Professional Documents
Culture Documents
Ada 2 kelainan letak janin dalam rahim, yaitu letak sungsang dan letak lintang. Letak sungsang yaitu letak memanjang dengan kelainan dalam polaritas. Panggul janin merupakan kutub bawah. Sedangkan letak lintang terjadi bila sumbu memanjang ibu membentuk sudut tegak lurus dengan sumbu memanjang janin. Oleh karena seringkali bahu terletak diatas PAP (Pintu Atas Panggul), malposisi ini disebut juga prensentasi bahu.
4. Janin abnormal
Janin sakit atau abnormal, kerusakan genetik, dan hidrosepalus (kepala besar karena otak berisi cairan), dapat menyababkan memutuskan dilakukan tindakan operasi.
5. Faktor plasenta
Ada beberapa kelainan plasenta yang dapat menyebabkan keadaan gawat darurat pada ibu atau janin sehingga harus dilakukan persalinan dengan operasi yaitu Plasenta previa(plasenta menutupi jalan lahir), Solutio Plasenta (plasenta lepas), Plasenta accrete (plasenta menempel kuat pada dinding uterus), Vasa previa (kelainan perkembangan plasenta).
tanpadirencanakan. Meskipun dalam keadaan tertentu, bisa saja bayi kembar lahir secara alami. Faktor ibu menyebabkan ibu dilakukannya tindaka operasi, misalnya panggul sempit atau abnormal, disfungsi kontraksi rahim, riwayat kematian prenatal, pernah mengalami trauma persalinan dan tindakan sterilisasi. Berikut ini, faktor ibu yang menyebabkan janin harus dilahirkan dengan operasi.
2. Tulang panggul
Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin dan dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Kondisi tersebut membuat bayi susah keluar melalui jalan lahir.
Persalinan melalui bedah Caesarea tidak mempengaruhi persalinan selanjutnya harus berlangsung secara operasi atau tidak.
pangkal paha yang semakin kuat. Kondisi tersebut sering menyebabkan seorang perempuan yang akan melahirkan merasa ketakutan, khawatir, dan cemas menjalaninya. Sehingga untuk menghilangkan perasaan tersebut seorang perempuan akan berfikir melahirkan melalui Caesarea.
1. Sectio Caesarea Abdominalis 1. Sectio Caesarea transperitonealis 1. Sectio Caesarea klasik atau kopral dengan insisi memanjang pada
korpus uteri
2. Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik 3. Sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
1. Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperinonealisasi yang
baik
2. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan 3. Sectio Caesarea Ismika (profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang pada segmen bawah rahim (low cervical transversal) kira-kira 10 cm Kelebihan :
1. Penjahitan luka lebih mudah 2. Penutupan luka dengan reperitonealisasi 3. Tumpang tindih dari peritoneal baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke
rongga peritoneum
4. Perdarahan kurang 5. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptura uteri spontan kurang/lebih kecil
Kekurangan :
Sementara menurut Kasdu (2003), membedakan jenis operasi Caesar menjadi 2 yaitu sayatan melintang dan vertikal. Adapun jenis sayatannya, operasi berlangsung
sekitar 45-60 menit, tetapi proses melahirkan bayi sendiri hanya berlangsung 5-10 menit Pemilihan jenis sayatan ini tergantung pada perut pada operasi Caesarea sebelumnya, kembar siam, tumor (mioma uteri) di segmen bawah uterus, hipervaskularisasi (pembuluh darah meningkat) di segmen bawah uterus pada plasenta previa, kanker serviks, risiko bahaya perdarahan apabila di lakukan tindakan sayatan melintang berhubung letak plasenta, misalnya pada plasenta previa, janin letak lintang, atau kembar dengan letak abnormal dan apabila akan melakukan histerektomi setelah janin di lahirkan. Terdapat kerugian dari operasi Caesarea dengan jenis sayatan melintang, antara lain: lebih berisiko terkena peritonitis (radang selaput perut), memiliki resiko empat kali lebih besar terkena rupture uteri pada kehamilan selanjutnya, otot-otot rahimnya lebih tebal dan lebih banyak pembuluh darahnya sehingga sayatan ini lebih banyak mengeluarkan darah. Akibatnya, lebih banyak parut di daerah dinding atas rahim. Oleh karena itu, pasien tidak dianjurkan hamil lagi, jika menggunakan anestesi lokal, sayatan ini akan memerlukan waktu dan obat lebih banyak.
