You are on page 1of 21

1.

AGRO JAMUR BOGOR Pendahuluan Jamur sebagai salah satu jenis pangan yang sudah dikenal oleh masyarakat sejak zama dahulu, khususnya masyarakat pedesaan, kini mulai populer dan digemari oleh seluruh lapisan masyarakat termasuk di daerah perkotaan. Bahkan dibeberapa restoran menjadi menu pavorit yang sangat dicari consumen. Dari sekian banyak jenis jamur yang kita kenal, jamur tiram adalah yang paling memasyarakat dan digemari oleh seluruh lapisan dari tingkat bawah hingga menengah keatas. Hal ini mendorong para pelaku usaha untuk terjun di dunia bisnis jamur tiram karena hingga saat ini suplay barang belum sepenuhnya memenuhi permintaan pasar. Terlebih lagi bila ada permintaan export, para petani jamur sangat kerepotan untuk memenuhi permintaan yang begitu tinggi. Kondisi ini tentu saja membuka peluang yang begitu luas bagi siapa saja yang berminat menekuni usaha budi daya jamur tiram ini. Disisi lain, tidak semua orang dapat dengan mudah menjalankan usaha budi daya jamur tiram. Hal ini disebabkan karena pelaku usaha harus memiliki skil dan ketrampilan yang memadai terkait dengan teknik budidaya yang begitu rumit dan banyak tahapan yang harus dilewati. Hal ini menjadi salah satu sebab tidak banyak orang yang bergelut di bisnis ini. Selain itu juga dibutuhkan pengalaman dan jaringan yang luas untuk bisa sukses di bisnis ini. Bagi para pemilik modal yang ingin menginvestasikan dananya dalam usaha yang real, budi daya jamur tiram ini bisa menjadi pilihan. Dibandingkan deposito di bank atau sejenisnya, investasi ini jauh lebih meberikan keuntungan. Para pelaku usaha di bisnis ini biasanya membuka diri bagi siapapun yang ingin menanamkan modal dengan system bagi hasil. Peluang Usaha Dalam dunia bisnis, sudah menjadi hukum ekonomi, bahwa antara suplay dan permintaan itu berpengaruh kepada harga. Suplay menurun, permintaan meningkat otomatis harga meningkat. Begitupula sebaliknya. Hal ini terjadi pula pada komoditi jamur tiram. Uniknya, untuk jamur tiram suplay meningkat dan permintaan menurun itu hanya terjadi saat lebara (hari raya Idul Fitri). Sedangkan diluar itu yang terjadi permintaan lebih besar dari suplay barang. Setidaknya meskipun ada peningkatan suplay barang, harga relative tetap setabil.

Disamping itu, seiring perkembangan teknologi dan daya kreativitas manusia, penjualan jamur tiram tidak hanya berbentuk jamur segar untuk sayuran, akantetapi sekarang sudah ada berbagai jenis panganan yang dibuat dari bahan dasar jamur tiram, seperti keripik jamur, jamur kripsi dan lain-lain. Ini akan menjadi solusi alternative untuk memanfaatkan jamur ketika tejadi overload produksi. Khususnya pada saat hari raya Idul Fitri. Dengan demikian sejauh ini pemasaran jamur tiram masih tergolong lancar tanpa hambatan yang berarti. Proses Produksi Perlu diketahui, bahwa media tumbuh jamur tiram adalah campuran bahan-bahan alami diantaranya serbuk gergaji dan bekatul yang diolah sedemikian rupa sehingga menjadi media untuk tumbuh jamur tiram. Media ini dikemas dalam plastic transparan yang kemudian dinamakan baglog. Jadi Baglog adalah media yang sudah dikemas dalam plastic yang siap dipelihara dikumbung pemeliharaan. Kapasitas produksi jamur tiram segar sangat ditentukan oleh banyaknya baglog yang dipelihara. Yang perlu diperhatikan dalam budi daya jamur tiram, semakin banyak baglog yang dipelihara, secara prosentase semakin besar margin keuntungan yang diterima. Sedangkan untuk skala usaha yang profitable ada batas minimal baglog yang harus dipelihara yaitu 5000 baglog. Artinya kalau kita memelihara kurang dari itu maka secara ekonomi belum bisa memberikan keuntungan yang layak. Tentu saja lebih banyak dari itu akan lebih baik dan lebih menguntungkan. Bagi investor yang berminat terjun di bisnis ini, perhitungannya amat sederhana. Yaitu mengacu pada jumlah baglog yang akan dipelihara. Harga per baglog kisaran Rp. 2.000 Rp. 2.500 /buah. Sehingga modal yang harus disiapkan sudah bisa direncanakan. Apabila mengambil batas minimal, yaitu 5000 baglog, maka modal yang harus disiapkan minimal Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dengan perhitungan 5000 x Rp. 2.000. Ini belum termasuk biaya pembuatan kumbung pemeliharaan dan biaya tenaga kerja. Cara yang paling aman dan praktis bagi pemilik modal adalah menjalin kerjasama dengan pelaku usaha yang sudah terjun dibisnis ini. Tentu saja setiap pengusaha punya aturan main masing-masing. Tapi sebagai gambaran apabila mengambil system kerjasama, agar memperoleh hasil yang optimal, modal yang harus diinvestasikan minimal dua kali lipat dari jumlah tersebut.

