You are on page 1of 24

1.

Komoditas Wortel (Komoditas Utama)

1.1 Pendahuluan
1.1.1 Sejarah Singkat Wortel/carrots (Daucus carota L.) bukan tanaman asli Indonesia, berasal dari negeri yang beriklim sedang (sub-tropis) yaitu berasal dari Asia Timur Dekat dan Asia Tengah. Ditemukan tumbuh liar sekitar 6.500 tahun yang lalu. Rintisan budidaya wortel pada mulanya terjadi di daerah sekitar Laut Tengah, menyebar luas ke kawasan Eropa, Afrika, Asia dan akhirnya ke seluruh bagian dunia yang telah terkenal daerah pertaniannya. Dalam taksonomi tumbuhan, wortel diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Sub-Divisi : Angiospermae Klas : Dicotyledonae Ordo : Umbelliferales Famili : Umbelliferae (Apiaceae) Genus : Daucus Spesies : Daucus carrota L. 1.1.2. Sentra Penanaman Di Indonesia budidaya wortel pada mulanya hanya terkonsentrasi di Jawa Barat yaitu daerah Lembang dan Cipanas. Namun dalam perkembangannya menyebar luas ke daerah-daerah sentra sayuran di Jawa dan Luar Jawa. Berdasarkan hasil survei pertanian produksi tanaman sayuran di Indonesia (BPS, 1991) luas areal panen wortel nasional mencapai 13.398 hektar yang tersebar di

16 propinsi yaitu; Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bengkulu, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Bali, NTT, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku dan Irian Jaya. 1.1.3 Iklim 1. Tanaman wortel merupakan sayuran dataran tinggi. Tanaman wortel pada permulaan tumbuh menghendaki cuaca dingin dan lembab. Tanaman ini bisa ditanaman sepanjang tahun baik musim kemarau maupun musim hujan. 2. Tanaman wortel membutuhkan lingkungan tumbuh dengan suhu udara yang dingin dan lembab. Untuk pertumbuhan dan produksi umbi dibutuhkan suhu udara optimal antara 15,6-21,1 derajat C. Suhu udara yang terlalu tinggi (panas) seringkali menyebabkan umbi kecil-kecil (abnormal) dan berwarna pucat/kusam. bila suhu udara terlalu rendah (sangat dingin), maka umbi yang terbentuk menjadi panjang kecil. 1.1.4 Media Tanam 1. Keadaan tanah yang cocok untuk tanaman wortel adalah subur, gembur, banyak mengandung bahan organik (humus), tata udara dan tata airnya berjalan baik (tidak menggenang). 2. Jenis tanah yang paling baik adalah andosol. Jenis tanah ini pada umumnya terdapat di daerah dataran tinggi (pegunungan). 3. Tanaman ini dapat tumbuh baik pada keasaman tanah (pH) antara 5,5-6,5 untuk hasil optimal diperlukan pH 6,0-6,8. Pada tanah yang pH-nya kurang dari 5,0, tanaman wortel akan sulit membentuk umbi. 4. Demikian pula tanah yang mudah becek atau mendapat perlakuan pupuk kandang yang berlebihan, sering menyebabkan umbi wortel berserat, bercabang dan berambut.

1.1.5. Ketinggian Tempat Di Indonesia wortel umunya ditanam di dataran tinggi pada ketinggian 1.000-1600 m dpl. tetapi dapat pula ditanam di dataran medium ( sekitar 500 m dpl.), tetapi produksi dan kualitas kurang memuaskan.

1.2 Pembahasan
1.2.1 Penyakit pada Tanaman Wortel Bercak Cercospora Nama penyakit: bercak daun cercospora Patogen: Cercospora sp. Klasifikasi:

Kingdom: Fungi Phylum: Ascomycota Class: Dothideomycetes Order: Capnodiales Family: Mycosphaerellaceae Genus: Cercospora Spesies: Cercospora sp Untuk memperoleh produksi wortel yang maksimal,pemeliharaan tanaman dalam berbudidaya wortel memang harus selalu diperhatikan, terutama yang berkaitan dengan serangan

penyakit.Karena tanaman wortel dikenal paling banyak memiliki musuh.Dan salah satu penyakit yang umumnya menyerang tanaman wortel adalah serangan penyakit bercak daun,yang disebabkan oleh jamur atau cendawan Cercospora.Adaoun tanda-tandanya tanaman wortel terserang jamur ini pada daun muncul bercak-bercak berwarna coklat muda. Akibatnya, lamakelamaan daun tanaman wortel akan mengeriting.

