You are on page 1of 17

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak-anak merupakan penerus masa depan bangsa.

Lebih dari itu, anak-anak menjadi penentu kemajuan suatu bangsa, karena itu segala daya upaya harus dicurahkan untuk menyiapkan anak dan memberikan yang terbaik bagi mereka untuk kejayaan bangsa di masa depan.

Anak di zaman sekarang kurang perhatian orang tuanya sehingga berdampak buruk bagi masa depannya, seperti memanfaatkan si anak di jalanan untuk meminta-minta yang seharusnya ia berada disekolah untuk mengecam pendidikan yang sebagaimana mestinya bukan untuk meminta-minta di jalan.

Anak jalanan sebagai individu yang menjadi bagian dari warga masyarakat tidak terlepas dari aktivitas sosial di lingkungannya. Dalam melaksanakan aktivitas sosialnya, anak jalanan juga melakukan interaksi sesuai tingkah laku yang ditampilkan oleh mitra komunikasinya. Interaksi yang dilakukan anak jalanan inilah yang menjadi simbol bahwa anak jalanan pun sebagai makhluk sosial yang tidak terlepas dari lingkungan sosialnya. Dalam berhubungan dengan lingkungan, anak jalanan memaknai, menafsirkan dan berfikir secara sengaja untuk diorientasikan dalam penampilan tingkah laku berikutnya. Dari hasil pemaknaan tingkah laku orang lain yang ditampilkan kembali oleh anak-anak jalanan ini cenderung mengarah ke tingkah laku negative, seperti tindak kriminal, mengkonsumsi narkoba, free sex, dan penyakit moral lainnya.

Dalam hal ini saya akan membahas tentang upaya penanganan anak jalanan oleh pemerintah, kategori anak jalanan dan pembahasan anak jalanan di DKI Jakarta.

B. RUMUSAN MASALAH 1. Apa pengertian anak jalanan? 2. Berapa kelompok pembagian pada anak jalanan? 3. Apa saja penyebab munculnya fenomena anak jalanan? 4. Bagaimana karakteristik anak jalanan? 5. Bagaimana upaya pembinaan pemerintah DKI Jakarta terhadap anak jalanan? 6. Dimanakah tempat alternatif pemberdayaan anak jalanan?

C. TUJUAN MASALAH Untuk memahami dan mengerti apa itu anak jalanan sampai pada kategori yang ada dalam anak jalanan, wujud pembinaan pemerintah, sampai penyebab munculnya fenomena anak jalanan. Di harapkan dapat menjadi pembelajaran untuk kita lebih perduli pada nasib anak jalanan khususnya di DKI Jakarta.

BAB II PEMBAHASAN A. PENGERTIAN

Anak jalanan atau sering disingkat anjal adalah sebuah istilah umum yang mengacu pada anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan, namun masih memiliki hubungan dengan keluarganya. Tapi hingga kini belum ada pengertian anak jalanan yang dapat dijadikan acuan bagi semua pihak.

Ada beberapa pengertian anak jalanan menurut beberapa ahli hukum, antara lain:

a. Sandyawan memberikan pengertian bahwa anak jalanan adalah anak-anak yang berusia maksimal 16 tahun, telah bekerja dan menghabiskan waktunya di jalanan. b. Peter Davies memberikan pemahaman bahwa fenomena anak-anak jalanan sekarang ini merupakan suatu gejalaglobal. Pertumbuhan urbanisasi dan membengkaknya daerah kumuh di kota-kota yang paling parah keadaannya adalah di negara berkembang, telah memaksa sejumlah anak yang semakin besar untuk pergi ke jalanan ikut mencari makan demi kelangsungan hidup keluarga dan bagi dirinya sendiri.1

Departemen Sosial RI mendefinisikan anak jalanan adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempattempat umum lainnya.

Peter Davies, Hak-hak Asasi Manusia (Jakarta: Yayasan Obor, 1994), hal 69.

UNICEF memberikan batasan tentang anak jalanan, yaitu : Street child are those who have abandoned their homes, school and immediate communities before they are sixteen years of age, and have drifted into a nomadic street life (anak jalanan merupakan anakanak berumur dibawah 16 tahun yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat terdekatnya, larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah di jalan raya.

