You are on page 1of 9

POLIP ANTROKOANA

Case Report

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing : dr. H. Iwan Setiawan Adji, Sp. THT-KL

Oleh :

Muh. Prabu Aryanda, S. Ked Listiana Masyita Dewi, S.Ked Fanadita Susilaningtyas, S. Ked

J 500 06 0009 J 500 06 0013 J 500 06 0024

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012

Case Report

POLIP ANTROKOANA
Yang Diajukan Oleh :

Muh. Prabu Aryanda, S. Ked Listiana Masyita Dewi, S.Ked

Fanadita Susilaningtyas, S. Ked

J 500 06 0009 J 500 06 0013 J 500 06 0024

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. Pada Hari , Tanggal

Pembimbing : dr. H. Iwan Setiawan Adji, Sp. THT-KL (...) Dipresentasikan dihadapan : dr. H. Iwan Setiawan Adji, Sp. THT-KL (...) Disahkan KaProdi Profesi FK UMS : dr. Hj. Yuni Prastyo K, M.MKes (....)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012

A. Definisi Polip nasi merupakan kelainan mukosa hidung berupa massa lunak yang bertangkai, berbentuk bulat dan lonjong, berwarna putih keabuan, dengan permukaan licin dan agak bening karena mengandung banyak cairan. Polip nasi bukan merupakan penyakit tersendiri, tapi merupakan manifestasi klinik dari berbagai macam penyakit dan sering dihubungkan dengan sinusitis, rhinitis alergi, fibrosis kistik dan asma (Soetjipto, 2008). Polip sangat bervariasi pada setiap individu, polip dapat berupa polip antro-koanal, polip jinak yang besar ataupun polip multipel yang dapat merupakan lesi jinak atau merupakan suatu keganasan seperti: glioma, hemangioma, neuroblastoma, sarcoma, karsinoma nasofaring dan papiloma inverted (Soetjipto, 2008).

Nasal Polip (http://www.google.co.id/imglanding?q=anatomi =hidung)

B. Etiologi Etiologi yang pasti dari polip nasi belum diketahui, tetapi ada 3 faktor penting terjadinya polip, yaitu : 1. 2. 3. Peradangan kronik yang berulang pada mukosa hidung dan sinus. Gangguan keseimbangan vasomotor. Peningkatan tekanan cairan interstisial dan edema mukosa hidung.

Fenomena Bernoulli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui tempat yang sempit, akan mengakibatkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya. Jaringan yang lemah akan terhisap oleh tekanan negatif ini, sehingga mengakibatkan edema mukosa dan pembentukan oplip. Fenomena ini menjelaskan mengapa polip kebanyakan berasal dari daerah yang sempit di kompleks osteomeatal (KOM) di meatus media. Walaupun demikian polip juga dapat timbul dari tiap bagian mukosa hidung atau sinus paranasal, dan seringkali bilateral dan multipel (Gulia, 2010).

C. Faktor Predisposisi (Bechara, 2008) 1. 2. 3. 4. Alergi, terutama rhinitis alergi. Sinusitis kronik. Iritasi. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi, seperti septum deviasi dan hipertrofi konka.

D. Patofisiologi 1. Edema mukosa Edema mukosa yang timbul karena suatu peradangan kronik yang berulang, kebanyakan terjadi di daerah meatus media. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler, sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses ini berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terjadi polip (Gulia, 2010). 2. Kerusakan epitel Sel-sel epitel akan teraktivasi oleh alergen, polutan dan agen infeksius. Sel melepaskan berbagai faktor yang berperan dalam respon inflamasi dan perbaikan. Kerusakan epitel akan menyebabkan

pembentukan hiperplasia sel goblet dan hipersekresi mukus, yang berperan dalam obstruksi hidung dan sinus. Hal inilah yang menyebabkan terbentuknya polip (Gulia, 2010).

3.

Inflamasi Perubahan inflamasi pertama terjadi pada dinding lateral mukosa hidung atau sinus. Lokasi polip terbanyak adalah berasal dari dari daerah meatus media, terutama celah sempit di ethmoid anterior yang menciptakan aliran turbulen, dan terutama bila dipersempit oleh peradangan mukosa. Ulserasi atau prolaps submukosa dapat terjadi, diakibatkan oleh reepitelisasi dan pembentukan kelenjar baru. Selama proses ini, polip dapat dibentuk dari mukosa akibat proses inflamasi sel epitel, sel endotel pembuluh darah dan fibroblast. Hal ini yang alan mempengaruhi integritas bioelektrik saluran natrium di permukaan luminal sel epitel pernafasan dalam mukosa hidung. Penyerapan natrium akan meningkat, yang menyebabkan terjadinya retensi air dan pemebentukan polip (Mangunkusumo, 2008).

