You are on page 1of 4

Alergi makanan pada anak dapat menyerang semua organ tanpa terkecuali mulai dari ujung rambut sampai

ujung kaki dengan berbagai bahaya dan komplikasi yang mungkin bisa terjadi. Terakhir terungkap bahwa alergi ternyata bisa mengganggu fungsi otak, sehingga sangat mengganggu perkembangan anak Belakangan terungkap bahwa alergi menimbulkan komplikasi yang cukup berbahaya, karena alergi dapat mengganggu semua organ atau sistem tubuh kita termasuk gangguan fungsi otak. Gangguan fungsi otak itulah maka timbul ganguan perkembangan dan perilaku pada anak seperti gangguan konsentrasi, gangguan emosi, keterlambatan bicara, gangguan konsentrasi hingga memperberat gejala Autis. Permasalahan menjadi bertambah rumit karena untuk mencari penyebab alergi sangat sulit. Pemeriksaan untuk mencari penyebab alergi makanan sangat beragam dilakukan oleh beberapa klinisi. Untuk mencari penyebab alergi harys semata berdasarkan diagnosis klinis bukan dengan pemeriksaan atau tes alergi. Sehingga gold standard atau standar baku untuk memastikan makanan penyebab alergi harus menggunakan Provokasi makanan secara buta (Double blind placebo control food chalenge = DBPCFC). Sehingga banyak kasus penderita alergi makanan, menghindari makanan penyebab alergi makanan berdasarkan banyak pemeriksaan penunjang hasilnya tidak optimal.. Sulitnya mencari penyebab alergi inilah yang menjadi sumber utama terjadinya kontroversi atau perbedaan pendapat di anatara masyarakat awam dan sebagian besar dokter atau klinisi itu sendiri. Masih banyak perbedaan dan kontroversi dalam penanganan alergi makanan sesuai dengan pengalaman klinis tiap ahli atau peneliti. Sehingga banyak tercipta pola dan variasi pendekatan diet yang dilakukan oleh para ahli dalam mencari dan menangani alergi makanan. Banyak kasus pengendalian alergi makanan tidak berhasil optimal, karena penderita menghindari beberapa penyebab alergi makanan hanya berdasarkan pemeriksaan yang bukan merupakan baku emas atau Gold Standard MEMASTIKAN PENYEBAB ALERGI Diagnosis alergi makanan dibuat berdasarkan diagnosis klinis, bukan dengan tes alergi atau pemeriksaan lainnya, Diagnosis klinis tersebut adalah yaitu anamnesa (mengetahui riwayat penyakit penderita) dan pemeriksaan yang cermat tentang riwayat keluarga, riwayat pemberian makanan, tanda dan gejala alergi makanan sejak kecil dan dengan eliminasi dan provokasi. Untuk memastikan makanan penyebab alergi harus menggunakan Provokasi makanan secara buta (Double Blind Placebo Control Food Chalenge = DBPCFC). DBPCFC adalah gold standard atau baku emas untuk mencari penyebab secara pasti alergi makanan. Mengingat cara DBPCFC tersebut sangat rumit dan membutuhkan biaya dan waktu yang tidak sedikit. Beberapa pusat layanan alergi anak melakukan modifikasi terhadap metode pemeriksaan tersebut. Children Family Clinic Rumah Sakit Bunda Jakarta melakukan modifikasi dengan melakukan Eliminasi Provokasi Makanan Terbuka Sederhana. Dalam diet sehari-hari dilakukan eliminasi atau dihindari beberapa makanan penyebab alergi selama 3 minggu. Setelah 3 minggu bila keluhan alergi maka dilanjutkan dengan provokasi makanan yang dicurigai. Setelah itu dilakukan diet provokasi 1 bahan makanan dalam 1 minggu bila timbul gejala dicatat. Disebut sebagai penyebab alergi bila dalam 3 kali provokasi menimbulkan gejala. Orang tua atau keluarga di rumah harus diberitahu bahwa eliminasi diet ini adalah sementara. Tidak perlu kawatir anak kekurangan gizi karena makanan pengganti yang diperbolehkan gizinya cukup baik. Sering para orang tua, keluarga di rumah atau kakek dan nenek di rumah awalnya menolak dengan pemberian diet tersebut. Karena takut kekurangan gizi atau merasa kasian dengan anak yang terlalu dibatasi makanannya. Namun setelah

