You are on page 1of 9

PENGARUH BOBOT MULSA JERAMI PADI TERHADAP POPULASI SERANGGA HAMA UTAMA KAPAS, HASIL KAPAS DAN KEDELAI

PADA TUMPANG SARI KAPAS DAN KEDELAI


Subiyakto1), Siti Rasminah Ch Sy2), Gatot Mudjiono2), dan Syekhfani2)

ABSTRAK
Penelitian untuk mengetahui pengaruh bobot mulsa jerami padi terhadap populasi serangga hama utama kapas (ulat buah kapas dan wereng kapas), hasil kapas dan kedelai pada tumpang sari kapas dan kedelai di lahan sawah sesudah padi dilaksanakan di Kebun Percobaan Mojosari, Mojokerto, Jawa Timur mulai bulan April sampai dengan September 2004. Perlakuan yang dicoba adalah (1) Tanpa pemberian mulsa jerami padi (0 ton/ha), (2) Pemberian mulsa jerami padi 2 ton/ha, (3) Pemberian mulsa jerami padi 4 ton/ha, dan (4) Pemberian mulsa jerami padi 6 ton/ha. Ukuran petak yang digunakan adalah 20 m x 20 m. Jarak antar petak dan antar ulangan 2 m. Perlakuan disusun dalam rancangan acak kelompok, diulang empat kali. Selama penelitian berlangsung tidak dilakukan penyemprotan insektisida. Hasil penelitian menunjukkan bawa pemberian mulsa jerami padi sampai batas bobot 6 ton/ha tidak berpengaruh terhadap rata-rata populasi ulat buah kapas dan wereng kapas. Pemberian mulsa jerami padi bobot 6 ton/ha memberikan hasil kapas berbiji 1.746 kg/ha dan kedelai 960 kg/ha, berbeda nyata apabila dibandingkan dengan petak tanpa mulsa jerami padi yang menghasilkan kapas berbiji 1.380 kg/ha dan kedelai 707 kg/ha. Dengan demikian pemberian mulsa jerami padi bobot 6 ton/ha dapat meningkatkan hasil kapas berbiji 26% dan hasil kedelai 35% dibanding tanpa mulsa jerami padi. Penelitian ini perlu dikaji dalam skala yang lebih luas. Kata kunci: Bobot mulsa jerami padi, kapas tumpang sari kedelai, ulat buah kapas, wereng kapas, hasil kapas dan kedelai.

PENDAHULUAN
Pada tanaman kapas dijumpai 28 jenis artropoda hama, namun yang tergolong serangga hama utama adalah ulat buah kapas, Helicoverpa armigera (Hubner) dan wereng kapas, Amrasca biguttulla Ishida (Subiyakto 1995). Selama ini pengendalian serangga hama pada tanaman kapas masih bertumpu pada penggunaan insektisida kimia. Berdasarkan hasil survei, untuk keperluan membeli insektisida kimia setiap hektarnya Rp230.000,00 atau 41% dari biaya pupuk dan benih (Basuki et al., 2001). Akibat pengendalian serangga hama yang masih bertumpu pada insektisida kimia dan cara penggunaan insektisida kimia yang tidak bijaksana tersebut, maka ulat buah kapas telah resisten terhadap beberapa jenis insektisida seperti en-

dosulfan, permetrin, profenofos, dan fenvalerat (Sri-Hadiyani et al., 1999). Dalam kerangka mengurangi penggunaan insektisida kimia telah dilakukan berbagai penelitian, antara lain telah ditemukan varietas kapas yang toleran terhadap wereng kapas (Hasnam et al., 2000). Hasil penelitian tersebut masih perlu didukung oleh penelitian manipulasi habitat dengan memanfaatkan sisa-sisa tanaman yang mudah diperoleh, misalnya jerami padi. Pengembangan kapas di lahan sawah sesudah padi biasanya tersedia jerami padi. Petani memanfaatkan jerami padi sebagai mulsa, seperti yang dilakukan oleh petani kapas di Kabupaten Lamongan. Pemanfaatan jerami padi sebagai mulsa lebih ditekankan untuk keperluan agronomi dan menekan pertumbuhan gulma (Stoner et al., 1996; Lam dan Pedigo, 1998). Na-