Paket Investasi Agro Jamur Bogor membuka peluang investasi bagi para investor yang berminat terjun di bisnis ini dengan system bagi hasil. Untuk mengoptimalkan hasil yang akan dicapai, kami menetapkan jumlah minimal modal yang disetor sebagai satu paket investasi. Dengan demikian satu paket investasi nilainya sebesar Rp. 20.000.000 (dua puluh juta rupiah). Analisa Usaha untuk satu paket investasi Investasi yang disetor Rp. 20.000.000 Setelah dikonversi dengan harga baglog, akan diperoleh jumlah baglog yang akan dipelihara yaitu : 20.000.000 : Rp. 2.000 = 10.000 baglog dengan bobot 1.5kg. Rata-rata dari satu baglog itu akan menghasilkan 40% x bobot baglog Jadi dari setiap baglog dengan bobot 1.5 kg akan menghasilkan 0.6 kg jamur tiram segar. Harga jual jamur tiram di pengepul saat ini sebesar Rp. 6.000 PERHITUNGAN LABA / RUGI Penerimaan hasil penjualan jamur tiram segar : 0.6 kg x 10.000 x Rp. 6.000 Rp. 36.000.000 Pengeluaran : 10.000 baglog x Rp. 2.000 Rp. 20.000.000 Laba sebelum dibagi Rp. 16.000.000 Catatan : . Masa perjanjian minimal selama satu tahun . Prosentase Pembagian laba sesuai kesepakatan . Pehitungan diatas adalah yang berlaku saat modul ini dibuat dan bukan merupakan bagian dari perjanjian (terlampir). Paket Usaha Mandiri Jika Anda ingin terjun langsung menjadi pengelola, namun masih bingung untuk memulainya, kami juga menawarkan Paket Usaha Mandiri. Dengan Paket Usaha Mandiri Anda tidak perlu pusing memikirkan biaya pembuatan kumbung, cara pembuatan baglog dan semua prosesnya. Karena kami akan menyediakan semuanya. Anda hanya menyediakan lahan untuk tempat usaha. Kami menawarkan satu Paket Usaha Mandiri senilai Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah). Anda akan mendapatkan : - Satu unit kumbung pemeliharaan ukuran 50 m2

- Baglog siap tanam sebanyak 5.000 baglog dengan bobot 1.5 kg - Pelatihan teknik pemeliharaan - Konsultasi gratis selama periode tanam - Suport pemasaran hasil produk