Hidup menjadi anak jalanan bukanlah sebagai pilihan hidup yang menyenangkan, melainkan keterpaksaan yang harus mereka terima karena adanya sebab tertentu. Anak jalanan bagaimanapun telah menjadi fenomena yang menuntut perhatian kita semua. Secara psikologis mereka adalah anak-anak yang pada taraf tertentu belum mempunyai bentukan mental emosional yang kokoh, sementara pada saat yang sama mereka harus bergelut dengan dunia jalanan yang keras dan cenderung berpengaruh negatif bagi perkembangan dan pembentukan kepribadiannya. Aspek psikologis ini berdampak kuat pada aspek sosial. Di mana labilitas emosi dan mental mereka yang ditunjang dengan penampilan yang kumuh, melahirkan pencitraan negatif oleh sebagian besar masyarakat terhadap anak jalanan yang diidentikan dengan pembuat onar, anakanak kumuh, suka mencuri, sampah masyarakat yang harus diasingkan. Pada taraf tertentu stigma masyarakat yang seperti ini justru akan memicu perasaan alienatif mereka yang pada gilirannya akan melahirkan kepribadian introvet, cenderung sukar mengendalikan diri dan asosial. Padahal tak dapat dipungkiri bahwa mereka adalah generasi penerus bangsa untuk masa mendatang. Anak jalanan dilihat dari sebab dan intensitas mereka berada di jalanan memang tidak dapat disamaratakan. Dilihat dari sebab, sangat dimungkinkan tidak semua anak jalanan berada dijalan karena tekanan ekonomi, boleh jadi karena pergaulan, pelarian, tekanan orang tua, atau atas dasar pilihannya sendiri.

B. PEMBAGIAN KELOMPOK PADA ANAK JALANAN

Adapun anak jalanan dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu: a. Anak jalanan on the street/road Kategori anak jalanan on the street/road atau anak-anak yang ada di jalanan, hanya sesaat saja di jalanan, dan meliputi dua kelompok yaitu kelompok dari luar kota dan kelompok dari dalam kota. b. Anak jalanan of the street/road Kategori anak jalanan of the street/road atau anak-anak yang tumbuh dari jalanan, seluruh waktunya dihabiskan di jalanan, tidak mempunyai rumah, dan jarang atau tidak pernah kontak dengan keluarganya.2

Pendapat lain mengenai pengkategorian atau pengelompokkan terhadap anak jalanan. Keberadaan anak jalanan ini bervariasi. Dari sisi waktu yang digunakannya dijalanan, dapat dikategorikan ke dalam tiga kategori.3 yaitu: a. Kelompok anak jalanan yang hidup di jalanan (children of the street) Kelompok ini biasanya terdiri dari anak jalanan yang dating darin luar kota hidup tanpa orang tua (meninggal atau lari dari orang tua). Kondisi anak seperti ini rentan dieksploitasi seksual, fisik dan mental bahkan pembunuhan. b. Kelompok anak jalanan yang mencari nafkah di jalanan (children on the street) Anak-anak jalanan seperti ini masih tinggal dengan orang tua, tetapi kondisi ekonomi yang kurang mendukung menyebabkan anak turun atau diturunkan (dengan persetujuan orang tua) ke jalanan. Kondisi anak seperti ini rentan dieksploitasi ekonomi, fisik dan mental. c. Kelompok anak yang rentan menjadi anak jalanan (high risk to be street children) Anak-anak ini hidup di lingkungan warga masyarakat miskin dan di dalam keluarga yang kurang mampu memenuhi kebutuhan anak. Kondisi anak seperti ini dapat dilakukan penanganan pencegahan supaya tidak menjadi anak jalanan, namun kondisi lingkungan
2

Tata Sudrajat, Anak Jalanan dan Masalah Sehari-hari Sampai Kebijaksanaan (Bandung: Yayasan Akatiga, 1996), h. 151-152. 3 Rusmana, Komunikasi Anak Jalanan di dalam Lingkungan Sosialnya. Disertasi,tidak diterbitkan (Bandung: Program Pascasarjana UNPAD, 2004), h. 52.

sosial perlu diupayakan mendukung anak untuk mendapatkan pelayanan hak mereka seperti pendidikan, pengasuhan dan kesehatan.

