berturut-turut sebanyak 50%, 30% dan 0% dari seluruh barang yang diproduksi pabrik tadi. Persentase barang yang cacat (rusak) yang dihasilkan (output) tiga mesin tadi berturut-turut adalah 3%, 4% dan 5%. Jika sebuah barang terpilih itu adalah rusak berasal dari mesin A. Misalkan X adalah peristiwa bahwa sebuah barang rusak. Peluang bahwa barang itu rusak dihasilkan oleh mesin A adalah ( | ). Menurut teorema Bayes

18

( | )

( ) ( | ) )( ) ( (

( ) ( | ) ( ) ( | ) )( )( ) ) (

( ) ( | ) )( )

19

DAFTAR PUSTAKA Budiarto, Eko. 2002. Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC Gujarati, Damodar. 2006. Dasar-dasar Ekonometrika Jilid 1 (Edisi 3). Jakarta : Erlangga Mason, Robert D. 2007. Teknik Statistika Untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta : Erlangga Salam, Abdus. 1989. Pengantar Teori Peluang dan Statistika. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

You might also like