You are on page 1of 23

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil. Asetinilida berbentuk butiran berwarna putih tidak larut dalam minyak parafin dan larut dalam air dengan bantuan kloral anhidrat. Asetanilida atau sering disebut phenilasetamida mempunyai rumus molekul C6H5NHCOCH3 dan berat molekul 135,16 (Pramushinta, 2010). Asetanilida dapat diperoleh melalui metode reaksi pencampuran antara anilin dan asam asetat. Metode ini merupakan metode awal yang masih digunakan karena lebih ekonomis. Anilin dan asam asetat berlebih 100 % direaksikan dalam sebuah tangki yang dilengkapi dengan pengaduk, menurut reaksi :. C6H5NH2 + CH3COOH C6H5NHCOCH3 + H2O

Reaksi berlangsung selama 6 jam pada suhu 150OC 160OC. Produk dalam keadaan panas dikristalisasi dengan menggunakan kristalizer (Eriyanto, 2009). Refluks merupakan suatu proses pencampuran senyawa-senyawa yang dilakukan dengan pemanasan dalam suatu labu alas bulat pada tabung refluk yang dilengkapi dengan pendingin. Kristalisasi ialah pemisahan bahan padat berbentuk
1

kristal dari suatu larutan atau suatu lelehan. Corong Buchner adalah sebuah peralatan laboratorium yang digunakan dalam penyaringan vakum (Anonim, 2011). Berdasarkan teori di atas, maka dilakukan percobaan untuk membuat asetanilida dari anilin dan asam asetat dengan metode refluks.

B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dari percobaan ini, yaitu : 1. Bagaimanakah metode sintesis asetanilida di laboratorium ? 2. Berapakah kadar asetanilida yang diperoleh dalam percobaan ?

C. Tujuan Percobaan Tujuan dilakukannya percobaan ini, yaitu : 1. Memperkenalkan salah satu metode sintesis asetanilida di laboratorium. 2. Menghitung kadar asetanilida yang diperoleh dari percobaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil. Asetinilida berbentuk butiran berwarna putih tidak larut dalam minyak parafin dan larut dalam air dengan bantuan kloral anhidrat. Asetanilida atau sering disebut phenilasetamida mempunyai rumus molekul C6H5NHCOCH3 dan berat molekul 135,16. Asetanilida pertama kali ditemukan oleh Friedel Kraft pada tahun 1872 dengan cara mereaksikan asethopenon dengan NH2OH sehingga terbentuk asetophenon oxime yang kemudian dengan bantuan katalis dapat diubah menjadi asetanilida. Pada tahun 1899 Beckmand menemukan asetanilida dari reaksi antara benzilsianida dan H2O dengan katalis HCl. Pada tahun 1905 Weaker menemukan asetanilida dari anilin dan asam asetat (Eriyanto, 2009). Menurut Pramushinta (2010), ada beberapa macam proses pembuatan asetanilida, yaitu : 1. Pembuatan asetanilida dari asam asetat anhidrid dan anilin Larutan benzene dalam satu bagian anilin dan 1,4 bagian asam asetat anhidrad direfluks dalam sebuah kolom yang dilengkapi dengan jaket sampai tidak ada anilin yang tersisa.
3

2C6H5NH2 + (CH2CO)2O

2 C6H5NHCOCH3 + H2O

Campuran reaksi disaring, kemudian kristal dipisahkan dari air panasnya dngan pendinginan, sdan filtratnya direcycle kembali. Pemakaian asam asetat anhidrad dapat diganti dengan asetil klorida. 2. Pembuatan asetanilida dari asam asetat dan anilin Metode ini merupakan metode awal yang masih digunakan karena lebih ekonomis. Anilin dan asam asetat berlebih 100 % direaksikan dalam sebuah tangki yang dilengkapi dengan pengaduk. C6H5NH2 + CH3COOH C6H5NHCOCH3 + H2O

Reaksi berlangsung selama 6 jam pada suhu 150oC 160oC. Produk dalam keadaan panas dikristalisasi dengan menggunakan kristalizer. 3. Pembuatan asetanilida dari ketene dan anilin Ketene ( gas ) dicampur ke dalam anilin di bawah kondisi yang diperkenankan akan menghasilkan asetanilida. C6H5NH2 + H2C=C=O C6H5NHCOCH3

4. Pembuatan asetanilida dari asam tioasetat dan anilin Asam thioasetat direaksikan dengan anilin dalam keadaan dingin akan menghasilkan asetanilida dengan membebaskan H2S. C6H5NH2 + CH3COSH C6H5NHCOCH3 + H2S

Dalam perancangan pabrik asetanilida ini digunakan proses antara asam asetat dengan anilin.

