You are on page 1of 19

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Minyak Goreng Bekas Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak, berwujud cair pada temperatur kamar (25C) dan lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga mudah mengalami oksidasi. Minyak yang berbentuk padat biasa disebut dengan lemak. Minyak dapat bersumber dari tanaman, minyak bunga

misalnya minyak zaitun, minyak jagung, minyak kelapa, dan matahari. Minyak dapat

juga bersumber dari hewan, misalnya minyak ikan

sardin, minyak ikan paus dan lain-lain (Ketaren, 1986). Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia sebagai alat pengolah bahan bahan makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai media penggoreng sangat penting dan kebutuhannya semakin meningkat. Di Indonesia, minyak goreng diproduksi dari minyak kelapa sawit dalam skala besar. Hingga tahun 2010 diperkirakan produksi minyak sawit mencapai lebih dari 3 juta ton per tahun. (Derom Bangun, 1998). Penggunaan minyak goreng berulang kali sangat membahayakan kesehatan. Hal ini dikarenakan selain semakin banyaknya kotoran yang terkandung dalam minyak goreng akibat penggorengan bahan makanan sebelumnya dan semakin banyaknya senyawa-senyawa asam karboksilat bebas di dalam minyak serta warna minyak goreng yang semakin tidak jernih jika dipakai berulang kali. Selama proses penggorengan, pemanasan membuat minyak berubah menjadi berwarna gelap karena terjadinya reaksi kimia yang dapat menghasilkan sekitar 400 senyawa kimia yang umumnya bersifat karsinogenik (Boyd dan Margaret, 1996). Perubahan sifat ini menjadikan minyak goreng tersebut tidak layak lagi digunakan sebagai bahan pengolah makanan. Jika minyak goreng bekas tersebut masih tetap digunakan, maka dapat menimbulkan permasalahan yang serius, seperti mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan berbagai macam
Angga Resala Perdana Teknik Kimia-UNTIRTA

penyakit, misalnya diarhea, pengendapan lemak dalam pembuluh darah, kanker dan menurunkan nilai cerna lemak (Ketaren, 1986). Minyak goreng bekas yaitu turunan dari CPO yang sebagian besar terdiri dari trigliserida merupakan senyawa hidokarbon rantai panjang seperti pada minyak bumi. Minyak goreng bekas ialah sisa dari hasil industri penggorengan dan memiliki sifat non-edibel, sehingga penggunaan minyak goreng bekas tidak mengganggu kebutuhan pangan seperti CPO. Perbandingan komposisi minyak goreng bekas dan CPO, disajikan dalam Tabel 2.1 di bawah ini :

Tabel 2.1 Perbandingan Karakteristik CPO dan Minyak Goreng Bekas


Fatty Acid CPO (Gubitz, Mittelbach, & Trabi 1999) 0,9 1,5 39,2 45,8 3,7 5,1 0 0.04 NA 0 0,4 37,4 44,1 8,7 12,5 0 0,6 14,939 2,585 32,192 3,959 13,121 5,022 Minyak Goreng Bekas (Sidjabat, 2004)

Miristic Palmitat Tearic Arachidic Behenic Palmitoleic Oleat Margarat Stearat Linoleat Linolenic

Dari Tabel 2.1 di atas dapat diketahui bahwa kandungan asam lemak yang terbesar pada minyak goreng bekas adalah asam Oleat dan asam Palmitat. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Anondho
Angga Resala Perdana Teknik Kimia-UNTIRTA

Wijanarko dkk (2006), bahwa CPO dengan kandungan asam lemak terbesar adalah asam Palmitat dan asam Oleat dapat direngkah melalui proses perengkahan katalitik menghasilkan hidrokarbon setara fraksi bensin sehingga proses ini dapat dilakukan juga pada minyak goreng bekas. Penelitian ini menggunakan minyak goreng bekas sebagai sumber trigliserida melalui perengkahan katalitik yang ketersediaannya semakin meningkat sehingga peningkatan nilai guna minyak goreng bekas ini dapat

menjadi sumber alternatif dalam peranannya sebagai substituen minyak bumi. Struktur molekul dari trigliserida adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1. Struktur dari trigliserida Rantai karbon asam lemak digambarkan oleh R1, R2 dan R3. Ada beberapa tipe Asam lemak dalam minyak goreng bekas, misalnya:

