You are on page 1of 23

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN................................................................................. BAB II : LANDASAN TEORI ASIDOSIS METABOLIK A.Definisi............................................................. B.Etiologi............................................................. C.Patogenesis....................................................... E. Manifestasi klinis............................................. F. Pengukuran klinis dan analisis asidosis...........

4 4 6 7 8 9 9 10

NATRIUM BIKARBONAT A. Definisi............................................................ B. Penggunaan infus Natrium bikarbonat............. C. Evaluasi penggunaan Natrium bikarbonat....... BAB III : PEMBAHASAN A.PRINSIP TERAPI NATRIUM BIKARBON ................................................ B.CONTOH KASUS MEMERLUKAN TERAPI NATRIUM BIKARBONAT C.KONDISI YANG TIDAK MEMERLUKAN TERAPI NATRIUM BIKARBONAT ......................................................................... BAB IV : KESIMPULAN.................................................................................. DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... DAFTAR GAMBAR............................................................................................

11 12 16 19 20 21

BAB I PENDAHULUAN Asidosis metabolik adalah suatu keadaan terjadi peningkatan keasaman di dalam darah yang disebabkan oleh berbagai keadaan dan penyakit tertentu dimana tubuh tidak bisa mengeluarkan asam dalam pengaturan keseimbangan asam basa. Hal ini penting untuk menjaga keseimbangan fungsi sistem organ tubuh manusia. Ginjal dan paru merupakan dua organ yang berperan penting dalam pengaturan keseimbangan ini. Untuk mempertahankan pH antara 7,38-7,42, tubuh menetralkan dan membuang kuantitas volatile acid (dari pembakaran selular karbohidrat dan lemak) dan nonvolatile acid (hasil metabolisme protein). Asam-asam tersebut dibuffer segera setelah diproduksi, sehingga akan mencegah perubahan pH secara mendadak. Sistem buffer yang pokok dalam tubuh adalah protein dan fosfat dalam kompartemen intra seluler, sistem bikarbonat-asam karbonik dalam kompartemen ekstra seluler, dan hemoglobin di dalam sel darah merah. Dalam praktek sehari hari di klinik, sistem bikarbonat-asam karbonik dipakai untuk analisis, karena dengan mudah komponen bagian dapat diukur. Sebagian besar diagnosis gangguan asam basa dapat ditegakan dengan data laboratorium, seperti pH, PCO2, konsentrasi bikarbonat natrium (biknat), klorida urin, dan perhitungan kesenjangan anion. Walaupun demikian, untuk akurasi diagnosis, data laboratorium harus dikaitkan dengan klinik pasien. Kelainan komponen respirasi ditentukan oleh pengukuran PCO2 arterial, kadar dibawah 40 mmHg menunjukan terjadinya ventilasi pulmonary yang berlebihan dan kadar diatas 40 mmHg menunjukan keadaan hipoventilasi. Apakah perubahan ventilasi disebabkan oleh kelainan primer (asidosis atau alkalosis respiratorik) atau akibat kompensasi gangguan metabolik (asidosis atau alkalosis metabolik) tergantung dari penilaian klinik. Komponen metabolik dievaluasi dengan pengukuran CO2 content atau CO2 combining power. Suatu perubahan konsentrasi bikarbonat dapat merupakan kelainan metabolik primer atau sekunder akibat kelainan respirasi. Cara membedakan

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

kedua hal ini adalah dengan cara mencocokan data laboratorium dengan kondisi klinik pasien. Pengobatan asidosis metabolik tergantung pada penyebabnya. Sebagai contoh, diabetes tipe II IDDM (Insulin Dependen Diabetic Mellitus) dikendalikan dengan insulin atau keracunan diatasi dengan membuang racun tersebut dari dalam darah. Kadangkadang perlu dilakukan dialisa untuk mengobati overdosis atau keracunan yang berat. Asidosis metabolik juga bisa diobati secara langsung tanpa kecuali. Apabila terjadi asidosis ringan, yang diperlukan hanya cairan intravena dan pengobatan terhadap penyebabnya. Apabila terjadi asidosis berat, diberikan bikarbonat mungkin secara intravena; namun bikarbonat hanya memberikan kesembuhan sementara dan dapat membahayakan pasien Pemilihan terapi memang seharusnya mengutamakan keselamatan jiwa pasien, sehingga harus dipertimbangkan dengan tepat risiko dan manfaat terapi berdasarkan data ilmiah yang terpercaya.

