You are on page 1of 22

Invaginasi, Evaluasi Kasus

Posted on 11 February 2011 by ArtikelBedah


Invaginasi atau intususepsi adalah keadaan dimana suatu segmen usus masuk ke dalam lumen
usus lainnya merupakan penyebab tersering terjadinya obstruksi usus. Intususepsi adalah
invaginasi dari bagian proksimal usus yang masuk kedalam bagian usus distal. Invaginasi
pada anak biasanya bersiIat idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Sekitar 65
terjadi pada bayi yang berusia kurang dari setahun, dengan insiden puncak terjadi antara
bulan ke-5 dan ke-9 kehidupan. (1,2,3)
Intususepsi pertama kali ditemukan oleh Barbette pada tahun 1692. Hingga pertengahan abad
ke-19, intususepsi hampir berakibat Iatal karena tidak adanya penanganan yang memadai.
Sejak zaman Hippocrates sudah dikenal pengobatan penyakit ini dengan enema atau
memompakan udara dalam anus. Pada tahun 1905 Hirschsprung membuat laporan tentang
penggunaan tekanan hidrostatik sebagai pengobatan invaginasi. Pengobatan dengan
pembedahan yang dilaporkan pertamakali berhasil adalah Thomson 1835 di Tennessee.
(4,5,6)
Penyebab tersering osbtruksi usus pada anak usia 3 bulan sampai 6 tahun. Insiden bervariasi
dari 1 4 dari 1000 kelahiran. Rasio laki-laki : wanita 3 : 1. (4)
ETIOLOGI
Penyebab tersering terjadinya intususepsi tidak diketahui. Biasanya meningkat pada musim
semi dan musim gugur. Berhubungan dengan inIeksi adenovirus dan kondisi ini
menyebabkan otitis media dan gastroenteritis, Henoch-Schonlein purpura, atau inIeksi
pernaIasan bagian atas. Resiko intususepsi pada bayi berumur 1 tahun atau lebih muda
setelah mendapat vaksin .
Factor predisposisi : riwayat inIeksi saluran pernaIasan atas sebelumnya, riwayat penyakit
diare, Henoch-Schonlein purpura, Cystic Iibrosis dan beberapa proses yang dapat menjadi
lead poin : Divertikel Meckel, Intestinal polyp (contoh sindrom Peutz-Jeghers, Iamilial
poliposis, poliposis juvenile), intestinal lymphosarcoma, trauma tumpul abdomen dengan
hematom usus atau mesenterika, hemangioma, benda asing (4)
PATOFISIOLOGI
Pathogenesis dari intususepsi dipercayai sebagai akibat dari ketidakseimbangan kekuatan
kontraksi longitudinal sepanjang dinding usus halus. Ketidakseimbangan ini dapat
diakibatkan oleh adanya massa sebagai lead point` atau bentuk disorganisasi dari peristaltik
(contohnya ileus periode post-operasi). Sebagai akibat dari ketidakseimbangan tersebut,
sebuah area pada dinding usus halus mengalami invaginasi ke lumen, mengikuti waktu
istirahat usus halus. Bagian yang mengalami invaginasi pada usus halus (intususeptum)
menginvaginasi secara lengkap pada bagian yang menerima invaginasi tersebut
(intususipiens). Proses ini berlanjut terus dan diikuti oleh bagian proksimal, mulai dari bagian
intususeptum sampai sepanjang lumen intususipiens.
Jika mesenteri dari intususeptum lax dan progresiIitasnya cepat, intususeptum dapat terjadi
sampai kolon distal atau sigmoid dan dapat prolaps keluar dari anus. Mesenteri dari
intususeptum diinvaginasi oleh usus halus, mengacu proses patoIisiologi klasik dari obstruksi
usus besar.
Awal proses ini, aliran balik limIatik mengalami gangguan; kemudian, dengan peningkatan
tekanan dalam dinding intususeptum, drainase vena juga mengalami gangguan. Akhirnya,
tekanan meningkat hingga suatu point dimana aliran arteri mengalami hambatan, dan terjadi
inIark. Mukosa menjadi sangat sensitiI untuk mengalami iskemia karena bagian ini yang
paling cepat menerima suplai arteri. Iskemik mukosa sloughs oII, ditandai dengan sisa heme-
positiI dan kemudian 'currant jelly stool klasik (campuran dari mukosa sloughed, darah dan
mucus). Jika tidak tertangani, proses ini akan progres hingga menjadi gangrene transmural
dan perIorasi hingga ujung intususeptum. (3,5,7)
(1) (2) (3) (4)
Gambar 1. Sketsa patogenesis : Pembengkakan payer pacth (1), Invaginasi Iliocolica (2),
Invaginasi Ilioileal (3) dan Rotasi intususeptum
PEMERIKSAAN FISIS
Pada anak kadangkala tanda vital dalam batas normal. Antara episode cramping, kuadran
kanan bawah dapat terlihat datar atau kosong. Penemuan ini akibat progresi bagian caecum
dan ileocaecal dari intususepsi kedalam kolon transversum. (ASchraIt)
Tanda penting pada pemeriksaan Iisis dari intususepsi adalah massa sausage-shaped pada
hipokondrium kanan dan daerah kosong pada kuadran kanan bawah (Dance sign). Hal ini
sangat sulit dinilai dan dapat diraba pada saat keadaan tenang antara spasme dan kolik.
Distensi abdomen seringkali ditemukan jika ada obstruksi yang komplit.
Jika ditemukan adanya gangrene intestinal dan inIark dapat dipastikan adanya peritonitis
berdasarkan kekakuan dan involuntary guarding.
Pada proses awal penyakit, adanya darah dalam Ieses merupakan tanda awal adanya
keterlibatan suplai darah. Kemudian adanya hematokesia dan munculnya current jelly stool.
Demam dan leukositosis merupakan gejala selanjutnya dan mengindikasikan adanya
gangrene transmural dan inIark.
Gejala intususepsi yang jarang adalah prolaps dari intususeptum melalui anus.
Pasien dengan intususepsi seringkali tanpa gejala dan tanda yang khas yang dapat
menyebabkan terlambatnya diagnose.
Mempertahankan kecurigaan indeks tinggi dari intususepsi adalah esensial ketika
mengevaluasi anak dibawah umur 5 tahun yang dating dengan nyeri perut atau ketika
mengevaluasi anak dengan HSP atau hematologic dyscrasias. (5,7,9)
DIAGNOSIS
Riwayat penyakit memberikan diagnosis yang kuat yang seringkali dikonIirmasi dengan
pemeriksaan Iisis. Pemeriksaan radiologi abdomen berguna dan dapat memberikan gambaran
intususepsi. UltrasonograIi abdomen menjadi teknik diagnostic standar yang non invasive
dan sangat bergantung pada keahlian ahli radiologi. (8,10)
Barium enema memperlihatkan Iilling deIect atau cupping bagian yang mengalami obstruksi
akibat intususepsi :
- Bentuk colled spring appereance; gambaran barium yang berbentuk collum secara linier
letak sentral dari lumen intususeptum dan lingkaran tipis barium yang terlihat melingkar
sekeliling invaginasi usus dibawah lapisan mukosa intussupien.
- Bentuk cupping appereance (menisscuss sign); gambaran barium yang memperlihatkan
Iilling deIek atau cupping pada tempat obstruksi dari intususeptum. (10,11)
Prosedur diagnostic:
Foto polos abdomen:
- Foto abdomen tegak didapatkan tanda-tanda obstruksi saluran cerna, distribusi udara yang
tidak merata perselubungan daerah kanan bawah, tengah dan atas, udara hanya menempati
perut kiri atas. Pada keadaan lanjut telah terlihat tanda-tanda obstruksi usus berupa multiplr
air Iluid level, dilatasi loop usus atau minimal Ieses pada kolon. Tetapi 30 pemeriksaan Ioto
abdomen adalah normal. Massa intususeptum kelihatan pada setengah pasien yang dilakukan
pemeriksaan Ioto polos abdomen.
Diagnostic dan terapi enema :
o Sekali diagnose intususepsi ditegakan, pasien harus dilakukan pemasangan inIuse dan pipa
nasogastrik. Dan ahli bedah harus berada diruang radiologi pada saat dilakukan pemeriksaan
dengan kontras enema. (surgical perspective)
o Diagnostic dengan enema merupakan terapi pada 80-90 pasien. Dan penanganan
seringkali dilakukan diruangan radiologi. Keberhasilan terapi reduksi harus memperlihatkan
aliran bebas dari kontras (udara atau barium) proksimal ke valvula ileocaecal. Pasien yang
tidak berhasil dilakukan reduksi enema sesegera mungkin dibawa ke ruangan operasi untuk
dilakukan laparotomi dan reduksi manual. Pasien dalam keadaan stabil reduksi pneumatic
dan hidrostatik terbukti eIektiI.
o Pengetahuan tentang teknik dasar dan komplikasi potensial dari kontras enema pada
intususepsi adalah hal penting untuk dokter untuk menangani pasien ini.
o Untuk persiapan untuk studi kontras, dilakukan akses inIuse. Sedasi mungkin dapat
membantu sambil dilakukannya pemeriksaan.
o Manometer dan pengukur tekanan darah disambungkan ke kateter, dan udara dimasukkan
dengan tekanan 70 80 mmHg (maksimum 120 mmHg).
o Setelah selesainya prosedur,post reduksi harus dikonIirmasi dengan tidak ditemukannya
udara bebas pada posisi supine dan dekubitus. Hence, the authors concluded that
ultrasonographically guided hydrostatic reduction Ior childhood ileocolic intussusception is
preIerred because it is saIe, accurate, has a higher success rate, and can avoid radiation
exposure risk.
UltrasonograIi
o Burke 1977 pertama kali melaporkan penggunaan ultrasonograIi sebagai alat diagnostic
pada intususepsi, dan dipergunakan secara luas dengan sensitivitas dan spesiIitas 100.
o Penemuan bermakna termasuk target sign terlihat pada potongan tranversal dan pseudo-
kidney sign pada potongan longitudinal.
Computed tomography (CT) scan juga dianjurkan dan dapat berguna untuk menegakkan
diagnose dari intususepsi. (4,6,9,10)
DIAGNOSA BANDING :
Sulit mendiagnosa invaginasi pada anak yang sementara gastroenteritis. Perlangsungan
penyakit, karakter nyeri, muntah atau perdarahan rectum harus dicermati oleh dokter. Berak
darah dan kejang perut yang menyertai enterokolitis biasanya dapat dibedakan dengan
invaginasi karena pada diare nyeri tidak hebat dan teratur. Dan anak tetap merasa sakit
diantara 2 serangan nyeri. Pada Henoch-Schonlein Purpura tidak selalu disertai perdarahan
intestinal. Oleh karena invaginasi mungkin disebabkan komplikasi dari gangguan tersebut,
ultrasonograIi diperlukan untuk membedakan kondisi tersebut.(6)
TERAPI :
Dasar pengobatan pada invaginasi adalah reposisi usus yang telah masuk ke lumen usus
lainnya reposisi pada akut invaginasi merupakan prosedur emergensi dan dilakukan segera
setelah diagnose ditegakkan. Reposisi dapat dicapai secara konservatiI atau pembedahan.
PENANGANANAN KONSERVATIF:
- Pada saat terdiagnosa suatu intususepsi, pipa nasogastrik mungkin diperlukan untuk
dekompressi lambung. Pemasangan inIuse dimulai. Pemeriksaan darah lengkap dan serum
elektrolit dilakukan. Pneumatic atau dengan kontras enema tetap digunakan untuk diagnose
dan merupakan penanganan awal pada beberapa tempat.
- Pneumatic atau reduksi enema harus dilakukan pada keadaan yang terkontrol. Kejadian
peritonitis, perIorasi, sepsis, dan kemungkinan gangrene usus.
Reduksi Hidrostatik :
Reduksi hidrostatik pertama kali dilakukan oleh Hirschsprung pada tahun 1876 untuk
penatalaksanaan intususepsi. Pemeriksaan kontras dapat sebagai diagnostik dan terapi.
Penggunaan kontas enema kaan memperlihatkan visualisasi reduksi dengan kontrol
Iloroskopi dan dilaporkan sukses pada 65-70 kasus. Bila dilakukan oleh ahli radiologi
pediatrik, tingkat keberhasilan reduksi sekitar 85.
Rectal tube yang tidak memompa dimasukkan dalam rektum dan lubang anus diplester untuk
mencegah penurunan tekanan distended. Kontras memasuki rektosigmoid dengan gaya