16 karbon termasuk R (16:0)

18 karbon, 0 ikatan rangkap (18:0)

18 karbon, 1 ikatan rangkap (18:1)

18 karbon, 2 ikatan rangkap (18:2)

Gambar 2.2. Beberapa tipe rantai karbon dalam Minyak goreng bekas
Angga Resala Perdana Teknik Kimia-UNTIRTA

2.2 Katalis Zeolit Alam Bayah Nama zeolit berasal dari dua kata dalam Bahasa Yunani, yaitu zeo (mendidih) dan lithos (batu). Nama ini menggambarkan perilaku mineral ini yang dengan cepat melepaskan air bila dipanaskan sehingga kelihatan seolah-olah mendidih, seperti pengamatan Cronsted, ahli mineral Swedia, terhadap mineral stilbite yang ditemukannya pada tahun 1756 (Barrer, 1982). Zeolit berbentuk kristal aluminosilikat terhidrasi yang mengandung muatan positif dari ion-ion logam alkali dan alkali tanah dalam kerangka kristal tiga dimensi (Hay, 1966), dengan setiap oksigen membatasi antara dua tetrahedral.

Gambar 2.3. Rangka zeolit yang terbentuk dari ikatan 4 atom O dengan 1 atom Si

Zeolit Alam Bayah ini mempunyai komposisi mineral berdasarkan hasil analisa kuantitatif dari difraksi sinar-X (XRD) diperoleh jenis mineral mordenit (32,70 %), klipnoptolotit (30,89 %), mineral-mineral lainnya terdiri dari mika, plagioklas dan kuarsa. Sedangkan komposisi kimia dari zeolit alam Bayah dapat dilihat dalam tabel berikut:

Angga Resala Perdana

Teknik Kimia-UNTIRTA

Tabel 2.2. Komposisi kimia zeolit Bayah (Arifin M. dan Harsodo, 1991)
Analisa kimia SiO2 Al2O Fe2O3 CaO MgO K2O Na2O Ti2O Lainnya yang hilang dibakar Jumlah (%) 64,55 12,83 1,38 1,64 0,71 2,81 0,33 0,22 15,18

Gambar 2.4. Struktur zeolit mordenit yang terkandung pada zeolit Alam Bayah

Tabel 2.3. Kandungan mineral terbesar zeolit Alam Bayah


Nama Mineral Mordenit Klipnoptolotit Rumus Kimia Na8(Al8Si40O96).24H2O (Na4K4)(Al8Si4O96).24H2O

Kemampuan zeolit sebagai katalis berkaitan dengan tersedianya pusat-pusat aktif dalam saluran antar zeolit. Pusat-pusat aktif tersebut terbentuk karena adanya gugus fungsi asam tipe Bronsted maupun Lewis. Perbandingan kedua jenis asam ini tergantung pada proses aktivasi zeolit dan kondisi reaksi. Pusat-pusat aktif yang bersifat asam ini selanjutnya dapat mengikat molekul-molekul basa secara kimiawi.
Angga Resala Perdana Teknik Kimia-UNTIRTA

Sifat-sifat katalis zeolite : 1) Selektivitas Berikut ini adalah perbedaan selektivitas katalis yang dipengaruhi bentuk oleh Haag (1994) : 1. Selektivitas dipengaruhi difusi : Selektifitas dipengaruhi oleh laju relatif difusi oleh reaktan atau produk, dengan kata lain kinetik dari transfer massa pada reaksi. 2. Selektifitas dipengaruhi penyerapan : Prinsip dari katalis jenis ini adalah perbedaan konstanta kesetimbangan penyerapan dari reaktan-reaktan, biasanya secara thermodinamik, bukan secara kinetik.

2) Keasaman Bentuk asam dari zeolit merupakan faktor penting dari aplikasi katalitik zeolit. Jika ion alumunium yang trivalen disubstitusi secara isomorphous dengan ion silicon yang quadrivalen, dalam susunan kristal silica yang membentuk tetrahedral, total muatan negatif yang ada perlu distabilisasi dengan ion positif seperti proton. Ion positif ini dapat diperoleh dari disosiasi molekul air, membentuk gugus hidroksil pada atom alumunium. Struktur yang terbentuk, dimana ion aluminium dan silicon terkoordinasi secara tetrahedral, merupakan asam bronsted. Jika struktur ini dipanaskan, molekul air pada susunan akan hilang, dan lokasi asam bronsted akan terkonversi menjadi asam lewis.