Menurut Eriyanto (2009), pertimbangan dari pemilihan proses sintesis asetanilida adalah : 1. Reaksinya sederhana 2. Tidak menggunakan katalis sehingga tidak memerlukan alat untuk regenerasi katalis dan tidak perlu menambah biaya yang digunakan untuk membeli katalis sehingga biaya produksi lebih murah. Amina dapat diubah menjadi amida dengan suatu reaksi asetilasi atau dapat pula dengan mereaksikan antara karboksilat dengan menambah agen penghidrasi untuk menyerap air. Agen penghidrasi ini biasanya menggunakan DDC

(dicyclohexylcarboiimide), karena harga DDC tersebut terlalu mahal, pembuatan amida biasanya menggunakan reaksi asetilasi. Contoh dari suatu amina adalah anilin (R-NRR), sedangkan amida dapat dicontohkan dengan asetanilida. Amina akan mudah teroksidasi daripada amida karena amina merupakan suatu basa yang lemah. Elektron bebas dari atom nitrogen dapat berpindah ke cincin benzene dan meningkatkan rapat elektron di dalam cincin terutama pada posisi orto dan para. Struktur resonansi untuk anilin menunjukkan bahwa gugus NH 2 itu bersifat melepas elektron secara resonansi meskipun N merupakan atom elektronegatif. Akibat stabilisasi resonansi anilina ialah bahwa cincin menjadi negatif sebagian dan sangat menarik bagi elektrofil yang masuk. Semua posisi (o-, m- dan p-) pada cincin anilin teraktifkan terhadap substitusi elektrofilik. Namun posisi o- dan p- lebih teraktifkan daripada posisi m-. Struktur resonansi yang dipaparkan di atas menunjukkan bahwa

posisi-posisi o- dan p- memiliki muatan negatif parsial sedangkan posisi m- tidak (Fessenden, 1999. Halaman : 478). Amina dapat membentuk ikatan hidrogen. Ikatan hydrogen N-HN lebih lemah daripada ikatan hidrogen antara O-HO kareana N kurang elektronegatif dibandingkan dengan O dan karena ikatan NH kurang polar. Pengikatan hidrogen yang lemah antara molekul amina menyebabkan titik didihnya berada diantara senyawa tanpa ikatan hidrogen ( seperti: alkana, alkena, eter ) dengan senyawa yang memiliki ikatan hidrogen kuat ( seperti alkohol ) pada berat molekul yang sama ( titik didih amina: 185oC ). Amina primer, sekunder, dan tersier dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air karena memiliki pasangan elektron bebas yang dapat digunakan untuk membentuk ikatan hydrogen (Fessenden, 1999. Halaman : 216).

Anilin merupakan amina aromatis primer. Reaksi substitusi terhadap amina aromatis dapat berupa substitusi pada cincin benzena atau substitusi pada gugus amina. Asetilasi amina aromatis primer atau sekunder benyak dilakukan dengan klorida asam dalam suasana basa atau dengan cara mereaksikan amina dengan asetat anhidrida. Anilin primer bereaksi dengan asetat anhidrida panas menghasilkan turunan monoasetat (amida). Persamaan reaksi antara aniline dan asetat anhidrida

