You are on page 1of 2

Pengosongan lambung Selain mencampur makanan, kontraksi peristaltic antrum adalah gaya pendorong untuk mengosongkan lambung.

Jumlah kimus yang lolos ke duodenum pada setiap kontraksi sebelum sfingter pylorus menutup erat terutama bergantung pada kekuatan peristaltic. Intensitas peristaltic antrium dapat sangat bervariasu di bawah pengaruh berbagai sinyal dari lambung dan duodenum, karena itu pengosongan lambung diatur baik oleh factor lambung maupun duodenum. Factor ini mempengaruhieksitabilitas lambung dengan sedikit mendepolarisasi atau menghiperpolarisasi otot lambung. Eksitabilitas ini selanjutnya adalah oenentu derajat aktivitas peristaltic antrum. Semakin besar eksitabilitas, semakin sering BER menghasilkan potensial aksi, semakin besar tingkat aktivitas peristaltic di antrum dan semakin cepat laju pengosongan lambung.

Factor di lambung yang mempengaruhi laju pengosongan lambung Factor utama di lambung yang mempengaruhi kekuatan kontraksi adalah jumlah kimus di lambung. Jika hal-hal lain setara maka lambung mengosongkanisinya dengan kecepatan yang sebandig dengan volume kimus di dalamnya setiap saat. Peregangan lambung memicu peningkatan motilitas lambung melalui efek langsung peregangan pada otot polos serta melalui keterlibatan pleksus intrinsic,saraf vagus dan hormone lambung gastrin. Selain itu, derajat fluiditas kimus di dalam lambung mempengaruhi pengosongan lambung. Isi lambung harus diubah menjadi bentuk cair kental merata sebelum disalurkan ke duodenum. Semakin cepat tingkat keenceran yang sesuai tercapai, semakin cepat isi lambung siap dievakuasi.

Factor di duodenum yang mempengaruhi laju pengosongan lambung Meskipun lambung berpengaruh, namun factor-faktor di duodenum sangat penting dalam mengontrol kecepatan pengosongan lambung. Duodenum harus siap menerima kimus dan dapat menunda pengosongan lambung dengan mengurangi aktivitas peristaltic di lambung sampai duodenum siap mengolah kimus Empat factor penting duodenum yang mempengaruhi isi pengosongan lambung adalah lemak, asam, hipertonisitas, dan peregangan. Adanya satu atau lebih rangsangan ini di duodenum akan mengaktifkan reseptor duodenum yang sesuai, memicu respon saraf atau hormone yang mengerem motilitas lambung dengan mengurangi eksitabilitas otot polos lambung. a. Lemak Lemak dicerna dan diserap lebih lama dibandingkan nutrient lain. Selain itu,pencernaan dan pemyerapan lemak berlangsung hanya di dalam lumen usus halus. Karena itu, ketika lemak sudah ada di duodenum, pengosongan lambung lebih lanjut ke dalam duodenum terhenti sampai usus halus selesei menyerap lemak.

b. Asam Lambung mengeluarkan asam hidroklorida, maka kimus yag masuk ke duodenum sangat asam. Kimus ini dinetralkan oleh natrium bikarbonat yang disekresikan ke dalam lumen terutama dari pancreas. Asam yang belum ternetralkan akan mengiritasi mukosa duodenum dan mengaktivasi enzim pencernaan pancreas yang disekresikan ke dalam lumen duodenum. Karena itu, masuk akal jika asam byang belum ternetralkan di duodenum akan menghambat pengosongan lebih lanjut isi lambung yang asam sampai netralisasi selesai. c. Hipertonisitas Sewaktu molekul protein dan tepung dicerna di lumen duodenum terjadi pembebasan sejumlah besar molekuk asam amino dan glukosa dan asam amino. Jika penyerapan molekul asam amino dan glukosa ini tidak mengimbangi kecepatan pencernaan protein dan karbohidrat maka sejumlah berat molekul akan tetap di kimus dan meningkatkan osmolaritas isi duodenum. Osmolaritas bergantung pada jumlah melokul yang ada, bukan ukurannya dan satu molekul protein dapat diuraikan menjadi beberapa ratus molekul asam amino, yang masing-masing memiliki aktivitas osmotic setara dengan molekul protein semula. d. Peregangan Kimus yang terlalu banyak di duodenum akam menghambat pengosongan lambung lebih lanjut agar duodenum memiliki waktu untuk memproses kelebihan volume kimus yang sedang ditampungnya sebelum duodenum menerima kimus tambahan.

You might also like