gravitasi dengan panduan Iloroskopi. Pada kasus yang biasa, aliran kontras akan bertemu
dengan Iilling deIek yang cekung pada kolon transversum yang mana dapat direduksi pada
retrograde ke caecum.
Pemeriksaan radiologi aturan 3 diaplikasikan pada reduksi hidrostatik dengan intususepsi
untuk meminimalkan resiko perIorasi; 1. aliran barium kontras tidak boleh lebih dari 3 kaki
dari meja (100 cm) (2) tiap percobaan pemeriksaan yang dilakukan harus dilakukan sampai
reduksi intususepsi menurun pada 3-5 menit dan maksimal 3 kali pemeriksaan dilakukan.
Aturan tiga dapat mencegah reduksi pada nekrotik usus, disamping mengoptimalisasi
perawatan pada bayi. Pada eksperimen aliran hidrostatik yang kurang dari 3,5 kaki tidak
dapat mereduksi gangren usus. Pada ketinggian ini, volume suspensi barium 60 dari berat
badan akan menimnbulkan tekanan intraluminal sampai 120 mmHg. Campuran larutan yang
larut dalam air akan memberikan ketinggian yang lebih besar dan menimbulkan tekanan
intrakolon yang sama. Larutan meglumine sodium diatrizoate sebanyak 20berat badan
(GastrograIin) atau larutan iothalamate meglumine (cysto-conroy II) 17, berat badan akan
menciptakan tekanan intraluminal 120 mmHg pada ketingian 150 cm (5 kaki). Oleh karena
kebanyakan intususepsi menurun pada 2 percobaan pertama, reduksi hidrostatk berhasil
setelah 3 kali percobaan. Percobaan reduksi harus dihentikan bila reduksi progresiI pada
intususeptum tak tercapai setelah 3-5 menit dengan tekanan konstan karena intususepsi
tersebut tidak mungkin mengalami reduksi. Pada prakteknya bila 2 kali percobaan reduksi
radiograIi tidak berhasil, maka dibenarkan untuk dilakukan operasi. Penemuan radiograIi
kadang berkaitan dengan intususepsi yang iredusibel bila ada tanda terputus, yang mana
nampak pada barium ihtercalat antara intususeptum dan intususipiens .
Walaupun reduksi intususepsi berhasil memberi gambaran radiorIi pada kasus yang
dialporkan . Hal ini memberi gambaran disertai dengan riwayat klinis lebih 48 jam atau
temuan radiograIi obstruksi usus komplit, biasanya berkaitan dengan gangren intestinal.
Pembedahan, diindikasikan pada kondisi tersebut.
Pada saat intususepsi tereduksi melalui katup ileocaecal, kontras harus dengan bebas reIluks
ke usus halus, penemuan radiograIi penting dicatat sebagai reduksi yang berhasil. Gambaran
radiograIi yang samar dapat mengindikasikan suatu reduksi inkomplit yaitu evakuasi komplit
barium tanpa kontras residual pada usus halus dan meteorismus usus halus yang persisten.
Sebagai contoh, ketidak mampuan reIluks ke ileum terminal dianggap disebabkan kerapuhan
atau edema katup ileocaecal. Beberapa penulis menganjurkan observasi untuk dilakukan
laparotomi bila kontras tidak melewati ileum terminal, namun pada bayi dapat asimptomatik.
7-20 intususepsi ditemukan pada saat laparotomi. Dengan evaluasi, anak yang stabil setelah
observasi periode pendek, morbiditas akibat pembedahan dapat dicegah. Bila gambarannya
tidak pasti sementara pemeriksaan tidak dilakukan maka dianurkan untuk pembedahan.
Sekitar 10-15 tingkat reduksi ditemukan pada laparotomi hal ini sesuai untuk dilakukan
apendektomi negatiI dan potensi sekuel pada suatu intususepsi yang tidak diketahui. Pada
umumnya, reduksi inkomplit dilakukan intervensi pembedahan.
Reduksi dengan panduan USG
Reduksi hidrostatik dengan panduan USG pada intususepsi dapat dilakukan. Diagnosis
intususepsi dapat ditegakkan dengan gambaran USG target sign pada pengambilan
transversal dan pseudokidney sign pada pengambilan longitudinal pada intususeptum. Enema
mengandung saline dan konrras yang larut air (perbandingan 9:1) digunakan untuk
intususepsi dan kontras diharapkan reIluks ke ileum terminal pada radiograIi abdominal
supine. Keberhasilan sesuaidengan reduksi pneumatik dan dapat lebih tinggi dari itu untuk
reduksi barium enema. Paparan radiograIi lebih rendah pada reduksi dengan panduan USG
dan berdasarkan pengalaman USG, metode ini dapat lebih diterima pada reduksi dengan
panduan Iluoroskopi. Teknik ini terbatas pada bayi dengan obstruksi usus halus karena
gambaran air Iluid multipel dapat disamarkandengan pemerksaan reduksi yang akurat.
Reduksi pneumatik.
Reduksi pneumatik pada intususepsi telah digunakan secara ekstensiI di Cina dan telah
diterima di amerika utara dan eropa barat. Kontraindikasi reduksi hidrostatik adalah sama
penerapannya dengan evaluasi reduksi pneumatik pada anak. Bila digunakan balon yang
tidak dikembangkan pada reduksi pneumatik, anus diplester untuk mempertahankan tekanan
intrakolon untuk reduksi intususepsi. Dengan tekanan awal 80mmHg, udara dialirkan ke
dalam kolon dengan panduan Iluoroskopi. Tekanan ini dapat ditingkatkan sampai maksimal
120mmHg,sebanding dengan 1-u aliran udara larutan barium atau 1,5 m dengan 20 BB tiap
volume larutan meglumine sodium diatrizoate. ReIluks udara ke ileum terminal menandakan
reduksi komplit intususepsi. Tingkat lebih tinggi telah dilaporkan menimbulkan insuIlasi
udara (87) daripada dengan reduksi hidrostatik d(55-70). Pada saat tekanan intraluminal
termonitor secara akurat, tekanan rata-rata intrakolon yang lebiheIektiI dapat dicapai dan ha
ini dapat menjelaskan keberhasilan yang lebih baik dengan metode ini.
Secara teknis, penggunaan udara sebagai medium kontras bisa mengalami hambatan bila ada
obstruksi usus halus. Dan masalah tambahan reduksi dengan udara yaitu Ienomena reduksi
palsu, dimana udara masuk ke usus halus sebelum reduksi komplit intususeptum.
Keberhasilan lebih baik yaitu dengan reduksi hidrostatik atau pneumatik ditemukan pada
intususepsi ileocolica daripada intususepi yanglebih proksimal dengan usus halus.
Reduksi operatiI
Pada anak yang mengalami gejala klinis peritonitis atau gejala radiograIi perIorasi dan pada
penderita yang tidak berhasil direduksi tekanannya merupakan indikasi dilaikukan
pembedahan setelaah resusitasi cairan dan terapi antibiotik broadspectrum. Insisi transversa
inIraumbilikal kanan dilakukan dan menembus lapisan muskuler, mengekspos kuadran kanan
bawah. Bila diperlukan, insisi dapat diperluas tegak lurus dengan midline unuk evaluasi
komplit abdomen. Intususepsi direduksi intraabdomen bila memungkinkan. Bila reduksi sulit
dilakukan, kolon kanan menuju parenkim hati dapat mengalami luka. Kantong saline hangat
ditempatkan disekitar intususepsi dan kompresi dieprtahankan 1-2 menit, menurunkan edema
jaringan dan memIasilitasi reduksi.
Intususeptum dapat jelas terlihat dari intususipiens dengan menempatkan dengan lembut
tekanan pada apeks lesi. Intususeptum tidak boleh terdorong dari intususepsi Traksi dapat
merusak bentuk usus dan pembedahan reseksi dengan anastomosis.
Setelah usus tereduksi, usus diinspeksi viabilitasnya bila vaskuler terjamin, observasi 10-15
menit dalam ruang operasi dianjurkan sebelum dilakukan reseksi. Pada anak dan bayi, plak
peyer besar atau katup ileocaecal dapat menjadi massa intramural atau intraluminal.
Palpasidengan hait-hati usus dan cermat untuk mencegah enterotomi yang tidak perlu.
Apendektomi insidental dapat dilakukan bila tidak ada edema yang signiIikan dan ekimosis
pada caecum.
Reduksi manual yang berhasil diharapkan pada sekitar 90 pasien anak walaupun
pembedahan lebih baik bila dapat terindikasi dan harus direseksi. Intususepsi yang tidak
dapat direduksi menandakan adanya gangren usus walaupun reseksi primer dan anastomosis
lebih baik dilakukan namun pada anak merupakan kondisi yang sangat serius dimana reseksi
dan ekteriorasi secara klinis merupakan indikasi pendekatan resiko anestesi yang minimal
dan cepat.Tindakan laparoskopi sebagai terapi operatiI intususepsi merupakan pilihan yang
cukup beralasan.
Ileocaecopeksi, jahit beberapa sentimeter ileum terminal ke colon ascendens untuk mencegah
intususepsi rekuren tidak menunjukkan keuntungan dan tidak lagi dianjurkan. Tidak ada
keuntungan yang terbukti pada manipulasi operatiI tambahan dan itususepsi dapat dialami
setelah ileocaecopeksi. (11)
KOMPLIKASI
PerIorasi akibat tekanan reduksi
Pada survey internasional luas, insidens kumulatiI reduksi hidrostatik menimbulkan
komplikasi perIorasi 0,18.Namun masih kontroversi apakan reduksi pneumatik lebih aman
daripada reduksi hidrostatik. Insidens perIorasi meningkat dengan reduksi pneumatik dan
bervariasi antara 1 dan 2,8. Dengan peningkatan pemeriksaan reduksi pneumatik, insidens
perIorasi menjadi menurun.
Reaksi inIlamasi yang lebih intens dialami dengan komplikasi peritonitis menjadi perIorasi
dengan barium daripada dengan kontras yang larut air atau kontras enema. Campuran barium
dan Ieses dapat menimbulkan septik yang memanjang. Bayi yang kurang dari 6 bulan dan
anak dengan gejala lebih 36 jam, atau dengan obstruksi usus,merupakan resiko yang lebih
besar mengalami perIorasi. Bila tekanan reduksi dicapai pada pasien tersebut, media yang
lebih baik yaitu larutan larut air atau kontras udara enema. (11)
PROGNOSIS
Tanpa pengobatan invaginasi pada anak selalu berakibat Iatal; kesempatan penyembuhan
berhubungan langsung lamanya perlangsungan invaginasi sebelum dilakukan reduksi.
Kesembuhan yan baik jika invaginasi direduksi sebelum 24 jam pertama, tetapi angka
mortalitas meningkat setelah waktu ini,khususnya setelah 2 hari. (5,6)
DAFTAR PUSTAKA
1. Doody DP, FoIlia RP. Intussusception. Principles and Practice oI Pediatric Surgery.
Volume 2 Chicago. 2000. P1297-1304.
2. Young DG. Intussusception. Pediatric Surgery. FiIth Edition. Mosby. 1998. P. 1185-98
3. Leape LL, etc. Intussusception. Patient Care in Pediatric Surgery. Toronto. P.313-5.
4. RaIIensperger JG. Intussusception. Sweonson`s Pediatric Surgery. FiIth Edition, Appleton
& Lange USA, 1990. P.221-9.
5. Behrman RE,etc. Intussusception. Textbook oI Pediatrics. 17th Ed.Saunders. 2004. P1242-
3
6. Fallau MB. Intussusception. Pediatric Surgery. 4th ed. Elsevier Saunders,Kansas
City,Missouri.P-533-542.
7. Hay, WW, etc. Intussusception. Current Pediatrics Diagnosis & Treatment. 16th ed.
Mc.graw Hill. 2003. p.626
8. Yamada T, etc. Intussusception. Gastroenterology. 4th ed. Volume 1.Lippncott Williams &
Wilkins. 2000. P.1479-80.
9. Townsend CM, etc. Intussusception. Sabiston Textbook oI Surgery. The Biological Basis
oI Modern Surgical Practice. 17th ed. Elsevier Saunders. 1998.P.2112-3.
10. Ein SH, Daneman A. Intussusception. Operative Pediatric Surgery. Mc Graw-Hill
ProIessional. 2003. P.647-55.
11. Ravitch MM. Intussusception. Pediatric Surgery. 4th ed. Volume 2, Year Book Medical
Publisher,Inc. Chicago.2000.P.868-80.
12. King L. Intussusception. Pediatric. eMedicine.com
13. Strange GR,erc. Intussusception. Pediatric Emergency Medicine. McGraw-Hill. 2004.
p.242-3

