You are on page 1of 5

http://www.harianbhirawa.co.

id/eksekutif/2711--belanja-pegawai-sedot-66persen-apbd

Belanja Pegawai Sedot 66 Persen APBD


Sunday, 06 December 2009 20:24 Media Online Bhirawa

Tulungagung, Bhirawa
Belanja pegawai bakal menyerap anggaran terbesar dalam APBD 2010 Kab Tulungagung tahun depan. Sesuai RAPBD 2010 yang diserahkan Bupati Ir Heru Tjahjono MM pada DPRD Tulungagung, Jumat (4/12) lalu tercatat 66 persen dana APBD untuk belanja pegawai. Dari rencana pendapatan daerah tahun 2010 sebesar Rp 940, 108 miliar untuk belanja daerah dianggarkan Rp 954,744 miliar. Anggaran belanja tidak langsung sebesar Rp 637,928 miliar dan anggaran belanja langsung Rp 316,815 miliar. Dalam belanja tidak langsung alokasi belanja pegawai mencapai 613,085 miliar. Sedang belanja pegawai di belanja langsung senilai Rp 12,344 miliar atau jika digabungkan kedua belanja pegawai tersebut menghabiskan 66 persen dari anggaran belanja APBD 2010. Bupati Heru saat rapat paripurna penyampaian RAPBD 2010 di Kantor DPRD Tulungagung menjelaskan prosentase penyerapan dana APBD pada belanja pegawai beralasan adanya kenaikan gaji PNS sebesar 5 persen pada tahun 2010, selain pembayaran gaji pada tenaga kontrak yang diangkat sebagai CPNS dan pembayaran gaji bagi CPNS yang baru terekrut melalui ujian tulis baru-baru ini. "Ini menjadikan alokasi belanja tidak langsung tahun 2010 mencapai 68 persen sedang belanja langsung 32 persen," katanya. Bupati Heru optimis pembangunan di wilayah kabupaten penghasil marmer tersebut tidak akan tersendat, kendati belanja langsung dalam APBD 2010 bisa dibilang minim. "Doakan saja pembangunan tetap berlangsung dan berjalan sukses. Jangan justru bertanya apa pembangunan terancam macet," tandasnya menjawab Bhirawa seusai rapat paripurna. Soal bidang pertanian yang tahun 2010 tidak mendapat dana alokasi khusus (DAK), mantan Kepala Dinas PUPPW Pemkab Tulungagung ini juga menjelaskan hal itu sebagai yang wajar-wajar saja. "Mengapa Tulungagung tidak mendapat dana DAK bidang pertanian tahun 2010 karena sudah dianggap mampu," katanya. Begitu pun yang ditegaskan Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Pemkab Tulungagung, Ir Tatang Suhartono MM ketika diminta memberi penjelasan oleh Bupati Heru. Dia menyatakan kendati tidak mendapat dana DAK, namun ada dana-dana lain seperti dari APBD Provinsi untuk pembiayaan bidang pertanian. Penerimaan dana DAK tahun 2010 untuk Kab Tulungagung mengalami penurunan. Tahun 2009 mendapat dana Rp 83 miliar dan tahun 2010 hanya 52 miliar. Terjadi penurunan sampai Rp 31 miliar. Ketua Fraksi PDIP DPRD Tulungagung, Suharminto menyayangkan bidang pertanian tidak mendapat dana DAK pada tahun 2010. Menurutnya harus ada penjelasan yang jujur dan bertanggungjawab dari Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Pemkab Tulungagung mengapa hal itu sampai terjadi. "Mengapa tiba-tiba tidak mendapat dana DAK. Ini kan memunculkan pertanyaan. Jika pun kemudian mendapat dana dari sumber lain kan lebih baik jika mendapat pula dana dari DAK," paparnya.[wed]

http://www.harianbhirawa.co.id/legislatif/22234-apbd-2011-tulungagung-urutanke-11-nasional