menghasilkan asetanilida. Jika asetat anhidrida yang digunakan berlebihan dan pemanasan dilakukan pada waktu yang lama, maka sejumlah turunan diasetil akan terbentuk. Namun demikian, turunan deasetil tidak stabil dengan kehadiran air dan mengalami hidrolisis menghasilkan senyawa monoasetil. Amida dapat mengalami reaksi hidrolisa dalam suasana asam membentuk asam karboksilat dan garam amina, sedangkan dalam suasana basa membentuk ion karboksilat dan amina (Anonim, 2006). Rekristalisasi merupakan proses pengulangan kristalisasi agar diperoleh zat murni atau kristal yang lebih teratur/murni. Senyawa organik berbentuk kristal yang diperoleh dari suatu reaksi biasanya tidak murni. Mereka masih terkontaminasi sejumlah kecil senyawa yang terjadi selama reaksi. Oleh karena itu perlu dilakukan pengkristalan kembali dengan mengurangi kadar pengotor. Rekristalisasi didasarkan pada perbedaan kelarutan senyawa dalam suatu pelarut tunggal atau campuran. Senyawa ini dapat dimurnikan dengan cara rekristalisasi menggunakan pelarut yang sesuai. Ada dua kemungkinan keadaan dalam rekristalisasi yaitu pengotor lebih larut daripada senyawa yang dimurnikan, atau kelarutan pengotor lebih kecil daripada senyawa yang dimurnikan. Pada dasarnya proses rekristalisasi adalah: y Melarutkan senyawa yang akan dimurnikan kedalam pelarut yang sesuai pada atau dekat titik didihnya. y Menyaring larutan panas dari molekul atau partikel tidak larut. y Biarkan larutan panas menjadi dingin hingga terbentuk kristal.

y Memisahkan kristal dari larutan berair. Kristal yang terjadi dikeringkan dan ditentukan kemurniannya dengan penentuan titik lebur, kromatografi dan metode spektroskopi. Langkah penentuan pelarut dalam rekristalisasi merupakan langkah penentu keberhasilan pemisahan. Jika senyawa larut dalam keadaan panas maka penyaringan harus dilakukan dalam keadaan panas. Senyawa organik sering mengandung senyawa berwarna. Senyawa tersebut dapat dimurnikan dengan penambahan karbon aktif penghilang warna seperti norit (Damtith, 1994. Halaman : 373). Refluks merupakan salah satu metode dalam ilmu kimia untuk mensintesis suatu senyawa, baik organik maupun anorganik. Umumnya digunakan untuk mensistesis senyawa-senyawa yang mudah menguapa atau volatil. Pada kondisi ini jika dilakukan pemanasan biasa maka pelarut akan menguap sebelum reaksi berjalan sampai selesai. Prinsip dari metode refluks adalah pelarut volatil yang digunakan akan menguap pada suhu tinggi, namun akan didinginkan dengan kondensor sehingga pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan mengembun pada kondensor dan turun lagi ke dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi berlangsung. Sedangkan aliran gas N2 diberikan agar tidak ada uap air atau gas oksigen yang masuk terutama pada senyawa organologam untuk sintesis senyawa anorganik karena sifatnya reaktif. Kondensor yang digunakan adalah pendingin bola, bukan pendingin Liebig, tujuannya untuk menghalangi uap pelarut tetap ada, bayangkan apabila menggunakan Liebig, bisa-bisa senyawa yang akan disintesis

tidak ada hasilnya karena kesemuanya sudah menguap. Prosedur dari sintesis dengan metode refluks adalah semua reaktan atau bahannya dimasukkan dalam labu bundar leher tiga. Kemudian dimasukkan batang magnet stirer setelah kondensor pendingin air terpasang, campuran diaduk dan direfluks selama waktu tertentu sesuai dengan reaksinya. Pengaturan suhu dilakukan pada penangas air, minyak atau pasir sesuai dengan kebutuhan reaksi. Gas N2 dimasukkan pada salah satu leher dari labu bundar (Sambhara, 2011). Corong buchner adalah sebuah peralatan laboratorium yang digunakan dalam penyaringan vakum. Alat ini biasanya terbuat dari porselen, namun kadang kala ada juga yang terbuat dari kaca dan plastik. Di bagian atasnya terdapat sebuah silinder dengan dasar yang berpori-pori. Corong Hirsch juga memiliki struktur dan kegunaan yang sama, namun ia lebih kecil dan biasanya terbuat dari kaca. Bahan penyaring (biasanya kertas saring) diletakkan di atas corong tersebut dan dibasahi dengan pelarut untuk mencegah kebocoran pada awal penyaringan. Cairan yang akan disaring ditumpahkan ke dalam corong dan dihisap ke dalam labu dari dasar corong yang berpori dengan pompa vakum (Wikipedia, 2011).