Angga Resala Perdana

Teknik Kimia-UNTIRTA

10

Berikut ini adalah contoh struktur asam bronsted dan lewis pada zeolit :

Gambar 2.5. Struktur Asam Bronstead dan Asam Lewis (Satterfield,1991) Proses pengolahan katalis zeolit Alam Bayah Proses komersial yang pertama dilakukan berdasar atas sintesis

laboratorium yang asli menggunakan hidrogel yang amorf. Pengolahan zeolit secara garis besar dapat dibagi dalam dua tahap, yaitu preparasi dan aktivasi: Tahapan preparasi zeolit diperlakukan sedemikian rupa agar mendapatkan zeolit yang siap olah. Tahap ini berupa pengecilan ukuran dan pengayakan. Tahapan ini dapat menggunakan mesin secara keseluruhan atau dengan cara sedikit konvensional. Aktivasi zeolit dapat dilakukan dengan cara pemanasan atau penambahan pereaksi kimia baik asam maupun basa: 1. Aktivasi pemanasan, dilakukan zeolit dalam pengering putar menggunakan bahan umpan yang mempunyai kadar air sekitar 40%, dengan temperatur tetap 230C dan waktu pemanasan selama tiga jam. 2. Penambahan pereaksi kimia, dilakukan di dalam bak pengaktifan dengan NaOH dan H2SO4, dimaksudkan untuk memperoleh temperatur yang dibutuhkan dalam aktivasi. Zeolit yang telah diaktivasi perlu dikeringkan terlebih dahulu, pengeringan ini dapat dilakukan dengan cara menjemurnya di bawah sinar matahari. 2.3 Mekanisme Perengkahan Katalitik Dalam ilmu kimia, perengkahan adalah proses konversi molekul-molekul organik kompleks menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana dengan putusnya ikatan kabon-karbon dalam rantai molekul tersebut. Laju perengkahan
Angga Resala Perdana Teknik Kimia-UNTIRTA

11

dan produk akhirnya sangat kuat bergantung terhadap temperatur dan keberadaan katalis. Perengkahan katalitik merupakan proses pemutusan rantai hdrokarbon panjang dengan menggunakan bantuan katalis (Speight, 1991). Dalam kebanyakan reaksi perengkahan sebuah paraffin, reaksi utama adalah reaksi dealkilasi sesuai dengan persamaan berikut:

Reaksi perengkahan mengarahkan terbentuknya sebuah olefin dan parafin yang lebih pendek. Dalam reaksi perengkahan, olefin lebih mudah untuk direngkah dari pada parafin dan juga lebih cepat mengalami isomerisasi dan pembentukan coke. Diolefin dan olefin aromatik bahkan lebih cepat mengalami perengkahan, penjenuhan, terpolimerisasi, dan terkonversi menjadi coke. Walaupun perengkahan dapat terjadi karena mekanisme radikal bebas pada kenaikan temperatur dan dapat diakselarasi oleh permukaan non asam seperti arang, akifitas terbaik tanpa gas ringan dan coke dapat terjadi dengan bantuan katalis yang memiliki kemampuan transfer proton. Penggunaan katalis akan menurunkan energi aktivasi reaksi sehingga energi kalor yang dibutuhkan lebih sedikit. Perengkahan secara katalitik dari suatu paraffin dapat 5 sampai 60 kali lebih cepat dibandingkan dengan perengkahan secara thermal. Hal ini menyebabkan reaksi perengkahan katalitik dapat dilangsungkan pada temperatur operasi lebih rendah dibandingkan dengan perengkahan thermal sehingga lebih ekonomis dan aman.

