You are on page 1of 21

GANGGUAN PERNAPASAN

ASMA

A. PENDAHULUAN

Asma didefinisikan gangguan inflamasi kronik jalan udara yang


melibatkan peran banyak sel dan komponennya ( The National Asthma
Education and Prevention Program, NAEPP ). Selain itu bisa didefinisikan
sebagai suatu kondisi paru-paru yang kronis yang ditandai dengan sulit
bernafas.
Asma terjadi saat saluran pernafasan memberikan respon yang berlebihan
dengan cara menyempit jika mengalami rangsangan atau gangguan.
Ada 2 macam pencetus asma antara lain :
• Pemicu / trigger : yang menyebabkan menyempitnya saluran pernafasan
(bronkokonstriksi), tapi tidak dapat menyebabkan peradangan.
Pemicu yang menyebabkan bronkokonstriksi : perubahan cuaca dan suhu,
polusi udara, asap rokok, infeksi saluran pernafasan, gangguan emosi,
olahraga yang berlebihan.

• Penyebab / inducer : yang menyebabkan peradangan / inflammation pada


saluran pernafasan, ini merupakan penyebab yang sesungguhnya, yang
umumnya adalah allergen yang bentuknya :
 Ingestan : masuk melalui mulut
 Inhalan : masuk melalui hidung atau mulut
 Kontak dengan kulit.

Selain itu terjadinya serangan asma sebagai akibat dampak penderita


mengalami infeksi pernafasan atas (ISPA) baik flu ataupun sinisitis. Serangan
penyakit asma juga bisa dialami oleh beberapa wanita dimasa siklus
menstruasi, hal ini sangat jarang sekali.
Angka peningkatan penderita asma dikaitkan dengan adanya faktor resiko
yang mendukung seseorang menderita penyakit asma, misalnya faktor
keturunan. Jika seorang ibu atau ayah menderita penyakit asma, maka
kemungkinan besar adanya penderita asma dalam anggota keluarga tersebut.

Status asmatikus adalah keadaan darurat medik paru berupa serangan asma
yang berat atau bertambah berat yang bersifat refrakter sementara terhadap
pengobatan yang lazim diberikan. Refrakter adalah tidakadanya perbaikan
atau perbaikan yang sifatnya hanya singkat dengan pengamatan 1-2 jam.

Gambaran klinis status asmatikus :

- Penderita tampak sakit berat dan sianosis

- Sesak nafas, bicara terputus-putus

- Banyak berkeringat

- Bila kulit kering menunjukkan kegawatan sebab penderita jatuh dalam


dehidrasi berat.

- Pada keadaan awal kesadaran penderita mungkin masih cukup baik,


tetapi lambat laun dapat memburuk yang diawali dengan rasa cemas,
gelisah kemudian jatuh ke dalam koma.

B. EPIDEMIOLOGI

Asma adalah penyakit kronis yang paling umum yang terjadi pada
masa kanak-kanak, dan menyebabkan morbiditas yang signifikan dan
kematian pada orang dewasa dan anak-anak. Sekitar 20 juta orang di
Amerika Serikat didiagnosis asma pada tahun 2002, dengan Puerto Rico,
non-Hispanik kulit hitam, dan penduduk asli Amerika memiliki prevalensi
lebih tinggi dibandingkan non-Hispanik kulit putih. Pada tahun 2002, ada
1,9 juta kunjungan gawat darurat dan rawat inap sejumlah 484.000 untuk
asma. Anak-anak umur 4 tahun memiliki resiko tertinggi. Ada sekitar 4600
kematian yang terkait dengan asma pada tahun 2002, tetapi angka
kematian tahunan tampaknya menurun.

Kehadiran asma pada orangtua merupakan faktor risiko yang kuat


untuk terjadinya asma pada anak. Risiko ini meningkat ketika ada riwayat
keluarga atopi. Sekitar 50% dari asma dapat dikaitkan dengan atopi, dan
asma atopik lebih umum pada anak-anak daripada orang dewasa.
Selanjutnya, atopi pada asma anak adalah faktor prognostik terkuat untuk
lanjutan asma sebagai orang dewasa.

