You are on page 1of 22

TAFSIR SURAT AL-IKHLAS

Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia. Surat ini termasuk surat makiyyah. Dan surat ini adalah surat yang ke 112 yang terdiri dari 4 ayat. A. Asbab an-Nuzul Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan dari Ubay bin Kaab Radhiallahu Anhu bahwa orangorang musyrik berkata kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Ala Alihi Wa Sallam: Wahai Muhammad sebutkanlah sifat-sifat Tuhanmu kepada kami. Lalu Allah menurunkan surat ini. (HR. Imam Ahmad, At-Tirmidzi dll)[1] Dalam riwayat lain dikatakan, Dahhak meriwayatkan bahwa orang-orang musyrik mengutus kepada Nabi Muhammad SAW Amir bin Tufail, menyampaikan amanah mereka kepada Nabi, ia berkata: "Engkau telah memecah belahkan keutuhan kami, memaki-maki "tuhan" kami, berubah agama nenek moyangmu. Jika engkau miskin dan mau kaya kami berikan engkau harta. Jika engkau gila kami obati. Jika engkau ingin wanita cantik akan kami kawinkan engkau dengannya". Nabi menjawab: "Aku tidak miskin, tidak gila, tidak ingin kepada wanita. Aku adalah Rasul Allah, mengajak kamu meninggalkan penyembahan berhala dan mulai menyembah Allah Yang Maha Esa", kemudian mereka mengutus utusannya yang kedua kalinya dan bertanya kepada Rasulullah. Terangkanlah kepada kami macam Tuhan yang engkau sembeh itu. Apakah Dia dari emas atau perak?", lalu Allah menurunkan surah ini. [2] (HR. Dahhak) B. Nama-nama lain dari Surat Al-Ikhlas[3] 1. (murni) 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.

(yang diturunkan) (yang lepas) (mengesakan Allah) (selamat) (dekat) (nisbat/ hubungan) (pengenalan) (keindahan) (penyembuhan)

11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.

(yang berlindung)
(tempat bergantung)

(yang mencegah) (yang hadir) (yang lari) (yang bebas) (peringatan) (cahaya) (manusia) (asas/ dasar)

C. Keutamaan Surat Al-Ikhlas Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Ala Alihi Wa Sallam bersabda: Demi Dzat Yang jiwaku ada ditanganNya, sesungguhnya dia (surat Al-Ikhlas) sebanding sepertiga AlQuran.(HR.Bukhari). Dikatakan sebanding dengan sepertiga Al-Quran karena kandungan Al-Quran ada tiga macam: Tauhid, kisah-kisah dan hukum-hukum. Dan dalam surat ini terkandung sifat-sifat Allah yang merupakan tauhid sehingga surat ini sebanding atau sama dengan sepertiga AlQuran. Imam Bukhari meriwayatkan bahwa telah diceritakan kepadanya oleh Ismail, dari Malik, dari Abdur Rahman bin Abdullah bin Abdur Rahman bin Abu Shashaah, dari ayahnya, dari abu Sad, bahwa seorang laki-laki lain membaca Qulhuwallahu ahad berulang-ulang. Pada keesokan harinya ia datang kepada Nabi saw. Melaporkan hal itu, seakan-akan ia mempersoalkannya, kemudian Nabi bersabda, Demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya surah ini sebanding dengan sepertiga Al-Quran[4] D. Penamaan Surat Al-Ikhlas Secara lugowi, kata Al-Ikhlas itu berasal dari kata Akhlasha-yukhlishu-Ikhlashaan, yang berarti memurnikan. Dinamakan surat Al-Ikhlash karena didalamnya terkandung keikhlasan atau pemurnian (tauhid) kepada Allah dan dikarenakan membebaskan pembacanya dari syirik (menyekutukan Allah ).[5] E. Tafsir Surat Al-Ikhlas

Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.

Ayat ini diawali oleh kata Qul yang berarti katakanlah, hal ini menunjukan bahwa Nabi Muhammad saw selalu menyampaikan segala sesuatu yang diterimanya dari ayat-ayat AlQuran yang disampaikan malaikat Jibril. Beliau tidak mengubahnya walau hanya satu huruf. Secara tidak langsung, ini merupakan penolakan terhadap anggapan sebagian orang kafir yang menuduh bahwa Al-Quran itu karangan Nabi saw, bukan firman Allah.[6] Kemudian kata Qul didampingi oleh kata Huwa yang berarti dialah, yang mengandung arti bahwa yang disampaikan itu kebenarannya sudah pasti dan didukung oleh bukti rasional yang tak ada sedikitpun keraguan padanya, bahwa Allah swt itu esa dalam dzat-Nya.[7] Dialah Allah yang Maha Tunggal. Maksudnya, Dia benar-benar satu, baik secara lafzhiyyah maupun manawiyyah (pure monotheism), bukan hasil eliminasi dari dua atau tiga, bukan pula tunggal yang berasal dari dwi-tunggal atau tri-tunggal, dan bukan pula monotheism yang berasal dari polytheism atau trinitas dan trimukti. Bagi umat islam, dalam menginterpretasikan kalimat ketuhanan yang maha esa itu tdak lain melainkan Huwallahu ahad.[8] Menurut Imam Ath-Thabarasy di dalam kitab tafsirnya Majma al-Bayan fi Tafsir alQuran, dikatakan bahwa penggunaan kata ahad bukan dengan wahid, itu dikarenakan wahid itu termasuk ke dalam hisab atau hitungan. Sedangkan ahad itu tidak dapat dibagi-bagi pada dzat-Nya. Kita boleh menjadikan bagi wahid itu dua dan seterusnya. Akan tetapi kita tidak boleh menjadikan bagi ahad itu dua dan seterusnya.[9]

Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Ibnu Abbas Radhiallahu Anhuma berkata: Ash-Shomad adalah yang bergantung kepadaNya semua makhluk untuk mendapatkan hajat-hajat dan permintaan-permintaan mereka. Beliau berkata pula tentang makna Ash-Shomad : Dia adalah As-Sayyid (Maha Pemimpin) Yang Maha sempurna dalam kepemimpinanNya, Asy-Syariif (Maha Mulia) Yang Maha sempurna dalam kemuliaanNya, Al-Adhiim (Maha Agung) Yang Maha sempurna dalam keagunganNya, Al-Haliim (Maha Penyantun) Yang Maha sempurna dalam kesantunanNya, Al-Aliim (Maha Mengetahui) Yang Maha sempurna dalam pengetahuanNya dan Al-Hakiim (Maha Bijaksana) Yang Maha sempurna dalam kebijaksaanNya. Dialah Yang Maha Sempurna dalam kemuliaan dan kepemimpinan dan Dia adalah Allah, inilah sifatNya yang tidak sepatutnya kecuali untuk Dia. Tidak ada yang setara denganNya dan tidak ada pula sesuatu yang seperti Dia. Maha Suci Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan (musuhmusuhNya).

Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan Ada dua kata dalam Al-Quran yang sering digunakan untuk menafikan atau meniadakan sesuatu, yaitu kata lam dan kata lan. Kata lam digunakan untuk menafikan sesuatu yang telah terjadi. Sedangkan lan digunakan untuk menafikan sesuatu yang akan terjadi. Kata lam digunakan pada ayat ini untuk menggambarkan bahwa saat itu telah beredar keyakinan bahwa tuhan itu bisa beranak. Ibnu 'Abbas berkata: "Dia tidak beranak sebagaimana Maryam melahirkan Isa A.S. dan tidak pula diperanakkan. Ini adalah bantahan terhadap orang-orang Nasrani yang mengatakan Isa Al Masih adalah anak Allah dan bantahan terhadap orang-orang Yahudi yang mengatakan Uzair adalah anak Allah. Singkatnya, kata lam yang digunakan pada ayat ini merupakan koreksi terhadap keyakinan yang beredar saat itu. Seolah ayat ini mengatakan, Keyakinan anda keliru, sesungguhnya Allah tidak beranak dan tidak diperanakan.[10]

Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia." Surat Al-Ikhlas ini ditutup dengan ayat yang menafikan segala sesuatu yang sama dengan Allah. Artinya bukan dari segi beranak dan diperanakannya, tapi Allah itu berbeda dengan makhluk dalam segala dimensinya. Wallahu alam.

[1] [2]

Q. shaleh dkk, Asbabun nuzul http://c.1asphost.com [3] Kitab Hasyiyah ash-Shawi ala tafsir jalalain [4] Sayyid Qutub, fi zhilalil quran [5] http://www.kajianislam.net [6] tafsir al-quran kontemporer, juz amma jilid 1 [7] tafsir al-quran al-karim [8] Moh. E. hasyim, ayat suci lenyepaneun [9] Abdul karim al- khotib, At-tafsir al-Qurani lilquran [10] tafsir al-quran kontemporer, juz amma jilid 1
TAFSIR SURAT AL-IKHLAS (MEMURNIKAN KEESAAN ALLAH) Makkiyyah. Surat Ke 112; 4 ayat. Asbabun Nuzul (Sebab Turunnya Surat Ini): Imam Ahmad ?rahimahullah meriwayatkan dari Ubay bin Ka?ab ?Radhiallahu ?Anhu bahwa orangorang musyrik berkata kepada Nabi Muhammad ?Shallallahu ?Alaihi Wa ?Ala Alihi Wa Sallam: ?Wahai Muhammad sebutkanlah sifat-sifat Tuhanmu kepada kami.? Lalu Allah menurunkan surat ini.? (HR.

Imam Ahmad, At-Tirmidzi dll) Diantara Keutamaan Surat Al-Ikhlas: Rasulullah ?Shallallahu ?Alaihi Wa ?Ala Alihi Wa Sallam bersabda: ?Demi Dzat Yang jiwaku ada ditanganNya, sesungguhnya dia (surat Al-Ikhlas) sebanding sepertiga Al-Qur?an.? (HR. Bukhari dll). Dikatakan sebanding dengan sepertiga Al-Qur?an karena kandungan Al-Qur?an ada tiga macam: Tauhid, kisah-kisah dan hukum-hukum. Dan dalam surat ini terkandung sifat-sifat Allah yang merupakan tauhid sehingga surat ini sebanding atau sama dengan sepertiga Al-Qur?an. dan dikarenakan membebaskan pembacanya dari syirik (menyekutukan Allah ).-Dinamakan surat AlIkhlash karena didalamnya terkandung keikhlasan (tauhid) kepada Allah