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

BAB II LANDASAN TEORI ASIDOSIS METABOLIK A. DEFINISI Asidosis metabolik adalah keasaman darah yang berlebihan, ditandai dengan rendahnya kadar bikarbonat dalam darah. Bila peningkatan keasaman melampaui sistem penyangga pH, darah akan benar-benar menjadi asam. Seiring dengan menurunnya pH darah, pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara menurunkan jumlah karbon dioksida. Pada akhirnya, ginjal juga berusaha mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam dalam urin. Tetapi kedua mekanisme tersebut bisa berlebihan jika tubuh terus menerus menghasilkan terlalu banyak asam, sehingga terjadi asidosis berat dan berakhir dengan keadaan koma.[1] B. ETIOLOGI Asidosis metabolik dapat disebabkan oleh beberapa penyebab umum seperti : 1. Kegagalan ginjal untuk mengekresikan asam metabolik yang normalnya dibentuk dalam tubuh. 2. Pembentukan asam metabolik yang berlebihan dalam tubuh. 3. Penambahan asam metabolik ke dalam tubuh melalui makanan. 4. Kehilangan basa dari cairan tubuh (faal). Asidosis di tubulus ginjal Akibat dari gangguan ekskresi ion hidrogen atau reabsorbsi bikarbonat oleh ginjal atau kedua-duanya. Gangguan reabsorbsi bikarbonat di tubulus ginjal menyebabkan hilangnya bikarbonat dalam urin atau ketidakmampuan mekanisme sekresi hidrogen di tubulus ginjal untuk mencapai keasaman urin yang normal menyebabkan eksresi urin yang alkalis.[1,2]

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

Diare Diare berat merupakan penyebab asidosis yang paling sering. Penyebabnya adalah hilangnya sejumlah besar natrium bikarbonat melalui feses karena sekresi gastrointestinal yang secara normal mengandung sejumlah besar bikarbonat dan diare ini menyebabkan hilangnya ion bikarbonat dari tubuh. Bentuk asidosis metabolik ini berlangsung berat dan dapat menyebabkan kematian terutama pada anak-anak.[1,2] Diabetes Melitus(DM) Diabetes melitus disebabkan oleh tidak adanya sekresi insulin oleh pankreas yang menghambat penggunaan glukosa dalam metabolisme. Hal ini terjadi karena adanya pemecahan lemak menjadi asam asetoasetat dan asam ini dimetabolisme oleh jaringan untuk menghasilkan energi, menggantikan glukosa. Pada DM yang berat kadar asetoasetat dalam darah meningkat sangat tinggi sehingga menyebabkan asidosis metabolik yang berat.[1] Penyerapan Asam Jarang sekali sejumlah besar asam diserap dari makanan normal akan tetapi asidosis metabolik yang berat kadang-kadang dapat disebabkan oleh keracuan asam tertentu antara lain aspirin dan metil alkohol.[1,2,3] Gagal Ginjal Kronis Saat fungsi ginjal sangat menurun terjadi pembentukan anion dari asam lemak dalam cairan tubuh yang tidak eksresikan oleh ginjal. Selain itu penurunan laju filtrasi glomerulus mengurangi eksresi fosfat dan NH4+ yang mengurangi jumlah bikarbonat. Asidosis metabolik bisa terjadi jika ginjal tidak mampu untuk membuang asam dalam jumlah yang semestinya. Bahkan jumlah asam yang normal bisa menyebabkan asidosis jika ginjal tidak berfungsi secara normal. Kelainan fungsi ginjal ini dikenal sebagai asidosis tubulus renalis, yang bisa terjadi pada penderita gagal ginjal atau penderita dengan kelainan yang mempengaruhi kemampuan ginjal untuk membuang asam.[1,4]

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

C. PATOGENESIS Pada keadaan normal, pH darah dipertahankan dalam rentang yang sempit (7,35-7,45) agar sel tubuh dapat bekerja dengan baik. Ini dimungkinkan dengan adanya sistem buffer yang dibantu mekanisme kompensasi dan koreksi fisiologis oleh paru-paru dan ginjal. Bila pH darah meningkat dari normal disebut alkalemia dan sebaliknya pH darah menurun disebut asidemia. Sedangkan istilah osis (asidosis atau alkalosis) merupakan proses yang menyebabkan perubahan kadar asam atau basa dalam darah (asidemia atau alkalemia). Demikian juga, istilah - osis tidak selalu berarti ada perubahan pH darah. Misalnya, pada asidosis metabolik tidak selalu ada asidemia. Karena penumpukan asam dapat dinetralisir oleh sistem buffer yang dibantu mekanisme kompensasi dan koreksi oleh paru-paru dan ginjal. [3,4] Dari persamaan Henderson-Hasselbalch: pH = pK + log HCO3 H2CO3 Terlihat pH dipengaruhi oleh rasio kadar bikarbonat (HCO3-) dan asam karbonat darah (H2CO3) sedangkan kadar asam karbonat darah dipengaruhi oleh tekanan CO2 darah (pCO2). Bila rasio ini berubah, pH akan naik atau turun. Penurunan pH darah di bawah normal yang disebabkan penurunan kadar bikarbonat darah disebut asidosis metabolik. Sebagai kompensasi penurunan bikarbonat darah, akan dijumpai pernafasan cepat dan dalam (pernafasan Kussmaul) sehingga tekanan CO2 darah menurun (hipokarbia). Selain itu ginjal akan membentuk bikarbonat baru (asidifikasi urine) sehingga pH urine akan menjadi asam. Penurunan kadar bikarbonat darah bisa disebabkan oleh hilangnya bikarbonat dari dalam tubuh (keluar melalui saluran cerna atau ginjal) ataupun disebabkan oleh penumpukan asam-asam organik, -baik endogen maupun eksogen-, yang menetralisir bikarbonat. Berdasarkan hukum elektroneutral, jumlah kation harus sama dengan jumlah anion dalam satu larutan, pada asidosis metabolik di mana terjadi penurunan kadar bikarbonat plasma akibat penumpukan asam organik dalam plasma (anion yang tidak terukur meningkat), dijumpai kadar klorida darah normal. Keadaan ini disebut asidosis metabolik dengan anion gap (kesenjangan anion) meningkat atau asidosis metabolik normokloremia. Sebaliknya bila asidosis metabolik terjadi karena