1. Anastesi lokal
Bius lokal merupakan alternative yang aman, namun anastesi ini tidak dianjurkan pada ibu hamil yang menderita eklamsia, obesitas, atau alergi terhadap lignokain (obat bius lokal). Pada pemberian obat anastesi, oleh dokter dilakukan pada bagian lokal sekitar jaringan yang akan dilakukan sayatan pada Sectio Caesarea, sehingga tidak mempengaruhi keadaan bagi ibu dan bayi.
Setelah tindakan di kamar operasi selesai, pasien dipindahkan ke dalam kamar rawat khusus yang dilengkapi dengan alat pendingin kamar udara selama beberapa hari. Bila pasca bedah kondisi gawat segera pindahkan ke unit darurat untuk perawatan bersama-sama dengan unit anastesi, karena di sini peralatan untuk menyelamatkan pasien lebih lengkap. Setelah pulih barulah di pindahkan ke tempat pasien semula dirawat.
3. Pemberian cairan
Karena selama 24 jam pertama pasien puasa pasca operasi, maka pemberian cairan perinfus harus cukup banyak dan mengandung elektrolit yang diperlukan, agar tidak terjadi dehidrasi.
4. Nyeri
Nyeri pasca opererasi merupakan efek samping yang harus diderita oleh mereka yang pernah menjalani operasi, termasuk bedah Caesar. Nyeri tersebut dapat disebabkan oleh perlekatan-perlekatan antar jaringan akibat operasi. Nyeri tersebut hampir tidak mungkin di hilangkan 100%, ibu akan mengalami nyeri atau gangguan terutama bila aktivitas berlebih atau melakukan gerakan-gerakan kasar yang tiba-tiba. Sejak pasien sadar dalam 24 jam pertama rasa nyeri masih dirasakan didaerah operasi. Untuk mengurangi rasa nyeri tersebut dapat diberikan obat-obat anti nyeri dan penenang seperti suntikan intramuskuler pethidin dengan dosis 100-150 mg atau morfin sebanyak 10-15 mg atau secara perinfus.
5. Mobilisasi
Mobilisasi segera tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalanya penyembuhan pasien. Mobilisasi berguna untuk mencegah terjadinya thrombosis dan emboli. Miring ke kanan dan kiri sudah dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah pasien sadar. Latihan pernafasan dapat dilakukan pasien sambil tidur terlentang sedini mungkin setelah sadar. Pada hari kedua pasies dapat didukukan selama 5 menit dan dan diminta untuk bernafas dalam-dalam lalu menghembuskanya disertai batuk-batuk kecil yang gunanya untuk melonggarkan pernafasan dan sekaligus menumbuhkan kepercayaan pada diri pasien bahwa ia mulai pulih. Kemudian posisi tidur terlentang dirubah menjadi setengah duduk (semi fowler).selanjutnya secara berturut-turut, hari demi hari pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan dan berjalan sendiri pada hari ke 3 sampai 5 pasca bedah.
2. Postpartum 1. Pengertian
Manurut Chaplin dalam Kartono (2006), postpartum adalah sesudah kelahiran, satu istilah yang digunakan untuk mencirikan kondisi normal atau kondisi patologis, sesudah kelahiran bayi. Periode postpartum adalah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organorgan reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Periode ini kadang disebut puerperium atau trimester ke empat kehamilan (Bobak et al, 2004) Masa puerperium atau nifas didefinisikan sebagai periode selama dan tepat setelah kelahiran. Namun secara popular, diketahui istilah tersebut mencakup 6 minggu berikutnya saat terjadi invulsi kehamilan normal (Cunningham et al, 2006 )
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa masa postpartum adalah masa 6 minggu tepat setelah kelahiran bayi sampai organ-organ reproduksi kembali kekeadaan normal sebelum hamil.