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Tauhid Uluhiyyah dan Larangan Menyekutukan Allah Ta?ala: Katakanlah: ?Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, (1) Katakanlah -wahai Muhammad Rasulullah ?Shallallahu ?Alaihi Wa ?Ala Alihi Wa Sallam:?Dia-lah Allah Yang Maha Esa dalam uluhiyyah (ketuhanan) Yang tiada satupun bersekutu denganNya di dalamnya.? Kita Butuh Allah Ta?ala Sedangkan Allah Tidak Membutuhkan Kita: Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadaNya segala sesuatu. (2) Ibnu Abbas ?Radhiallahu ?Anhuma berkata: ?Ash-Shomad adalah yang bergantung kepadaNya semua makhluk untuk mendapatkan hajat-hajat dan permintaan-permintaan mereka.? Beliau berkata pula tentang makna Ash-Shomad : ?Dia adalah As-Sayyid (Maha Pemimpin) Yang Maha sempurna dalam kepemimpinanNya, Asy-Syariif (Maha Mulia) Yang Maha sempurna dalam kemuliaanNya, Al-?Adhiim (Maha Agung) Yang Maha sempurna dalam keagunganNya, Al-Haliim (Maha Penyantun) Yang Maha sempurna dalam kesantunanNya, Al-?Aliim (Maha Mengetahui) Yang Maha sempurna dalam pengetahuanNya dan Al-Hakiim (Maha Bijaksana) Yang Maha sempurna dalam kebijaksaanNya. Dialah Yang Maha Sempurna dalam kemuliaan dan kepemimpinan dan Dia adalah Allah, inilah sifatNya yang tidak sepatutnya kecuali untuk Dia. Tidak ada yang setara denganNya dan tidak ada pula sesuatu yang seperti Dia. Maha Suci Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan (musuh-musuhNya).? Allah Ta?ala Tidak Mempunyai Anak dan Tidak Pula Mempunyai Bapak-Ibu: Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan, (3) Firman Allah: ?Dia tidak beranak? adalah merupakan bantahan terhadap tiga kelompok yang menyimpang lagi tersesat, yaitu: Orang-orang musyrik, yahudi dan nasrani. Orang-orang musyrik mengatakan bahwa malaikat adalah puteri-puteri Allah, orang-orang yahudi mengatakan bahwa ?Uzair anak Allah dan orang-orang nasrani mengatakan bahwa ?Isa adalah anak Allah. Allah membantah dan mendustakan mereka dengan firmanNya: ?Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan?. Allah adalah Al-Awwal, yang sudah ada sebelum adanya segala sesuatu bagaimana mungkin Dia menjadi anak ?!.

Allah Ta?ala Tidak Beristeri dan Dia Maha Esa Dalam Segala-galanya: Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia?. (4) Dan tidak ada satupun yang setara dengan Dia dalam nama-nama dan sifat-sifatNya dan tidak pula dalam semua perbuatanNya, Dia Maha Berkah, Maha Suci lagi Maha Tinggi. Mujahid ?rahimahullah berkata: ?Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia?, yakni tidak ada isteri bagiNya.?

Makalah Tafsir

TAFSIR SURAT AL-IKHLAS


(Bersihkan Jiwa dengan Surat Kemurnian)

Disusun Oleh

WILDA RAHMAWATI NIM. 290 919 432

JURUSAN TADRIS KIMIA FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI AR-RANIRY SURIEN, 2010

BAB I PENDAHULUAN

Inilah surat ke 112 dalam kitab suci Al-Qur an menurut mushaf Usmani. Meski ditempatkan di bagian akhir kitab, tetapi al-Ikhlas merupakan surah yang diwahyukan di Mekkah, bahkan surah ini diturunkan di awal kenabian. Menurut, Maulana Muhammad Ali, ada 60 Surah yang diwahyukan kepada Nabi selama 5 tahun pertama kenabiannya. Al-Ikhlas merupakan surah ke-22 yang diturunkan kepada Nabi. Tetapi, sebagian ulama berpendapat bahwa surah ini merupakan surah ke -19 yang diwahyukan di tahun-tahun pertama kenabian. Surah Al-Ikhlas disebut juga sebagai surah at-Tauhid, karena saat ini berisi ajaran untuk memurnikan kepercayaan manusia kepada Tuhan. Surat ini juga masyhur dengan sebutan surat ashShamad diambil dari ayat 2 surat ini, dan masih banyak lagi sebutan bagi surat ini. A. Riwayat Turunnya Pada waktu itu sudah lebih dari 15 surat yang telah diwahyukan kepada Nabi. Tetapi belum ada surat yang menjelaskan hakikat Allah kepada masyarakat musyrik Mekkah. Maka orang-orang musyrik Mekkah bertanya-tanya kepada Nabi Muhammad tentang sifat tuhan yang dipercayai Nabi. Sedangkan masyarakat musyrik sendiri bangga dengan kepercayaan bahwa Tuhan itu memiliki banyak anak. Dan anak-anak Tuhan itu adalah para malaikat. Kepercayaan mereka tentang Tuhan itu direkam dalam QS. Ash-Shaffat (37): 149-151 sebagai berikut: Tanyakanlah (ya Muhammad) kepada mereka (orang-orang kafir Mekah): "Apakah untuk Tuhanmu anak-anak perempuan dan untuk mereka anak laki-laki, atau Apakah Kami menciptakan malaikat-malaikat berupa perempuan dan mereka menyaksikan(nya)? Ketahuilah bahwa Sesungguhnya mereka dengan kebohongannya benar-benar berdusta. (QS. Ash-Shaffat: 149-151)