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

penurunan kadar bikarbonat plasma akibat hilangnya bikarbonat dari tubuh, akan dijumpai peninggian kadar klorida darah. Ini disebut dengan asidosis metabolik dengan anion gap (kesenjangan anion) normal ataupun asidosis metabolik hiperkloremia. Anion gap (kesenjangan anion) dihitung dengan cara mengurangi kadar natrium darah dengan jumlah bikarbonat dan klorida darah atau anion gap = Na + - (HCO3 + Cl). Normalnya antara 816 mEq/L. Karena itu pemeriksaan kadar klorida darah, disamping kadar bikarbonat dan natrium darah diperlukan untuk membedakan kedua jenis asidosis metabolik tersebut di atas.[1,3,4] D. MANIFESTASI KLINIS Asidosis metabolik ringan bisa tidak menimbulkan gejala, namun biasanya penderita merasakan mual, muntah dan kelelahan. Pernafasan menjadi lebih dalam atau sedikit lebih cepat. Sejalan dengan memburuknya asidosis, penderita mulai merasakan kelelahan yang luar biasa, rasa mengantuk, semakin mual dan mengalami kebingungan. Apabila asidosis semakin memburuk, tekanan darah dapat turun, menyebabkan syok, koma dan kematian.[1] Penyakit asidosis jika dibiarkan bisa menimbulkan dampak berikut: Rendahnya kadar kalium dalam darah. Jika kadar kalium darah rendah, maka terjadi kelainan neurologis seperti kelemahan otot, penurunan refleks dan bahkan kelumpuhan. Pengendapan kalsium di dalam ginjal yang dapat mengakibatkan pembentukan batu ginjal. Jika itu terjadi maka bisa terjadi kerusakan pada sel-sel ginjal dan gagal ginjal kronis. Kecenderungan terjadinya dehidrasi (kekurangan cairan). Perlunakan dan pembengkokan tulang yang menimbulkan rasa nyeri

(osteomalasia atau rakhitis). Gangguan motorik tungkai bawah merupakan keluhan utama yang sering ditemukan, sehingga anak mengalami keterlambatan untuk dapat duduk, merangkak, dan berjalan. Kecenderungan gangguan pencernaan, karena kelebihan asam dalam lambung dan usus, sehingga pasien mengalami gangguan penyerapan zat gizi dari usus ke dalam 7

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

darah. Akibat selanjutnya pasien akan mengalami keterlambatan tumbuh kembang (delayed development) dan berat badan kurang. [4,5] E. PENGUKURAN KLINIS DAN ANALISIS ASIDOSIS Diagnosis asidosis dapat dilakukan dari analisis gas darah karena dapat memberikan gambaran homeostasis dari keseimbangan asam basa, perbedaan basa, dan oksigenasi darah. Pengukuran pH (rentang) pO2 (mmHg) (turun sesuai usia) pCO2 (mmHg) SaO2 (turun sesuai usia) HCO3 (mEq/L) BE Nilai normal (arteri) 7.4 (7.36-7.44) 80-100 36-44 >95 22-26 -2 s.d +2 Tabel 1. Nilai AGD normal Nilai pH kurang dari 7,4. Konsentrasi PCO2 plasma akan meningkat dari 44 mmHg. Konsentrasi bikarbonat kurang dari 22 mEq/L.
[a]

Selain dari AGD dapat diperlukan pemeriksaan tambahan untuk membantu menentukan penyebabnya. Misalnya kadar gula darah yang tinggi dan adanya keton dalam urin biasanya menunjukkan suatu diabetes yang tidak terkendali. Adanya bahan toksik dalam darah menunjukkan bahwa asidosis metabolik yang terjadi disebabkan oleh keracunan atau kelebihan dosis. Kadang-kadang dilakukan pemeriksaan urinalisa secara mikroskopis dan pengukuran pH urin serta kadar elektrolit serum. [1,2]