APBD 2011 Tulungagung Urutan ke-11 Nasional


Sunday, 02 January 2011 22:02 Media Online Bhirawa

Tulungagung, Bhirawa

Semakin dekat saja realisasi keinginan Pemkab Tulungagung untuk mendapatkan reward(penghargaan) dari Pemerintah Pusat terkait penyerahan APBD 2011. Saat ini APBD 2011 Tulungagung tercatat diurutan nomer 11 yang sudah masuk ke Pemerintah Pusat. "APBD 2011 Tulungagung sudah masuk dan urutannya nomer 11," ungkap Bupati Tulungagung, Ir Heru Tjahjono MM menjawab Bhirawa, Jumat (31/12) lalu. Menurut dia, penyerahan APBD 2011 yang telah berhasil lolos dari evaluasi Gubernur Jatim tersebut

ditunggui sendiri di Jakarta. "Saya tunggui sendiri selama dua hari sampai kemudian masuk di nomer urut 11," katanya. Bupati Heru berharap dengan sudah diterimanya APBD 2011 oleh Pemerintah Pusat di penghujung tahun 2010 reward dapat diterima oleh Pemkab Tulungagung. Kendati hal itu harus memenuhi persyaratan lainnya. Sebelumnya, Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Pemkab Tulungagung, Ir Indra Fauzi MM, menyatakan keoptimisannya Pemkab setempat bakal dapat reward pada tahun ini. Besaran reward yang diterima bisa sampai Rp30 miliar. Keyakinan mendapatkan reward dari Pemerintah Pusat itu, lanjut mantan Kepala Bappeda Pemkab Tulungagung ini diperkuat dengan prestasi Tulungagung yang menjadi syarat untuk memperoleh penghargaan. Seperti kenaikan besaran perndapatan asli daerah (PAD), pencapaian indek pembangunan manusia (IPM) di atas rata-rata nasional, tingkat pengangguran pengurangannya diatas rata-rata nasional, pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata nasional, tingkat pengangguran menurun dan tingkat kemiskinan pengurangannya di atas rata-rata nasional. "Dari beberapa indikator itu Pemkab Tulungagung sudah dapat memenuhi. Kami pun yakin laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK akan menempatkan Tulungagung dinilai wajar tanpa pengecualian," jelasnya. Seperti diketahui APBD 2011 Kab Tulungagung sudah disahkan oleh DPRD setempat pada Selasa (30/11). Salah satu fraksi yakni Fraksi PDIP melalui juru bicaranya Heru Santoso SPd MPd saat menyampaikan pandangan akhir fraksi dalam rapat paripurna pengesahan APBD 2011 menandaskan persetujuan bukan berdasar keputusan yang asal-asalan. Kendati, waktu penyampaian RAPBD 2011 dan pengesahan hanya berselang satu pekan saja. [wed]

http://www.radartulungagung.co.id/headlines/5060-apbd-defisit-rp-657-juta.html

APBD Defisit Rp 657 Juta


Diangggap Tak Berpihak Rakyat

TULUNGAGUNG Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2011 Tulungagung dinilai kurang berpihak ke masyarakat kecil. Dari pendapatan daerah sebesar Rp 1.010.650.539.989, sebagian besar untuk gaji pegawai negeri sipil. Rinciannya, belanja tidak langsung Rp 763.206.213.568 peruntukannya belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, hibah dan lain sebagainya atau setidaknya 75,5 persen. Sementara, belanja yang bersifat langsung hanya Rp 248.102.146.146 atau 24,5 persen. Kondisi itu disoroti Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Tulungagung Iwan Adi Kusuma. Menurut dia, besarnya dana untuk belanja tidak langsung mengakibatkan Pemkab Tulungagung defisit Rp 657.819.725.00. Jika terjadi defisit menandakan Pemkab Tulungagung terlalu boros mengalokasikan dana belanja tidak langsung, katanya. Alumnus STAIN Tulunggung itu juga mempertanyakan anggaran belanja tidak terduga yang mencapai Rp 2 miliar. Seharusnya, anggaran belanja tidak terduga cukup Rp 1.342.180.275. Dengan begitu, sisanya itu dialokasikan untuk mengganti defisit anggaran, katanya.

Iwan Adi Kusuma menanyakan minimnya program pengentasan kemiskinan. Selain itu, minimnya upaya menciptakan lapangan pekerjaan. Jika realisasinya dimikian, maka akan berdampak pada perputaran ekonomi rakyat kecil. Padahal, anggaran yang dimiliki pemkab relatif besar, katanya. Sekretaris Daerah Pemkab Tulungagung Maryoto Bhirowo membantah jika APBD tidak diperuntukkan bagi masyarakat Tulungagung. Menurut dia, dana Rp 1.010.650.539.989. pada intinya juga kembali kepada masyarakat Tulungagung. Memang, sebagian besar dana itu diperuntukkan belanja pegawai dan lain sebagainya. Maklum, jumlah pegawai di Tulungagung memang besar. Namun, hal itu, bukan berarti pembangunan berhenti, sebab masih ada aliran dana yang lain, katanya. Maryoto Bhirowo melanjutkan, keberadaan dana tak terduga Rp 2 miliar dinilai perlu dianggarkan. Hal itu sebagai bentuk antisipasi banyaknya bencana alam yang terjadi. Dana itu, diperuntukkan untuk kegiatan yang bersifat sosial, seperti penanggulangan bencana dan lain sebagainya. Toh, jika sisa nantinya akan dilaporkan melalui sisa laporan anggaran (Silpa), pungkasnya. (tri/her)

http://www.harianbhirawa.co.id/utama/4196-gubernur-diminta-revisi-apbdtulungagung