Faktor genetik tidak bisa menjelaskan peningkatan pesatnya


prevalensi asma belakangan ini. Pengaruh lingkungan di dalam rahim atau
pada masa bayi dapat berkontribusi untuk pengembangan asma. Ibu
merokok selama kehamilan atau terpapar asap rokok setelah kelahiran
meningkatkan risiko asma anak-anak. Adult-onset asma tidak jarang dan
mungkin berhubungan dengan atopi, polip hidung, sensitivitas aspirin,
pemaparan dalam pekerjaan, atau kambuhnya asma anak-anak.

C. KLASIFIKASI ASMA

 Berdasarkan Keparahan Penyakit


1. Asma intermiten
Gejala muncul < 1 kali dalam 1 minggu, eksaserbasi ringan dalam
beberapa jam atau hari, gejala asma malam hari terjadi < 2 kali dalam 1
bulan, fungsi paru normal dan asimtomatik di antara waktu serangan, Peak
Expiratory Folw (PEF) dan Forced Expiratory Value in 1 second (PEV1) >
80%
2. Asma ringan
Gejala muncul > 1 kali dalam 1 minggu tetapi < 1 kali dalam 1 hari,
eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari
terjadi > 2 kali dalam 1 bulan, PEF dan PEV1 > 80%
3. Asma sedang (moderate)
Gejala muncul tiap hari, eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur,
gejala asma malam hari terjadi >1 kali dalam 1 minggu, menggunakan
inhalasi beta 2 agonis kerja cepat dalam keseharian, PEF dan PEV1 >60%
dan < 80%

4. Asma parah (severe)


Gejala terus menerus terjadi, eksaserbasi sering terjadi, gejala asma
malam hari sering terjadi, aktifitas fisik terganggu oleh gejala asma, PEF
dan PEV1 < 60%

D. Patofisologi

Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus


yang menyebabkan sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah
hipersensitivitas bronkhiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi
yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut :
seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah
antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan
reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya.

Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat
pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus
kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut
meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast
dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya
histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient),
faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua
faktor-faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhioulus
kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan
spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas
menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi
daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama
ekspirasi dengan paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus
sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari
tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama
ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan
baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan
dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat
meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara
ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.

E. DIAGNOSIS
1. Amnanesa

a. keluhan sesak nafas, mengi, dada terasa berat atau tertekan, batuk
berdahak yang tak kunjung sembuh, atau batuk malam hari.

b. Semua keluhan biasanya bersifat episodik dan reversible

c. Mungkin ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama atau


penyakit alergi yang lain

2. Pemeriksaan fisik

• Keadaan umum : Penderita tampak sesak nafas dan gelisah, penderita


lebih nyaman dalam posisi duduk.

• Jantung : Pekak jantung mengecil, takikardi.

• Paru

 inspeksi : Dinding torak tampak mengembang, diafragma


terdorong ke bawah.
 auskultasi : Terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang

 perkusi : Hipersonor

 palpasi : Vokal fremitus kanan=kiri

 pada serangan berat :

• tampak sianosis

• n > 120 x/menit

• silent chest” : Suara mengi melemah

3. Pemeriksaan laboratorium

a. Darah rutin didapat peningkatan eosinofil dan igE

b. Sputum didapat adanya eosinofil, spiral crushman, kristal charcot


leyden.

c. Foto toraks dapat normal diluar serangan, hiperinflasi saat serangan,


adanya penyakit lain

d. Faal paru (spirometri /peak flow meter) menilai berat obstruksi,


reversibilitas, variabilitas

e. Uji provokasi bronkus untuk membantu diagnosis status asmatikus


adalah keadaan darurat medik paru berupa serangan asma yang berat
atau bertambah berat yang bersifat refrakter sementara terhadap
pengobatan yang lazim diberikan. Refrakter adalah tidak adanya
perbaikan atau perbaikan yang sifatnya hanya singkat, dengan waktu
pengamatan antara satu sampai dua jam.