Gejala:

Tanaman yangg diserang cendawan ini menunjukkan gejala daunnya berbercak coklat dengan jumlah cukup banyak, bercak berbentuk bulat dengan diameter antara 1-5 mm dan di sekeliling bercak berwarna kuning. Di samping itu, bercak pada permukaan daun bagian bawah berwarna hitam. Pada umumnya, serangan cendawan tersebut banyak terdapat pada daun tua. Pada serangan berat daun akan layu dan gugur. Pada musim kemarau penyakit ini jarang dijumpai. Serangan spora jamur Cercospora,pada musim kemarau memang mengakibatkan munculnya bercak-bercak pada daun berwarna coklat muda, sedangkan pada musim hujan bercak-bercak itu berubah warna menjadi keabu-abuan.Bentuknya bisa bulat dan memanjang.Namun yang pasti,daun tanaman wortel yang terserang jamur Cercospora akan mengeriting dan mongering,yang akhirnya akan mematikan tanaman Karakteristik: Cendawan ini memiliki konidium berwarna putih bening berbentuk gada terbalik dan bersekat. Jamur ini merusak klorofil daun sehingga menyebabkan proses asimilasi berjalan tidak sempurna.

Daur penyakit: Inokulum: konodia Penetrasi: secara langsung, melalui lubang alami Infeksi: toksin Invasi: interseluler dan intraseluler Reproduksi: konidia Penyebaran: angin, percikan air, terbawa serangga Parasit Ekologi: Kondisi lingkungan lembab dengan suhu udara antara 20-24oC sangat cocok untuk berkembangnya jamur ini. Pencegahan Adapun penginfeksian tanaman wortel oleh spora jamur Cercospora umumnya terjadi melalui mulut kulit.Karena itu,untuk mengendalikan agar tanaman wortel tidak terserang jamur ini,maka harus dilakukan sejak awal budidaya.Upaya pencegahan ini dapat dilakukan di antaranya dengan menanam biji yang sehat atau biji yang sudah diberi fungisida dan sudah direndam dalam zat pengatur tumbuh (ZA) Hobsonal 5-EC. Selain itu,para petani wortel harus selalu rajin melakukan pembersihan terhadap gulma sisasisa tanaman yang tertinggal di lahan yang akan ditanami tanaman wortel.Juga melakukan pergiliran tanaman dan selalu memberi perlindungan terhadap tanaman dari serangan jamur,selain disemprot dengan fungisida,serta disemprot ZPT Hobsonal 5-EC.

Pemberian Hobsonal 5-EC ini dimaksudkan untuk merangsang tanaman wortel agar mampu menyerap lebih banyak unsure hara tanah,sehingga kondisi tanaman dalam keadaan sehat.Karena tanaman wortel yang sehat akan lebih kebal dan tahan terhadap serangan penyakit. Dengan melakukan berbagai upaya pencegahan atau menghindari serangan jamur Cercospora dan pemeliharaan secara intensif,maka produksi wortel akan semakin baik atau meningkat dan

ini akan menguntungkan para petani wortel.Apalagi melihat prospek pemasaran wortel saat ini dinilai cukup cerah. Hal ini merupakan peluang emas bagi para petani untuk membudidayakan wortel secara intensif Pengendalian: (1) disinfeksi benih dengan larutan fungisida yang mengandung tembaga klorida satu permil selama 5 menit; (2) pergiliran tanaman dengan jenis lain yang tidak sefamili; (3) pembersihan sisa-sisa tanaman dari sekitar kebun; (4) penyemprotan fungisida yang mangkus dan sangkil seperti Dithane M-45 0,2%.

Busuk Lunak
Patogen : Bakteri Erwina Cartovora Busuk lunak adalah penyakit yang merugikan pada tanaman-tanaman sayuran, termasuk kubis-kubisan, baik di lapangan maupun dalam penyimpanan dan pengangkutan sebagai penyakit pasca panen. Penyakit tersebar umum di seluruh dunia. Meskipun di Indonesia belum pernah di teliti secara khusus, namun penyakit sering ditemukan di pertanaman maupun di pasarpasar (Machmud, 1984; Suhardi, 1988). Kemajuan teknologi yang dicapai ilmuan pada akhir dekade ini untuk menekan penyebaran patogen Erwinia carotovora melalui molekul signal pada pathogen dikuatirkan akan manciptakan galur yang resisten. Teknik perbanyakan secara tradisional tidak dapat digunakan sebagai senjat ayang ampuh karena kurangnya sifat resisten. Penelitian lebih lanjut masih di kebangkan untuk menangani masalah ini.

