You are on page 1of 37

No.9, 1977.

Cermin
Dunia
Kedokteran
Majalah triwulan
diterbitkan dengan bantuan
P.T. KALBE FARMA
dipersembahkan secara cumacuma.

Daftar isi

4 EDITORIAL

ARTI KEL

5 RENCANA PEMELIHARAAN PENDENGARAN DALAM


LINGKUNGAN INDUSTRI Dl INDONESIA

11 MASALAH CACAT TULI

14 VERTIGO

17 HUBUNGAN ANTARA KELAINAN/PENYAKIT T.H.T. & ASTHMA


BRONCHIALE
Gambar telinga yang dibuat oleh seorang
artis. 21 FOETOR EX NASI

25 CATATAN SINGKAT TENTANG TONSIL-& ADENOIDEKTOMI


Alamat redaksi :
Majalah CERMIN DUNIA KEDOKTERAN 31 LARYNGITIS SUBGLOTTICA
P.O. Box 3105 - Jakarta.
Penanggung jawab : dr. Oen L.H., 34 EPIGLOTTITIS ACUTA
Redaksi pelaksana : dr. E.Nugroho
Dewan redaksi : dr. Oen L.H., 36 KARSINOMA NASOPHARYNX
dr. E.Nugroho, dr. B.Suharto,
dr. S.Pringgoutomo
41 HUMOR ILMU KEDOKTERAN
Pembantu khusus
dr.
B.SetiawnPhD SL Purwanto, dr.
42 CATATAN SINGKAT
drs. J.Setijono, drs. Oka Wangsaputra,
dra. Nina Gunawan.
No. ljin : 151/SK/DitJen PPG/STT/1976. 43 RUANG PENYEGAR DAN PENAMBAH ILMU KEDOKTERAN
tgl. 3 Juli 1976.
44 KAMI TELAH MEMBACA UNTUK ANDA : ABSTRAK-ABSTRAK
Gangguan-gangguan atau penyakit-penyakit alat pernafasan bagian atas merupakan
bagian penting dalam praktek sehari-hari.
Foetor ex ore atau foetor ex nasi merupakan gangguan yang sangat menekan
perasaan penderita sedangkan vertigo atau rasa mabuk perlu mendapat perhatian
khusus.
Masalah-masalah ini akan dibahas oleh rekan-rekan dari Bagian Telinga, Hidung
dan Tenggorokan, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro, R.S. Dr. Kariadi,
Semarang.
Kebisingan dalam kota-kota besar yang selalu menyertai industrialisasi perlu
mendapat perhatian yang layak oleh karena dalam jangka waktu yang lama dapat
merusak alat pendengaran.
Oleh karena itu masalah pencegahan dan habilitasi/rehabilitasi kekurangan pende-
ngaran untuk pembangunan masyarakat merupakan tema dari simposium yang akan
berlangsung selama Kongres Nasional ke V para ahli penyakit Telinga; Hidung dan
Tenggorokan (PERHATI) pada tanggal 27 – 29 Oktober, 1977 di Semarang.

4 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977


Rencana Pemeliharaan Pendengaran
dalam lingkungan industri
di Indonesia
dr. Hoediono Reksoprodjo
Kepala Bagian T.H. T.
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/R.S. dr. Kariadi
Semarang

Tujuan suatu Rencana Pemeliharaan Pendengaran (Hearing cegahan kerusakan pendengaran. Ganti rugi itupun diberikan
Conservation Program) adalah menjaga keutuhan pendengaran; setelah korban jelas menjadi tuli. Sebaliknya para pengusaha
menjaga supaya keamanan faal telinga terjamin, dan agar ter- menuntut jaminan bahwa ketulian itu memang tidak terdapat
hindar dari hal-hal yang dapat merusak alat pendengaran atau sebelum orang itu bekerja padanya.
mengganggu kesempurnaan fungsinya. Dalam hubungan de- Kemajuan tehnik akhir-akhir ini, terutama di bidang elektro-
ngan industri, maka faktor yang paling berbahaya bagi keutuh- tehnik dan elektroakustik menghasilkan alat-alat yang me-
an faal pendengaran ialah suara bising (noise). Bahwa suara mungkinkan kita meneliti dengan cermat dan tepat ada tidak-
bising itu dapat mengganggu pendengaran dan menyebabkan nya kelainan dalam fungsi pendengaran. Misalnya audiometer
tuli telah lama dikemukakan oleh banyak ahli. RAMAZZINI yang dapat dipergunakan untuk screening, untuk diagnosis,
dalam bukunya De Morbus Artificium (1713) menyatakan speech-audiometer dsb. Juga ada alat-alat untuk mengukur
bahwa banyak pekerja dalam pertukangan barang-barang ku- intensitas suara bising (sound level meter). Akhirnya setelah
ningan menjadi tuli (7).Setelah JAMES WATT (1736-1810), berjuang lama dengan gigih, pada tahun 1940 di Amerika
seorang ahli fisika dan ahli mesin bangsa Inggris berhasil mem- tersusun occupational law seperti telah disebutkan di atas, dan
buat mesin-uapnya, maka penggunaan mesin-mesin pengganti pada tahun 1957 dapat disusun Guide for Conservation of
tenaga manusia meluas dengan cepat. Akibatnya suara bising Hearing in Noise. Dalam hal ini yang berjasa adalah The
karena mesinpun bertambah hebat dan meluas. FOSBROKE American Academy of Ophthalmology and Otolaryngology
(2) pada permulaan abad ke 19 sudah mensinyalir bahwa pen- yang membentuk Committee on Conservation of Hearing.
dengaran para pekerja bengkel dan pandai besi agak berkurang/ Committee ini mempunyai Subcommittee on Noise in Industry
agak tuli (blacksmith deafness). Industri pada abad ke 20 ini yang menghasilkan manuscript tersebut di atas (1).
lebih cepat berkembang dan makin banyak digunakan mesin
dalam berbagai industri, yang semuanya menambah kebisingan Kita di Indonesia beruntung tidak perlu mengalami segala
di lingkungan kerja dan lingkungan hidup kita, lebih-lebih di kepahitan rekan-rekan di Amerika. Meskipun perindustrian
daerah industri berat seperti dok kapal, di pabrik atau bengkel di Indonesia belum begitu maju, pemerintah telah membentuk
pesawat terbang dan sebagainya. Dengan sendirinya makin "Lembaga Nasional Hygiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja"
banyak lagi didapatkan orang-orang yang menjadi korban ke- dan antara lain menugaskannya untuk menangani masalah
bisingan itu; makin banyak ditemukan kasus-kasus tuli karena bising karena industri itu.
kebisingan di tempat kerja. Sudah jelas ada pengotoran udara Dalam merencanakan sistim pemeliharaan pendengaran akan
oleh suara bising (air-pollution by noise) dengan akibatnya banyak manfaatnya kalau kita mempelajari pedoman dari
yang sekarang dikenal sebagai occupational deafness. Occupa- Amerika itu dan memakainya sebagai dasar. Sebelum membuat
tional deafness adalah tuli sebagian ataupun total yang bersifat Rencana Pemeliharaan Pendengaran (RPP ) haruslah dipahami
menetap pada satu atau kedua telinga dan disebabkan oleh benar-benar dan dibahas dengan teliti persoalan-persoalan dasar
suara bising yang terus-menerus di tempat/lingkungan kerja (5). berikut : (i) Berapa besar pengaruh kebisingan suara pada ke-
Pada tahun 1926 POLITZER juga telah mengemukakan utuhan alat pendengaran? (ii) Bilamanakah RPP perlu dibuat?
tentang ketulian yang disebabkan oleh suara bising di tempat dan (iii) Apakah dasar-dasar dari sebuah RPP? Baiklah persoal-
kerja, tetapi dikatakan juga bahwa untuk kerusakan dari te- an di atas kita bahas dan kita analisa satu demi satu.
linga dalam yang disebabkan oleh trauma langsung pada kepala
atau karena letusan yang hebat, tanpa kerusakan pada meatus I. BERAPA BESAR PENGARUH KEBISINGAN PADA
externus dan pada membrana tympani, menurut peraturan KEUTUHAN ALAT PENDENGARAN?
hukum yang berlaku pada waktu itu tidak dapat dituntut ganti Untuk dapat menjawab pertanyaan ini, perlu dipahami dan di-
rugi (6). Baru sekitar tahun 1940 di Amerika ditentukan dalam kuasai lebih dahulu pokok-pokok persoalan berikut ini : (A)
occupational law bahwa pekerja yang menjadi tuli akibat ke- Sifat hearing loss dan dasar anatomiknya, (B) Sifat-sifat suara
bisingan di tempat kerja harus diberi ganti rugi. Meskipun bising dan cara timbulnya gangguan pendengaran, dan (C)
demikian, belum ada ketentuan atau peraturan mengenai pen- Pengukuran yang tepat dari pendengaran dan dari suara bising.

Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977 5


TABEL I: INTENSTAS SUARA BISING KONTINU YANG DAPAT
A.Bagaimana sifat hearing-loss itu dan apa dasar anatomiknya ? MENIMBULKAN HEARING—LOSS*
1. Sifat-sifat hearing-loss
lntensitas suara Waktu maksimal yang masih aman
■ Hearing loss dapat bersifat menetap (permanen), transient dalam jam/hari
dalam dB
(bisa membaik), atau kombinasi dari keduanya.
■ Derajat hearing-loss dapat sedemikian tinggi hingga menim- 90 ........................ 8

bulkan kesulitan dalam pembicaraan dengan orang lain (komu- 92 ........................ 6


95 ........................ 4
nikasi terganggu). 97 ........................ 3
■ Mula-mula nada yang kurang dapat didengar adalah nada- 100 ........................ 2
nada yang lebih tinggi daripada yang penting untuk komunikasi, 102 ........................ 1,5
yaitu nada-nada dengan frekwensi di atas 2000 Hz. Oleh sebab 105 ........................ 1

itu stadium permulaan seringkali tidak disadari oleh penderita 110 ........................ 0,5
115 ........................ 0,25
sendiri.
■ Kerentanan perorangan (individual susceptibility) berbeda- * Ringkasan dari Occupational Safety and Health Act yang berlaku
beda pada tiap-tiap orang. di Amerika Serikat sejak tahun 1971.
Menurut tabel ini seorang yang bekerja dalam tempat dengan kebisingan
2. Dasar-dasar anatomik. — Bila gangguan pendengaran ter- suara 100 dB hanya dibenarkan bekerja paling lama dua jam sehari
jadi karena sel-sel rambut dalam alat Corti mengalami kerusak- di tempat itu. Kalau dia bekerja lebih lama, maka akan terjadi ketulian.
an, kerusakan ini tak mungkin pulih kembali.
Menurut tabel dari Australia (Tabel—II), dalam lingkungan
B. Bagaimana sifat bising itu, dan bagaimana bising itu me-
dengan kebisingan 100 dB seseorang masih dapat bekerja de-
nimbulkan kekurangan pendengaran? ngan aman selama 195 menit setiap hari (3 jam 15 menit),
1. Sifat-sifat dari suara bising yang perlu diteliti ialah : asal setiap selesai bekerja selama 15 menit dia diberi istirahat
■ Derajat kebisingan suara secara menyeluruh (overall noise 20 menit. Kalau ia harus bekerja terus-menerus, maka dia ha-
level). Berapa desibel-kah intensitas kebisingan itu? Dalam nya boleh diberi tugas 25 menit per hari. Menurut tabel dari
hal ini yang dimaksud adalah kebisingan yang disebabkan oleh Amerika (Tabel—I) orang itu boleh dipekerjakan dua jam secara
bemacam-macam nada secara serempak. terus menerus
■ Komposisi dari suara bising. Diteliti nada apa saja yang C. Perlu dilakukan pengukuran secara tepat mengenai :
ikut membentuk bising tadi. 1. Ketajaman pendengaran pekerja. — Ini dilakukan dengan
2. Cara suara bising itu mengganggu. — Yang dimaksud audiometer yang menghasilkan sebuah audiogram. Pada audio-
ialah frekwensi, lamanya dan kontinuitas suara bising itu. gram ini dengan mudah dapat dibaca berapa desibel intensitas
■ Berapa jamkah setiap hari suara bising itu mengganggu? minimal suatu nada tertentu yang dapat didengar oleh orang
■ Apakah bising itu berlangsung terus-menerus ataukah ter- yang sedang ditest.
putus-putus? 2 lntensitas suara bising. — Ini perlu dinyatakan dalam
■ Berapa jamkah seluruhnya dialami gangguan kebisingan se- desibel. Juga harus dilakukan analisa dari suara bising
lama bekerja pada perusahaan itu? itu : bagaimana komposisinya, dan berapa desibel intensitas
Untuk lebih jelasnya kami ajukan dua buah tabel mengenai tiap komponen (nada) itu. Alat yang dipakai ialah octave
"Noise exposure time" dari Amerika Serikat dan Australia. band analyzer.

TABEL II : INTENSITAS BISING YANG MASIH DIIJINKAN DALAM HUBUNGANNYA DENGAN


LAMANYA BISING, LAMANYA ISTIRAHAT, PERGANTIAN/SIKLUS PER HARI DAN
LAMA KEBISINGAN SECARA TOTAL *

lntensitas Lamanya bising lstirahat Pergantian/ Lama kebisingan total


dB menit menit siklus per hari menit

90 10 2 35 350
90 20 3 21 420
90 30 3 15 450
95 5 2,5 50 250
95 15 4 20 300
95 25 10 13 325
100 5 3,5 52 260
100 15 20 13 195
100 25 — 1 25
105 5 7 40 200
105 10 50 8 80
105 15 — 1 15
110 5 20 19 95
110 10 _ 1 10
115 7 — 1 7
120 6 — 1 6

* Ditetapkan oleh The Australian Oto-Laryngological Society, tahun 1971.

6 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977


3. Lamanya (berapa jam), frekwensi dan kontinuitas gang- semacam ini mengurangi intensitas suara rendah (di bawah
guan bising — Ini harus dicatat dengan teliti dan cermat. 1000 Hz) dengan 15—25 dB. Suara di atas 1000 Hz intensitas-
nya berkurang dengan 40 dB (4).
II. BILAMANAKAH RPP PERLU DIBUAT? ■ Penutup daun telinga (ear-muffs). Penutup ini berupa
Ada indikasi untuk membuat suatu RPP apabila : mangkok-mangkok yang menutupi seluruh daun telinga.
Kalau dipakai ear-plugs dan ear-muffs bersama-sama, maka
1. Suara bising terlalu keras sehingga sukar untuk berbicara kombinasi ini dapat mengurangi bising dengan 50 dB.
dengan orang lain.
Pengendalian bising yang paling baik tentu saja dengan mem-
2. Terdengar suara mendenging dalam telinga selama bebe-
bungkam sumber suara. Tetapi ini jarang sekali dapat dilaku-
rapa jam setelah selesai bekerja dalam tempat yang bising .
kan dengan memuaskan, karena itu kedua cara dipakai bersa-
3. Berkurangnya pendengaran sehingga suara terdengar se-
ma-sama.
akan-akan dari tempat yang jauh sekali atau seperti dibisikkan,
setelah bekerja dalam tempat yang bising selama beberapa jam. C. Pengukuran pendengaran : Ini adalah bagian terpenting dari
Biasanya pendengaran akan menjadi baik kembali setelah bebe- RPP. Perlu diadakan dua macam test pendengaran, yaitu (1)
rapa lama pindah ke tempat yang tenang (transient hearing- Pengukuran pendengaran sebelum diterima bekerja (pre-em-
loss). ployment & pre-placement test), dan (2) Pengukuran ulangan
Rasa nyeri di telinga yang disebabkan oleh suara yang keras pendengaran secara teratur pada waktu-waktu tertentu (routine
tak dapat dipakai sebagai pedoman untuk membuat RPP, kare- periodic follow-up test).
na suara-suara yang jauh kurang keraspun sudah dapat menim- Semua calon pekerja/pegawai ditest pendengarannya sebelum
bulkan hearing-loss (1). bekerja dalam suasana bising itu, kemudian tiap enam bulan
sekali diadakan follow-up test. Dengan demikian mudah dike-
III. DASAR-DASAR UNTUK SUATU RPP.
tahui apakah ada akibat jelek dari kebisingan pada pekerja/
RPP terdiri dari tiga bagian, yaitu (A) Analisa gangguan bising, pegawai seorang demi seorang. Dengan demikian juga diper-
(B) Pengendalian gangguan bising, dan (C) Pengukuran pende- oleh petunjuk apakah RPP yang telah disusun tersebut efektip
ngaran. atau tidak. Ini penting sekali, terutama untuk tempat-tempat
bekerja dengan kebisingan lebih dari 85 dB.
A. Analisa gangguan bising mengenai :
1. Intensitas (dB) suara bising secara menyeluruh (overall
Siapakah yang bertanggung jawab akan pemeliharaan pen-
noise level).
dengaran? Seperti halnya dengan pemeliharaan indera-indera
2. Komposisi suara bising dan intensitas tiap nada.
lain, pemeliharaan pendengaran sudah jelas merupakan tang-
3. Lamanya dan distribusi kebisingan itu sepanjang hari.
gung jawab dokter. Sebuah RPP tanpa pengawasan dokter
4. Lamanya gangguan bising itu berlangsung total sejak hari
kurang benar. Dalam rangka RPP itu dilakukan tindakan-tin-
pertama bekerja sampai berhenti bekerja.
dakan pencegahan, diagnosis dan pengobatan ketulian, peneli-
Keempat faktor tersebut masing-masing perlu dicatat, sebab
tian audiometrik dan penilaian hasil-hasilnya.
dapat terjadi bermacam-macam kombinasi dan tentu dengan
Di samping mengadakan penilaian dan pengukuran audio-
akibat yang bermacam-macam juga. Misalnya overall noise level
metrik, dokter itu bertanggung jawab atas terselenggaranya
sama, tetapi kombinasi nada berbeda, tentu berbeda pengaruh
organisasi dan administrasi dari RPP. Akan tetapi dalam me-
dan akibatnya terhadap pendengaran. Demikian juga bising
laksanakan rencana itu dia dibantu oleh staf yang tidak semua-
yang kontinu berbeda pengaruhnya dari bising yang intermitten.
nya dari bidang kedokteran, misalnya ahli kesehatan industri,
B. Pengendalian gangguan bising : dilakukan dengan dua cara ahli tehnik dan staf pimpinan perusahaan. Berhasilnya sebuah
yaitu (1) pengendalian sumber bising dan penyebaran bising, RPP mutlak tergantung pada kerja sama yang baik berdasarkan
dan (2) perlindungan langsung dari telinga pekerja. pengertian yang mantap dari seluruh karyawan (baik pekerja
1. Pengendalian sumber bising dan penyebaran bising : kasar maupun staf pimpinan) akan pentingnya dan perlunya
■ Mengadakan tindakan langsungterhadap sumber bising, mi- RPP demi kesejahteraan seluruh pegawai dan akhirnya juga
salnya mengusahakan pemasangan peredam suara pada mesin- demi keuntungan perusahaan. Dengan demikian semua akan
mesin. memberi bantuan yang aktip untuk mensukseskan RPP. Se-
■ Menghambat atau mencegah penghantaran suara bising me- tidak-tidaknya para pekerja mau dan dengan sadar memakai
lalui udara atau melalui dinding. Mesin ditempatkan dalam pelindung telinga bila dokter menentukan demikian, dan pim-
ruang yang tak tembus suara, dinding kamar mesin dilapisi de- pinan perusahaan akan memberikan waktu serta kesempatan
ngan bahan yang menyerap suara. yang cukup untuk mengadakan test-test pendengaran.
■ Merubah sistim kerja sehingga mesin terpisah dari pekerja. Sebelum mulai membuat RPP, perlu dipertimbangkan apa
yang dapat dilaksanakan secara praktis, dan ternyata harus
2. Perlindungan langsung terhadap telinga pekerja. — Ini di- ditentukan pembatasan-pembatasan dalam pelaksanaannya.
lakukan dengan mengharuskan para pekerja memakai penutup
telinga, yaitu :
■ Apakah RPP dapat menjamin perlindungan untuk tiap te-
■ Penyumbat telinga yang dimasukkan dalam meatus accus-
linga?
ticus externus, sehingga telinga tertutup rapat (ear-plug, insert
Memang itulah tujuan yang ingin dicapai, tapi dalam praktek
type protector). Contoh : kapas yang dicelup dalam parafin,
tidak mungkin, karena itu diadakan pembalasan sebagai ber-
sumbat dari karet, lilin, atau plastik. Alat-alat penyumbat
ikut :