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

NATRIUM BIKARBONAT A. DEFINISI Natrium bikarbonat adalah senyawa kimia dengan rumus NaHCO3. Dalam penyebutannya kerap disingkat menjadi biknat. Senyawa ini merupakan kristal yang sering terdapat dalam bentuk serbuk. Natrium bikarbonat larut dalam air. NaHCO3 umumnya diproduksi melalui proses Solvay, yang memerlukan reaksi natrium klorida, amonia, dan karbon dioksida dalam air. Natrium bikarbonat (sodium bicarbonate) adalah senyawa kimia berbentuk kristal putih dengan rumus molekul NaHCO3 yang larut dalam air kemudian terionisasi menjadi ion Na+ dan HCO3-. Jika dicampur dengan garam konjugatnya, yakni senyawa yang mengandung ion CO32-, maka campuran akan bersifat buffer (penjaga pH). [6]

Gambar 2: Struktur senyawa natrium bikarbonat[b] B. PENGGUNAAN INFUS BIKNAT Bikarbonat bereaksi dengan ion H+ membentuk air dan karbon dioksida. Bikarbonat berfungsi sebagai buffer/penyangga pada kondisi atau penyakit tertentu. Beberapa mekanisme penyebab asidosis asidosis. Asidosis diantaranya adalah merupakan peningkatan asam di dalam darah yang disebabkan oleh berbagai keadaan kehilangan basa melalui urin ataupun saluran pencernaan, asupan asam yang lebih tinggi dibandingkan pengeluaran asam melalui ginjal, dan juga metabolisme yang tidak normal. Diare kronik juga dapat menyebabkan kehilangan bikarbonat.

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

Gambar 3: Reaksi bikarbonat dengan ion H+[c] Besarnya dosis injeksi biknat ditentukan berdasarkan keparahan asidosis, hasil uji laboratorium, umur pasien, berat badan, dan kondisi klinik. Uji laboratorium dan evaluasi klinik pasien sangat penting dilakukan terutama dalam penggunaan jangka panjang, untuk memantau perubahan cairan, elektrolit, dan keseimbangan asam basa. Untuk bayi dan anak-anak dibawah 2 tahun, dapat diberikan 4,2% infus Biknat dengan dosis tidak lebih dari 8 mEq/Kg hari. Pemberian infus biknat pada bayi dan anak dibawah 2 tahun dapat menyebabkan hipernatremia (kelebihan natrium dalam darah), penurunan tekanan cairan serebro spinal, dan intracranial hemorrhage (pendarahan otak). C. EVALUASI PENGGUNAAN BIKNAT Sebuah artikel yang diterbitkan oleh American Journal of Pediatrics, menyatakan tidak ada data yang mendukung adanya efek menguntungkan terhadap pemberian natrium bikarbonat pada bayi yang terkena asidosis metabolik. Efek samping yang mungkin terjadi adalah fluktuasi aliran darah dalam otak, pendarahan intrakranial, berkurangnya asupan oksigen dalam jaringan, memperberat asidosis intraseluler, dan penurunan fungsi jantung. Studi terbaru lainya menyatakan bahwa penggunaan infus intravena biknat untuk mengobati asidosis pada bayi meningkatkan risiko pendarahan intraventrikular. Studi klinik secara retrospektif yang dilakukan pada tahun 2002-2006 tersebut juga menyatakan bahwa penggunaan infus biknat tidak menunjukkan peningkatan pH yang signifikan.[6,7]

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

10

BAB III PEMBAHASAN ASIDOSIS METABOLIK PERLUKAH DITERAPI NATRIUM BIKARBONAT A. PRINSIP TERAPI BIKNAT 1. Tidak memberikan secara cepat melalui intravena kecuali kasus cardiopulmonary resuscitation (CPR). 2. Diberikan sampai pH 7,25 Konsentrasi bikarbonat dalam serum harus mencapai 15 mEq/L jika pasien tidak dapat mencapai pCO2 < 35 mmHg.

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

11

Gambar 4: Nomogram asam basa [d] Base excess = ( 15-serum[HCO3]) x BB(kg) x 0,3 3. Diberikan secara perlahan-perlahan yaitu dari total defisit pada 1 jam pertama jika pH kurang dari 7,15 dan selanjutnya diberi 2-3 jam berikutnya. Hal ini karena asam laktat sebagai produksi dari koreksi akan dimetabolisme menjadi bikarbonat setelah direhidrasi dan diberi oksigen serta glukosa. 4. Dilakukan pemeriksaan analisa gas darah secara serial. Pengobatan yang paling baik untuk asidosis adalah mengoreksi keadaan yang menyebabkan kelainan, seringkali pengobatan ini menjadi sulit terutama pada penyakit kronis yang menyebabkan gangguan fungsi paru atau gagal ginjal. Untuk menetralkan kelebihan asam sejumlah besar natrium bikarbonat dapat diserap melalui mulut. Natrium bikarbonat diabsorbsi dari traktus gastroinstestinal ke dalam darah dan meningkatkan bagian bikarbonat pada sistem penyangga bikarbonat sehingga meningkatkan pH menuju normal. Natrium bikarbonat dapat juga diberikan secara intravena. Untuk pengobatan asidosis respiratorik dapat diberikan O2 dan juga obat-obatan yang bersifat bronkodilator. [7]
B. CONTOH KASUS YANG MEMERLUKAN TERAPI BIKNAT