melihat perbaikkan gejala alerginya sebagian besar mereka akhirnya percaya bahwa alergi makanan adalah sebagai penyebab banyak keluhan pada anak tersebut selama ini. Bahkan meskpun makanan dibatasi justru malah berat badan pada anak akan meningkat, karena berkaitan dngan membaiknya keluhan alergi tersebut. Setelah 3 minggu bila keluhannya menghilang maka dilanjutkan dengan provokasi makanan yang dicurigai dengan mencoba salah satu macam makanan yang dihindari mulai dari makanan yang relatif agak jarang sebagai penyebab alergi. Setelah itu dilakukan diet provokasi 1 bahan makanan dalam 1 minggu bila timbul gejala dicatat. Disebut allergen atau bahan makanan tersebut sebagai penyebab alergi bila dalam 3 kali provokasi menimbulkan gejala alergi. Bila dalam evaluasi setelah 3 minggu keluhannya tidak membaik harus dilakukan evaluasi apakah diet tidak ada yang menyimpang atau melanggar. Bila ada yang melanggar diet tersebut dilanjutkan selama 1 minggu lagi, kemudia dievaluasi ulang. Bila memang tidak ada yang melanggar harus dilakukan evaluasi terhadap diet sementara tersebut mungkin saja ada yang tidak bisa diterima. KETERBATASAN PEMERIKSAAN LAIN Pemeriksaan penunjang yang ada selama ini hanyalah sebagi tambahan informasi atau data bagi dokter. Bukan suatu sarana untuk memastikan penyebabnya, mengingat sangat minimnya spesitifitas dan spesifitas pemeriksaan tersebut. Pemeriksaan yang dilakukan untuk mencari penyebab alergi sangat banyak dan beragam. Baik dengan cara yang ilmiah hingga cara alternatif, mulai yang dari yang sederhana hingga yang canggih. Diantaranya adalah uji kulit alergi, pemeriksaan darah (IgE, RASt dan IgG), Pemeriksaan lemak tinja, Antibody monoclonal dalam sirkulasi, Pelepasan histamine oleh basofil (Basofil histamine release assay/BHR), Kompleks imun dan imunitas seluler, Intestinal mast cell histamine release (IMCHR), Provokasi intra gastral melalui endoskopi, biopsi usus setelah dan sebelum pemberian makanan. Selain itu terdapat juga pemeriksaan alternatif (unproven procedure) untuk mencari penyebab alergi makanan diantaranya adalah kinesiology terapan (pemeriksaan otot), Alat Vega (pemeriksaan kulit elektrodermal), bioresonansi, IgG4, Metode Refleks Telinga Jantung, Cytotoxic Food Testing, Analisa Rambut, Iridology dan Tes Nadi. Pemeriksaan jenis ini belum teruji secara ilmiah validitas dan akurasinya. Sehingga semua pemeriksaan tersebut tidak akan pernah direkomendasikan. TES KULIT ALERGI Terdapat beberapa jenis uji kulit untuk mengetahui penyebab alergi, diantaranya adalah : uji tusuk, uji gores dan uji tempel. Banyak disukai oleh penderita adalah uji tempel, karena tidak terlalu menyakitkan dan praktis. Hasil uji kulit bukanlah hasil akhir atau penentu diagnosis. Sering informasi yang diterima penderita menyesatkan, bahwa dianggap dengan tes alergi dapat diketahui pasti penyebab alergi. Tes kulit alergi sangat terbatas sebagai alat diagnosis. Bila hasil tes kulit alergi positif belum tentu alergi terhadap makan bahan makanan tersebut, sebaliknya bila hasilnya negatif belum tentu bukan alergi makanan. Sehingga pelaksanaan tes kulit alergi berulang-ulang untuk evaluasi adalah sesuatu yang tidak ilmiah, tidak logis dan menyesatkan. Penggunaan test konvensional berupa tes kulit alergi ini ditemukan sejak tahun 1911. Tes kulit dapat dilakukan dengan uji gores (scratch test), uji tusuk (prick test), uji suntik intradermal (intrademal test) atau uji tempel. Dapat dilakukan sebagai pemeriksaan penyaring dengan menggunkan ekstrak allergen yang ada di lingkungan penderita seperti debu, bulu kucing, susu, telur, coklat, kacang dan lain-lain. Cara pemeriksaannya adalah kulit digores atau ditusuk ringan kemudian ditetesi cairan penguji tersebut. Setelah sekitar sepuluh menit