Cermin Dunia Kedokteran No. 9. 1977 7


Langkah-langkah yang sudah dapat dilaksanakan ialah :
nada-nada yang paling penting untuk komunikasi, yaitu nada 1. Latihan dokter-dokter perusahaan
500 — 1000 — 2000 Hz (C—2, C—3, C—4). 2. Penerangan dalam bentuk ceramah, diskusi dan demonstrasi untuk
pimpinan dan pekerja-pekerja perusahaan
2. Tindakan pemeliharaan pendengaran cukup diusahakan 3. Pemeriksaan pendengaran sebelum diterima sebagai pekerja
agar tertuju pada telinga yang normal. Orang-orang dengan 4. Pemeriksaan pendengaran ulangan berkala, misalkan sekali setahun
pendengaran yang sangat peka (highly susceptible) terhadap 5. Pengendalian sumber-sumber bising dan perambatannya
gangguan kebisingan dalam RPP ini tidak perlu diperhatikan 6. Perlindungan telinga dari para pekerja
dan dinilai sebagai perkecualian. Mengingat sangat kurangnya tenaga ahli dan untuk mengurangi
■ Bagaimana pengaruh berbagai komponen suara bising itu beaya, tidak perlu setiap perusahan mempunyai suatu RPP
terhadap pendengaran? Sudah jelas harus diperhatikan inten- lengkap dengan alat-alat dan tenaga ahlinya. Dapat dibentuk
sitas dan lamanya kebisingan. Tetapi perlu juga diketahui suatu team yang diperlengkapi dengan peralatan sebaik-baik-
komposisi dan intensitas tiap komponen suara bising. Ternyata nya, yang bertugas dalam suatu daerah/wilayah. Team itu da-
bahwa kerusakan pendengaran dapat juga terjadi untuk nada- pat melayani seluruh perusahaan yang ada di dalam daerah ter-
nada dengan frekwensi yang lebih tinggi dari nada-nada yang sebut. Mengingat besarnya perhatian dari pemerintah dan ak-
menimbulkan bising. Yang paling perlu dilindungi adalah ke- tivitas Lembaga Nasional Hyperkes, kiranya dapat diharapkan
utuhan nada-nada antara 500 — 2000 Hz, yang merupakan bahwa idam-idaman ini akan menjadi kenyataan dalam waktu
frekwensi pembicaraan sehari-hari. dekat.
Karena itu yang paling berbahaya dan harus diperhatikan
benar-benar ialah suara bising dengan frekwensi 300—600 Hz KEPUSTAKAAN
dan 600—1200 Hz. Bila intensitas untuk frekwensi-frekwensi 1. DAVIS H, FOWLER EP : The medical treatment of hearing loss
itu mencapai 85 dB, sebaiknya diadakan test-test pendengaran and conservation of hearing, in Hearing and Deafness, rev. ed.
New York, Holt, Rinehart and Winston Inc., 1966. pp 132-144.
dan diusahakan pengendalian gangguan bising. Untuk ovetall 2. FOSBROKE J : Pathology and treatment of deafness. Lancet 1:
sound, batas aman letaknya pada intensitas yang lebih besar, 645, 1830—1831.
yaitu sekitar 100 dB. 3. HENDARMIN H: Noise induced hearing loss. Otorhinolaryngol
Meskipun Indonesia belum dapat disebut sebagai negara lndones 2: 93—97, 1972.
industri, dari penelitian di berbagai perusahaan/industri dila- 4. ISKANDAR A Ny.: Pemeliharaan pendengaran dalam industri.
Maj Hyg Perus Keseh Keselam Kerja dan Jam Sos vii/1—2 : 53—
porkan bahwa cukup banyak pekerja yang kurang baik pende- 59, 1974.
ngarannya. Di Jakarta, di antara para pekerja pabrik es dan 5. JACKSON C, JACKSON CL : Diseases of the nose, throat and
berbagai pabrik lainnya, HENDARMIN (3) menemukan lebih ear, 2 ed. Philadelphia, WB Saunders Co., 1959, pp 400-407.
dari 50% pekerja menderita semacam ketulian. SOEWITO(10) 6. POLITZER A : Diseases of the ear. Philadelphia, Lea &
menyatakan bahwa dalam penelitiannya pada suatu pabrik Febiger, 1926.
7. RAMAZINI : dikutip oleh M. Zakir.
pemintalan, pada umumnya para pekerja di tempat tersebut 8. RASMITO : hubungan pribadi.
menderita suatu ketulian. RASMITO mendapatkan bahwa 9. REDHANI R : Penyelidikan noise deafness pada pekerja-pekerja
81% dari para pekerja Instalasi Diesel Manggar pendengarannya power station peleburan timah Mentok. Maj Hyg Perus Keseh
di bawah normal (8). Di Semarang, SUCIPTO dkk. meneliti Keselam Kerfa dan Jam Sos vii/3 : 37-39, 1974.
pendengaran para pekerja pabrik pemintalan dan pabrik textil 10. SOEWITO :'Industrial deafness" as found in GKBI Cambridge
factory workers at Sleman, Yogyakarta. Kumpulan naskah
dan mendapatkan lebih dari 50% yang menderita kekurangan
il miah Kongres Nasional PERHATI III , Aug. 1973.
pendengaran. 11. SUCIPTO, RANTIKO R dan HOEDIJONO : Preliminary report
Memang belum pernah diadakan pre-employment test, sehingga dari survey di beberapa perusahaan di Semarang mengenai noise
dapat dikemukakan adanya kemungkinan bahwa para pekerja induced hearing loss, 1974.
itu memang sudah menderita kekurangan pendengaran sebe- 12. ZAKIR M : Pendengaran dan bahaya yang mengancamnya.
lum bekerja. Tetapi perlu dicatat bahwa para peneliti di Indo- Pidato pengukuhan sebagai Guru Besar Luar Biasa dalam mata
pelajaran Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Kerongkongan
nesia menemukan (i) adanya temporaire shift dan (ii) kebi- pada Fak. Kedokteran Airlangga di Surabaya, 22 Juli,1974.
singan yang lebih besar dari 90 dB, bahkan sampai 115 dB di
berbagai perusahaan di Indonesia (3,8,9,10,11). Temporaire
shift berarti bahwa pendengaran para pekerja menjadi berku- Mungkin belum kita ketahui bahwa berkazung-karung pakaian bekas
rang setelah beberapa lama bekerja di tempat yang bising; telah dikirim pulang pergi dari satu daerah yang terkena bencana alam
ini merupakan salah satu indikasi untuk membuat RPP. Ke- ke daerah atau negeri lain, tanpa pernah dibuka, sehingga ia hanya ber-
bisingan yang lebih dari 90 dB, bahkan sampai 115 dB, lebih fungsi sebagai "kartu ucapan bela sungkawa".
memperkuat indikasi untuk membuat RPP. Dalam lokakarya Setelah terjadi suatu bencana alam, gempa bumi misalnya, yang paling
diperlukan ialah perbaikan sarana air minum, bukan vaksinasi massal.
Hyperkes di Cibogo pada bulan Februari 1974 telah diputus- Meskipun demikian, pada gempa bumi di Nicaragua beberapa waktu
kan bahwa Nilai Ambang Batas (N.A.B.) untuk kebisingan yang lalu, tanpa diminta, telah dikirimkan sekitar sejuta dosis vaksin
suara di perusahaan-perusahaan di Indonesia adalah 85 dB. typhoid oleh berbagai negara. Oleh pemerintah diputuskan untuk ti-
Memang, suatu RPP yang baik memerlukan beaya yang besar, dak melakukan vaksinasi massal, akan tetapi entah bagaimana, kira-
kira seperempat juta dosis disuntikkan juga pada penduduk oleh orang-
di samping perlu tersedianya alat-alat dan tenaga ahli yang orang yang antusias, yang tidak membawa efek apapun, kecuali pening-
cukup banyak. Akan tetapi karena telah jelas ada indikasi, katan insidens hepatitis. Di kamp-kamp pengungsi Bangladesh beberapa
sebaiknya usaha ini dimulai meskipun secara sederhana dan tahun yang lalu, banyak yang divaksinasi dengan vaksin cholera lima
sangat terbatas kemampuannya. kali dalam waktu dua bulan. Practitioner 218: 357, 1977

8 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977


MASALAH
CACAT TULI
dr. Dullah
Bagian T.H.T.
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/RS. dr. Kariadi
Semarang

Kita telah maklum bahwa manusia memiliki tiga sifat pen- ini, ia tidak dapat berkomunikasi dengan baik dengan masyara-
ting atau sifat tritunggal yaitu (1) mampu mendengar, (2) kat yang tidak tuli, apalagi dengan sesama orang tuli.
mampu berpikir sebagai manusia, dan (3) mampu bercakap-ca- Tidak demikian halnya dengan orang-orang buta. Ia masih
kap. Ketiga fungsi itu mempunyai hubungan yang sangat erat. dapat mengadakan komunikasi dengan perantaraan fungsi men-
Fungsi pendengaran tergolong yang paling tua; Ia mempenga- dengar dan berbicara untuk menyatakan isi hatinya baik kepada
ruhi dan melatih fungsi berpikir, sedang fungsi berpikir itu orang yang tidak buta maupun kepada sesama orang buta. Ini
sendiri melatih dan mempergunakan fungsi berbicara sebagai terbukti oleh kenyataan bahwa orang-orang buta bisa membuat
alat untuk menyatakan kepada dunia luar apa yang tersembu- suatu organisasi perhimpunan orang-orang buta. Banyak dian-
nyi dalam alam pikirannya. tara mereka menjadi ahli musik, ahli pijat dsb.
Anak-anak yang menderita cacat tuli sejak lahir atau sejak saat Lantas timbul pertanyaan, masih dapatkah orang-orang tuli
sebelum dapat berbicara, pada hakekatnya dalam pertumbuhan itu ditolong sehingga dapat berguna baik bagi dirinya sendiri
kecerdasan hanya dapat mencapai tingkat yang tidak jauh ber- maupun bagi masyarakat? Jawabannya : dapat! Dalam arti-
beda dengan hewan; mereka akan menjadi beban baik bagi kel ini lebih dahulu akan diberikan pengetahuan dasar tentang
keluarga pada khususnya maupun bagi masyarakat dan negara definisi, jenis-jenis ketulian, sebab-sebab ketulian dan cara re-
pada umumnya. Ini berarti jelas merugikan pembangunan habilitasinya.
masyarakat dan negara kita yang sedang dalam masa pemba-
ngunan. Pengaruh ketulian tidak terbatas pada kelainan bisu DEFINISI.— Tuli ialah keadaan dimana orang tidak dapat
tuli saja, tetapi dapat juga mempengaruhi pembentukan kepri- mendengar sama sekali (total deafness), suatu bentuk yang
badian karena jembatan penghubung dengan masyarakat ter- ekstrim dari kekurangan pendengaran. Istilah yang sekarang
putus, sehingga penderita merasa bahwa masyarakat yang ber- lebih sering digunakan ialah kekurangan pendengaran (hearing-
ada di sekelilingnya bersikap aneh dan seolah-olah tidak mau loss). Kekurangan pendengaran ialah keadaan dimana orang
mengerti terhadapnya. Bagaimana rasanya seorang yang se- kurang dapat mendengar dan mengerti perkataan yang dide-
karang tuli tapi sebelumnya pernah mendengar, digambarkan ngarnya. Pendengaran normal ialah keadaan dimana orang
oleh GZERAY : seorang tuli itu sebagai orang tahanan yang di- tidak hanya dapat mendengar, tetapi juga dapat mengerti apa
masukkan dalam penjara yang berdinding dan beratap kaca; yang didengarnya.
dunia ini sunyi baginya, padahal ia dapat melihat segala yang KEKURANGAN PENDENGARAN
dapat dilihat oleh orang yang tidak tuli. Kita segera merasa iba 1. Konduktif : disebabkan oleh adanya gangguan hantaran dari
hati dikala melihat seorang buta berjalan dengan tongkat di saluran telinga, kendangan, rongga tympani dan
tangannya, menggapai-gapai perlahan. Kasihan orang itu, dunia tulang-2 pendengaran.
ini gelap baginya. 2. Sensori-neural : disebabkan oleh kerusakan di telinga dalam,
Tidak demikian halnya dengan orang tuli. Ia berjalan gagah dari alat Corti, nervus cochlearis, N Vlll sampai
seperti kita, bahkan kerap kali ia menjengkelkan, sebab orang ke otak.
tuli sering bertingkah laku menurut kemauannya sendiri. Ia 3. Campuran (Mixed) : adalah tuli campuran dari kedua unsur
sering marah luar biasa, sering ribut dsb. lantaran ia menganggap konduktif dan sensori-neural.
masyarakat di sekitarnya aneh, menertawakan dia, tidak mau Dalam pembicaraan ini terutama akan dibahas kekurangan
mengerti apa yang ia maksudkan, penuh curiga dan lain-lain. pendengaran yang didapat (acquisita), sedang yang kongenital,
Tidak heran kalau sering terjadi salah paham antara orang tuli psikogenik dan central hearing loss hanya akan disinggung se-
dengan orang lain, sebab orang tuli mengira masyarakat di pintas lalu. Kekurangan pendengaran yang kongenital disebab-
sekitarnya berbicara tidak betul, membentak-bentak, padahal kan oleh kesalahan pembentukan di telinga luar, tengah dan
maksud masyarakat itu ialah agar dia dapat mendengar dan dalam. Tingkatan yang hebat jarang terjadi pada telinga luar
mengerti apa yang dikehendaki masyarakat. Jelaslah di sini dan telinga tengah.
hahwa dengan cacat tuli itu orang telah kehilangan jembatan Kekurangan pendengaran yang kongenital, dimana telinga luar
penghubung dengan masyarakat. Sesungguhnya kasihan orang dan telinga tengah masih ada, bisa diakibatkan oleh efek toksik

Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977 11


yang terjadi dalam masa prenatal, misalnya infeksi rubella pada dengaran jenis sensori-neural. Kelainan-dapat menyerang pe-
ibu waktu hamil, trauma kelahiran, anoxia, erythroblastosis rilymph, endolymph, sel-sel rambut dari alat Corti, saraf ke 8,
fetalis, syphilis kongenital, pengaruh obat-obatan seperti kina atau jalan saraf-saraf pusat di otak.
dan obat-obat ototoksik lain. Faktor-faktor etiologiknya adalah sbb. :
SEBAB-SEBAB KEKURANGAN PENDENGARAN.– Tigalo- 1. Presbyacusis, yaitu kekurangan pendengaran yang berhubungan de-
ngan bertambahnya umur atau proses ketuaan. Di sini ditemukan
kasi dari penyebab kekurangan pendengaran ialah (1) di telinga
atropi dari alat Corti pada lingkaran basal, atropi ganglion spiralis.
luar, (2) di telinga tengah, dan (3) di telinga dalam. Kerusakan 2. Trauma akustik akibat suara bising, ledakan explosif atau pukulan
yang terjadi pada saraf ke 8 sampai otak merupakan daerah pada kepala dan telinga.
campuran antara Bagian T.H.T. dan Bagian Saraf, oleh sebab 3. Toksin. – Akibat parotitis dapat terjadi kekurangan pendengaran
itu tidak dibahas dalam artikel ini. unilateral pada anak-anak. Ini diakibatkan oleh masuknya virus ke
dalam sistim endolymph, yapg kemudian menyebabkan degenerasi
Penyebab kekurangan pendengaran di telinga luar ialah : sel-sel sensorik.
Pada meningo-encephalitis dan meningitis, infeksi dapat mengenai
1. Sumbatan cerumen (impacted cerumen)
saraf auditoris, dan secara hematogen mencapai labyrinth dan sa-
2. Otomikosis
3. Pembengkakan yang hebat dari saluran telinga luar rung-sarung saraf.
4. Sumbatan oleh benda asing 4. Obat-obatan. – Kina, streptomycin & dihydrostreptomycin ., neo-
mycin kanamycin salisilat dsb.
5. Atresia atau saluran telinga luar bentuk membran yang bersifat kon-
genital atau acquisita 5. Scarlet fever dan rubeolla : pada penyakit ini virus dapat masuk ke
dalam stria vascularis dan menyebabkan degenerasi membran tecto-
rial serta sel-sel rambut alat Corti.
Penyebab kekurangan pendengaran di telinga tengah ialah :
6. Syphilis. – Menyebabkan degenerasi cochlea dan alat-alat vestibuler.
1. Membran tympani yang abnormal, misalnya penebalan yang hebat, 7. Kelainan-kelainan vaskuler. – Misalnya pada Meniere's disease.
retraksi, skarifikasi atau perforasi. 8. Tumor. – Jenis yang tersering ialah spurinoma , suatu tumor yang
2. Kekakuan tulang-tulang peridengaran atau perubahan apapun di te- menyerang saraf ke 8.
linga tengah yang menyebabkan mobilitas tulang-tulang pendengaran 9. Multiple sclerosis.
terganggu.
REHABILITASI KEKURANGAN PENDENGARAN
3. Sekresi, granulasi atau polip yang diakibatkan oleh otitis media
yang kronik. Rehabilitasi kekurangan pendengaran adalah suatu usaha pe-
4. Kelainan kongenital yang berupa tidak terbentuknya satu atau lebih ngembalian pendengaran pada orang yang menderita kekurang-
dari tulang pendengaran. an pendengaran yang sebelumnya pendengarannya normal, se-
5. Perubahan-perubahan patologik dari kapsul labyrinth yang menye- hingga terbentuk lagi jembatan penghubung antara orang-orang
babkan stapes. kaku. Kelainan ini dikenal dengan nama otosclerosis.
tuli dan masyarakat. Jadi tugas rehabilitasi ini tidak termasuk
Penyebab kekurangan pendengaran di telinga dalam : penderita bisu tuli, sebab penderita bisu tuli ini tidak pernah
Kelainan-kelainan di sini akan menimbulkan kekurangan pen - dapat mendengar sebelumnya.

, PENGHANCUR DAHAK
PALING EFEKTIF PALING AMAN
Karana : 1. Menghancurkan dahak sehing- Karana : 1. Tidak ada efek samping yang
ga manjadi encar dan mudah berertl.
dlkeluarkan. 2. Tldak ada kontra indikasl.
2. Menormalisaslkan sekrasi 3. "Safety margin" yang labar.
kelenjar bronchial.

I NDIKASI :
1. Sasak napas karena
psaemnylunbrt
o leh
dahak.
2. Batuk — batuk karena hipar
sekresi dahak.
3. Gangguan dahak lainnya yang
tidak purulen (contoh : pada
perokok).
4. Untuk gangguan dahak yang
purulan,MUCOSOLVAN® dapat
dlkombinasikan dengan anti
biotik / kemotrapui

KOMPOSISI Bromhaxine ........................8 mg.


DOSIS : Dawasa : 1—2 tab. 3 x sahxi.
.Job No. 17 241276/B TABLET Anak2 : 34—1 tab. 3 xsehari .

12 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977


Rehabilitasi dibagi dalam dua bagian yaitu secara (1) ope- orang lain dengan melihat gerakan bibir, gerak dan ekspresi
ratif dan (2) non-operatif. muka. Speech-reading ini harus segera dimulai pada penderita
1. Secara operatif : Operasi perbaikan pendengaran ini di- dengan kekurangan pendengaran yang berat, pada jenis keku-
lakukan oleh dokter. Cara ini terbatas pada kekurangan pen- rangan pendengaran yang permanen atau progresif. Latihan
dengaran jenis konduktif. Hasil perbaikan pendengaran yang speech-reading harus dilakukan dengan segera; tidak boleh di-
dapat dicapai bervariasi dari yang sangat memuaskan sampai tunda sampai APM terpaksa dibutuhkan untuk keperluan ber-
yang minimum, tergantung dari derajat kekurangan pendengar- cakap-cakap. Sebaliknya, pemakaian APM untuk anak-anak
annya sebelum tindakan operasi. ataupun orang dewasa yang kurang pendengarannya tidak bo-
Makin berat kekurangan pendengaran, makin susah operasinya leh ditunda hingga speech-reading diperlukan.
dan hasil operasi makin kurang memuaskan dibanding dengan
operasi pada penderita-penderita dengan kekurangan pende- RINGKASAN
ngaran derajat sedang atau ringan. Masalah cacat tuli atau kekurangan pendengaran tidak ter-
• Sebagai contoh : Seorang bekas penderita otitis media men- batas pada masalah keadaan bisu tuli saja, karena masalah itu
derita kekurangan pendengarannya sebesar 20—30 dB. Ini ber- juga mempengaruhi kepribadian seseorang. Penderita cacat
arti bahwa kerusakannya hanya terbatas pada kendangan saja, tuli banyak yang mudah marah, menganggap masyarakat di
sehingga operasinya mudah, yaitu hanya menutup kendangan sekitarnya aneh, karena jembatan penghubung dengan masya-
yang berlubang, atau kalau kendangan rusak seluruhnya, kita rakat terputus. Jembatan penghubung ini dapat dipulihkan
ganti saja semuanya. Hasil operasi ini sangat memuaskan; pen- kembali melalui rehabilitasi pendengaran. Dalam artikel ini
dengaran dapat menjadi normal atau hampir normal. Kasus- telah dibahas jenis-jenis kekurangan pendengaran, sebab-sebab
kasus ini tidak perlu mendapat terapi rehabilitasi secara non- serta cara-cara rehabilitasinya.-
operatif.
• Bila kekurangan pendengaran mencapai 30—40 dB, ini ber-
arti kerusakan tidak terbatas pada kendangan saja, tetapi sudah
mengenai sebagian tulang-tulang pendengaran, misalnya ma- SIMPOSIUM TUNA RUNGU/WICARA
leus sudah rusak. Hasil operasinya tidak sebagus yang pertama.
Pasien-pasien ini mungkin masih perlu mendapat terapi reha- Tema : Pencegahan dan habilitasi/rehabilitasi
bilitasi secara non-operatif untuk mendapat latihan-latihan. kekurangan pendengaran untuk pem-
• Kekurangan pendengaran yang mencapai 40—60 dB berarti bangunan masyarakat.
selain kendangan, semua tulang-tulang pendengaran telah ru- Penyelenggara : Fakultas Kedokteran Universitas Dipo-
sak, kecuali basis stapes. negoro c.q. Bagian THT F.K. UNDIP/
Hasil operasi tidak memuaskan; tambahan ketajaman pende- R.S. Dr. Kariadi —Semarang. PERHA-
ngaran maksimal hanya mencapai separuhnya saja. Penderita- Tl.
penderita ini secara mutlak harus mendapat terapi rehabilitasi. Waktu : 29 Oktober 1977. Jam 08.00 sampai
• Penderita-penderita dengan kekurangan pendengaran sebesar selesai.
60 dB atau lebih tidak dianjurkan untuk operasi perbaikan Tempat : Kampus UNDIP. Jl. lmam Bardjo SH
pendengaran, oleh karena faktor sensori-neural sudah ikut 1 — 3, Semarang.
serta. Pada penderita tersebut dapat langsung diberikan reha- Tujuan : Memperkenalkan masalah tuna rungu/
bilitasi secara non-operatif. wicara kepada masyarakat lndonesia dengan ha-
rapan adanya pengertian yang jelas dan mendalam
2. Secara non-operatif : Rehabilitasi cara ini dapat dilaku- tentang masalah ini.
kan dengan : Agar seluruh masyarakat dapat terjangkau, dalam
• memakai Alat Pembantu Mendengar (APM atauhearing-aid). si mposium ini akan ikut serta selain dokter-dokter
Dengan alat ini suara yang diterima diperkeras oleh APM. ahli THT seluruh lndonesia, juga dokter-dokter
APM ini hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang masih
mempunyai sisa pendengaran, dan yang derajat kekurangan F.K. UNDIP/R.S. Dr. Kariadi, dokter-dokter Pus-
pendengarannya tidak begitu berat. Kalau kekurangan pen- kesmas, dokabu-dokabu, bahkan Yayasan Tuna
dengaran sudah terlalu berat, memakai APM malahan bisa Rungu/Wicara, ahli-ahli pendidikan, ahli-ahli jiwa
membikin sakit telinga, sedangkan penambahan ketajaman dari berbagai lembaga dan universitas, industriawan
pendengaran yang diperoleh tidak seberapa. Pasien-pasien serta pemerintah.
demikian harus mendapat perawatan/rehabilitasi lebih lanjut. Aspek yang dibahas :
• ASPEK MEDIK
• latihan mendengar (auditory training). Latihan untuk men- • ASPEK SOSIAL
dengarkan kata-kata orang lain ini ditujukan pada penderita-
penderita yang masih punya sisa pendengaran yang lumayan. Keterangan lebih lanjut dapat diperoleh pada :
Dengan sisa pendengarannya ia mendapat latihan mendengar SEKRETARIAT SIMPOSIUM TUNA RUNGU/WICARA
dan mengartikan kata-kata orang lain. Hasil daripada latihan Bagian THT—F.K. UNDIP/R.S. Dr. Kariadi
ini dapat sangat memuaskan, sehingga penderita itu seolah-olah JI. Dr. Sutomo 18 — Semarang Tilp. 24513
normal pendengarannya.
• Lip-reading. Sekarang ini lebih dikenal dengan istilah
speech-reading yaitu keahlian untuk mengerti itrti kata-kata

Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977 13


Vertigo berasal dari bahasa Latin vetere, artinya berputar.
GOWERS (1893) mendefinisikan sebagai perasaan seolah-
olah penderita berputar terhadap ruangan atau ruangan ber-
putar terhadapnya. Dalam tulisan ini yang akan kami bahas
ialah bagaimana menyusun diagnosis praktis pada penderita
dengan keluhan utama vertigo sehingga dapat dipergunakan
oleh dokter umum.
Untuk praktisnya, menurut penyebabnya vertigo dibagi
dalam :
1. Sentral : kelainan terdapat di vestibular nuclei, batang
otak, cerebellum atau cerebrum.

VERTIGO 2. Perifer : kelainan terdapat di Canalis Semi-Circularis


(CSC), utriculus, sacculus atau N VIII.