(Corong Buchner)

10

Karbon aktif atau sering juga disebut sebagai arang aktif adalah suatu jenis karbon yang memiliki luas permukaan yang sangat besar. Hal ini bisa dicapai dengan mengaktifkan karbon atau arang tersebut. Hanya dengan satu gram dari karbon aktif, akan didapatkan suatu material yang memiliki luas permukaan kira-kira sebesar 500 m2 (didapat dari pengukuran adsorpsi gas nitrogen). Biasanya pengaktifan hanya bertujuan untuk memperbesar luas permukaannya saja, namun beberapa usaha juga berkaitan dengan meningkatkan kemampuan adsorpsi karbon aktif itu sendiri (Wikipedia, 2011)

(Karbon aktif)

Karbon aktif adalah sejenis adsorbent (penyerap). Berwarna hitam, berbentuk granule, bulat, pellet ataupun bubuk. Karbon aktif dipakai dalam proses pemurnian udara, gas dan larutan atau cairan, dalam proses recovery suatu logam dari biji logamnya dan juga dipakai sebagai support katalis. Karbon aktif dipakai juga dalam pemurnian gas dan udara, safety mask dan respirator, seragam militer, adsorbent foams, industri nuklir, electroplating solutions; deklorinasi, penyerap rasa dan bau dari air, aquarium, cigarette filter, dan juga penghilang senyawa-senyawa organik dalam air. Sesuai dengan salah satu fungsi di atas, maka karbon aktif juga dipakai

11

pada unit CO2 removal pabrik amonia, dengan tujuan untuk menangkap senyawa organik atau anorganik yang dapat menaikkan foaming high larutan Benfield sehingga menurunkan kinerja area CO2 removal yang akhirnya akan mempengaruhi kinerja pabrik amonia secara keseluruhan. Karbon aktif biasanya dibuat dari petroleum coke, serbuk gergaji, lignite, batu bara, peat, kayu, tempurung kelapa dan biji buah-buahan. Semua sumber karbon aktif ini ada kalanya dapat langsung diproses sebagai karbon aktif dan ada pula yang melalui proses aktivasi. Karbon aktif yang berasal dari serbuk gergaji dan lignite mempunyai struktur yang rapuh dan berbentuk bubuk. Sedangkan karbon aktif yang berbentuk granule, keras dan dipakai sebagai pengadsorb vapor biasanya berasal dari tempurung kelapa, biji buah-buahan, atau briket batubara. Sedangkan sifat fisik yang paling penting adalah luas permukaannya. Banyak cara untuk mengaktifkan karbon. Yang paling umum adalah dengan memakai gas pengoksidasi seperti udara, steam, atau karbon dioksida (CO2) dan karbonasi bahan baku dengan memakai chemical agent seperti seng klorida atau asam fosfor. Setelah karbon aktif terpakai dan telah jenuh (dengan vapor atau warna), maka zat-zat penyebab jenuh tersebut dapat disteaming, dikondensasi, direcovery (bila diperlukan), dan dihilangkan (bila tidak diinginkan), sehingga karbon aktif siap digunakan kembali. Perlakuan ini disebut regenerasi (Priandani, 2008). Anilin merupakan cairan seperti minyak, tidak berwarna bila baru disuling, tetapi bila kena pengaruh cahaya segera akan menjadi kuning hingga coklat. Anilin merupakan racun kuat yang berbau busuk, tidak dapat terbakar dan bersifat basa. Anilin sukar larut dalam air, tapi dapat bercampur dengan alkohol, eter dan kloroform

12

dalam segala perbandingan. Anilin memiliki rumus struktur C6H5NH2 dengan berat jenis 1,022 gr/ml, berat molekul 93,1 gr/mol dengan titik didih 182oC. Anilin banyak dipergunakan dalam industri cat celup, obat-obatan dan karet sintetik. Di laboratorium dipergunakan untuk menghitamkan meja kerja (ditambah HCl dan K2Cr2O3). Anilin dapat dibuat dengan cara mereduksi nitrobenzene menggunakan besi dan asam klorida, dinetralkan dengan kapur, kemudian disulingkan dengan uap. Selanjutnya dimurnikan dengan penyulingan bertingkat : 4C6H3NO2 + 9Fe + 4H2O (Chon, 1986. Halaman : 62). Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH3COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7C. Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat memiliki massa molar 60,05 g/mol, titik lebur 16,5oC dengan titik didih 118,1oC (Wikipedia, 2011).
HCl