Koreksi dengan biknat hanya dilakukan pada asidosis metabolik berat atau diperkirakan tidak terkompensasi dengan sendirinya atau pada keadaan dengan gagal

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

12

ginjal. Asidosis metabolik berat didefinisikan sebagai pH <7,2. Karena pada pH demikian sangat mudah terjadi disritmia akibat gangguan kontraktilitas otot jantung dan respons terhadap katekolamin. Target pH adalah >7,2 dan HCO3 >38 (kecuali pada gagal ginjal dimana target adalah nilai normal). Untuk banyaknya biknat yg diberikan dapat dengan langsung memberikan biknat IV sebesar 50-100 mEq dititrasi sampai konsentrasi HCO3 sesuai target. Cara cepat: 100mEq jika pH < 7,3. Dengan defisit basa: Dengan kadar HCO3 HCO3 = defisit basa x BB (kg) / 4 HCO3 = (HCO3 target-HCO3 terukur) x BB x 0,6 atau BE x BB x 0,3 Kasus-kasus yang sering memerlukan terapi biknat adalah: 1. Diare akut atau kronik yang berat Pada penderita diare, asidosis metabolik dengan anion gap normal dijumpai bila penurunan kadar bikarbonat darah murni akibat hilangnya bikarbonat melalui tinja. Pada bayi atau anak diare yang mengalami anoreksia, terjadi peningkatan kadar asam organik pada darah karena pemecahan lemak dan protein tubuh untuk memenuhi kebutuhan kalori. Keadaan ini diperberat lagi dengan memuasakan anak. Hal ini menyebabkan asidosis metabolik dengan anion gap meningkat. Pada penderita diare dan dehidrasi berat, terjadi penurunan sirkulasi ke ginjal dan jaringan yang menyebabkan gangguan pembuangan asam-asam organik oleh ginjal dan penumpukan asam laktat akibat hipoksia jaringan. Adanya kelaparan, penurunan sirkulasi ke ginjal dan hipoksia jaringan menyebabkan penumpukan asam organik di dalam darah. Ketiga hal ini menyebabkan timbulnya asidosis metabolik dengan anion gap meningkat pada penderita diare. Tidak boleh dilupakan, bayi/anak dengan diare sering disertai demam. Sehingga oleh orang tuanya atau petugas kesehatan diberi obat demam yang mengandung asam salisilat. Kemungkinan adanya keracunan salisilat pada penderita diare dengan asidosis metabolik harus dipikirkan bila: 1. pH darah jauh lebih rendah dibandingkan dengan beratnya diare.

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

13

2. pCO2 darah jauh lebih rendah dibandingkan dengan penurunan bikarbonat darah. Ini terjadi karena salisilat merangsang pusat pernafasan. 3. Asidosis metabolik dengan anion gap meninggi. Hasil analisis gas darah penderita asidosis metabolik menunjukkan penurunan pH, kadar bikarbonat dan pCO2. Namun harus ditentukan apakah asidosis metabolik tersebut murni atau campuran. Pada asidosis metabolik murni, umumnya penurunan pCO2 darah sejajar dengan penurunan kadar bikarbonat darah. Untuk menentukan apakah penurunan pCO2 darah sejajar atau tidak dengan kadar bikarbonat darah dipakai rumus: pCO2 calculated (mmHg) = (1,54 x HCO3actual) + 8,36 1,11 Bila pengukuran pCO2 laboratorium (actual) dalam batas pCO2 yang dihitung (calculated), penderita mengalami asidosis metabolik murni. Bila ada indikasi (pH darah <7,2) pemberian bikarbonat 1-2 mEq/kgBB dapat dipertimbangkan. Hasil pengukuran pCO2 laboratorium (actual) yang lebih tinggi dari batas-batas pCO2 yang dihitung (calculated), penderita mengalami kombinasi antara asidosis metabolik dengan asidosis respiratorik. Kemungkinan terdapat gangguan fungsi paru-paru, dan pemberian bikarbonat dapat menyebabkan penumpukan CO2 di darah (hiperkarbia) dan asidosis paradoksal. Hiperkarbia menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah serebral sehingga terjadi peningkatan tekanan intrakranial. Di samping itu hiperkarbia menyebabkan asidosis intraselular dan anoksia jaringan (karena afinitas haemoglobin terhadap CO2 lebih tinggi dibandingkan dengan O2). Asidosis paradoksal sendiri menyebabkan depresi susunan saraf pusat. Demikian sebaliknya, bila pCO2 laboratorium (actual) lebih rendah dari pCO2 yang dihitung (calculated), dengan perkataan lain ada perangsangan pusat pernafasan, penderita mengalami kombinasi asidosis metabolik dan alkalosis respiratorik. Pemberian bikarbonat dalam keadaan ini akan menyebabkan overshoot metabolic alkalosis. Alkalosis akan menyebabkan penurunan sirkulasi ke serebral, anoksia jaringan karena afinitas haemoglobin terhadap O2 meningkat. Alkalosis juga akan menyebabkan hipokalemia dan hipokalsemia. Sehingga bisa dijumpai paralisis otot-otot pernafasan menyebabkan penderita tiba-tiba henti bernafas (apnu) dan kejang tetani. Risiko overshoot metabolic alkalosis juga dijumpai pada diare dengan asidosis metabolik dengan anion gap yang meninggi (adanya asidosis laktat). Dengan melakukan rehidrasi