C. PENYEBAB MUNCULNYA FENOMENA ANAK JALANAN

Ada beberapa hal yang dapat menjadi penyebab munculnya fenomena anak jalanan, yaitu: a. Sejumlah kebijakan makro dalam bidang sosial ekonomi telah menyumbang munculnya fenomena anak jalanan. b. Modernisasi, industrialisasi, migrasi, dan urbanisasi menyebabkan terjadinya perubahan jumlah anggota keluarga dan gaya hidup yang membuat dukungan sosial dan perlindungan terhadap anak menjadi berkurang. c. Kekerasan dalam keluarga menjadi latar belakang penting penyebab anak keluar dari rumah dan umumnya terjadi dalam keluarga yang mengalami tekanan ekonomi dan jumlah anggota keluarga yang besar. d. Terkait permasalahan ekonomi sehingga anak terpaksa ikut membantu orang tua dengan bekerja ( di jalanan ) e. Orang tua mengkaryakan sebagai sumber ekonomi keluarga pengganti peran yang seharusnya dilakukan oleh orang dewasa.

D. KARAKTERISTIK ANAK JALANAN

Anak jalanan yang perlu diprioritaskan dan segera dilakukan penanganannya secara khusus adalah anak-anak jalanan yang dikategorikan anak menetap di jalanan dan anak jalanan yang bekerja di jalanan terutama anak jalanan perempuan. Kehidupannya lebih memaknai perilaku dan ketentuan kelompok yang dibangun mereka. Kecenderungan perilaku yang ditampilkan mereka adalah berbohong, sulit mengikuti pendidikan formal maupun informal, tidak memiliki waktu luang untuk bermain sesuai usianya dan mendapatkan tindakan eksploitasi dari orang dewasa lain di sekitarnya.

Keberadaan anak-anak jalanan di jalanan terutama perempuan ini sangat berisiko tinggi. Risiko yang dapat dialami mereka diantaranya adalah eksploitasi seksual, eksploitasi ekonomi dan tindakan kekerasan lainnya. Eksploitasi dan tindakan kekerasan yang dialami anak-anak jalanan ini yang sering kali terjadi 4 berupa: 1. Pelecehan dan kekerasan seksual prostitusi anak sebagai akibat dari a. Terjerat dalam sindikat atau gremo b. Tidak perawan lagi c. Ingin mendapatkan uang yang lebih besar d. Kecanduan pil 2. Perdagangan anak untuk tujuan seksual. Tindakan eksploitasi seksual yang dialami anak jalanan perempuan menimbulkan banyak masalah lainnya, seperti: a. Kekerasan b. Penggunaan pil dan alkohol c. Penyakit menular seksual/HIV/AIDS. Kecenderungan terjadinya industry seks yang didukung lingkungan sosial yang mendukung karier mereka seringkali dimulai dari usia anak-anak.5

4 5

Budiawati, Anak Jalanan Perempuan (Semarang: Yayasan Setara, 2000) Irwanto, Ketika Anak tak Bisa lagi Memilih (Jakarta: Kantor Perburuhan Internasional, 2002)

E. UPAYA PEMBINAAN PEMERINTAH

Persoalan yang kemudian muncul adalah anak-anak jalanan pada umumnya berada pada usia sekolah, usia produktif, mereka mempuanyai kesempatan yang sama seperti anak-anak yang lain, mereka adalah warga negara yang berhak mendapatkan pelayanan pendidikan, tetapi disisi lain mereka tidak bisa meninggalkan kebiasaan mencari penghidupan dijalanan.

Upaya pembinaan terhadap anak jalanan bukannya tidak pernah dilakukan. Pemda DKI Jakarta misalnya, sejak tahun 1998 telah mencanangkan program rumah singgah. Dimana bagi mereka disediakan rumah penampungan dan pendidikan (Draft Pembinaan Anak Jalanan : Pemda DKI, 1998). Akan tetapi, pendekatan yang cenderung represif dan tidak integrative, ditunjang dengan watak dasar anak jalanan yang tidak efektif. Sehingga mendorong anak jalanan tidak betah tinggal di rumah singgah. Selain pemerintah, beberapa LSM juga concern pada masalah ini. Kebanyakan bergerak di bidang pendidikan alternatif bagi anak jalanan. Kendati demikian, dibanding jumlah anak jalanan yang terus meningkat, daya serap LSM yang sangat terbatas sungguh tidak memadai. Belum lagi munculnya indikasi " komersialisasi " anak jalanan oleh beberapa LSM yang kurang bertanggungjawab dan hanya berorientasi pada profit semata.

Penanganan masalah anak jalanan sesungguhnya bukan saja menjadi tanggung jawab salah satu pihak saja, tetapi merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, LSM, akademisi dan masyrakat, secara keseluruhan. Persoalannya, selama ini aksi-aksi penanganan anak jalanan masih dilakukan secara sporadic, sektoral dan temporal serta kurang terencana dan terintegrasi secara baik. Akibatnya efektivitas penanganan menjadi tidak maksimal.

