You are on page 1of 12

ANALSA KASUS

Dari tinjauan pustaka diketahui bahwa diagnosa ensefalitis dapat ditegakkan


berdasarkan :
Anamnesis
pasien kejang sampai 3 kali dengan lama kejang kurang dari 15 menit. kejang
dimulai dari matanya yang mendelik keatas yang kemudian kejang seluruh
tubuh.
kesadaran pasien menurun.
!anas tinggi mulai terjadi 3 jam sebelum masuk RS.
Dari pasien ini diduga penyebab encephalitis adalah bakteri dari riwayat OMSK yang
dapat menyebar secara percontinuitatum,hematogen dan limfogen.

Gejala klinis
Gejala klinis tidak spesifik pada ensefalitis, tergantung dari penyebab dan luas
daerah yang terkena.
Gejala bisa bersifat akut atau kronis perlahan-lahan.
!ada pasien ini didapatkan gejala-gejala yang bersifat akut, yaitu :
panas tinggi (hiperpireksia)
kesadaran yang menurun sampai menjadi sopor
kelainan neurologis : kaku kuduk, kejang
Tanda rangsang meningeal positif sehingga menunjukkan kerusakan sudah
mencapai meningen sehingga bias juga disebut sebagai meningoencefalitis

!emeriksaan penunjang :
!ada pasien ini terdapat peningkatan leukosit pada pemeriksaan darah lengkap
yang bisa menunjukkan adanya proses infeksi.
!ada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang yang dapat membantu
diagnosis pasien seperti pungsi lumbal untuk pemeriksaan cairan cerebrospinal
ataupun EEG. Walaupun bukan merupakan diagnosis pasti pada Meningoensefalitis.
TNJAUAN !USTAKA


ENSEFALITIS

PENDAHULUAN

Ensefalitis adalah suatu infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikro-organisme.
Misalnya bakteria, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus.!enyebab yang
terpenting dan tersering adalah virus. Berbagai jenis virus dapat menimbulkan
ensefalitis, meskipun gejala klinisnya sama. Sesuai dengan jenis virus dan
epidemiologinya, diketahui berbagai macam ensefalitis virus. Dari beberapa jenis
virus yang dapat menyebabkan ensefalitis, satu yang paling sering dan berbahaya
adalah Virus Herpes Simpleks (VHS). nfeksi Herpes Simpleks pada susunan saraf
pusat sering berakibat fatal.encefalitis yang menunjukkan gejala tanda rangsang
meningeal positif bisa disebut sebagai meninoencefalitis karena kerusakan telah
mengenai meningen.

EPIDEMIOLOGI

Virus Herpes Simpleks
Angka kejadian di Amerika Serikat 1 dalam 250.000-500.000 per tahun. Virus
Herpes Simpleks terdiri dari 2 tipe, yaitu VHS tipe 1 dan VHS tipe 2. VHS tipe 1
menyebabkan ensefalitis terutama pada anak, sedangkan VHS tipe 2 menyebabkan
infeksi pada neonatus.
Angka kejadiannya berkisar 1 per1000.
di ndonesia secara klinis dikenal banyak kasus ensefalitis tetapi Japanese
encephalitis yang baru ditemukan.

ETIOLOGI
Klasifikasi ensefalitis berdasarkan cara virus tersebut menginfeksi otak :
Ensefalitis !rimer
nfeksi virus yang bersifat epidemik
Golongan enterovirus : !oliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
Golongan virus ARBO : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis, Eastern
equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer encephalitis,
Murray valley encephalitis.
nfeksi virus yang bersifat sporadik
Rabies, Herpes simpleks, Herpes zoster, Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic
choriomeningitis dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi belum
jelas.
Ensefalitis Sekunder (Ensefalitis pasca-infeksi)
!asca-morbili, pasca-varisela, pasca-rubela, pasca-vaksinia, pasca-mononukleosis
infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak
spesifik.