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

14

sehingga perfusi jaringan menjadi lebih baik risiko ini akan diperkecil. Pemberian bikarbonat dilakukan secara pelanpelan (per-drip) dalam waktu 1 jam. Pemberian bikarbonat yang terlalu cepat menyebabkan penurunan pH intraselular dan hipoksia jaringan karena overshoot metabolic alkalosis. Karena bikarbonat yang diberikan umumnya cairan hipertonik (0,91 molar), tonisitas cairan ini 56 kali tonisitas cairan ekstraselular maka bikarbonat harus diencerkan 56 kali untuk mencegah pengerutan sel (bisa terjadi perdarahan intrakranial). Pemberian bikarbonat tidak boleh diberikan kalau sirkulasi ke ginjal belum membaik, dapat terjadi kelebihan volume cairan intravaskular (hipervolemia).[9,10] 2. Gagal ginjal kronik Sementara ini penanganan gagal ginjal baru sebatas terapi untuk mengontrol tingkat keasaman darah, yaitu dengan memberikan obat yang mengandung zat bersifat basa (alkalis) secara berkala (periodik), sehingga tercapai tingkat keasaman netral, seperti pada orang normal. Zat basa ini mengandung bahan aktif natrium bikarbonat (biknat). Jika pasiennya anak-anak, maka jika menggunakan obat dalam bentuk tablet, tablet tersebut harus digerus terlebih dulu sebelum digunakan. Setelah itu dicampur dengan air matang, lalu diberikan pada pasien. Sedangkan apabila menggunakan bentuk bubuk dan cairan, tinggal dicampur air matang lalu diberikan kepada pasien, sesuai dengan dosis yang ditentukan dokter. Pada gagal ginjal terjadi keadaan ketidakstabilan asam basa yaitu: i. Asidosis Bila hasil pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan hasil asidosis metabolik, dikoreksi dengan cairan natrium bikarbonat sesuai dengan hasil analisis gas darah yaitu: BE x BB x 0,3 (mEq) ii. Hiperkalemia Hiperkalemia perlu segera ditanggulangi karena bisa membahayakan jiwa penderita. Bila kadar K serum 5,5-7,0 mEq/L perlu diberi kayexalat yaitu suatu kation exchange resin (Resonium A) 1 g/kgBB per oral atau per rektal 4x sehari. Bila kadar K >7 mg/L atau ada

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

15

kelainan EKG (berupa gelombang T yang meruncing, pemanjangan interval PR dan pelebaran kompleks QRS),atau aritmia jantung perlu diberikan: Glukonas kalsikus 10% 0,5 ml/kgBB IV dalam 5-10 menit Natrium bikarbonat 7,5% 2,5 mEq/kgBB IV dalam 10-15 menit Bila hiperkalemia tetap ada diberi glukosa 20% per infus ditambah insulin 0,5 unit/gram glukosa sambil menyiapkan dialisis. iii. Hiponatremia Hiponatremia <130 mEq/L sering ditemukan karena pemberian cairan yang berlebihan sebelumnya dan cukup dikoreksi dengan restriksi cairan. Bila disertai dengan gejala serebral maka perlu dikoreksi dengan cairan NaCl hipertonik 3% (0,5 mmol/ml). Pemberian Natrium dihitung dengan rumus; Na (mmol) = (140 Na) x 0,6 x BB Diberikan hanya separuhnya untuk mencegah terjadinya hipertensi dan overload cairan. Pendapat lain menganjurkan koreksi natrium cukup sampai natrium serum 125 mEq/L sehingga pemberian Na = (125 Na serum) x 0,6 x BB [1,4,11] B. KONDISI YANG TIDAK MEMERLUKAN TERAPI BIKNAT Kasus yang berkaitan dengan asidosis metabolik ringan yaitu pH > 7,2 dan berkaitan dengan asidosis respiratorik tidak diberi terapi bikarbonat karena menyebabkan penumpukan ion bikarbonat yang tinggi dalam darah dan menyebabkan gagal napas. Keadaan ini timbul akibat ketidakmampuan paru untuk mengeluarkan CO 2 hasil metabolisme (keadaan hipoventilasi). Hal ini menyebabkan peningkatan H2CO3 dan konsentrasi ion hidrogen sehingga menghasilkan asidosis.[12] Beberapa masalah respiratorik dibagi berdasarkan penyebab : 1. Penurunan pernapasan Penurunan pernapasan melibatkan perubahan fungsi neuron dalam menstimulus inhalasi dan ekshalasi. Neuron mengurangi pada tingkat sel tubuh melalui zat/agen kimia dan

