You are on page 1of 5

faktor- faktor yang mempengaruhi kualitas, kuantitas dan susunan susu sapi perah

Posted by sellyr06 on 18 July 2010 in Academic | Subscribe Lanjut dari artikel sebelumnya (Perencanaan Usaha Peternakan Sapi Perah), faktor penting lain adalah mengetahui faktor2 yg mempengaruhi kualitas, kuantitas dan susunan susu sapi perah. Adapun faktor2 tersebut adalah: 1. Bangsa Sapi Setiap bangsa sapi mempunyai sifat yang berbeda-beda dalam menghasilkan susu, kadar lemak dan warna susu. Jumlah susu yang dihasilkan bangsa sapi Fries Holland (FH) tertinggi jika dibandingkan dengan bangsa-bangsa sapi perah lainnya, baik di daerah beriklim sedang maupun di daerah tropis. 2. Lama Bunting Sapi yang telah dikawinkan dan bunting akan menghasilkan susu lebih sedikit daripada sapi yang tidak bunting. Lama bunting sapi perah adalah sembilan bulan. Produksi susu akan semakin menurun terutama saat sapi bunting tujuh bulan sampai beranak. Dengan demikian, kebuntingan mempunyai pengaruh yang tidak langsung terhadap produksi susu. 3. Masa Laktasi Masa laktasi adalah masa sapi sedang menghasilkan susu yakni selama 10 bulan antara saat beranak dan masa kering. Produksi susu per hari mulai menurun setelah laktasi dua bulan. 4. Besar Sapi Sapi-sapi yang memiliki badan yang besar akan menghasilkan susu yang lebih banyak daripada sapi-sapi yang berbadan kecil meskipun bangsa dan umurnya sama. Hal ini disebabkan sapi yang bedannya besar akan makan lebih banyak sehingga menghasilkan susu yang lebih banyak. 5. Birahi Saat sapi mengalami birahi akan terjadi perubahan-perubahan faali yang mempengaruhi volume dan kualitas susu yang dihasilkan. Sapi akan menunjukkan gejala gelisah dan mudah terkejut sehingga tidak mau makan dan produksi susu menurun. 6. Umur Sapi Sapi-sapi yang beranak pada umur yang lebih tua yaitu dua tahun, akan menghasilkan susu yang lebih banyak dari pada sapi-sapi yang beranak pada umur muda. Produksi susu akan terus meningkat dengan bertambahnya umur sapi hingga umur enam tahun. Setelah umur enam tahun produksi susu akan menurun sedikit demi sedikit, sampai sapi berumur 11 tahun. Hal ini disebabkan kondisi tubuh yang telah menurun dan ketuaan.

7. Selang Beranak Selang beranak yang optimal adalah satu tahun. Jika selang beranak diperpendek akan menurunkan produksi susu sebesar 3,5 hingga sembilan persen pada laktasi yang sedang berjalan. 8. Masa Kering Produksi susu pada laktasi kedua dan berikutnya dipengaruhi oleh lamanya masa kering sebelumnya. Setiap sapi betina, produksi susu akan naik dengan bertambahnya masa kering sampai tujuh hingga delapan minggu. 9. Frekuensi Pemerahan Umumnya sapi diperah dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari. Pemerahan yang dilakukan lebih dari dua kali sehari biasanya dilakukan terhadap sapi-sapi yang berproduksi tinggi. Untuk sapi yang berproduksi 20 liter susu per hari dapat diperah tiga kali sehari, sedangkan sapi yang berproduksi 25 liter susu atau lebih dapat diperah empat kali sehari. Peningkatan produksi susu akibat adanya pengaruh hormon prolaktin yang lebih banyak dihasilkan pada sapi yang diperah empat kali. 10. Tata Laksana Pemberian Pakan Variasi dalam produksi susu pada beberapa peternakan sapi perah disebabkan perbedaan dalam tata laksana pemberian pakan. Pakan yang terlalu banyak konsentrat akan menyebabkan kadar lemak yang terkandung dalam susu rendah, sedangkan pakan yang terlalu banyak berupa hijauan menyebabkan kadar lemak susu tinggi karena lemak susu tergantung dari kandungan serat kasar yang terdapat dalam pakan. semoga bermanfaat
http://sellyr06.student.ipb.ac.id/2010/07/18/faktor-faktor-yang-mempengaruhikualitas-kuantitas-dan-susunan-susu-sapi-perah/