PENULARAN

Radang otak sendiri tidak menular, tetapi virus yang menyebabkan ensefalitis dapat
menyebar. Tentu saja, bila seorang anak terinfeksi virus belum tentu dia akan
terjangkit ensefalitis.Karena ensefalitis dapat disebabkan oleh berbagai macam
penyebab, infeksi dapat timbul melalui berbagai macam cara.

PATOGENESIS

Virus dapat masuk tubuh pasien melalui kulit, saluran nafas, dan saluran cerna.
Setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan
beberapa cara :
O Setempat : virus hanya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan
atau organ tertentu.
O !enyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah kemudian
menyebar ke organ dan berkembangbiak di organ tersebut.
O !enyebaran hematogen sekunder : virus berkembang biak di daerah
pertama kali masuk (permukaan selaput lendir) kemudian menyebar ke
organ lain.
O !enyebaran melalui saraf : virus berkembangbiak di permukaan selaput
lendir dan menyebar melalui sistem saraf.
!ada keadaan permulaan timbul demam, tetapi belum ada kelainan neurologis.
Virus akan terus berkembangbiak, kemudian menyerang susunan saraf pusat dan
akhirnya diikuti kelainan neurologis.
Kelainan neurologis pada ensefalitis dapat disebabkan oleh :
O nvasi dan perusakan langsung pada jaringan otak oleh virus yang sedang
berkembangbiak.
O Reaksi jaringan saraf pasien terhadap antigen virus yang akan berakibat
demielinisasi, kerusakan vaskular, dan paravaskular. Sedangkan virusnya
sendiri sudah tidak ada dalam jaringan otak.
O Reaksi aktivasi virus neurotropik yang bersifat laten.
O Lesi korteks biasanya asimetri.
Otopsi menunjukkan nekrosis korteks lobus temporal dengan perdarahan ptekial,
edema otak, serta pelebaran pembuluh darah korteks. Terlihat pula hyperemia serta
infiltrasi perivaskular oleh sel mononuklear, makrofag dan sel plasma pada korteks
serebri. Dapat pula ditemukan herniasi unkus dan serebelum sebagai komplikasi
peninggian tekanan intrakranial.
Korteks serebri terutama lobus temporalis, sering terkena oleh virus herpes
simpleks. Virus ARBO cenderung mengenai seluruh otak. Keterlibatan medulla
spinalis, radiks saraf dan saraf perifer sangat bervariasi.

MANIFESTASI KLINIS

Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala ensefalitis lebih kurang sama dan
khas sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis.
Masa prodromal berlangsung antara 1-7 hari.Umumnya didapatkan suhu yang
mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia.
!ada bayi lebih sulit untuk mendeteksi beberapa gejala, tetapi dapat dilihat tanda
penting yang tampak, seperti muntah, penonjolan ubun-ubun besar, menangis yang
tidak berhenti-henti atau kekakuan pada tubuh.
!ada anak yang lebih besar, sebelum kesadaran menurun; sering mengeluh nyeri
kepala, pusing. Muntah juga sering ditemukan. Nyeri tenggorokan, malaise, nyeri
ekstremitas, dan pucat. Ruam kulit kadang didapatkan pada beberapa tipe
ensefalitis misalnya pada enterovirus dan varisela zoster.
Kemudian diikuti tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari distribusi
dan luas lesi pada neuron. Gejala tersebut berupa gelisah, iritabel, screaming attack,
perubahan perilaku atau disorientasi, kehilangan sensasi rasa, gangguan bicara dan
pendengaran, penglihatan ganda, halusinasi, gangguan daya ingat, sukar
menggerakkan ekstremitas, gerakan-gerakan yang tidak disadari dan kejang.
Kejang-kejang dapat bersifat umum atau fokal atau hanya twitching saja. Kejang
dapat berlangsung berjam-jam.
Serta anak dapat mengalami penurunan kesadaran dengan cepat sampai koma dan
letargi. Koma adalah faktor prognosis yang buruk. Anak yang mengalami koma
seringkali meninggal atau sembuh dengan gejala sisa yang berat. Kematian
biasanya terjadi dalam 2 minggu pertama.
Gejala serebrum yang beraneka ragam dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-
sama, misalnya hemiparesis atau paralisis, hemiplegi, afasia, ataksia, paralisis saraf
otak, gangguan sistem autonom seperti kehilangan kendali usus dan kandung
kencing, papil edema, dan sebagainya. Tanda rangsang meningeal dapat terjadi bila
peradangan mencapai meningen (meningoensefalitis) seperti kaku kuduk.
!ada ensefalitis pasca-infeksi, gejala penyakit primer sendiri dapat membantu
diagnosis.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Iaboratorium

