You are on page 1of 18

Laboratorium Teknologi Sediaan Steril Program Studi Farmasi F-Mipa Universitas Lambung Mangkurat

UJI STERILITAS

Disusun Oleh : Kelompok 1 A Abdi Maulana Linda Pujiyanti Gt. Laili Maulida Risti Pratiwi Winni Fridayanti J1E108018 J1E108012 J1E108 J1E108 J1E108033

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2011

UJI STERILITAS

I.

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sterilisasi adalah proses yang dirancang untuk menciptakan keadaan steril. Secara tradisional keadaan steril adalah kondisi mutlak yang tercipta sebagai akibat penghancuran dan penghilangan semua mikroorganisme hidup. Formulasi sediaan steril merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi yang banyak dipakai, terutama saat pasien dioperasi, diinfus, disuntik, mempunyai luka terbuka yang harus diobati, dan sebagainya. Semuanya sangat membutuhkan kondisi steril karena pengobatan yang langsung bersentuhan dengan sel tubuh, lapisan mukosa organ tubuh, dan dimasukkan langsung ke dalam cairan atau rongga tubuh sangat memungkinkan terjadinya infeksi bila obat tidak steril. Oleh karena itu, kita memerlukan sediaan obat yang steril dan juga dalam kondisi isohidris dan isotonis agar tidak mengiritasi (Lachman, L., dkk. 1994). Menghasilkan suatu sediaan yang steril, kita memerlukan pengetahuan tambahan selain pengetahuan tentang pembuatan bentuk sediaan, yaitu ada jaminan bahwa selama produksi dan setelah produksi, sediaan bebas dari cemaran mikroba. Kita harus memiliki pengetahuan tentang mikrobiologi, cara sterilisasi, cara identifikasi mikroba, uji sterilitas, pemahaman peralatan sterilisasi, peralatan produksi steril aseptik, dan lain-lain yang terkait dengan produksi sediaan steril sebagai bekal dalam memahami formulasi sediaan steril. Bentuk sediaan steril bisa berbagai bentuk, yaitu cair, padat, atau semi padat. Proses pembuatannya sama dengan sediaan non steril. Namun, dalam pembuatan sediaan steril kita perlu mengetahui proses sterilisasinya yang akan berkaitan dengan stabilitas bahan aktif maupun bahan-bahan tambahannya. Dengan demikian, dalam pembuatan sediaan steril bekal pengetahuan tidak sekedar pengetahuan formulasi bentuk sediaan, tetapi juga pemahaman kimia fisika yang lebih

mendalam berkaitan dengan stabilitas selama proses pembuatan, sehingga menghasilkan sediaan steril yang dikehendaki (Voight, 1994). Setelah larutan disterilkan, perlu dilakukan pemeriksaan sebelum pada wadah dipasang etiket dan dikemas. Beberapa tidaklah mungkin sediaan-sediaan tersebut diperiksa satu persatu masing-masingnya. Dalam hal ini, perlu dipahami betul-betul bagaimana cara mengambil untuk melakukannya, sehingga hasil pemeriksaan yang telah dilakukan dapat mewakili keseluruhan sediaan yang akan diperiksa tersebut. Pemeriksaan yang perlu diperhatikan dan dilakukan meliputi

pemeriksaan kebocoran, pemeriksaan sterilitas, pemeriksaan pirogen, pemeriksaan kejernihan dan warna, pemeriksaan volume dan berat, pemeriksaan identitas, dan pemeriksaan hasil (Lachman, L., dkk. 1994). Pada percobaan ini hanya dilakukan pemeriksaan sterilitas terhadap sediaan tetes mata kloramfenikol, injeksi vitamin C dan sediaan infus KCL. 1.2 Tujuan Tujuan dari percobaan ini yaitu : 1. Mengetahui prinsip-prinsip uji sterilitas. 2. Melakukan uji sterilitas terhadap sediaan. II. DASAR TEORI 2.1 Uji Sterilitas Uji sterilitas dilakukan untuk menetapkan ada tidaknya bakteri, jamur, dan ragi yang hidup dalam sediaan yang diperiksa. Uji dilakukan dengan teknik aseptis yang cocok (Syamsuni, 2006). Uji sterilitas dilakukan terhadap produk atau bahan yang sebelumnya sudah mengalami proses pensterilan yang telah diberlakukan. Hasil