2. Perubahan fisik
Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap normal, dimana proses-proses pada kehamilan berjalan terbalik. Banyak faktor, termasuk tingkat energi tingkat kenyamanan, kesehatan bayi baru lahir, dan perawatan serta dorongan semangat yang diberikan tenaga kesehatan profesional ikut membentuk respons ibu terhadap bayinya selama masa ini. Untuk memberi perawatan yang menguntungkan ibu, bayi, dan keluarganya, seorang perawat harus memanfaatkan pengetahuannya tentang anatomi dan fisiologi ibu pada periode pemulihan, karakteristik fisik dan perilaku bayi baru lahir, dan respons keluarga terhadap kelahiran seorang anak (Bobak et al, 2004) Menurut Saleha (2009) perubahan fisiologis pada masa nifas, yaitu :
1. Uterus
Proses kembalinya uterus kekeadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada pada garis tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilicus dengan fundus bersandar pada promotorium sakralis. Pada waktu 12 jam tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm di atas umbilikus. Dalam beberapa hari kemudian perubahan involusio berlangsung dengan cepat. Fundus turun kira-kira 1-2 cm setiap 24 jam. Pada hari ke-6 fundus berada diantara umbilikus dengan pinggir atas simpisis pubis. Uterus tidak dapat dipalpasi pada abdomen pada hari ke 9 postpartum. Seminggu setelah melahirkan uterus sudah berada didalam panggul dan pada minggu ke 6 beratnya menjadi 50-60 gram.
2. Afterpain
Setelah melahirkan tonus uterus meningkat sehingga fundus tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodik sering dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang bertahan sepanjang awal puerperium yang disebut afterpains. Proses menyusui dan pemberian oksitosin tambahan biasanya meningkatkan nyeri ini karena keduanya dapat merangsang kontraksi uterus.
3. Lokia
Pengeluaran lokia setelah melahirkan, jumlahnya berkurang secara perlahan dan disertai perubahan warna. Lokia ini mengalami perubahan, pada awalnya disebut lokia rubra berwarna merah terutama mengandung darah dan debris desidua serta debris trofoblastik. Aliran menyembur, menjadi merah muda atau coklat setelah 3-4 hari yang disebut lokia serosa. Lokia serosa terdiri dari darah lama, serum, leukosit dan debris jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, warna cairan ini menjadi kuning sampai putih disebut lokia alba. Lokia alba biasanya bertahan selama 2-6 minggu setelah bayi lahir dan berangsur berhenti.
4. Payudara
Konsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan payudara selama hamil (estrogen, progesteron, human chorionic gonadotoprin, prolaktin, kortisol dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan hormonhormon ini untuk kembali ke kadar sebelum hamil sebagian ditentukan oleh ibu menyusui atau tidak. Apabila wanita memilih untuk tidak menyusui dan tidak menggunakan obat antilaktogenik, kadar prolaktin akan turun dengan cepat. Sekresi dan ekskresi kolostrum menetap selama beberapa hari pertama setelah melahirkan. Pada hari kedua atau ketiga ditemukan adanya nyeri seiring dimulainya produksi air
susu. Pada hari ketiga atau keempat bisa terjadi pembengkakan (engorgement). Payudara teregang, bengkak, keras dan nyeri bila ditekan serta hangat jika diraba. Apabila bayi belum mengisap atau dihentikan, laktasi berhenti dalam beberapa hari atau satu minggu
3. Perubahan psikologi
Menurut Saleha (2009) yang mengutip pendapat Reva Rubin (1963) faktor adaptasi psikologi yang terjadi pada ibu postpartum terdiri dari 3 fase juga dapat menyebabkan depresipostpartum, yaitu : a) fase taking in disebut juga periode ketergantungan. Pada fase ini ibu berfokus pada diri sendiri dan tergantung pada orang lain. Pikiran ibu masih berfokus pada persalinan dan tenaganya diarahkan untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya, dibandingkan dengan merawat bayinya. Perilaku yang ditunjukkan pasif dan tergantung, ibu memerlukan bantuan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosionalnya. Fase ini terjadi dalam 1 sampai 2 hari dan dapat diobservasi pada satu jam setelah persalinan; b) fase taking hold merupakan perpindahan dari periode ketergantungan menjadi mandiri. Pada fase ini tenaga ibu meningkat. Ibu merasa lebih nyaman dan lebih berfokus pada bayi daripada dirinya sendiri. Ibu lebih
mandiri untuk memulai perawatan diri dan berfokus pada fungsi tubuh. Ibu dapat menerima tanggungjawab dalam perawatan bayi seperti mengontrol tubuhnya sendiri. Menurut Rubin, fase ini sangat ideal untuk memberikan edukasi tentang perawatan diri dan bayinya. Fase ini berlangsung mulai hari ketiga sampai sampai hari ketujuh; c) fase ketiga adalah letting go, yang merupakan periode kemandirian dalam menjalankan peran sebagai ibu baru. Ibu mulai dapat menjalankan peran barunya sebagai ibu secara penuh sejalan dengan kemampuan merawat bayi dan semakin percaya diri. Fase ini mulai sekitar dua minggu postpartum.