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

16

kerusakan fisik. Penurunan kimia pada neuron dapat terjadi sebagai hasil agen anastesi, obat-obatan (narkotik) dan racun dimana menghalangi darah menuju ke otak dan langsung menghalangi depolarisasi. Disamping itu ketidakseimbangan elektrolit (hiponatrium, hiperkalsemia dan hiperkalami) juga secara lambat menghalangi depolarisasi neural. Akibat neuron respiratorik juga akan mengurangi keadaan fisik. Trauma sebagai hasil langsung kerusakan fisik untuk neuron respirasi atau menimbulkan hipoksia sampai iskemik yang dapat mengganggu atau menghancurkan kemampuan neuron untuk membangkitkan dan mengirim impuls ke otot skeletal yang membantu dalam respirasi. Neuron respirasi dapat rusak atau hancur secara tidak langsung apabila terdapat masalah di area otak karena meningkatnya tekanan intrakranial. Meningkatnya tekanan intrakranial ini karena adanya edema jaringan, yang akan menekan pusat pernapasan (batang otak). Cedera spinal cord, penyakit tertentu seperti polio adalah sebab yang sering pada kerusakan di axon dan penyakit lain seperti mistenia gravis, dan syndrom Guillain-Barre yang mengganggu transmisi impuls saraf ke otot skeletal)

2. Inadekuatnya ekspansi dada Karena ekspansi ini penting untuk mengurangi tekanan di dalam rongga dada sehingga terjadi pernapasan. Beberapa kondisi dapat membatasi ekspansi dada sehingga menghasilkan inadekuatnya pertukaran gas walaupun jaringan paru sehat dan pusat pesan sudah dimulai dan dengan transmisi yang tepat. Beberapa orang mengalami masalah dalam ekspansi dada dapat mencukupi pertukaran gas selama periode istirahat sehingga retensi CO2 tidak terjadi pada waktu itu. Bagaimanapun meningkatnya aktivitas atau kerusakan pada jaringan paru menghasilkan permintaan untuk pertukaran gas dimana seseorang tidak dapat memenuhinya, hasilnya asidemia. Tidak adekuatnya ekspansi dada dapat disebabkan trauma skeletal atau deformitas, dan kelemahan otot respirasi. Masalah skeletal yang membatasi perpindahan pernapasan dalam dinding dada jika terdapat kerusakan tulang atau malformasi tulang

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

17

yang menyebabkan distorsi dalam fungsi dada. Struktur tulang dada yang tidak serasi dapat menyebabkan deformitas pada rongga dada dan mencegah penuhnya ekspansi pada satu atau kedua paru. Deformitas skeletal bisa terjadi secara kongenital: hasil dari kesalahan pertumbuhan tulang (seperti skoliosis, osteodistropi renal, osteogenesis imperfekta dan Hurlers syndrom) atau hasil yang tidak seimbang dari degenerasi jaringan tulang (osteoporosis, metastase sel kanker). Kondisi kelemahan otot respirasi berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit dan kelelahan. [1,12,13] 3. Obstruksi jalan napas Tahanan perpindahan masuk dan keluarnya udara pada paru melalui bagian atas dan bawah pada obstruksi jalan napas dapat menimbulkan pertukaran gas yang tidak efektif, retensi CO2 dan asidemia. Jalan napas bagian atas dan bawah dapat tersumbat secara internal dan eksternal. Kondisi eksterna yang menyebabkan obstruksi jalan napas atas termasuk tekanan yang kuat pada daerah leher, pembesaran nodus limpa regional. Sedangkan kondisi internal yang menyebabkan obstruksi jalan napas atas termasuk masuknya benda asing pada saat bernapas, konstriksi otot halus bronkial dan pembentukan edema pada jaringan luminal. Obstruksi jalan napas bagian bawah terjadi melalui konstriksi otot halus, pembentukan jaringan luminal, pembentukan lendir yang berlebihan. Kondisi umum yang berhubungan dengan obstruksi jalan napas bagian bawah yaitu karena terlalu lama menderita penyakit inflamasi (bronkitis, emfisema dan asma) dan masuknya bahan-bahan iritan seperti asap rokok, debu batu bara, serat asbes, serat kapas, debu silikon dan beberapa partikel yang mencapai jalan napas bagian bawah. [12,13] 4. Gangguan difusi alveolar-kapiler Pertukaran gas pulmonal terjadi oleh difusi di persimpangan alveolar dan membran kapiler. Beberapa kondisi dimana mencegah atau mengurangi proses difusi karena dapat meretensi CO2 dan terjadi asidemia. Masalah difusi dapat terjadi pada membran alveolar, membran kapiler atau area di antara keduanya.