Klasifikasi

Kingdom: Bacteria Phylum: Proteobacteria Class: Gammaproteobacteria Order: Enterobacteriales Family: Enterobacteriaceae Genus: Erwinia Species: E. carotovora

Gejala serangan

Gejala yang umum pada tanaman wortel adalah busuk lunak, berwarna coklat atau kehitaman, pada daun, batang, dan umbi. Pada bagian yang terinfeksi mula-mula terjadi bercak kebasahan. Bercak membesar dan mengendap (melekuk), bentuknya tidak teratur, berwarna coklat tua kehitaman. Jika kelembaban tinggi jaringan yang sakit tampak kebasahan, berwarna krem atau kecoklatan, dan tampak agak berbutui-butir halus. Disekitar bagian yang sakit terjadi pembentukan pigmen coklat tua atau hitam. Jaringan yang membusuk pada mulanya tidak berbau, tetapi dengan adanya serangan bakteri sekunder jaringa tersebut menjadi berbau khas yang mencolok hidung (Machmud, 1984). Tanaman di pesemaian juga dapat diserang bakteri busuk lunak yang dapat menyebabkan kematian dalam waktu relatif singkat. Infeksi bakteri lebih banyak dijumpai pada tempat penyimpanan atau pada waktu pengangkutan (pasca panen) dari pada di lapangan. Masalah utama yang ditimbulkan mikroba ini pada bidang Agriculture adalah penyerangan secara membabi buta pada wortel dan sayuran lainpada lahan atau penyimpanan yang mana jaringan tanaman akan berair yang akhirnya menjadi lembek dan berbau

Morfologi Sel bakteri berbentuk batang dengan ukuran (1,5 x 2,0) x (0,6 x 0,9) mikron, umumnya membentuk rangkaian sel-sel seperti rantai, tidak mempunyai kapsul, dan tidak berspora. Bakteri bergerak dengan menggunakan flagela yang terdapat dikeliling sel bakteri. Bakteri bersifat gram negatif. Erwinia carotovora adalah bakteri gram negatif , berbentuk batang yang hidup soliter atau berkelompok dalam pasangan atau rantai. Merupakan bakteri tanpa spora berflagela, Bakteri ini termasuk jenis fakultatif anaerob. Erwinia carotovora memproduksi banyak enzim ekstraselluler seperti pectic yang mendegradasi pektin, cellulase yang mendegradasi cellulase, hemicellulases, arabanases, cyanoses and a protease. Sebagai bakteri Mesofilik, Erwinia carotovora menghabiskan hidupnya pada temperatur yang berkisar antara 27 30. Sekuen genom dari Erwinia carotovora subsp. Atroseptica mengindikasikan bahwa mikroba jenis ini tidak mampu untuk melakukan fiksasi nitrogen akan tetapi dapat mendapat suplai energi dari 80 sistem transport energy.

Daur Hidup Bakteri dapat menyerang bermacam-macam tanaman pertanian maupun hasil-hasilnya, khusnya tanaman hortikultura. Bakteri dapat mempertahankan diri dalam tanah dan dalam sisasisa tanaman lapang.

Pada umumnya iinfeksi terjadi melalui luka atau lentisel. Infeksi dapat terjadi melalui luka-luka karena gigitan serangga atau karena alat-alat pertanian. Larva dan Imago lalat buah dapat menularkan bakteri, karena serangga ini membuat luka dan mengandung bakteri dalam tubuhnya. Di dalam simpanan dan pengangkutan infeksi terjadi melalui luka karena gesekan, dan sentuhan antara bagian tanaman yang sehat dengan yang sakit.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit

Pembusukan berlangsung cepat dalam udara yang lembab dan pada suhu yang relatif tinggi. Dalam waktu sedemikan dalam waktu singkat seluruh bagian tanaman yang terinfeksi membusuk sehingga tanaman mati. Dengan demikkian di dataran rendah penyakit busuk lunak menimbulkan kerugian yang lebih besar (Sunarjonno, 1980).