atau lebih, dilakukan pengamatan pada kulit tersebut. Bila terdapat kemerahan atau lepuhan pada kulit dibandingkan dengan pembanding atau cairan netral pada titik lainnya akan memberi petunjuk adanya alergi. Uji kulit mempunyai keterbatasan sebagai alat diagnostik. Nilai diagnosisnya tidak begitu baik. karena hanya bisa mendiagnosis alergi tipe cepat. Tes kulit alergi hanya bisa menduga adanya alergi, selanjutnya harus dikonfirmasi dengan eliminasi dan provokasi makanan. Cara ini seringkali tidak akurat, karena masih ditemukan hasil negatif palsu (false negatif) atau hasil negatif belum tentu bukan alergi. Sebaliknya hasil Positif palsu (false positif) artinya hasil positif belum tentu alergen tersebut sebagai penyebab alergi. Pada tes kulit seringkali yang terdeteksi adalah proses alergi reaksi cepat (reaksi terjadi kurang 8 jam). Seperti, bila makan udang dalam beberapa jam timbul gatal-gatal. Tetapi proses alergi makanan reaksi lambat (reaksi terjadi lebih dari 8 jam) seringkali negatif atau tidak terdeteksi. Sehingga sering terjadi pada tes kulit yang positif hanyalah debu yang merupakan alergi tipe reaksi cepat dan makanan lainnya negatif. Fenomena inilah yang mengakibatkan timbul persepsi bahwa gejala alergi sebagian besar disebabkan karena debu dan ALERGI MAKANAN TIDAK DIANGGAP SEBAGAI PENYEBAB ALERGI. Banyak para klinisi atau masyarakat yang masih menjadikan tes kulit alergi sebagai pedoman untuk menghindari makanan tersebut hingga jangka panjang. Atau sebaliknya terus mengkonsumsi makanan yang dalam tes dinyatakan negatif. Sehingga menghindari makanan penyebab alergi atas dasar tes tersebut seringkali tidak menunjukkan hasil yang optimal. PEMERIKSAAN DARAH Beberapa pemeriksaan laboratorium melalui pemeriksaan darah dapat dilakukan untuk mencari penyebab alergi. Pemeriksaan konvesional lainnya adalah pemeriksaan darah dengan cara RAST (Radio-allergo-sorbent test). Pemeriksaan ini adalah untuk melihat antibodi terhadap makanan tertentu, debu, serbuk bunga, bulu kucing dan lainnya. Namun pemeriksaan ini cukup rumit dan mahal. Satu jenis alergen misalnya debu harganya mencapai sekitar 350 450 ribu rupiah. Bisa dibayangkan bila jenis makanan yang demikian banyak diperiksa semuanya. Beberapa ahli juga berpendapat bahwa pemeriksaan ini juga dianggap kecil artinya, bila digunakan untuk penghindaran makanan penyebab alergi. Pemeriksaan IgE total dengan PRIST (Paper radioimmunosorbent test) berguna untuk menentukan status alergi penderita. Harga normal adalah 100 u/ml sampai usia 20 tahun. Kadar IgE lebih dari 30 u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah atopi atau mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi sistem imun Pemeriksaan lainnya adalah tes Sitotoksik. Darah disentrifuge (dipusingkan) untuk memisahkan sel darah putih dalam jumlah banyak. Kemudian sel darah putih tersebut dites dengan sejumlah bahan allergen atau yangh dicurugai alergi seperti makanan tertentu atau debu. Dicurigai alergi bila sel darah putih tersebut rusak atau mati. Namun sejali lagi bahwa tes ini sebagai alat diagnosis tidak terlalu bagus, karena terdapat hasil negative palsu yang mengacaukannya. Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang lainnya yang jarang dikerjakan adalah pemeriksaan lemak tinja, immunoglobulin, AntibodI monoclonal dalam sirkulasi, pelepasan histamine oleh basofil (Basofil histamine release assay/BHR), kompleks imun dan imunitas seluler, intestinal mast cell histamine release (IMCHR), provokasi intra gastral melalui endoskopi, biopsi usus setelah dan sebelum pemberian makanan. PENCETUS ALERGI Timbulnya gejala alergi bukan saja dipengaruhi oleh penyebab alergi, tapi juga dipengaruhi oleh pencetus alergi. Beberapa hal yang menyulut atau mencetuskan timbulnya alergi disebut faktor pencetus. Faktor pencetus tersebut dapat berupa faktor fisik seperti