Fauzan Sukses Geluti Bisnis Lele Berawal dari coba-coba, usaha budi daya lele sangkuriang yang dirintis Fauzan Hangriawan, telah memberikan kontribusi sangat berarti tidak hanya bagi dirinya, tetapi juga kepada lingkungan sekitarnya. Fauzan adalah salah seorang sosok wirausaha muda yang mengembangkan pembudidayaan bibit lele dengan sistem plasma atau kemitraan. Dengan 20 petani binaannya, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Atmajaya ini bersama-sama mengembangkan usaha pembudidayaan lele dengan sistem manajemen kelompok, dimulai dari pembenihan, pembesaran hingga penjualan. Pria yang hobi olahraga ini telah menunjukkan bakat kewirausahaan sejak masih duduk di bangku SMP. Dia mengaku telah melakukan usaha kecil-kecilan meskipun sifat awalnya hanya membantu teman untuk menjualkan barang seperti kerupuk dan nasi. Awalnya dia mengaku iseng belajar budi daya lele karena melihat potensinya di samping menyukai bidang agrobisnis seperti peternakan dan perikanan. Nah saya ingin belajar dan di sisi lain saya juga membaca dari media lain bahwa lele itu punya prospek,makanya saya coba, ujar Fauzan saat ditemui di lokasi usahanya di Jalan Purwa Madya I Blok W25 Cipedak, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Fauzan lantas memulai membudidayakan lele dumbo terlebih dahulu pada September 2009. Proses pembelajarannya dilakukan secara autodidak melalui buku dan internet. Namun di tengah perjalanannya, dia menemukan banyak kendala di lapangan. Usaha lele tidak semudah yang kita bayangkan, ujar pria kelahiran Pontianak, 24 Juli 1986, ini. Pada awalnya, dia mendapatkan hasil usaha yang tidak maksimal. Mulai dari gagal panen, penjualan yang tidak sepadan dengan biaya produksi, serta tingginya tingkat kematian lele. Hingga pada akhirnya Fauzan membaca sebuah artikel di sebuah harian nasional yang membahas seorang sosok pembudi daya lele sangkuriang bernama Nasrudin. Dari situlah dia kemudian meneguhkan niat untuk berguru kepada Nasrudin. Setelah mengikuti pelatihan, Fauzan langsung mempraktikkan ilmunya dalam rentang waktu dua minggu. Di bulan November itu saya diperkenalkan oleh teman saya itu melalui surat kabar waktu itu, sosok Pak Nasrudin. Seminggu kemudian saya niatkan untuk bersilaturahmi dan belajar dengan beliau serta ikut pelatihan dan langsung buka satu kolam, ujar Fauzan yang menamakan usahanya Sylvafarm itu. Sembari membuka satu kolam, Fauzan tetap belajar dan berbagi dengan Nasrudin hingga akhirnya memberanikan diri untuk membuka delapan kolam. Seterusnya menjadi 25

kolam hingga akhirnya menjadi 75 kolam. Dari kolam tersebut Fauzan dapat menghasilkan 15.000 ekor bibit lele sangkuriang setiap bulannya. Setelah memahami teknologi serta pemahaman yang mendalam budi daya lele sangkuriang, dia kemudian mencoba mengajak warga dan petani lele yang ada untuk bekerja sama membudidayakan lele sangkuriang. Dalam model kerja sama ini, Fauzan bertindak sebagai pembenih dan pembesaran lele diserahkan kepada para petani. Untuk mengegolkan usahanya, Fauzan mengeluarkan modal awal Rp4,5 juta. Teknologinya kita bantu secara gratis dan kita dampingi proses budi dayanya. Kita jelaskan dari A sampai Z,bahkan hingga pemasaran kita bantu juga. Karena yang pertama mereka tanyakan adalah ke mana mereka menjualnya karena belum paham, imbuhnya. Dia mengakui, sistem ini sangat membantu dalam hal efisiensi lahan sekaligus bisa memberikan efek langsung kepada masyarakat di sekitarnya. Selain itu, model plasma juga memberikan lapangan pekerjaan. Jadi mereka bisa praktik di lahan masing-masing, tapi kuncinya kita berikan pendampingan secara terus-menerus supaya panennya sukses dan hasilnya bisa kita ambil, tambah anak pertama dari tiga bersaudara ini. Lalu, dari mana Fauzan mendapatkan lahan untuk usahanya? Menurutnya, lahan yang dipakai merupakan hasil kerja sama dengan pemilik lahan. Dia menerapkan sistem bagi hasil. Pemilik lahan memberikan lahan, sementara untuk infrastruktur, teknologi, pekerja, dan manajemen karyawan dikerjakan langsung oleh Fauzan. Dia mengakui, usaha yang dianggap selingan tadi telah memberikan hasil yang cukup memuaskan, bahkan hal itu dirasakan oleh para petaninya. Oleh karena itu Fauzan berniat fokus mengembangkan usaha ini. Untuk memperkuat usaha dan pemahaman yang sama, Fauzan bersama para petaninya selalu bersilaturahmi melalui perkumpulan serta sharing sebulan sekali untuk membahas masalah yang ada seperti penanganan penyakit atau sekadar berbagi informasi terbaru. Menurut penuturan Fauzan, proses pembibitan lele yang ditekuninya dimulai dari mengawinkan induk lele hingga proses peneluran. Bibit yang sudah ditelurkan itu dibesarkan hingga ukuran 56 cm sebelum akhirnya dijual kepada petani ataupun pembeli. Setiap benih lelenya dijual seharga Rp150 per ekor. Selanjutnya benih lele tersebut dipelihara selama 50 hari hingga dua bulan untuk kemudian dijual ke konsumen. Masa panen lele sangkuriang relatif lebih cepat dibandingkan jenis lele dumbo yang butuh waktu lebih lama, yakni tiga bulan. Kalau mereka (petani) belum menemukan pembeli, agar mereka semangat, saya beri jaminan dengan membelinya. Kalau sudah 23 kali panen biasanya mereka akan menemukan pembelinya sendiri dan kita bebaskan mau jual ke siapa saja, katanya. Jika ada petani yang menjual kepada Fauzan, lelenya dihargai Rp11.000/kg. Dengan demikian, petani bisa memilih apakah mau menjual kepada Fauzan atau pembeli lain yang