Ekologi
Dalam lingkup tanaman terinfeksi, Erwinia carotovora dapat juga ditemukan pada perut serangga, air yang dibawa oleh udara, genangan air sungai dan timbunan wortel. Setelah terjadi hujan di atas tanaman yang terinfeksi, udara yang mengandung bakteri terbentuk. 80% dari bakteri yang tersuspensi di udara dapat bertahan hidup antara lima sampai sepuluh menit dan dapat terbawa udara sejauh satu mil. Suhu optimal untuk perkembangan bakteri 27. Di Indonesia terdapat di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan. Patologi Erwinia carotovora adalah patogen tanaman yang dapat meyebabkan kematian sel melalui perusakan dinding sel tanaman dengan membuat sel secara osmosis mudah pecah. Hal ini bisa terjadi akibat produksi PCWDE seperti enzim pectic ekstrasellular dan sellulase yang menghancurkan pektin dan sellulase. Organisme ini dapat menyebabkan penyakit busuk lunak pada banyak tanaman dan sayuran yang dapat dikenali dengan bau busuk dan bagian luar yang lembek. Supspesies Erwinia Carotovora subsp. Atroseptica dapat menyerang kentang yang juga

dapat menghasilkan nonribosomal peptide phytotoxin yang dapat meinduksi nekrosis dengan kebocoran elektrolit pada permukaan transmembran. Gen Eca1043 pada patogen diduga dapat mensintesis dalam jumlah besar, protein seperti hemagglutinin, pili and protein fimbrial untuk ikatan pada inang. Transfer genetik horizontal dari gen yang meniru tipe empat sekresi dari Agrobacterium tumefaciens dapat berpotensi patogen karene mutasi dalam gen ini dapat secara negatif meninduksi proses virulensi.

Tanaman inang Kentang, wortel, seledri, tomat, selada, kailan, caisin, kubis bunga, petsai, sawi hijau, bawang merah, bawang bombai, bawang daun, bawang putih, semangka, tembakau dan ubi-ubian. Teknik pengendalian dan Pengelolaan Di Indonesia pengetahuan mengenai penyakit busuk lunak masih sangat terbatas, sehingga anjuran yang mantap untuk mengendallikan penyakit tersebut belum dapat diberikan. Untuk sementara Machmud (1984) memberikan anjuran sebagai berikut 1. Sanitasi. Menjaga Kebersihan kebun dari sisa-sisa tanaman sakit sebelum penanaman. 2. Menanam dengan jarak yang tidak terlalu rapat untuk menghindarkan kelembaban yang terlalu tinggi, terutama di musim hujan. 3. Pada waktu memelihara tanaman diusahakan untuk sejauh mungkin menghindari terjadinya luka yang tidak perlu, khususnya pada waktu menyerang. 4. Pengendalian pasca panen dilakukan dengan

a. Mencucui tanaman dengna air yang mengandung chlorin b. Mengurangi terjadinya luka pada waktu penyimpanan dan pengangkutan c. Menyimpan dalam ruangan yang cukup kering, mempunyai ventilasi yang cukup, sejuk dan difumigasinya sebalumnya. Untuk mencuci tanaman dapat juga di pakai boraks 7,5% (Anom, 1979)

1.2.2 Hama pada Tanaman wortel Ulat Jengkal pada Wortel

Ulat yang berjalan seperti gerak tangan ketika mengukur jengkal demi jengkal, yakni dengan cara menggulung ujung belakang tubuhnya ditarik ke bagian ujung depan, kemudian ujung depan maju (bergerak demikian karena tidak berkaki pada bagian tengah tubuhnya), jika diganggu berposisi turus seperti rentang; Geometridae. Klasifikasi

Kingdom : Animalia Phylum : Arthropoda Class : Insecta Order : Lepidoptera Family : Noctuidae Genus : Plusia Spesies : Plusia chalcites

Gejala Gejala kerusakan akibat serangan ulat jengkal adalah kerusakan daun dari arah pinggir. Serangan berat mengakibatkan kerusakan daun hingga hanya tersisa tulang-tulang daun. Serangan larva, instar muda,menyebabkan bercak- bercak putih karena yang tinggal hanyaepidermis dan tulang daunnya. Sebagian larva yang lebih besar dapat menyebabkan daun terserang habis, serangan larva terjadi pada stadia vegetative.