F. FAKTOR RESIKO
Faktor Resiko
1. Genetik
Pola herediter komplek dan asma tidak dapat di klasifikasikan secara
sederhana seperti autosomal dominat,resesif atau sex-linked dari studi
genetik di temukan bahwa multiple chromosomal region yang berisi
gen-gen yang memberi konstribusi pada asma. Gen-gen yang terletak
pada human leukocyte antigen ( HLA ) kompleks dapat menentukan
respon terhadap aeroalergen pada beberapa individu.

2. Gender dan Ras


Anak-anak memiliki prevalensi yanh tinggi tehadap penyakit asma.
Saat dewasa Prevalensi secara keseluruhan wanita lebih banyak dari
pria. Di Amerika Serikat ras kulit hitam diketahui memiliki resiko
kematian yang tinggi karena asma.
3. Lingkungan
Alergen adalah penyebab terpenting asma. Dari beberapa studi
epidemiologi telah menunjukkan korelasi antara paparan alergen dan
prevalensi asma dan perbaikan asma bila paparan alergen menurun.
Alergen in door yang penting adalah: debu rumah ( house dust ),
alergen hewan ( kucing, anjing dan proden ), alergen kecoa dan jamur (
alternaria, aspergillus, cladosporium, dan candida ). House dust
terutama beberapa senyawa organik dan inorganik termasuk insect dan
feses insect, sporajamur, mamalia denders, polen grains, fibers, mites,
mite faises. Out door alergen: polen terutama dari pohon weeds dan
grases dan fungi, molds dan yeasts.
4. Polusi Udara
Polutan di luar dan di dalam rumah memiliki kontribusi perburukan
gejala asma dengan mentriger bronkokonstriksi, peningkatan
hiperesponsif saluran nafas dan peningkatan respons terhadap
aeroalergen. Ada 2 polutan out door yang penting yaitu: industry smog
( sulfur dioxide, particulate complex ) dan photochemical smog
( ozone dan nitrogen oxides). Polusi indoor termasuk cooking dan
heating fuel exhausts, insulating production, cat, vernis yang
mengandung formaldehid dan isocyanate.
5. Faktor Lain
Dari sejumlah studi epidemiologi dapat ditemukan asosiasi antara
resiko terjadinya asma dengan atopi. Pertumbuhan di daerah pertanian
menurunkan resiko atopi rhinitis alergi pada dewasa ( adult hood )
mengesankan bahwa faktor lingkungan mempunyai efek protektif
terhadap timbulnya alergi. Di Negara berkembang perpindahan ke kota
dihubungkan dengan perubahan dari bahan bakar biomassal seperti:
kayu, batubara dan animal waste ke gas dan listrik. Dari studi yang
telah dilakukan diketahui ada hubungan terbalik antara keluarga
dengan asma dari beberapa studi dilaporkan paparan / interaksi antara
anak kecil dengan anak yang lebih sering di rumah atau pada anak-
anak di pusat penitipan anak. Ada saran bahwa konsumsi diet
antioksidan dapat mencegah timbulnya asma.

G. Manifestasi Klinik
Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispnea dan mengi. Pada
beberapa keadaan, batuk merupakan satu – satunya gejala. Serangan asma
sering kali terjadi pada malam hari. Serangan asma biasanya bermula
mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan
pernapasan lambat, mengi, laborius. Ekspirasi selalu lebih susah dan
panjang dibanding inspirasi, yang mendorong pasien selalu lebih susah
dan panjang dibanding inspirasi, yang mendorong pasien untuk duduk
tegak dan menggunakan setiap otot – otot aksesories pernapasan. Jalan
napas yang tersumbat menyebabkan dispnea. Batuk pada awalnya susah
dan kering tetapi segera menjadi lebih kuat. Sputum, yang terdiri atas
sedikit mukus mengandung masa gelatinosa bulat, kecil yang dibatukkan
dengan susah payah. Tanda selanjutnya termasuk sianosis sekunder
terhadap hipoksia hebat dan gejala – gejala retensi karbondioksida
termasuk berkeringat, takikardia dan tekanan nadi.
Serangan asma dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam
dan dapat hilang secara spontan. Meski serangan asma jarang yang fatal,
kadang terjadi reaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut “ status
asmatikus “. Kondisi ini merupakan keadaan yang mengancam hidup.