Gubernur Diminta Revisi APBD Tulungagung


Monday, 11 January 2010 22:30 Media Online Bhirawa

PPLH Tengarai Ada Anggaran Ganda

Tulungagung, Bhirawa
LSM Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Mangkubumi Tulungagung meminta Gubernur Jatim merevisi atau mengkoreksi APBD 2010 Tulungagung. Pasalnya, mereka menengarai ada anggaran double (ganda) yang tercantum dalam APBD yang disahkan pada tanggal 31 Desember 2009 lalu. "Ada dua item anggaran yang mirip. Ini diketahui setelah kami mendapat informasi terkait masalah tersebut," ujar Direktur Eksekutif PPLH Mangkubumi, Muhammad Ichwan Mushofa MPdI, Senin (11/1). Menurut dia, temuan terkait anggaran double itu akan dilaporkan ke Gubernur Jatim. "Kalau semua sudah lengkap, siang hari ini (Senin kemarin) juga bakal kami fax atau kirim surat ke Gubernur," katanya. Ichwan menyebut anggaran yang disebutnya bertengara double dan janggakl adalah item anggaran program peningkatan pelayanan kedinasan pemerintah daerah sebesar Rp 5 miliar dan program peningkatan pelayanan kedinasan kepala daerah dan wakil kepala daerah sebesar Rp 3,3 miliar. "Selain peruntukannya mirip, dua item anggaran itu patut dipertanyakan karena dibuat belanja pegawai juga untuk barang dan jasa. Lalu pertanggungan jawabannya gimana kalau pakai jasa," paparnya. Ditandaskan, seharusnya Pemkab dan DPRD Tulungagung lebih peka dalam memutuskan anggaran dalam APBD. Jika benar dua item anggaran tersebut ganda, lanjut Ichwan, selain harus direvisi juga dananya bisa dialihkan ke program-program yang lebih pro rakyat. Semisal, program UMKM, peningkatan usaha petani dan nelayan serta program kerakyatan lainnya. Sebelumnya, puluhan aktivis PPLH Mangkubumi, Sabtu (9/1) lalu melakukan aksi tuntutan serupa ke DPRD setempat, selain meminta buku kopian APBD 2010. Saat itu mereka mempersoalkan anggaran pembelian mobil dinas sampai sebesar Rp 6 miliar dalam APBD 2010 yang dinilai melukai hati rakyat. Sementara itu, Ketua DPRD Tulungagung, Drs Isman dan Wakil Ketua DPRD Tulungagung, Kambali SE ketika dikonfirmasi sama-sama menyatakan mempersilakan PPLH Mangkubumi berkirim surat atau fax ke Gubernur Jatim. "Saat ini merupakan kewenangan Gubernur untuk mengevaluasi APBD yang telah disahkahkan oleh DPRD dan Pemkab," ujar Isman. Soal tengara adanya double anggaran di APBD 2010, Kambali menyatakan pembahasan RAPBD 2010 oleh DPRD setempat relatif sangat singkat. Tidak sampai satu bulan. "Apalagi anggota DPRD banyak yang baru, jadi bisa dikatakan belum sepenuhnya paham betul seluk-beluk anggaran APBD," jelasnya. [wed]

http://www.bpk.go.id/doc/hapsem/2005sem1/HP%20APBD%202005/184.Kab. %20Tulungagung.pdf HP BPK

http://www.kppod.org/index.php? option=com_content&view=article&id=548:reformasi-birokrasi-bagi-efisiensiapbd&catid=4:berita&Itemid=6