4.

Ketidakseimbangan vasomotor Peningkatan permeabiltas vaskuler dan peraturan produk,

menyebabkan detoksifikasi vaskuler sel mast (misalnya histamin). Dalam jangka panjang akan terjadi edema, yang diperburuk oleh terhalangnya drainase vena. Teori ini didasarkan pada kurangnya sel stroma dan kurangnya respon vasokontriksi. Hal ini yang akan menyebabkan terbentuknya polip (Mangunkusumo, 2008). 5. Pecah epitel Pecahnya epitel mukosa hidung yang disebabkan oleh peningkatan jumlah jaringan, akan menyebabkan mukosa lamina propria menjadi prolaps. Dalam tahap lanjut, akan menyebabkan terbentuknya polip (Mangunkusumo, 2008).

E. Gejala Klinis Gejala Utama yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa tersumbat di hidung. Sumbatan ini tidak hilang timbul dan makin lama semakin berat keluhannya.

Manifestasi klinis polip nasi dibagi menjadi: 1. Gejala Subjektif Hidung tersumbat adalah keluhan utama yang sering dikeluhkan. Keluhan lain dapat berupa: hiposmia dan anosmia, nyeri kepala, rhinorea, bersin, iritasi di hidung (terasa gatal), post nasal drip, nyeri wajah, suara bindeng, telinga terasa penuh, mendengkur, gangguan tidur. 2. Gejala Objektif Edema mukosa hidung Submukosa hipertrofi dan tampak sembab Terlihat masa lunak yang berwarna putih atau kebiruan Bertangkai

Polip antrokoana kiri (menggantung pada orofaring) (http://www.google.co.id/imglanding?q=anatomi =hidung)

F. Diagnosis 1. Anamnesis Keluhan utama biasanya hidung tersumbat. Sumbatan ini menetap, tidak hilang dan makin lamase makin berat keluhannya. Pasien sering mengeluhkan terasa ada massa di dalam hidung dan sukar membuang ingus. Gejala lain adalah gangguan penciuman. Gejala sekunder dapat terjadi bila sudah disertai kelainan organ didekatnya berupa: post nasal

drip, sakit kepala, nyeri wajah, suara nasal (bindeng), terasa penuh, mendengkur dan gangguan tidur. Selain itu juga perlu ditanyakan riwayat rhinitis alergi, asma, intoleransi aspirin dan aergi obat serta makanan (Mangunkusumo, 2008).

2.

Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi Polip yang masif sering sudah menyebabkan deformitas hidung luar. Dapat dijumpai pelebaran kavum nasi, terutam polip yang berasal dari sel-sel ethmoid (Mangunkusumo, 2008). b. Rinoskopi anterior Memperlihatkan massa translusen pada rongga hidung. Tampak sekret mukus dan polip multipel dan soliter. Polip kadang perlu dibedakan dengan konka nasi inferior, yakni dengan cara memasukkan kapas yang dibasahi dengan larutan efedrin 1% (vasokonstriktor), konka nasi yang berisi banyak pembuluh darah akan mengecil (Gulia, 2010). c. Rinoskopi posterior Kadang-kadang dapat dijumpai polip koana. Sekret mukopurulen ada kalanya berasal dari daerah ethmoid atau rongga hidung bagian superior, yang menandakan adanya rhinosinusitis (Gulia, 2010).

3.

Pemeriksaan Penunjang a. Naso Endoskopi Polip stadium awal tidak akan terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior, tetapi tampak dengan pemeriksaan

Nasoendoskopi. Pada kasus polip koana juga sering dapat terlihat tangkai polip yang berasal dari ostium accesorius sinus maksila.

Gambaran endoskopi anterior sinistra cavum nasi, tampak septum di sebelah kiri dan tampak polip antrokoana pada bagian tengah.

DAFTAR PUSTAKA

Soetjipto, D. 2008. Polip nasal. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok. Edisi VI. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. pp: 118-22 Gulia, J; Yadav, S; Sharma, N; Hooda, A. 2010. Osteomeatal Complex Presenting With Nasal Polyps. Journal of Otorhinolaryngology 6 (1): 121-126 Bechara, Y. 2008. Nasal Polyps. http://otolaryngologyHouston.htm Mangunkusumo, E. 2008. Polip nasal. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok. Edisi VI. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. pp: 123-25

You might also like