You are on page 1of 9

Rahasia Popy

Hatiku gunda, hatiku gelisah Ya, hallo. Ada apa, Lal? Popy menghentikan lantuan suara Sherina yang unyu itu dengan mengklik tombol ijo di sebelah kiri hapenya. Telpon dari Hilal. Pop, besok jadi ikutan gak? Gue sama Awan udah sepakat nih ketemuan di alun-alun barat. Jam 10 teng, gak pake tong. Hilal menyerbu tanpa basa-basi. Popy langsung memasang tampang bte. Lo kalo nelpon bisa basa-basi dulu gak sih? Maen cerocos aja. Popy ngedumel. Apa, Pop? Ooo, gak bisa ya, emangnya maen Mario bross-nya gak bisa ditunda dulu apa, Pop? Kita kan jarang-jarang benget kumpul-kumpul kayak gini, Hilal salah tanggap. Cerocosss! Bakan Mario Bross! Muka lo tuh yang boros! Klik! Popy menyudahi pembicaraan dengan sangat sadis. *** Tidak tahu kenapa, akhir-akhir ini sikap Popy berubah dari biasanya yang sangat periang menjadi aneh di mata sahabatnya. Popy menjadi lebih sensi yang gampang tersinggung. Eh, Wan. Itu si Popy kenapa sih? Songong banget telpon gue main rijek aje. Hilal melampiaskan kejengkelannya pada Awan di kantin saat jam istirahat.

Ciee ketauan niye yang abis telponan sama Popop. Pletak! Sebuah cengek merah mendarat di jidat Awan dengan sangat sukses. Ebuset dah, lo kate jidat gue lapangan golf? sungut Awan sambil mengusap jidatnya. Bodo! Eh, itu si Popy kenapa sih? Lagi dapet kali ya? Hilal kembali mengajukan pertanyaan dengan muka tanpa dosa. Bodo! Awan beranjak dari tempat duduknya dan membayar dua bakwan yang barusan dimakannya. Wooy, Wan! Lah, tu anak malah kabur. Dasar lo Awan butek. Bodo! Awan meled sambil mengacungkan jari tengahnya sembari melankah cuek ke arah kelas IX IPA 1. *** Wan, ini udah gak bisa dibiarin. Si Popy lama-lama bisa ngelunjak. Kita kudu ngelakuin sesuatu, Coy! Hilal bersuara dengan sangat berapi-api. Emang ada apa sih? Kayaknya urgent banget. Hardia nyeletuk. Bukan urgent, Men. Emang si Hilal aja yang napsu. Maklum, masalah Popy, Meen. Awan akhirnya bersuara juga setelah mendengar celetukan Hardia. Sial lo! Gue serius kali. Lo bayangin aja, tadi Chika sama Kilan ngadu ke gue, dia bilang Popy makin aneh aja di kelas.

Popy ke kelas pake rok rumpai-rumbai? Hardia menyahut, namun lagi-lagi tidak nyambung. Bukan, sotoy! Lo kalo gak tau mending diem deh, sebelum gue sebor nih pake bensin! Hilal akhirnya gerah juga dengan sindrom lola-nya Hardia. Bagus, Lal, sebor aja! Nih gue bawa korek. Hahaaa. Awan terkekeh. Teriknya matahari menjadi saksi perjalanan mereka siang itu di sepanjang jalan Bhayangkara. Awan, Hilal, Popy, Hardia, dan Popy adalah sahabat karip semenjak beberapa tahun ini. Tepatnya semenjak mereka bertemu tiga tahun yang lalu di SMP Cemara Kota Serang. Dari kelas tujuh mereka sudah sangat kompak, apalagi mereka pernah satu kelas. Tapi ketika pengambilan jurusan di kelas delapan, Popy memilih jurusan IPS dengan alasan ingin merealisasikan cita-citanya untuk menjadi manajer panti asuhan. Tapi kekompakan itu sepertinya mulai rapuh dalam beberapa hari ini dengan perubahan sikap Popy yang menjadi alergi berada di dekat teman-temen cowoknya itu. Popy menjadi lebih dingin sama mereka. Apalagi semenjak mereka kelas tiga, tugas sekolah semakin menumpuk dan belum lagi persiapan ujian nasional yang sudah di depan mata membuat intensitas kebersamaan mereka semakin sempit. Apa Popy lagi punya gebetan ya, Wan? Jadi dia cuek yang berusaha menutupi dari kita. Hilal berspekulasi. Hah? Popy punya gebetan? Siapa? Siapa? Siapa? Hardia langsung nyamber kayak bensin.