♣ ASMA KRONIK

• Asma klasik di tandai dengan episode dispnea yang disertai


dengan bengek, tapi gambaran klinik asma beragam. Pasien
dapat mengeluhkan sempit dada, batuk ( terutama pada
malam hari ), atau bunyi saat bernapas/ Hal ini sering
terjadi saat latihan fisik tapi dapat terjadi secara spontan
atau berhubungan dengan allergen tertentu.

• Tanda – tandanya termasuk bunyi saat ekspirasi dengan


pemeriksaan auskultasi, batuk kering yang berulang atau
tanda atopi.

• Asma dapat bervariasi dari gejala harian kronik sampai


gejala yang berselang. Terdapat keparahan dan remisi
berulang dan inteval antar gejala dapat berminggu, bulanan
atau tahunan.

• Keparahan ditentukan oleh fungsi paru – paru dan gejala


sebelum terapi disamping jumlah obat yang di[erlukan
mengontrol jumlah gejala. Pasien dapat menunjukkan
gejala berselang ringan yang tidak memerlukan pengobatan
atau hanya penggunaan sewaktu – waktu agonis beta
inhalasi kerja cepat, pasien dapat juga menunjukkan gejala
asma kronik walau sedang menjalani pengobatan berganda.

♣ ASMA PARAH AKUT

• Asma yang tidak terkontrol dapat berlanjut menjadi dimana


inflamasi, edema jalan udara, akumulasi mukus berlebihan,
dan bronkospasmus parah menyebabkan penyempitan jalan
udara yang serius yang tidak responsif terhadap trapi
bronkhodilator biasa.

• Pasien mungkin mengalami kecemasan dan mengeluhkan


dispnea parah, nafas pendek, sempit dada atau rasa
terbakar. Mereka mungkin hanya dapat mengatakan
beberapa kata dalam satu nafas. Gejala tidak responsif
terhadap penanganan yang biasa.

• Tanda termasuk bunyi yang terdengar dengan auskultasi


saat inspirasi dan ekspirasi, batuk kering yang berulang,
takhipnea, kulit pucat dan kebiruan dan dada yang
mengembang disertai dengan retraksi interkostal dan
supraklavila. Bunyi nafas dapat hilang bila obstruksi sangat
parah.

H. TERAPI

 Terapi non farmakologi

Pasien harus memainkan peran aktif dalam terapi mereka. Kerjasama


antara penyedia perawatan kesehatan-pasien sangat penting untuk
keberhasilan setiap rencana pengobatan. Tujuan untuk pengobatan asma
harus dibagi dengan pasien dan keluarga, dan pasien dan penyedia layanan
kesehatan bersama harus setuju pada tujuan pribadi pasien pengobatan.

Pasien harus memahami peran kontrol jangka panjang dan obat-


obatan bantuan cepat dalam rencana pengobatan asma mereka. Pentingnya
pemahaman asma sebagai penyakit kronis dan perlu pengobatan sehari-
hari dengan obat kontrol jangka panjang harus ditekankan. Selain itu,
pentingnya penggunaan yang tepat dari perangkat pengiriman obat harus
terus menerus diperkuat. Pendidikan dasar harus diberikan selama
beberapa kunjungan dengan penyedia layanan kesehatan

Penghindaran Faktor Risiko

Pasien yang merokok harus benar-benar didorong untuk berhenti.


Merokok mengurangi efektivitas inhalasi kortikosteroid dan dapat memicu
respons asma akut. Semua pasien juga harus menghindari perokok pasif.
Orang tua dari anak-anak dengan asma harus dianjurkan untuk tidak
merokok di rumah dan tidak membiarkan orang lain merokok di rumah.
Penderita juga harus menghindari kegiatan di luar ruangan ketika udara
buruk dan menghindari terpapar iritasi lain seperti hairspray, cat, asap
knalpot, dan asap dari api manapun.

 Terapi farmakologi

1. Beta2-adrenergik Agonis

β2-Agonis rileks otot saluran napas langsung merangsang β2-adrenergik


receptors. β2-Agonis juga meningkatkan mukosiliar clearance dan menstabilkan
membran sel mast. Inhalasi, oral,dan bentuk dosis suntik yang tersedia, dan
inhalasi yang bentuk sediaan yang paling sering digunakan. Oral β2-agonis tidak
boleh digunakan pada asma akut karena timbulnya tertunda tindakan
dibandingkan dengan route.
Inhalasi-agonis β2 diklasifikasikan sebagai baik pendek atau panjang-bertindak
berdasarkan durasi tindakan β2-Agonis.