menawarkan harga lebih tinggi. Jadi kita tidak boleh menghalangi mereka untuk mencari untung lebih, nggak ada ikatan, ujarnya. Saat ini, kapasitas produksi Sylvafarm dari empat area pembibitan adalah 15.000 ekor per bulan. Jumlah tersebut menurut Fauzan masih jauh dari permintaan pasar yang mencapai 300.000 ekor per bulan. Fauzan mengaku, dari penjualan bibit bisa memperoleh omzet hingga Rp22,5 juta per bulannya dengan laba bersih sekitar Rp12 juta. Itu belum termasuk penjualan dari usaha pembesaran lele yang dijual ke konsumen akhir. Adapun dari hasil pembesaran setiap harinya dia bisa menjual hingga 200 kg lele sangkuriang ke pasar. Yang paling besar pengeluaran untuk biaya pakan karena pakannya sendiri itu dari pabrik dan itu selalu mengikuti harga pasar dan sering kali naik. Kalau dihitung- hitung dengan biaya karyawan, pakan, dan biaya tak terduga seperti terpal, jaring, ongkos transportasi, bersihnya Rp12 juta per bulan, ujarnya. Untuk mengembangkan usahanya, dia pun terus berupaya membuat jaringan khusus petani pembenih dengan cara mendidik petani-petani yang memiliki kemampuan lebih telaten dan detail. Pemenang pertama program Wirausaha Muda Mandiri dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) ini mengungkapkan, sejak memulai usahanya hingga kini, sudah memiliki 20 petani binaan. Dia juga mempekerjakan empat karyawan yang bertugas menjaga dan memberi pakan bibit lele tersebut. Terkait dengan pemasarannya, selama ini Fauzan banyak menjual ke pasar tradisional, usaha warung padang,warung tegal, dan sudah memberikan pasokan untuk salah satu usaha waralaba pecel lele Lele Lela. Dia mengaku belum memutuskan menjadi pemasok utama karena masih memiliki kendala lahan dan produksi. Fauzan mengaku selain lahan, kendala lain lebih kepada masalah internal seperti sumber daya manusia, penanganan penyakit, serta keadaan cuaca yang saat ini cenderung berubah-ubah. Fauzan boleh jadi kini tinggal menikmati jerih payah hasil usaha lele sangkuriangnya. Namun, siapa sangka kalau jauh-jauh hari sebelumnya dia pernah mengalami masa-masa kurang menyenangkan karena usahanya bangkrut. Tidak tanggung-tanggung, bangkrutnya usaha Fauzan tidak hanya satu atau dua kali. Dia bahkan mengaku sudah 12 kali gagal berbisnis dari sejumlah usahanya yang digelutinya. Namun, dasar insting bisnisnya yang selalu jalan,Fauzan sama sekali tidak kapok. Dia terus bangkit dan mencoba usaha baru hingga menemukan hokinya di bidang usaha budi daya lele yang kini digarapnya. Baru fokus jualan itu semester dua saat kuliah. Pertama kali saya membuka usaha siomay, lalu Chinesefood, hingga usaha konveksi. Namun, hampir semuanya bangkrut, kecuali yang konveksi meski sekarang sifatnya pasif karena saya hanya mempunyai sahamnya, kenang Fauzan.