PROSEDUR DIAGNOSIS
dr. Dullah Aritomojo
Bagian T.H.T. Anamnesis
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro 1. Tentukan apakah keluhan itu benar-benar vertigo, dan ini
R.S. dr. Kariadi ,Semarang harus dibedakan dengan ringan kepala, sukar berdiri/jalan,
atau syncope.
2. Apakah ada hubungan dengan posisi kepala/gerakan kepala.
3. Apakah berhubungan dengan otalgia, otorrhoe, kekurangan
pendengaran, rasa penuh di telinga, tinnitus, vomitus,
4. Apakah pernah menjalani operasi telinga.
5. Apakah pernah mendapat trauma kepala.
6. Apakah pernah minum obat-obat seperti kina, aspirin, atau
golongan streptomycin.
Pemeriksaan
Pemeriksaan meliputi (1) pemeriksaan nystagmus, (2) test
fungsi vestibular, dan (3) test fungsi pendengaran.
1. Nystagmus : nystagmus merupakan gejala utama dari
vertigo. Nystagmus yang spontan biasanya patologik, disebab-
kan oleh penyakit yang menyerang sistem vestibular. Induced
nystagmus yang ditimbulkan oleh pengaruh suhu (caloric test) ,
rotasi, posisi, aan rangsang pada retina oleh benda yang ber-
gerak, dapat juga terdapat pada orang yang normal. Arah
nystagmus dapat horizontal/rotary bila disebabkan oleh lesi
di vestibular-end-organ di labyrinth atau N VIII, lekas lelah.
Nystagmus yang vertikal disebabkan oleh lesi sentral dari sistem
vestibular, sering tidak disertai vertigo, tidak pernah lelah.

14 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977


2. Test vestibular : menunjukkan reaksi yang sama pada tiap-tiap suhu untuk
Head movement test. — Kepala digerakkan dengan cepat ke telinga kiri dan kanan.
belakang sampai extensi penuh; dalam keadaan normal tidak Misalkan ada kelainan pada labyrinth kanan, maka respons ter-
ada nystagmus. Kalau ada, berarti abnormal. Lesi perifer pada hadap rangsangan pada telinga kanan akan berkurang atau
N VIII atau N IX. Pada lesi sentral, tetap ada nystagmus selama bahkan sampai hilang total.
kepala extensi. Kontraindikasi untuk test ini ialah adanya
tekanan intrakranial yang meninggi.
Positional head test. — Nystagmus akan timbul bila kepala
berada pada posisi tertentu, biasanya ke belakang atau ke
salahsatu sisi. Biasanya nystagmus ini timbul sesudah 20 — 30
detik, kemudian hilang lagi dan tidak timbul pada posisi
yang sama selama 30 menit. Ini dianggap lesi perifer. Pada lesi
sentral, positional nystagmus sering tanpa vertigo dan timbul
lagi pada posisi yang sama.Positional nystagmus selalu disebab-
kan oleh gangguan pada sistem vestibuler. Di sini lamanya nystagmus ke kiri normal, tetapi ke kanan
kurang. Kita nyatakan labyrinth kanan hipoaktif. Jika respons
Caloric test. tak ada sama sekali, kita katakan labyrinth kanan paresis.
• Simple caloric test. — Pasien duduk tegak, kepala extensi Diagnosisnya adalah lesi perifer organ vestibular kanan. Ke-
ke belakang pada sudut 60° sehingga CSC horiZontalis tegak adaan seperti ini akan ditemukan pada Meniere 's disease,
lurus. Tabung penyuntik (syringe) ukuran 20 cc yang dileng- tumor N VIII dan sebagainya.
kapi dengan jarum No. 15 yang punya ujung karet diisi Kadang-kadang lesi pada sistem vestibular menghasilkan ber-
air yang suhunya 30° C. Air tersebut dialirkan ke dalam macam-macam gambaran dalam calorigram, misalnya sebagai
saluran telinga dengan kecepatan 1 cc per detik. Biasanya berikut :
nystagmus yang timbul lamanya satu sampai dua menit.
Setelah istirahat lima menit, dilakukan hal yang sama pada
telinga lainnya. Dalam keadaan normal, lamanya nystagmus
untuk kedua telinga kira-kira sama.
• Caloric test metoda HALLPIKE dan FITZGERALD, dise-
but juga bithermal test. Penderita tiduran dengan kepala
anteflexi 30° dengan bidang datar supaya CSC horizontalis
tegak lurus. Mula-mula telinga kiri dialiri dengan air dengan
suhu 30° C, kemudian dengan air yang bersuhu 44° C. (Diam- Di sini jumlah lamanya nystagmus ke arah kanan lebih besar
bil suhu 30° dan 44° C karena perbedaan suhu air sebesar 7 daripada yang ke kiri. Ini berarti ada kelebihan jumlah arah
derajat di bawah dan di atas suhu badan telah dibuktikan me- nystagmus ke kanan, disebut directional preponderance ke
nimbulkan efek yang maksimal).Lamanya aliran air adalah 40 kanan. Banyak penyelidik menyatakan bahwa hal ini adalah
detik dan banyaknya air 200 — 300 cc. Nystagmus dilihat akibat lesi sentral pada sistem vestibular. Reaksi abnormal
dan reaksi yang ditimbulkan oleh suhu dingin dibandingkan lainnya ialah keadaan hiperaktif sebagai lawan hipoaktif.
dengan yang ditimbulkan oleh suhu panas. Setelah istirahat Menurut perjanjian, telinga kiri dengan air dingin diberi
li ma menit, test dilakukan pada telinga kanan, dan reaksi nomor I; telinga kanan dengan air dingin diberi nomor II;
telinga kiri dan kanan dibandingkan. Dalam keadaan normal, telinga kiri dengan air panas diberi nomor III; dan telinga
lamanya nystagmus dua sampai tiga menit. kanan dengan.air panas diberi nomor IV. HALLPIKE membuat
Arah nystagmus dibagi dalam dua fase, (i) fase lambat rumus sebagai berikut :
adalah true component vestibular, (ii) fase cepat adalah reflex Hasil jumlah I+ III dibandingkan dengan jumlah II + IV;
untuk mengembalikan posisi bola mata ke tempat semula. jika berbeda 40 detik atau lebih berarti ada lesi perifer
Menurut perjanjian, arah nystagmus disebut menurut arah vestibular di pihak yang kurang jumlahnya. Hasil jumlah
fase cepat. Pada percobaan di atas, arah nystagmus tergantung I + IV dibandingkan dengan jumlah II + III; jika berbeda
dari suhu stimulus. Stimulus panas menghasilkan nystagmus 40 detik atau lebih berarti ada lesi sentral pada sistem
ke arah telinga yang diberi stimulus tersebut. Stimulus panas vestibular di pihak yang kurang jumlahnya. Jumlah I+ III
dan dingin adalah esensiel untuk dapat mengambil kesimpulan dan II + IV disebut labyrinth excitability. Jumlah I+ IV
apakah nystagmus yang ditimbulkan berasal dari lesi pada dan II + III disebut directional preponderance.
sistem vestibular atau bukan. Perubahan arah yang terjadi 3. Test pendengaran : test ini penting dalam menegakkan
pada suhu yang berbeda-beda menunjukkan bahwa alat-alat diagnosis lesi perifer. Vertigo yang disertai dengan kekurangan
vestibular telah mengadakan reaksi terhadap stimulus. Per- pendengaran biasanya disebabkan oleh lesi perifer, dan test
bedaan respons terhadap suhu dingin dan panas mempunyai yang dapat dilakukan ialah : (i) voice test/suara berbisik,
arti diagnostik. (ii) test garputala : Rinne, Weber, Schwabach, (iii) audiometri :
Dalam keadaan normal, calorigram menunjukkan bahwa audiogram sangat penting untuk menegakkan diagnosis kelainan
lamanya nystagmus sama untuk telinga kiri dan kanan, dan perifer.

Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977 15


Tempat kelainan Test Hasil

Telinga tengah Pure none audiogram Hearing loss tipe konduktif


Speech audiogram Speech discrimination normal
SISI test Hanya 0 — 20 %
Tone decay Normal range 0 — 15 dB.

Pure tone audiogram Konduksi melalui udara & tulang menurun


Speech audiogram Speech discrimination menurun
Telinga dalam SISI nest 50 – 100 %
Tone decay Maksimal 30 dB.

Pure tone audiogram Bervariasi dari hampir normal sampai berat


Speech audiogram SRT dan speech discrimination jelek
Saraf ke VIII SISI test Maksimal hanya 20 %
Tone decay Lebih dari 30 dB.

Pure tone audiogram Konduksi melalui udara & tulang keduanya bervariasi dari normal sampai jelek.
Sentral Speech audiogram Persepsi jelek
SISI test 0 – 20 %
Tone decay Normal range 0 – 15 dB.

Kesimpulan
Philadelphia, London, WB Saunders Co., 1964, pp 142-154.
Dengan cara-cara diagnosis praktis tersebut di atas, maka dokter 3. ENCEP HADJAR, - HENDARMIN H, PURNAMAN S PANDI :
umum secara maksimal dapat mendiagnosis vertigo oleh sebab Pemeriksaan rutin dengan electronystagmography di Bagian THT RS
sentral atau perifer. Sudah tentu untuk mengetahui etiologi dr. Cipto Mangunkusumo. Kumpulan naskah ilmiah Kongres Nasional
serta lokalisasi yang tepat di sistem vestibular masih diperlukan PERHATI III di Yogyakarta, Agustus 1973.
4. WOLFSON RJ et al : Vertigo. Ciba Pharmaceutical Co., 1965,
pemeriksaan-pemeriksaan khusus mengenai : THT, susunan pp 99–133.
saraf pusat, radiologi maupun pemeriksaan laboratorium . 5. The Merck Manual of Diagnosis and Therapy, 10 ed. pp.1066–1068.
6. LEDERER FL : Diseases of the nose, ear and throat, 5 ed.
Philadelphia, FA Davis Co., 1947, pp 45–48.
KEPUSTAKAAN 7. Symposium on revision surgery in otorhinolaryngology. Otolaryngol
1. BALLENGER HC, BALLENGER II : Diseases of the nose, throat Clin North Am 7 (2) : 23–32, 1974.
and ear, 10 ed. Philadelphia, Lea & Febiger, 1957, pp 831-847. 8. SCOTT BROWN: Diseases of the ear, nose and throat, 3 ed. London,
2. BOIES LR : Textbook of ear, nose and throat diseases, 4 ed. Butterworth, 1972, p 34.

A HIGHLY ACTIVE -BACTERIOSTATIC AND BACTERICIDAL ANTIBIOTIC


WITH GUARANTEED BIOAVAILABILITY

KALTHROCIN ®

THE CHOICE OF KALTHROCIN®


MEANS
CHOOSING A REALLY ECONOMICAL PRICE
ERYTHROMYCIN WITH GUARANTEED
BIOAVAILABILITY.

KALTHROCIN,THE PREPARATION YOU CAN TRUST !!

16 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977


Hubungan antara kelainan /
penyakit T.H.T. & asthma bronchiale
dr. Hoediono Reksoprodjo, dr. Soetomo
Bagian T.H.T .
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/R.S. dr. Kariadi
Semarang

Pendahuluan allergik yang lain pun tak didapati. Infeksi dari tractus
Hidung dan paru-paru pada dasarnya adalah satu kesatuan respiratorius menyebabkan bronchus menjadi responsive. Se-
yang berbentuk suatu saluran nafas. Saluran nafas ini hanya rangan-serangan asthma kemudian bisa timbul bila ada :
dibedakan dalam saluran nafas bagian atas (termasuk hidung) infeksi tractus respiratorius baru, irritasi kimiawi atau fisik,
dan saluran nafas bagian bawah (termasuk paru-paru). Susunan setelah berlari-lari atau melakukan pekerjaan fisik yang berat,
histologi kedua bagian itu hampir sama. Dalam melakukan bahkan juga bisa timbul bila ada stress emosional. Dalam
tugas (faal) hidung dan paru-paru bekerja sama sangat erat praktek didapatkan terbanyak campuran dari kedua type itu.
dan saling pengaruh-mempengaruhi . Gangguan faal hidung Jarang ada type extrinsic yang murni atau type intrinsic yang
dapat menimbulkan gangguan faal paru-paru. Dengan demikian murni. Maka disebut mixed asthma.
kelainan-kelainan yang terjadi di hidung tidak mustahil mem- Rhino-bronchology
bawa pengaruh terhadap paru-paru. Dari pengalaman-pengalaman dan observasi diketahui, bah-
wa:
Asthma bronchiale
(a) Infeksi dari sinus paranasalis sering disertai kelainan
Asthma bronchiale adalah suatu bentuk dari kegagalan di paru-paru; misalnya bronchiectasia, infective asthma, dan
paru-paru didalam melakukan tugasnya yang disebabkan oleh sebagainya (4),
konstriksi dari bronchi dan oedema dari mukosa bronchus, (b) Penderita asthma bronchiale sering menunjukkan
dengan tanda khas berupa: wheezing, dyspnoe dan penge-
perbaikan setelah dilakukan lavage atau drainage dari sinus
luaran lendir yang kental dan lengket (2,11). Menurut
etiologinya dibedakan (12) : paranasalis yang meradang (3,4)
(c) Ternyata bahwa foto rontgen dari sinus para pen-
1. Extrinsic asthma s. allergic asthma derita asthma bronchiale lebih banyak menunjukkan kelainan
Extrinsic asthma disebabkan oleh karena allergi terhadap dari pada orang yang sehat (1,6)
extemal allergen yang spesifik; misalnya housedust, makanan,
obat-obatan, dan sebagainya. Ini biasanya terdapat pada anak- (d) Sering didapatkan polip hidung pada penderita
anak atau orang dewasa muda. Penderita allergic asthma ini asthma bronchiale (12).
biasanya juga ada tanda-tanda allergi lain, seperti rhinitis Dari pengalaman-pengalaman tersebut timbullah pertanyaan
allergica, eksim, dan sebagainya. apakan ada hubungan antara kelainan-kelainan di hidung/
2. lntrinsic asthma s. idiopathic atau infective asthma sinus paranasalis dengan asthma bronchiale, dan bagaimana
Type ini lebih banyak terdapat pada penderita yang berumur hubungan itu.
lebih dari 35 tahun. Pada intrinsic asthma tidak dapat di- Kemungkinan-kemungkinan hubungannya ialah :
buktikan dengan skin-test adanya hipersensitivitas terhadap (A) Secara kebetulan saja terjadi pada waktu yang sama
suatu allergen specifik. Asthma ini biasanya disebabkan suatu (co-incidence), jadi sebenarnya tidak ada korelasi sama se-
infeksi dari tractus respiratorius. kali (4).
Pada extrinsic asthma ada hipersensitivitas heriditair terhadap (B) Memang nyata ada korelasi, yaitu misalnya:
allergen external yang khas. Pada kontak pertama dengan • 1. External allergen yang khas tidak hanya mengenai
allergen-allergen itu bronchus menjadi responsive; sehingga mukosa hidung, tetapi juga sampai ke bronchus. Maka dapat
pada kontak yang kemudian akan terjadi asthma. Pada terjadi rhinitis allergica dan extrinsic asthma bersama-sama
intrinsic asthma tidak ada faktor heriditair. Reaksi-reaksi (3,4,12).

Cermln Dunia Kedokteran No. 9. 1977 17


• 2. Infeksi dari sinus maxillaris menyebabkan timbulnya Kasus 2.– Seorang laki berumur 37 tahun, datang berobat dengan
keluhan: sejak 2 tahun yang lalu hidung sebelah kanan sering ter-
asthma bronchiale (3,10). Mekanisme terjadinya asthma di-
sumbat, terutama kalau hawa dingin. Mulai 2 bulan yang lalu, hidung
terangkan sebagai berikut : sebelah kanan hampir selalu tersumbat tiap hari, kepala sebelah kanan
a. Material mucopurulent dari sinus mengalir ke pharynx. terasa sakit dan nafas berbau busuk. Sejak umur 20 tahun dia te-
Kemudian terjadi infeksi bertahap yang meluas sampai mukosa lah menderita asthma bronchiale, tetapi akhir-akhir ini tiap hari perlu
trachea dan bronchus. Maka terjadilah infective asthma. makan obat asthma. Ayah dan kakaknya juga sakit asthma.
b. Kuman-kuman dari sinusitis menghasilkan bacterial pro- Pada pemeriksaan didapat: crista septi kanan dengan spina septi,
sampai terjadi synecchia dengan concha media. Mukosa hidung pucat
tein yang akan merupakan antigen dan merupakan "trigger" dan oedemateus. Terdapat discharge mucous kental di meatus medius.
dari reaksi allergik pada mukosa bronchus yang sudah res- Pada pemeriksaan diaphanoscopy, sinus maxillaris dan frontalis dextra
ponsive. tampak gelap. X–foto: sinus maxillaris dextra suram. Diagnosis :
c. Secara reflex terjadi bronchospasmus melalui sistem sinusitis maxillaris.
saraf otonom (saraf simpatis). Proses inflamasi di sinus mem- Menurut internist yang mengobati asthma penderita ini, asthmanya
telah diderita bertahun-tahun dan penderita juga allergik terhadap
berikan rangsangan pada ganglion hidung (ggl. sphenopal bermacam-macam obat, baik yang berupa inhalan maupun obat suntik.
atinus), untuk kemudian dengan melalui N. vidianus dite- Terapi : dilakukan operasi sinus maxillaris menurut cara Caldweel-
ruskan ke ganglion stellatum dari bronchus. Luc dan septum reseksi. Postoperasi penderita diberi Cortone-acetate
d. Bronchus yang sudah menjadi responsive (karena faktor 1 cc,antibiotika,dan analgetika;lalu per oral diberi Polaramine 2 dd 2 mg.
hereditair atau predisposisi) membuatnya sangat sensitif - Penderita dipulangkan dan sembuh setelah satu minggu. Setelah operasi
terhadap rangsangan bakterial/non-bakterial (5,8,9). sampai sekarang asthmanya tidak pernah kambuh, meskipun tidak
makan obat asthma lagi.
• 3. Hubungan reflektoris yang murni (13). Dikatakan bahwa
di hidung terdapat "asthmagenic area" yang meliputi margo Kesimpulan
inferior concha media dan daerah ethmoid (lamina cribrosa, 1. Dari hasil pengalaman dan observasi telah diketahui
pars lateralis dan septalis). Rangsangan dari daerah ini melalui adanya hubungan antara kelainan di hidung dan asthma
saraf ke 5 diteruskan ke nucleus ambiguus yang merupakan bronchiale. Telah dicoba menerangkan hubungan ini dengan
pangkal motorik dari saraf ke 9 dan 10. berbagai alasan dan faktor.
• 4. Mucoviscidosis (7). Kelenjar submukosa mengeluarkan 2. Walaupun keterangan-keterangan ini belum dapat dipakai
sekrit yang kental dan lengket secara berlebihan. Terdapat sebagai pegangan yang pasti, sebaiknya didalam menangani
hipertrofi dari kelenjar-kelenjar mukosa dan penambahan sel- penderita asthma bronchiale ada kerja sama yang erat antara
sel piala. Penyakit ini mengenai seluruh mukosa dari tractus internist dan ahli THT.
respiratorius. Dengan demikian, bila terjadi mucoviscidosis- 3. Tiap dokter yang menangani penderita asthma bronchi-
dari saluran nafas bagian atas, hampir selalu dapat dipastikan ale hendaknya mengingat dasar-dasar allergi, imunologi dan
bahwa itu terjadi juga di saluran nafas bagian bawah. Adanya bakteriologi serta fisiologi dan hidung dan paru-paru.
discharge yang berlebihan yang sifatnya kental dan lengket ini
menimbulkan gejala asthma bronchiale di samping gejala KEPUSTAKAAN
rhinitis.
1. BERMAN SZ et al: Maxillary sinusitis and bronchial asthma:
Correlation of roentgenograms, cultures, and thermograms.
J Allergy Clin Immunol 53 (5) : 3I1–317, 1974.
Beberapa contoh dari pengalaman sendiri.
2. CECIL & LOEB : Textbook of medicine, 10 ed. Philadelphia,
Kasus 1.– Seorang wanita berumur 43 tahun, berobat pertama London, WB Saunders Co., 1959, pp 437–445.
kalinya pada tahun 1970 dengan keluhan: hidung sebelah kanan ter- 3. DAVIDSON FW : Chronic sinusitis and infectious asthma.
sumbat sejak kurang lebih 3 tahun yang lalu. Tidak ada rhinorrhoe, Arch Otolaryngol 90 : 110-115, 1969.
tetapi selalu merasa ada ingus turun dari bagian belakang cavum 4. DAVIDSON FW: Rhinobronchology. The Laryngoscope 76:
nasi ke mulut. Selain itu dia menderita asthma bronchiale sejak 1305–1311, 1966.
berumur satu tahun; telah berobat pada internist, tetapi belum ber- 5. FASCENELLI FW : Maxillary sinus abnormalities – Radio-
hasiL Tidak ada famili yang sakit bengek. Pada pemeriksaan didapat: graphic evidence in an asymptomatic population. Arch Oto-
polip multipel di daerah ethmoid dan deviasi serta crista septi, semua laryngol 90: 98–101, 1969.
di cavum nasi dextra. Penderita sangat takut. Dia hanya mau dilakukan 6. KERREBIJN KF : Behandeling van mucoviscidosis (pancreas
polip extraction sekedar untuk memperbaiki jalan nafasnya. fibrosis, cystic fibrosis). Ned T Geneesk 116(46) : 2I00–2105,
Pada tahun 1975 penderita datang lagi berobat dengan keluhan 1972.
obstructio nasi dextra totalis; sakit-sakit kepala, terutama kanan 7. MISSAL SC : Food allergy in the ear, nose, throat practice
frontal; dan serangan asthma bertambah sering, sehingga tiap hari of allergy. The Laryngoscope 21 (5) : 512–523, 1961.
perlu makan obat asthma. Pada pemeriksaan didapat: deviasi septi dan 8. PATTERSON R : IgE – mediated rhinitis. Med Clin North Am
crista septi kanan, polip multipel di daerah ethmoid kanan, discharge 58 (1) : 43–54, 1974.
mucous kental di meatus medius dextra. X–foto: sinus maxillaris 9. PHIPATANAKUL CS, SLAVIN RG : Bronchial asthma
dextra lebih suram daripada sinistra. Menurut internist cor/pulmo tak produced by paranasal sinusitis. Arch Otolaryngol 100: 109–112
ada kelainan, kecuali asthma bronchiale. 1974.
Terapi : dilakukan operasi-operasi septum reseksi, ethmoidectomi- 10. SODEMAN WA : Pathologic physiology – Mechanism of
dextra dan dibuat sinoriasal fenestrasi kanan. Hari ke–5 postoperasi disease, 3. ed. Philadelphia. London, WB Saunders Co., 196I,
penderita dipulangkan tanpa keluhan. pp 634–644;
Pada follow-up dua minggu kemudian, penderita merasa hidung kanan 11. WEISS EB : Bronchial asthma. Clinical Symposium 27 (1–2):
masih agak sesak. Serangan asthma sangat berkurang dalam frekwensi 3–40, 1975.
dan beratnya serangan; dapat disembuhkan dengan makan 1 tablet 12. WHICKER JH, KERN EB : The nasopulmonary reflex in
asthma, padahal dulu perlu 3 tablet. Dua bulan kemudian tidak ada the awake animaL Ann Otol Rhinol and Laryngol 82 (3):
keluhan hidung atau asthma lagi. 335–358, 1973.