Invaginasi {Intususepsi]
osLed by ff on 2311
PEN0AHULUAN
nvagInasI atau IntususepsI serIng dItemukan pada anak dan agak jarang pada orang dewasa.
nvagInasI pada anak bIasanya bersIfat IdIopatIk karena tIdak dIketahuI penyebabnya. Kebanyakan
dItemukan pada kelompok umur 2 - 12 bulan, dan lebIh banyak pada anak lakI - lakI.
nvagInasI Ialah suatu keadaan, sebagIan usus masuk ke dalam usus berIkutnya. 8Iasanya
bagIan proksImal masuk ke dIstal, jarang terjadI sebalIknya. 8agIan usus yang masuk dIsebut
Intussusceptum dan bagIan yang menerIma Intussuscepturn dInamakan IntussuscIpIens . Dleh karena
Itu, InvagInasI dIsebut juga IntussusceptIon. PemberIan nama InvagInasI bergantung hubungan
antara Intussusceptum dan IntussuscIpIens, mIsalnya IleoIleal menunjukkan InvagInasI hanya
melIbatkan Ileum saja. leocolIca berartI Ileum sebagaI Intussusceptum dan colon sebagaI
IntussuscIpIens. KombInasI laIn dapat terjadI sepertI IleoIleo colIca, colocolIca dan appendIcal
colIca. leocolIca yang palIng banyak dItemukan (75), Ileo Ileo colIca 15, laInlaIn 10, palIng
jarang tIpe appendIcal ColIca.
nvagInasI serIng dIjumpaI pada umur J bulan - 2 tahun, palIng banyak 5 9 bulan, PrevalensI
penyakIt dIperkIrakan 12 penderIta dI antara 1000 kelahIran hIdup. Anak lelakI lebIh banyak
darIpada perempuan, J : 1. Pada umur 59 bulan sebagIan besar belum dIketahuI penyebabnya.
PenderIta bIasanya bayI sehat, menetek, gIzI baIk dan dalam pertumbuhan optImal. Ada yang
menghubungkan terjadInya InvagInasI karena gangguan perIstaltIk, 10 dIdahuluI oleh pemberIan
makanan padat dan dIare. 0Iare dan InvagInasI dIhubungkan dengan InfeksI vIrus, karena pada
pemerIksaan tInja dan kelenjar lImfa mesenterIum, terdapat adenovIrus bersamasama InvagInasI.
nvagInasI pada umur 2 tahun ke atas, bIasanya bersamasama dIvertIkel |eckel, polIp,
hemangIoma dan lImfosarkoma. nfeksI parasIt serIng juga menyertaI InvagInasI anak besar.

CEJALA
|anIfestasI penyakIt mulaI tampak dalam waktu J-24 jam setelah terjadI InvagInasI. Cejalagejala
sebagaI tandatanda obstruksI usus yaItu nyerI perut, muntah dan perdarahan. NyerI perut bersIfat
serangan setIap 15J0 menIt, lamanya 12 menIt.. 0I antara 2 serangan, bayI kelIhatan sehat.
Perut berbentuk ScaphoId
Serangan nyerI sudah dapat dItemukan pada anak kurang 1 tahun (60,7), 81,8 pada umur 12
tahun dan 91 pada umur lebIh 2 tahun. Pada anak besar lebIh 2 tahun, nyerI perut merupakan
gejala yang menyolok. bIasanya nyerI dIsusul oleh muntah. Pada bayI kecIl muntah malahan dapat
sebagaI gejala pertama.
|untah mulamula terdIrI atas sIsasIsa makanan yang ada dalam lambung, kemudIan berIsI
empedu. Sebanyak 95,5 gejala muntah terjadI pada anak berumur kurang darI 2 tahun.
TImbulnya muntah dapat tejadI J jam pertama setelah berlangsungnya penyakIt, masIngmasIng
7J pada umur kurang 2 tahun dan 52 pada umur lebIh 2 tahun. Cejala muntah lebIh serIng pada
InvagInasI usus halus bagIan atas jejunum dan Ileum darIpada IleocolIca.