- Inhalasi Beta2-Agonis Bertindak pendek

Inhalasi b2-agonis yang bertindak pendek adalah yang paling efektif agen untuk
membalikkan penyumbatan saluran napas akut yang disebabkan oleh
bronkokonstriksi dan merupakan obat pilihan untuk mengobati asma akut parah
dan gejala asma kronis.

- Inhalasi Beta2-Agonis Bertindak panjang


Salmeterol dan formoterol adalah inhalasi β2-agonis bertindak panjang
yang memberikan hingga 12 jam pembesaran bronchi setelah satu dosis.
Kedua agen disetujui untuk pencegahan kronis gejala asma. Salmeterol
adalah agonis parsial dengan onset kerja sekitar 30 menit. Karena ini onset
tertunda tindakan, pasien harus diperingatkan untuk tidak membuat
menggunakan salmeterol sebagai obat bantuan cepat. Formoterol adalah
penuh agonis yang memiliki onset kerja yang serupa dengan albuterol,
tetapi saat ini tidak.

2. Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah agen anti-inflamasi paling ampuh tersedia untuk
pengobatan asma. Kemanjuran kortikosteroid ini disebabkan kemampuan
mereka untuk mempengaruhi beberapa inflamasi jalur, sehingga dalam
penindasan aktivasi sel inflamasi dan fungsi, pencegahan kebocoran
mikrovaskuler, penurunan produksi lendir, dan upregulation dari receptors.
Klinis β2-adrenergik kortikosteroid menurunkan saluran peradangan napas ,
AHR penurunan, penurunan produksi dan lendir sekresi, dan meningkatkan
respon terhadap β2-agonists. Kortikosteroid untuk pengobatan asma yang
tersedia di inhalasi, oral, dan suntik dosis bentuk.

- Kortikosteroid Inhalasi
Pada asma persisten, kortikosteroid inhalasi menyediakan yang paling
kontrol komprehensif dari proses inflamasi dan batu penjuru terapi
- Kortikosteroid sistemik
kortikosteroid sistemik yang efektif karena keduanya jangka panjang
pengendalian dan penyelamatan obat, namun karena potensi untuk efek
samping yang serius, kortikosteroid sistemik seharusnya hanya digunakan
untuk pengendalian jangka panjang asma pada pasien yang telah gagal terapi
lain. Serius merugikan efek meliputi penekanan hipotalamus-hipofisis-
adrenal, retardasi pertumbuhan, osteoporosis, nekrosis aseptik dari tulang,
gangguan kejiwaan, natrium dan air retensi, hiperkalemia, hiperglikemia,
imunosupresi, gangguan penyembuhan luka, glaukoma, posterior
subcapsular katarak, kulit menipis dan mudah memar, pusat redistribusi
lemak, dan bulan fasies.

 Pencegahan

Pengobatan profilaksis dianggap merupakan cara pengobatan yang


paling rasional, karena sasaran obat-obat tersebut langsung pada faktor-
faktor yang menyebabkan bronkospasme.

Pada umumnya pengobatan profilaksis berlangsung dalam jangka


panjang, dengan cara kerja obat sebagai berikut :
a. Menghambat pelepasan mediator.
b. Menekan hiperaktivitas bronkus.

Hasil yang diharapkan dari pengobatan profilaksis adalah :


a. Bila mungkin bisa menghentikan obat simptomatik.
b. Menghentikan atau mengurangi pemakaian steroid.
c. Mengurangi banyaknya jenis obat dan dosis yang dipakai.
d.Mengurangi tingkat keparahan penyakit, mengurangi frekwensi serangan
dan meringankan beratnya serangan

Obat profilaksis yang biasanya digunakan adalah :


a. Steroid dalam bentuk aerosol.

b. Disodium Cromolyn.

c. Ketotifen.