dingin, panas atau hujan, kelelahan, aktifitas berlebihan tertawa, menangis, berlari,olahraga. Faktor psikis berupa kecemasan, sedih, stress atau ketakutan. Faktor hormonal juga memicu terjadinya alergi pada orang dewasa. Faktor gangguan kesimbangan hormonal itu berpengaruh sebagai pemicu alergi biasanya terjadi saat kehamilan dan menstruasi. Sehingga banyak ibu hamil mengeluh batuk lama, gatal-gatal dan asma terjadi terus menerus selama kehamilan. Demikian juga saat mentruasi seringkali seorang wanita mengeluh sakit kepala, nyeri perut dan sebagainya. Faktor pencetus sebetulnya bukan penyebab serangan alergi, tetapi menyulut terjadinya serangan alergi. Bila mengkonsumsi makanan penyebab alergi disertai dengan adanya pencetus maka keluhan atau gejala alergi yang timbul jadi lebih berat. Tetapi bila tidak mengkonsumsi makanan penyebab alergi meskipun terdapat pencetus, keluhan alergi tidak akan muncul. Pencetus alergi tidak akan berarti bila penyebab alergi makanan dikendalikan. Hal ini yang dapat menjelaskan kenapa suatu ketika meskipun dingin, kehujanan, kelelahan atau aktifitas berlebihan seorang penderita asma tidak kambuh. Karena saat itu penderita tersebut sementara terhindar dari penyebab alergi seperti makanan, debu dan sebagainya. Namun bila mengkonsumsi makanan penyebab alergi bila terkena dingin atau terkena pencetus lainnya keluhan alergi yang timbul lebih berat. Jadi pendapat tentang adanya alergi dingin mungkin keliru. KESIMPULAN Pemeriksaan untuk mencari penyebab alergi makanan sangat beragam dilakukan oleh beberapa klinisi. Meskipun sebenarnya gold standard atau standar baku untuk memastikan makanan penyebab alergi harus menggunakan Provokasi makanan secara buta (Double blind placebo control food chalenge = DBPCFC). Sehingga banyak kasus penderita alergi makanan, menghindari makanan penyebab alergi makanan berdasarkan banyak pemeriksaan alergi lainnya hasilnya tidak optimal.

Provided by DR WIDODO JUDARWANTO SpA

You might also like