Setelah serangan kolIk yang petama, tInja masIh normal, kemudIan dIsusul oleh defekasI darah
bercampur lendIr (currant jelly stool). Yang berasal darI Intususeptum yang terbendung, tertekan
atau seudah mengalamI strangulasI. 8Ila InvagInasI dIsertaI strangulasI harus dI Ingat kemungkInan
terjadInya perItonItIs setelah perforasI. Pada 59 penderIta, perdarahan terjadI dalam waktu 12
jam

0arah lendIr berwarna segar pada awal penyakIt, kemudIan berangsurangsur bercampur jarIngan
nekrosIs, dIsebut terry stool oleh karena terjadI kerusakan jarIngan dan pembuluh darah.

0ACNDSS 0AN PE|EFKSAAN
0IagnosIs InvagInasI dapat dIduga atas pemerIksaan fIsIk dan dIpastIkan dengan pemerIksaan
rontgen dengan enema barIum.

Pada pemerIksaan perut dapat teraba sausage shape pada 24 penderIta. Suatu massa dengan
lekukan dan posIsInya mengIkutI garIs usus colon ascendens sampaI ke sIgmoId dan rektum. |assa
tumor sukar dIraba bIla berada dI belakang hatI atau pada dIndIng yang tegang.

PerkusI pada tempat InvagInasI terkesan suatu rongga kosong. 8IsIng usus terdengar menInggI
selama serangan kolIk, menjadI normal kembalI dI luar serangan. Colok dubur memperlIhatkan
darah lendIr dan kadangkadang teraba pseudoportIo bIla InvagInasI sudah mencapaI rectosIgmoId.

PE|EFKSAAN FA0DLDCK
Foto polos perut dIbuat dalam 2 arah, posIsI supIne dan lateral dekubItus kIrI. PosIsI lateral
dekubItus kIrI Ialah posIsI penderIta yang dIbarIngkan dengan bagIan kIrI dI atas meja dan sInar darI
arah mendatar. 0engan posIsI InI, selaIn untuk mengetahuI InvagInasI juga dapat mendeteksI
adanya perforasI.

Cambaran Xray pada InvagInasI Ileocoecal memperlIhatkan daerah bebas udara yang fossa IlIaca
kanan karena terIsI massa. Pada InvagInasI tIngkat lanjut kelIhatan aIr fluId level.

PENCELDLAAN
|asukan oral dIhentIkan, penderIta dIberI caIran Intravena dan selanjutkan dIlakukan reposIsI usus.
8ergantung pada keadaan penderIta, reposIsI dIlakukan dengan operasI atau barIum enema. Pada
operasI, reposIsI secara manual dan hasIlnya langsung dIketahuI. FeposIsI barIum dIIkutI oleh Xray.
|ulamula tampak bayangan barIum bergerak berbentuk cuppIng pada tempat InvagInasI. 0engan
tekanan hIdrostatIk sebesar 1 meter aIr, barIum dIdorong ke arah.proksImal. tekanan
hIdrostatIk tIdak boleh melewatI 1 meter aIr dan tIdak boleh dIlakukan pengurutan atau penekanan
manual dI perut sewaktu dIlakukan reposIsIs hIdrostatIk. Pengobatan dIanggap berhasIl bIla barIum
sudah mencapaI Ileum termInalIs. Pada saat Itu, pasase usus kembalI normal, norIt yang dIberIkan
per os akan keluar melaluI dubur. SeIrIng dengan pemerIksaan zat kontras kembalI dapat terlIhat
coIled sprIng appearance. Cambaran tersebut dIsebabkan oleh sIsasIsa barIum pada haustra
sepanjang bekas tempat InvagInasI.

Sejak 1876, barIum enema sudah dIpergunakan untuk pengobatan InvagInasI dan hasIlnya
memuaskan. Hanya sedIkIt kemungkInan terjadI perforasI walaupun usus telah mengalamI gangren,
asal tekanan hIdrostatIk tIdak melebIhI 1 meter. 0emIkIan pula lamanya perawatan pada reposIsI
barIum lebIh pendek darIpada operasI. SebalIknya dengan reduksI manual pada operasI ternyata
lebIh bersIfat traumatIk, sehIngga lebIh mudah terjadI ruptur usus. dengan kelebIhan yang dIsebut
tadI, dI SkandInavIa reposIsI barIum lebIh banyak dIgunakan. SurvIval rate 55, masIngmasIng 81
pada umur kurang 1 tahun dan 15 pada usIa kurang J bulan Kadangkadang reposIsI barIum tIdak
berhasIl, mIsalnya pada umur kurang J bulan dan InvagInasI IleoIleal. 8ayangan kontras dalam
bentuk cuppIng tIdak mencapaI Ileum termInalIs sehIngga memerlukan operasI.
JIka reposIsIs konservatIf InI tIdak berhasIl, terpaksa dIadakan reposIsI operatIf. Sewaktu oprasI
akan dIcoba reposIsI manual dengan mendorong InvagInatum darI oral kea rah sudut Ileosaecal.
0orongan dIlakukan dengan hatI0hatI tanpa tarIkan darI bagIan proksImal

DperasI dInI tanpa terapI barIum dIkerjakan bIla terjadI perforasI, perItonItIs dan tandatanda
obstruksI. Keadaan InI bIasanya pada InvagInasI yang sudah berlangsung 48 jam. 0emIkIan pula pada
kasuskasus relapse. nvagInasI berulang 11 setelah reposIsI barIum dan J pada operasI tanpa
reseksI usus. 8Isanya reseksI dIlakukan jIka alIran darah tIdak pulIh kembalI setelah dIhangatkan
dengan larutan fIsIologIk. Usus yang mengalamI InvagInasI nampak kebIruan. Pada perawatan ke2x,
dIkerjakan operasI tanpa barIum enema.