!emeriksaan darah tepi rutin pada ensefalitis tidak efektif. Hanya menunjukkan
adanya leukositosis seperti infeksi pada umumnya.
Cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak begitu membantu.
Cairan serebrospinal sering dalam batas normal, kadang-kadang ditemukan sedikit
peninggian jumlah sel, kadar protein atau glukosa. Cairan serebrospinal
mengandung sedikit sampai beberapa ribu sel per millimeter kubik. Biasanya
berwarna jernih, jumlah sel 50-200 dengan dominasi limfosit. !ada awal penyakit,
selnya sering polimorfonuklear kemudian sel didominasi oleh mononuklear. Kadar
protein pada cairan cerebrospinal cenderung normal, kadang-kadang sedikit
meningkat. Tetapi kadar mungkin amat tinggi jika kehancuran otak luas. Sedangkan
kadar glukosa masih dalam batas normal, walaupun pada virus tertentu misalnya
parotitis, penurunan kadar glukosa cairan serebrospinal yang besar sering terjadi.
Cairan serebrospinal harus dibiakkan untuk virus, bakteri, jamur dan mikobakteria.
!ada beberapa keadaan pemeriksaan khusus terindikasi untuk protozoa,
mikoplasma dan patogen lain. Keberhasilan mengisolasi virus dari cairan
serebrospinal penderita ensefalitis ditentukan oleh waktu pengambilan sampel pada
perjalanan klinis, agen etiologi spesifik dan ketrampilan laboratorium diagnostik.
Agar menambah kemungkinan mengenali dugaan patogen virus, spesimen untuk
biakan juga harus diambil dari usapan nasofaring, tinja dan urin. Spesimen serum
juga harus diambil pada awal perjalanan penyakit dan jika biakan virus tidak
diagnostik, diambil lagi 2-3 minggu kemudian untuk pemeriksaan serologis.

Pemeriksaan SeroIogis
solasi virus dalam cairan serebrospinal secara rutin tidak dilakukan karena sangat
jarang menunjukkan hasil yang positif. Titer antibodi terhadap VHS dapat diperiksa
dalam serum dan cairan serebrospinal. !ada infeksi primer, antibodi dalam serum
menjadi positif setelah 1 sampai beberapa minggu. Sedangkan pada infeksi rekuren
dapat ditemukan peningkatan titer antibodi dalam 2 kali pemeriksaan, fase akut dan
fase rekonvalesen.
Kenaikan titer 4 kali lipat pada fase rekonvalesen merupakan tanda bahwa infeksi
VHS sedang aktif. Harus diingat bahwa peningkatan kadar antibodi serum belum
membuktikan bahwa ensefalitis disebabkan oleh VHS.
Titer antibodi dalam cairan serebrospinal merupakan indikator yang lebih baik,
karena hanya diproduksi bila terjadi kerusakan sawar darah otak. Sayang sekali
kemunculan antibodi dalam cairan serebrospinal sering terlambat dan baru dapat
dideteksi pada hari 10-12 setelah permulaan sakit. Hal ini merupakan kendala
terbesar dalam menegakkan diagnosis ensefalitis herpes simpleks.