membuktikan bahwa prosedur sterilisasi dapat diulang secara efektif. Tetapi umumnya disetujui bahwa kontrol yang dilakukan selama proses validasi memberikan jaminan lebih efektifnya proses streilisasi. Uji ini dilakukan terhadap sampel yang dipilih untuk mewakili keseluruhan lot bahan tersebut. Sampel bisa diambil dari kemasan atau wadah akhir

suatu produk, atau sebagian dari tangki baik cairan atau bahan baik lainnya (Lachman, dkk., 1994). Bahan sediaan atau barang kemudian hanya boleh dinyatakan sebagai steril, jika melalui suatu pengujian terhadap sterilitas terbukti, bahwa mereka bebas dari mikroorganisme. Jika tidak tercatat bukti terhadap sterilitas, maka suatu penandaan yang cocok telah berlangsung dibawah keterangan dari cara sterilisasi yang telah dilakukan. Untuk kontrol sterilitas dengan sendirinya tidak dapat ditarik seluruh muatannya. Oleh karenanya orang melakukan pengujian basis acak semata-mata pada suatu jumlah wadah tertentu, tetapi representatif dari setiap muatan dan dari situ ditaraik kesimpulan terhadap keseluruhan muatan (Voigt, 1994). Dalam farmakope-farmakope dicantumkan beberapa media kultur untuk pengujian sterilitas (media makanan) yang diperlukan, oleh karena bakteri, jamur, dan ragi yang berbeda menetapkan tuntutan pada substrat yang berlainan, yang sepadan adalah daerah suhu didalamnya mikroorganisme tunggal menunjukkan persyratan tumbuh yang optimal, yang berbeda-beda sehingga dicantumkan juga suhu pembiakannya (Voigt, 1994). Jika pengujian terhadap sterilitas selama waktu pembiakan total dalam suatu wadah kultur tidak muncul suatu tumbuhnya

mikroorganisme (dapat dikenali melalui pembentukan koloni atau kekeruhan atau perubahan warna setelah penambahan sebuah indikator) maka zat yang diuji dinyatakan steril. Pada pertumbuhan yang terdapat atau resultat yang meragukan, penelitian diulangi dalam

keseluruhannya. Jika disatu pihak suatu pertumbuhan mikroorganisme dapat ditetapkan, maka zat yang diuji berlaku sebagai tidak steril (Voigt, 1994). 2.1.1 Prosedur Umum Prosedur umum uji sterilisasi terdiri atas prosedur uji kerja inokulasi langsung dan prosedur uji menggunakan penyaringan membran. Uji sterilitas untuk bahan Farmakope, jika mungkin

menggunakan penyaringan membran, merupakan metode pilihan. Prosedur ini terutama berguna untuk cairan dan serbuk yang dapat larut yang bersifat bakteriostatik atau fungistatik, untuk memisahkan mikroba kontaminan dari penghambat pertumbuhan. Prosedur harus divalidasi untuk penggunaan tersebut. Karena sifat bahan yang akan diuji bervariasi dan faktor lain yang mempengaruhi pada waktu melakukan uji sterilitas maka perlu diperhatikan ketentuan berikut dalam melakukan uji sterilitas. a) Cara Membuka Wadah Bersihkan permukaan luar ampul dan tutup vial dan tutup botol menggunakan bahan dekontaminasi yang sesuai, dan ambil isi secara aseptik. Jika isi vial dikemas dalam hampa udara, masukkan udara steril dengan alat steril yang sesuai, seperti alat suntik dengan jarum yang dilengkapi bahan penyaring untuk sterilisasi. b) Pemilihan Spesimen Uji dan Masa Inkubasi Untuk bahan cair, gunakan volume bahan dan media untuk setiap unit dan jumlah wadah per media tidak kurang dari seperti yang tertera pada tabel.