natomi usus halus
Usus halus terdiri dari 3 bagian yaitu duodenum, yejunum dan ileum. Panjang duodenum 26
cm, sedangkan yejunum ileum : 6 m Dimana 2/5 bagian adalah yejunum (Snel, 89).
Sedangkan menurut schrock 1988 panjang usus halus manusia dewasa adalah 5-6 m. Batas
antara duodenum dan yejunum adalah ligamentum treits.
Yejunum dan ileum dapat dibedakan dari :
1. Lekukan lekukan yejunum terletak pada bagian atas rongga atas peritoneum di
bawah sisi kiri mesocolon transversum ; ileum terletak pada bagian bawah rongga
peritoneum dan dalam pelvis.
2. Jejunum lebih besar, berdinding lebih tebal dan lebih merah daripada ileum Dinding
jejunum terasa lebih tebal karena lipatan mukosa yang lebih permanen yaitu plica
circularis, lebih besar, lebih banyak dan pada yejunum lebih berdekatan ; sedangkan
pada bagian atas ileum lebar, dan pada bagian bawah lipatan ini tidak ada.
3. Mesenterium jejunum melekat pada dinding posterior abdomen diatas dan kiri aorta,
sedangkan mesenterium ileum melekat dibawah dan kanan aorta.
4. Pembuluh darah mesenterium jejunum hanya menmbentuk satu atau dua aarkade
dengan cabang-cabang yang panjang dan jarang yang berjalan ke dinding usus halus.
Ileum menerima banyak pembuluh darah yang pendek, yang beraal dari 3 atau 4 atau
malahan lebih arkade.
5. Pada ujung mesenterium jejunum, lemak disimpan dekat pangkalan dan lemak jarang
ditemukan didekat dinding usus halus. Pada ujung mesenterium ileum lemak
disimpan di seluruh bagian , sehingga lemak ditemukan dari pangkal sampai dinding
usus halus.
6. Kelompokan jaringan limIoid (Agmen Feyer) terdapat pada mukosa ileum bagian
bawah sepanjang pinggir anti mesentrik.
Perbedaan usus halus dan usus besar pada anatomi adalah :
Perbedaan eksterna
1. Usus halus (kecuali duodenum) bersiIat mobil, sedang kan colon asenden dan colon
desenden terIiksasi tidak mudah bergerak.
2. Ukuran usus halus umumnya lebih kecil dibandingkan dengan usus besar yang terisi.
3. Usus halus (kecuali duodenum) mempunyai mesenterium yang berjalan ke bawah
menyilang garis tengah, menuju Iosa iliaka kanan.
4. Otot longitudinal usus halus membentuk lapisan kontinyu sekitar usus. Pada usus
besar (kecuali appendix) otot longitudinal tergabung dalam tiga pita yaitu taenia coli.
5. Usus halus tidak mempunyai kantong lemak yang melekat pada dindingnya. Usus
besar mempunyai kantong lemak yang dinamakan appandices epiploideae.
6. Dinding usus halus adalah halus, sedangkan dinding usus besar sakular.
Perbedaan interna
1. Mucosa usus halus mempunyai lipatan yang permanen yang dinamakan plica
silcularis, sedangkan pada usus besar tidak ada.
2. Mukosa usus halus mempunyai Iili, sedangkan mukosa usus besar tidak mempunyai.
3. Kelompokan jaringan limIoid (agmen Ieyer) ditemukan pada mukosa usus halus ,
jaringan limIoid ini tidak ditemukan pada usus besar.
Intususepsi
Intususepsi adalah keadaan yang umumnya terjadi pada anak-anak, dan merupakan kejadian
yang jarang terjadi pada dewasa, intususepsi adalah masuknya segmen usus proksimal
(kearah oral) kerongga lumen usus yang lebih distal (kearah anal) sehingga menimbulkan
gejala obstruksi berlanjut strangulasi usus DeIinisi lain Invaginasi atau intususcepti yaitu
masuknya segmen usus (Intesusceptum) ke dalam segment usus di dekatnya (intususcipient).
Pada umumnya usus bagian proksimal yang mengalami invaginasi (intussuceptum)
memasuki usus bagian distal (intussucipient), tetapi walaupun jarang ada juga yang
sebaliknya atau retrograd (Bailey,90) Paling sering masuknya ileum terminal ke kolon.
Intususeptum yaitu segmen usus yang masuk dan intususipien yaitu segmen usus yang
dimasuki segmen lain
Invaginasi terjadi karena adanya sesuatu di usus yang menyebabkan peristaltik berlebihan,
biasanya terjadi pada anak-anak tetapi dapat juga terjadi pada dewasa. Pada anak-anak 95
penyebabnya tidak diketahui, hanya 5 yang mempunyai kelainan pada ususnya sebagai
penyebabnya. Misalnya diiverticulum Meckeli, Polyp, Hemangioma (Schrock, 88).
Sedangkan invaginasi pada dewasa terutama adanya tumor yang menyebabkannya (Dunphy
80). Perbandingan kejadian antara pria dan wanita adalah : 3 : 2 (Swenson,90), pada orang
tua sangat jarang dijumpai (Ellis ,90). Daerah yang secara anatomis paling mudah mengalami
invaginasi adalah ileo coecal, dimana ileum yang lebih kecil dapat masuk dengan mudah ke
dalam coecum yang longgar. Invaginasi dapat menyebabkan obstruksi usus baik partiil
maupun total. Intususepsi paling sering mengenai daerah ileosekal, dan lebih jarang terjadi
pada orang tua dibandingkan dengan pada anak-anak. Pada kebanyakan kasus pada orang tua
dapat diketemukan penyebab yang jelas, umumnya tumor yang membentuk ujung dari
intususeptum.
Invaginasi atau intususepsi merupakan keadaan gawat darurat, dimana bila tidak ditangani
segera dan tepat akan menimbulkan komplikasi lebih lanjut. Hampir 70 kasus invaginasi
terjadi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun, paling sering dijumpai pada ileosekal.
Invaginasi sangat jarang dijumpai pada orang tua, serta tidak banyak tulisan yang membahas
hal ini secara rinci.
Ada perbedaan etiologi yang mencolok antara anak-anak dan dewasa, pada anak-anak
etiologi terbanyak adalah idiopatik yang mana lead pointnya tidak ditemukan sedangkan pada
dewasa penyebab terbanyak adalah keadaan patologik intra lumen oleh suatu neoplasma baik
jinak maupun ganas sehingga pada saat operasi lead poinnya dapat ditemukan
Kalsifikasi
Intususepsi dibedakan dalam 4 tipe :
1. Enterik a usus halus ke usus halus
2. Ileosekal a valvula ileosekalis mengalami invaginasi prolaps ke sekum dan menarik
ileum di belakangnya. Valvula tersebut merupakan apex dari intususepsi.
3. Kolokolika a kolon ke kolon.
4. Ileokoloika a ileum prolaps melalui valvula ileosekalis ke kolon.
Umumnya para penulis menyetujui bahwa paling sering intususepsi mengenai valvula
ileosekalis. Namun masih belum jelas perbandingan insidensi untuk masing-masing jenis
intususepsi. Perrin dan Linsay memberikkan gambaran : 39 ileosekal, 31,5 ileokolika,
6,7 enterik, 4,7 kolokolika, dan sisanya adalah bentuk-bentuk yang jarang dan tidak khas
(Tumen 1964).
Invaginasi dapat ditemukan di semua umur, pada penderita dewasa ditemukan 5kasus
obstruksi usus disebabkan karena invaginasi (Ellis,90). Biasanya terdapat tumor pada apex
intussuception, pada usus halus biasnya tumor jinak dan tumor ganas pada usus besar. (Ellis
90). Tumor usus halus banyak ditemukan diduodenum, yejunum bagian proksimal dan
terminal ileum. Distal yejunum dan proksimal ileum relatiI jarang (Leaper 89) dan terbanyak
di temukan di terminal ileum (Schrok,88). Tumor usus halus merupakan 1-5 tumor di
dalam saluran pencernaan makanan, hanya 10 yang akan menimbulkan gejala-gejala antara
lain perdarahan, penyumbatan atau invaginasi. Perbandingan tumor jinak dan tumor ganas
adalah 10 : 1 (Schrock,88). Tumor jinak usus halus biasanya adenoma, leyomiomalipoma,
hemangioma, ployposis. Sedangkan tumor ganas biasanya carcinoma, carcinoid tumor,
sarcoma, tumor metastase (Leaper,89).
Epidemiologi

Angka kejadian intususepsi (invaginasi) dewasa sangat jarang , menurut angka yang pernah
dilaporkan adalah 0,08 dari semua kasus pembedahan lewat abdomen dan 3 dari kejadian
obstruksi usus , angka lain melaporkan 1 dari semua kasus obstruksi usus, 5 dari semua
kasus invaginasi (anak-anak dan dewasa), sedangkan angka-angka yang menggambarkan
angka kejadian berdasarkan jenis kelamin dan umur belum pernah dilaporkan, sedangkan
segmen usus yang telibat yang pernah dilaporkan Anderson 281 pasien terjadi pada usus
halus ( Jejunum, Ileum ) 7 pasien ileocolica, 12 pasien cecocolica dan 36 colocolica dari 336
kasus yang ia laporkan . Desai pada 667 pasien menggambarkan 53 pada
duodenum,jejunum atau ileum, 14 lead pointnya pada ileoseccal, 16 kolon dan 5
termasuk appendik veriIormis.
Hampir 70 kasus invaginasi terjadi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun (Bisset et all,
1988) sedangkan OrloII mendapatkan 69 dari 1814 kasus pada bayi dan anak-anak umur
kurang dari 1 tahun (Cohn 1976). Chairl Ismail 1988 mendapatkan insiden tertinggi dicapai
pada anak-anak umur antara 4 sampai dengan 9 bulan. Perbandingan antara laki-laki dan
wanita adalah 2:1 (Kartono, 1986; Cohn 1976; Chairul Ismail !988).
Insidensi tertinggi dari inttususepsiterdapat pada usia dibawah 2 tahun (Ellis 1990). OrlooI
mendapatkan 69 dari1814 kasus pada anak-anak terjadi pada usia kurang dari 1 tahun
(Cohn 1976). Pada bayi dan anak-anak intususepsi merupakan penyebab kira-kira 80-90
dari kasus obstruksi. Pada orang dewasa intususepsi lebih jarang terjadi dan diperkirakan
menjadi penyebab kira-kira 5 dari kasus obstruksi (Ellis, 1990)
Patofisiologi
Berbagai variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya intususepsi pada dewasa pada
intinya adalah gangguan motilitas usus terdiri dari dua komponen yaitu satu bagian usus
yang bergerak bebas dan satu bagian usus lainya yang terIiksir/atau kurang bebas
dibandingkan bagian lainnya, karena arah peristaltik adalah dari oral keanal sehingga bagian
yang masuk kelumen usus adalah yang arah oral atau proksimal, keadaan lainnya karena
suatu disritmik peristaltik usus, pada keadaan khusus dapat terjadi sebaliknya yang disebut
retrograd intususepsi pada pasien pasca gastrojejunostomi . Akibat adanya segmen usus yang
masuk kesegmen usus lainnya akan menyebabkan dinding usus yang terjepit sehingga akan
mengakibatkan aliran darah menurun dan keadaan akhir adalah akan menyebabkan nekrosis
dinding usus
Perubahan patologik yang diakibatkan intususepsi terutama mengenai intususeptum.
Intususepien biasanya tidak mengalami kerusakan. Perubahan pada intususeptum ditimbulkan
oleh penekanan bagian ini oleh karena kontraksi dari intususepien, dan juga karena
terganggunya aliran darah sebagai akibat penekanan dan tertariknya mesenterium. Edema dan
pembengkakan dapat terjadi. Pembengkakan dapt sedemikian besarnya sehingga
menghambat reduksi. Adanya bendungan menimbulkan perembesan (ozing) lendir dan darah
ke dalam lumen. Ulserasi pada dindidng usus dapat terjadi. Sebagai akibat strangulasi tidak
jarang terjadi gangren. Gangren dapat berakibat lepasnya bagian yang mengalami prolaps.
Pembengkakan ddari intisuseptum umumnya menutup lumen usus. Akan tetapi tidak jarang
pula lumen tetap patent, sehingga obstruksi komplit kadang-kadang tidak terjadi pada
intususepsi (Tumen 1964).
Invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus (obstruksi) baik partiil maupun total dan
strangulasi (Boyd, 1956). Hiperperistaltik usus bagian proksimal yang lebih mobil
menyebabkan usus tersebut masuk ke lumen usus distal. Usus bagian distal yang menerima
(intussucipient) ini kemudian berkontraksi, terjadi edema. Akibatnya terjadi perlekatan yang
tidak dapat kembali normal sehingga terjadi invaginasi
Intestinal obstruksi terdapat dua bentuk yaitu : mekanik obstruksi dan neurogenik obstruksi
paralitik (Meingot`s 90 ; Bailey 90).
Menurut etiologinya ada 3 keadaan :
1. sebab didalam lumen usus
2. sebab pada dinding usus
3. sebab diluar dinding usus (Meingot`s 90)
Menurut tinggi rendahnya dibagi : obstruksi usus halus letak tinggi , obstruksi usus halus
letak rendah dan obstruksi usus besar.
Berdasarkan waktunya dibagi :
1. Acuta intestinal obstruksi
2. Cronik intestinal obstruksi
3. Acut super exposed on cronik
Sekitar 85 dari obstruksi mekanik usus terjadi di usus halus dan 15 terjadi di usus besar
(Schrock, 82).
Aethiologiobstruksi usus halus menurut Schrock 88 adalah :
1. Adhesion
2. Hernia
3. Neoplasma
4. Intussusception
5. volvulus
6. benda asing
7. batu empedu
8. imIlamasi
9. strictura
10.cystic Iibrosis
11.hematoma
Etiologi