2.3.1. Proses Perengkahan Minyak Bumi Perengkahan minyak bumi merupakan proses pemutusan ikatan hidrokarbon panjang yang terutama bertujuan untuk menghasilkan produk turunannya seperti bensin dan solar. Pada prosesnya dihasilkan pula hidrokarbon ringan berupa fraksi gas C1 - C4 dan residu. Pada dasarnya proses perengkahan dapat dilakukan dengan metode perengkahan termal atau perengkahan katalitik (Speight, 1991).
Angga Resala Perdana Teknik Kimia-UNTIRTA

12

2.3.1.1. Perengkahan Termal Perengkahan termal adalah proses pemutusan rantai hidrokarbon panjang dengan menggunakan energi kalor dari proses pemanasan. Suatu ikatan dalam rantai hidrokarbon yang telah diputuskan oleh energi kalor akan membentuk dua buah radikal bebas yang merupakan sebuah atau sekumpulan atom dengan elektron bebas yang tidak berpasangan. Radikal bebas ini kemudian akan menyerang atom hidrogen pada hidrokarbon lain untuk membentuk senyawa yang lebih stabil. Pada reaksi perengkahan termal ini tidak terbentuk senyawa dengan rantai bercabang karena reaksi yang melibatkan radikal bebas tidak dapat membentuk senyawa isomer atau tidak terjadi isomerisasi reaksi perengakahan termal yang melibatkan pembentukan radikal bebas adalah :
CH3 CH2 CH2 CH3 CH3 CH2 CH2 + CH3 CH3 + CH3CH2CH2CH3 CH4 + CH3 CH2CH2CH3 CH3 CH2CH2CH3 CH2=CH2 + CH2 CH2 CH CH2 + CH3 CH3CH3CH3

Kelemahan dari proses perengkahan thermal adalah dibutuhkannya energi kalor yang besar untuk memutuskan ikatan hidrokarbon. Pada perengkahan minyak bumi sendiri biasanya diperlukan temperatur operasi hingga 455-540C (Speight, 1991). Selain itu, pemutusan ikatan karbon tidak dapat dikontrol sehingga tidak dapat ditentukan jenis reaksi yang terjadi dan ikatan mana yang akan diputus. Inilah sebabnya tidak ada lagi kilang minyak yang menggunakan metode perengkahan thermal. Saat ini, perengkahan thermal hanya digunakan pada industri petrokimia pada proses pembuatan etilen dan propilen (Iswara, 2006). 2.3.1.2. Perengkahan Katalitik Perengkahan katalitik merupakan proses pemutusan rantai hdrokarbon panjang dengan menggunakan bantuan katalis (Speight, 1991). Penggunaan katalis akan menurunkan energi aktivasi reaksi sehingga energi kalor yang
Angga Resala Perdana Teknik Kimia-UNTIRTA

13

dibutuhkan lebih sedikit. Hal ini menyebabkan reaksi perengkahan katalitik dapat dilangsungkan pada temperatur operasi lebih rendah dibandingkan dengan perengkahan termal sehingga lebih ekonomis dan aman. Pada perengkahan katalitik digunakan katalis asam yang akan menyebabkan pembentukan karbokation. Karbokation merupakan atom karbon yang bermuatan positif pada suatu rantai hdrokarbon. Karbokation ini kemudian akan membentuk senyawa yang lebih stabil. Proses pembentukan karbokation dapat berlangsung melalui mekanisme sebagai berikut (Iswara, 2006) : a. Penambahan proton (H+) dari katalis asam seperti reaksi berikut : RCH=CHCH2R + H+ RCH2C+HR Pada reaksi di atas, katalis asam bertindak sebagai penyumbang proton kepada hidrokarbon dan disebut sebaga asam Bronsted. b. Penghilangan ion hdrida (H-) dari hidrokarbon oleh katalis asam CH3-CH2-CH2-CH2-CH2-CH2-R CH3-CH+-CH2-CH2-CH2-CH2-R Pada reaksi di atas, katalis asam bertindak sebaga penerima proton dari hidrokarbon dan disebut sebagai asam Lewis.

Karbokation yang terbentuk pada perengkahan katalitik menyebabkan terjadinya reaksi isomerisasi (pembentukan rantai cabang) dan eliminasi (pembentukan ikatan rangkap) sehingga produknya lebih bervariasi dibandingkan pada perengkahan termal. Selain itu, kelebihan perengkahan katalitik adalah pemutusan ikatan hidrokarbon terjadi pada suatu lokasi tertentu tidak secara acak seperti pada perengkahan termal (Speight, 1991).