d. Tranilast

I. STUDI KASUS

Krist, seorang ibu muda dengan 2 orang anak bekerja pada


sebuah toko swalayan. Minggu lali membeli seekor kucing
cantik. Beberapa hari ini ia mengeluh nafasnya berbunyi. Ia
menderita asma selama beberapa tahun, tetapi hamper tidak
pernah mengalami masalah serius karena selalu menggunakan
Inhaler secara teratur. Ia menyadari kaalu asma tidak dikontrol
dengan baik akan menimbulkan masalah seris pada dirinya.
Akan tetapi kali ini ia dibawa ke bgn emergensi rumah sakit oleh
suaminya karena selama beberapa jam ini mengalami susah
bernafas, ia juga bingung dan disorientasi.

Diagnosa : Asma akut karena allergen

Rencana : masuk rumah sakit, terapi O2 aliran tinggi,


salbulamol nebulizer, oral prednisone

Riwayat obat : salbutamol 1 atau 2 semprotan 3 – 4 x


sehari bila diperlukan, salmeterol 2 semprotan 2x sehari,
Beclometason 2 semprotan 2 x sehari secara teratur.
Pertanyaan:
1. Apa Pencetur asma orang ini? Mengapa demikian? Apa
resikonya bagi pasien bila tidak cepat ditangani ? apa pula factor
yang memperbesar resiko penyakit ini?
2. Jelaskanlah logika pengobatan diatas sesuai dengan keluhan
pasien dan mekanisme kerja obat2nya! Mengapa tidak diberikan
antihistamin?

3. Identifikasilag DRP pada kasus ini bila ada !

4. Apa sasaran pengobatan pasien ini?

5. Apa saja interfensi anda agar fungsi pelayanan farmasi anda


terpenuhi sesuai dengan rencana pengobatan pasien ini?
Jelaskanlah dengan alasan yang sesuai!

JAWABAN
1. Pencetus asma pasien : allergen yaitu bulu kucing.
Pencetus asma bisa di kelompokkan kepada dua kelompok yaitu
penyempitan saluran nafas dan inflamasi. Pada pasien ini berarti
tejadi inflamasi. Dimana pasien yang alergi terhadap bulu kucing
akan mengalami reaksi inflamasi sebagai berikut.

Allergen yang masuk untuk pertama kalinya tidak akan akan


menimbukan reaksi alergi, tetapi tubuh membuat antibody
tertentu yang akan belkerja jika tubuh terpapar lagi dengan zat
yang sama. Pada paparan kedua antibody yang terdapat di
permukaan sel mast akan bereaksi dengan antigen (bulu
kucing ) dan sel mas akan pecah dan menghasilkan agen
inflmasi seperti histamine, sitokin, leukotrien, eosinofil, neutrofil,
faktor kemotaksis, leukotrien C4, D4 dan E4, prostaglandin,
platelet activating factor. yang menyebabkan bronkokontriksi
(asma).

Resiko bagi pasien yang tidak cepat ditangani: bisa


menyebabkan syok atau kematian karena kurangnya asupan O2
yang dibutuhkan tubuh.

Faktor yang memperbesar resiko penyakit


- Infeksi virus saluran nafas (yang paling sering adalah
rhinovirus, virus yang lainnya adalah :syncytial virus,
parainfluenza virus, coronavirus, dan influenza virus)
- Faktor lingkungan dan pekerjaan (ozone, sulfur dioksid, dan
komponen umum dari polusi udara)

- Faktor stress, depresi dan psikososial

- Rhinitis dan sinusitis

- gastroesophageal reflux disease

- hormone wanita

- makanan, obat-obatan dan additive (Dipiro, 2008)

2. Logika pengobatan sesuai dengan keluhan dan gejala

a. Pengobatan sebelumnya

- Salbutamol 1 atau 2 semprotan 3-4 kali sehari bila diperlukan


Salbutamol adalah agonis b2 yang bekerja cepat, digunakan
dalam keadaan serangan. Pada pasien ini tepat digunakan
salbutamol dengan bentuk sediaan inhalasi. Karena obat lebih
cepat bekerja dan efek samping juga lebih sedikit.
- Salmeterol 2 semprotan 2x sehari. Merupakan agonis beta
kerja lama yang digunakan untuk pengobatan asma jangka
lama. Tidak bisa digunakan saat serangan.
- Beclametason 2 semprotan 2 kali sehari secara teratur.
Merupakan antiinflasmi yang bekerja dengan menghambat
enzim fosforilase sehingga agen inflamasi tidak terbentuk.
Bentuk sediaan inhalasi membuat obat bekerja lebih cepat dan
efek samping lebih sedikit.