4C6H5NH2 + 3Fe3O4

13

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Waktu dan tempat dilaksanakannya percobaan ini adalah : Hari/Tanggal Pukul Tempat : Rabu/ 14 Desember 2011 : 08.00 - 15.00 WITA : Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi B. Alat dan Bahan 1. Alat Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah ember, selang, kasa asbes, batu didih, batang pengaduk, gunting, cutter, botol semprot, bulp, kaca arloji, klem dan statif, pipet skala 10 mL dan 25 mL, gelas kimia 600 mL dan 1000 mL, corong Buchner, kondensor, pemanas listrik, erlenmeyer 250 mL, labu alas bulat 500 mL, erlenmeyer vakum dan pompa vakum 2. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah aluminium foil, anilin, asam asetat (CH3COOH), aquades (H2O), es batu, kertas saring.

13

14

C. Prosedur Kerja Prosedur kerja dari percobaan ini, yaitu sebagai berikut : 1. Memasukkan 20 mL anilin dan 20 mL asam asetat pada labu alas bulat 500 mL, kemudian memasukkan batu didih ke dalam labu alas bulat. 2. Menyusun rangkaian alat-alat refluks dan mendidihkan campuran di atas kasa asbes sehingga larutan mendidih dan membiarkan refluks selama 2 jam. 3. Memasukkan gelas kimia ke dalam ember yang berisi air dingin, kemudian memasukkan 500 mL aquades (H2O) ke dalam gelas kimia 1000 mL. 4. Menuangkan isi labu alas bulat (campuran) ke dalam gelas kimia 1000 mL sambil diaduk terus-menerus hingga suhu campuran sama dengan suhu ruangan. 5. Menyaring kristal asetanilida menggunakan pompa vakum dan membersihkan gelas kimia dengan sedikit air agar campuran yang melekat pada dinding gelas kimia dapat turun ke dalam corong Buchner. 6. Memindahkan residu ke dalam Erlenmeyer untuk dilakukan rekristalisasi pada residu yang diperoleh dengan cara menambahkan aquades (H2O) ke dalam Erlenmeyer kemudian memanaskan dengan hati-hati sampai campuran mendidih dan menghitung waktu selama 3 menit. Menambahkan sedikit karbon dan memanaskan lagi selama 3 menit lalu menyaring dengan cepat dalam keadaan panas dengan pompa vakum. 7. Menyaring filtrat yang mengendap dengan pompa vakum, kemudian mencuci dengan sedikit air.

15

8. Mengoven kristal yang telah kering selama 5 10 menit pada suhu 60oC untuk menghilangkan kadar air di dalamnya. 9. Menimbang kristal yang telah diperoleh.

16

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Tabel Pengamatan No. 1. Perlakuan Pengamatan Anilin ditambah dengan Cokelat tua asam asetat Gambar

2.

Campuran dikristalisasi dengan Cokelat muda cara memindahkan campuran yang telah direfluks ke dalam gelas kimia sampai suhu campuran sama dengan suhu ruangan

3.

Campuran disaring dengan yang belum murni corong Buchner dan dicuci dengan filtrat dengan sedikit air berwarna kuning
muda

Endapan asetanilida

4.

Penyaringan pada campuran Endapan berwarna menghasilkan kristal yang kuning muda dan kristal asetanilida belum murni
yang berwarna putih mengkilap

16

17

5.

Kristal yang diperoleh Larutan berwarna direkristalisasi dengan cara cokelat muda dicuci dengan air dan dipanaskan selama 3 menit

6.

Larutan dicampur dengan Larutan berwarna karbon aktif dan dipanaskan hitam kembali selama 3 menit

7.