Pletak! Tuh, Popy lagi PDKT sama itu. Sebuah benda mungil mendarat di pipi Hardia. Hardia sibuk mencari-cari benda yang barusan singah beberapa detik di pipi bergelombangnya yang dipenuhi jerawat itu. Ah, gak mungkin! Si Popy kan orangnya susah jatuh cinta. Lo aja yang udah ngejarngejar dari jaman baheula, hasilnya tetep nihil kan? Awan membuat pipi Hilal merah merona. Yeee, gak gitu juga kali, Butek! Hilal sewot. Atau kita ke rumah dia aja ntar sore, gimana? Dari pada menduga-duga, iya kalo bener. Lah kalo salah kan tabungan dosa lo makin numpuk. Hahahaa. Awan kegirangan karena berhasil menyentil Hilal dengan bicara soal dosa. Heleh, kayak lo banyak pahala aja. Dari pada elo, udah banyak dosa, banyak jerawat juga. Wakakaka. Awan makin bersemangat meledak Hilal. Ebuset dah, main fisik lo. Noh, jidat lo olesin kemiri, biar gak dikirain gunung karang kena erosi. Hahaha. Hilal pun akhirnya mendapat celah membalas ledekan Awan. Sial, majalah cerpen yang ada di tangan Awan tiba-tiba sudah bedara di pipi Hardia. Ada apa sih kalian? Brisik gak jelas. Eh, Lal, lo barusan nimpuk gue pake apa sih? Hardia yang dari tadi sibuk datang dan memperlihatkan benda hitam kecil di telapak tangannya. Suara tawa Hilal membahana begitu melihat tampang oon Hardia.

Itu upil gueee. Hihihiiii, teriaknya sembari memburu langkah seribu meninggalkan Awan yang bergidik jijik. Sementara Hardia mesih sibuk dengan tatapan penasarannya pada benda bulat di tangannya. *** Sorenya, Awan, Hilal, dan Hardia sepakat untuk ke rumah Popy di Kaujon. Mereka berangkat dengan motor, Awan dengan matic biru kesayangannya, sementara Hilal membonceng Hardia dengan motor bebek klanpot racing bersuara crempeng. Eh, Lal, lo sejak kapan sih demen dengerin lagu rock? ujug-ujug Awan bertanya pada Hilal begitu mereka parkir di halaman rumah Popy. Hardia menoleh, pertanyaan lo gajebo banget. Udah tau gue demen pop melayu. Sejak kapan lagu melayu crempeng? Awan semakin membuat Hilal kebingungan.

Suka-suka lo dah. Lama-lama lo ketularan gaje-nya di Hardi. Hilal meninggalkan Awan dengan muka males. Nooooh, knalpot motor lo ngajakin rusuh! Awan keki gara-gara sindirannya gagal total. Sementara Hardia diam tak terpengaruh. Hilal mengetuk pintu rumah Popy yang tertutup rapat. Assalamualaikum sapanya dengan suara lantang. Sudah menjadi rahasia umum, Hilal adalah yang paling ekspresif di antara mereka berempat. Ketukan ketiga, pintu terbuka yang disambut oleh kepala Teh Nina, kakak perempuannya Popy.

Teh, Popy ada nggak? Hilal langsung to the point menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan mereka. Ada tuh, dari tadi ngeram di kamar. Naik aja ke atas! *** Hatiku sedih Hatiku gundah Tak ingin pergi berpisah Lihatlah lebih dekat-nya Sherina jaman baheula terdengar sayup-sayup dari arah kamar Popy. Pintu kamarnya terbuka. Di atas tempat tidur terlihat Popy tengah berbaring membelakangi pintu, sehingga dia tidak menyadari kehadiran teman-temennya dari genk SerangBelle. Suasana kamar mendadak hening. Popy menoleh ke arah leppie-nya di atas meja belajar. Dia tercekat begitu menangkap tiga sosok laki-laki kurang perhatian semenjak beberapa hari ini. Tepatnya semenjak Popy merajuk dan berhenti mendekati mereka. Sejak kapan lo di sini? Popy memperlihatkan tatapan tidak senangnya. Ciee, ampe segitunya yang lagi pedekate. Huh! Hardia langsung nyeletuk. Popy menyerngitkan dahinya. Awan duduk di pinggir tempat tidur Popy. Yang punya tempat tidur pun bangkit dan tangannya secepat kilat meyembunyikan sesuatu di balik bantal.