3. Nyeri 1. Pengertian
Menurut Asosiasi Internasional untuk Penelitian Nyeri (IASP) dalam Potter (2006), mendefinisikan nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian di mana terjadi kerusakan. Menurut Mc Caffery dalam Potter (2006), nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja seseorang mengatakan bahwa ia merasa nyeri. Menurut Carpenito, L J (2005), nyeri adalah keadaan dimana individu mengalami dan melaporkan adanya rasa ketidaknyamanan yang hebat atau sensasi yang tidak menyenangkan. Menurut Smeltzer & Bare (2002), nyeri adalah pengalaman emosional dan sensori yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang actual atau potensial
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat didefinisikan nyeri secara umum sebagai suatu rasa yang tidak menyenangkan baik ringan maupun berat.
2. Fisiologis nyeri
Menurut Barbara C Long (1996), menjelaskan tentang fisiologis nyeri sebagai berikut. Reseptor nyeri disebut noiceptor merupakan ujung-ujung syaraf yang bebas, tidak bermyelin atau sedikit bermyelin dari neuron aferen. Nociceptor-nociceptor tersebar luas pada kulit dan mukosa dan terdapat pada struktur-struktur yang lebih dalam seperti pada visera, persendian, dinding arteri, hati dan kandung empedu. Noiceptor member respon yang terpilih terhadap stimuli yang membahayakan seperti stimuli kimiawi, thermal, listrik atau mekanis. Yang tergolong stimuli kimiawi terhadap nyeri adalah histamine, bradikinin, prostaglandin, bermacam macam asam, sebagian bahan tersebut dilepas oleh jaringan yang rusak. Anoksia yang menimbulkan nyeri adalah oleh kimia yang dilepas oleh jaringan anoksia yang rusak. Spasmus otot menimbulkan nyeri kerena menekan pembuluh darah yang menjadi anoksia. Spasme otot dapat juga berakibat anoksia. Pembengkakan jaringan menjadi nyeri akibat tekanan (stimuli mekanis) kepada nociceptor yang menghubungkan jaringan. Nyeri tidak menimbulkan adaptasi adaptasi yang berulang ulang pada beberapa kejadian bisa menjadi lebih sensitive untuk beberapa lama. Pada keadaan patologis sensitifitas nyeri meningkat. Contoh, luka yang terbakar karena matahari menjadi sangat peka terhadap nyeri walaupun hanya sedikit sentuhan (stimulus mekanis).