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

18

Asidosis respiratorik sering terjadi akibat kondisi patologis yang merusak pusat pernapasan atau yang menurunkan kemampuan paru untuk mengeliminasi CO2. Ada beberapa hal yang menyebabkan keadaan asidosis respiratorik yaitu : penyakit otot-otot bantu napas pernapasan seperti misal mistenia gravis, penyakit sindrom Guillain- Barre dan akibat obat yang merelaksasi otot. gangguan saluran fibrosis pulmonal, intestinal paru. obstruksi (empisema, asma, bronkitis, bronkiolitis). [14]

Intervensi keperawatan yang bisa dilakukan pada Asidosis Respiratorik : 1. Perbaiki ventilasi pernapasan (melakukan dilator bronkial, antibiotik, O2 sesuai perintah). 2. Jaga keadekuatan hidrasi (2 3 l cairan perhari) 3. Hati-hati dalam mengatur ventilator mekanik jika digunakan. 4. Monitor intake dan output cairan, tanda-tanda vital, gas darah dan pH arteri.[12]

BAB IV SIMPULAN 1. Asidosis metabolik adalah peningkatan keasaman darah yang ditandai dengan pH < 7,4 serta kadar bikarbonat < 36 mmHg. 2. Natrium bikarbonat adalah senyawa kimia dengan rumus NaHCO3. Dalam penyebutannya kerap disingkat menjadi biknat. Senyawa ini termasuk kelompok garam dan telah digunakan sejak lama.

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

19

3. Pemberian bikarbonat tergantung pada kondisi beratnya keadaan pasien. Terapi bikarbonat diberikan pada pasien dengan nilai pH < 7,2 serta tidak terkompensasi oleh tubuh. Hal ini dapat dinilai dari pemeriksaan fisik dan laboratorium. 4. Kasus yang tidak diberi terapi bikarbonat adalah asidosis metabolik yang dapat dikompensasi oleh tubuh sendiri dan berkaitan dengan penyakit yang menyebabkan asidosis respiratorik.

DAFTAR PUSTAKA 1. Gomella L, Haist S. Blood Gases and Acid Base Disorders. Dalam: Clinicians Pocket Reference 10th ed. New York, McGraww-Hill; 2004:159-164 2. Sabatine M. Acid Base Disturbances. Dalam: Pocket Medicine 3rd ed. Philadelphia, Lippincot William & Willkins; 2008 3. Setyohadi B, Salim S. Gangguan Keseimbangan Asam Basa. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

20

jilid III, edisi keempat. Jakarta, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006: 143-149. 4. DuBose TD. Jr. Acidosis and Alkalosis. Dalam: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS et al (eds). Harrisons Principles of Internal Medicine 16th. McGraww-Hill. New York. 2005:267-70. 5. Yudkoff M. Unexplained Acidosis. Dalam: Stockman III JA, penyunting. Difficult Diagnosis in Pediatrics. Edisi ke-1. Philadelphia: Saunders.Company, 1990. h. 401 6. Berg CS et al. Sodium bicarbonate administration and outcome in preterm infants. J Pediatr 2010 Oct; 157:684. 7. Judi LA et al. Sodium Bicarbonate: Basically Useless Therapy. Pediatrics 2008 ; 122;831-835 : American Academy of Pediatric 8. Winter R.M. Priciples of Pediatric Fluid Therapy. Edisi ke-2. Boston:Little, Brown and Company, 1982. h. 23-55. 9. Sinuhaji A.B. Asidosis Metabolik pada Diare. Dipresentasikan pada Simposium Ilmiah Probiotic Agents: Clinical Application in Infants and Children, Medan20 Maret 2001. 10. Kallen R.J. The Management of Diarrheal Dehydration in Infants using Parenteral Fluids. Pediatr Clin North Am 1990; 37: 265-86. 11. Brewer E.D. Disorder of AcidBase Balance. Pediatr Clin North Am 1990; 37: 42547. 12. Iseman MD. Respiratory acidosis. N. Ergi.J med 1993; 329: 784-91 13. Clinical Signs and Symptomps. Hurt`s the lungs 10 ed. Mc Graw hill. 2211 14. Kasper DL, Braunwald E, Fauchi AS et al (editor). Harrison`s Principles of internal medicines. 16 ed, 2003 DAFTAR GAMBAR a. Tabel 1. Access on 2 Augustus 2011,Available at: http://en.academic.ru/dic.nsf/enwiki/2479511 b. Gambar 2: Access on 2 Augustus 2011.Available at: http://technologysifi.blogspot.com/2010/03/sodium bicarbonate.html c. Gambar 3.Access on 3 Augustus 2011.Available at:
Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

21

http://biochemical-Review.html d. Gambar 4: Access on 3 Augustus 2011.Available at: http://wahyurawely.blogspot.com/2011/03/acid base.html

REFERAT
ILMU PENYAKIT ANAK

ASIDOSIS METABOLIK DAN KOREKSI NATRIUM BIKARBONAT


Pembimbing:
Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

22

dr.Meiriani Sari,Msc, SpA

Disusun Oleh:
Ruriyandini Prakasita 030.05.198 Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Anak RSUD Tarakan Periode 27 Juni 2011 3 September 2011 Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Jakarta

Asidosis metabolik perlukah diterapi natrium bikarbonat

23

You might also like