Tabel 1. Volume (jumlah untu bahan cair) yang digunakan pada setiap media
Jumlah untuk bahan cair Volume minimum tiap media Digunakan untuk Volume minimum Digunakan untuk membran atau setengah diambil dari tiap inokulasi langsung bagian membran yang wadah untuk tiap volume yang diambil mewakili volume total media tiap wadah (ml) dari jumlah wadah yang sesuai (ml) 1 ml, atau seluruh isi jika kurang dari 1 ml 5 ml 10 ml Seluruh isi Seluruh isi 500 ml

Isi wadah

Jumlah wadah per media

Kurang dari 10

15

100

10 sampai kurang dari 50 50 sampai kurang dari 100 50 sampai kurang dari 100 dimaksudkan untuk pemberian intravena 100 sampai 500 Di atas 500

40 80 -

100 100 100 100 100

20 (40 jika volume tiap wadah tidak cukup untuk kedua media) 20 20 10 10 10

Jika kuantitas isi cukup, bahan dapat dibagi dan ditambahkan pada kedua media. Jika volume setiap wadah tidak cukup untuk kedua media, gunakan wadah sejumlah dua kali. Untuk bahan selain cairan, uji 20 unit bahan dengan masingmasing media. Untuk bahan yang hanya lumennya harus steril, bilas lumen dengan sejumlah media yang sesuai hingga diperoleh kembali tidak kurang dari 15 ml media. Jika tidak dinyatakan lain di dalam monografi atau bab ini, inkubasi campuran uji dengan Media Tioglikolat Cair ( atau Media Tioglikolat Alternatif, jika dinyatakan ) selama 14 hari pada suhu 30o hingga 35o, dan dengan Soybean Casein Digest Medium pada suhu 20o hingga 25o (DepKes RI, 1995).
2.1.1.1 Prosedur Uji Inokulasi Langsung ke Dalam Media Uji

Prosedur uji kerja inokulasi langsung kedalam media uji cairan adalah pindahkan cairan dari wadah uji menggunakan pipet atau menggunakan jarum suntik steril. Secara aseptik inokulasi sejumlah tertentu bahan dari tiap wadah uji kedalam tabung media. Campur cairan tanpa aerasi berlebihan. Inokulasi dalam media tertentu selama tidak kurang 14 hari. Amati pertumbuhan pada media secara visualsesering mungkin sekurangnya pada hari ke-3 atau ke-4 atau ke-5, pada hari ke-7 atau ke-8 dan hari terakhir pada masa uji (DepKes RI, 1995). Jika zat uji menyebabkan media menjadi keruh sehingga ada atau tidaknya pertumbuhan mikroba tidak segera ditentukan secara visual, pindahkan sejumlah memadai media kedalam tabung baru yang berisi media sama sekurangnya 1 kali antara hari ke-3 dan ke-7 sejak pengujian dimulai. Lanjutkan inkubasi media awal dan media baru selama total waktu tidak kurang dari 14 hari sejak inokulasi awal (DepKes RI, 1995).

2.1.2.1 Prosedur Uji Menggunakan Penyaringan Membran Peralatan unit penyaring membran yang sesuai terdiri dari suatu perangkat yang dapat memudahkan penanganan bahan uji secara aseptik dan membran yang telah diproses dapat dipindahkan secara aseptik untuk inokulasi kedalam media yang sesuai atau suatu perangkat yang dapat ditambahkan media steril kedalam penyaringnya dan membran diinkubasi in situ. Prosedur uji menggunakan penyaringan membran digunakan untuk bahan cair yang dapat diuji dengan cara inokulasi langsung kedalam media uji, uji tidak kurang dari volume dan jumlah yang ditentukan (DepKes RI, 1995). Membran yang sesuai umumnya mempunyai porositas 0,45m, dengan diameter lebih kurang 47 mm, dan kecepatan penyaringan air 55 ml sampai 75 ml per menit pada tekanan 70 cmHg. Unit keseluruhan dapat dirakit dan disterilkan bersama dengan membran sebulum digunakan atau membran dapat disterilkan terpisah dengan cara apa saja yang dapat

mempertahankan karekteristik penyaring dan menjamin sterilitas penyaringan dan perangkatnya. Jika bahan uji berupa minyak, membran dapat disterilkan terpisah, dan setelah melalui penyaringan, unit dirakit secara aseptik (DepKes RI, 1995). 2.2 Media Media untuk pengujian dapat dibuat seperti yang tertera dibawah ini, atau dapat digunakan campuran kering yang menghasilkan formula sama, asalkan jika direkkostitusi sesuai petunjuk pabrik atau distributor mempunyai sifat merangsang pertumbuhan yang sama atau lebih baik dari formula yang diberikan dibawah ini (DepKes RI, 1995). a. Media Tiogikolat Cair L-sistin P Natrium klorida P Glukosa P (C6H12O6 . H2O) Agar P, granul (kadar air tidak lebih dari 15 %) 0,5 g 2,5 g 5,5 g 0,75 g