Larutan disaring, kemudian dikeringkan dalam oven dan ditimbang berat endapan dan kristal yang diperoleh

Endapan berwarna cokelat muda yang bercampur dengan kristal asetanilida

B. Analisa Data Berat kaca arloji = 20,4570 g

Berat kaca arloji + berat sampel = 27,8192 g Berat sampel = 27,8192 g 20,4570 g = 7,3622 g

18

C. Mekanisme Reaksi
O CH3 C O O C CH3 H
+

O CH3 C O

OH
+

C
NH 2

CH3

asam aset at anhidrid

O CH3 C O H

O C
+

H CH3 H CH3

O C O H

O C
+

CH3 H

O CH3 C OH +

O C NH CH3

aset anilida

Reaksi asetanilida + karbon aktif


O O 2 C2H5NH2 + CH3COCCH3 O O C6H2NH C CH3 + CH3 C O-C6H5NH3+

D. Pembahasan Percobaan ini dilakukan untuk membuat asetanilida dengan cara mereaksikan anilin dengan asam asetat kemudian direfluks dan dikristalisasi. Mula-mula 20 mL anilin dan 20 mL asam asetat dimasukkan ke dalam labu alas bulat. Anilin berfungsi sebagai reaktan (pereaksi), sedangkan asam asetat berfungsi sebagai pelarut yang bersifat asam (melepas ion H+/H3O+) yang juga sangat mempengaruhi reaksi agar terbentuk suatu garam amina, selain itu asam asetat berfungsi sebagai katalis serta

19

untuk menetralkan muatan oksida sehingga asetanilida yang terbentuk tidak terhidrolisis kembali karena pengaruh air. Reaksi antara anilin dengan asam asetat merupakan reaksi eksotermis karena reaksi ini menghasilkan panas sehingga panas dilepas ke lingkungan. Hal inilah yang menyebabkan labu alas bulat menjadi panas ketika anilin dicampur dengan asam asetat sehingga diperlukan wadah lain seperti gelas kimia untuk menyimpan labu alas bulat ketika anilin dicampur dengan asam asetat. Campuran antara anilin dan asam asetat berwarna kuning kecoklatan, reaksi ini berlangsung sangat lambat sehingga perlu dilakukan suatu metode yang dapat mempercepat reaksi, yaitu dengan cara pemanasan. Pemanasan disini tidak sembarangan dilakukan karena kalau digunakan pemanasan biasa maka pastilah terbentuk uap yang akan mengurangi hasil kuantitatif dari suatu reaksi. Oleh karena itu, pemanasan disini digunakan alat refluks. Sebelum melakukan pemanasan, empat batu didih dimasukkan ke dalam labu alas bulat. Penambahan batu didih diatas berfungsi untuk mencegah terjadinya bumping/letupan-letupan yang terjadi akibat reaksi. Perhitungan waktu dihitung setelah ada tetesan hasil refluks yang telah terkondensasi, hal tersebut dikarenakan pada saat itu pelarut berupa asam asetat sudah mulai menguap dan terkondensasi sehingga dapat dikatakan bahwa saat itu juga proses refluks sudah berlangsung. Proses refluks disini memiliki dua fungsi, yaitu untuk mempercepat reaksi karena adanya proses pemanasan, pemanasan akan meningkatkan suhu dalam sistem sehingga tumbukan antar molekul akan lebih banyak dan cepat sehingga akan mempercepat reaksi atau dengan kata lain pada proses ini kita mengontrol reaksi

20

secara kinetik. Fungsi yang kedua adalah untuk menyempurnakan reaksi. Pada saat pelarut yang digunakan mulai menguap maka konsentrasi larutan di dalam labu akan meningkat. Setelah proses refluks selesai kemudian larutan dituangkan ke dalam air dan diaduk hingga terbentuk asetanilida yang berbentuk padatan kristal. Tujuan pendinginan dengan air adalah agar diperoleh kristal asetanilida, sedangkan penggunaan air disini dimaksudkan sebagai pelarut yang akan menghidrolisis asam asetat yang masih tersisa dalam larutan. Hasil dari kristalisasi ini berupa kristal yang berwarna kekuning-kuningan yang berarti masih ada pengotor didalamnya, yaitu sisa reaktan ataupun hasil samping reaksi ( abu zink, sisa garam anilium asetat, dll). Oleh karena itu perlu dilakukan pemurnian kembali. Larutan tersebut kemudian disaring dengan penyaring buchner. Proses penyaringan ini menggunakan prinsip sedimentasi dan dibantu menggunakan vakum pump, yaitu alat untuk menyedot udara, sehingga proses penyaringan dan pengeringan cepat selesai. Rekristalisasi asetanilida dilakukan dengan cara menambahkan air ke dalam Erlenmeyer kemudian dipanaskan lalu ditambahkan karbon aktif. Fungsi dari karbon aktif ini adalah untuk menyerap zat warna dan pengotor-pengotor yang berukuran besar karena karbon aktif memiliki pori-pori yang besar. Dengan penambahan karbon aktif ini diharapkan diperoleh kristal yang lebih bersih dan murni daripada sebelumnya. Setelah larutan mendidih, maka larutan disaring kembali menggunakan vakum pump dalam keadaan panas. Penyaringan ini dilakukan sewaktu panas karena bila larutan dingin maka maka larutan sudah mengkristal (asetanilida) dan akan tertinggal di kertas saring dengan karbon aktif dan penggotor lainnya sehingga hasil