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Selama Masa Laktasi

Selama masa laktasi berlangsung, baik produksi susu masa laktasi pertama dan selanjutnya sangat dipengaruhi oleh berbagai factor antara lain oleh factor genetis, makanan, tata laksana yang satu sama lain saling mempengaruhi dan menunjang. Faktor Genetis

Faktor genetis ini bersifat individual, yang diturunkan dari induk dan bapak kepada keturunannya. Faktor genetis ini bersifat baka, artinya sifat-sifat baik dan buruk dari tetua akan diwariskan kepada keturunan berikutnya dengan sifat-sifat yang sama seperti sifat-sifat yang dimiliki tetua. Faktor genetis ini akan menentukan jumlah produksi dan mutu air susu selama laktasi dengan komposisi zat-zat makanan tertentu sesuai dengan yang dimiliki oleh kedua induknya. Jika produksi susu induk dan pejantan jelek maka dengan tata laksana dan makanan yang serba baguspun tidak akan dapat memperbaiki produksi yang jelek dari warisan kedua induknya. Faktor Makanan Sapi-sapi yang secara genetis baik akan memberikan produksi susu yang baik pula. Akan tetapi, jika makanan yang diberikan tidak memadai, baik dari segi jumlah maupun mutu, maka unutk memenuhi kebuthan pokok hidup dan berproduksi akan dicukupi dengan mengorbankan persediaan zat-zat makanan yang ada di dalam tubuh dengan cara memobilisasikan zat-zat makanan yang tersimpan di dalam jaringan tubuh mereka. Jika sapi yang bersangkutan kehabisan zat-zat makanan yang harus dimobilisasikan, mka produksi susu akan menurun yang akhirnya akan membatasi pula sekresi air susu. Faktor Tatalaksana Tatalaksana yangt baik dan sempurna merupakan salah satu upaya untuk mencapai kesuksesan usaha ternak sapi perah. Mengandalkan factor genetis saja tidaklah menjamin keberhasilan produksi. Sebab factor genetis yang baik bukan jaminan terhadap jumlah produksi. Faktor genetis yang baik harus didukung dengan tatalaksan yang baik dan teratur. Tatalaksana pada masa laktasi yang perlu diperhatikan antra lain rangsangan pemerahan, pengaturan kering kandang,pencegahan penyakit, frekuensi pemerahan, pengaturan kelahiran dan perkawinan (service periode dan calving interval).
http://uptdpuskeswan.blogspot.com/2010/04/faktor-faktor-yangmempengaruhi.html

Sapi Perah Fries Holland


Secara umum, sapi perah merupakan penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya. Salah satu bangsa sapi perah yang terkenal adalah Sapi perah Fries Holland (FH). Sapi ini berasal dari Eropa, yaitu Belanda (Nederland), tepatnya di Provinsi Holland Utara dan Friesian Barat, sehingga sapi bangsa ini memiliki nama resmi Fries Holland dan sering disebut Holstein atau Friesian saja (Foley, dkk., 1973; Williamson dan Payne. 1993). Sapi FH mempunyai karakteristik yang berbeda dengan jenis sapi lainnya yaitu : * Bulunya berwarna hitam dengan bercak putih. * Bulu ujung ekor berwarna putih. * Bulu bagian bawah dari carpus (bagian kaki) berwarna putih atau hitam dari atas turun ke bawah. * Mempunyai ambing yang kuat dan besar.