Ekstrak ragi P (Larut dalam air) Digesti Pankreas kosein P Natrium tioglikolat P atau Asam tioglikolat P Larutan natrium resazurin P (1 dalam 1000) dibuat segar Air pH setelah sterilisasi 7,1 0,2 Cara pembuatan :

5,0 g 15,0 g 0,5 g 0,3 ml 1,0 ml 1000 ml

Campur dan panaskan hingga larut. Atur pH larutan hingga setelah sterilisasi 7,1 0,2 menggunakan natrium hidoksida 1 N. Jika perlu selagi panas menggunakan kertas saring (DepKes RI, 1995). Tempatkan media dalam tabung yang sesuai, yang

memberikan perbandingan permukaan dengan kedalaman media sedemikian rupa sehingga tidak lebih dari setengah bagian atas media yang mengalami perubahan warna sebagai indikasi masuknya oksigen pada akhir masa inkubasi. Sterilisasi dalam otoklaf. Jika lebih dari sepertiga bagian atas terjadi warna merah muda, media dapat diperbaiki satu kali dengan pemanasan di atas tangas air atau dalam uap yang mengalir beban hingga warna merah muda hilang. Media siap digunakan jika tidak lebih dari sepersepuluh bagian atas media berwarna merah muda. Gunakan Media Tioglokolat cair untuk inkubasi dalam kondisi aerob (DepKes RI, 1995). b. Media Tioglikola Alternatif (untuk alat yang mempunyai lumen kecil) L sistin P Natrium klorida P Glukosa P (C6H12O6 . H2O) Ekstrak ragi P (larut dalam air) Digesti Fankreas Kasein P Natrium tioglikolat atau Asam tioglikolat P Air 0,5 g 2,5 g 5,5 g 5,0 g 15,0 g 0,5 ml 0,3 ml 1000 ml

pH setelah sterilisasi 7,1 0,2 Cara pembuatan: Panaskan semua bahan dalam wadah yang sesuai hingga larut. Campur, dan jika perlu, atur pH larutan hingga setelah sterilisasi 7,1 0,2, menggunakan natrium hidroksida 1 N. Sering jika perlu, tempatkan dalam tabung yang sesuai dan sterilisasi dengan uap air. Media di buat segar atau dipanaskan di tangas uap dan didinginkan saat akan digunakan. Tidak boleh di panaskan kembali. Gunakan media Tioglikolat alternatef (dengan cara menjamin kondisi anaerob selama masa inkubasi (DepKes RI, 1995). c. Media Soybean Casein Digest Digesti pankreas kesein P Digesti papaik tepung kedele Natriun klorida P Kalium fosfat di kasa P Glukosa P (C6H12O6 . H2O) Air pH setelah sterilisasi 7,3 0,2 Cara pembuatan: Larutkan semua bahan padat dalam air, hangatkan hingga larut. Dinginkan larutan hingga suhu kamar, jika perlu atur pH larutan, hingga setelah sterilisasi 7,3 0,2 menggunakan natrium hidroksida 1 N. Sering jika perlu, dan bagikan dalam tabung yang sesuai. Sterilisasi dengan uap air. Gunakan Soybeancasein Digest Medium untuk inkubasi dalam kondisi aerob (DepKes RI, 1995). Tabel 2. Tabel jumlah untuk Bahan Cair pada Pemilihan Spesimen uji dan Masa Inkubasi
Media Tioglikolat Cair Mikroba uji 1) Bacillus Subtilis (ATCC No. 6633) 2) Candida Albicans (ATCC No. 10231) 3) Bacteriodes Vuigatus (ATCC No. 8482) 30 sampai 35 Aerobik Inkubasi Suhu ( 0 ) 30 sampai 35 Kondisi

17,0 g 3,0 g 5,0 g 2,5 g 2,5 g 1000 ml

1) Bacteriodes Vulgatus (ATCC No. 8482)

30 sampai 35

1) Bacillus subtilis (ATCC No. 6633) Triogikolat Alternatif 2) Candida albicans (ATCC No. 10231) 30 sampai 35 Anaerobik