riyono, Pengusaha Agrobisnis dari Malang Nekat, itulah kata pertama yang keluar dari mulut seorang pengusaha agrobisnis, Triyono ketika ditanya bagaimana awal mula merintis usahanya hingga maju seperti sekarang ini. Pria asal Malang, Jawa Timur ini merupakan pengusaha agrobisinis yang khusus menangani peternakan dan juga pemotongan hewan ternak sapi dan ayam dengan nama perusahaan Tri Agri Aurum Multifarm. Sebelum terjun ke dunia pemotongan dan peternakan sapi dan ayam, Triyono mengawali usahanya dengan mengelola bebek potong. Usahanya ini dia rintis sejak tahun 2006 hingga sekarang. "Pertanyaan besar sewaktu saya kuliah, kalau lulus nanti mau jadi apa? Karena kalau bekerja adalah hal yang sulit bagi saya. Ya akhirnya mulai 2006 saya mencoba merintis usaha waktu itu, bebek potong waktu itu. Jadi nekat, tidak punya uang, utang ke bank. Nekat-nekatan saja," ungkap Triyono. Setelah itu pada tahun 2007, Triyono terinspirasi sewatu melihat hewan-hewan kurban dan mulai tepikir untuk membangun sebuah peternakan. Dan tentu saja untuk membangun sebuah farm diprlukan dana yang tidak sedikit. Untuk itu, Triyono berinisiatif untuk membentuk sebuah Kelompok bersama agar bisa berinvestasi dalam usaha ini. Yakni dengan teman-teman kuliah Triyono dan orang yang minat pada usaha peternakan ini mereka bersama-sama berinvestasi pada bisnis ini. Perlahan namun pasti usaha ini pun mulai berkembang, dimana pada tahun 2008, dengan mengandalkan lahan yang awalnya tidak terlalu besar untuk mebangun kandang-kandang dan mulai ada ternak sapi. Setahun kemudian yaitu pada tahun 2009, pria yang merupakan sarjana peternakan dari Univesitas Sebelas Maret ini mulai mencari inisiatif lagi untuk dapat mempertahankan usaha, yaitu dengan mulai melirik bisnis yang tidak jauh dari bidang peternakan juga yaitu peternakan dan pemotongan ayam. Lalu Triyono berpikir jika dirinya hanya melakukan bisnis pada satu hewan ternak saja yaitu sapi, perusahaannya tidak akan kuat. Baik dari segi finansial atau infrastruktur. Dengan modal awal yang hanya berkisar puluhan jutan dan ditambah dengan modal investasi sekitar Rp300 juta, kini Triyono dapat meraup omset rata-rata sekitar Rp500 juta. Saat ini selain bergerak di pemotongan dan peternakan ayam dan sapi, Triyono juga mengolah limbah-limbah perusahaan untuk dijadikan pupuk organik. Dan saat ini Triyono memiliki lebih dari 30 ekor sapi dan ayam sekitar 25 ribu ekor. Pada tahun 2011 ini Triyono pun bercita-cita untuk melalukan ekspansi usaha dengan memasuki pasar Jakarta untuk daging sapi. Triyono pun ingin mempunyai usaha yang