Morfologi Panjang ulat sekitar 2 cm, jika bejalan ulat melengkung seperti orang mengukur panjang dengan jengkal panjang tangan. Ulat yang masih muda berwarna bening. Sementara itu ulat dewasa berwrana hijau seperti daun tembakau dengan garis samping berwarna lebih muda. Badannya mengecil dari belakang ke kepala. Kepalanya dapat berukuran kecil. Hama ini memiliki ciri-ciri: berukuran 1.5-2.0mm menekan pencemaran warna hitam mengkilat Pengendalian secara kultur satu ekor betina dapat Berkembang biak cepat menghasilkan telur 100-300 butir selama perode dua minggu Bentuk telur lalat kacang adalah lonjong, panjang 0.28-0.36 lebar 0.12-0.20mm, berwarna putih. Telur menetas tanam serentak dalam setelah umur 2-4 hari. larva berwarna hijau pemangsa segala jenis terang dan hidup dalam tanaman (polifag)dan gulungan daun muda.stadium yang - Pupa dibentuk dalam membahayakan adalah gulungan daun yang larva.direkatkan satu sama lain dengan zat perekat dari - Larva menyerang seluruh hama tersebut.bagian tanaman, terutama daun daunnya sehingga menjadi rusak tidak beraturan.

Ekologi Jenis ulat jengkal ini sering menyerang kedelai, tomat, buncis, kacang- kacangan dan kentang. Warnanya hijau dan makannya serakah.

Daur hidup Ngengat betina meletakkan telur pada permukaan permukaan bawah daun secara satu persatu. Mula-mula telur berwarna putih kemudian berubah menjadi kuning. Setelah 3-4 hari, telur akan

menetas. Ulat yang keluar berwarna hijau dan dikenal dengan sebutan ulat jengkal karena perilaku jalannya. Panjang tubuh ulat yang telah mencapai pertumbuhan pennuh sekitar 40 mm. Ulat dewasa membentuk kepompong dalam daun yang dianyam. Setelah 7 hari, kepompong tumbuh menjadi ngengat.

Intensitas Serangan Hama pada Lahan yang di Amati

Tanaman sampel 1 2 3 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

Intensitas serangan 20 % 20% 0% 0% 20 % 0% 0% 0% 0% 0%

Rata-rata

6%

Pengendalian Pengolahan lahan seblum digunakan lahan sebaiknya dicangkul dan diberakan beberapa saat agar hama yang ada didalam tanah dapat terangkat ke permukaan dan terkena matahari dan akan mati. Pengendalian secara mekanis dengan sanitasi lahan dari gulma sebelum penanaman maupun setelah penanaman, atau bagian tanaman yang terkena hama tersebut dapat diambil secara langsung, dipijit dan dimatikan. Penegendalian secara teknis : - Penggunaan mulsa jerami - Pergiliran tanaman

- Waktu tanam secara serempak - Rotasi tanaman dengan serempak pada areal memutus siklus - Pengumpulan larva ulat jengkal Pengendalian secara biologis antara lain: penggunaan parasitoid Trichogrammatoidea, Pergiliran tanaman, Insektisidabactrae-bactrae yaitu penggunaan Nuclear (Spodotera lituraF) Polyhidrosis Virus (NPV) untuk ulat grayak Spo-dopteralitura(SlNPV) Penyemprotan insektisida Ciri biologiselektif apabila populasi hama mencapai 85 ekor

- Imago serangga dewasa instar 1 atau 32 instar 2 meletakkan telurnya di atau 17 ekor instar 3per per mukaan bawah daun12 tanaman. Jenis insektisida yang mangkus - Dekasulfan kepompong dan dalam 350 EC, folimat 500 SL, anyaman daun, Gusadrin 150 WSC,kemudian berubah Hostathion 40 EC, atau menjadi pupa.Matador 25 EC sesuai konsentrasi yang ditentukan.

2. Komoditas Cabai
2.2 Pembahasan
2.1.1 Penyakit pada Tanaman Cabai

Antraknouse Pada Cabai


Patogen : Gloesporium piperatum Klasifikasi : Kerajaan: Jamur Phylum: Ascomycota Class: Leotiomycetes Subclass: Leotiomycetidae Order: Helotiales

Family: Dermateaceae Genus: Gloeosporium Spesies : Gloesporium piperatum Gejala :

Menyerang buah yang masih hijau dan dapt juga menyebabkan mati ujung. Gejala yang disebabkan G. piperatum mula mula berbentuk bintik bintik kecil berwarna kehitaman dan berlekuk, pada buah yang masih hijau atau yang sudah masak. Bintik bintik ini tepinya berwarna kuning, membesar dan memanjang. Bagian tengahnya menjadi semakin gelap . Dalam cuaca yang lembab jamur membentuk badan buah ( aservulus ) dalam lingkaran lingkaran sepusat, yang membentuk massa spora ( koidium berwarna merah jambu. Penyakit ini berkembang terus pada waktu buah cabe disimpan atau diangkut. G. piperatum juga dapat menyerang daun dan batang tanpa menimbulkan kerugian yang berarti. Namun, dari sini jamur dapat menyerang buah kelak.