Soybean Casein Digest

20 sampai 25 Aerobik 20 sampai 25

Sumber : DepKes RI, 1995 2.3 Penafsiran Hasil Uji Sterilitas 2.3.1 Tahap Pertama Pada interval waktu tertentu dan pada akhir periode inkubasi, amati isi semuawadah akan adanya pertumbuhan mikroba seperti kekeruhan dan atau pertumbuhan mikroba pada permukaan. Jika tidak terjadi pertumbuhan, maka bahan uji memenuhi syarat. Jika ditemukan pertumbuhan mikroba, tetapi peninjauan dalam pemantauan fasilitas pengujian sterilitas, bahan yang digunakan, prosedur pengujian dan kontrol negatif menunjukkan tidak memadai atau teknik aseptik yang salah digunakan pada pengujian, maka tahap pertama dinyatakan tidak
absah dan dapat diulang. Jika pertumbuhan mikroba teramati tetapi tidak terbukti uji tahap pertama tidak absah, dilakukan tahap kedua (DepKes RI, 1995).

2.3.2 Tahap Kedua Jumlah spesimen yang diuji pada tahap kedua minimum dua kali jumlah tahap pertama. Volume minimum tiap spesimen yang diuji dan media serta periode inkubasi sama seperti pada tahap pertama. Jika tidak ditemukan pertumbuhan mikroba, bahan yang diuji memenuhi syarat. Jika ditemukan pertumbuhan, hasil yang diperoleh membuktikan bahwa bahan uji tidak memenuhi syarat. Jika dapat dibuktikan bahwa uji pada tahap kedua tidak absah karena kesalahan atau teknik aseptik tidak memadai, maka tahap kedua dapat diulang (DepKes RI, 1995).

III. METODE EVALUASI 3.1 Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah corong, erlenmeyer 1000 ml, lampu spiritus, gelas beker 1000 ml, gelas ukur 250 ml, inkubasi, kertas saring, autoklaf, pinset, sendok tanduk, dan tabung reaksi. Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah aquadest, media tioglikolat cair, sediaan tetes mata kloramfenikol dan sediaan injeksi vitamin C. 3.2 Cara Kerja 3.2.1 Pembuatan Media Tioglikolat Cair 1. Ditimbang Tioglikolat sebanyak 30 gram. 2. Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 1000 mL. 3. Dilarutkan media dengan aquadest sampai 1000 mL jika perlu dengan pemanasan sambil diaduk. 4. Setelah media jadi dicek pH 7 0,2. 5. Media yang digunakan untuk uji sterilitas sediaan injeksi dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak @ 10 ml, sedangkan untuk uji sterilitas infus dimasukkan ke dalam erlenmeyer 1000 mL sebanyak 100 mL. 6. Mulut tabung reaksi disumbat dengan kapas dan ditutup aluminium foil. 7. Media disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 121 C selama 15 menit. 3.2.2 Sterilisasi Media Tioglikolat Cair Waktu pemanasan Waktu pengeluaran udara Waktu menaik Waktu kesetimbangan Waktu pembinasaan : 20 menit (0-100C) : 1 menit : 13 menit (100C -121C) : 15 menit : 15 menit (121C)

Waktu tambahan jaminan sterilitas : 7,5 menit

Waktu pendinginan 3.2.3 Pembuatan Sampel Uji Kontrol 1.

: 15 menit

Media yang digunakan adalah media yang telah dibuat sebelumnya dan disterilisasi.

2.

Media diinokulasikan dengan sampel uji kontrol berupa sediaan injeksi Xylomidon (sediaan yang telah beredar dipasaran), kemudian ditutup dengan kapas.

3.

Diinkubasi pada suhu 31 C selama 7 hari. Pertumbuhan diamati pada media secara visual sesering mungkin sekurangnya pada hari ke-3 atau ke-5, pada hari ke-7 (hari terakhir dari masa uji).

4.

Diamati media uji dengan tingkat kekeruhannya, jika keruh kemungkinan terdapat mikroba dan sebaliknya.

3.2.4 Uji Sterilisasi terhadap Sediaan Tetes mata kloramfenikol 1. Diambil sediaan sebanyak 1 ml menggunakan spuit injeksi yang steril. 2. Diinokulasikan dalam tabung reaksi berisi media tioglikolat cair. 3. Pengerjaan dilakukan secara aseptis. 4. Mulut tabung reaksi disumbat dengan menggunakan kapas. 5. Diinkubasi pada suhu 31C selama 7 hari. Pertumbuhan diamati pada media secara visual sesering mungkin sekurangnya pada hari ke-3 atau ke-5, pada hari ke-7 (hari terakhir dari masa uji). 6. Diamati media uji dengan tingkat kekeruhannya, jika keruh kemungkinan terdapat mikroba dan sebaliknya. 3.2.5 Uji Sterilisasi terhadap Sediaan Injeksi Vitamin C 1. Diambil sediaan sebanyak 1 ml menggunakan spuit injeksi yang steril. 2. Diinokulasikan dalam tabung reaksi berisi media tioglikolat cair. 3. Pengerjaan dilakukan secara aseptis.