Pada pengolahan rninyak bumi, perengkahan katalitik lebih disukai karena menghasilkan lebih sedikit residu dan lebih banyak fraksi gasoline dan fraksi ringan C1 C4. Pada proses perengkahan katalitik minyak bumi, katalis yang sering digunakan adalah zeolit yang telah dimodifikasi yang dapat diatur tingkat keasamannya berdasarkan rasio kandungan Si/Al. Tingkat keasaman katalis berperan penting dalam mengontrol reaksi yang terjadi. Penggunaan katalis
Angga Resala Perdana Teknik Kimia-UNTIRTA

14

dengan keasaman rendah akan menghasilkan reaksi pemutusan ikatan tak jenuh yang lebih lemah. Sedangkan penggunaan katalis dengan keasaman tinggi akan mampu memutuskan ikatan jenuh hidrokarbon.
Dengan berdasarkan pada mekanisme perengkahan pada minyak bumi ini, mulai dikembangkan energi alternatif yang berbahan dasar minyak nabati. Minyak nabati dipilih karena tersusun dari trigliserida yang mirip dengan komponen penyusun minyak bumi. Salah satu contoh dari minyak nabati adalah minyak kelapa sawit (CPO) dan dalam penelitian ini menggunakan minyak goreng bekas yang merupakan turunan dari CPO.

2.3.2 Mekanisme Perengkahan Katalitik Pada Minyak Kelapa Sawit Salah satu minyak nabati yang sering digunakan sebagai bahan baku penelitian adalah minyak kelapa sawit karena kandungan hidrokarbon panjang dalam minyak kelapa sawit menyerupai minyak bumi. Oleh karena itu, banyak penelitian dilakukan untuk mengadaptasi proses perengkahan katalitik minyak bumi kepada minyak kelapa sawit. Sama halnya seperti pada minyak bumi, perengkahan katalitik minyak kelapa sawit merupakan proses pemotongan ikatan rantai hidrokarbon panjang pada asam lemak yang terikat pada struktur trigliserida minyak kelapa sawit dengan bantuan katalis. Secara ringkas, proses perengkahan minyak kelapa sawit ini terdiri atas beberapa tahap (Hidayat dkk, 2007), yaitu: 1. Penghilangan gugus CO2 pada trigliserida dan pembentukan hidrokarbon dengan katalis asam

Gambar 2.6. Reaksi penghilangan CO2


Angga Resala Perdana Teknik Kimia-UNTIRTA

15

Seperti terlihat pada gambar 2.6, ion H+ dari katalis akan menyerang atom O pada C=O sehingga terbentuk karbokation (senyawa karbon bermuatan positif) dan memutuskan rantai ikatan CO2C pada ester sehingga menghasilkan CO2 dan senyawa hidrokarbon yang berasal dari asam lemak. 2. Reaksi Perengkahan dengan katalis asam

Gambar 2.7. Reaksi perengkahan Hidrokarbon Pada Gambar 2.7 terlihat bahwa ikatan pada hidrokarbon akan diserang oleh ion H+ pada katalis asam sehingga ikatan karbon terengkah membentuk rantai karbon yang lebih pendek. Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa fraksi biogasoline dapat dihasilkan dari minyak kelapa sawit melalui reaksi perengkahan katalitik. Pada penelitian ini, minyak goreng bekas digunakan sebagai pengganti dari minyak kelapa sawit karena komposisi keduanya yang hampir sama yaitu sebagian besar terdiri dari trigliserida. Pada reaksi perengkahan katalitik rantai ester pada trigliserida akan terkonversi menjadi hidrokarbon dengan rantai yang lebih pendek.