21

akhir asetanilida yang diperoleh akan semakin sedikit. Filtrat hasil penyaringan ditampung dalam gelas kimia kemudian dicuci dengan sedikit air yang berfungsi untuk mempercepat pendinginan dan rekristalisasi. Kristal yang di dapat selanjutnya dikeringkan dengan oven untuk menghilangkan uap air yang masih terkandung dalam kristal. Selanjutnya kristal asetanilida yang diperoleh ditimbang untuk mengetahui beratnya. Hasil akhir didapat, berat sampel sebesar 7,3622 g. Sampel yang diperoleh ini tidak murni kristal asetanilida saja, namun bercampur dengan pengotor berupa endapan sehingga hasilnya berwarna cokelat muda yang bercampur dengan butiranbutiran kristal asetanilida. Kesalahan yang terjadi pada percobaan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Asam asetat yang digunakan bukan asam asetat anhidrat dimana apabila digunakan asam asetat untuk membuat asetanilida dibutuhkan waktu refluks yang lebih lama. 2. Pada proses pemindahan campuran dari labu alas bulat ke dalam gelas kimia membutuhkan waktu terlalu lama. Padahal pemindahan campuran harus dalam keadaan panas agar pembentukan kristal asetanilida menjadi lebih sempurna karena terjadi penurunan suhu dari suhu panas ke suhu dingin. 3. Pada saat rekristalisasi dalam proses penyaringan, proses penyaringan tidak sempurna karena larutan lebih tinggi daripada kertas saring sehingga larutan merembes disamping kertas saring dan pengotor ikut masuk ke dalam Erlenmeyer vakum.

22

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Berdasarkan tujuan percobaan, maka kesimpulan dari percobaan ini adalah : 1. Salah satu metode sintesis asetanilida adalah dengan menggunakan metode refluks dengan cara mereaksikan anilin dengan asam asetat. 2. Kadar asetanilida yang diperoleh dalam percobaan adalah 7,3622 g yang bercampur dengan endapan.

B. Saran Saran yang dapat disampaikan dalam percobaan ini adalah sebaiknya dalam pembuatan kristal asetanilida menggunakan anilin dan asam asetat dibutuhkan waktu refluks yang lebih lama sehingga dapat diperoleh kristal asetanilida yang lebih banyak dibanding dengan endapannya.

22

23

DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2006. Sintesis Asetanilida. www.scribd.com. Diakses tanggal 14 Desember 2011 Chon, H. Ahmad dan Ardi Sumarna, 1986. Intisari Pengetahuan Barang. SMAK : Bogor Damtith, John, 1994. Kamus Lengkap Kimia. Erlangga : Jakarta Eriyanto, dwiana dian, 2009. Reaksi Acylasi Pembuatan Asetanilida. http://ehmapayah.blogspot.com. Diakses tanggal 14 Desember 2011 Fessenden, Ralph, J dan Joan, S Fessenden, 1999. Kimia Organik. Jilid 1. Edisi 3. Erlangga : Jakarta Fessenden, Ralph, J dan Joan, S Fessenden, 1999. Kimia Organik. Jilid 2. Edisi 3. Erlangga : Jakarta Pramushinta, Diah, 2010. Asetanilida. http://inuyashaku.wordpress.com. Diakses tanggal 14 Desember 2011 Priandani, Manik, 2008. Karbon aktif, si hitam yang aktif. http://kampoengmanik.multiply.com. Diakses tanggal 14 Desember 2011 Sambhara, Nurul Kurniati, 2011. Refluks. http://alchemistviolet.blogspot.com. Diakses tanggal 14 Desember 2011

You might also like