Menurut kepustakaan 90-95 terjadi pada anak dibawah 1 tahun akibat idiopatik. Pada
waktu operasi hanya ditemukan penebalan dinding ileum terminal berupa hipertrophi jaringan
limIoid (plaque payer) akibat inIeksi virus (limIadenitis) yang mengkuti suatu gastroenteritis
atau inIeksi saluran naIas. Keadaan ini menimbulkan pembengkaan bagian intusupseptum,
edema intestinal dan obstruksi aliran vena a obstruksi intestinal a perdarahan. Penebalan ini
merupakan titik permulaan invaginasi.
Pada anak dengan umur ~ 2 tahun disebabkan oleh tumor seperti limpoma, polip,
hemangioma dan divertikel Meckeli. Penyebab lain akibat pemberian anti spasmolitik pada
diare non spesiIik. Pada umur 4-9 bulan terjadi perubahan diet makanan dari cair ke padat,
perubahan pola makan dicurigai sebagai penyebab invaginasi
Invaginasi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun, tidak dijumpai kelinan yang jelas
sebagai penyebabnya, sehingga digolongkan sebagai invantile idiophatic intususeption.
Sedangkan pada anak-anak umur lebih dari 2 tahun dapat dijumpai kelinan pada usus sebagai
penyebabnya, misalnya divertical meckel, hemangioma, polip. Pada orang tua sangat jarang
dijumpai kasus invaginasi (Tumen 1964; kume GA et al, 1985; Ellis 1990), seta tidak banyak
tulisan yang membahas tentang invaginasi pada orangtua secar rinci.
Penyebab terjadinya invaginasi bervariasi, diduga tindakan masyarakat tradisional berupa
pijat perut serta tindakan medis pemberian obat anti-diare juga berperan pada timbulnya
invaginasi. InIeksi rotavirus yang menyerang saluran pencernaan anak dengan gejala utama
berupa diare juga dicurigai sebagai salah satu penyebab invaginasi Keadaan ini merupakan
keadaan gawat darurat akut di bagian bedah dan dapat terjadi pada semua umur. Insiden
puncaknya pada umur 4 9 bulan, hampir 70 terjadi pada umur dibawah 1 tahun dimana
laki-laki lebih sering dari wanita kemungkinan karena peristaltic lebih kuat. Perkembangan
invaginasi menjadi suatu iskemik terjadi oleh karena penekanan dan penjepitan pembuluh-
pembuluh darah segmen intususeptum usus atau mesenterial. Bagian usus yang paling awal
mengalami iskemik adalah mukosa. Ditandai dengan produksi mucus yang berlebih dan bila
berlanjut akan terjadi strangulasi dan laserasi mukosa sehingga timbul perdarahan. Campuran
antara mucus dan darah tersebut akan keluar anus sebagai suatu agar-agar jeli darah (red
currant jelly stool).
Keluarnya darah per anus sering mempersulit diagnosis dengan tingginya insidensi disentri
dan amubiasis. Ketiga gejala tersebut disebut sebagai trias invaginasi. Iskemik dan distensi
sistem usus akan dirasakan nyeri oleh pasien dan ditemukan pada 75 pasien. Adanya
iskemik dan obstruksi akan menyebabkan sekuestrisasi cairan ke lumen usus yang distensi
dengan akibat lanjutnya adalah pasien akan mengalami dehidrasi, lebih jauh lagi dapat
menimbulkan syok. Mukosa usus yang iskemik merupakan port de entry intravasasi
mikroorganisme dari lumen usus yang dapat menyebabkan pasien mengalami inIeksi sistemik
dan sepsis.
Intususepsi pada dewasa kausa terbanyak adalah keadaan patologi pada lumen usus, yaitu
suatu neoplasma baik yang bersiIat jinak dan atau ganas, seperti apa yang pernah dilaporkan
ada perbedaan kausa antara usus halus dan kolon sebab terbanyak intususepsi pada usus halus
adalah neoplasma yang bersiIat jinak (diverticle meckel`s, polip) 12/25 kasus sedangkan pada
kolon adalah bersiIat ganas (adenocarsinoma)14/16 kasus. Etiologi lainnya yang Irequensiny
labih rendah seperti tumor extra lumen seperti lymphoma, diarea , riwayat pembedahan
abdomen sebelumnya, inIlamasi pada apendiks juga pernah dilaporkan intususepsi terjadi
pada penderita AIDS , pernah juga dilaporkan karena trauma tumpul abdomen yang tidak
dapat diterangkan kenapa itu terjadi dan idiopatik .
Perbedaan dalam etiologi merupakan hal utama yang membedakan kasus yang terjadi pada
bayi/ anak-anak penyebab intususepsi tidak dapat diketahui pada kira-kira 95 kasus.
Sebaliknya 80 dari kasus pada dewasa mempunyai suatu penyebab organik, dan 65 dari
penyebabnya ini berupa tumor baik benigna maupun maligna.
Oleh karenannya banyak kasus pada orang dewasa harus ditangani dengan anggapan terdapat
keganasan. Insidensi tumor ganas lebih tinggi pada kasus yang hanya mengenai kolon saja
(Cohn 1976).
ambaran Klinis
Rasa sakit adalh gejala yang paling khas dan hampir selalu ada. Dengan adanya serangan rasa
sakit/kholik yang makin bertambah dan mencapai puncaknya, dan kemudian menghilang
sama sekali, diagnosis hampir dapat ditegakkan. Rasa sakit berhubungan dengan passase dari
intususepsi. Diantara satu serangan dnegan serangan berikutnya, bayi atau orang dewasa
dapat sama sekali bebas dari gejala.
Selain dari rasa sakit gejala lain yang mungkin dapat ditemukan adalah muntah, keluarnya
darah melalui rektum, dan terdapatnya masa yang teraba di perut. Beratnya gejala muntah
tergantung pada letak usus yang terkena. Semakin tinggi letak obstruksi, semakin berat gejala
muntah. Hemathocezia disebabkan oleh kembalinya aliran darahdari usus yang mengalami
intususepsi. Terdapatnya sedikit darah adalah khas, sedangkan perdarahan yang banyak
biasanya tidak ditemukan.
Pada kasus-kasus yang dikumpulkan oleh OrlooI, rasa sakit ditemukan pada 90, muntah
pada 84, keluarnya darah perektum pada 80dan adanya masa abdomen pada 73 kasus
(Cohn, 1976).
Gambaran klinis intususepsi dewasa umumnya sama seperti keadaan obstruksi usus pada
umumnya, yang dapat mulai timbul setelah 24 jam setelah terjadinya intususepsi berupa nyeri
perut dan terjadinya distensi setelah lebih 24 jam ke dua disertai keadaan klinis lainnya yang
hampir sama gambarannya seperti intususepsi pada anak-anak. Pada orng dewaasa sering
ditemukan perjalanan penyakit yang jauh lebih panjang, dan kegagalan yang berulang-ulang
dalam usaha menegakkan diagnosis dengan pemeriksaan radiologis dan pemeriksaan-
pemeriksaan lain (Cohn, 1976). Adanya gejala obstruksi usus yang berulang, harus dipikirkan
kemungkinan intususepsi. Kegagalan untuk memperkuat diagnosis dengan pemeriksaan
radiologis seringkali menyebabkan tidak ditegakkanya diagnosis. Pemeriksaan radiologis
sering tidak berhasil mengkonIirmasikan diagnosis karena tidak terdapat intususepsi pada
saat dilakukan pemeriksaan. Intussusepsi yang terjadi beberapa saat sebelumnya telah
tereduksi spontan. Dengan demikian diagnosis intussusepsi harus dipikirkan pada kasus
orang dewasa dengan serangan obstruksi usus yang berulang, meskipun pemeriksaan
radiologis dan pemeriksaan-pemeriksaan laim tidak memberikan hasil yang positiI.
Pada kasus intususepsi khronis ini, gejala yang timbul seringkali tidak jelas dan
membingungkan sampai terjadi invaginasi yang menetap. Ini terutama terdiri dari serangan
kolik yang berulang, yang seringkali disertai muntah, dan kadang-kadang juga diare. Pada
banyak kasus ditemukan pengeluaran darah dan lendir melalui rektum, namun kadang-
kadang ini juga tidak ditemukan. Gejala-gejala lain yang juga mungkin didapatkan adalah
tenesmus dan anoreksia. Masa abdomen dapat diraba pada kebanyakan kasus, terutama pada
saat serangan (Tumen, 1964).
iagnosis