F. TEMPAT ALTERNATIF ANAK JALANAN

Salah satu bentuk penanganan anak jalanan adalah melalui pembentukan rumah singgah. Konferensi Nasional II Masalah pekerja anak di Indonesia pada bulan juli 1996 mendefinisikan rumah singgah sebagai tempat pemusatan sementara yang bersifat non formal, dimana anak-anak bertemu untuk memperoleh informasi dan pembinaan awal sebelum dirujuk ke dalam proses pembinaan lebih lanjut. Sedangkan menurut Departemen Sosial RI rumah singgah didefinisikan sebagai perantara anak jalanan dengan pihak-pihak yang akan membantu mereka. Rumah singgah merupakan proses informal yang memberikan suasana pusat realisasi anak jalanan terhadap system nilai dan norma di masyarakat. Secara umum tujuan dibentuknya rumah singgah adalah membantu anak jalanan mengatasi masalah-masalahnya dan menemukan alternatif untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Sedang secara khusus tujuan rumah singgah adalah : a. Membentuk kembali sikap dan prilaku anak yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. b. Mengupayakan anak-anak kembali kerumah jika memungkinkan atau ke panti dan lembaga pengganti lainnya jika diperlukan. c. Memberikan berbagai alternatif pelayanan untuk pemenuhan kebutuhan anak dan menyiapkan masa depannya sehingga menjadi masyarakat yang produktif. Peran dan fungsi rumah singgah bagi program pemberdayaan anak jalanan sangat penting. Secara ringkas fungsi rumah singgah antara lain : a. Sebagai tempat pertemuan (meeting point) pekerja social dan anak jalanan. Dalam hal ini sebagai tempat untuk terciptanya persahabatan dan keterbukaan antara anak jalanan dengan pekerja sosial dalam menentukan dan melakukan berbagai aktivitas pembinaan.

b. Pusat diagnosa dan rujukan. Dalam hal ini rumah singgah berfungsi sebagi tempat melakukan diagnosa terhadap kebutuhan dan masalah anak jalanan serta melakukan rujukan pelayanan social bagi anak jalanan.

c. Fasilitator atau sebagai perantara anak jalanan dengan keluarga, keluarga pengganti, dan lembaga lainnya.

d. Perlindungan. Rumah singgah dipandang sebagai tempat berlindung dari berbagai bentuk kekerasan yang kerap menimpa anak jalanan dari kekerasan dan prilaku penyimpangan seksual ataupun berbagai bentuk kekerasan lainnya.

e. Pusat informasi tentang anak jalanan.

f. Kuratif dan rehabilitatif, yaitu fungsi mengembalikan dan menanamkan fungsi social anak.

g. Akses terhadap pelayanan, yaitu sebagai persinggahan sementara anak jalanan dan sekaligus akses kepada berbagai pelayanan sosial.

h. Resosialisasi. Lokasi rumah singgah yang berada ditengah-tengah masyarakat merupakan salah satu upaya mengenalkan kembali norma, situasi dan kehidupan bermasyarakat bagi anak jalanan. Pada sisi lain mengarah pada pengakuan, tanggung jawab dan upaya warga masyarakat terhadap penanganan masalah anak jalanan.

Bentuk upaya pemberdayaan anak jalanan selain melalui rumah singgah dapat juga dilakukan melalui program-program : a. Center based program, yaitu membuat penampungan tempat tinggal yang bersifat tidak permanen. b. Street based interventions, yaitu mengadakan pendekatan langsung di tempat anak jalanan berada atau langsung ke jalanan. c. Community based strategi, yaitu dengan memperhatikan sumber gejala munculnya anak jalanan baik keluarga maupun lingkungannya.

POTRET KEHIDUPAN ANAK JALANAN

Gambar 1

Gambar 2

Gambar 3

Gambar 4

BAB III KESIMPULAN

Anak jalanan atau sering disingkat anjal adalah sebuah istilah umum yang mengacu pada anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan, namun masih memiliki hubungan dengan keluarganya. Tapi hingga kini belum ada pengertian anak jalanan yang dapat dijadikan acuan bagi semua pihak.