2.4 Bahan Bakar Mesin Diesel Bahan bakar mesin diesel yang biasa digunakan sekarang ini merupakan produk dari minyak bumi yang merupakan fraksi minyak yang relatif ringan yang diperoleh dari fraksinasi minyak mentah dimana minyak mentah ini sebagian besar terdiri dari senyawa hidrokarbon. Senyawa hidrokarbon yang dapat ditemukan dalam minyak diesel adalah hidrokarbon parafinik, naftenik, olefinik dan aromatik. Putaran mesin yang berbeda menyebabkan bahan bakar yang
Angga Resala Perdana Teknik Kimia-UNTIRTA

16

diperlukan memiliki karakteristik tertentu pula. Ada dua golongan bahan bakar diesel bila digolongkan berdasarkan jenis putaran mesin diesel, yaitu : 1. Industrial Diesel Oil(IDO). Bahan bakar diesel jenis ini digunakan untuk mesin diesel dengan kecepatan putaran mesin dibawah 1000 rpm atau low speed diesel (LSD), misalnya mesin industri. Bahan bakar diesel ini biasa disebut minyak diesel. 2. Automotif Diesel Oil (ADO) Bahan bakar diesel jenis ini digunakan untuk mesin diesel dengan kecepatan putaran mesin diatas 1000 rpm atau High speed diesel (HSD), misalnya mesin
kendaraan bermotor. Bahan bakar diesel ini biasa disebut minyak solar.

Karakteristik bahan bakar diesel yang diperlukan berdasarkan putaran mesin berhubungan dengan auto ignition, kemudahan bahan bakar mengalir dalam saluran bahan bakar, kemampuan untuk teratomisasi. Bahan bakar diesel mutunya ditentukan oleh angka cetana. Makin tinggi angka cetana, makin tinggi unjuk kerja yang diberikan oleh bahan bakar diesel. Angka cetana adalah besarnya kadar volume cetana dalam campurannya dengan metilnaphtalen. Cetan murni mempunyai angka cetana = 100, sedang aromatik mempunyai angka cetana = 0. Unjuk kerja adalah persentase rata-rata daya yang dapat diperoleh dari mesin dengan bahan bakar tertentu dibandingkan dengan daya yang diperoleh dari bahan bakar yang mempunyai angka cetana = 100. Perbedaan karakteristik dari kedua golongan bahan bakar desel diatas, dapat dilihat pada Tabel 2.4 dibawah ini:

Angga Resala Perdana

Teknik Kimia-UNTIRTA

17

Tabel.2.4 Perbedaan Karakteristik Minyak Solar (Automotive Diesel Oil) dan minyak diesel Sifat Spesifik Grafity 60/60 oF Colour ASTM Pour point, oF Flash Point, oF Sulfure Content, %wt Viscosity Minyak solar Min Max 0.82 0.87 3.0 65 150 0.5 Minyak Disel Min Max 0.84 0.92 6.0 65 150 1.5 35 45 (Redwood) (cSt.100oF) 0.02 0.02 1.0 0.25

1.6 5.8 (kinematik) (cSt.100oF) Sediment, %wt 0.01 Ash Content, %wt 0.01 Water Content, %vol 0.1 Coradson Carbon 0.05 Residue, %wt

2.5. Karakteristik Bahan Bakar Karakteristik bahan bakar yang dapat mempengaruhi kerja mesin diesel sebagai berikut: 2.5.1. Densitas Densitas merupakan perbandingan antara massa per satuan volume bahan. Untuk suatu minyak diesel, densitas diukur dengan menggunakan metode ASTM D 287 atau ASTM D 1298. Densitas suatu minyak diesel diukur, karena karakteristik ini berhubungan erat dengan nilai kalor dan daya yang dihasilkan oleh suatu mesin diesel persatuan bahan bakar yang digunakan.

2.5.2. Viskositas Viskositas adalah tahanan suatu fluida terhadap pengaliran yang umumnya menyatakan waktu yang diperlukan oleh sejumlah fluida tertentu untuk mengalir dalam pengaruh gaya gravitasi bumi pada sebuah pipa kapiler. Makin besar viscositas maka makin besar tahanannya untuk mengalir yang berati makin besar
Angga Resala Perdana Teknik Kimia-UNTIRTA

18

kekentalannya, dan demikian pula sebaliknya. Kecepatan alir bahan bakar melalui injektor akan mempengaruhi derajad atomisasi bahan bakar di dalam ruang bakar. Untuk bahan bakar mesin diesel, viskositas diukur dengan menggunakan metode ASTM D 445 dengan satuan cSt. Selain itu, viskositas bahan bakar juga berpengaruh secara langsung terhadap kemampuan bahan bakar tersebut bercampur dengan udara. Dengan demikian, viskositas bahan bakar yang tinggi, tidak diharapkan pada bahan bakar mesin diesel.