Penyebab penyakit :

Gleosporium piperatum mempunyai aservulus dalam sel sel epidermal atu subepidermal, terbuka bulat atau bulat memanjang, berwarna kuning jingga atau merah jambu. Konidium bersel satu, 15,5 18,6 x 5,4 6,2 m, hialin, berbentuk batang dengn ujung membulat.

Daur penyakit : Jamur pada buah masuk ke dalam ruang biji dan menginfeksi biji. Kelak jamur akan menginfeksi semai yang kelak dapat menginfeksi buah buah. Jamur hanya sedikit sekali mengganggu tanamanyang sedang tumbuh, tetapi memakai tanaman ini untuk bertahan sampai terbentuknya buah hijau. Selain itu, jamur dapat mempertahankan diri dalam sisa sisa tanaman sakit. Seterusnya konidium disebarkan melalui angin. Faktor factor yang mempengaruhi penyakit : Penyakit kurang terdapt pada musim kemarau, di lahan yang mempunyai drainase baik dan yang gulmanya terkendali dengan baik ( anon, 1984 ). Menurut Budi Astuti dan Suhardi ( 1986 ) perkembangan bercak penyakit ini paling baik pada suhu 23o C. Buah yang muda cenderung lebih rentan daripada yang setengah masak. Pengendalian penyakit :

Melakukan prendaman biji dalam air panas (sekitar 55 derajat Celcius) selama 30 menit atau perlakuan dengan fungisida sistemik yaitu golongan triazole dan pyrimidin (0.050.1%) sebelum ditanam atau menggunakan agen hayati.

Penyiraman fungisida atau agen hayati yang tepat pada umur 5 sebelum pindah tanam. Memusnahkan bagian tanaman yang terinfeksi, namun perlu diperhatikan saat melakukan pemusnahan, tangan yang telah menyentuh (sebaiknya diusahakan tidak menyentuh) luka pada tanaman tidak menyentuh tanaman/buah yang sehat, dan sebaiknya dilakukan

menjelang pulang sehingga kita tidak terlalu banyak bersinggungan dengan tanaman/buah yang masih sehat.

Penggiliran (rotasi) tanaman dengan tanaman lain yang bukan famili solanaceae(terong, tomat dll) atau tanaman inang lainnya misal pepaya karena berdasarkan penelitian IPB patogen antraknosa pada pepaya dapat menyerang cabai pada pertanaman.

Penggunaan fungisida fenarimol, triazole, klorotalonil, dll. khususnya pada periode pematangan buah dan terutama saat curah hujan cukup tinggi.. Fungisida diberikan secara bergilir untuk satu penyemprotan dengan penyemprotan berikutnya, baik yang menggunakan fungisida sistemik atau kontak atau bisa juga gabungan keduanya.

Penggunaan mulsa hitam perak, karena dengan menggunakan mulsa hitam perak sinar matahari dapat dipantukan pada bagian bawah permukaan daun/tanaman sehingga kelembaban tidak begitu tinggi.

Menggunakan jarak tanam yang lebar yaitu sekitar 65-70 cm (lebih baik yang 70 cm) dan ditanam secara zig-zag ini bertujuan untuk mengurangi kelembaban dan sirkulasi udara cukup lancar karena jarak antar tanaman semakin lebar, keuntungan lain buah akan tumbuh lebih besar.

Jangan gunakan pupuk nitrogen (N) terlalu tinggi, misal pupuk Urea, Za, ataupun pupuk daun dengan kandungan N yang tinggi.

Penyiangan / sanitasi gulma atau rumput-rumputan agar kelembaban berkurang dan tanaman semakin sehat.

Jangan menanam cabai dekat dengan tanaman cabai yang sudah terkena lebih dahulu oleh antraknosa / patek, ataupun tanaman inang lain yang telah terinfeksi.

Pengelolaan drainase yang baik di musim penghujan.

Bercak Daun Cabai


Patogen : Cercospora capsii Klasifikasi : Kingdom: Fungi Phylum: Ascomycota Class: Dothideomycetes Subclass: Dothideomycetidae Order: Capnodiales Family: Mycosphaerellaceae Genus: Cercospora Species: C. capsici

Gejala serangan :

Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak-bercak berupa bulatan seperti cacar pada daun. Bila dibiarkan akan menyebabkan daun-daun cabe gugur sehingga pertumbuhan kurang optimal. Gejala pada daun tersebut ternyata baru serangan awal saja karena bila dibiarkan, akan menyerang batang, tangkai daun serta tangkai bunga. Seperti halnya layu bakteri, cendawan Cercospora capsici penyebab bercak daun ini dapat bertahan hidup pada sisa-sisa tanaman.