18 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977


Foetor ex nasi
dr. Soedarjatni
Bagian T.H.T.
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/R.S. dr. Kariadi
Semarang

Foetor ex nasi berarti bau busuk dari dalam hidung. Dalam • Radang oleh irritasi fisik atau kimiawi.
kepustakaan disebut sebagai 'offensive odor ' , 'fetid odor' , • Toxin bakteri
'stinkende afscheiding ' , 'a stench' (2,3,5,1 2).-Ini merupakan • Neoplasma maligna dengan bagian-bagian yang nekrotis.
suatu symptom, bukan diagnosis. Sebagai symptom, sering Anamnesis
disertai gejala hidung lainnya, misalnya hidung tersumbat,
keluar cairan dari hidung, yang kadang-kadang disertai dengan Meskipun hidung adalah organ pembau, apabila dalam
rongga hidung terjadi bau busuk, bau ini mungkin tidak di-
darah (2).
Dalam kenyataan masih sering dijumpai penderita datang ke sadari oleh penderita (1,2,3,7). Berdasarkan ini, apabila pen-
dokter dengan keluhan hidung berbau. Yang penting ialah derita dapat membau, kita beri tanda (+), dan bila tidak
bagaimana menentukan diagnosis secara praktis, apalagi bagi membau kita beri tanda (—), maka kemungkinan yang dapat
seorang dokter yang tidak mempunyai alat yang lengkap terjadi ialah :
untuk memeriksa keadaan dalam hidung. Untuk keperluan 1. Penderita sendiri (+), orang lain (+).
ini akan kami kemukakan tentang patogenesis, cara anamnesis 2. Penderita sendiri (+), orang lain (—).
yang terarah, cara pemeriksaan secara klinis yang sederhana/ 3. Penderita sendiri (—), orang lain (+).
praktis dan pedoman diagnostik berdasar diagnosis banding
Bila penderita sendiri tidak dapat membau, berarti ia me-
(diagnosis differensial) daripada kelainan atau beberapa penya-
ngalami anosmia. Bila orang lain tidak membau, berarti bau
kit yang dapat memberi gejala foetor ex nasi. Bahannya, selain
tersebut subyektif. Hal tersebut perlu sekali ditanyakan pada
diambil darikepustakaan,juga kami kumpulkan dari bermacam-
macam penyakit atau kelainan yang sering atau kadang-kadang anamnesis atau heteroanamnesis, hanya saja pada penderita
anak-anak sering tidak jelas atau meragukan. Tetapi keluhan
masih dijumpai di poliklinik Bagian T.H.T.R.S. Dr. Kariadi.
bau busuk dari hidung anak sering dikeluhkan oleh orang tua
Patogenesis atau pengasuhnya. Pada penderita dewasa adanya foetor ex
Menurut BOIES (3) adanya foetor dalam hidung berarti nasi dapat berakibat pada kehidupan sosial, dimana penderita
terjadinya nekrosis daripada mukosa dan adanya organisme makin tersingkir dari pergaulan (1) dan bila penderita tersebut
saprofit. Dikatakan pula bahwa pus yang kronis dan berbau seorang wanita, dapat terjadi gangguan psikis (6), misalnya
dalam sinus maxillaris mungkin berasal dari gigi. Menurut saja rasa rendah diri, terutama pada wanita dengan emosi yang
BOYD (4), nekrosis dapat disebabkan oleh: (1) kurangnya labil. Setidak-tidaknya orang dewasa yang menderita foetor ex
aliran darah (blood supply), (2) toxin bakteri, dan (3) iritasi nasi akan merasa tidak sehat dan ini mendorong penderita
secara fisik maupun kimiawi. Dikatakan pula bahwa sel-sel pergi ke dokter. Memang ada penyakit dengan gejala foetor
yang mati akan mengalami pembusukan oleh aksi organisme ex nasi yang lebih banyak menyerang wanita daripada
saprofit. pria (2,3,5,6,7,12).
Berdasar pendapat tersebut di atas, kiranya foetor ex nasi Gejala nasal discharge dengan foetor dapat bersifat unila-
dapat disebabkan oleh : lateral atau bilateral (1,2,3,5,7,12). Hal ini perlu sekali di-
1. Pembusukan sel-sel mati (benda-benda organik) atau corpus tanyakan dalam anamnesis oleh karena anamnesis yang teliti
alienum oleh kuman saprofit. dan terarah akan sangat membantu kita dalam mencari
2. Pembusukan sel-sel jaringan yang nekrotis, sebagai akibat kemungkinan diagnosis. Selanjutnya unilateral kami singkat
dari (U), bilateral (B). Berdasarkan hal tersebut di atas perlu di-
• Trauma, mengakibatkan kerusakan jaringan sampai ma- bedakan apakah penderita anak-anak atau dewasa; kadang-
tinya jaringan karena tidak mendapat blood supply. Ter- kadang masih perlu dibedakan dewasa muda (pubertas) atau
jadilah nekrosis dan infeksi sekunder sehingga timbul dewasa tua; apakah discharge (U) atau (B), dan penderita
foetor. dapat membau atau tidak.

Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977 21


atau bersama-sama dengan diphteri pharynx, bersifat maligna
karena biasanya disertai gejala konstitusionil (10).
Discharge biasanya (B), sanguinous, sering disertai exkoriasi
vestibulum nasi (1). Berdasarkan adanya nasal diphtheria type
benigna dan maligna, maka jangan lupa memeriksa pharynx.
Bila ada keragu-raguan, ada baiknya dilakukan pemeriksaan
laboratorium terhadap sekret hidung dan tenggorok. Hal ini
akan sangat mempengaruhi tindakan selanjutnya. Type benigna
dapat diobati secara poliklinis, tetapi penderita type maligna
Pemeriksaan. perlu segera dikirim ke Bagian Anak-anak untuk perawatan
dan pengobatan yang semestinya.
Anamnesis perlu dicocokkan dengan pemeriksaan, selain itu
perlu pemeriksaan apakah discharge purulent atau sanguinous, 4. Sinusitis.- Dapat terjadi pada anak-anak ataupun de-
dan apakah discharge sangat berlimpah (profuse). wasa, dapat (U), atau (B). Pada anak-anak, discharge yang
Berdasarkan adanya macam-macam kelainan/penyakit yang berlimpah sering disertai infeksi pada adenoids dan alergi
dapat menimbulkan gejala foetor, dapatlah disusun diagnosis hidung.
banding sebagai berikut : Pada anak-anak gejala yang sering ditemukan ialah: nasal
obstruction, persistent mucopurulent discharge, frequent colds
1. Corpus alienum
2. Rhinoliths (2,12). Berdasarkan adanya infeksi adenoid dan alergi hidung,
3. Nasal diphteria maka pada anak-anak gejala discharge tentunya lebih se-
4. Sinusitis ring (B).
5. Ozaena Pada anak-anak diragukan apakah penderita sendiri membau
6. Nasopharyngitis kronis atau tidak; jadi penderita sendiri (±), orang lain (+).
7. Rhinitis caseosa
8. Radang kronis spesifik : syphilis tertier. Penderita dewasa sering menyadari adanya bau yang tak enak
9. Radang kronis spesifik: tuberkulosis. dalam hidungnya, tetapi kadang-kadang hyposmia bila ada
10. Neoplasma maligna obstruksi (1) dan bersifat temporer. Jadi penderita sendiri (+),
orang lain (+).
1. Corpus alienum.— Kebanyakan benda-benda kecil mi- 5. Ozaena.— Disebut juga rhinitis chronica atrophicans
salnya biji buah, benik dan sebagainya. Kebanyakan di- cum foetida, sebab ada rhinitis chronica atrophican non
temukan pada anak-anak dan biasanya unilateral (1,2,3,5,12). foetida (6). Karakteristiknya ialah adanya atropi mukosa dan
Dengan demikian discharge dan foetor (U). Karena penderita jaringan pengikat submukosa struktur fossa nasalis, disertai
anak-anak, apakah penderita sendiri dapat membau atau tidak adanya crustae yang berbau khas. Menurut pengalaman
hal ini tidak jelas (±). (11,13), untuk kepentingan klinis perlu ditetapkan derajat
ozaena sebelum diobati, yaitu ringan, sedang atau berat, oleh
FREKWENSI CORPUS ALIENUM DI HIDUNG DIBANDINGKAN karena ini sangat menentukan terapi dan prognosisnya.
DENGAN DI TEMPAT—TEMPAT LAIN Biasanya diagnosis ozaena secara klinis tidak sulit. Biasanya
RS. DR. KARIADI — SEMARANG, 1975 — 1976
discharge berbau, bilateral,terdapat crustae kuning kehijau-
Tempat Jumlah kasus hijauan. Penyakit ini lebih banyak menyerang wanita dari-
1975 1976 Total pada pria (1,2,3,5,6,7,12), terutama pada umur sekitar puber-
tas. Penderita sendiri mengalami anosmia, sedang orang lain
Hidung 97 147 244(52,4%)
tidak tahan baunya; jadi penderita sendiri (—), orang lain(+).
Telinga 63 51 114(24,5%) Menurut BOIES (3) frekwensi wanita:laki adalah 3 : 1.
Tenggorokan 26 49 75(16 %)
FREKWENSI OZAENA BERDASARKAN UMUR DAN
Trachea 6 11 17(4 %)
JENIS KELAMIN
Oesophagus 3 1 4 (0,9 %) R.S. DR. KARIADI — SEMARANG, 1975 — 1976
Tonsil 3 7 10(2,2 %)
Jumlah kasus

1975 1976 Total


2. Rhinoliths.- Biasanya terdapat pada orang dewasa,
lebih banyak wanita daripada pria. Terjadi karena adanya - Wanita :
corpus alienum yang telah lama tinggal dalam hidung (mi-
8 tahun 1 — 1
salnya sejak kecil), kemudian terbungkus oleh endapan garam-
13 — 20 tahun 11 11 22
garam kalsium atau magnesium sebagai ikatan fosfat atau
karbonat yang berasal dari lacrima. Warna sedikit abu-abu, 20 tahun ke atas 3 6 9
agak coklat atau hitam kehijau-hijauan. Konsistensi dapat Laki-laki :
lunak sampai keras dan rapuh atau porous (2,12). Seperti 15—20tahun 3 2 5
halnya dengan corpus alienum, biasanya terdapat (U).
20 tahun ke atas 3 3 6
3 Nasal diphteria.— Ada 2 type: (i) primer: terbatas
dalam hidung, bersifat benigna, +/-2%, (ii) sekunder: berasal Jumlah wanita : laki-laki = 32 : 11, atau kurang lebih 3 : 1.

22 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977


6. Nasopharyngitis kronis.- Di nasopharynx terdapat ja- PEDOMAN DIAGNOSTIK
ringan lymphoid, kadang-kadang adenoid, dimana banyak ANAK ANAK
tinggal bakteri-bakteri didalam crypti. Hanya bila ada infeksi 1. Corpus alienum : discharge (U)
virus maka bakteri tersebut menjadi virulen dan dapat meluas 2. Nasal diphteria : discharge sanguinous (B)
ke semua arah. Pada kebanyakan kasus penyakit ini bersifat 3. Sinusitis : discharge berlimpah (B)

'self-limiting ' , bila daya tahan tubuh cukup tinggi penyakit DEWASA
segera sembuh. Tetapi dapat juga penyakit menjadi kronis dan Radang
discharge nasopharynx menjadi purulen serta mulai timbul bau, 1. Sinusitis : discharge M/(Bl Penderita (+), orang lain(+)
hal ini mulai dirasakan/disadari oleh penderita sendiri. Pende- 2. Ozaena : discharge (B): Penderita (—), orang lain (+)
3. Nasopharyngitis kronis: discharge postnasal (B). Penderita (+), orang
rita sering berusaha mengeluarkan discharge di nasopharynx lain (—)
yang dirasakan sangat mengganggu (7). Karena discharge di 4. Rhinitis caseosa : discharge (U). Penderita (+), orang lain (+)
nasopharynx, maka bau tersebut (B), dan penderita sendiri 5. Syphilis tertier : discharge (B). Septum bagian tulang. Pen-
yang membau (+), orang lain tidak ikut membau (-). Tak derita (+), orang lain (+)
disebutkan adanya perbedaan frekwensi antara laki-laki dan 6. Tuberkulosis : discharge (B). Septum bagian cartilago. Pen-
derita (+), orang lain (+)
wanita. discharge (U)/(B). Penderita (+), orang lain (+).
Neoplasma maligna :
7. Rhinitis caseosa.- Ialah perobahan kronis inflamatoir Rhinoliths/corpus alienum:discharge (U), Penderita (+), orang lain (+)
dalam hidung dengan adanya pembentukan jaringan granulasi Dalam skema tersebut di atas, terdapat tanda-tanda yang
dan akumulasi massa seperti keju yang menyerupai cho- patut diingat, yaitu pada penyakit :
lesteatom (Meyersburg, Bernstien, and MEZZ) (2,12). Ada
- Sinusitis : penderita membau (+), orang lain (+)
banyak teori tentang etiologi penyakit ini -tetapi pada umum-
- Ozaena : penderita tidak membau (-), orang lain(+)
nya diterima bahwa penyakit ini adalah akibat radang kronis
- Nasopharyngitis kronis: penderita membau (+), orang lain (-)
dan nasal stenosis sekunder yang menyumbat nasal discharges .
Pedoman diagnostik tersebut diatas akan mempermudah pe-
Oleh perobahan mekanis dan kimiawi dan desquamasi mukosa
nentuan diagnosis secara klinis. Bila ada keragu-raguan atau
secara kontinu, terjadilah penumpukan massa seperti keju yang
menyerupai cholesteatom (2), Kebanyakan (U), dapat terjadi untuk meneguhkan diagnosis, baru dilakukan pemeriksaan
pada segala umur, tetapi terbanyak antara 30-40 tahun. khusus atau laboratoris:
Dikatakan frekwensi pada laki-laki sama dengan wanita (2,12) . JENIS PENYAKT YANG MENIMBULKAN
Karena kelainan ini adalah akibat sinusitis, penderita sendiri GEJALA FOETOR EX NASI DAN JUMLAH KASUS YANG
DIJUMPAI DI POLIKLINIK T. H. T.
membau (+), orang lain (+) (12). R.S. DR. KARIADI SEMARANG, DALAM TAHUN 1975 — 1976
8. Radang kronis spesifik : syphilis tertier.- Berupa gum-
mata yang sering mengenai septum bagian tulang, yaitu pada JENIS penyakit Jumlah kasus
vomer dan sering mencapai palatum durum. Bila terjadi 1975 1976 Total
nekrosis yang mengenai tulang dan meluas ke cartilago septum 1. Corpus alienum di hidung 97 147 244
terjadilah perforasi septum (2,12). Bila terjadi foetor (B) . Rhinoliths 3 4 7
2.
Penyakit ini sekarang jarang dijumpai.
3. Nasal diphteria 6 7 13

9. Radang kronis spesifik: tuberkulosis.- Dalam hidung se- 4. Sinusitis maxillaris 44 61 105
bagai tuberkuloma yang banyak mengenai septum bagian ethmoidalis 13 8 21
cartilago. Tentu saja untuk membedakan syphilis tertier dari frontalis 4 4 8
tuberkulosis lebih baik dilakukan pemeriksaan darah lengkap,
campuran, 4 4 8
W.R. dan biopsi. Pada tuberkulosis perlu dilakukan foto termasuk pansinusitis
rontgen thorax dan nasal swab. Pada tuberkulosis, bila tuber- Sinusitis seluruhnya 65 77 142
kuloma pada septum bagian cartilago mengalami nekrosis,
5. Ozaena 21 22 43
dapat juga terjadi perforasi septum; foetor dapat dirasakan (B).
6. Nasopharyngitis kronis 4 10 14
Penyakit itu sekarang juga jarang dijumpai (2,12).
7. Rhinitis caseosa 1 1 2
10. Neoplasma maligna.- Symptom yang menyolok ialah 8. Septum (tak dijelaskan) 3 5 8
nasal obstruction (U), nasal bleeding. Kadang-kadang ulserasi
9. Malignitas 5 17 22
awal dan nasal bleeding terlihat lebih dulu sebelum nasal
obstruction, terutama pada tumor cavum nasi yang anaplastik
Terapi
(2). Diagnosis ditegakkan dengan biopsi yang diambil dari
bagian yang tidak nekrotis. Perlu diagnosis sedini mungkin, Terapi bermacam-macam, tergantung dari diagnosis :
maka bila ada kecurigaan akan malignitas, biopsi perlu segera Corpus alienum/rhinoliths : terapinya ialah mengangkat
dilakukan. Biopsi lebih baik daripada nasal smear. Fre- corpus alienum atau rhinolith (1,2,3,5,12).
kwensi malignitas lebih banyak laki-laki daripada wanita, Nasal diphteria : diberikan antibiotika, ADS, dan salep
dengan perbandingan 2 : 1 (12). antibiotika untuk mencegah dermatitis akibat nasal discharge
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapatlah kami susun (1,5,10,12).
pedoman diagnostik sebagai berikut. Sinusitis dan rhinitis caseosa : prinsip terapi ialah mcm-

Cermin Ounia Kedokteran No: 9, 1977 23


bersihkan discharge, memperbaiki ventilasi dan drainage, pem- sebelum diobati
berian antibiotika yang sesuai, dan bila tak berhasil baru di- - Ozaena ringan, dengan terapi konservatip atau kombi-
lakukan operasi (1,2,3,5,7,8,9,12). nasi konservatip dan operatip, prognosis baik; berarti dapat
Ozaena :terapi konservatip atau kombinasi dengan opera- sembuh 100%.
tip (6,11,13) — OZaena sedang, dengan terapi kombinasi konservatip
Nasopharyngitis kronis : terapi ialah dengan mengisap dan operatip hanya 75% — 83% berhasil baik; dapat residif
discharge yang lengket di nasopharynx, pemberian antibiotika — OZaena berat, dengan terapi konservatip maupun ope-
dan obat tetes hidung (7). ratip tidak berhasil, atau hasil 0% (11,13). Oleh sebab itu
Syphilis tertier dan tuberkulosis : terapinya sesuai dengan dianjurkan untuk tidak melakukan operasi pada ozaena berat
terapi spesifik untuk syphilis dan tuberkulosis pada umum- (11).
nya (2,3,12)
Pencegahan
Malignitas : terapi operatip, irradiasi atau kombinasi
operasi dan irradiasi (1,2,3,5,7,12). Pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya foetor ex
nasi ialah dengan (1) menjaga kebersihan, (2) mempertinggi
Prognosis daya tahan tubuh agar tidak mudah terkena infeksi, dan
Prognosis untuk corpus alienum dan rhinoliths setelah (3) mencegah terjadinya infeksi kronis.
pengangkatan corpus alienum dan rhinoliths pada umumnya
Ringkasan
baik
Telah dikemukakan ringkasan kepustakaan mengenai gejala foetor
Prognosis untuk radang pada umumnya baik. Adanya ber- ex nasi, macam-macam penyakit yang dapat menimbulkan gejala
macam-macam antibiotika dapat memperkecil insidens, kom- tersebut dan yang masih sering dijumpai, disertai dengan pedoman
plikasi dan mortalitas (12). diagnostik untuk mempermudah menentukan diagnosis. Tiap-tiap
Khusus untuk ozaena, menurut pengalaman dr. R. penyakit tidak diuraikan secara mendalam, hanya kami singgung hal-
S0ERATIMAN (11) prognosis tergantung dari derajat oZaena hal yang penting untuk menentukan diagnosis.

KEPUSTAKAAN
1. LIKHACHOV A : Diseases of the ear, nose and throat. 8. DOBROMYSKY F, SCHERBATOV I: Paranasal Sinuse
Moscow, MIR Publisher, pp 136—167. diseases of the orbit. Moscow, MIR Publisher, 1966, pp
2. BALLENGER HC, BALLENGER II : Diseases of the nose, 187.
throat and ear, 10 ed. Philadelphia, Lea & Febiger, 1957, 9. GERLINGS PG, HAMMELBURG EM : Keel, neus en oorheel-
pP 22—514. kunde. Haarlem, De Erven F Bohn NV, 1971, pp 144—156.
3. BOIES LR : Fundamentals of otolaryngology. A textbook of 10. NELSON WE : Textbook of pediatrics, 7 ed. Philadelphia,
ear, nose and throat diseases,4 ed. Philadelphia. WB Saunders London, WB Saunders Co., 1959, pp 411—420, 745—756.
Co:, 1964, pp 246—480 11. R SOERATIMAN PH : Pengobatan secara implantasi dengan
4. BOYD W : Textbook of pathology, 7- ed. Philadelphia. Lea & os tibia dari penderita sendiri pada ozaena di Rumah Sakit
Febiger, 1961, pp 25—33. Surakarta, Solo. Majalah Perhimpunan Ahli Penyakit Telinga,
5. BURGER H : Leerboek der ziekten van oren, neus, mond, Hidung dan Tenggorok Indonesia, 2/1975.
keel, slokdarm en lagere luchtwegen, 7 druk. Haarlem, De 12. SCOTT—BROWN'S : Diseases of the ear, nose and throat, vol. 3!
Erven F Bohn NV, 1954, pp 288—503. The nose. London, Butterworth, 1972, pp 120—316.
6. COTTLE, MAURICE H : Nasal atrophy, atrophic rhinitis, SOENARTO S : Pengobatan operatip pada 38 penderita
13.
ozaena. Medical and Surgical treatment,
1958. ozaena di Rumah Sakit Yogyakarta. Majalah Perhimpunan
7: DOLOWITZ DA : Basic o tolaryngology. New
York, Toronto, Ahli Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok Indonesia 2/1975.
London, McGraw Hill Book Co: 1964

24 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977


Catatan Singkat tentang
Tonsil- & Adenoidektomi
dr. Soetomo
Bagian T. H. T.
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/R.S. dr. Kariadi
Semarang