Masing-masing 1) Peneliti pada Balai Penelitian Tanaman Tambakau dan Serat, Malang dan 2) Staf Pengajar Program Pascasarjana Universitas Brawijaya

110

mun perkembangan selanjutnya, ternyata mulsa jerami padi berpengaruh positif terhadap aspek pengendalian serangga hama. Beberapa laporan menyebutkan bahwa pemberian mulsa jerami padi dapat meningkatkan kelimpahan artropoda predator pada tanaman kentang (Brust et al., 1986), dan kedelai (Halaj et al., 2000; Taulu, 2001; Winasa, 2001). Marwoto (1983) melaporkan bahwa penggunaan mulsa jerami padi mampu menurunkan serangan hama lalat bibit kedelai Ophiomya phaseoli (Tryon) hingga 50%. Selama ini penelitian tentang pengaruh pemberian mulsa jerami padi lebih difokuskan untuk artropoda predator, sedangkan untuk serangga hama masih terbatas. Hal yang perlu diwaspadai dalam pemberian mulsa jerami padi ini adalah bahwa pemberian mulsa jerami padi pada dasarnya meningkatkan kelembaban tanah dan suhu permukaan tanah (Purwani et al., 2000). Kondisi iklim mikro yang lembab tersebut berpotensi untuk mempengaruhi perkembangan populasi artropoda termasuk serangga hama kapas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bobot mulsa jerami padi terhadap populasi ulat buah kapas, wereng kapas, hasil panen kapas dan kedelai pada tumpang sari kapas dan kedelai di lahan sawah sesudah padi.

BAHAN DAN METODE


Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Mojosari, Mojokerto, Jawa Timur mulai bulan April sampai dengan September 2004. Bahan yang diperlukan adalah benih kapas varietas Kanesia 7 dan benih kedelai varietas Wilis, pupuk Urea, ZA, SP 36, dan KCl, insektisida benih (Confidor 200 SL), jerami padi varietas IR-64, alkohol, vial plastik berdiameter 5 cm tinggi 10 cm, penggaris kecil, buku catatan penelitian, tampar plastik, pensil dan spidol, botol koleksi serangga, kuas, pinset, cawan petri, dan ajir bambu.

Perlakuan yang dicoba adalah (1) Tanpa pemberian mulsa jerami padi (0 ton/ha), (2) Pemberian mulsa jerami padi 2 ton/ha, (3) Pemberian mulsa jerami padi 4 ton/ha, dan (4) Pemberian mulsa jerami padi 6 ton/ha. Ukuran petak yang digunakan adalah 20 m x 20 m. Jarak antar petak dan ulangan adalah 2 m. Perlakuan disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK), diulang empat kali. Lahan yang digunakan tanpa dilakukan pengolahan tanah. Sebelum tanam kapas dan kedelai dilakukan pembabatan jerami padi. Jerami yang telah dibabat selanjutnya ditimbang sesuai perlakuan dan dikumpulkan di pinggir petak. Pemeliharaan dan tata tanam disesuaikan dengan anjuran agronomi (Riajaya dan Kadarwati, 2003). Penanaman dilakukan secara tumpang sari yaitu satu baris kapas (1 tanaman/lubang) dengan jarak tanam 150 cm x 20 cm dan tiga baris kedelai ditanam di antara setiap dua baris kapas dengan jarak tanam adalah 25 cm x 20 cm. Jarak barisan kapas dengan barisan kedelai 50 cm. Benih kapas dan kedelai diperlakukan dengan insektisida benih bahan aktif imidakloprid (Confidor 200SL 60 ml/10 kg benih). Benih ditanam dengan cara ditugal. Setelah penanaman kapas dan kedelai selesai, selanjutnya segera disebar secara merata jerami padi sebagai mulsa dengan bobot mulsa jerami padi sesuai perlakuan. Dosis pupuk untuk tanaman kapas setiap hektar 100 kg ZA, 50 kg SP-36, dan 75 kg KCl diberikan setelah tanam, sedang 85 kg Urea diberikan saat tanaman kapas berumur 8 minggu. Pupuk diberikan di lubang tugal. Kedelai dipupuk Urea 50 kg/ha. Selama penelitian tanaman tidak dilakukan penyemprotan pestisida. Pengamatan populasi ulat buah kapas dan wereng kapas pada tanaman kapas dilakukan secara langsung yaitu mengamati 12 tanaman contoh per petak, yang ditentukan secara dua arah diagonal. Ukuran pengamatan untuk ulat buah kapas adalah keseluruhan bagian tanaman kapas, sedang-