4. Mulut tabung reaksi disumbat dengan menggunakan kapas. 5. Diinkubasi pada suhu 31 C selama 7 hari. Pertumbuhan diamati pada media secara visual sesering mungkin sekurangnya pada hari ke-3 atau ke-5, pada hari ke-7 (hari terakhir dari masa uji). 6. Diamati media uji dengan tingkat kekeruhannya, jika keruh kemungkinan terdapat mikroba dan sebaliknya.

IV. HASIL EVALUASI Tabel 3. Hasil Pengamatan Uji Sterilitas No 1. Sediaan 3 Kontrol Pengamatan hari ke5 7

2.

Tetes Mata Kloramfenikol

4.

Injeksi Vitamin C

Keterangan untuk kolom kekeruhan : + : terdapat bakteri (tidak steril) - : bebas bakteri (steril)

V. PEMBAHASAN Pada percobaan ini kelompok kami melakukan percobaan uji sterilitas pada sediaan steril obat tetes mata kloramfenikol dan cairan injeksi vitamin C. Sediaan obat dan alat kesehatan seharusnya bersifat steril, bebas dari kuman terutama sediaan obat yang langsung kontak dengan mukosa atau langsung masuk ke aliran darah seperti injeksi, tetes mata, cairan infus dan salep mata. Demikian juga dengan alat-alat kesehatan seperti kasa dan benang bedah. Standar ini dibuat dengan tujuan agar tidak terjadi infeksi pada pasien yang menggunakan sediaan obat maupun alat kesehatan tersebut akibat kontaminasi bakteri patogen maupun pirogen. Hal yang dilakukan pertama-tama adalah menyiapkan alat dan bahan untuk uji sterilitas tentunya dengan alat-alat yang sebelumnya telah disterilkan. Selanjutnya menimbang 30 gram tioglikolat dan melarutkannya dalam 1000 mL aquadest, jika perlu disertai dengan pemanasan hingga larut. Kemudian pH media diatur hingga setelah sterilisasi sekitar 7,1 0,2 menggunakan NaOH 1 N. Kemudian media yang telah disiapkan dimasukkan kedalam tabung pengamatan yang steril dan telah dilabeli dengan kedalaman media yang tidak lebih dari setengah bagian atas yakni kurang lebih 10 mL. Hal ini dimaksudkan sebagai indikasi masuknya oksigen pada masa inkubasi yang ditandai dengan perubahan warna pada media. Sebelum dilakukan sterilisasi, media tioglikolat akan memiliki warna merah muda dan setelah disterilisasi dengan pemanasan serta uap panas akan berubah warna menjadi kuning muda. Dilakukan sterilisasi media dengan autoklaf pada suhu 121oC selama 30 menit untuk melakukan pembinasaan atau dekstruksi kemungkinan mikroba yang masih mengkontaminasi pada saat pembuatan media biakan. Setelah tahapan sterilisai selesai, media harus didinginkan terlebih dahulu selama 24 jam dalam wadah steril tertutup.

Media yang telah siap, selanjutnya ditambahkan dengan 1 mL sediaan yang dimasukkan dengan bantuan dispossible syringe steril. Digunakan volume 1 mL untuk sampel uji karena persyaratan pada literature FI IV (hal.859) menyatakan bahwa jika isi wadah < 10 mL, maka volume minimum yang diambil dari tiap wadah untuk tiap media adalah sebesar 1 mL, atau seluruh isi jika isi < 1 mL. Skema perlakuan dapat dilihat pada gambar 1. Kemudian, letakkan tabung media pada kedua telapak tangan dan gulingkan vertikal hingga tercampur homogen. Selanjutnya, sampel dan kontrol diinkubasi pada suhu 31C dan diamati pertumbuhan mikroba pada media secara visual sesering mungkin sekurangnya pada hari ke-3 atau ke-4 atau ke5, pada hari ke-7 atau ke-8 dan pada hari terakhir masa uji (FI IV, hal 859). Pada tata laksananya, dilakukan pengamatan pada hari ke-3, ke-5 dan ke7 pada suhu inkubasi media 31C. Media tioglikolat cair ini digunakan untuk inkubasi dalam kondisi aerob. Setelah dilakukan pembuatan media dilakukan pembuatan kontrol positif. Pembuatan kontrol positif dilakukan untuk sebagai kontrol dari sediaan yaitu memenuhi syarat apabila di media terjadi pertumbuhan mikroba yang nyata saat diamati secara visual pada masa inokulasi selama 7 hari. Tetapi, pada saat pengerjaan pembuatan kontrol positif ini tidak dilakukan. Kemudian, dilakukan pembuatan kontrol negatif, pengujian ini dilakukan untuk sebagai kontrol dari sediaan yaitu memenuhi syarat apabila di media tidak terjadi pertumbuhan mikroba yang nyata saat diamati secara visual pada masa inokulasi selama 7 hari. Sampel yang digunakan sebagai kontrol adalah injeksi xylomidon.