besar untuk sapi ini, karena Triyono melihat Indonesia merupakan importir terbesar di dunia untuk daging sapi. Dari sini Triyono melihat bahwa ada peluang di sektor ini. Tidak muluk-muluk Triyono pun bercita-cita untuk menggantikan Australia dalam hal ekspor daging sapi. "Saya berharap Indonesia bisa menggantikan Australia untuk ekspor daging. Ya tidak harus jauh-jauh ke sekitar Singapura, Malaysia, Qatar dan Arab," jelasnya. Perjalanan Triyono dalam merintis usaha ini bukan tanpa rintangan. Rintangan, kendala, batu kerikil pasti selalu ada dalam perjalanan menuju sebuah kesuksesan. Adapun kendala-kendala yang dihadapi oleh Triyono antara lain dalam kurun waktu 12 bulan, ada tiga atau empat bulan yang penjualannya tidak memuaskan atau minus, akibatnya tagihan dari bank membengkak. "Namun jika semua permasalahan bias diselesaikan dengan baik, maka rintangan atau kendala seberat apapun bisa terselesaikan," tuturnya. Tips sukses ala pria berkacamata ini adalah jika ingin menjadi pengusaha yang baik dan benar maka berpikirlah unutk menjadi pengusaha. Triyono yakin bahwa apa yang manusia pikirkan itulah yang akan terjadi. Dimana jika ingin menjadi pengusaha, berpikirlah bagaimana caranya untuk menjadi pengusaha yang baik, kreatif, inovatif, karena untuk menjadi pengusaha bukanlah merupakan hal yang mudah. Tidak seperti karyawan yang hanya menunggu perintah dari bosnya saja. Selain itu, modal lain untuk menjadi pengusaha adalah harus berani mengambil resiko. "Kalau mau jadi pengusaha itu, jangan lihat nanti bagaimana. Tapi bagaimana nanti saja, sikat dulu urusan leher belakangan. Saya tidak akan menceritakan masa lalu saya dengan detail. Tapi saya bisa menceritakan pemikiran saya dan hasil pemikiran saya ke depan dengan detail," tutupnya. (*/Okezone)

Duit Datang dari Cangkul PAPAN bertulis Pondok New Boelenglang Agriculture & Training Centre terpancang di pintu masuk.

Sebuah rumah sederhana tampak di sisi kanan, berseberangan dengan pendopo kecil. Memasuki areal kebun, deretan pepaya berjajar rapi di kiri jalan. Rabu pekan lalu, kebun milik Syarwan Hamid seluas 18,5 hektare di Jalan Raya Cibeber Kilometer 8, Cilaku, Cianjur, Jawa Barat, itu tampak sepi. Syarwan membeli kebun tersebut tiga tahun lalu. Menurut Joko Warsito, manajer kebun, pihaknya tengah melakukan perombakan manajemen. Tanaman pepaya menjadi komoditas utama di kebun ini, selain pisang, rambutan, kelapa, juga durian. Hingga Januari 2003, telah tertanam 5.500 pohon pepaya. Dari komoditas ini, pengelola meraup Rp 7,5 juta-Rp 9 juta tiap minggu. Nantinya, areal kebun itu dikembangkan sebagai kawasan agrowisata. Syarwan adalah Menteri Dalam Negeri era Kabinet Reformasi Pembangunan. Jabatan terakhirnya, anggota MPR Utusan Golongan Riau, ia tanggalkan. Keasyikan berladang menggelitik hatinya, sehingga mantan Kepala Sosial Politik TNI ini menolak berbagai jabatan yang ditawarkan kepadanya. Bahkan bujukan Anthony Salim untuk menempati pos direksi di Grup Salim ditepisnya. Syarwan juga pernah menolak jabatan direktur di PT Perkebunan Nusantara V. Meski masih n o m b o k Rp 1 juta per minggu, Syarwan yakin pembiayaan kebun bakal mencapai titik impas dua bulan lagi. Ia menargetkan penanaman 8.000 pepaya pada akhir 2003. Usai musim penghujan tahun ini, ia segera melakukan pembibitan. Berbagai s u p e r m a r k e t siap menampung

hasilnya, kata Syarwan kepada M. Zaid Wahyudi dari GA T R A. Melihat peluang itu, Syarwan pun tak ragu mengayun cangkul di ladang. Sayangnya, Syarwan enggan menyebutkan sumber dan besarnya modal yang dikurcurkan. Dia mengaku tidak pernah menghitung modal yang dikeluarkanya dari kocek pribadi. Yang penting, saya bisa melakukan sesuatu yang bermanfaat, katanya. Syarwan tidak sendirian. Banyak pensiunan yang juga menggeluti bisnis serupa. Di Kecamatan Cisarua, Bandung Selatan, Jawa Barat, mereka malah berhimpun dalam kelompok Citra Jamur Lestari. Dipelopori H. Muhammad Djuhiya, pensiunan bintara polisi, kelompok ini membudidayakan jamur kayu tiram putih yang bergizi tinggi untuk memenuhi pasar lokal dan ekspor. Permintaan dari luar negeri se-

PANGAN OLAHAN

You might also like