111

kan untuk wereng kapas adalah satu lembar daun ketiga yang sudah membuka sempurna dari atas. Pengamatan pertama dimulai 28 hari setelah tanam (hst) kapas dengan interval pengamatan satu minggu sampai menjelang tanaman kapas dipanen. Bersamaan pengamatan populasi serangga hama dilakukan pengamatan persentase buah rusak karena hama dan buah normal. Selain itu juga diamati hasil panen kapas dan kedelai. Data yang diperoleh ditransformasi dengan x 0,5 dan dianalisis dengan RAK. Apabila terjadi beda nyata dilakukan uji BNT 0,05.

pas selama penelitian tergolong rendah berkisar 0 1,50 ekor/12 tanaman.

2. Wereng Kapas (A. biguttulla)


Fluktuasi populasi wereng kapas selama penelitian disajikan pada Gambar 2. Karena dilakukan perlakuan benih dengan insektisida benih, maka populasi wereng kapas pada pengamatan 42 hst tergolong rendah, rata-rata 1,50 2 ekor/12 tanaman contoh. Populasi wereng kapas terjadi puncaknya pada pengamatan 84 hst dengan rata-rata populasi 40 43,25 ekor/12 tanaman contoh. Berdasarkan analisis statistik selama penelitian menunjukkan bahwa bobot mulsa tidak berpengaruh terhadap populasi wereng kapas.
50 45 40 35 30 Populasi 25 20 15 10 5 0 35 42 49 56 63 70 77 Hari setelah tanam 84 91 98 105 112 0 ton 2 ton 4 ton 6 ton

HASIL PENELITIAN Serangga Hama Kapas


Serangga hama kapas yang diamati adalah ulat buah kapas dan wereng kapas. Fluktuasi populasi ulat buah kapas dan wereng kapas pada masing-masing perlakuan bobot mulsa jerami padi adalah sebagai berikut:

1. Ulat buah kapas (H. armigera)


Fluktuasi populasi ulat buah kapas selama penelitian disajikan pada Gambar 1. Populasi ulat buah kapas mulai dijumpai pada pengamatan 28 hst dengan rata-rata populasi 0,25 ekor/12 tanaman. Puncak populasi ulat buah kapas terjadi pada 56 sampai dengan 70 hst. Berdasarkan analisis statistik selama penelitian berlangsung menunjukkan bahwa bobot mulsa jerami padi tidak berpengaruh terhadap populasi ulat buah. Populasi ulat buah ka1.6 1.4 1.2 Populasi 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 28 35 42 49 56 Hari setelah tanam 63 70 77 84 0 2 4 6 ton ton ton ton

Gambar 2. Fluktuasi populasi wereng kapas, A. biguttulla per 12 tanaman contoh

3. Komponen Hasil dan Hasil Panen KapasKedelai


Komponen hasil yang diamati adalah persentase buah rusak dan jumlah buah normal dan hasil panen kapas berbiji serta kedelai. Data hasil pengamatan selama penelitian adalah sebagai berikut: a. Persentase buah rusak Data hasil pengamatan selama penelitian terhadap persentase buah rusak karena hama disajikan pada Tabel 1. Walaupun selama percobaan tanaman tidak disemprot insektisida, persentase kerusakan buah sangat rendah. Pada saat terbentuk jumlah buah optimal yaitu pada 98 hst, kerusakan buah ha-

Gambar 1. Fluktuasi populasi ulat buah kapas, H. armigera per 12 tanaman contoh

112

nya berkisar 0,3 0,6%. Berdasarkan analisis statistik selama penelitian menunjukkan bahwa bobot mulsa jerami tidak berpengaruh terhadap persentase buah rusak. b. Jumlah buah normal Data hasil pengamatan selama penelitian untuk jumlah buah kapas normal disajikan pada Tabel 2. Pada pengamatan 63 sampai dengan 77 hst jumlah buah tidak terjadi perbedaan yaitu 15 17,50 buah/12 tanaman. Mulai pengamatan 63 hst terjadi peningkatan jumlah buah terbentuk, dan mencapai puncaknya pada pengamatan 98 hst dengan jumlah buah berkisar 190 210 buah/12 tanaman. Perbedaan rata-rata jumlah buah kapas baru terjadi pada pengamatan 84 hst. Berdasarkan
Tabel 1. Rata-rata persentase buah kapas rusak Bobot mulsa (ton/ha) 0 2 4 6 63 0,21 a 0,24 a 1,13 a 0,23 a 70 0,39 a 2,14 b 1,15 ab 0,90 ab 77 0,21 a 0,82 a 0,55 a 0,24 a