b. Rencana terapi :

- Terapi O2 aliran tinggi : pasien yang dalam keadaan akut


memang harus menggunakan O2. Karena tujuan terapi yang
utama untuk akut adalah mengatasi hipoksemia, memperbaiki
obstruksi udara dengan segera. Jadi penggunaan O2 adalah di
anjurkan.

- Salbutamol nebulizer: salbutamol merupakan agonis B2 yang


bekerja cepat. Penggunaan obat merupakan pilihan utama untuk
pasien asma akut. Digunakan inhalasi selama 60 menit. Jika
tidak ada perubahan pada awal penggunaan, maka perlu
diberikan kortikosteroid.

- Oral prednison : penggunaan kortikosteroid oral memang di


anjurkan untuk pasien yang menderita asma akut setelah
pemberian inhalasi B2 agonis kerja cepat tidak memperbaiki
gejala saat obat diberikan. Menurut pendapat saya pemberian
steroid oral pada pasien ini memang perlu karena sebelumnya
pasien telah diberikan agonis B saat serangan, berarti sekarang
dengan agonis B2 saja tidak mencukupi untuk melancarkan
pernapasan pasien, maka perlu ditambahkan kortikosteroid
Kenapa tidak dipilih bentuk iv...? Menurut dipiro penggunaan iv
tidak memberikan manfaat yang lebih baik dibandingkan oral.

Artinya sama saja digunakan oral atau iv.

- Jika antihistamin diberikan sebelum paparan, antihistamin


tersebut memang akan bermanfaat, sehingga mencegah
terjadinya reaksi inflamasi. Kalau pada kasus ini, pasien telah
terpapar dengan antigen. Sehingga pasien tidak perlu diberikan
antihistamin. Selain itu pasien juga telah diberikan kortikosteroid
yang bekerja menghambat fosfolipase A. Jika terpapar lagi
dengan antigen maka kortikosteroid akan bekerja menghambat
pembentukan asam arachidonat dan juga menghambat
pelepasan mediator inflamasi (histamin, netrofil, kemotaksis dll).
Jika tetap diberikan antihismin,,,pertanyaannya adalah :
histamin yang mana yang akan dihambatnya,...? sedangkan
yang histamin sendiri telah dihambat pembentukannya oleh
kortikosteroid. Berdasarkan hal ini, bisa disimpulkan bahwa
pemberian antihistamin sia-sia saja. Dan pemberian antihistamin
ini hanya akan menambah biaya dan efek samping yang
ditimbulkan kepada si pasien.

3. DRP

- Menurut pendapat saya obat yang diberikan pada pasien ini


telah tepat. Karena kalau dari gejala yang dirasakan pasien
(bingung dan disorientasi), menandakan ia mengalami serangan
asma akut yang parah. Jadi tidak masalah kalau di obati dengan
O2, agonis beta dan kortikosteroid. Dari kasus ini ada data yang
kurang, yaitu berapa FEV dan FVC nya. Dengan mengetahui ini
bisa ditentukan tingkat serangan asmanya dan bisa dipih obat
berdasrkan tingkat keparahan serangan. Berdasarkan gejala
pada kasus ini saya kelompokkan pasien ini pada serangan
asma akut berat.

- Yang juga harus diperhatikan disini adalah efek samping yang


timbul selama menggunakan kortikosteroid. Penggunaannya
harus dibatasi selama 2 minggu. Dan jika harus digunakan untuk
jangka lama, maka pilihlah dosis terkecil yang memberkan efek.

4. Sasaran

- Perbaikan hipoksemia signifikan

- Pembalikan secara cepat obstruksi jalan udara (dalam hitungan


menit)

- Mengurangi kemungkinan obstruksisaat yang parah timbul


kembali
- Mengembangkan rencana aksi tertulis untuk penangan
serangan asma akut di rumah.
5. Interfensi farmasi

Peranan farmasi pada kasus ini adalah memberikan informasi


kepada pasien dan juga keluarganya a.l:

- Menjelaskan kepada pasien tentang sejarah penyakit, gejala-


gejala dan faktor pencetus asma.