diketahui lokasinya akibat dari impuls-impuls yang disalurkan oleh serabut-serabut deltaA. Contoh dari nyeri tersebut ialah seperti tusukan oleh jarum, rasa nyeri panas , tumpul atau gatal dan yang lebih difus berasal dari impuls-impuls yang ditransmisikan oleh serabut C. Impuls-impuls yang ditransmisikan oleh serabut delta A mempunyai sifat inhibitori yang ditransmisikan ke serabut-serabut C. serabut-serabut syaraf aferen masuk ke spinal lewat dorsal noot dan sinaps pada dorsal horn. Dorsal horn terdiri dari beberapa lapisan yang saling bertautan. Lamina II dan III membentuk daerah yang disebut subtantia gelatinosa. Subtantia P dilepas pada sinaps dari SG dan diduga merupakan penyalur syaraf/neuro transmitter utama dari impuls-impuls nyeri. Impuls-impuls nyeri menyebrangi sum-sum belakang pada interneuroninterneuron dan bersambung dengan jalur spinalis asendens. Paling sedikit terdapat enam jalur sendens untuk impuls-impuls nociptive terletak pada belahan ventral dari sum-sum belakang yang paling utama adalah spinothalamus tract (STT) / jalur spinotalamus dan spinoreticular track (SKRT) / jalur spinoretikkuler. STT merupakan system yang diskriminatif dan membawa informasi mengenai sifat dan stimulus kepada thalamus kemudian ke kortek untuk di interpretasi. Impuls-impuls yang ditransmisi lewat SKT (yang pergi ke batang otak dank e sebagian thalamus)mengaktifkan respon-respon autonomi dan limbic (motivational affectice / evektif yang dimotivasi). (Barbara C. Long, 1996)
dorsal spinal cord mempunyai peran sebagai mekanisme pintu gerbang yang dapat membuka dan menutup yang dapat mengijinkan atau menolak lewatnya impuls nyeri. Mekanisme pintu gerbang ini dapat merubah sensasi nyeri yang dating sebelum sampai ke korteks dan menimbulkan persepsi nyeri. Jika menutup impuls nyeri tidak sampai ke korteks dan jika terbuka akan sampai ke korteks dan menimbulkan persepsi nyeri (Potter & Perry, 2006).
5. klasifikasi nyeri
Smeltzer & Bare (2002), mengklasifikasikan nyeri berdasarkan durasinya, yaitu:
1. Nyeri akut
Nyeri akut biasanya awitannya tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera telah terjadi. Nyeri ini umumnya terjadi kurang dari 6 bulan dan biasanya kurang dari 1 bulan. Untuk tujuan definisi nyeri akut dapat dijelaskan sebagai nyeri berlangsung dari beberapa detik hingga 6 bulan.
2. Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronik dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyembuhannya. Nyeri kronik sering didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama 6 bulan atau lebih, meskipun dapat berubah antara akut dan kronik.
Sementara Price & Wilson (2006), mengklasifikasikan nyeri berdasarkan lokasi atau sumber, antara lain:
3. Nyeri visera
Nyeri visera mengacu kepada nyeri yang berasal dari organ-organ tubuh. Reseptor nyeri visera lebih jarang dibandingkan dengan reseptor nyeri somatik dan terletak di dinding otot polos organ-organ berongga. Mekanisme utama yang menimbulkan nyeri visera adalah peregangan atau distensi abnormal dinding atau kapsul organ, iskemiadan peradangan.
4. Nyeri alih
Nyeri alih didefinisikan sebagai nyeri berasal dari salah satu daerah di tubuh tetapi dirasakan terletak di daerah lain. Nyeri visera sering dialihkan ke dermatom
(daerah kulit) yang dipersarafi oleh segmen medula spinalis yang sama dengan viksus yang nyeri tersebut berasal dari masa mudigah, tidak hams di tempat organ tersebut berada pada masa dewasa.
5. Nyeri neuropati
Sistem saraf secara normal menyalurkan rangsangan yang merugikan dari sistem saraf tepi (SST) ke sistem saraf pusat (SSP) yang menimbulkan perasaan nyeri. Dengan demikian, lesi di SST atau SSP dapat menyebabkan gangguan atau hilangnya sensasi nyeri. Nyeri neuropatik sering memiliki kualitas seperti terbakar, perih atau seperti tersengat listrik. Pasien dengan nyeri neuropatik menderita akibat instabilitas sistem saraf otonom (SSO). Dengan deminkian, nyeri sering bertambah parah oleh stres emosi atau fisik (dingin, kelelahan) dan mereda oleh relaksasi.
1. Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada anak dan lansia. Perbedaan perkembangan yang ditemukan diantara kelompok usia ini dapat mempengaruhi bagaimana anak dan lansia bereaksi terhadap nyeri.