analisis statistik selama penelitian menunjukkan bahwa mulai pengamatan pada 84 hst bobot mulsa jerami padi berpengaruh terhadap jumlah buah normal. Perlakuan bobot mulsa jerami padi 6 ton/ha secara konsisten memberikan jumlah buah kapas tertinggi, yaitu pada pengamatan 98 hst rata-rata 210,75 buah/12 tanaman contoh. c. Hasil panen kapas dan kedelai Data hasil panen kapas berbiji dan kedelai disajikan pada Tabel 3. Perlakuan mulsa jerami bobot 6 ton/ha menghasilkan kapas berbiji 1.746 kg/ ha dan kedelai 960 kg/ha. Hasil ini berbeda nyata dibandingkan dengan tanpa mulsa jerami padi.

Pengamatan (hari) 84 91 1,24 a 0,99 a 1,44 a 1,67 a 0,66 a 0,22 a 0,77 a 0,58 a

98 0,31 a 0,27 a 0,39 a 0,58 a

105 0,14 a 0.14 a 0,41 a 0,25 a

112 0,16 a 0,11 a 0,15 a 0,11 a

Keterangan: Angka yang didampingi oleh huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan BNT 5%

Tabel 2. Rata-rata jumlah buah kapas normal per 12 tanaman contoh


Bobot mulsa Pengamatan (hari) (ton/ha) 63 70 77 84 91 98 105 112 119 0 15,00 a 43,75 a 108,25 a 131,50 a 159,25 a 191,00 a 182,75 a 147,75 a 101,00 a 2 15,25 a 48,25 a 108,00 a 135,25 a 166,75 ab 190,00 a 187,00 a 157,50 ab 107,75 ab 4 17,50 a 50,50 a 117,25 a 137,00 a 180,00 ab 200,00 ab 192,25 ab 186,25 bc 128,50 ab 6 16,75 a 50,50 a 101,50 a 154,00b 190,00 b 210,75 b 207,25 b 199,50 c 140,50 b Keterangan: Angka yang didampingi oleh huruf yang sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan BNT 5% 126 49,25 a 51,25 a 68,00 ab 85,75 b

Tabel 3. Rata-rata hasil panen kapas berbiji dan kedelai Bobot mulsa (ton/ha) 0 2 4 6 Hasil (kg/ha) Kapas Kedelai 1 380,75 a 707,53 a 1 569,21 a 832,38 ab 1 604,52 b 899,63 b 1 746,93 c 960,85 b

PEMBAHASAN Serangga Hama Kapas


Bobot mulsa jerami padi sampai batas 6 ton/ ha tidak berpengaruh terhadap rata-rata populasi ulat buah kapas. Hal ini disebabkan selama penelitian berlangsung ulat buah kapas populasinya sangat rendah. Apabila mengacu pada ambang penyemprotan ulat buah kapas yaitu paling sedikit

Keterangan: Angka yang didampingi oleh huruf dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan BNT 5%.