* Kepala panjang dan sempit dengan tanduk pendek dan menjurus ke depan. * Pada jenis Brown Holstein, bulunya berwarna cokelat atau merah dengan putih (Foley dkk., 1973; Ensminger, 1980; dan Makin dkk., 1980). Sapi FH merupakan jenis sapi perah dengan kemampuan produksi susu tertinggi dengan kadar lemak lebih rendah dibandingkan bangsa sapi perah lainya. Produksi susu sapi perah FH di negara asalnya mencapai 6000-8000 kg//ekor/laktasi, di Inggris sekitar 35% dari total populasi sapi perah dapat mencapai 8069 kg/ekor/laktasi (Arbel dkk., 2001). Bagaimana dengan sapi FH yang berada di Indonesia ?. Sapi perah FH masuk ke Indonesia dibawa oleh Hindia Belanda pada tahun 1891-1893 dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas sapi perah lokal. Sapi perah FH murni telah ada di Jawa Barat sejak tahun 1900, tepatnya di daerah Cisarua dan Lembang. Dari kedua daerah inilah sapi perah FH kemudian menyebar ke beberapa daerah di Jawa Barat (Makin dkk., 1980). Sayangnya, produksi susu yang dihasilkan oleh sapi perah FH di Indonesia ternyata lebih rendah, berkisar antara 3000-4000 liter per laktasi. Produksi rata-rata sapi perah di Indonesia hanya mencapai 10,7 liter per ekor per hari (3.264 liter per laktasi) (Chalid, 2006). Susu, adalah hasil akhir dari rangkaian proses fisiologis yang kompleks dan berulang sehingga terjadi banyak macam interaksi yang berperan dalam menentukan produksi susu. Interaksi yang mempengaruhi produksi susu di antaranya hereditas dan lingkungan. Faktor lingkungan memegang peranan penting terhadap proses fisiologis dalam tubuh ternak sehingga pada gilirannya akan mempengaruhi kapasitas produksi susu (Sudono, 1990). Menurut penelitian Williamson dan Payne, 1993, pada daerah tropis produksi yang dihasilkan bergantung pada : 1. Teknis pemeliharaan. 2. Kualitas pakan. 3. Ketinggian tempat sapi tersebut dipelihara (iklim). Teknis pemeliharaan : menjadi penting karena pada sapi FH kapasitas produksi akan selalu mengalami peningkatan dari laktasi pertama ke laktasi selanjutnya, dan meningkat terus sampai umur 68 tahun. Setelah periode ini, produksinya akan menurun secara perlahan sampai usia tua. Pada sapi perah FH, umumnya puncak produksi susu dicapai pada laktasi keempat, yaitu pada saat sapi berumur 67 tahun (Larkin dan Barret, 1994). Di daerah tropis, puncak produksi susu dicapai pada laktasi ketiga atau keempat. Rincian kapasitas produksi pada laktasi pertama, kedua, ketiga, dan keempat secara berurutan adalah 70, 80, 90, dan 95% dari

puncak laktasi umur dewasa. Hal tersebut dapat dicapai dengan cara mengatur selang waktu beranak rata-rata 12 bulan serta sapi beranak untuk pertama kalinya pada umur 2 tahun. Kualitas pakan : berpengaruh paling besar pada produksi susu (Diwyanto dkk., 2007). Jumlah pemberian pakan hijauan dan konsentrat dapat mempengaruhi jumlah produksi susu dan kadar lemak. Kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan atau memenuhi hidup pokok, produksi susu, pertumbuhan, dan kebuntingan sehingga akan dicapai produksi susu yang optimal. Faktor iklim : apabila lingkungan fisik dan iklim suatu daerah sesuai dengan habitat asalnya dan sapi diberi pakan berkualitas , maka sapi tersebut akan menampilkan semua sifat yang dimiliki secara maksimal. Suhu lingkungan yang tinggi akan menurunkan nafsu makan dan mengurangi konsumsi pakan seekor sapi perah sehingga menghambat produksi susu sapi tersebut (Sutardi, 1981). Hasil penelitian menyatakan sapi perah yang berasal dari daerah iklim sedang berproduksi maksimal pada suhu lingkungan antara 1,1-15,5C tapi masih dapat berproduksi dengan baik pada kisaran 5-21C (Brody, 1945; Hafez, 1968). Apabila suhu melebihi 21C, sapi perah asal daerah sedang akan mengalami kesulitan adaptasi dan akan menunjukkan gejala penurunan produksi susu. Jika sapi tersebut diternakkan di daerah tropis dengan suhu lingkungan rata-rata di atas 23C, maka produksi susu yang dicapai tidak sebanyak produksi susu di daerah asalnya (Williamson dan Payne, 1978). Faktor iklim ini masih dapat diatasi dan tidak banyak berpengaruh apabila sapi perah tersebut diberi pakan yang berkualitas tinggi sehingga dapat berproduksi sesuai dengan kemampuannya (Sudono, 1985). By Rochadi Tawaf http://www.nusantaraku.org/forum/animal-forum/126720-sapi-perah-friesholland.html

You might also like