Reformasi Birokrasi bagi Efisiensi APBD

Jumat, 05 Agustus 2011 18:34

Oleh: Robert Endi Jaweng Manajer Hubungan Eksternal KPPOD, Jakarta Profil keuangan daerah di sebagian besar Kabupaten/Kota cenderung bermasalah pada dua sisi sekaligus. Pada sisi pendapatan, daerah amat tergantung pada sumber penerimaan dari transfer pusat. Dari total pendapatan (Rp 300 T) dalam APBD Agregat Kab/Kota 2010, terlihat bahwa kontribusi utama bersumber dari dana perimbangan sekitar Rp 246 T (82%) sementara PAD hanya mencapai Rp 24 T (8%), yang bahkan lebih kecil jika dibanding penerimaan yang bersumber dari Lain-lain Pendapatan sebesar Rp 28 T (10%). Profil sisi pendapatan tersebut membuat kita sulit bicara tentang kemandirian/otonomi fiskal. Yang muncul ketergantungan daerah terhadap pusat. Rendahnya otonomi fiskal pada sisi pendapatan membuat rendah pula diskresi fiskal sisi pengeluran. Bahkan lebih serius lagi, dalam konteks relasi pusat-daerah, fiskal bukanlah sekedar instrumen keuangan tetapi lebih sering jadi instrumen pengendalian politik dan tertib pemerintahan. Segagah apa pun Bupati/Walikota, berlagak bak raja-raja kecil di daerahnya, tetapi ketika berhadapan dengan pusat lekas berubah nurut, nunduk, sulit menunjukan marwah keotonomiannya. Ini fakta. Pada sisi lain, ihwal belanja, profil keuangan daerah ditandai mismanajemen amat fatal plus korupsi yang tinggi. Salah urus bahkan menyebabkan sebagian daerah terancam bangkrut. Pada 2011 ini, misalnya, sejumlah daerah di Aceh nyaris gagal bayar gaji PNS yang seharusnya sudah teralokasi dalam DAU yang mereka terima. Masalah lain berupa defisit Rp 100M di Babel, menguapnya Rp 778M di 13 Kab/kota di Sultra, ngemplang utang Rp 23M pemda TTU (NTT) kepada pihak swasta. Praktik mismanajemen ini disertai maladministrasi laporan keuangan yang mencederai asas good budgetary governance sehingga kerap mendapat opini buruk BPK.

Disfungsi Anggaran Terkait hak publik dan fungsi makro instrumen fiskal, isu krusial tata kelola anggaran hari ini adalah proporsi alokasi yang memberat ke pos remunerasi PNS/pejabat dan rutin birokrasi. Jika merujuk Musgraves Trilogy (Musgrave, 1959), fungsi-fungsi dasar keuangan negara sebagai instrumen stabilisasi, redistribusi dan alokasi bagi pembangunan ekonomi (stimulator) maupun pelayanan publik (access to justice) serasa jauh panggang dari api dalam penerapannya. Pada titik ini, jangan heran jika setelah sepuluh tahun otonomi dan desentralisasi fiskal berlangsung, angka kemiskinan di daerah tidak mengalami penurunan (IRE, 2010). Mengapa disfungsi itu terjadi? Selain problem kapasitas birokrasi dan subtansi program, secara umum terlihat bahwa memang jumlah dana yang dimiliki daerah sedikit, secara agregat jauh lebih kecil dibandingkan pusat. Dari total anggaran negara, yang dikelola oleh pemerintah pusat sekitar 66% dan hanya sebesar 34% ke daerah. Padahal, daerah sangat tergantung kepada sumber transfer pusat ini dan jumlah urusan otonom yang dilimpahkan amat banyak (31 urusan) yang tak selalu simetris dari segi dukungan dana (money follows function). Sebagian besar pos alokasi pun sudah terpatok sehingga nyaris tak tersisa ruang diskresi fiskal bagi daerah. Namun, di luar masalah tersebut, problem tak kalah serius adalah soal politik anggaran itu sendiri. Yang terutama, seperti disampaikan tadi, adalah proporsi alokasi yang sangat sedikit untuk belanja publik dan trend yang menunjukan kurva menurun tiap tahun. Sebaliknya, dalam hal belanja pegawai, jumlah alokasinya amat dominan dan semakin tahun bertambah tinggi. Bayangkan dari sepuluh jenis klasifikasi belanja di daerah (belanja pegawai, barang dan jasa, modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, bagi hasil, bantuan keuangan, belanja tak terduga) ceruk terbesar habis untuk belanja pegawai dan barang/jasa bagi operasional pemerintahan. Jika merujuk data tahun anggaran terakhir, rata-rata belanja pegawai di daerah 58% dari total APBD, dan bertambah dominan jika digabung dengan pos belanja barang/jasa sekitar 20%. Selain nominalnya besar, yang mencemaskan dalam membaca data ini adalah ihwal trend-nya yang terus

You might also like