113

dijumpai jumlah ulat 8 ekor per 25 tanaman, maka selama penelitian populasi H. armigera tidak pernah mencapai ambang. Populasi ulat buah kapas tertinggi adalah pada pengamatan 63 dan 70 hst, namun rata-rata hanya 1,5 ekor ulat per 12 tanaman contoh atau setara dengan 3 ekor ulat per 24 tanaman contoh. Rendahnya populasi ulat buah kapas diduga disebabkan oleh pengaruh faktor biotik dan faktor abiotik. Faktor biotik antara lain disebabkan oleh penekanan musuh alami ulat buah kapas, sedang faktor abiotik disebabkan oleh pengaruh iklim yang tidak kondusif terhadap perkembangan populasi ulat buah kapas (Michel, 2001). Penelitian ini perlu dikaji dalam skala yang lebih luas. Penelitian manipulasi habitat diperlukan petak yang lebih luas. Kajian lebih diarahkan kepada pengaruh faktor biotik terhadap mortalitas musuh alami. Bobot mulsa jerami sampai 6 ton/ha tidak berpengaruh terhadap populasi wereng kapas. Tidak adanya pengaruh tersebut disebabkan selama penelitian populasi wereng kapas tergolong rendah. Rendahnya populasi wereng kapas disebabkan oleh karena benih kapas dan kedelai yang ditanam diperlakukan dengan insektisida benih (seed treatment). Dengan demikian populasi wereng kapas perkembangannya menjadi terhambat. Dalam penelitian ini benih harus diperlakukan dengan insektisida benih, karena varietas yang direkomendasikan untuk ditanam adalah varietas Kanesia 7 yang tergolong moderat tahan terhadap wereng kapas. Selain karena selama penelitian populasi serangga hama rendah, tidak adanya pengaruh bobot mulsa jerami padi terhadap populasi ulat buah kapas dan wereng kapas tersebut, diduga ulat buah kapas dan wereng kapas merupakan artropoda penghuni kanopi tanaman kapas. Pemberian mulsa jerami padi biasanya berpengaruh terhadap artropoda penghuni permukaan tanah dan dalam tanah. Beberapa penelitian melaporkan bahwa pemberian mulsa jerami dapat meningkatkan kelimpahan ar-

tropoda predator kelompok laba-laba penghuni permukaan tanah (Brust, 1986; Halaj et al., 2000), meningkatkan kolembola dan akari penghuni dalam tanah (Moore et al., 1988; Adianto, 1993). Pemberian mulsa jerami berpengaruh terhadap artropoda penghuni permukaan tanah dan dalam tanah tersebut dikarenakan mulsa jerami menyebabkan perubahan iklim mikro di permukaan tanah menjadi lebih kondusif untuk perkembangan populasi artropoda (Stinner dan House 1990; Nyffeler et al., 1994). Selain itu mulsa jerami padi digunakan oleh kelompok laba-laba sebagai tempat berlindung (Culin & Rust 1980).

Komponen Hasil, Hasil Kapas, dan Kedelai


Bobot mulsa jerami padi sampai batas 6 ton/ ha tidak berpengaruh terhadap persentase buah rusak (Tabel 1), namun menunjukkan perbedaan terhadap jumlah buah normal (Tabel 2). Tidak adanya pengaruh tersebut disebabkan bobot mulsa jerami tidak berpengaruh terhadap rata-rata populasi ulat buah kapas, di mana ulat buah kapas merupakan hama yang merusak buah. Bobot mulsa jerami padi berpengaruh terhadap rata-rata jumlah buah normal (Tabel 1). Hal ini disebabkan pemberian mulsa jerami dilihat dari aspek agronomi adalah menjaga kelembaban tanah dan suhu permukaan tanah (Purwani et al., 2000). Pemberian mulsa jerami berpengaruh positif terhadap aspek agronomi tersebut menyebabkan jumlah buah normal yang terbentuk lebih banyak apabila dibandingkan dengan perlakuan tanpa mulsa jerami. Pemberian mulsa jerami bobot 6 ton/ha secara konsisten memberikan jumlah buah normal yang paling banyak. Hubungan bobot mulsa jerami padi dengan rata-rata jumlah buah normal saat terbentuk optimal (98 hst) menghasilkan koefisien regresi (r) = 0,9905 dengan persamaan garis y = 0,7344x2 0,9437x +190,49 (Gambar 3A). Karena bobot mulsa jerami padi berpengaruh terhadap rata-rata pem-

114

A. Buah baik. 215 Jumlah buah/12 tanaman 210


Hasil (kg/ha) 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0

B. Hasil kapas berbiji


1200 1000 Hasil (kg/ha) 800 600 400 200 0

C. Hasil Kedelai

y = 0.7344x2 - 0.9437x + 190.49

205 200 195 190 185 0 2 4 Bobot mulsa (ton/ha) 6 8

y = -2.8781x2 + 73.961x + 1393.8

y = -3.9769x2 + 65.222x + 710.11

Bobot mulsa (ton/ha)