Pendahuluan Fungsi (1,2,3,4,9,10). Mengenai fungsi dari tonsil, sebetul-


nya kebenaran dari teori-teori yang diajukan masih disangsi-
Persoalan tentang tonsil dan adenoidektomi selalu merupa-
kan, tetapi ada beberapa hal yang dapat diterima yaitu :
kan hal yang hangat dalam praktek sehari-hari; di dalam
1. Membentuk zan-zat anti yang terbentuk di dalam sel plasma pada
kalangan dokter umum, ahli penyakit anak-anak, ahli penyakit
waktu terjadi reaksi seluler.
dalam maupun di kalangan ahli penyakit T.H.T. sendiri. 2. Mengadakan limfositosis dan limfositolisis.
Yang menjadi persoalan ialah setuju atau tidak setuju di- 3. Menangkap dan menghancurkan benda-benda asing maupun mikro-
lakukannya tonsil atau adenoidektomi. Di Amerika pernah organisme yang masuk ke dalam tubuh melalui hidung dan mulut.
begitu banyak dilakukan tonsilektomi, sehingga MACKENZIE 4. Memprodusir hormon, khususnya hormon pertumbuhan. Hal ini
masih disangsikan kebenarannya.
(6) menyebutnya sebagai "the massacre of tonsils". Keadaan
Didalam menjalankan tugasnya sebagai pos terdepan di
ini memberi kesan seakan-akan pengambilan tonsil tidak lagi
dalam mulut maupun dari hidung, adakalanya tonsil men-
atas dasar indikasi medik, tetapi kebanyakan dilakukan atas derita kekalahan. Daya pembentukan zat-zat anti, limfositosis
dasar indikasi kantong operatornya.
dan limfositolisis, maupun daya menangkap dan menghancur-
Sampai dewasa ini kelihatannya belum ada persesuaian yang
kan menjadi berkurang. Keadaan ini bermanifestasi sebagai
seirama dalam menentukan indikasi pengambilan tonsil ter-
tonsil yang mengalami peradangan kronik. Mikroorganisme
sebut, terbukti dari banyaknya penilaian-penilaian para ahli maupun benda-benda asing yang dapat ditangkap, tidak
yang berbeda-beda. Didalam menentukan perlu atau tidaknya mampu untuk dihancurkannya dan disimpan didalamnya.
dilakukan tonsilektomi pada seorang penderita, seorang dokter Keadaan ini malahan menjadikan tonsil sebagai pangkalan di
umum sebagai dokter keluarga sangat besar peranannya. dalam tubuh bagi mikroorganisme. Sewaktu-waktu mikro-
Dokter inilah yang setiap waktu mengobati/menolong penderita
organisme irii siap melancarkan serangan-serangan terhadap
tersebut. Atas dasar inilah tulisan ini dibuat secara singkat tubuh kita, baik berupa mikroorganismenya sendiri maupun
dan sederhana untuk para dokter yang melakukan praktek
toxin yang diprodusirnya, dan akan terjadi bakteremia,
umum.
toxemia ataupun septichemia.
Pembahasan
lndikasi tonsilektomi (1,2,3,6,7,9,10,13,14)
Untuk mengupas persoalan tersebut. JONKEES (9,10)
Yang selalu menjadi persoalan yang hangat ialah menentukan
menyarankan, sebaiknya hal tersebut dibedakan di dalam
indikasi dari tonsilektomi ini. Masing-masing ahli akan mem-
dua bagian : (1) Tonsilektomi dari tonsilla palatina, dan
punyai pendapatnya sendiri.
(2) Adenoidektomi dari tonsilla pharyngealis. Pada hakekat-
nya pokok perhitungannya adalah : untung dan ruginya bila Tonsillitis akuta atau angina yang berulang kali datang
1.
jaringan limfoid tersebut diambil. (residif).
TONSILLA PALATINA Gejala-gejala klinik kardinal dari angina ialah (9,10)
– Penderita kelihatan menderita sakit keras dengan gejala-gejala yang
Susunan (4,8). Untuk membahas persoalan "setuju dan
hebat.
tidak setuju" pengambilan tonsil secara rasionil, maka sebaik- Suhu badan naik tinggi.
-
nya diketahui dahulu susunan dan fungsi dari organ tersebut. Terjadi pembengkakan dari kelenjar lymphe leher.
-
Tonsilla palatina merupakan salah satu anggota dari lingkaran – Tonsil kelihatan merah membara.
Waldeyer yang terdiri dari jaringan reticulum dengan sel-sel – Biasanya berlangsung sampai 2 – 3 minggu.
li mfatik. Di dalam follikel-follikelnya tertimbun limfosit- Gejala-gejala klinik ini perlu ditekankan, untuk membedakan
li mfosit yang merupakan karakteristikum dari tonsil tersebut. dengan sakit tenggorok lainnya :
Bedanya dengan kelenjar limfe lainnya ialah bahwa tonsilla • Rasa sakit di tenggorok yang tidak disertai dengan panas
palatina hanya mempunyai saluran efferens saja dan tidak badan, biasanya disebabkan oleh peradangan selaput lendir
mempunyai saluran afferens. • Rasa sakit di tenggorok yang terjadi pada waktu menelan,

Cermin Dunia Kedokteran No: 9, 1977 25


tetapi tidak disertai dengan panas badan, kebanyakan di- belum berarti bahwa coccus yang kita cari tidak ada. Ke-
sebabkan oleh peradangan dari tonsillae lingualis. salahan-kesalahan lain yang mungkin dibuat ialah :
Komplikasi-komplikasi dari angina : (a) Hasil swab yang diambil mungkin berasal dari jaringan
(a) Abses Peritonsillar. sekitar tonsil, misalnya pharynx.
(b) Abses parapharyngeal yang dapat meluas melalui 'deep neck spaces': (b) Harus diperhitungkan juga bahwa angina belum tentu
-ke endocranial disebabkan oleh streptococcus, tetapi mungkin juga disebab-
-menyebabkan radang glandula pazotis kan oleh staphylococcus, pneumococcus atau virus. Gejala
-phlegmon dari dasar mulut gejala klinik yang ditimbulkan sukar dibedakan satu sama
-collateral oedem dari larynx
-merusak dinding saluran darah (a. carotis externa)
lainnya.
-menimbulkan trombosis septik di dalam v. jugularis dan dapat NOSAKA (9,10) pada tahun 1963 menyatakan dengan tandas
menimbulkan pyemia bahwa pemeriksaan anti — streptolysin, laju endapan darah
(c) Radang dari persendian, jantung dan ginjal yang akut dll. tidak mempunyai arti sama sekali untuk menentukan
tonsil sebagai focal infection. Yang penting adalah gambaran
THOMAS (6)menyatakan bahwa 15% dari kasus polyar- kliniknya.
thritis rheumatica dimulai dengan angina sebelumnya; INGER- • GURICH dan PAESSLER (6) menyatakan bahwa sangat-
MANN-WILSON (6) malahan memberikan angka sebesar 77%. lah penting untuk mencari sarang radang kronis yang dapat
Selang waktu antara terjadinya rheuma dan angina biasanya menyebabkan kelainan pada organ lain. BILLINGS dan
berkisar antara 3 — 25 hari. Juga kelainan-kelainan jantung R0SENOW dapat membuktikan secara empirik dari apa yang
dan ginjal biasanya mempunyai hubungan dengan angina. dikatakan oleh GuRICH dan PAESSLER sebagai dalil focal
V0LHARD (6) menyatakan bahwa 5,9% — 8,8% dari radang infection.
ginjal dimulai dengan terjadinya angina sebelumnya. Mereka berpendapat baha diantara berbagai sarang infeksi
2. Tonsillitis Chronica kronis tersebut, maka tonsil menduduki tempat yang paling
penting. Baru kemudian menyusul sarang-sarang lainnya :
Tonsillitis chronica ini, walaupun tidak disertai eksaserbasi gigi, sinus paranasalis dst.
akut dari tonsillitisnya, tetap akan merupakan focal infection Kelainan-kelainan yang ditimbulkan oleh infeksi kronis ini
yang berbahaya bagi tubuh kita. Gejala-gejala kardinal dari disebabkan oleh mikroorganismenya sendiri atau oleh toxin
tonsillitis chronica ialah (15) : yang dibentuknya. Kelainan-kelainan yang dapat ditimbulkan
- perasaan malaise (perasaan tidak enak badan, tidak suka antara lain : rheuma, endocarditis, nephritis, chorea minor,
makan dsb.) gangguan umum (serangan demam yang berulang kali datang),
- suhu badan subfebriL Malaise dan suhu subfebril ini disebabkan thyroiditis, iridocyclitis, erythema nodosum, cholecystitis ,
oleh terjadinya bakteremia dan toxemia ringan di dalam tubuh, herpes, myelitis dll.
- pembengkakan dari kelenjar limfe regioner. Pembengkakan ini
merupakan petunjuk bahwa fungsi tonsil sudah tidak begitu KAISER dan FARNUM (6) menyatakan bahwa 0,4% dari
baik; untuk turut membendung serbuan kuman-kuman, pos- 1200 penderita chorea minor diketemukan pada anak-anak
pos pertahanan kedua sudah hazus ikut serta juga. yang sudah tidak bertonsil; sedangkan 0,5% diketemukan pada
Penilaian terhadap pembengkakan kelenjaz limfe regioner ini anak-anak yang mempunyai tonsil. HA L L E dan LETZ (6)
harus dilakukan dengan hati-hati sekali. Pembengkakan ini mendapatkan bahwa chorea minor lebih cepat sembuh setelah
dapat juga berasal dari peradangan di kulit kepala, gigi, atau
dari sumber-sumber infeksi lain di sekitaznya. penderita menjalani tonsilektomi.
• NELS0N (14) menyatakan bahwa glomerulonephritis
Telah banyak dilakukan usaha-usaha untuk membuktikan akuta terjadi akibat reaksi antigen-antibody, antigen berasal
bahwa ada korelasi antara tonsillitis chronica dan terjadinya dari suatu infeksi di suatu tempat di dalam tubuh. Rheumatic
peradangan di ginjal, jantung, persendian dan organ-organ fever biasanya terjadi oleh karena kelainan di tractus res-
lain (1,2,3,6,7,9,10,13,15). piratorius bagian atas yang disebabkan oleh beta haemolytic
• JONKEES (9,10) menyatakan bahwa besar kecilnya streptococcus. DEWIT menyebutnya sebagai reaksi alergi yang
tonsil tidak menentukan besar kecilnya bahaya yang dapat ditimbulkan oleh antigen yang dikeluarkan oleh kuman-
ditimbulkan olehnya. Malahan tonsil yang kecil kadang- kuman di tonsil yang meradang.
kadang dapat menimbulkan bahaya yang besar. Angina di- 3. Abses peritonsillar
anggap disebabkan terutama oleh beta-hemolytic strepto-
Abses ini mempunyai sifat mengadakan serangan yang ber-
coccus dari group A.
ulang kali (residif). Komplikasi yang ditimbulkan seperti yang
Untuk menunjukkan adanya korelasi antara kelainan di
terjadi pada angina. Tonsilektomi sebaiknya dilakukan 5
organ-organ (sendi, jantung, ginjal dsb.) dengan tonsillitis
minggu setelah abses reda.
chronica, maka dibuat pemeriksaan tonsil swab. Bila tonsillitis
chronica tersebut benar-benar disebabkan oleh streptococcus, 4. Tonsil hipertrofi yang memberi gangguan
hasil pemeriksaan tonsil swab ini akan sesuai dengan titer Keluhan yang sering ditimbulkan oleh karena tonsil hipertrofi
anti-streptolysin di dalam darah. Meskipun demikian, pe- ialah gangguan pada waktu menelan. Bila yang mengalami
meriksaan tonsil swab ini tidak menjamin kebenaran hasilnya. hipertrofi adalah adenoidnya, maka dapat memberikan ganggu-
Pada pembuatan swab tersebut mungkin yang terkena hanya an pada jalan nafas. Tonsil hipertrofi dapat terjadi secara
permukaan tonsil saja, sedangkan coccus yang kita cari fisiologik; faktor herediter, pengaruh hormon, maupun radang
berada di dalam crypti. Jadi, walaupun hasilnya negatif, menahun dapat juga mempengaruhinya (1,9,10). Tonsil hiper-

26 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977


trofi yang tidak memberikan gangguan sebaiknya dibiarkan BAHAYA-BAHAYA PADA WAKTU MENJALANKAN TONSILEK-
saja. OMI ATAU ADENO-TONSILEKTOMI (1,2,3,6,7,9,10,13,15)
1. Bahaya narcose.
5. Tumor benigna yang memberi gangguan Sekarang telah menjadi kebiasaan untuk memberikan narcose
6. Diphterb carrier umum pada waktu melakukan tonsilektomi. Tindakan ini
sangat menolong penderita untuk mengurangi rasa sakit
Meskipun diberi antibiotika broadspectrum (misalnya ery-
maupun ketakutannya. Operatornya sendiri dapat bekerja
thromycin) mikroorganisme tersebut sukar dicapai oleh karena lebih tenang. Meskipun demikian, kita harus sadar akan
terdapat di tengah-tengah detritus; dengan demikian sering bahaya-bahaya yang dapat ditimbulkan oleh tindakan narcose
menyebabkan residif. Selain bahaya residif, diphteria carrier tersebut; terutama kita harus berhati-hati pada penderita-
ini akan berbahaya terhadap masyarakat sekelilingnya.
penderita dengan penyakit jantung, paru-paru danembryopati
ADENOID (TONSILLA PHARYNGEALE) (mongoloidismus dll).
Adenoid juga merupakan salah satu anggota dari lingkaran 2. Penderita penderlta dengan reaksi vasomotorik.
Waldeyer. Kehadirannya di nasopharynx adalah hal yang
Penderita-penderlta dengan kelainan vasomotorik sering di
fisiologik pada anak-anak kecil. Menjelang pubertas (18 — 20 jumpai sebagai penderita-penderita rhinitis vasomotorica,
tahun) adenoid akan mengalami regressi dan akhirnya akan exsudative diathesis, bronchitis chronica dsb. Tiap pacuan
menghilang sama sekali. Tetapi adenoid yang memberikan yang terjadi pada salah satu bagian dari selaput lendir yang
gangguan kepada penderita haruslah dibuang. Pada tindakan menderita kelainan ini, akan mempengaruhi juga selaput lendir
tonsilektomi, bila kedapatan juga suatu adenoid, sebaiknya dari lain-lain bagian dari tractus repiratorius. Bila tonsil di-
dilakukan juga adenoidektomi. Bila dibiarkan tertinggal, maka ambil, maka jaringan limfoid lainnya akan mengalami hipertrofi
adenoid tersebut dapat mengalami hipertrofi sebagai kom- sebagai kompensasi. Hipertrofi ini akan memperberat kelainan
pensasi terhadap hilangnya tonsil; dengan demikian anak akan yang diderita oleh selaput lendir tsb. (15).
mengalami gangguan dan harus menjalani operasi untuk kedua
3. Trauma psikik
kalinya.
Keluh kesah yang dapat ditimbulkan oleh gangguan adenoid J0NKEES (9) menyarankan supaya mengatakan dengan se-
antara lain ialah : benarnya kepada mereka yang akan menjalani tonsilektomi ,
1. Tertutupnya ostium tubae. apa yang akan terjadi pada mereka. Dengan demikian jiwa
2. Tubair catharre recidivans. mereka telah siap pada waktu menjalani operasi. Dengan me-
3. Tertutupnya lobang choana. ngatakan sebenarnya kepada mereka ini, rasa ketakutan mereka
4. Rhinitis chronica. dapat dihilangkan, setidak-tidaknya dikurangi.
5. Otitis media recidivans.
6. Sinusitis recidivans. 4. Perdarahan.
Sebelum mengambil tindakan hendaknya dipikirkan dahulu, Tiap kali selesai operasi, harus selalu dilakukan observasi akan
apakah kelainan tersebut bukan : kemungkinan terjadinya perdarahan primer. Perdarahan se-
a. Choanal polypus.— Biasanya kelainan ini terjadi pada kunder biasanya terjadi pada hari ke 4 — 7 post operasi. Pada
umur agak dewasa. waktu itu terjadi perlepasan dari kerak-kerak yang semula
b. Nasopharynx fibroma.— Biasanya kelainan ini terjadi pada menutupi luka operasi. Oleh sebab itu penderita selalu di-
umur 14 — 17 tahun. Terjadi epistaxis yang sering residif nasehatkan untuk datang pada hari-hari tersebut untuk di-
dan tidak diketahui sebabnya. Lama-lama terjadi juga kontrol.
penyumbatan dari lobang hidung.
5. Komplikasi pada paru-paru
KONTRAINDIKASI DARI TONSILEKTOMI DAN ADENOIDEKTOMI
Komplikasi yang terjadi pada paru-paru mungkin disebabkan
(1,2,3,6,7,8,10,15)
oleh karena aspirasi, atau embolus yang septik.
1. Bila penderita kelihatan menderita sakit berat dan tindak- Aspirasi darah yang keluar dari luka operasi dapat terjadi
an tonsilektomi tidak meyakinkan akan membawa per- pada anestesi umum maupun pada anestesi lokal.
baikan dari penyakitnya. DAILY (6) menyatakan bahwa pada 78% dari 100 pen-
2. Bila tonsilektomi dilakukan pada stadium akut dari suatu derita yang dioperasi di bawah narkose, didapatkan darah di
penyakit. Juga pada stadium akut dari angina sebaiknya dalam saluran pernafasannya. BENJAMIN (6) memberitahukan
tidak dilakukan tonsilektomi. Biasanya ditunggu 1 — 6 bahwa dari 152 penderita yang dioperasi dengan anestesi
minggu setelah radang mereda. lokal 87,5% terdapat darah di dalam larutan larynxnya; 59 %
3. Pada waktu ada epidemi poliomylitis. Tonsil diperkirakan terdapat darah di dalam saluran nafasnya. GERLINGS dan
merupakan benteng terdepan untuk menanggulangi polio- KIRCHER menganjurkan supaya sebelum reflex batuk dari
mylitis. Adalah suatu kenyataan bahwa poliomylitis type penderita yang dioperasi kembali, perdarahan yang terjadi
bulbar lebih banyak terjadi pada penderita-penderita yang dapat dikuasai betul-betul.
baru menjalani tonsilektomi atau adeno-tonsilektomi bila FETTER0LF dan FOx dapat membuktikan terjadinya em-
dibandingkan dengan mereka yang tidak menjalaninya. bolus septik pada binatang-binatang percobaan. Pada pen-
4. Bila penderita menderita hemophilia dan dyscrasia darah derita-penderita postoperasi yang mendapat serangan panas
lainnya. disertai batuk-batuk, hendaklah dipikirkan kemungkinan ter-
5. Bila penderita menderita hemorrhagic diathesis. jadinya embolus septik di paru-paru.

Cermin Dunia Kedokteran No. 9. 1977 27


6. Memperberat penyakit sekunder (6) penderita yang telah menjalani tonsilektomi menderita otalgia
Kita menghadapi kenyataan bahaw bila tonsilektomi dilakukan akibat terjadinya otitis media.
pada suatu stadium akut dari suatu penyakit (misalnya endo- 9. Penyebaran mikroorganisme dan toxinnya.
carditis, arthritis, nephritis), maka tindakan ini akan mem-
perberat jalannya penyakit tersebut. Maka dari itu dianjurkan Kita harus sadar bahwa pada waktu melakukan tonsilektomi,
kita membuat porte d 'entree baru.
untuk melakukan tonsilektomi pada minggu ke 4 — 6 setelah
penyakit sekunder tersebut reda. Ringkasan
7. Kenaikan suhu badan Telah dibicazakan tentang indikasi, kontraindikasi, maupun bahaya
yang mungkin terjadi pada tindakan tonsilektomi dan adenoidektomi.
Kenaikan suhu badan pada masa postoperasi yang mencapai Tonsilektomi maupun adenoidektomi hendaknya dijalankan atas
38° C dan berlangsung sampai beberapa hari diperkirakan indikasi medik yang baik. Di sini peranan dokter yang menjalankan
praktek umum sangat penting oleh karena dialah yang paling me-
sebagai akibat terjadinya luka di mulut. Bila suhu badan naik ngetahui dan paling dekat dengan penderita.
sampai 38° — 39° C, harus dicari sebab-sebabnya; mungkin Pada waktu melakukan tonsilektomi,bila diketahui ada juga adenoid,
ini disebabkan oleh komplikasi di paru-paru atau trombosis hendaknya dilakukan adenoidektomi sekaligus untuk menghindari
operasi yang kedua kalinya.
pembuluh darah (biasanya terjadi pada hari ke 4 — 7 post- Tonsilektomi hendaknya dilakukan setelah semua radang dalam
operasi). keadaan reda. Hal ini perlu diperhatikan untuk menghindari terjadinya
8. Otalgia komplikasi, terutama bakteremia dan toxemia, juga supaya tidak
memperberat jalannya kelainan sekunder.
Biasanya merupakan penjalaran rasa sakit dari luka di fossa Tonsillitis chronica merupakan focal infection yang sangat berbahaya.
tonsilaris. KEEN (6) mendapatkan 60 penderita dari 9344
KEPUSTAKAAN

1. BALLENGER HC, BALLENGER II : Diseases of the nose, 8. JOHNSON TB, WHILLIS J : Gray's anatomy — Descriptive
throat and ear, 10 ed. Philadelphia, Lea & Febiger, 1957, and applied, 30 ed. New York, Toronto, Longmans Green -
pp 255-303. Co., 1949.
2. BOIES LR et al : Fundamentals of otolaryngology. A textbook 9. JONKEES LBW : Voor of tegen tonsillectomie. Capita selecta.
of ear, nose and throat diseases, 4 ed. Philadelphia. Lon - Ned T Geneesk 108(43), 24 Oct, 1964.
don, WB Saunders Co,1964, pp 384—421. 10. JONKEES LBW : Keel, neus, en oorheelkunde voor de al-
3. BURGER H: Leerboek der ziekten van oren, neus, mond, keel, gemene praktijk, 2 druk. Amsterdam, Brussel, Agon Elsevier,
slokdarm en lagere luchtwegen, 7 druk. Haarlem, De Erven F - 1972, pp 1-16,
Bohn NV, 1954, pp 371—390. 11. LIKHACHOV A : Diseases of the ear, nose and throat,
4. COPENHAUER WH, JOHNSON B : A Bailey's textbook of his- 2 printing. Moscow, MIR Publisher,
tology, 14 ed. Baltimore, William Wilkins Co., 1958. 12. NELSON WE : Textbook of pediatrics, 8 ed. Philadelphia,
5. DE WIT G : Inleiding in de keel, neus, oorheelkunde, 2. London, WB Saunders Co., 1964, p 1114.
druk. Utrecht, Erven J Bijleveld, 1968, p 116. 13. READING : Common diseases of the ear, nose and throat,
6. GERLINGS PG : Keel, neus, oorziekten bij kinderen. Amsterdam, 2 ed. London, JA Churchill, 1953, pp 228—250.
Wetenschappelijke Uitgeverij NV, 1949. 14. SCOTT—BROWNS : Diseases of the ear, nose and throat,
7. JACKSON C, JACKSON CL : Diseases of the nose, throat and 3 ed. London, Butterworth, 1971, pp 103-121.
ear, 2 ed.Philadelphia, London, WB Saunders Co., 1959, pp 15. STRUBEN WH : Tonsillen in of unit. Klinische lessen. Ned T
239-277. Geneesk 108 (49), 5 Dec., 1964.

28 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977


Pendahuluan
Dari bagian saluran pernafasan antara pharynx sampai
dengan bifurcatio trachea, maka daerah glottis merupakan
bagian yang tersempit. Pada bagian cranial dan caudal dari
glottis tersebut terdapat jaringan mukosa yang longgar dan
vaskuler, terutama di daerah subglottis. Malahan pada anak-
anak daerah subglottis ini mempunyai bentuk yang menyempit
ke bawah sehingga baigan yang caudal adalah kira-kira 1/5
dari bagian yang cranial (1,2,5,6,9,10,11,12).
Obstruksio larynx yang akut pada anak-anak sering di-
sebabkan oleh (i) corpus alienum, atau (ii) oedema larynx

Laryngitis
yang disebabkan oleh karena alergi atau radang. Dengan
demikian mudah dimengerti bahwa pada anak-anak, peradang-
an di glottis mudah diikuti oleh oedema di subglottis yang
sangat membahayakan; bahaya asphyxia selalu mengancam.