EIektroensefaIografi (EEG)
Elektroensefalografi (EEG) digunakan untuk mendeteksi gelombang otak abnormal.
EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah yang sesuai dengan
kesadaran yang menurun. EEG sangat membantu diagnosis bila ditemukan
gambaran periodic lateralizing epileptiform discharge atau perlambatan fokal di
daerah temporal atau fronto-temporal. Lebih sering EEG hanya memperlihatkan
perlambatan umum yang menunjukkan disfungsi otak menyeluruh (proses inflamasi
difus => aktivitas lambat bilateral). Sensitivitas EEG kira-kira 84%, tetapi
spesifitasnya hanya 32,5%.

Pencitraan (CT Scan, MRI)
!emeriksaan pencitraan yang dapat membantu menegakkan diagnosis ensefalitis
adalah pemeriksaan CT-Scan dan MR kepala. Gambaran yang agak khas pada CT-
Scan terlihat pada 50-75% yang merupakan infeksi virus herpes simpleks. Berupa
gambaran daerah hipodens di lobus temporal atau frontal, kadang-kadang meluas
sampai lobus oksipital. Daerah hipodens ini disebabkan oleh nekrosis jaringan otak
dan edema otak. Gambar khas CT-Scan baru terlihat setelah minggu pertama. MR
lebih sensitive dan memperlihatkan hasil lebih awal dibandingkan CT-Scan.

iopsi Otak
Bila terdapat tanda klinis fokal yang ditunjang dengan gambaran EEG atau CT scan,
dapat dilakukan biopsi otak di daerah yang bersangkutan. Bila tidak ada tanda klinis
fokal, biopsi dapat dilakukan pada daerah lobus temporalis yang biasanya menjadi
predileksi virus erpes Simpleks.
Dalam mendiagnosis ensefalitis herpes simpleks yang baku untuk dilakukan adalah
biopsi otak dan isolasi virus dari jaringan otak. Tetapi banyak pusat penelitian tidak
ingin mengerjakan prosedur ini karena berbahaya dan kurangnya fasilitas untuk
isolasi virus. Kelemahan lain dari prosedur ini adalah kemungkinan ditemukannya
hasil negative palsu karena biopsy dilakukan bukan pada tempat yang tepat.

Pemeriksaan PCR
!emeriksaan !CR pada cairan serebrospinal biasanya positif lebah awal
dibandingkan titer antibodi. !emeriksaan !CR mempunyai sensitivitas 75% dan
spesifitas 100%. !emeriksaan !CR lebih cepat dapat dilakukan dan resikonya lebih
kecil

DIAGNOSIS
Secara klinis ensefalitis dapat didiagnosis dengan menemukan gejala klinis seperti
tersebut diatas.
Diagnosis etiologis dapat ditegakkan dengan :
1. Biakan : dari darah, viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar
untuk mendapatkan hasil yang positif; dari cairan serebrospinal atau jaringan
otak (hasil nekropsi); dari feses untuk jenis enterovirus sering didapat hasil
yang positif.
2. !emeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan
uji neutralisasi.
3. !emeriksaan patologi anatomis post mortem.
Hasil pemeriksaan ini juga tidak dapat memastikan diagnosis. Telah diketahui bahwa
satu macam virus dengan gejala-gejala yang sama dapat menimbulkan gambaran
yang berbeda. Bahkan pada beberapa kasus yang jelas disebabkan virus tidak
ditemukan sama sekali tanda radang yang khas. !ada beberapa penyakit yang
mempunyai predileksi tertentu, misalnya poliomyelitis, gambaran patologi anatomis
dapat menyokong diagnosa.




DIAGNOSIS ANDING

Meningitis Bakterialis
Meningitis Bakterialis merupakan salah satu jenis penyakit infeksi pada selaput
pembungkus otak atau meningen serta cairan yang mengisi ruang subarakhnoid.
Meningitis sebagian besar disebabkan oleh bakteri seperti Haemophillus influenzae,
Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitides. Dan selebihnya disebabkan
oleh virus, parasit serta jamur. Gejalanya bersifat akut dengan tanda-tanda khas
"trias klasik yang berupa demam, penurunan kesadaran, dan tanda rangsang
meningeal seperti kaku kuduk.