2.5.3. Angka Setana (ASTM D 613-95) Angka setane menunjukkan seberapa cepat bahan bakar mesin diesel yang diinjeksikan ke ruang bakar bisa terbakar secara spontan (auto ignition) . Angka setana pada bahan bakar mesin diesel memiliki pengertian yang berkebalikan dengan angka oktan pada bahan bakar mesin bensin, karena angka oktan menunjukkan kemampuan campuran bensin-udara menunggu rambatan api dari busi (spark ignition). Angka setana semakin tinggi menunjukkan bahwa minyak solar tersebut dapat menyala pada temperatur yang relatif rendah. Pengukuran angka setane dari bahan bakar mesin diesel menggunakanASTM D 613-65 atau ISO 5165, standart pengukuran menggunakan hexadecane (C16H34, yang memiliki nama lain cetane) sebagai patokan tertinggi (angka setana, CN=100), dan 2,2,4,4,6,8,8 heptamethylnonane (HMN yang juga memiliki komposisi C16H34 sebagai patokan terendah (CN=15). Dari standard tersebut bisa dilihat bahwa hidrokarbon dengan rantai lurus (straight chain) lebih mudah terbakar dibandingkan dengan hidrokarbon yang memiliki banyak cabang (branch). 2.6. Minyak Solar Solar secara rumus molekul karbonnya berada pada rentang tertentu yaitu C12-C30. Sedangkan untuk karakteristik dari solar dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Angga Resala Perdana

Teknik Kimia-UNTIRTA

19

Tabel 2.5. Sifat Fisika Minyak Solar (Automotive Diesel Oil)


Batas No Karakteristik Satuan Min 1. Bilangan Cetana Angka Setana atau Index Setana 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. Massa Jenis pada 15oC Visc. kinematik pada temperatur 40oC Kandungan Sulfur Distillas Temp.95oC Titik Nyala Titik Tuang Residu Karbon Kandungan Air Biological Grow *) Kandungan FAME *) Kandungan Metanol dan Etanol Korosi Lempeng Logam Kandungan Abu Kandungan Sedimen Bilangan Asam Kuat Bilangan Asam Total Partikulat Penampilan Visual Warna Kg/m3 mm2/sec %m/m
o

Metode Max

48 45 815 2.0 60 -

870 5.0 0.351) 370 18 0.1 500

D 613-95 D 4737-96a D 1298 D445-97 D 2622-98

C C C

D 93-99c D 97 D 4530-93 D 1744-92

%m/m mg/Kg %v/v %v/v Merit %v/v %m/m mg KOH/gr mg KOH/gr mg/lt No.ASTM

Nihil
10

Tak terdeteksiD 4815


Kelas 1 0.01 0.01 0 0.6 D 130-94 D 482-95 D 473 D 664 D 664 D 2276-99

Jernih & Terang


3.0 D 1500

*) Khusus minyak solar yang mengandung biodesel , jenis dan spesifikasi biodieselnya mengacu kepada pemerintah
1

) Batasan 0.35% m/m setara dengan 3500 ppm

Angga Resala Perdana

Teknik Kimia-UNTIRTA

20

2.7. GC-MS Kromatografi Gas Spektroskopi Massa (GC-MS) GC-MS adalah metode yang menggabungkan kromatografi gas dan spektroskopi massa untuk mengidentifikasi zat dalam sampel (komponen penyusun). Skema Alat GC-MS dapat dilihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8. Skema Alat GC-MS

Prinsip kerja GC-MS dimulai dari senyawa sampel yang akan ditembak oleh arus elektron dan menyebabkan senyawa terpisah menjadi fragmen. Fragmen ini dapat lebih besar atau lebih kecil dari molekul aslinya. Fragmen sebenarnya adalah muatan ion dengan massa tertentu. Massa fragmen jika dibagi muatan disebut perbandingan massa per muatan (M/Z). M/Z biasanya mewakili berat molekul fragmen. Empat elektromagnet (quadrople) akan memfokuskan fragmen melewati celah menuju detektor. Quadropole diprogram oleh komputer untuk hanya mengarahkan fragmen M/Z tertentu yang melewati celah. Sisanya akan
Angga Resala Perdana Teknik Kimia-UNTIRTA