Gejala klinis yang sering dijumpai berupa nyeri kolik sampai kejang yang ditandai dengan
Ilexi sendi koksa dan lutut secara intermiten, nyeri disebabkan oleh iskemi segmen usus yang
terinvaginasi. Iskemi pertama kali terjadi pada mukosa usus bila berlanjut akan terjadi
strangulasi yang ditandai dengan keluarnya mucus bercampur dengan darah sehingga tampak
seperti agar-agar jeli darah Terdapatnya darah samar dalam tinja dijumpai pada 40, darah
makroskopis pada tinja dijumpai pada 40 dan pemeriksaan Guaiac negatiI dan hanya
ditemukan mucus pada 20 kasus.
Diare merupakan suatu gejala awal disebabkan oleh perubahan Iaali saluran pencernaan
ataupun oleh karena inIeksi. Diare yang disebut sebagai gejala paling awal invaginasi,
didapatkan pada 85 kasus. Pasien biasanya mendapatkan intervensi medis maupun
tradisional pada waktu tersebut. Intervensi medis berupa pemberian obat-obatan. Hal yang
sulit untuk diketahui adalah jenis obat yang diberikan, apakah suatu antidiare (suatu
spasmolitik), obat yang sering kali dicurigai sebagai pemicu terjadinya invaginasi. Sehingga
keberadaan diare sebagai salah satu gejala invaginasi atau pengobatan terhadap diare sebagai
pemicu timbulnya invaginasi sulit ditentukan
Muntah reIlektiI sampai bilus menunjukkan telah terjadi suatu obstruksi, gejala ini dijumpai
pada 75 pasien invaginasi. Muntah dan nyeri sering dijumpai sebagai gejala yang
dominan pada sebagian besar pasien. Muntah reIlektiI terjadi tanpa penyebab yang jelas,
mulai dari makanan dan minuman yang terakhir dimakan sampai muntah bilus. Muntah bilus
suatu pertanda ada reIluks gaster oleh adanya sumbatan di segmen usus sebelah anal. Muntah
dialami seluruh pasien. Gejala lain berupa kembung, suatu gambaran adanya distensi sistem
usus oleh suatu sumbatan didapatkan pada 90.
Gejala lain yang dijumpai berupa distensi, pireksia, Dance`s Sign dan Sousage Like Sign,
terdapat darah samar, lendir dan darah makroskopis pada tinja serta tanda-tanda peritonitis
dijumpai bila telah terjadi perIorasi. Dance`s Sign dan Sousage Like Sign dijumpai pada
60 kasus, tanda ini patognomonik pada invaginasi. Masa invaginasi akan teraba seperti
batang sosis, yang tersering ditemukan pada daerah paraumbilikal. Daerah yang ditinggalkan
intususeptum akan teraba kosong dan tanda ini disebut sebagai Dance`s Sign. Pemeriksaan
colok dubur teraba seperti portio uteri, Ieces bercampur lendir dan darah pada sarung tangan
merupakan suatu tanda yang patognomonik.
Pemeriksaan Ioto polos abdomen, dijumpainya tanda obstruksi dan masa di kwadran tertentu
dari abdomen menunjukkan dugaan kuat suatu invaginasi. USG membantu menegakkan
diagnosis invaginasi dengan gambaran target sign pada potongan melintang invaginasi dan
pseudo kidney sign pada potongan longitudinal invaginasi. Foto dengan kontras barium
enema dilakukan bila pasien ditemukan dalam kondisi stabil, digunakan sebagai diagnostik
maupun terapetik.
%#I$ INVIN$I :
1. Anak mendadak kesakitan episodic, menangis dan mengankat kaki (Craping pain),
bila lanjut sakitnya kontinyu
2. Muntah warna hijau (cairan lambung)
3. DeIekasi Ieses campur lendir (kerusakan mukosa) atau darah (lapisan dalam) a currant
jelly stool
Obstruksi usus ada 2 :
1. Mekanis a kaliber usus tertutup
2. Fungsional a kaliber usus terbuka akibatperistaltik hilang

Pemeriksaan Fisik :
Obstruksi mekanis ditandai darm steiIung dan darm counter.
Teraba massa seperti sosis di daerah subcostal yang terjadi spontan
Nyeri tekan ()
Dancen sign () a Sensai kekosongan padakuadran kanan bawah karena masuknya sekum
pada kolon ascenden
RT : pseudoportio(), lender darah () a Sensasi seperti portio vagina akibat invaginasi
usus yang lama
#adiologis :
1 Foto abdomen 3 posisi
Tanda obstruksi () : Distensi, Air Iluid level, Hering bone (gambaran plika circularis usus)
a DAH
Colon In loop berfungsi sebagai :
Diagnosis a cupping sign, letak invaginasi
Terapi a Reposisi dengan tekanan tinggi, bila belum ada tanda2 obstruksi dan kejadian
24 jam
Reposisi dianggap berhasil bila setelah rectal tube ditarik dari anus barium keluar bersama
Ieses dan udara
Pada orang dewasa diagnosis preoperatiI keadaan intususepsi sangatlah sulit, meskipun pada
umumnya diagnoasis preoperatiInya adalah obstruksi usus tanpa dapat memastikan kausanya
adalah intususepsi, pemerikasaan Iisik saja tidaklah cukup sehingga diagnosis memerlukan
pemeriksaan penunjang yaitu dengan radiologi (barium enema, ultra sonography dan
computed tomography), meskipun umumnya diagnosisnya didapat saat melakukan
pembedahan.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat yang khas dan pemeriksaan Iisik. Pada
penderita dengan intususepsi yang mengenai kolon, barium enema mungkin dapat memberi
konIirmasi diagnosis. Mungkin akan didapatkan obstruksi aliran barium pada apex dari
intususepsi dan suatu cupshaped appearance pada barium di tempat ini.
Ketika tekanan ditingkatkan, sebagian atau keseluruhan intususepsi mungkin akan tereduksi.
Jika barium dapat melewati tempat obstruksi, mungkin akan diperoleh suatu coil spring
appearance yang merupakan diagnostik untuk intususepsi. Jika salah satu atau semua tanda-
tanda ini ditemukan, dan suatu masa dapat diraba pada tempat obstruksi, diagnosis telah
dapat ditegakkan (Cohn 1976).
Seperti telah disebutkan sebelumnya, sebagian kasus intususepsi mempunyai riwayat
perjalanan penyakit yang khronis, bahkan kadang-kadnag mencapai waktu bertahun tahun.
Keadaan ini lebih sering ditemukan padaorng dewasa daripada anak-anak (Tumen 1964).
Biasanya ditemukan suatu kelainanlokal pada usus namun Goodal (cit Tumen, 1964) telah
mengumpulkan dari literatur 122 kasus intususepssi khroni primeir pada orang dewasa.
Beberapa penulis tidak menyetujui konsep bahwa intususepsi tersebut berlangsung terus
menerus dalam waktu demikian lama. Stallman (cit Tumen 1964) mempertanyakan tepatnya
penggunaan istilah intususepsi khronis. Goldman dan Elman (cit Tumen 1964)
mengemukakan keyakinannya bahwa penderita tidak mungkin dapat bertahan hidup dengan
intususepsi yang berlangsung lebih dari 1 minggu. Para penulis ini berpendapat, hal yang
paling mungkin telah terjadi pada kasus seperti ini adalah adanya reduksi spontan dan
rekurensi yang terjadi berganti-ganti. Adanya mesenterium yang panjang, yang
memungkinkan invaginasi terjadi tanpa gangguan sirkulasi,kemungkinan dapat menyebabkan
terpeliharanya integritas striktural usus. Serangan ini dapat berulang dalam waktu yang lama
dengan status kesehatan penderita yang relatiI baik, sampai akhirnya terdapat suatu serangan
yang demikian beratnya sehingga tidak dapat tereduksi spontan, dan tindakan bedah menjadi
diperlukan.
Mendiagnosis intususepsi pada dewasa sama halnya dengan penyakit lainnya yaitu melalui :
Anamnesis , pemeriksaan Iisik ( gejala umum, khusus dan status lokalis seperti diatas).
Pemeriksaan penunjang ( Ultra sonography, Barium Enema dan Computed Tomography)
Penatalaksanaan
Dasar pengobatan adalah :
1. Koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Menghilangkan peregangan usus dan muntah dengan selang nasogastrik.
3. Antibiotika.
4. Laparotomi eksplorasi.
Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan diberikan,
jika pertolongan kurang dari 24 jam dari serangan pertama, maka akan memberikan prognosa
yang lebih baik.
Penatalaksanaan penanganan suatu kasus invaginasi pada bayi dan anak sejak dahulu
mencakup dua tindakan :
1 #eduksi hidrostatik
Metode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus menggunakan kateter dengan
tekanan tertentu. Pertama kali keberhasilannya dikemukakan oleh Ladd tahun 1913 dan
diulang keberhasilannya oleh Hirschprung tahun 1976.
#eduksi manual (milking) dan reseksi usus
Pasien dengan keadaan tidak stabil, didapatkan peningkatan suhu, angka lekosit, mengalami
gejala berkepanjangan atau ditemukan sudah lanjut yang ditandai dengan distensi abdomen,
Ieces berdarah, gangguan sistema usus yang berat sampai timbul shock atau peritonitis,
pasien segera dipersiapkan untuk suatu operasi. Laparotomi dengan incisi transversal
interspina merupakan standar yang diterapkan di RS. Dr. Sardjito. Tindakan selama operasi
tergantung kepada penemuan keadaan usus, reposisi manual dengan milking harus dilakukan
dengan halus dan sabar, juga bergantung kepada ketrampilan dan pengalaman operator.
Reseksi usus dilakukan apabila pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual,
bila viabilitas usus diragukan atau ditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi.
Setelah usus direseksi dilakukan anastomose 'end to end apabila hal ini memungkinkan, bila
tidak mungkin maka dilakukan exteriorisasi atau enterostomi.
Terapi intususepsi pada orang dewasa adalah pembedahan. Diagnosis pada saat pembedahan
tidak sulit dibuat. Pada intususepsi yang mengenai kolon sangat besar kemungkinan
penyebabnya adalah suatu keganasan, oleh karena itu ahli bedah dianjurkan untuk segera
melakukan reseksi, dengan tidak usah melakukan usaha reduksi. Pada intususepsi dari usus
halus harus dilakukan usaha reduksi dengan hati-hati. Jika ditemukan kelainan telah
mengalami nekrose, reduksi tidak perlu dikerjakan dan reseksi segera dilakukan (Ellis, 1990).
Pada kasus-kasus yang idiopatik, tidak ada yang perlu dilakukan selain reduksi (Aston dan
Machleder, 1975 cit Ellis, 1990). Tumor benigna harus diangkat secara lokal, tapi jika ada
keragu-raguan mengenai keganasan, reseksi yang cukup harus dikerjakan.
1. Pre-operatif
Penanganan intususepsi pada dewasa secara umum sama seperti penangan pada kasus
obstruksi usus lainnya yaitu perbaikan keadaan umum seperti rehidrasi dan koreksi elektrolit
bila sudah terjadi deIisit elektrolit
. urante Operatif
Penanganan secara khusus adalah melalui pembedahan laparotomi, karena kausa terbanya
intususepsi pada dewasa adalah suatu keadaan neoplasma maka tindakan yang dianjurkan
adalah reseksi anastosmose segmen usus yang terlibat dengan memastikan lead pointnya,
baik itu neoplasma yang bersiIat jinak maupun yang ganas.
Tindakan manual reduksi tidak dianjurkan karena risiko:
1. Ruptur dinding usus selama manipulasi
2. Kemungkinan iskemik sampai nekrosis pasca operasi
3. Kemungkinan rekurensi kejadian intususepsi
4. Ileus yang berkepanjangan akibat ganguan otilitas
5. Pembengkakan segmen usus yang terlibat
Batas reseksi pada umumnya adalah 10cm dari tepi tepi segmen usus yang terlibat,
pendapat lainnya pada sisi proksimal minimum 30 cm dari lesi, kemudian dilakukan
anastosmose end to end atau side to side.
Pada kasus-kasus tertentu seperti pada penderita AIDS, lesi/lead pointnya tidak ditemukan
maka tindakan reduksi dapat dianjurkan, begitu juga pada kasus retrograd intususepsi pasca
gastrojejunostomi tindakan reduksi dapat dibenarkan, keadaan lainya seperti intususepsi pada
usus halus yang kausanya pasti lesi jinak tindakan reduksi dapat dibenarkan juga, tetapi pada
pasien intususepsi tanpa riwayat pembedahan abdomen sebelumnya sebaiknya dilakukan
reseksi anastosmose .
3. Pasca Operasi
Hindari Dehidrasi
Pertahankan stabilitas elektrolit
Pengawasan akan inIlamasi dan inIeksi
Pemberian analgetika yang tidak mempunyai eIek menggangu motilitas usus
Pada invaginasi usus besar dimana resiko tumor ganas sebagai penyebabnya adalh besar,
maka tidak dilakukan reduksi (milking) tetapi langsung dilakukan reseksi. Sedangkan bila
invaginasinya pada usus halus reduksi boleh dicoba dengan hati-hati , tetapi bila terlihat ada
tanda necrosis, perIorasi, oedema, reduksi tidak boleh dilakukan, maka langsung direseksi
saja (Elles , 90). Apabila akan melakukan reseksi usus halus pada invaginasi dewasa
hendaknya dipertimbangkan juga sisa usus halus yang ditinggalkan, ini untuk menghindari /
memperkecil timbulnya short bowel syndrom.
Gejala short bowel syndrom menurut Schrock, 1989 adalah:
adanya reseksi usus yang etensiI
diarhea
steatorhe
malnutrisi
Apabila usus halus yang tersisa 3 meter atau kurang akan menimbulkan gangguan nutrisi dan
gangguan pertumbuhan. Jika usus halus yang tersisa 2 meter atau kurang Iungsi dan
kehidupan sangat terganggu. Dan jika tinggal 1 meter maka dengan nutrisi prenteralpun tidak
akan adequat. (Schrock, 1989)