Morfologi Jamur membentuk konidium berbentuk gada panjang, bersekat 3-12, dengan ukuran 60200 x 35m. Konidiofor pendek bersekat 1-3. Daur Penyakit C. capsii terbawa biji dan mungkin dapat bertahan pada sisa-sisa tanaman sakit selama satu musim. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit Penyakit terdapat pada musim kemarau dan dilahan yang mempunyai drainase baik. Penyakit ini dapat timbul pada tanaman muda dipersemaian, meskipun cenderung lebih banyak pada tanaman tua. Penyakit dibantu oleh cuaca yang panas dan basah. Pengendalain Pengendalian terhadap penyakit ini dapat dilakukan dengan membuang tanaman yang terserang sekaligus membersihkan sanitasi lingkungan tanaman. Secara kimia dapat juga dicegah dengan fungisida kontak bahan aktif tembaga hidroksida seperti Kocide 54WDG, Kocide 77WP, dan atau fungisida bahan aktif Mankozeb yaitu Victory 80WP.

2.2.1 Hama pada Tanaman Cabai Ulat Grayak (Spodoptera litura)


Klasifikasi Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insekta Ordo : Lepidoptera Famili : Noctuidae

Subfamili : Amphipyrinae Genus : Spodoptera Spesies : Spodoptera litura F

Gejala Ulat ini memangsa segala jenis tanaman (polifag), termasuk menyerang tanaman cabai. Serangan ulat grayak terjadi di malam hari, karena kupu-kupu maupun larvanya aktif di malam hari. Pada siang hari bersembunyi di tempat yang teduh atau di permukaan daun bagian bawah. Hama ulat grayak merusak di musim kemarau dengan cara memakan daun mulai dari bagian tepi hingga bagian atas maupun bawah daun cabai. Serangan hama ini menyebabkan daun-daun berlubang secara tidak beraturan; sehingga menghambat proses fotosintesis dan akibatnya produksi buah cabai menurun Morfologi Umumnya larva mempunyai titik hitam arah lateral pada setiap abdomen

(Samharinto,1990). Larva muda berwarna kehijau-hijauan. Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (1994), instar pertama tubuh larva berwarna hijau kuning, panjang 2,00 sampai 2,74 mm dan tubuh berbulu-bulu halus, kepala berwarna hitam dengan lebar 0,2-0,3 mm. Instar kedua, tubuh berwarna hijau dengan panjang 3,75-10,00 mm, bulu-bulunya tidak terlihat lagi dan pada ruas abdomen pertama terdapat garis hitam meningkat pada bagian dorsal terdapat garis putih memanjang dari toraks hingga ujung abdomen, pada toraks terdapat empat buah titik yang berbaris dua-dua. Larva instar ketiga memiliki panjang tubuh 8,0 15,0 mm dengan lebar kepala 0,5 0,6 mm. Pada bagian kiri dan kanan abdomen terdapat garis zig-zag berwarna putih dan bulatan hitam sepanjang tubuh. Instar keempat , kelima dan keenam agak sulit dibedakan. Untuk panjang tubuh instar ke empat 13-20 mm, instar kelima 25-35 mm dan instar ke enam 35-50 mm. Mulai instar keempat warna bervariasi yaitu hitam, hijau, keputihan, hijau kekuningan atau hijau keunguan. Larva mempunyai warna yang bervariasi, mempunyai kalung/bulan sabit berwarna hitam pada segmen abdomen yang keempat dan kesepuluh. Pada sisi lateral dan dorsal terdapat garis

kuning. Ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklatcoklatan.Ulat berkepompong dalam tanah, membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon) berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm. Imago berupa ngengat dengan warna hitam kecoklatan. Pada sayap depan ditemukan spot-spot berwarna hitam dengan strip-strip putih dan kuning. Sayap belakang biasanya berwarna putih, (Ardiansyah, 2007).

Daur Hidup Serangga dewasa dari hama ini adalah kupu-kupu, Meletakkan telur secara berkelompok di atas daun atau tanaman dan ditutp dengan bulu-bulu. Jumlah telur tiap betina antara 25-500 butir. Telur akan menetas menjadi ulat (larva), mula-mula hidup ber-kelompok dan kemudian menyebar. Larva akan menjadi pupa (kepompong) yang dibentuk di bawah permukaan tanah. Daur hidup dari telur menjadi kupu-kupu berkisar antara 30 - 61 hari. Stadium yang membahayakan dari hama Spodoptera litura adalah larva (ulat). Menyerang bersama-sama dalam jumlah yang sangat besar.