21

terpental menjauh. Komputer memiliki siklus quadropole untuk M/Z berbeda hingga semua daerah M/Z telah terdeteksi. Siklus ini berlangsung berkali-kali per detik. Setiap siklus disebut scan. Komputer merekam grafik pada setiap scan. Sumbu x mewakili rasio perbandingan M/Z. Sumbu y mewakili intensitas sinyal untuk setiap fragmen terdeteksi selama scan. Grafik ini disebut spektrum massa. Spektrum massa yang dihasilkan oleh senyawa kimia biasanya sama untuk setiap waktu. Oleh karena itu, spektrum massa sangat penting untuk mengidentifikasi senyawa. Komputer GC-MS memiliki literatur spektrum yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi senyawa kimia yang tidak diketahui. Literatur akan membandingkan spektrum massa dari komponen sampel dan membandingkan dengan spektrum massa dari literatur. Hasilnya berupa identifikasi bersama dengan probabilitas kemiripan secara statistik.

2.8 BET (Brunauer Emmett Teller) Luas permukaan (surface area) merupakan sifat yang penting dalam aplikasi katalis. Istilah tekstur (texture) merujuk pada struktur pori partikel secara umum meliputi luas permukaan, distribusi ukuran pori, dan bentuk pori. Dari beberapa sifat kaitannya dengan tekstur tersebut, luas permukaan (surface area, Sg, m2g-1) merupakan parameter yang paling penting kaitannya dengan permukaan katalis di dalam disain katalis heterogen. Luas permukaan total merupakan kriteria krusial untuk katalis padat karena sangat menentukan jumlah situs aktif di dalam katalis kaitannya dengan aktifitas katalis. Pengukuran luas permukaan menggunakan teknik adsorpsi fisik menggunakan prinsip gaya van der Waals. Isoterm keseimbangan dapat digambarkan dimana volume yang teradsorpsi diplotkan terhadap p/p0 (p: tekanan, p0: tekanan jenuh pada temperature pengukuran). Model teoretis untuk menyatakan isoterm keseimbangan dalam adsorpsi adalah model Brunauer, Emmett, Teller yang lebih dikenal dengan persamaan BET:

Angga Resala Perdana

Teknik Kimia-UNTIRTA

22

Dalam hubungan ini, VM adalah volume lapis tunggal, dan c adalah panas adsorpsi dan pencairan (liquefaction) yang konstant untuk beberapa bahan dengan nilai kurang dari 100. Persamaan (3.3) adalah valid hanya untuk p/p0 0.3. Diatas harga tersebut kondensasi cairan terjadi di mikropori hingga mesopori hingga p/p0 mendekati satu. Dalam pengukurannya biasanya menggunakan gas nitrogen sebagai adsorbatnya. Persamaan (3.3) diubah sedemikian rupa sehingga dapat dibuat plot antara p/p0 vs p/[V(p-p0)], yang pada akhirnya VM dan luas permukaan (Sg) bisa ditentukan:

Distribusi ukuran pori (pore size distribution) juga merupakan parameter penting di dalam kajian karakterisasi katalis. Sifat-sifat pori dalam katalis pada kenyataannya sangat mengendalikan fenomena perpindahan dan berhubungan sekali dengan selektifitas di dalam reaksi katalitik. Sifat-sifat pori seperti volume pori dan distribusi ukuran pori selanjutnya menjadi parameter penting terutama untuk katalis yang bersifat selektif terhadap bentuk dan ukuran pori (shape selective catalysis). Metode penyerapan gas biasanya digunakan untuk mengkarakterisasi material berpori yang berukuran mesopori (diameter 2-50 nm) dan mikropori (diameter <2 nm). Persoalan mengenai tahanan difusi pori, dan deaktifasi katalis dapat dipelajari dari bentuk dan ukuran porinya. Kurva isoterm yag diperoleh dari percobaan penjerapan fisik dapat menjelaskan jenis porositas di dalam sampel katalis.
Angga Resala Perdana Teknik Kimia-UNTIRTA

You might also like