2. Jenis kelamin
Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara makna dalam respon terhadap nyeri. Diragukan apakah hanya jenis kelamin saja yang merupakan suatu faktor dalam mengekspresikan nyeri. Toleransi nyeri sejak lama telah menjadi subyek penelitian yang melibatkan pria dan wanita, akan tetapi toleransi terhadap nyeri dipengaruhi oleh faktor-faktor biokimia dan merupakan hal yang unik pada setiap individu tanpa memperhatikan jenis kelamin
3. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Menurut Clancy dan Vicar dalam (Perry & Potter, 2006), menyatakan bahwa sosialisasi budaya menetukan perilaku psikologis seseorang. Dengan demikian, hal ini dapat mempengaruhi pengeluaran fisiologis opiat endogen dan sehingga terjadilah persepsi nyeri.
4. Makna nyeri
Pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan secara dekat dengan latar belakang budaya individu tersebut. Individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara berbeda beda apabila nyeri tersebut memberikan kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman dan tantangan. Misalnya seorang wanita yang melahirkan akan mempersepsikan nyeri, akibat cedera karena pukulan pasangannya. Derajat dan kualitas nyeri yang dipersiapkan nyeri klien berhubungan dengan makna nyeri.
5. Perhatian
Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat sedangkan upaya pengalihan dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Dengan memfokuskan perhatian dan konsentrasi klien pada stimulus yang lain, maka perawat menempatkan nyeri pada kesadaran yang perifer. Biasanya hal ini menyebabkan toleransi nyeri individu meningkat, khususnya terhadap nyeri yang berlangsung hanya selama waktu pengalihan.
6. Ansietas
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Pola bangkitan otonom adalah sama dalam nyeri dan ansietas. Price (Potter & Perry, 2006), melaporkan suatu bukti bahwa stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistim limbik dapat memproses reaksi emosi seseorang, khususnya ansietas. Sistem limbic dapat memproses reaksi emosi seseorang terhadap nyeri, yakni memperburuk atau menghilangkan nyeri.
7. Keletihan
Keletihan meningkatkan persepsi nyeri, rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. Hal ini dapat menjadi masalah umum pada setiap individu yang menderita penyakit dalam jangka lama. Apabila keletihan disertai kesulitan tidur, maka persepsi nyeri terasa lebih berat dan jika mengalami suatu proses periode tidur yang baik maka nyeri berkurang.
8. Pengalaman sebelumnya
Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berati bahwa individu akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang. Apabila individu
sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh maka rasa takut akan muncul, dan juga sebaliknya. Akibatnya klien akan lebih siap untuk melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk menghilangkan nyeri.
9. Gaya koping
Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang membuat merasa kesepian, gaya koping mempengaruhi mengatasi nyeri.
1. Intensitas nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri yang dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subyektif dan individual, dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan obyektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan teknik ini juga tidak memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri. Pengukuran subyektif nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai alat pengukur seperti Verbal Descriptor Scale (VDS), Numerical Rating Scales (NRS), Visual Analog Scale (VAS).
Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale,VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama disepanjang garis. Pendeskripsi ini dirangking dari tidak terasa nyeri sampai nyeri tidak tertahankan. Perawat menunjukan klain skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan.
1. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Potter & perry, 2006). Keadaan VAS ini telah dibuktikan oleh incractas korelasi koefisien (ICCs) dengan 95% confidence internal (95% CIS) dan Bland Altman analisis yang digunakan untuk menilai keandalan diperoleh pasangan pengukuran VAS 1 menit terpisah 30 menit selama 2 jam. Hasil yang diperoleh dari ringkasan ICC untuk semua pasangan VAS skor adalah 0,97 [95% CI = 0,960,98] (Bijur, 2001). Hal tersebut menunjukan bahwa VAS cukup handal digunakan untuk menilai nyeri.
Gambar 2.3 Visual Analog Scale (VAS) Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Potter & perry, 2006).
2. Karakteristik nyeri
Karakteristik nyeri meliputi lokasi nyeri, penyebaran nyeri, dan kemungkinan penyebaran, durasi (menit, jam, hari, bulan) serat irama (terusmenerus, hilang timbul, periode bertambah atau berkurangnya intenstias nyeri) dan kulitas nyeri (misalnya seperti ditusuk, seperti terbakar, sakit, seperti digencet dan sebagainya).
Obat-obatan dapat mengurangi nyeri dengan berbagai cara. Tiap obat yang diberikan dapat mengurangi nyeri. Nyeri dapat dikurangi dengan mengganggu/memblok transmisi stimulus agar terjadi perubahan persepsi dan dengan mengurangi respon cortical terhadap nyeri. Sebagian obat-obatan seperti narkotika dapat mempengaruhi keduanya baik perspsi maupun respon.