Pengendalian Pengendalian secara terpadu terhadap hama ini dapat dilakukan dengan cara :

1. Mekanis, yaitu mengumpulkan telur dan ulat-ulatnya dan langsung dibunuh. 2. Kultur teknis, yaitu menjaga kebersihan kebun dari gulma dan sisa-sisa tanaman yang menjadi tempat persembunyian hama, serta melakukan rotasi tanaman. 3. Hayati (biologis) yaitu disemprot dengan insektisida berbahan aktif Bacilus thuringiensis seperti Dipel, Florbac, Bactospeine, dan Thuricide. 4. Sex pheromone, yaitu perangkap ngengat (kupu-kupu) jantan. Sex pheromone merupakan aroma yang dikeluarkan serangga betina dewasa yang dapat menimbulkan rangsangan sexual (birahi) pada serangga jantan dewasa untuk menghampiri dan melakukan perkawinan sehingga membuahkan keturunan. Sex pheromone dari Taiwan yang di Indonesia diberi nama "Ugratas" atau Ulat Grayak Berantas Tuntas berwarna "merah" sangat efektif untuk dijadikan perangkap kupu-kupu dewasa dari ulat grayak (S. litura). Cara pemasangan Ugratas merah ini adalah dimasukkan ke dalan botol bekas aqua volume 500 cc yang diberi lubang kecil untuk tempat masuknya kupu-kupu jantan. Untuk 1 hektar kebun cabai cukup dipasang 5-10 buah Ugratas merah, dengan cara digantungkan sedikit lebih tinggi di atas tanaman cabai. Daya tahan (efektivitas) Ugratas ini + 3 minggu, dan tiap malam bekerja efektif sebagai perangkap ngengat jantan. Keuntungan penggunaan Ugratas ini antara lain : aman bagi manusia dan ternak, tidak berdampak negatif terhadap lingkungan, dapat menekan penggunaan insektisida, tidak menimbulkan kekebalan hama, dan dapat memperlambat perkem-bangan hama tersebut. 5. .Kimiawi, yaitu disemprot insektisida seperti Hostathion 40 EC 2 cc/lt atau Orthene 75 SP 1 gr/lt.

Kutu Daun (Myzus sp) Klasifikasi : Kingdom: Animalia Phylum: Arthropoda Class: Insecta Order: Hemiptera

Family: Aphididae Genus: Myzus Species: M. sp

Kutu daun atau sering disebut Aphid tersebar di seluruh dunia. Hama ini memakan segala jenis tanaman (polifag), lebih dari 100 jenis tanaman inang, termasuk tanaman cabai. Kutu daun berkembang biak dengan 2 cara, yaitu dengan perkawinan biasa dan tanpa perkawinan atau telurtelurnya dapat berkembang menjadi anak tanpa pembuahan (partenogenesis). Daur hidup hama ini berkisar antara 7 - 10 hari. Hama ini menyerang tanaman cabai dengan cara mengisap cairan daun, pucuk, tangkai bunga ataupun bagian tanaman lainnya. Serangan berat menyebabkan daundaun melengkung, keriting, belang-belang kekuningan (klorosis) dan akhirnya rontok sehingga produksi cabai menurun. Kehadiran kutu daun di kebun cabai, tidak hanya menjadi hama tetapi juga berfungsi sebagai penular (penyebar) berbagai penyakit virus. Di samping itu, kutu daun mengeluarkan cairan manis (madu) yang dapat menutupi permukaan daun. Cairan manis ini akan ditumbuhi cendawan jelaga berwarna hitam sehingga menghambat proses fotosintesis. Serangan kutu daun menghebat pada musim kemarau.

Pengendalian secara terpadu terhadap hama ini dapat dilakukan dengan cara :

1. Kultur teknik, yaitu menanam tanaman perangkap (trap crop) di sekeliling kebun cabai, misalnya jagung. 2. Kimiawi, yaitu dengan semprotan insektisida yang efektif dan selektif seperti Deltamethrin 25 EC pada konsentrasi 0,1 - 0,2 cc/liter, Decis 2,5 EC 0,04%, Hostathion 40EC 0,1% atau Orthene 75 SP 0,1%.

You might also like