Pop, kita ada salah ya sama lo? Maafin kita ya, kalau ada salah. Awan membuka suara. Ya Pop, maafin kita ya Pop. Kita masih pengen jadi temen lo. Suer. Hilal menyambung dari kursi meja rias Popy. Popy tidak menjawab apa-apa. Dia hanya diam sambil menekuk mukanya. Dia seperti tengah menyembunyikan sesuatu. Pop, lo kok diam aja sih? Bilang aja kalau emang kita ada salah. Kita siap kok nebus kesalah kita, lanjut Awan dengan nada serius. Suasana kamar kembali hening. Berempat sahabat itu seperti dikuasai perasaan masing-masing. Popooop, lo lagi liatin album photo kita? Waaah. Tiba-tiba hening menjadi pecah dengan suara Hardia yang histeris dengan sebuah album berwarna biru di tangannya. Iiiih, apaan sih, Di? Sini balikin! Popy berusaha merebut album itu dari tangan Hardia, namun sia-sia sebab satu detik kemudian album itu sudah melayang dan berpindah ke tangan Hilal. Popy tidak berani merebut, tragedi rijek telpon beberapa hari lalu dengan Hilal masih menyisakan rasa tidak enak di hatinya. Dia hanya menatap sejenak, lalu kembali menunduk. Popy menatap sahabatnya satu persatu. Bening berpendar di ujung matanya. Gak kok, kalian gak salah. Kemaren-kemaren gue lagi gak enak badan aja, jadinya kebawa sampai sekolah. Tapi waktu pulang sekolah lo juga gak mau bareng kita-kita, Pop. Hardia langsung protes merasa ada yang janggal dari alasan Popy.

Hus! Platak! Tutup pulpen mendarat di jidat Hardia, lemparan Hilal tepat mengenai sasaran. Popy kembali menunduk. Gue yang seharusnya minta maaf. Ini kesalahan gue, gue terlalu takut kehilangan kalian. Sebentar lagi kan kita lulus. Kalian pasti pada kuliah ke luar kota kan? Sementara gue gak diijinin bokap kemana-mana. Gue Cuma bisa ngelanjutin kuliah di Serang aja. Popy sesugukan. Ya ampun, Pop. Lo kok bisa kepikiran kayak gitu? Hardia mengusap rambut Popy. Apa karena kita IPA dan kamu IPS? Awan mencoba menebak pikiran Popy. Popy menatap Awan dan kemudian menunduk. Pop, kata siapa kita akan ninggalin lo? Gue juga bakal ngelanjutin kuliah di sini kok. Gue mau ngambil teknik industri di Cilegon. Dan kita akan tetap satu universitas, terang Awan. Iya, Pop. Nyokap juga minta gue buat ngambil akutansi aja di Untirta. Hardia pun menyahut. Mendadak pipi Popy bersemu kemerahan. Ada haru yang membuncah di dadanya, namun rasa haru itu menjadi kalah karena malu yang tiba-tiba mendera. Dia menyesal karena telah mengambil keputusan untuk menjauhi sahabat-sahabatnya itu tanpa bertanya terlebih dahulu. Pergilah sedih Pergilah resah Jauhkanlah aku dari salah prasangka Pergilah gundah Jauhkan resah Lihat segalanya lebih dekat Dan kubisa menilai lebih bijaksana

Suara Sherina kembali mengalun setelah tangan Hardia tidak sengaja mengklik tombol space di keyboard leppie Popy. Sontak ketiganya saling bertatapan dan tersenyum penuih arti, sementara Hardia asyik mengutak-atik leptop Popy. Eh, Pop, lo kok nyimpem foto Hilal doing sih? Foto gue sama Awan gak ada. Waah, parah! Pilih kasih nih! Popy terbelalak, begitupun dengan Hilal. Hardiaaaaa! (*)

(*Hufff, 9:55 PM aku baru selesaikan juga cerita ini. Bhayangkara, Serang 29 Februari 2012.

You might also like