Memerhatikan pernyataan ayat-ayat al-Qur an tersebut, jelas turunnya surat al-Ikhlas itu sebagai jawaban terhadap pertanyaan orang-orang musyrik Mekkah. B. Keutamaan Surat Al-Ikhlas Secara tradisional, orang Islam senantiasa mencari-cari keutamaan suatu surat, sehingga banyak cerita tentang keutamaan surat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Surat al-Ikhlas pun tidak luput dari yang demikian. Anas r.a berkata, seorang laki-laki Anshar menjadi imam di mesjid Quba. Setiap selesai membaca Fatihah, ia selalu membaca surat-surat lainnya. Lalu kawan-kawannya berkomentar, Mengapa Anda selalu membacanya? Tidakkah anda bosan? Sahabat itu menjawab, Sungguh aku tak bisa meninggalkannya. Kalau kalian tidak suka aku menjadi imam karena sering membaca al-Ikhlash, silahkan imam yang lain. Namun karena tidak ada orang yang paling baik bacaan al-Qur annya selain dia, akhirnya ia tetap jadi imam. Surat al-Ikhlas bukanlah surat terpendek atau paling sedikit ayatnya. Ia hanya mengandung 4 ayat. Ada beberapa surat yang ayatnya lebih sedikit dari al-Ikhlas. Surat yang mengandung 3 ayat, yaitu al-Kautsar, al- Ashr, dan an-Nashr. Namun, kandungan-kandungan surat al-Ikhlas memiliki bobot sepertiga al-Qur an.1 Diriwayatkan dari Ubay bin Ka ab r.a, Rasulullah saw bersabda, siapa yang membaca

Qulhuwallahu Ahad, seolah-olah ia membaca sepertiga al-Qur an . (HR. An-Nasai). Para ahli menyebutkan, yang dimaksud sesungguhnya Allah swt. membagi al-Qur an menjadi tiga bagian , pertama, Al- Aqaid (masalah-masalah yang berkaitan dengan setauhidan dan ketuhanan, termasuk di dalamnya meluruskan penyimpangan-penyimpangan konsep ketuhanan. Kedua, Asa-Syar i (masalah-masalah yang berkaitan dengan peribadatan dan hukum). Ketiga, al-Qashsash (masalahmasalah yang berkaitan dengan kisah-kisah kehidupan para Rasul ataupun orang-orang Saleh, bahkan riwayat orang-orang durhaka pun dibicarakan sebagai bahan pelajaran hidup. Al-Ikhlas artinya kemurnian keesaan atau setauhidan Allah swt. Jadi, makna hadits di atas adalah surat al-Ikhlas mewakili sepertiga pembicaraan al-Qur an yaitu setauhidan. Bukan bermakna satu kali

1 Achmad Chodjim, Bersihkan Iman dengan Surat Kemurnian, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2005), hal. 33.

baca al-Ikhlas sama dengan membaca seperti al-Qur an sehingga diartikan dengan tiga kali membaca alIkhlas sama dengan menamatkan tiga puluh juz. Jelas ini pemahaman yang kurang tepat.2 Surat al-Ikhlas ini mengandung penitsbatan (penetapan) keesaan Allah, tidak ada sekutu bagiNya dan Allah-lah yang dimaksudkan untuk menyelesaikan segala keperluan, tidak beranak dan tidak diperanakkan serta tidak ada yang sebanding-Nya.3

2 Aam Amiruddin, Tafsir al-Quran Kontemporer, (Bandung: Khazanah Inteltktual, 2004), hal. 48-50.

3 Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Tafsir Penjelas al-Quranul Karim, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002), hal. 1635-1638.

BAB II PEMBAHASAN

A. Tafsir Ayat Pertama Surat al-Ikhlas 1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.

Katakanlah! (Hai utusan-Ku) Dia adalah Allah, Maha Esa (ayat 1). Inilah pokok pangkal aqidah, puncak dari kepercayaan. Mengakui bahwa yang dipertuan itu Allah nama-Nya. Dan itu adalah nama dari satu saja, tidak ada Tuhan selain Dia. Dia Maha Esa, mutlak Esa, tunggal, tidak bersekutu yang lain dengan Dia. Pengakuan atas kesatuan, atau keesaan, atau tunggal-Nya. Tuhan dan nama-Nya ialah Allah, kepercayaan itulah yang dinamai Tauhid. Berarti penyusun fikiran yang suci murni, tulus ikhlas bahwa tidak mungkin Tuhan itu lebih dari satu. Tidak ada yang menyamai-Nya, tidak ada yang menyerupai-Nya, dan tidak ada pula teman hidup-Nya. Karena mustahillah ia lebih dari satu. Karena kalau berbilang terbagilah kekuasaan-Nya. Kekuasaan yang terbagi, artinya sama-sama kurang berkuasa.4 Karena itu, Dialah yang Maha Kuasa satu-satunya. Tidak ada yang bisa berbuat untuk sesuatu dan pada sesuatu di alam ini. Inilah aqidah yang tertanam di dalam hati dan sebagan penafsiran dari wujud itu sendiri. Jika gambaran seperti ini telah tertanam di hati seseorang, yaitu gambaran bahwa tidak ada yang dia lihat di dunia ini kecuali hakikat Allah, maka dia akan melihat hakikat itu di semua wujud yang dilahirkannya. Ini adalah suatu derajat pada saat hati seseorang akan melihat tangan Allah di setiap sesuatu yang dilihatnya. Dan di balik itu ada derajat lagi yang pada saat itu tidak ada sesuatu pun yang dilihat di dunia kecuali Allah, sebab tidak ada lagi hakikat selain hakikat Allah.5