Ensefalopati
Merupakan kelainan pada otak yang disebabkan bukan oleh infeksi. Dapat
disebabkan hipoksia-iskemia otak, hipoglikemia, gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit, hipertensi, Dibedakan dengan ensefalitis berdasarkan pemeriksaan
cairan serebrospinal yaitu didapatkan peningkatan protein dan tanpa atau sedikit
peningkatan dari jumlah sel. Serta terdapatnya anemia.

Sindrom Reye
Ensefalopati disertai degenerasi lemak pada organ viscera terutama hati. Dapat
disebabkan infeksi virus influenza, varisela dan infeksi virus lainnya.

Tumor otak
!eningkatan dari protein cairan serebrospinal ditemukan pada sejumlah tumor otak,
terutama pada medulloblastoma dan neurinoma. !emeriksaan morfologik dari sel
sedimen cairan serebrospinal yang disentrifus sering memungkinkan diagnosis awal
secara sitologik.





PENATALAKSANAAN
1. !erawatan
!ada beberapa anak dengan ensefalitis yang sangat ringan dapat dirawat dirumah,
tetapi sebagian besar perlu dirawat dirumah sakit terutama di CU. Dimana akan
dimonitor tekanan darah, denyut jantung dan frekuensi pernafasan serta cairan-
cairan tubuh untuk mencegah pembengkakan lebih lanjut dari otak.

2. Suportif
!enatalaksanaan secara umum tidak spesifik. Tujuannya adalah mempertahankan
fungsi organ dengan mengusahakan jalan nafas tetap terbuka, pemberian makanan
enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, koreksi
gangguan asam basa darah.

3. Simptomatik
!enatalaksanaan ensefalitis termasuk pengobatan kejang, hiperpireksia, gangguan
respirasi, peninggian tekanan intracranial, edema otak dan infeksi sekunder.
!erbedaan utama adalah pada ensefalitis herpes simpleks kita dapat memberikan
antivirus yang spesifik.
Obat antikonvulsif dapat diberikan segera untuk memberantas kejang. Tergantung
dari kebutuhan obat diberikan intramuskulus atau intravena. Obat yang diberikan
adalah valium, dan atau luminal.
Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan surface cooling dengan menempatkan es
pada permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan
kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan diatas kepala.
Sebagai hibernasi dapat diberikan largatil 2 mg/kg bb/hari dan phenergan 4 mg/kg
bb/hari secara intravena atau intramuskulus dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat
juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah
memungkinkan pemberian obat peroral.
!ada pasien dengan gangguan menelan, akumulasi lendir pada tenggorok, paralysis
pita suara dan otot nafas dilakukan drainase postural dan aspirasi mekanis yang
periodik.
Bila terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial dapat diberikan manitol 0,5-2
g/kg bb iv selama lebih kurang 15 menit, dapat diulangi dalam periode 8-12 jam
apabila diperlukan. Berikan dexamethason 0,5 mg/kg BB/kali dilanjutkan dengan
dosis 0,1 mg/kg BB/kali tiap 6 jam untuk menghilangkan edema otak.
Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara polifragmasi.
!ada ensefalitis Herpes Simpleks, pengobatan dengan antivirus harus dimulai sedini
mungkin untuk mencegah terjadinya nekrosis hemoragik yang irreversible yang
biasanya terjadi 4 hari setelah muncul gejala ensefalitis. Hal ini menimbulkan
kesulitan besar karena pada fase awal tidak ada cara untuk membuktikan diagnosis.
Sebelumnya obat antivirus Vidarabin efektif menurunkan mortalitas penderita
ensefalitis dari 70% menjadi 40%. Tetapi obat pilihan pertama yang saat ini
digunakan dan telah dibuktikan lebih baik untuk pengobatan ensefalitis herpes
simpleks adalah Asiklovir.
!reparat asiklovir tersedia dalam 250 mg dan 500 mg, yang harus diencerkan
dengan aquadest atau larutan garam fisiologis. Dosis asiklovir 10 mg/kg BB/hari
dapat diberikan secara intravena setiap 8 jam. !emberian secara perlahan-lahan,
diencerkan menjadi 100 ml larutan, diberikan selama 1 jam. Efek sampingnya
adalah peningkatan kadar ureum dan kreatinin, tergantung kadar obat dalam
plasma. !emberian asiklovir secara perlahan-lahan akan mengurangi efek samping.
Asiklovir diberikan selama 10 hari, kalau terbukti bukan ensefalitis herpes simpleks,
pengobatan dihentikan walaupun belum 10 hari.