Subglottica Laryngitis pada anak-anak yang sering berakibat fatal


disebabkan oleh karena laryngitis supra dan subglottica.
Laryngitis subglottica pada waktu dulu dikenal sebagai 'pseudo
croupe' oleh karena sukar dibedakan dari laryngitis diphterica
yang mempunyai nama lain, yaitu 'croupe'. Sekarang disebut
dengan tegas sebagai laryngitis subglottica, sedangkan laryngitis
supraglottica disebut sebagai epiglottitis.
Tanda-tanda obstruksio larynx
dr. Soetamo Selain mengenal tanda-tanda obstruksio larynx dari gejala-
Bagian T.H.T.
gejala, sebaiknya dilakukan juga pemeriksaan (1,2,5,6,8,9,10):
Fakultas Kedokteran Unive sitas Diponegoro (1) laryngoskopi indirekta/maupun direkta: Pada pemeriksaan
R.S. dr. Kariadi Semarang anak-anak yang diduga menderita laryngitis subglottica mau-
pun supraglottica sebaiknya dilihat secara langsung keadaan
larynx.. Pada anak-anak letak larynx masih tinggi, sehingga
dengan menekan pangkal lidah sedalam-dalamnya larynx
dapat dilihat.
(2) Foto roentgen dari saluran pernafasan, terutama daerah
larynx.
Gejala-gejala obstruksio larynx yang secara mudah dapat
dipakai sebagai ancer-ancer ialah (1,2,6,9,11,12) :
• Stridor.
• Kesukaran bernafas yang dapat dikenal dari tanda-tanda
penarikan otot-otot pernafasan pada inspirasi, sehingga terjadi
cekungan-cekungan (indrawing) pada daerah suprastenal ,
supra dan infraclaviculair, intercostal, epigastrium.
• Bila makin hebat anak menjadi gelisah.
• Cyanosis.

Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977 31


Makin hebat penyempitan yang terjadi di larynx, makin kering dan berdebu mempermudah terjadi laryngitis tersebut.
jelas tanda-tanda tersebut. JACKSON menyebut tanda-tanda Udara yang berasap tebal (heavy smoke pollution), perbedaan
tersebut sebagai "laryngeal dyspnce" atau membaginya di kelembaban udara yang tajam disebut juga sebagai penyebab-
dalam empat stadia (6) : nya (1,2,4,6,8,9,14).
Stadium l. — Terjadi cekungan yang ringan di daerah Patologi
suprasternal. Penderita masih tetap tenang. Terjadi kongesti akut dari larynx, terutama di daerah
Stadium Il.— Cekungan di daerah suprasternal lebih men- subglottis. Terdapat infiltrasi dari jaringan ikat longgar submu-
dalam, ditambah dengan terjadinya cekungan di daerah epi- kosa, sehingga memberikan pembengkakan secara cepat di
gastrium. Penderita kelihatan makin gelisah dan sukar di- bawah bagian larynx yang sempit. Selain ada gambaran pe-
tenangkan. radangan, terjadi juga stimulasi dari sekresi mucous. Bila
Stadium III .— Cekungan terjadi di daerah-daerah supras- sekret mucous ini mengering, akan terbentuk crustae yang
ternal, epigastrium, supra dan infraclaviculair, dan intercostal. akan menambah hebatnya obstruksio glottis.
Penderita menjadi makin gelisah. Gejala-gejala
Stadium lV.— Anak berjuang sekuat tenaga untuk men- Laryngitis subglottica acuta termasuk serangan akut sesak
dapatkan udara. Muka dari anak kelihatan pucat kelabu dan nafas malam hari (nocturnal dyspnoeic attacks) pada anak-
menunjukkan rasa ketakutan. Lama kelamaan pusat per - anak oleh karena radang. Yang dimaksud ialah serangan
nafasan menjadi cepat oleh karena terpacu oleh CO2 yang dyspnoe mendadak yang terjadi 1 — 2 jam setelah anak
berlebihan dan menjadi paralitik. Anak malahan menjadi tenang tersebut didalam tidur.
dan kelihatan seakan-akan jatuh tertidur, akhirnya meninggal Gejala prodromal kadang-kadang tidak dijumpai atau hanya
didalam ketenangan oleh karena asphyxia. ringan saja (9). Biasanya pada sore hari anak tersebut merasa
Pertolongan yang akan dilakukan dengan sendirinya ter-
sedikit tidak enak badan. Dapat disertai rhinopharyngitis,
gantung dari keadaan penderita pada waktu dihadapi. Per-
laryngotracheitis, atau sedikit panas. Malahan kadang-kadang
tolongan laryngeal dyspnoe akuta dapat berupa tindakan
anak kelihatan sehat-sehat saja pada waktu pergi tidur. Pada
intubasi atau tracheotomi. Tracheotomi sebaiknya dilakukan
waktu malam,setelah anak tidur 1 — 2 jam sekonyong-konyong
pada waktu stadium II — III. Bila tracheotomi dilakukan pada
terbangun oleh karena gangguan di dalam saluran nafasnya
stadium IV biasanya sudah tidak menolong lagi, oleh karena
(1,2,4,5,6,9).
keadaan penderita sudah terlampau jelek (6).
• Bila ringan serangannya : terjadi dyspnoe,stridor (biasanya
terjadi stridor inspiratoire), dan batuk-batuk (croupy cough).
Mengenal laryngitis subglottica acuta (false croup of children)
• Bila serangan makin hebat, stridor inspiratoirenya makin
Yang dimaksud dengan laryngitis subglottica acuta ialah bertambah, malahan bila oedemnya cukup hebat terjadilah
radang akut dari larynx yang menyebabkan pembengkakan dari stridor in-expiratoire; kesukaran bernafas makin bertambah;
daerah subglottica (9). Biasanya terjadi pada bayi-bayi dan anak menjadi gelisah; dan oleh karena hypoxemia yang hebat
anak-anak kecil dibawah umur tiga tahun. Jarang menyerang anak dapat menjadi tidak sadar untuk beberapa saat, kemudian
anak-anak diatas tujuh tahun (1,4,6,9,14). Serangan terjadi, bernafas kembali, batuk-batuk dan kadang-kadang mengeluar-
pada malam hari disertai batuk-batuk dan dyspnoe inspira- kan lendir pekat.
toire. Lebih banyak terdapat pada anak laki-laki daripada Gejala-gejala serangan sesak nafas malam hari tersebut
wanita. dapat juga terjadi oleh karena sebab-sebab non-inflamatoire
Penyebab-penyebabnya ialah pada "laryngismus stridulus ". Dalam hal ini faktor
herediter yang menjadi penyebabnya.
Banyak dijumpai setelah epidemi influenza. Dilaporkan
bahwa penyebab utama ialah virus dan bacillus influenZae. Pada anak-anak yang lebih besar dan orang dewasa jarang
Lain-lain bacteri yang disebut-sebut sebagai penyebab ialah : terjadi serangan laryngitis seperti pada anak-anak kecil. Bila
Streptococcus haemolyticus dan viridans, Staphylococcus terjadi laryngitis biasanya tanda-tandanya hanya dysphonia
aureus dan albus, pneumococcus dan Micrococcus catharalis sampai aphonia, serta batuk-batuk yang mengeluarkan lendir
(1,2,5,6,9). Keadaan-keadaan yang mempermudah terjadinya yang kental.
laryngitis subglottica ialah rhinitis pada anak yang belum Oleh karena pada anak-anak laryngitis supraglottica mem-
dapat diterangkan hubungannya. Suatu kenyataan ialah bahwa berikan gejala-gejala dyspnoe dan stridor dulu, baru dysphonia
pengaruh dari cuaca tidak dapat diabaikan. Udara yang panas, maka ada baiknya dikenal sepintas perbedaannya (4) :

Epiglottitis acuta Laryngitis subglottica

1 . Biasanya menyerang anak-anak berumur 3—6 tahun. 1. Lebih banyak menyerang anak-anak berumur dibawah 3 tahun.
2. Terutama disebabkan oleh H. influenzae type B. 2. Terutama oleh karena virus influenza, morbllli.
pertussis.
— udara kering panas dan berdebu.
3. Proses cepat dan kadang-kadang berakibat berbahaya. 3. Prosesnya tidak begltu cepat.
4. Sering membutuhkan tindakan tracheotomi. 4. Jarang membutuhkan tindakan tracheotoml.

32 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977


Maka dari itu bila ada anak kecil dengan gejala dyspnoe Swedia dan Amerika, intubasi endotracheal tidak boleh dilaku-
dan stridor, sebaiknya diperiksa larynxnya untuk membedakan kan lebih lama dari 24 — 36 jam. Bila masih diperlukan maka
kedua laryngitis tersebut oleh karena prognosisnya berbeda- lebih baik dilakukan tracheotomi (14).
beda. 3. Tracheotomi
Prognosis Tindakan operatif ini dilakukan sekiranya pertolongan
Sangat tergantung dari keadaan penderita pada waktu kita medikamentosa maupun intubasi tidak menolong. Jangan
hadapi dan tindakan yang diambil. Hanya harus selalu diingat ditunggu sampai penderita masuk ke dalamstadium JACKSON
bahwa bahaya asphyxia selalu mengancam. IV. Tracheotomi ialah tindakan "life saving", sehingga harus
dilakukan dengan indikasi yang tepat dan tajam.
Terapi
Pada hakekatnya terapi dari laryngitis subglottica acuta
Yang menjadi tujuan pokok ialah menolong penderita dari ditentukan oleh :
kesukaran bemafas secepat mungkin. Pada dasarnya terapi
— keadaan penderita pada waktu kita hadapi.
laryngitis subglottica acuta dapat diberikan secara (1) Medika-
— peralatan yang ada pada kita.
mentosa, (2) Intubasi (nasotracheal/endotracheal) dan (3)
— kemahiran kita di dalam mempergunakan alat-alat tersebut.
Tracheotomi.
Yang menjadi pedoman para dokter pada waktu itu hanya-
1. Medikamentosa lah : Hindarkan penderita dari bahaya asphyxia.
Seperti diketahui, pada peristiwa radang di daerah larynx
terjadilah oedema di subglottis.
Selama tahun-tahun 1938 — 1959 HOEKSEMA (5) telah KEPUSTAKAAN
melakukan 29 kali tracheotomi diantara 203 penderita-pen- 1. BALLENCER HC, BALLENGER II : Diseases of the nose,
derita laryngitis subglottica acuta. Sejak tahun 1960, pada throat and ear, 10 ed. Philadelphia, Lea & Febiger, 1957,pp
waktu terapi kortikosteroid mencapai kemajuan-kemajuan, 343—346.
2. BOEIS LR et al: Fundamentals of otolaryngology. A textbook
tracheotomi jarang dilakukan lagi (5). Pemberian kortikosteroid of ear, nose and throat diseases, 4 ed. Philadelphia, London,
secara intravena banyak sekali menolong untuk mencegah/ WB Saunders Co„ 1964, pp435, 531—532.
mempercepat surutnya oedema subglottis. Pemberian anti- 3. BROEES AAM, MOM GM, VAANDRAGER GJ : Nasotracheale
biotika tidak boleh dilupakan untuk mencegah infeksi bacteriel intubatie bij kinderen met epiglottitis en subglottische laryngitis.
yang mungkin menyertai radang tersebut. Ned T Geneesk 113(37) : 1593—1597, 1969.
4. BENJAMIN B : Acute inflamatory airway obstruction in
Suhu dan kelembaban udara di dalam kamar penderita infants and children. Med J Aust.
harus diatur, sebaiknya sekitar 22 — 23 derajat C. Dianjurkan 5. HOEKSEMA PE : Acute laryngitis bij het jonge kind. Ned T
pula pemberian cairan yang banyak. Walaupun pemberian Geneesk 109 : 2166, 1965.
kortikosteroid dan antibiotika ini banyak menolong, pengawas- 6. JACKSON C, JACKSON CL : Diseases of the nose, throat and
an yang ketat tidak boleh diabaikan. ear, 2 .ed. Philadelphia, London, WB Saunders Co., 1959. pp
578—595.
Sewaktu-waktu bila ada petunjuk bahwa terapi tersebut tidak
7. TUCKER JA, SILBERMAN HD : Trachoelogy in pediatrics.
dapat menolong dan gejala-gejala obstruksio laryngeal makin Ann Otol Rhinol Laryngol 81 (6) : 818—824, 1972.
hebat, harus segera diambil tindakan cepat untuk menyelamat- 8. MORGENSTEIN KN, ABRAMSON AL : Acute epiglottitis in
kan penderita dari bahaya asphyxia (3,4,14). Tinggallah adults. The Laryngoscope 81 (7) : 1066—1073, 1971.
memilih salah satu di antara dua : intubasi atau tracheotomi. 9. MORRISON : Diseases of the ear, nose and throat, 2 ed.
New York, Appleton Century Crofts Inc., pp 565—569.
Bila telah ada tanda-tanda dari obstruksio saluran nafas, 10. READING PHILIP : Common diseases of the ear, nose and
maka sama sekali tidak boleh diberikan obat-obat ini : throat, 4 ed. London, JA Churchill, 1969, pp 176 — 177
(a) Narkotik (morphin, dsb) oleh karena akan menekan 188 — 205.
11. SIGIT : Emergency karena sumbatan di larynx. Muktamar -
reflex batuk. Harus selalu diingat kata-kata mutiara dari Nasional IDI ke XII, Semarang, halaman 1—2.
CHEVALIER JACKSON : "Cough is the watch-dog of the 12. SOETOMO : Tracheotomie, manfaat dan indikasinya. Majalah
lung" (10). Kedokteran Dipenegoro No. 1/1972, halaman 16—26.
(b) Atropin; oleh karena akan membuat lendir makin 13. THOREX MAX : Modern surgical technic, 2 ed. Philadelphia,
Montreal, JB Lippincott Co., 1959, pp 520—529.
kental. 14. WOLFFENSIIERGER WAG : Tracheale obstructie bij kleine-
2. lntubasi kinderen. ned T geneesk 111(43) : 1901—1902, 1967.
Oleh karena yang menjadi penderita-penderita ini bayi atau
anak-anak kecil, maka tube yang dibutuhkan ialah yang ber-
ukuran kecil pula : diameternya 4 mm, 4½ mm dan 5 mm Ada semacam kebisingan , yang jarang dibicarakan di
(1,2,3,4,6,9,14). Tentang sampai berapa lama boleh dilakukan buku-buku maupun di dalam majalah-majalah luar nege-
intubasi, tiap sarjana mempunyai pendapatnya masing-masing ri, meskipun banyak dijumpai di lndonesia, khususnya
yang tidak menunjukkan persesuaian. BR ANDSTA TTER dari di Jakarta, yaitu : kebisingan akibat musik di toko pen-
American University di Beirut melaporkan pernah melakukan jual cassette, lebih-lebih bila dua atau tiga toko semacam
intubasi pada 12 anak-anak yang berumur 0 — 4 tahun selama itu berdekatan tempatnya.
tiga hari sampai tujuh minggu dengan memberikan hasil yang
baik (14). Sedangkan menurut kepustakaan Jerman, Inggris,

Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977 33


EPIGLOTTITIS ACUTA
dr. Budi Susanto S.
Bagian T. H. T.
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/R.S. dr. Kariadi
Semarang

Pendahuluan prodromal tidak berbeda dari pharyngitis biasa, hanya terasa


Epiglottitis acuta atau laryngitis supraglottica acuta cukup seperti ada benda yang mengganjel. Kemudian dapat terjadi
banyak ditemukan pada anak-anak kecil (2,3,9). Juga terdapat sakit tenggorok dan dysphagia yang hebat dengan banyak
pada orang dewasa, tetapi dengan frekwensi yang lebih jarang salivasi (14). Suara baru menjadi serak bila plica vocalis ikut
(8,12,14). Merupakan penyakit yang membahayakan jiwa mengalami inflamasi. Umumnya penderita tidak atau hanya
bila tidak lekas diambil tindakan yang cepat dan tepat, sedikit serak, karena prosesnya biasanya terbatas pada epi-
terutama pada anak-anak kecil. BECKER BL0EMKOLK (2) glottis dan plica ary-epiglottica (19).
dalam satu tahun mendapatkan tiga kasus anak kecil (ber- Oleh karena prosesnya akut, tidak jarang suhu badan penderita
umur 2, 3 dan 3½ tahun) yang meninggal dengan diagnosis naik. Penderita biasanya lebih suka duduk tegak, gelisah dan
yang salah atau tanpa dapat dibuat diagnosis klinis. Pada bernafas dengan mulut terbuka, rahang bawah ditarik lebih
obduksi, didapatkan epiglottitis acuta pada ketiga-tiganya. kemuka (3,14). Dehidrasi dapat juga terjadi oleh karena
penderita tidak dapat menelan atau minum.
Frekwensi
Diagnosis
Lebih banyak terdapat pada laki-laki, seperti tercermin
Untuk menentukan diagnosis, kita harus melihat keadaan
pada penyelidikan BAXTER (1) terhadap 103 kasus epiglotti-
tis acuta pada anak kecil yang terdapat selama 15 tahun larynx. FERMIN (6), HOEKSEMA (9) maupun VAN BEUSE-
KOM (19) menganjurkan supaya setiap anak dengan dyspnoe
(1951 — 1965) di Montreal Children ' s Hospital. Menurut
dilihat epiglottisnya, dengan cara menekan lidah bagian
HO EKSEMA (9), dari 12 anak, 10 diantaranya adalah laki-
laki. ROBBINS dkk. (14) mengajukan 34 kasus orang dewasa belakang, pelan-pelan dan hati-hati dengan spatel. Cara ini
dengan perbandingan antara laki-laki dan wanita sebagai 4: 1 mudah dan dapat dilakukan oleh setiap dokter umum, karena
(umur rata-rata 47,5 tahun). NORGENSTEIN dkk. (12) epiglottis pada anak kecil relatif masih tinggi. Demikian juga
mengumpulkan 33 kasus orang dewasa dengan 27 orang laki- bila ada keluhan dysphagia dengan saliva yang banyak. Kalau
laki dan enam wanita. Di RS dr. Kariadi — Semarang — dengan cara ini epiglottis belum dapat dilihat, harus dilaku -
kan laryngoskopi indirekta atau direkta.
selama tahun 1972 dijumpai empat kasus dewasa terdiri atas
Epiglottis terlihat merah, meradang, edematous dan me-
tiga pria dan satu wanita.
lipat. Plica ary-epiglottica juga ikut meradang. Biasanya plica
Etiologi vocalis dan regio subglottica tidak terkena (2,3). Oropharynx
Kausanya belum diketahui dengan jelas. Seperti pada dapat tenang atau sedikit meradang. Kalau proses sudah lanjut
lain-lain infeksi di pharynx, diduga penyebab primernya baru sangat meradang. Diagnosis epiglottitis acuta harus
adalah virus; kemudian ada infeksi sekunder, terutama oleh dipertimbangkan bila dysphagia dan rasa sakit di tenggorok
Haemophilus influenzae type B. Juga bisa didapatkan strepto- tidak seimbang dengan gejala-gejala pharyngitis yang terlihat
coccus, staphylococcus, pneumococcus dan kuman-kuman (12). Bila keadaan memungkinkan, dianjurkan untuk me-
lain (2,3,9,11,12,14). lakukan foto roentgen leher.
Si mptomatologi Prognosis
Proses epiglottitis acuta dapat berjalan sangat cepat Epiglottitis acuta adalah penyakit yang gawat dan proses-
tanpa memberikan gejala-gejala prodromal yang spesifik. nya berjalan cepat. Proses laryngitis subglottica lebih lambat
Akibatnya sering dibuat diagnosis yang salah dan dapat (3,5). Menurut HOEKSEMA (9) dari 12 anak dengan epi-
berakhir fatal (2,8,9,14). glottitis acuta, delapan anak harus menjalani tracheotomi,
Dari ketiga gejala gangguan pada larynx, yang menyolok diantaranya dua anak meninggal. R0BBINS dkk. (14) dalam
pada anak kecil ialah dyspnoenya (dengan disertai stridor), penyelidikannya mengajukan 34 kasus epiglottitis acuta pada
kemudian baru dysphagia dan suara serak (hoarseness). orang dewasa dengan angka kematian 53%. GORFINKEL dkk.
Sebaliknya pada orang dewasa yang menyolok adalah dys- (7) mengajukan tiga kasus orang dewasa, dua orang diantara-
phagianya, baru kemudian dyspnoe dan serak. Stadium nya meninggal.