1. Analgesik narkotik
Opiate merupakan yang terkenal untuk mengendalikan nyeri sedang sampai yang berat.
2. Acetaminophen
Acetaminophen sama seperti aspirin untuk analgesic, tapi tidak anti inflamatori. Kurang menimbulkan perubahan dan efek samping lebih sedikit tapi dapat menimbulkan kerusakan hati yang parah. Dipakai oleh pasien yang alergi terhadap aspirin.
gawat. Disamping obat ini mempunyai khasiat analgesic, namun tidak dipakai secara umum untuk analgesikterhadap nyeri sedang karena kurang bisa ditolelir oleh semua orang dan mempunyai banyak efek samping termasuk perubahan hematologi, iritasi gastric, dan gangguan cairan dan elektrolit.
2. Relaksasi
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress. Teknik relaksasi memberikankan individu control diri ketika rasa tidak nyaman atau nyeri, stress fisik, dan emosi pada nyeri. Contoh relaksasi adalah nafas dalam.
3. Stimulasi kulit
Dapat dilakukan dengan cara pemberian kompres dingin dan hangat.
4. Massase/pemijatan
Masasse kulit memberikan efek penurunan kecemaan dan ketegangan otot. Rangsangan masase otot ini dipercaya akan merangsang serabut berdiameter besar, sehingga mampu memblok atau menurunkan inpuls nyeri. Beberapa strategi stimulasi kulit lainnya juga menggunakan mekanisme ini. Masase adalah stimuasli kulit tubuh secara umum, dipusatkan pada punggung dan bahu, atau dapat dilakukan pada satu atau beberapa bagian tubuh dan dilakukan sekitar 10 menit pada masing-masing bagian tubuh untuk mencapai hasil relaksasi yang maksimal.
2. Tujuan
Smeltzer & Bare (2002) menyatakan bahwa tujuan teknik relaksasi nafas dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mengurangi
stress baik stress fisik maupun emosional yaitu menurunkan nyeri dan menurunkan kecemasan.
3. Efek relaksasi
Perry & Potter (2006), menyatakan bahwa ada 9 efek relaksasi, yaitu a. Relaksasi dapat menurunkan nadi, tekanan darah dan pernafasan, b. Relaksasi dapat menurunkan konsumsi oksigen, c. Penurunan ketegangan otot d. Relaksasi dapat menurunkan kecepatan metabolisme, e. Relaksasi dapat meningkatkan kesadaran global, f. Relaksasi dapat mengurangi perhatian terhadap stimulus lingkungan, g. Relaksasi dapat membuat tidak adanya perubahan posisi volunter, h. Relaksasi dapat meningkatkan perasaan damai dan sejahtera, dan i. Relaksasi dapat mengubah kewaspadaan menjadi santai dan dalam
vasodilatasi pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang mengalami spasme.
mengacu pada pendataran kubah diafragma selama inspirasi yang mengakibatkan pembesaran abdomen bagian atas sejalan dengan desakan udara masuk selama inspirasi. Langkah-langkah teknik relaksasi nafas dalam adalah sebagai berikut :
1. Ciptakan lingkungan yang tenang 2. Usahakan tetap rileks dan tenang 3. Menarik nafas dalam dari hidung dan
mengisi paru-paru dengan udara melalui hitungan 1,2,3
5. K
e r a n g k a t e
ori
Keterangan : yang dicetak tebal yang diteliti. Sumber : Teori Reva Rubin (1963), Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas, 2009
6. Kerangka Konsep
Intensitas nyeri sebelum nafas dalam Relaksasi nafas dalam Intensitas nyeri setelah nafas dalam
Gambar 2.5. Kerangka konsep pemberian teknik relaksasi nafas dalam terhadap perubahan skala nyeri ibu primigravida post operasi Sectio Caesarea.
7. Hipotesis
Ada pengaruh pemberian teknik relaksasi nafas dalam yang signifikan terhadap perubahan intensitas nyeri ibu primigravida post operasi Sectio Caesarea.
11