4 Hamka, Tafsir al-Azhar, Juzu XXVIII, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985), hal. 301-302.

Prof. Dr. M. Quraiish Shihab dalam tafsir al-Qur an al-Karim, menyebutkan kata Qul yang berarti katakanlah! membuktikan bahwa Nabi Muhammad saw. selalu menyampaikan segala sesuatu yang diterimanya dari ayat-ayat al-Qur an yang disampaikan oleh malaikat Jibril. Beliau tidak mengubahnya walau hanya satu huruf. Secara tidak langsung, ini merupakan penolakan terhadap anggapan sebagian orang kafir yang menuduh bahwa al-Qur an itu karangan Nabi saw bukan firman Allah SWT.6

B. Tafsir Ayat Kedua Surat al-Ikhlas 2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Artinya, bahwa segala sesuatu ini adalah Dia yang menciptakan, sebab itu maka segala sesuatu itu kepada-Nyalah bergantung, ada atas kehendak-Nya. Kata Abu Hurairah: Arti Ash-Shamadu ialah segala sesuatu memerlukan dan berkehendak kepada Allah, berlindung kepada-Nya, sedang Dia tidaklah berlindung kepada sesuatu jua pun. 7 Ustad Muhammad Abduh dalam karyanya tafsir al-Qur an al-Karim menyatakan, kata ashShamad mengisyaratkan pengertian bahwa kepada Allah-lah secara langsung bermuara setiap permohonan, tanpa harus ada perantara atau pemberi syafaat. Penegasan Allaahussamad merupakan antitesis (perlawanan) terhadap keyakinan kaum musyrikin dan penganut agama-agama lainnya yang berkeyakinan bahwa Tuhan harus didekati melalui perantaraan orang-orang saleh. Sesungguhnya kaum musyrikin yang memusuhi Islam percaya kepada eksistensi Allah SWT. Namun, mereka tidak pernah langsung berdoa atau beribadah kepadanya. Mereka membuat perantara yaitu dalam bentuk berhala atau orang-orang shaleh yang telah meninggal. Saat mereka ditegur

5 Syeikh Abdullah bin Muhammad Ad-Duwais, Koreksi Tafsir fi Zilalil Quran, (Jakarta: Darul Qolam, 2004), hal. 421-422. 6 Aam Amiruddin, Op.cit, hal. 50.

7 Hamka, Op.cit. hal. 302.

mengapa kalian menyembah berhala-berhala ini? jawabnya, Kami tidak pernah, beribadah kepada berhala ini, kami hanya menjadikannya perantara untuk menyampaikan permohonan kami kepada Allah . dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya " (QS. Az-Zumar 39: 3) Al-Qur an mengarahkan agar kita selalu memohon, berdoa dan beribadah secara langsung kepada-Nya, tanpa perantara, karena ini merupakan refleksi dari Allahussamad.

C. Tafsir Ayat Ketiga Surat Al-Ikhlas 3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan.

 

Ada dua kata dalam al-Qur an yang sering digunakan menafsirkan atau meniadakan sesuatu, yaitu kata lam (huruf berharkat fatihah disambung huruf mim yang berharkat sukun) dan kata lan (huruf lam terharkat fatihah disambung huruf nun yang berharkat sukun). Kata lam pada ayat ini digunakan untuk menggambarkan bahwa saat itu telah beredar keyakinan bahwa Tuhan itu bisa beranak. Singkatnya kata lam yang digunakan pada ayat lam yalid walam yulad merupakan koreksi terhadap keyakinan yang beredar saat itu. Seolah ayat ini mengatakan keyakinan anda keliru, sesungguhnya Allah tidak beranak dan tidak diperankan .8 Mustahil dia beranak. Yang memerlukan anak hanyalah makhluk bernyawa yang menghendaki keturunan yang akan melanjutkan hidupnya. Oleh sebab itu, maka Allah swt. mustahil memerlukan anak. Sebab Allah hidup terus, tidak akan pernah mati-mati, tidak berpemulaan dan akhirnya tidak berkesudahan.

8 Aam Amiruddin, Op.cit, hal. 52-56.

Dan Dia, Allah itu, tidak pula diperankan. Tegasnya tidaklah Dia berbapa. Karena kalau Dia berbapak, teranglah bahwa si anak kemudian lahir ke dunia dari ayahnya, dan kemudian ayah itupun mati. Kemudian si anakpun menyambung kuasa.9 Surat al-Ikhlas ini ditutup dengan ayat yang menafikan (meniadakan) segala hal yang sama dengan Allah swt.10

D. Tafsir Ayat Keempat Surat al-Ikhlas 4. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."

 

Yang Tuhan itu adalah mutlak kuasa-Nya, tiada berbagi, tiada separuh seorang, tiada gandingan, tiada bandingan dan tiada tandingan.11 Artinya, bukan hanya dari segi beranak dan diperanakkannya, tapi Allah itu berbeda engna makhluk dari segala dimensinya. Wallahu alam.12