Sebuah Barium enema adalah pemeriksaan radiograIi dari usus besar menggunakan suspensi
barium sulIat sebagai media kontras. Pemeriksaan sangat tergantung dari persiapan usus yang
tepat. Banyak rejimen ada, sebagian besar mengandalkan pada kombinasi diet, pembatasan
dan overhydration penyucian. Pencahar digunakan biasanya bertindak dengan meningkatkan
ekskresi Iekal air dan / atau dengan merangsang peristaltik kolon. Pembersihan air enema
kurang umum digunakan karena eIek buruk dari air dipertahankan pada lapisan mukosa dari
media kontras. Suspensi barium sulIat sebaiknya diperkenalkan melalui sistem sekali pakai
tertutup. Sebagai lawan dari pemberian barium terbuka dapat, sistem tertutup mengecualikan
kemungkinan inIeksi silang dan memungkinkan drainase dubur bila diperlukan. Hal ini juga
memungkinkan penggunaan sebuah ujung enema dengan sisi-lengan untuk insuIlasi udara.
Kontraindikasi umum untuk semua studi barium enema adalah peritonitis, udara bebas
intraperitoneal, alergi terhadap suspensi barium dan resiko perIorasi. Dua teknik pemeriksaan
utama adalah tunggal dan double kontras enema barium kontras.
$ingle-kontras barium enema.
Ini adalah metode yang kurang disukai, biasanya disediakan untuk indikasi berikut: tidak
kooperatiI, pasien bergerak, obstruksi mekanis akut, pengurangan intususepsi, pengecualian
berat patologi, dan evaluasi dari konIigurasi anatomi usus besar. Sebuah densitas rendah (0,1
0,2 g / ml) suspensi barium digunakan untuk "melihat-melalui" eIek. Suspensi dijalankan
secara perlahan-lahan di bawah bimbingan Iluoroscopic, dan Iilm spot diambil dalam
pandangan beberapa radiograIi, sering dikombinasikan dengan kompresi manual dari usus
besar.
ouble-kontras barium enema.
Ini adalah metode yang disukai. Enema barium dikombinasikan dengan insuIlasi udara (atau
alternatiI karbon dioksida) untuk lebih baik "melihat-melalui" eIek daripada metode tunggal-
kontras. Suspensi barium seharusnya hanya mantel mukosa pada lapisan tipis. Untuk
mengaktiIkan visualisasi detail anatomi halus en wajah, ini membutuhkan kerapatan yang
lebih tinggi dari suspensi (biasanya 0,6-1,1 g / ml). Sebuah relaksan otot polos (20 mg hiosin
butylbromide, Buscopan atau 0,5 1,0 mg glukagon) sering disuntikkan intravena pada awal
prosedur untuk meredakan kejang usus mungkin. Sebuah kateter balon dapat digunakan
untuk mencegah kebocoran dari rektum. Suspensi barium biasanya dijalankan dengan pasien
dalam posisi miring rawan atau kiri. InIus dihentikan ketika kolom barium mencapai usus
melintang. Udara ini kemudian insuIIlated, rektum dikeringkan, dan sisa dari usus besar diisi
dengan barium dan udara dengan insuIlasi udara dikombinasikan dengan perubahan posisi
pasien untuk mempromosikan mengisi oleh gravitasi. Pemeriksaan ini mencakup beberapa
pandangan radiograIi standar. Unit remote control dengan angulasi tabung overcoach
memungkinkan tabung lebih disukai. Film Spot diambil dari setiap lesi dilihat
Iluoroscopically ( Gambar 1 ).
Variasi dari teknik utama.
Flush sigmoid adalah teknik yang digunakan pada pasien dengan penyakit divertikular parah
di kolon sigmoid. Pada akhir enema kontras barium ganda standar, kolon sigmoid diisi
dengan suspensi barium encer. Hal ini meningkatkan deteksi penyakit intraluminal di bagian
usus besar.
The barium enema instan adalah "lembut" variasi dari barium enema kontras ganda
digunakan pada pasien dengan kolitis yang dikenal di mana kolonoskopi telah gagal untuk
menunjukkan tingkat proksimal dari penyakit. Pemeriksaan dimulai dengan sebuah radiograI
polos untuk mengecualikan megakolon toksik atau perIorasi. Tidak ada persiapan usus
diperlukan (atau dianjurkan) pada kolitis aktiI. Setelah injeksi intravena relaksan otot polos,
usus besar diisi dengan suspensi barium untuk kolon transversus. Rektum dan udara
dikeringkan dengan hati-hati insuIIlated, mengubah pasien seperti yang diperlukan.
Seringkali, satu radiograI rawan adalah semua yang diperlukan untuk menunjukkan tingkat
kolitis. Lihat juga larut dalam air enema kontras.
encitraan

You might also like