Dari sisi waktu yang digunakannya dijalanan, dapat dikategorikan ke dalam tiga kategori. yaitu: a. Kelompok anak jalanan yang hidup di jalanan (children of the street) b. Kelompok anak jalanan yang mencari nafkah di jalanan (children on the street) c. Kelompok anak yang rentan menjadi anak jalanan (high risk to be street children)

Penyebab munculnya anak jalanan karena beberapa faktor, antara lain : Sejumlah kebijakan makro dalam bidang sosial ekonomi telah menyumbang munculnya fenomena anak jalanan. Modernisasi, industrialisasi, migrasi, dan urbanisasi menyebabkan terjadinya perubahan jumlah anggota keluarga dan gaya hidup yang membuat dukungan sosial dan perlindungan terhadap anak menjadi berkurang. Kekerasan dalam keluarga menjadi latar belakang penting penyebab anak keluar dari rumah dan umumnya terjadi dalam keluarga yang mengalami tekanan ekonomi dan jumlah anggota keluarga yang besar. Terkait permasalahan ekonomi sehingga anak terpaksa ikut membantu orang tua dengan bekerja (di jalanan). Orang tua mengkaryakan sebagai sumber ekonomi keluarga pengganti peran yang seharusnya dilakukan oleh orang dewasa.

Upaya pembinaan terhadap anak jalanan bukannya tidak pernah dilakukan. Pemda DKI Jakarta misalnya, sejak tahun 1998 telah mencanangkan program rumah singgah. Dimana bagi mereka disediakan rumah penampungan dan pendidikan (Draft Pembinaan Anak Jalanan : Pemda DKI, 1998). Akan tetapi, pendekatan yang cenderung represif dan tidak integrative, ditunjang dengan watak dasar anak jalanan yang tidak efektif. Sehingga

mendorong anak jalanan tidak betah tinggal di rumah singgah. Selain pemerintah, beberapa LSM juga concern pada masalah ini. Kebanyakan bergerak di bidang pendidikan alternatif bagi anak jalanan. Kendati demikian, dibanding jumlah anak jalanan yang terus meningkat, daya serap LSM yang sangat terbatas sungguh tidak memadai. Belum lagi munculnya indikasi " komersialisasi " anak jalanan oleh beberapa LSM yang kurang bertanggungjawab dan hanya berorientasi pada profit semata.

Penanganan masalah anak jalanan sesungguhnya bukan saja menjadi tanggung jawab salah satu pihak saja, tetapi merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, LSM, akademisi dan masyrakat, secara keseluruhan. Persoalannya, selama ini aksi-aksi penanganan anak jalanan masih dilakukan secara sporadic, sektoral dan temporal serta kurang terencana dan terintegrasi secara baik. Akibatnya efektivitas penanganan menjadi tidak maksimal.

Salah satu bentuk penanganan anak jalanan adalah melalui pembentukan rumah singgah. Konferensi Nasional II Masalah pekerja anak di Indonesia pada bulan juli 1996 mendefinisikan rumah singgah sebagai tempat pemusatan sementara yang bersifat non formal, dimana anak-anak bertemu untuk memperoleh informasi dan pembinaan awal sebelum dirujuk ke dalam proses pembinaan lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

Budiyawati, Hening, Y. Dedi Prasetya, Suningsih, Winarso, 2000. Anak Jalanan Perempuan. Semarang: Yayasan Setara.

Irwanto & Titing Martini, 2002. Ketika Anak tak Bisa lagi Memilih, Jakarta: Kantor Perburuhan Internasional.

Peter Davies, 1994. Hak-hak Asasi Manusia, Jakarta: Yayasan Obor.

Rusmana, Aep, 2009. Komunikasi Anak Jalanan di dalam lingkungan Sosialnya (Studi Fenomenologi Komunikasi Antarpribadi dan Dinamika Kelompok Anak Jalanan di Kota Bandung). Disertasi, tidak diterbitkan, Bandung: Program Pascasarjana UNPAD.

Tata Sudrajat, 1996. Anak Jalanan dan Masalah Sehari-hari Sampai Kebijaksanaan, Bandung: Yayasan Akatiga.

http://anjal.blogdrive.com/archive/11.html

http://karya-riyana.blogspot.com/

PAPER ANTROPOLOGI SOSIAL BUDAYA


UPAYA PEMBINAAN TERHADAP ANAK JALANAN DI JAKARTA

Oleh: NADIA ANNISA (1110015000128) FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN JURUSAN PENDIDIKAN IPS PRODI SOSIOLOGI ANTROPOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA 2011

You might also like