Gambar 1. Skema perlakuan pada tabung berisi media thioglikolat.

Seluruh media biakan yang diisi dengan sampel menunjukan hasil uji positif dan paling nampak pada hasil pengamatan sampel kloramfenikol replikasi 2 pada hari ke-3, terlihat kekeruhan pada bagian anaerob area, yang menandakan adanya aktivitas perkembangbiakan mikroba. Tetapi, pada hasil pengamatan hari ke-5 dan ke-7, kekeruhan ini hampir tidak lagi tampak, namun hasil uji tetap kami nyatakan positif karena walau pun pada media uji terlihat bening secara visual, tetapi nampak ada sedikit kekeruhan. Hasil uji yang kebanyakan negatif ini tentunya sangat baik untuk memenuhi persyaratan uji sterilitas sediaan steril. Tetapi, kevalidan hasil data yang diperoleh tidak terjamin karena sebelum dilakukan uji sterilitas ini, tidak dilakukan uji fertilitas media biakan untuk melihat apakah media tersebut dalam kondisi yang baik dan mampu berperan sebagai penyedia nutrisi bagi pertumbuhan mikroba. Uji fertilitas pada media tioglikolat cair dapat

dilakukan dengan mikroba uji berupa Bacillus subtilis (ATCCNo.6633), Candida albicans (ATCC No.10231) atau Bacteriodes vulgatus (ATCC No. 8482) pada suhu 31C pada kondisi aerobik (dengan oksigen) (FI IV, hal 857). Karena, uji fertilitas tidak dilakukan, maka dapat diduga tidak adanya pertumbuhan bakteri ini disebabkan karena media tidak mengandung nutrisi yang dibutuhkan bagi pertumbuhan mikroba. Prosedur sterilisasi merupakan tahap penting dalam mencapai produk steril, namun semua prosedur dan kondisi-kondisi lain yang dibutuhkan untuk pembuatan produk tersebut harus dirancang untuk membantu tahap ini. Pembersihan ruangan yang baik, lingkungan yang terkontrol dengan efektif, suatu muatan dari produk yang dapat dikontrol dan diidentifikasi, proses produksi yang direncanakan dan dikontrol dengan baik, serta personel berdedikasi tinggi untuk produksi dan pengujian sangat penting untuk produksi suatu produk steril. Jaminan sterilitas sediaan juga harus diperkuat dengan adanya uji-uji sterilitas sediaan meliputi uji endotoksin maupun uji biakan mikroba pada media tertentu.

VI. KESIMPULAN Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini yaitu antara lain : 1. Uji sterilitas pada percobaan ini dilakukan secara Direct inoculation of culture medium (inokulasi langsung) dengan media tioglikolat cair yang mengandung glukosa dan Na Tioglikolat untuk pembiakan dalam kondisi aerob pada suhu inkubasi 31oC. 2. Sediaan yang diujikan adalah tetes mata klorampenikol dan injeksi vitamin C. 3. Hasil uji memperlihatkan hasil positif dengan adanya koloni dan kekeruhan walaupun tidak terlalu kentara, maka dapat disimpulkan bahwa tetes mata klorampenikol dan injeksi vitamin C yang dibuat pleh kelompok kami telah terkontaminasi (tidak steril).

DAFTAR PUSTAKA

DepKes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Lachman L, Lieberman HA dan Kanig JL. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Indrustri. Edisi Ketiga. Vol III. UI Press, Jakarta. Syamsuni, A. 2006. Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

You might also like