- Bagaimana mengenal serangan asma dan tingkat


keparahannya, serta hal apa yang harus dilakukan jika serangan
terjadi.

- Upaya pencegahan asma berbeda pada masing-masing


individu. Yaitu dengan mengenali faktor pencetusnya seperti
olahraga, makanan, merokok, alergi, penggunaan obat tertentu,
stres dan polusi. Pastikan pasien mengerti kenapa harus
menghindari faktor-faktor yang dapat memicu gejala asma.
- Menjelaskan kepada pasien bagaimana cara menggunakan
obat kepada pasien dan keluarga pasien.

J. MONITORING

1. Menilai pasien gejala dan riwayat paparan faktor risiko. Untuk pasien baru
mendapatkan riwayat kesehatan rinci termasuk:

• lalu riwayat kesehatan, khususnya sejarah pernafasan kondisi

• Imunisasi status (pneumokokus dan influenza)

• Riwayat keluarga PPOK atau pernafasan kronis penyakit

• Sejarah eksaserbasi atau rawat inap sebelumnya untuk


gangguan pernapasan
• Dampak penyakit pada kehidupan pasien, termasuk
pembatasan-pembatasan kegiatan, kerja tidak terjawab, dan
perasaan depresi atau kecemasan

2. pengukuran spirometri Mendapatkan untuk menilai keterbatasan aliran


udara dan bantuan dalam klasifikasi keparahan dan keputusan
pengobatan. Mengukur gas darah arteri jika FEV1 kurang dari 40%
diprediksi atau jika pasien memiliki tanda klinis mengarah pada gagal
pernafasan atau gagal jantung kanan.

3. Mendapatkan sejarah menyeluruh resep, non-resep, dan menggunakan


suplemen diet. Menilai inhaler teknik dan kepatuhan terhadap regimen
pengobatan. Minta pasien tentang efektivitas obat-obatan untuk
mengendalikan gejala dan efek samping.

4. Meminta pengguna tembakau saat ini tentang kuantitas harian, lalu


berhenti usaha, dan kesiapan saat ini untuk berhenti.

5. Desain rencana terapeutik termasuk modifikasi gaya hidup (Misalnya,


berhenti merokok) dan terapi obat yang optimal. Mempertimbangkan
kebutuhan rehabilitasi paru, terapi oksigen, dan / atau operasi.

a. Menyediakan pendidikan pasien tentang keadaan penyakit dan


rencana terapeutik:

• PPOK adalah dan perjalanan alami penyakit

• Merokok penghentian konseling

• Peran olahraga teratur dan makan sehat


• Bagaimana dan kapan untuk mengambil obat; pentingnya
kepatuhan rencana pengobatan, efek samping dan bagaimana
meminimalkan mereka

• Tanda dan gejala eksaserbasi dan apa yang harus dilakukan jika
terjadi

6. Tentukan masa tindak lanjut berdasarkan status pasien dan kebutuhan


(biasanya 3 sampai 6 bulan).

7. Kunjungan tindak lanjut harus mencakup:

• Penilaian penggunaan tembakau dan / atau berhenti mencoba

• Penilaian perubahan gejala. Mendapatkan spirometri jika ada


peningkatan substansial dalam gejala atau komplikasi

• Tinjauan terapi obat (dosis, kepatuhan, inhaler teknik, efektivitas,


efek samping, dan obat interaksi)

• Evaluasi eksaserbasi, keparahan frekuensi, dan kemungkinan


penyebab

8. Lakukan spirometri setidaknya setiap tahun untuk menilai kemajuan


penyakit.

9. Memberikan vaksinasi influensa tahunan.

10. Menilai inhaler teknik pada setiap kunjungan. Apakah pasien


menunjukkan penggunaan yang tepat dari setiap perangkat menggunakan
placebo inhaler atau inhaler pribadi. penggunaan yang tepat dari perangkat
ini penting untuk keberhasilan terapi.

You might also like