4. Rehabilitasi Medik
Terutama untuk penderita ensefalitis dengan kerusakan otak yang parah yang telah
sembuh tapi dengan disertai sequele dapat dilakukan fisioterapi.

PENCEGAHAN
!encegahan biasanya dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan mencegah
penyakit-penyakit yang memungkinkan terjadinya ensefalitis. Misalnya measles,
mumps dan cacar air yang dapat dicegah dengan imunisasi.
!ada daerah dimana ensefalitis dapat ditularkan melalui gigitan serangga, terutama
nyamuk, seharusnya dilakukan pencegahan misalnya dengan memasang kelambu,
obat semprot nyamuk, mengatur drainase yang baik, membersihkan tempat-tempat
yang memungkinkan nyamuk berkembang biak dan lai-lain.

KOMPLIKASI
Kebanyakan anak-anak dengan daya tahan tubuh yang bagus, dapat sembuh
secara penuh. !ada sebagian kecil penderita ensefalitis dengan pembengkakan
otak dapat menyebabkan timbulnya kerusakan otak permanen dan komplikasi
lanjutan seperti gangguan belajar, gangguan berbicara, kehilangan memori dan
gangguan kontrol dari otot-otot. Fisioterapi sangat penting.
Komplikasi atau gejala sisa lainnya dapat berupa paresis atau paralisis, pergerakan
koreoatetoid, gangguan penglihatan atau gejala neurologis lain. ritabel, emosi tidak
stabil, sulit tidur, halusinasi, enuresis, anak menjadi perusak dan melakukan
tindakan asosial lain.
!enderita yang sembuh tanpa kelainan neurologis yang nyata dalam perkembangan
selanjutnya masih mungkin menderita retardasi mental, masalah tingkah-laku dan
epilepsi.

Komplikasi yang paling buruk adalah kematian. Untuk anak-anak kurang dari 1
tahun mempunyai resiko paling besar mengalami kematian. Ensefalitis herpes
simpleks biasanya fatal bila tidak diobati segera dengan obat antivirus.

PROGNOSIS
Angka kematian untuk ensefalitis berkisar antara 35-50%. !asien yang
pengobatannya terlambat atau tidak diberikan antivirus (pada ensefalitis Herpes
Simpleks) angka kematiannya tinggi bisa mencapai 70-80%. !engobatan dini
dengan asiklovir akan menurukan mortalitas menjadi 28%.
Sekitar 25% pasien ensefalitis meninggal pada stadium akut. !enderita yang hidup
20-40%nya akan mempunyai komplikasi atau gejala sisa.
Gejala sisa lebih sering ditemukan dan lebih berat pada ensefalitis yang tidak
diobati. Keterlambatan pengobatan yang lebih dari 4 hari memberikan prognosis
buruk, demikian juga koma. !asien yang mengalami koma seringkali meninggal atau
sembuh dengan gejala sisa yang berat.

KESIMPULAN
Diagnosis dini pada pasien ensefalitis terutama ensefalitis herpes simpleks adalah
saat yang menentukan, karena penyakit ini dapat diobati dengan obat antivirus.
Berhubung membuat diagnosis pasti secara dini sukar dilaksanakan, maka kita
harus selalu memikirkan kemungkinan ensefalitis bila dijumpai pasien dengan
demam, kejang terutama kejang fokal, manifestasi neurologist fokal lain seperti
hemiparesis atau afasia dengan disertai penurunan kesadaran progresif.
!rognosis tergantung kepada cepatnya pengobatan dan kesadaran pasien.

You might also like