2 4 6 Bobot mulsa (ton/ha)

Gambar 3. Hubungan antara bobot mulsa jerami padi dengan rata-rata jumlah buah kapas normal (A), hasil kapas berbiji (B), dan hasil kedelai (C)

bentukan jumlah buah normal, maka akhirnya akan berpengaruh terhadap hasil panen kapas berbiji. Perlakuan mulsa jerami bobot 6 ton/ha menghasilkan kapas berbiji 1.746 kg/ha berbeda nyata apabila dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Untuk kedelai menghasilkan 960 kg/ha dan berbeda nyata apabila dibandingkan dengan perlakuan tanpa mulsa jerami padi (Tabel 3). Pemberian mulsa jerami padi bobot 6 ton/ha dapat meningkatkan hasil kapas berbiji 26% dan hasil kedelai 35% dibanding tanpa mulsa jerami. Walaupun selama percobaan tanaman tidak dilakukan penyemprotan insektisida, hasil panen kapas dan kedelai tergolong tinggi. Basuki et al. (2001) melaporkan bahwa dengan menggunakan insektisida secara optimal rata-rata hasil kapas dan kedelai di tingkat petani masing-masing 1.212 kg/ha dan 715 kg/ha, sedangkan menurut Sahid et al. (1999) hasil kapas dan kedelai di tingkat penelitian masing-masing 1.630 kg/ ha dan 747 kg/ha. Hubungan antara bobot mulsa jerami padi dengan masing-masing hasil panen kapas dan kedelai menghasilkan r = 0,9748 dengan persamaan garis y = -2,8781x2 + 73.961x +1393,8 untuk hasil panen kapas (Gambar 3B) dan r = 0,9975 dengan persamaan garis y = -3,9769x2 + 65.222x +710,15 untuk hasil panen kedelai (Gambar 3C). Pemberian

mulsa jerami dapat meningkatkan hasil panen juga terjadi pada berbagai tanaman, misalnya pada tanaman kentang (Stoner et al., 1996), kedelai (Lam & Pedigo 1998), dan padi (Purwani et al., 2000). Berdasarkan persamaan regresi, peningkatan bobot mulsa jerami lebih dari 6 ton/ha secara teori masih dapat dilakukan, tetapi dari segi praktek di lapangan terjadi kesulitan. Pemberian mulsa jerami bobot lebih dari 6 ton/ha adalah setara ketebalan lapisan mulsa jerami 5 10 cm. Lapisan mulsa jerami tersebut terlalu tebal dan akan mengganggu pertumbuhan awal tanaman kapas dan kedelai. Selain itu ketersediaan jerami padi setiap hektar sekitar 5 6 ton/ha.

KESIMPULAN DAN SARAN


1. Pemberian mulsa jerami padi sampai bobot 6 ton/ha tidak berpengaruh terhadap rata-rata populasi ulat buah kapas dan wereng kapas. 2. Pemberian mulsa jerami padi bobot 6 ton/ha dapat memberikan hasil kapas berbiji 1.746 kg/ ha dan kedelai 960 kg/ha, meningkatkan hasil kapas berbiji 26% dan hasil kedelai 35% dibanding tanpa mulsa jerami padi. 3. Penelitian ini perlu dikaji dalam skala yang lebih luas.

115

UCAPAN TERIMA KASIH


Penelitian ini dapat terlaksana atas bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ir. IG.A.A. Indrayani, MP., Ir Dwi Winarno, dan Haryanto dari Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Kepala KP Mojosari beserta staf, dan semua pihak yang telah banyak membantu penelitian ini.