34 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977


Terapi lylicus dan B. pyocyaneus. Pada foto roentgen, kedua paru-paru
nampak tenang .
Terapi ditujukan pada pemeliharaan saluran udara dan Diagnosis : epiglottitis acuta. Terapi : diberikan Pen-strep 4:1/2 dua
menghilangkan inflamasi serta oedemnya. Bila ditelnukan kali sehari; injeksi kortikosteroid setiap hari. Makanan cair. Selama
pada stadium yang belum lanjut, dapat diberikan mcdikamcn- dalam perawanan diobscrvasi, bila sewaktu-waktu timbul dyspnoe,
tosa, antara lain : antibiotika yang adekwat, dan kortikostero- harus dilakukan tracheotomi dcngan segera.
Keadaan pendcrita berangsur-angsur membaik, tanpa dllakukan tracheo-
id dengan harapan dapat mengurangi oedem. Juga harus selalu tomi dan dapat dipulangkan enam hari kemudian.
siap untuk mengambil tindakan tracheotomi atau intubasi
bila sewaktu-waktu ada gejala dyspnoe. Diskusi
Yang terpenting, bila ada tanda-tanda dyspnoe harus selekas Obstruksi jalan pernafasan bagian atas karena inflamasi
yang akut dapat merupakan bahaya fatal, terutama pada
mungkin dilakukan tracheotomi, karena menurut POTONDI
anak-anak. Obstruksi ini umumnya disebabkan oleh laryngitis
(13) : Tracheotomi tidak dapat diharapkan berhasil dengan
subglottica atau supraglottica (epiglottitis) acuta. Proses epi-
baik, bila dilakukan pada fase dyspnoe setelah anoxia yang
glottitis acuta lebih cepat dan lebih berbahaya daripada
lama, dan peredaran darah yang insufisien.
laryngitis subglottica. Biasanya menyerang anak-anak umur
Menurut TARKKANAN dkk. (16) yang menyelidiki 525
tiga sampai enam tahun, tetapi dapat juga menyerang orang
kasus laryngitis subglottica selama empat tahun (1965 — 1968)
di Oto-Laryngological Hospital, University of Helsinky, hanya dewasa.
sepuluh kasus atau 2% yang memerlukan tracheotomi. Sedang Pada kasus diatas, keluhan penderita hanyalah dysphagia
yang cepat menghebat, tanpa menunjukkan tanda-tanda
dari 23 kasus epiglottitis acuta, dalam jangka waktu yang
sama, ada 12 kasus atau 48% yang mengalami tracheotomi, dyspnoe dan suara serak. Ini disebabkan karena prosesnya
diantaranya pada tujuh kasus harus dilakukan tracheotomi belum meluas. Juga dysphagia dan rasa sakit di tenggorok
dengan segera pada saat masuk rumah sakit. Dari 12 kasus tidak seimbang dengan keadaan pharynx yang terlihat.
Pada kepustakaan Barat (7,12,13,14), epiglottitis acuta
yang mengalami tracheotomi tersebut diatas, dua diantaranya
pada orang dewasa hampir selalu disertai dengan dyspnoe yang
adalah penderita dewasa.
memerlukan tracheotomi. MORGENSTEIN (12) mengatakan
lntubasi atau tracheotomi bahwa pada orang dewasa, dyspnoe baru terjadi bila plica
BROESS dkk. (4) maupun TRAFF (17) lebih suka me- ary-epiglottica ikut membengkak. Epiglottis saja yang me-
lakukan intubasi, akan tetapi beberapa ahli lainnya seperti radang dan oedematous belum cukup menyebabkan dyspnoe.
BENJAMIN (3), STRIKER dkk. (15), TARKKANAN dkk. TU RNER (18) dalam penyelidikannya telah menyuntik facies
(16) lebih condong untuk melakukan tracheotomi. lingualis dari epiglottis pada mayat sehingga oedematous, dan
Keuntungan dari intubasi ialah bahwa komplikasi-komplikasi epiglottisnya tidak mau melipat. Bila plica ary-epiglottica
tracheotomi seperti mediastinal emphysema, pneumothorax, juga disuntik, epiglottis baru melipat, berbentuk omega dan
perdarahan dsb. dapat dihindarkan pada tindakan intubasi. introitus laryngeus mengecil. Dari kedua facies lingualis dan
Tetapi intubasi harus dilakukan dalam Intensive Care Unit dan laryngeus, facies lingualis yang lebih mudah meradang oleh
memerlukan alat-alat khusus serta tenaga-tenaga yang betul- karena di situ jaringan ikatnya lebih longgar (2,12).
betul ahli dalam melakukan intubasi maupun tenaga untuk Pada anak kecil, dyspnoe sangat menyolok karena epiglot -
merawat penderita setelah intubasi dilakukan. Pada epiglottitis tisnya berbentuk omega, bertendensi untuk melipat longitu-
acuta sudah ada proses inflamasi dan oedem di daerah itu, dinal, dan plica ary-epiglotticanya tertarik ke atas, sehingga
maka bila dilakukan intubasi oleh tenaga yang kurang ahli, introitus laryngeus lebih sempit dibandingkan pada orang
malah akan memberi trauma dan juga dapat menyebabkan dewasa. Oleh sebab itu bila ada radang dan oedem, introitus
spasme sehingga jalan nafas akan lebih sempit lagi. laryngeus ini cepat tersumbat (10). Yang penting, pada anak
kecil dengan dyspnoe dan stridor harus diingat juga ke-
Kasus. – Seorang laki-laki, berumur 18 tahun, datang ke poliklinik mungkinan epiglottitis acuta; jangan terpaku pada laryngitis
THT pada tanggal 12 Pebruari 1972. Pada anamnesis disebutkan subglottica, corpus alienum dan lain-lain (6).
bahwa sejak tiga hari yang lalu terasa sakit bila menelan atau minum,
mula-mula hanya sedikit, makin Iama makin menghebat. Banyak ludah.
Sukar untuk berbicara. Badan sedikit panas 'greges'. Penderita tidak
merasa sesak nafas, tidak parau, tidak batuk. Tidak ada trismus. KEPUSTAKAAN
Anamnesis corpus alienum disangkaL
Pada pemeriksaan didapatkan bahwa penderita kelihatan menderita. 1. BAXTER J D : Acute epiglottitis in children. The laryngoscope
Mulut agak terbuka. Turgor cukup baik . Nadi 100/menit. Suhu badan 77 (8) : 1358–1367, 1967.
37,5° C. Telinga kanan dan kiri tak ada kelainan. Hidung tak ada 2. BECKER–BLOEMKOLK M J: Acute epiglottitis. Ned T Geneesk
kelainan. 112 (76) : 1211 – 1213, 1968.
Tenggorok : T-I/I, agak merah, tidak membesar, Uvula agak oedem. 3. BENJAMIN B : Acute inflammatory airway obstruction in infants
Pharynx merah, simetris. Retensi ludah banyak. Dasaz cavum oris tidak and children . The Medical Journal of Australia, presented by Mead
membengkak. Larynx : pada pemeriksaan dengan laryngoskopi indirek- Johnson for the Medical Profession in Indonesia, no. 1.
ta, tampak epiglottis merah, bengkak, egaal. Plica ary-epiglottica juga 4. BROESS A A M, MOM G M, VAANDRAGER G J : Nasotracheale
merah, agak bengkak. Chorda vocalis tidak dapat dilihat dengan jelas. intubatie bij kinderen met epiglottitis en subglottische laryngitis.
Nyeri tekan di daerah leher bagian depan. Tldak ada pembesaran Ned T Geneesk 113 (37) : 1593 – 1597, 1969.
kelenjar. 5. DOLOWITZ D A : Basic Otolaryngology. New York - Toronto -
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan bahwa : jumlah le- London McGraw Hill Book co. 1964, pp 257 – 261.
kosit 10.000; Laju endapan darah 75/90; Hitung jenis sedikit bergeser 6. FERMIN H, HANSEN H J J : Epiglottitis acuta.Ned T Geneesk
kekiri. Hapusan tenggorok menunjukkan kuman Streptococcus haemo- 106 (18) : 875 – 877, 1962.

Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977 35


7. GORFINKEL J H, BROWN R, KABINS S A : Acute infectious acute epiglottitis. J Laryngol and Otol, 83 (7) : 141—145, 1969.
epiglottitis in adults. Ann Int Med 70 (2) : 289 — 294, 1969. 14. ROBBINS J P, FITZ HUGH G S : Epiglottitis in the adults.
8. HANDA J L : Acute epiglottitis in adults. J Laryngol and Otol The laryngoscope 81 (5) : 700 — 706, 1971.
86 (9) : 927 — 928, 1972. 15.STRIKER T W, STOOL S, DOWNESS J J : Prolonged nasotracheal
9. HOEKSEMA P E:Acute laryngitis bij het jonge kind. Ned T Geneesk intubation in infants and children Arch Otolaryngol 85 (2) : 210 —
111 (43) : 1901 — 1902, 1967. 213,1967.
10.LEDERER F L : Diseases of the Ear, Nose and Throat, 5 ed. 16.TARKKANAN J, KOHONEN A : Tracheotomy in subglottic
Philadelphia, F.A. Davis Co. 1947 694. laryngitis (pseudocrop) and acute epiglottitis. Acta Oto—Lary-
11.LINDSAY J R, LIERLY D M, HUFFMAN W C : The Yearbook ngologica 74 (4) : 283 — 286, 1972.
of the Ear, Nose and Throat 1967 — 1968. Acute epiglottitis in 17.TRAFF B, TOS M : Nasotracheal intubation in acute epiglottitis.
adults due to infections with Haemophillus influenzae type B, pp Acta Oto—laryngologica 68 (4) : 363 — 368, 1969.
179 — 180. 18. TURNER L: Dikutip oleh Morgenstein.
12.MORGENSTEIN K M, ABRAMSON A L : Acute epiglottitis in 19.VAN BEUSEKOM J A H : Acute epiglottitis bij kinderen en bij
adults. The laryngoscope 81 (7) : 1066 — 1073, 1971. volwassenen. Ned T Geneesk 112 (1) : 49 — 50, 1968.
13.POTONDI A, RIBARI O: Clinical and Medical—Legal aspects of

Karsinoma
Nasopharynx
dr. Bambang S.S.
Bagian T.H.T.
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/R.S. dr. Kariadi
Semarang

Berdasarkan sampai dimana lokalisasi tumor itu,THEMANS


Dalam tulisan ini kami hanya ingin mengingatkan kembali membuat klasifikasi tumor dengan simbol T sebagai berikut:
kepada sejawat mengenai karsinoma nasopharynx, sebab ke-
T o atau T X : tumor belum kelihatan
ganasan ini merupakan keganasan nomor satu di bidang THT
T1 : tumor terbatas satu lokalisasi saja, misalkan
dan termasuk sepuluh besar dari keganasan seluruh tubuh.
daerah 1, 2 atau 3 saja.
Karsinoma nasopharynx adalah tumor ganas di naso- T2 : tumor kelihatan jelas pada dua lokalisasi,
pharynx, dan sesuai dengan namanya, lokalisasi tumor i ni dari tiga daerah lokalisasi tersebut di atas.
adalah di nasopharynx. Banyak penyelidik menerangkan bah- T3 : tumor sudah meluas keluar dari nasopharynx,
wa lokalisasi permulaan tumor ini ialah fossa Rosenmulleri, tetapi belum ada kerusakan tulang.
sebab daerah tersebut merupakan daerah pergantian perubahan T4 : tumor sudah keluar dari nasopharynx, dan
epitel, dari silindrik/kuboid ke epitel gepeng berlapis. Daerah sudah ada kerusakan tulang.
pergantian inilah yang diperkirakan merupakan tempat pre-
disposisi terjadinya karsinoma. Akan tetapi hal itu tidak Gejala-gejala
selalu demikian. Gejala ini sangat penting artinya sebab pada umumnya
M0CH. ZAMAN mengemukakan bahwa keganasan naso- induk karsinoma nasopharynx boleh dikatakan sedikit sekali
pharynx dapat tumbuh di beberapa tempat di nasopharynx, memberikan gejala yang jelas. Kami sering dihadapkan dengan
yaitu : (1) di tempat dimana biasanya adenoid didapatkan kesulitan dalam menentukan atau menemukan induk karsi-
(atap nasopharynx), (2) pinggir choane, (3) di dinding lateral noma itu, walaupun telah ada tanda atau gejala sekunder yang
fossa Rosenmulleri. jelas di tempat lain. Gejala sekunder inilah yang sering men-
THEMANS juga membagi daerah tumbuh keganasan — dorong penderita untuk pergi ke dokter. Karena gejala induk
nasopharynx itu menjadi tiga daerah pula, yang dasarnya karsinoma itu tidak jelas, sedangkan yang menonjol ialah
tidak banyak berbeda dengan yang dikemukakan olehM0CH. gejala sekunder, akibatnya penderita datang pada dokter dalam
ZAMAN, yaitu : (1) dinding superior-posterior, meliputi stadium yang sudah agak lanjut. Jarang sekali penderita datang
permukaan basis cranii, (2) dinding lateral, mulai dinding pada stadium dini. Atau dapat terjadi sebaliknya : penderita
tuba berjalan ke belakang sampai dinding pharynx bagian datang pada stadium dini, tetapi dokter masih belum memi-
belakang, (3) dinding anterior, di atas palatum molle sampai kirkan adanya sebab utama di nasopharynx. Gejala karsinoma
belakang choane. ini dapat digolongkan dalam beberapa kelompok :

36 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977


1. Gejala hidung
Gejala ini mula-mula sangat membingungkan karena tidak penglihatan/visus, melainkan keluhan bila melihat benda men-
banyak bedanya dengan penyakit hidung lainnya, misalnya: jadi dua (diplopia). Hal ini terjadi oleh karena N VI yang le-
hanya pilek-pilek saja, keluar ingus banyak, dapat encer, taknya tepat di atas foramen lacerum menjadi korban terlebih
kental atau berbau. dahulu. Bila keadaan melanjut, N III dan N IV akan terkena
Ingus kadang-kadang tercampur darah waktu buang ingus, atau pula yang mengakibatkan kelumpuhan mata(ophthalmoplegia).
keluar dengan sendirinya (spontan) tetapi sedikit. Bila tumor 5. Gejala cranial / gejala saraf
cukup besar sehingga menutup jalan udara, maka ada keluhan
Tumor sudah meluas ke cranium atau sudah mengenai saraf
hidung tersumbat. Tetapi hal ini jarang terjadi.
pusat. Biasanya didahului oleh gejala-gejala subyektif berupa :
2. Gejala telinga sakit kepala atau pusing; kurang rasa (hypesthesia) daerah pipi
Kurang pendengaran, tinnitus nada rendah, atau nyeri di dan hidung; dan susah menelan atau bila minum air keluar dari
telinga. Gejala ini disebabkan oleh meluasnya karsinoma ke hidung. Setelah gejala subyektif ini kemudian akan tampak
sekitar tuba Eustachius (orificium tubae) sehingga terjadi pe- jelas adanya kelumpuhan-kelumpuhan saraf pusat.
nyumbatan saluran tuba, akibatnya terjadi tuli konduktip. Untuk mengingatkan akan kemungkinan adanya karsinoma
Gejala hidung dan telinga oleh beberapa penderita masih di- nasopharynx, MULYONO DJOJOPRANOTO mengusulkan pe-
anggap ringan, sehingga masih belum merasa perlu untuk pergi doman sebagai berikut :
ke dokter. 1. Setiap ada tumor di leher, ingatlah selalu akan kazsinoma
3. Gejala tumor leher nasopharynx. Lebih-lebih bila lokalisasi tumor itu di bawah processus
mastoideus dan angulus mandibularis.
Tumor leher yang disebabkan oleh karsinoma nasopharynx 2. Setiap ada tumor di leher, ada gejala hidung dan gejala
terletak di ujung processus mastoideus, di depan m. ster- telinga ditambah gejala mata dan saraf.
nocleidomastoideus dan di belakang angulus mandibullae. 3. Adanya lima gejala lengkap.
Pembesaran tumor leher ini merupakan penyebaran terdekat Pedoman ini sebagian besar dapat dipakai, tetapi sebagai titik
secara limfogen; sedang penyebaran jauh dapat ke: hati, paru- tolak diambil tumor leher yang sudah merupakan metastasis
paru, tulang pinggul, os sacrum dan lain-lain. tumor, jadi tidak merupakan diagnosis dini. Untuk sejawat
Pembesaran tumor di leher inilah yang sering mendorong dokter umum, pedoman di atas sudah mencukupi, tetapi
penderita pergi ke dokter, sesuai dengan data yang dikumpul- untuk dokter ahli masih jauh dari memuaskan. Untuk mem-
kan di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, perkuat diagnosis, perlu diadakan pemeriksaan sitologi dan
Medan dan lain-lain tempat. Oleh karena itu kami ajak sejawat- patologi anatomik.
sejawat dari segala tempat agar tidak melupakan kemungkinan Pemeriksaan sitologi
adanya karsinoma nasopharynx bila mendapatkan penderita
Untuk pemeriksaan sitologi, cara pengambilan bahan sa-
dengan tumor leher yang letaknya khas itu.
Mengenai penyebaran tumor ke kelenjar limfe, THEMANS - ngatlah mudah dan sederhana. Dengan cell-brush kita me-
ngorek mukosa dari nasopharynx kira-kira di daerah fossa
dan penulis lain mengadakan pembagian sebagai berikut :
Rosenmulleri dengan jalan memasukkan cell-brush dari hidung.
N0 : belum ada tumor di leher Kemudian bahan itu dimasukkan ke dalam alkohol 70 % untuk
N1 : ada tumor leher homolateral dan tumor masih dikirim ke Bagian Patologi Anatomik.
mudah bergerak Cara lain dapat dilakukan dengan menggunakan pompa isap
N2 : ada tumor kontralateral atau bilateral, masih (suction pump). Di ujung pompa isap diberi kateter logam,
mudah bergerak. lalu dimasukkan lewat hidung sampai ke nasopharynx; kemu-
N3 : ada tumor leher kontralateral atau bilateral, tidak
dapat bergerak
Di samping itu, masih ada juga klasifikasi berdasarkan metasta-
sis jauh dengan kode M.
M0 : Belum tampak metastasis jauh
M1 : sudah ada metastasis jauh
Berdasarkan kode-kode di atas, yaitu hubungan antara tumor,
li mfonodi danmetastasis jauh, dapat ditentukan stadium karsi-
noma nasopharynx :

S1 : T0-2 N0 M 0
T0-2
S2 : N1-2 M0
S3 : T0-2 N 3 M 0 ; T 3 N 0-3 M0
S4 : T4 N 0-3 M0 ; T0-4 N 0-3 M 1
Klasifikasi ini sangat penting artinya bagi prognosis penderita.
4. Gejala-mata
Gejala mata yang mula-mula timbul bukan berupa kekurangan
Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977 37
dian kateter diputar + 90 derajat, lalu pompa disedot kuat- – Tionghoa lahir di
kuat sehingga ada sel-sel yang ikut terhisap. Proses selanjutnya Australia : 10,2
– Tionghoa pendatang : 35,1
sama dengan di atas.
Perlu kami ketengahkan bahwa Jepang, walaupun berada di
Pemeriksaan Patologi Anatomik
kawasan Asia, mempunyai frekwensi yang sangat kecil : 0,08 %
Untuk pemeriksaan ini diperlukan bahan (coupe) yang
didapat dari biopsi. Alat-alat biopsi ini sangat sederhana: Pengobatan
(1) nasal cutting forceps, (2) speculum hidung, (3) knie Pengobatan yang paling murah ialah dengan radioterapi,
pincet, (4) tampon kain kasa, (5) kapas, dan (6) larutan tetapi hasilnya juga tidak memuaskan. Banyak obat sitostatika
cocain 5 % atau pantocain 1 %. waktu ini, tetapi harganya masih terlalu tinggi untuk rakyat
Cara biopsi (blind biopsi).– Daerah hidung yang akan dibiopsi kecil. Dua hal ini masih merupakan hambatan untuk sejawat
diberi anestesi lokal dengan cocain 5 % atau pantocain 1 % dengan di puskesmas dalam menanggulangi karsinoma nasopharynx
cara memasukkan kapas yang telah dibasahi dengan larutan tersebut
khususnya dan keganasan pada umumnya.
ke dalam hidung. Tunggu lima sampai limabelas menit.
Setelah kapas diambil, tang biopsi dimasukkan ke dalam menyusuri Prognosis
dasar cavum nasi sampai menyentuh dinding belakang nasopharynx.
Kemudian ujung tang digeser ke lateral mengikuti dinding lateral Penderita jarang yang mencapai hidup lima tahun (five
nasopharynx sambil ditazik ke depan perlahan-lahan. Kira-kira pada years survival), lebih-lebih bila tumor didapatkan pada stadium
daerah fossa Rosenmulleri kami lakukan biopsi. yang sudah lanjut.
Biopsi ini memang kurang sempurna, tetapi sengaja kami utarakan
cara yang sederhana sehingga sejawat yang mungkin mempunyai sarana KEPUSTAKAAN
yang kurang Iengkap dapat mengerjakannya. Menurut pengalaman 1. BALLENGER HC, BALLENGER II : Diseases of the nose, throat
kami, dari seluruh biopsi dimana kazsinoma nasopharynx dicurigai, and ear, 10 ed. Philadelphia, Lea & Febiger, 1957, p 519.
blind biopsi ini memberi hasil 71,8 % 2. BOIES LR et al : Fundamentals of otolaryngology. A textbook of
ear, nose, and throat diseases; 3 ed. Philadelphia, London, WB
lnsidens
Saunders Co., 1963, pp 350–352.
Karsinoma nasopharynx banyak terdapat pada umur 30 - 60 3. IRWIN SUMARMAN : Tumor ganas nasopharynx pada Bagian
tahun, frekwensi terbanyak pada umur 40 - 50 tahun. Lebih THT RSUP dr. Hasan Sadikin – Bandung.
4. JACKSON C, JACKSON CL : Diseases of the nose, throat and ear,
sering didapatkan pada laki-laki daripada wanita. Mengenai
2 ed. Philadelphia, London, WB Saunders Co., 1959, p 279.
hubungannya dengan ras, dalam kepustakaan disebutkan bah- 5. LIANG PE CHIANG : Studies on nasophazyngeal carcinoma in the
wa pada orang Tionghoa didapatkan frekwensi yang jauh Chinese – Statistical and laboratory investigations. Chinese Med J
lebih besar; tetapi ada hal yang membingungkan, yaitu bila 183 (6) : 373–390, 1964.
kita melihat di RRC dimana frekwensi pada penduduk RRC 6. LINDSAY R : Yearbook of eaz, nose and throat 1967 – 1968,
pp 159–1960.
Selatan jauh lebih besar bila dibandingkan dengan RRC
7. MOCH. ZAMAN : Diagnostik tumor maligna dari nasopharynx.
sebelah Utara. "Postgraduate Course" Muktamar IDI Ke IV di Surabaya, 1953, pp
Di bawah ini disajikan frekwensi relatif karsinoma nasopharynx 62–66.
di Indonesia : 8. MULJONO DJOJOPRANOTO : Beberapa segi patologi tumor
1. Jakarta : 7,79 % ganas nasopharynx di Jawa Timur. Tesis Universitas Airlangga
2. Bandung : 5,82 % Surabaya 1960. Gitakarya Surabaya, 1960.
3. Semarang : 15,7 % 9. MORRISON : Diseases of the nose, throat and ear, 2 ed. New York,
4. Surabaya : 7,7 % Appleton Century Crofts Inc., 1955, p 506.
5. Malang : 5,6 % 10.MECKIE DEC, LAWLEY M : Nasophazyngeal carcinoma (among
6. Denpasar : 3,86 % Chinese) – Clinical analysis of 120 cases. AMA Arch Surg 69 : 841–
7. Medan : 6,1 % 848, 1954.
8. Ujung Pandang : 6,7 % 11.ONGSIATO Jr.: Cancer of the nasophazynx. Philip J Cancer 8(2) :
73–77, 1968.
12.THEMANS HH: Maligne nasopharyngeal neoplasmata. Academisch
Sebagai perbandingan, di bawah ini kami cantumkan fre- Proefschrift (in de Geneeskunde aan de Universiteit van Amsterdam)
kwensi relatif karsinoma nasopharynx dari benua Asia - Aus- 2 July 1970, Drukkerij mur–allsmeer 1970.
tralia : 13.TANWIR JM : Patologi carcinoma nasopharynx khusus ditinjau
1. RRC Utara, dari segi histogenesis. Cetakan pertama. Bandung, Penerbit Alumni,
– distrik Tionghwa : 7,9 1975.
– distrik Tsinan : 5,1
– distrik Peking : 4,0
RRC Selatan,
– Kwantung : 56,9
– Kwangsi : 31,1
– Fukien : 16,2
2. Hongkong : 18,3
3. Malaysia & Singapura : 13,2
4. Thailand : 5,2
5. India : 1,8 – 2,3
6. Taiwan : 12,1
7. Philipina : 3,7
8. Australia
– Asli : 0,2 – 0,3

38 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977


SILAHKAN COBA

Konggres Nasional I Perhimpunan Biokimia lndonesia yang telah


berlangsung di Surabaya pada tanggal 27 s/d 29 Juni 1977 bertema :
Peranan Biokimia pada Industri hayati.
Pada pertemuan tersebut telah diajukan beberapa kertas kerja tentang
bahan makanan a.l. tiwul dan bekatul. Kedua bahan makanan ini memang
hanya dikenal di pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur.,
sehingga untuk para peserta dari daerah, seperti misalnya Sumatera Utara,
tak ada gambaran tentang bentuk dan rasa kedua bahan makanan tersebut.
Keesokan harinya sewaktu hendak makan pagi di restauran salah
sebuah hotel yang cukup besar terjadi percakapan sebagai berikut :
— Mau makan pagi apa, Tuan !
+ Mmm, saya kepingin mencoba tiwul !
Sang pelayan hampir tak percaya apa yang telah didengar
— Eh, eh, maaf, disini tidak ada tiwul, Tuan.
+ Ah sayang, .........................kalau tidak ada tiwul, bekatul juga boleh, bah !!
— ??????????
dr. Oen L.H.
Jakarta.

T.K.O.
Seorang bayi yang baru berumur dua bulan oleh ibunya dibawa ke tempat
praktek saya untuk pemeriksaan rutin. Dalam pemeriksaan kulihat bercak
merah semacam hemangioma di dahi bayi tersebut. Sambil lalu kukatakan :
"Bercak semacam ini pasti hilang sendiri pada umur lima tahun". " Memang,
demikian juga yang dikatakan oleh dokter pada ibu saya 25 tahun yang lalu",
jawab ibu bayi itu sambil menyisihkan rambut dari dahinya. Dan kulihat
bercak merah di dahi tersebut, tepat seperti bercak pada anaknya
EFEK SAMPING K.B.
Seorang w anita yang telah bertahun-tahun men- Jawaban Ruang Penyegar dan Penambah llmu Kedokteran
jadi pasien saya pada suatu hari meminta pil
kontrasepsi, padahal saya tahu bahwa dalam
1. D 4. C 7. A
perkawinannya yang telah berumur dua tahun
2. A 5. C 8. D
itu ia belum dikaruniai seorang anakpun. Dengan
heran kutanyakan mengapa ia tiba-tiba minta 3. B 6. B 9. C
pil K.B. "Seminggu yang lalu saya telah bercerai, 10. D
dok" , jawabnya.

Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977 41


Catatan singkat
Pertumbuhan (growth) merupakan indikator ter- Dr. Carleton Gajdusek adalah pemenang hadiah
baik dalam menentukan status gizi seorang anak; Nobel untuk ilmu kedokteran tahun 1976 untuk
indikator ini lebih dapat dipercaya daripada gejala dua hasil penemuannya, yaitu : (i) adanya slow
klinik dan laboratorium. Bila dalam suatu kelompok virus yang atipik, atau lebih tepat disebut `virus-
masyarakat banyak didapatkan anak dengan tubuh like agent ' karena sifatnya lain daripada virus
pendek, ini lebih sering disebabkan oleh faktor biasa, seperti resistensinya terhadap DNA—ase dan
nutrisi-infeksi daripada akibat perbedaan genetik. RNA—ase, dan (ii) bahwa virus tersebut dapat
Kecuali pada segelintir golongan etnik tertentu, menyebabkan penyakit degeneratif pada susunan
semua anak memiliki potensi pertumbuhan yang saraf pusat. Sejarah penemuannya dimulai pada
sama. Ini berarti bahwa nilai-nilai standard inter- tahun 1957 ketika ia sedang berkunjung ke Aus-
nasional untuk pertumbuhan secara praktis dapat tralia dan mendengar adanya suatu penyakit di
dipergunakan di semua negara. Irian Timur yang oleh penduduk asli disebut kuru.
WHO Tech Rep Ser No. 600, 1976, pp 95-96. Penyakit ini disebabkan oleh kanibalisme di kalangan
kebiasn-m masyarakat primitif, yaitu
tubuh anggota keluarga yang meninggal, terutama
otaknya. Selama setahun dokter yang menguasai
Sangatlah mengherankan bahwa analgesia yang 12 bahasa ini hidup di Irian dan telah menemukan
dilakukan dengan akupunktur dapat dihilangkan/ 200 penderita yang meninggal akibat penyakit ini.
dihambat oleh naloxone,suatu antagonis narkotika. Degenerasi susunan saraf pusat pada penyakit
Dalam proses analgesia tersebut diperkirakan ini ternyata disebabkan oleh sejenis virus yang
akupunktur menyebabkan pelepasan endorphin, dapat juga ditularkan pada monyet dengan inoku-
suatu zat yang secara alamiah terdapat di dalam lasi langsung ke otak. Bila diingat bahwa masa
otak & hipofisis dengan efek yang menyerupai inkubasi penyakit ini adalah 22 bulan, dapat di-
zat-zat narkotika. bayangkan sulitnya untuk membuktikan hubungan
Science 195 : 471-473. 1977. langsung antara penyebab (agent) dan penyakit
ini. Dengan masuknya kebudayaan modern, kini
kanibalisme praktis telah tidak ada, sehingga selama
Kekuatan jaringan pada luka yang telah sembuh lima tahun terakhir ini penyakit tersebut tak pernah
dipengaruhi ioleh berbagai faktor. Salah satu faktor di jumpai lagi. Akan tetapi jangan dianggap bahwa
yang tidak disangka-sangka ialah pengaruh infeksi dengan demikian penemuan tadi tidak berguna,
oleh kuman-kuman. Luka yang terinfeksi, setelah karena ternyata berbagai penyakit pada susunan
sembuh justru lebih kuat daripada yang tidak saraf pusat yang dulu hanya disebut sebagai
"
terinfeksi. Bila pada suatu luka ada bagian yang chronic idiopathic degenerative disorders" seka-
terinfeksi dan ada yang tidak, bagian yang terin- rang banyak yang dapat dibuktikan disebabkan
feksi ini lebih kuat. Diperkirakan bahwa infeksi oleh slow virus.
menyebabkan jaringan granulasi lebih banyak di- Arch Neurol 34 : 205 — 208, 1977.
bentuk. Bakteri yang pernah dipakai dalam
percobaan ini ialah E. coli, Proteus mirabilis, Selain jumlah protein, kwalitas protein juga ikut
P. aeruginosa, S. fecalis. menentukan mutu diet seseorang. Kwalitas protein
Surg Gynecol Obstet 144 : 347-350, 1977. dalam diet dapat ditingkatkan dengan menggabung-
kan berbagai makanan sedemikian rupa sehingga
setiap kali makan tubuh memperoleh semua asam
amino esensial dalam perbandingan yang tepat.
Absorbsi obat dalam bentuk sirup biasanya lebih Sebagai contoh, beras, yang sangat sedikit me-
baik daripada bentuk tablet atau kapsul. Sebagai ngandung asam amino lysine, dapat digabungkan
contoh, dengan dosis yang sama, rifampin bentuk dengan kacang atau kedele, yang banyak me-
sirup menghasilkan konsentrasi obat dalam serum ngandung lysine. Bila kedua makanan tersebut
sebesar dua kali konsentrasi yang dihasilkan oleh dimakan bersama-sama, akan didapatkan campuran
tablet rifampin yang terbaik. protein dengan mutu yang lebih baik.
Clin Pharmacol Ther 21 : 370-374, 1977. Pediatrics 59 : 460,1977.

42 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977


Dapatkah saudara menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini ???
Jawahan dapat dilihat pada halaman 41

Untuk nomor 1- 8, sesuaikan jawaban dcngan huruf-huruf di rita tampak gelisah, pernafasan menjadi cepat, dan tampak se-
sebelahiiya. kit cyanosis. Tekanan darah 95/70, pernafasan 32 per menit,
1. Tanda Cvostek (A) Pankreatitis akuta suhu 38,3 °C. Tampak beberapa petechiae pada conjunctiva
2. Tanda Turner (B) Kebiru-biruan di sekitar um- dan badan. Terdengar ronchi pada basal kedua paru-paru. Cor
bilikus. tak ada kelainan. Pemeriksaan laboratorium rutin terhadap
3. Tanda Cullen (C) Tabes dorsalis darah dan urin tak menunjukkan hal-hal yang berarti.
4. Tanda Romberg (D ) Tetani
(1) Apakah keadaan yang menyerupai shock pada penderita
ini disebabkan oleh kehilangan darah?
5. Penyakit Meniere (A) Disebabkan oleh kelumpuh- (2) Apa yang menyebabkan perubahan yang terjadi secara
an saraf simpatik cervicalis akut 24 jam kemudian itu?
6. Bell's palsy (B) Disertai kelumpuhan bibir (3) Bagaimana cara menegakkan diagnosis yang tepat pada
dan pipi penderita ini?
7 Sindroma Horner (C) Vertigo aural (4) Bagaimana terapinya?
8. Hydrocephalus interna (D) Disertai dengan papiledema, (5) Bagaimana prognosisnya?
bradycardia dan muntah-
muntah.
(1) Mungkin saja bahwa penderita tersebut telah kehilang-
an satu liter darah akibat fraktura yang menyebabkan perda-
pilihlah satu jawaban yang tepat : rahan di dalam, meskipun tak tampak perdarahan di luar. Na-
9. Bisul-bisul pada umumnya disebabkan oleh: mun keadaan ini kurang mungkin bila ingat bahwa keadaan
(A) Staphylococcus albus umumnya pada waktu datang masih baik dan selama 24 jam
(B) Staph. citreus kemudian juga masih baik. Faktor kehilangan darah mungkin
(C) Staph. aureus membantu perkembangan kemudian.
(D) Streptococcus viridans (2) Terjadinya cyanosis, tachycardia dan pre-shock pada
10.Pada kematian oleh keracunan metil-alkohol, ditemukan: penderita ini yang tiba-tiba sangat menyokong kemungkinan
(A) edema otak embolisme lemak. Kemungkinan emboli paru-paru yang "kon-
(B) nekrosis pankreas vensionil " belum dapat disingkirkan, akan tetapi pada kasus ini
(C) nekrosis neuron-neuron retina tampaknya terjadinya terlalu awal.
(D) semuanya di atas (3) Diagnosis emboli lemak kadang-kadang sulit ditegak-
kan. Sputum dan urin harus diperiksa beberapa kali untuk
mencari partikel-pertikel lemak. Tidak jelas bagaimana partikel
lemak dapat mecapai sputum dan urin, tetapi diperkirakan le-
Seorang pekerja, berumur 23 tahun, dibawa ke rumah sakit mak tersebut berasal dari sumsum tulang yang mengalami
segera setelah mendapat kecelakaan waktu naik sepeda motor. fraktura.
Tulang pahanya yang sebelah kiri jelas telah mengalami fraktu- (4) Tidak ada terapi khusus. Tetapi suportif berupa pem-
ra tertutup, diperkirakan mungkin juga ada trauma pada pelvis berian oksigen; pemberian steroid, karena lesi paru-paru beru-
bagian dalam. Waktu pertama kali diperiksa keadaan umum pa lesi inflamatoir; heparin kadang-kadang diberikan juga un-
penderita baik, nadi dan tekanan darah baik, kecuali bahwa ia tuk mencegah koagulasi intravaskular.
tampak pucat. Tidak ditemukan perdarahan terbuka dari ba- (5) Biasanya penderita dapat mengatasi akibat emboli le-
gian-bagian tubuh. Paru-paru, cor, abdomen tak ada kelainan. mak ini, tetapi tentu saja prognosis tergantung juga dari luas
Diberikan pengobatan konservatif. Keadaan umum penderita dan beratnya trauma yang menyebabkan embolisme tadi.
tetap baik sampai 24 jam kemudian ketika tiba-tiba keadaan Dilaporkan kematian sebesar 10-20 %.
umumnya dengan cepat menurun. Kesadaran menurun, pende - (diolah dariMedicalOpinion 3(10): 11, 1974)

Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977 43


ABSTRAK ABSTRAK
BARIUM ENEMA UNTUK DIAGNOSIS APPENDICITIS AKUTA PADA
ANAK-ANAK
Keterlambatan mendiagnosis appendicitis akuta, terutama pada anak-anak, sering
menyebabkan perforasi appendix. Selama ini diagnosis biasanya hanya ditegakkan
dengan pemeriksaan fisik dan laboratorium saja. Pemeriksaan radiologik dengan
barium enema, meskipun secara teoritis mudah dilakukan dan penting untuk diagnosis,
jarang — dan bahkan dilarang — dilakukan pada kasus-kasus yang dicurigai menderita
appendicitis akuta karena dianggap dapat menimbulkan perforasi. Bahwa sebenarnya
barium enema itu tidak berbahaya dan bahkan penting untuk diagnosis telah dibuktikan
oleh J.Z. JONA dkk.
Enema dilakukan dengan barium sulfat. Katartik dan purgatif tidak diberikan
karena merupakan kontraindikasi pada acute abdomen. Kolom barium dinaikkan
setinggi + 1 m dan kemajuannya dilihat dengan fluoroskopi. Manipulasi dan tekanan-
tekanan pada abdomen dilarang. Bila barium tidak masuk ke dalam appendix atau
ileum terminalis, jangan dipaksa dengan menaikkan kolom barium. Dalam hal ini,
buatlah foto dan penderita diperbolehkan mengeluarkan barium tersebut untuk
kemudian dibuat foto postevakuasi.Pada beberapa penderita pernah dicoba mengulangi
barium enema untuk kedua kalinya, akan tetapi hasilnya tak banyak mempengaruhi
diagnosis.
Interpretasi. — Roentgenogram disebut normal bila appendix terisi penuh dan tak ada
perubahan-perubahan mukosa pada appendix dan daerah ileocecaL Mobilitas appendix yang
terlihat pada fluoroskopi ikut menunjukkan bahwa appendix normal. Roentgenogram mencuriga-
kan bila appendix tidak terisi atau terisi sebagian, tetapi tidak ada kelainan lain pada appendix ,

ILMU cecum, ileum terminalis dan sigmoid colon. Harus diingat bahwa keadaan ini dapat ditemukan
juga pada 8 — 10 persen kasus dengan appendix normal, terutama pada appendix retrocecal.
Tanda yang patognomonik untuk appendicitis akuta ialah : appendix tidak terisi, terlihat ` mass

BEDAH effect ' (dorongan oleh suatu massa) pada batas medial dan inferior cecum, dan ` mass effect ' atau
mukosa yang irregular pada ileum terminalis. Appendix yang terisi sebagian disertai dengan
abnormalitas mukosa dan `mass effect' pada daerah ileocecal juga dianggap sebagai tanda yang
positif. Demikian juga, appendix yang hanya terisi bagian proximalnya saja sehingga gambar seolah-
olah terputus (cut-off sign) dianggap karakteristik untuk appendicitis akuta.
Pemeriksaan barium enema dilakukan pada 58 penderita yang berumur 2— 16
tahun. Pemeriksaan ini dilakukan hanya bila diagnosis appendicitis meragukan.
• Pada 27 kasus appendix terisi penuh dan roentgenogram normal. Meskipun
demikian, dilakukan juga explorasi pada delapan kasus karena gejala-gejala klinik
sangat menyokong diagnosis appendicitis akuta, dan ternyata semuanya normal.
Ke 19 kasus sisanya tidak mendapat pengobatan khusus, kecuali dua kasus yang
memerlukan antibiotika karena ternyata menderita pneumonia. Ke 27 kasus ini
sembuh dengan cepat.
• Pada 20 kasus, roentgenogram patognomonik untuk appendicitis akuta dan
segera dilakukan operasi : 18 di antaranya benar-benar menderita appendicitis akuta;
satu menderita hiperplasia limfoid di daerah ileocecal dan appendix; dan pada satu
kasus lainnya didapatkan inflamasi pelvis sebagai komplikasi abortus.
• Pada sembilan kasus dengan roentgenogram yang meragukan dilakukan observasi;
pada enam kasus gejala mereda dalam beberapa jam; pada satu kasus ditemukan
pneumonia yang diobati dengan segera dan gejala-gejala abdominal menghilang; pada
dua kasus gejala bertambah berat dan dilakukan operasi — kedua-duanya ternyata
menderita appendicitis akuta.
Dalam pemeriksaan ini tidak ditemukan komplikasi perforasi akibat barium
enema. Meskipun pemeriksaan ini dapat membantu dalam keadaan yang meragukan,
ditegaskan bahwa barium enema tidak dapat menggantikan pemeriksaan fisik yang
dilakukan dengan cermat.
JONA JZ et al. Surg Gynecol Obstet 144 : 351 — 355, 1977.

44 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977


MANA YANG LEBIH BAIK UNTUK KEHAMILAN KEMBAR : istirahat atau
penjahitan cervix ?
Tingginya mortalitas perinatal pada anak-anak kembar terutama disebabkan
oleh `low birth weight' akibat prematuritas. Untuk mencegah persalinan sebelum
waktunya, beberapa ahli menganjurkan istirahat di tempat tidur; akan tetapi ini
menyulitkan penderita serta keluarganya, disamping meningkatkan bahaya kelainan
tromboembolik. Ada juga yang mengajukan hipotesis bahwa prematuritas tadi disebab-

OBSTETRI
kan oleh inkompetensi cervix akibat peregangan rahim secara berlebihan. Bila memang
demikian, seharusnya penjahitan cervix akan mengurangi insidens prematuritas.
Untuk mengetahui mana yang lebih baik, dilakukan percobaan sebagai berikut :
60 pasien dengan kehamilan kembar diharuskan istirahat di tempat tidur. Pada 37
pasien lain dilakukan penjahitan cervix. Sedang pada 36 lainnya tidak diberi terapi
secara aktif.
Ternyata insidens dari persalinan prematur sama saja pada ke tiga golongan
di atas. Berat badan rata-rata dari ke dua bayi kembar dan insidens dari 'small-for-date-
babies' juga sama.
WEEKES ARL et al. Brit J Obstet Gynecol 84 : 161 — 163, 1977

GANGGUAN PSIKIATRIK AKIBAT ERHARD SEMINARS TRAINING


Erhard Seminars Training (EST) adalah semacam kelompok terapi yang telah .
ada selama lima tahun ini di Amerika Serikat. Dalam kelompok sebanyak kira-kira
250 orang, para peserta bersama-sama mengadakan "latihan" dan harus membayar
$ 250,— untuk latihan selama 60—70 jam. Biasanya latihan dilakukan dalam ruang
pertemuan di hotel-hotel. Para peserta duduk menghadap pelatih/pemimpin yang
duduk di atas panggung yang tinggi. Pelatih menunjukkan sikap konfrontatif dan
authoritatif dan sering membalas bantahan dari peserta dengan intimidasi serta ejekan.
Beberapa peraturan harus dituruti : tidak boleh berbicara bila tidak diberi ijin, tidak
boleh meninggalkan tempat duduk, tidak boleh merokok, tidak boleh makan atau
minum, tidak boleh ke WC kecuali pada waktu istirahat. Peserta yang melanggar
peraturan segera dikeluarkan dari ruangan dan dikeluarkan sebagai anggota. Latihan
dimulai dari pagi-pagi buta sampai malam, selama 15 jam terus menerus hanya dengan
dua masa istirahat. Para peserta hanya boleh makan pada waktu istirahat kedua.
Program latihan terdiri atas tiga aktivitas dasar : penerangan secara didaktik
tentang ajaran EST, "pembukaan diri" (self disclosure) didepan semua peserta, dan
"proses-proses". Bahan-bahan didaktik, yang diberikan secara agresif oleh pelatih,
sebagian besar meminjam teori psikoanalitik, psikologi Jung, transactional analysis dan
filsafat Timur. Dalam masa pembukaan diri, para peserta mengeluarkan seluruh isi
PSIKIATRI hati (catharsis) dengan pengakuan-pengakuan dan lain-lain. Sedang yang dimaksud
dengan .proses-proses ialah latihan dengan menggunakan Gestalt, relaksasi dan tehnik-
tehnik psikodrama.
Telah dilaporkan lima pasien yang mengalami gangguan psikiatrik setelah me-
ngikuti latihan EST. Dari kelima pasien tersebut hanya satu yang sebelumnya mem-
punyai riwayat gangguan psikiatrik. Gejala-gejala psikosis yang muncul berupa :
paranoia, waham kebesaran, perubahan `mood' yang tak terkendalikan dan waham-
waham lain.
Meskipun tidak dapat disimpulkan bahwa EST per se jelek bagi semua peserta,
harus diingat bahwa ada sifat-sifat khusus yang merupakan predisposisi bagi psikosis
bila mengikuti EST. Menurut kesan penulis, sikap pelatih yang authoritatif, kon-
frontatif serta agresif ditambah dengan hambatan-hambatan terhadap kebutuhan
fisiologik seperti makan, berbicara dsb. mendorong peserta untuk mengidentifikasikan
diri dengan pelatih tersebut ("identification with the aggressor "). Bila mekanisme
pertahanan ini tidak mampu membendung anxietasnya, akan terjadi ego fragmentasi
dan dekompensasi psikotik.
GLASS LL et al. Am J Psychiatry 134 : 245 — 247, 1977.

Catatan : Terlihat persesuaian antara peristiwa di atas dengan kejadian pada masa perploncoan
mahasiswa, yang menurut dr. SUYONO — Kepala Bagian Psikiatri FK—UGM— telah
membawa banyak korban psikiatrik.— Red.

Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977 45


EFEK KHUSUS PROTEIN KEDELE TERHADAP KHOLESTEROL
Meskipun tidak semua setuju, sebagian besar kalangan kedokteran berpendapat
bahwa hiperkholesterolemia merupakan predisposisi untuk penyakit jantung koroner,
terutama bila keadaan tsb. berlangsung seumur hidup seperti pada hiperkholesterole-
mia familial. Akan tetapi, disamping faktor genetik, kadar kholesterol di dalam darah
dipengaruhi juga oleh diet.
SIRTORI dkk. melaporkan bahwa diet-protein-kedele, yaitu diet di mana protein
hewani diganti dengan protein kedele, dapat menurunkan kadar kholesterol dalam se-
rum. Telah d.ilakukan suatu percobaan terhadap 21 penderita hiperlipoproteinemia tipe
II untuk membandingkan efek diet-rendah-kholesterol-rendah-lemak (a) dengan diet-
protein-kedele(b). Dipakai metoda cross-over yaitu sebagian penderita diberi diet (a)
selama tiga minggu kemudian diganti dengan diet (b), sedang sebagian yang lain diberi
diet (b) dulu baru kemudian diet (a). Setelah itu jadwal diet dibalik pada kedua go-
longan tsb.
Ternyata diet-rendah-kholesterol-rendah-lemak praktis tidak berguna, sedangkan
diet-protein- kedele berhasil menurunkan secara drastis kadar kholesterol dalam serum
GIZI setelah tiga minggu. Dalam waktu dua minggu, rata-rata kadar kholesterol berkurang
dengan 14 %, dan setelah tiga minggu, 21 %, (Ini berarti bahwa bila mula-mula kadar
kholesterol 330 mg/100 ml, menurun menjadi 260 mg/100 ml).Bila diet-protein-kedele
diganti dengan diet- rendah-kholesterol-rendah-lemak, kadar kholesterol di dalam da-
rah segera meningkat lagi. Diet-protein-kedele tsb. memang praktis tidak mengandung
kholesterol sama sekali, akan tetapi efek hipokholesterolemik diet tsb. bukan disebab-
kan oleh hal ini. Untuk membuktikan hal tersebut, pada pemberian diet-protein-kedele
ditambahkan juga 500 mg kholesterol setiap hari. Ternyata ini tidak mempengaruhi
kecepatan penurunan kadar kholesterol di dalam darah dan kestabilan kadar kholeste-
rol sesudahnya.
Apa yang mengakibatkan efek hipokholesterolemik dari diet-protein-kedele tsb. be-
lum diketahui dengan pasti, akan tetapi dapat disimpulkan dengan jelas bahwa efek hi-
pokholesterolemik tsb. bukan disebabkan karena rendahnya kadar kholesterol di da-
lam diet tsb., akan tetapi disebabkan oleh sifat khusus protein kedele itu sendiri (Oleh
sebab itu kami anjurkan untuk memakan tahu, tempe serta kecap secukupnya setiap
hari - RED.)
SIRTORI C.R. et al. Lancet i : 275-277, 1977.

OBAT BARU
Disopyramide

Kimia : 4 - di - isopropylamine - 2 - phenyl - 2 -(2-pyridyl) buty-


ramide phosphate.

Farmakodinamika :
* anti-aritmi jantung, baik atrial ataupun ventrikuler.
* memiliki efek antikholinergik dan anestesi lokal.
* khasiat anti-aritmi diduga berdasarkan atas :
Pemanjangan masa refrakter atria dan ventrikel sehing-
ga dapat mengakhiri suatu circus movement yang di-
awali oleh extrasistole atrial ataupun ventrikel.
Telah dilaporkan efektif untuk recurrent ventricular
fibrillation yang refrakter terhadap lidokain IV, phe-
nytoin dan procainamide.
* efek samping : retensi urin dan mulut kering.

Farmakokinetika :
* efektif secara oral untuk pencegahan takiaritmi ventrikel
setelah infark miokard.
* dosis 100 - 200 mg 4 x sehari.

46 Cermin Dunia Kedokteran No. 9, 1977

You might also like