9 Hamka, Op.cit, hal. 302. 10 Aam Amiruddin, Op.cit, hal. 56.

11 Hamka, Op.cithal. 303.

12 Aam Amiruddin, Op.cit, hal. 56.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 1. Al-Ikhlas artinya memurnikan keesan Allah swt. Surat ini terdiri atas empat ayat, termasuk golongan surat Makkiyah diturunkan sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. 2. Turunnya surat al-Ikhlas merupakan jawaban terhadap pertanyaan orang-orang Musyrik Mekkah tentang sifat Tuhan yang dipercayai Nabi. 3. Banyak keutamaan yang terdapat dalam surat al-Ikhlas, salah satunya yaitu kandungan surat alIkhlas memiliki bobot sepertiga al-Qur an. 4. Para ahli menyebutkan Allah SWT membagi al-Qur an menjadi tiga bagian: y y y Pertama Aqaid (masalah-masalah yang berkaitan dengan setauhidan dan ketuhanan). Kedua Asy-Syara i (masalah-masalah yang berkaitan dengan peribadatan). Ketiga al-Qashash (masalah-masalah yang berkaitan dengan kisah-kisah kehidupan para Rasul ataupun orang-orang shaleh) 5. Surat al-Ikhlas mengandung pengitsbatan (penetapan) keesaan Allah, tidak ada sekutu baginNya dan Allah-lah yang dimaksud untuk menyelesaikan segala keperluan, tidak beranak dan tidak diperanakkan serta tidak ada yang sebanding dengan-Nya.

DAFTAR PUSTAKA

Ad-Duwais, Syaikh Abdullah bin Muhammad, 2003. Koreksi Tafsir fi Zilalil Qur an. Jakarta: Darul Qolam. Amiruddin, Aam, 2004.3 Tafsir al-Qur an Kontemporer. Bandung: Khazanah Intelektual. Ash-Shiddiiqy, Muhammad Hasbi, 2002. Tafsir Penjelas al-Qur anul Karim. Semarang: Pustaka Rizki Putra. Chodim, Achmad, 2005. Al-Ikhlash, Bersihkan Iman dengan Surat Kemurnian. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta. Hamka, 1985. Tafsir Al-Azhar Juzu XXVIII. Jakarta: Pustaka Panjimas.

Sifat-Sifat

Allah

(Tafsir

QS.

al-Ikhlas)

Dalam sebuah hadits riwayat al-Hafizh al-Baihaqi dari sahabat Abdullah ibn Abbas bahwa segolongan kaum Yahudi datang kepada Rasulullah. Mereka berkata:

Wahai Muhammad, beritahukan kepada kami sifat Tuhanmu yang engkau sembah!. Mereka bertanya bukan karena ingin mengetahui hal sebenarnya atau ingin memperoleh petunjuk, tapi hanya sekedar ingin mengingkari lalu mengolok-oloknya. Kemudian turunlah QS. al-Ikhlas ayat 1 hingga ayat 4. Rasulullah bersabda: Inilah sifat Tuhanku. Surat al-Ikhlas ini turun sebagi jawaban atas pertanyaan orang-orang Yahudi tersebut. Meskipun hanya terdiri dari empat ayat yang pendek namun mengandung makna yang sangat luas dan mendalam dalam ketauhidan Allah. Ayat pertama merupakan ikrar dan penegasan bahwa tidak ada sekutu bagi Allah. Artinya tidak ada keserupaan bagi-Nya. Dia Maha Esa pada dzat-Nnya. Makna Dzat Allah artinya hakikat Allah. Makna Dzat di sini bukan dalam pengertian bentuk atau benda. Pengertian bahwa Dzat Allah Esa ialah bahwa Dzat Allah tidak menyerupai dzat-dzat makhluk-Nya. Karena Dzat Allah azali; ada tanpa permulaan, sedangkan dzat-dzat selain-Nya baharu; memiliki permulaan, yaitu ada dari tidak ada. Oleh karena itu, Allah mensifati dzat-Nya sendiri dalam al-Quran dengan firman-Nya: Dia (Allah) al-Awwal (ada tanpa permulaan). (QS. (4 : al-Hadid: ) 4)

Hanya tidak

Kemudian Allah maha Esa pada Sifat-Sifat-Nya. Artinya bahwa sifat-sifat Allah menyerupai sifat-sifat makhluk-Nya. Allah berfirman:

(6 : ) Dan bagi Allah sifat-sifat yang tidak menyerupai sifat selain-Nya.(QS. an-Nahl: 6) Sebagaimana kita wajib meyakini bahwa Dzat Allah Azali; tidak bermula, maka demikian pula dengan semua Sifat-Sifat-Nya, kita wajib meyakini itu semua Azali. Karena mustahil bila ada dzat yang qadim dan azali, sementara sifat-sifat-nya baharu. Karena adanya sifat yang baharu pada suatu dzat menunjukkan bahwa dzat tersebut juga baharu. Dengan demikian mustahil bagi Allah mempunyai sifat-sifat yang baharu. Bila sifat-sifat manusia setiap saat dapat mengalami perubahan, maka tidak demikian halnya dengan sifat-sifat Allah. Dia tidak mengalami perubahan atau perkembangan, tidak bertambah atau berkurang. Kemudian Allah Maha Esa pada perbuatan-Nya. Artinya, tidak ada dzat yang dapat menciptakan sesuatu dari tidak ada menjadi ada kecuali Allah saja. Hanya Allah pencipta segala sesuatu. Dia pencipta kebaikan dan kejahatan, keimanan dan kekufuran, ketaatan dan kemaksiatan. Dia pencipta semua benda, mulai dari benda terkecil, yaitu dzarrah; (Ialah benda yang berterbangan terlihat oleh mata dalam sinar matahari), hingga benda yang paling besar, yaitu arsy. Dia pencipta segala perbuatan manusia, baik perbuatan yang mengandung unsur ikhtiar (al-Afal al-Ikhtiyariyyah), seperti makan, minum, dan lainnya, ataupun perbuatan yang tidak mengandung unsur ikhtiar (al-Afal al-Idlthirariyyah), seperti detak jantung, rasa takut, dan lainnya. Inilah makna yang tersirat dalam firman Allah:

(1 : 52 ) Katakanlah (Wahai Muhammad): Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah milik Allah, Tuhan seluruh alam.(QS. al-Anam:162) Shalat dan ibadah adalah dua diantara perbuatan-perbuatan yang mengandung unsur usaha, ikhtiar dan kehendak dari manusia. Sedangkan hidup dan mati adalah sesuatu yang terjadi di luar kehendak manusia, keduanya hanya menjadi wewenang dan kehendak Allah. Dalam doa tersebut ditegaskan bahwa shalat dan ibadah, serta hidup dan mati, pada hakikatnya adalah milik Allah dan hanya dicitakan hanya oleh Allah saja. Ayat kedua dari surat QS. al-Ikhas di atas mengandung makna bahwa Allah Maha Kuasa atas seluruh alam ini. Dia tidak membutuhkan kepada sesuatu apapun dari makhluk-Nya. Sebaliknya, seluruh makhluk-Nya selalu membutuhkan kepada-Nya. Allah tidak mengambil manfaat sedikitpun dari perbuatan-perbuatan makhluk-Nya, dan mereka sedikitpun tidak dapat mencelakakan-Nya atau membuat madlarat terhadapNya. Seandainya seluruh makhluk ini taat kepada Allah, maka hal tersebut tidak akan menambah kekuasaan-Nya dan kemuliaan-Nya sedikitpun. Demikian pula bila seluruh makhluk berbuat maksiat kepada-Nya, maka hal itu tidak akan mengurangi kekuasaan dan keagungan Allah sedikitpun. Allah menciptakan para Malaikat bukan untuk mendapatkan bantuan dari mereka. Demikian pula Ia menciptakan arsy bukan untuk menjadikan tempat bagi dzat-Nya, tetapi untuk menampakkan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya. Tentang hal ini alImam Ali ibn Abi Thalib berkata: ( ) Sesungguhnya Allah menciptakan arsy untuk menunjukkan kekuasaan-Nya dan bukan untuk menjadikannya tempat bagi Dzat-Nya. (Diriwayatkan oleh Abu Manshur al-Baghdadi dalam al-Farq Bain al-Firq)[1]. Ayat ketiga dari QS. al-Ikhlash memberikan penjelasan dalam penafian, peniadaan dan pengingkaran terhadap keyakinan yang menyebutkan bahwa Allah sebagai benda (Jism). Juga bantahan terhadap keyakinan bahwa Allah mempunyai bagian-bagian yang terpisah-pisah dari-Nya. Sekaligus, penjelasan dalam menafikan bahwa Allah sebagai bagian dari sesuatu yang lain. Dalam ayat ke tiga ini secara jelas dinyatakan bahwa Allah bukan sebagai asal atau bahan (Walid) bagi sesuatu, dan juga bukan cabang (Walad) dari sesuatu yang lain. Ayat ini berisi bantahan terhadap doktrin trinitas yang diyakini orang-orang Nasrani. Doktrin yang menyatakan ada tiga unsur ketuhanan yang kesemuanya kembali pada unsur yang tunggal. Ayat ini juga merupakan bantahan terhadap keyakinan atau doktrin orang-orang Majusi yang menyatakan bahwa tuhan ada dua, yaitu tuhan kebaikan dan tuhan keburukan. Faham serupa yang tak kalah sesatnya adalah faham yang dianut oleh segolongan orang yang terlena dalam kebodohannya (al-maghrurun). Mereka menganggap bahwa diri mereka adalah kaum Sufi yang telah mencapai derajat tinggi. Padahal keyakinan

mereka bertentangan dengan ajaran kaum Sufi sejati sendiri. Mereka berkeyakinan bahwa keseluruhan alam ini adalah sebagai Dzat Allah. Dan setiap komponenkomponen yang ada di dalam alam ini adalah bagian-bagian dari Dzat Allah. Keyakinan mereka ini dikenal dengan nama akidah Wahdah al-Wujud. Mereka menganggap bahwa manusia, hewan, Malaikat, tumbuh-tumbuhan, benda mati dan lain sebagainya adalah bagian dari Dzat Allah. Faham semacam ini telah berkembang di sebagaian kalangan yang mengaku sebagai pengikut tarekat dan pengamal shalawat yang menyimpang. Keyakinan Wahdah alWujud ini lebih sesat dari pada kekufuran orang-orang Nasrani dan Majusi. Kaum Nasrani berkeyakinan ada tiga tuhan, kaum Majusi berkeyakinan adanya dua tuhan, sementara mereka yang meyakini Wahdah al-Wujud meyakini bahwa segala sesuatu di alam ini adalah bagian-bagian dari dzat Tuhan. Kekufuran semacam ini jelas lebih buruk dari pada kekufuran kaum Nasrani dan kaum Majusi. Ada pula faham sesat lainnya, yang juga merupakan kekufuran. Ialah keyakinan yang menyatakan bahwa Allah menyatu dengan sebagian mahluk-Nya. Kaum yang berkeyakinan ini mengatakan: Apabila seorang hamba telah mencapai derajat ibadah tertentu, maka Allah akan menempati dan menyatu dengan tubuh orang tersebut. Karenanya, di antara mereka ada yang menyembah sebagian lainnya yang mereka anggap telah sampai pada batasan tersebut dalam ibadahnya tersebut. Keyakinan sesat ini dikenal dengan nama akidah Hulul. Dua keyakinan di atas, yaitu akidah Wahdah al-Wujud dan Hulul telah meracuni sebagian orang awam yang hanya mengutamakan dzikir tanpa mempelajari akidah yang benar dan cara beragama mereka. Dari sini mereka menganggap bahwa perbuatan mereka adalah jaminan keselamatan di akhirat kelak. Mereka juga menganggap bahwa mereka telah berbuat kebaikan banyak dan besar tiada tara. Padahal pada hakikatnya mereka tenggelam dalam kekufuran karena keyakinan sesat tersebut. Asy-Syekh Abd al-Ghani an-Nabulsi berkata: Sesungguhnya Allah tidak bertempat atau menyatu pada sesuatu apapun, dan tidak berpisah dari-Nya sesuatu apapun, serta tidak menyatu dengan-Nya sesuatu apapun. Dia tidak menyerupai segala sesuatu apapun dari makhluk-Nya[2]. Al-Imam Muhyiddin Ibn al-Arabi berkata:

( Barangsiapa berkata (berkeyakinan) Hulul maka agamanya cacat. Dan tidak menyatakan Ittihad (Wahdah al-Wujud) kecuali golongan yang menyimpang (dari Islam). (Dituturkan oleh Abu al-Huda al-Shayyadi dalam Risalah-nya) Ayat keempat dari QS. al-Ikhlash merupakan penjelasan bahwa Allah tidak meyerupai segala makhluk-Nya. Ayat tersebut merupakan ayat Muhkamat; artinya

merupakan ayat yang jelas maknanya dan tidak mengandung faham takwil. Pemaknaan ayat ini sama dengan pemaknaan ayat Muhkamat lainnya, yaitu dalam firman Allah: (1 1: ) Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhlukNya, baik dari satu segi maupun semua segi dan, tidak ada sesuatu apapun yang menyerupai-Nya. (QS. as-Syura: 11). Dalam menafsirkan QS. al-Ikhlash: 4 ini, para ulama Ahlussunnah menyatakan bahwa alam (yaitu segala sesuatu selain Allah) terbagi kepada dua bagian. Yaitu; benda dan sifat benda. Yang pertama; Benda, terbagi kepada dua bagian, yaitu:Hajm Lathif: Yaitu benda yang tidak dapat dipegang atau disentuh oleh tangan. Seperti cahaya, kegelapan, ruh, dan lain sebagainya.Hajm Katsif: Yaitu benda yang dapat dipegang atau disentuh oleh tangan. Seperti manusia, dan benda-benda padat lainnya. Adapun yang kedua, yaitu sifat benda, artinya sifat-sifat dari Hajm Lathif dan sifat-sifat dari Hajm Katsif. Contohnya bergerak, diam, berubah, bersemayam, duduk, beridiri, terlentang, berada di tempat dan arah (baik atas, bawah, kanan, kiri, depan maupun belakang), turun, naik, panas, dingin, memiliki warna, bentuk, dan sebagainya. Ayat QS. al-Ikhlash: 4 ini menjelaskan kepada kita bahwa Allah tidak menyerupai makhluk-Nya. Bahwa Allah bukan sebagai Hajm Lathif, juga bukan sebagai Hajm Katsif, dan bahwa Allah tidak disifati dengan sifat-sifat benda tersebut. Dari ayat ini para ulama Ahlussunnah Wal Jamaah mengambil dalil bahwa Allah ada tanpa tempat dan tanpa arah. Karena bila Allah mempunyai tempat dan arah maka berarti Allah mempunyai banyak keserupaan dengan makhluk-Nya, dan mempunyai dimensi, yaitu panjang, lebar, dan kedalaman. Padahal sesuatu yang memiliki dimensi semacam ini pastilah merupakan makhluk, bukan sebagai Tuhan. Mustahil Allah membutuhkan kepada yang menjadikan-Nya dalam dimensi tersebut. Karena bila Allah membutuhkan maka berarti Allah lemah, dan tidak layak dituhankan. Di antara Imam terkemuka di kalangan Ahlussunnah, al-Imam Ahmad ibn Hanbal, dan al-Imam Dzu al-Nun al-Mishri yang seorang sufi kenamaan, juga salah seorang murid terkemuka al-Imam Malik ibn Anas, berkata: ( ) Apapun yang terlintas dalam benakmu tentang Allah, maka Allah tidak seperti demikian itu. (Dikutip dari al-Imam Ahmad ibn Hanbal oleh Abu al-Fadl al-Tamimi dalam kitab I'tiqad al-Imam al-Mubajjal Ahmad ibn Hanbal. Dan diriwayatkan dari alImam Dzu al-Nun al-Mishri oleh al-Hafizh al-Khatib al-Baghdadi dalam kitab Tarikh Baghdad) Semoga kita termasuk Ahl al-Marifah dan mengimani Allah dengan seteguhteguhnya keimanan seperti yang telah digariskan Rasulullah dan para sahabatnya. Amin. [1] al-Farq Bain al-Firaq, h. 333

[2] al-Fath ar-Rabbani, h. 128


Diposkan oleh alifjuman@yahoo.com di 10:51:00 Label: Aswaja, Tafsir, Tauh

You might also like