(Ophiomya phaseoli Tryon). Kongres Entomologi II. Jakarta 24 26 Januari 1983. 9 p. Michel, B. 2001. Survey of arthropod biodiversity of cotton fileds in South-East Asia. Proceeding of the Second South-East Asian cotton research Consortium Meeting. Hochiminh City, Vietnam. November 20 22. p. 119 132. Moore, J.C., D.E. Walter, and H.W. Hunt. 1988. Arthropod regulation of micro and mesobiota in belowground detrital food webs. Annu. Rev. Entomol. 33: 419 439. Nyffeler, M., W.L. Sterling, and D.A. Dean. 1994. How spiders make a living. Environ. Entomol. 23(6): 1357 1367. Purwani, J., A. Kentjanasari, dan T. Prihatini. 2000. Serapan hara dan hasil padi serta populasi bakteri pada tanah sawah setelah pembenaman jerami dan pemberian pupuk hayati. Prosiding Seminar Nasional Sumber Daya Lahan. Editor Las, I., O. Harijaya, D.D. Tarigan, dan F. Agus, halaman 269 81. Cisarua Bogor 9 11 Februari 1999. Puslit Tanah dan Agroklimat. Riajaya, P.D. dan F.T. Kadarwati. 2003. Kerapatan galur harapan kapas pada sistem tumpang sari dengan kedelai. Jurnal Littri. Vol. 9(1): 11 16. Sahid, M., Nurheru, dan S.A. Wahyuni. 1999. Penerapan paket teknologi tumpang sari kapas dan kedelai pada lahan sawah sesudah padi. Jurnal Littri. Vol 5(1): 25 30. Sri-Hadiyani, Subiyakto, Tukimin, dan D. Winarno. 1999. Peranan bahan kimia dalam pengendalian serangga hama kapas. Prosiding Diskusi Kapas Nasional. Editor Hasnam, Moch. Sahid, dan A. Sastrosupadi, halaman 195 203. Jakarta 26 November 1996, Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat, Malang. Stoner, K.A., F.J. Ferrandino, M.P.N. Gent, W.H. Elmer, and J.A. Lamondia. 1996. Effects of straw mulch, spent mushroom compost, and fumigation on density of colorado potato beetles (Coleoptera: Chrysomelidae) in potatoes. J. Econ. Entomoil. 80(5): 1267 1280. Stinner, B.R. and G.J. House. 1990. Arthropods and invertebrates in conservation-tillage agriculture. Annu. Rev. Entomol. 35: 299 318.

DAFTAR PUSTAKA
Adianto. 1993. Biologi pertanian: Pupuk kandang, pupuk organik nabati, dan insektisida. Edisi Kedua, Cetakan 1. Penerbit Alumni Bandung Kotak Pos 1282. 194 p. Basuki, T., Bambang S. dan S.A. Wahyuni. 2001. Sistem usaha tani kapas di Indonesia. Dalam Kapas. Monograf Balittas No. 7. Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat, Malang. Buku 1: 55 60. Brust, G.E., B.R. Stinner, and D.A. McCartney. 1986. Predator activity and predation in corn agroecosystems. Environ. Entomol. 15: 1017 021. Culin, J.D. and R.W. Rust. 1980. Comparison of the ground surface and foliage dwelling spider communities in soybean habitat. Environ. Entomol. 9(5): 577 82. Halaj, J., A.B. Cady, and G.W. Uettz. 2000. Modular habitat refugia enhance generalist predators and lower plant damage in soybeans. Environ. Entomol. 29(2): 383 93. Hasnam, F.T. Kadarwati, S. Sumartini, P.D. Riajaya, Suhadi, dan A. Rachman. 2000. Perbaikan kesesuaian kapas untuk tumpang sari dengan palawija. Makalah Seminar Hasil Penelitian Balittas Tahun Anggaran 1999/2000. Lam, W.F. and L.P. Pedigo. 1998. Response of soybean insect communities to row width under crop-residue management systems. Environ. Entomol. 27: 1069 079. Marwoto. 1983. Pengaturan waktu tanam dan penggunaan jerami untuk pengendalian lalat bibit kacang

116

Subiyakto. 1995. Pengendalian serangga hama dan penyakit kapas. Cetakan 2. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. 71 hal. Taulu, L.A. 2001. Kompleks artropoda predator penghuni tajuk kedelai dan peranannya dengan perhatian utama pada Paederus fuscipes (Curt.) (Coleop-

tera: Staphylinidae). Desertasi Program Pascasarjana, IPB, Bogor. 105 p. Winasa, I.W. 2001. Artropoda predator penghuni permukaan tanah di pertanaman kedelai: Kelimpahan, pemangsaan, dan pengaruh praktek budi daya pertanian. Disertasi Institut Pertanian Bogor. 114 p.

117

This document was created with Win2PDF available at http://www.win2pdf.com. The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only. This page will not be added after purchasing Win2PDF.

You might also like