You are on page 1of 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Subarachnoid hemorrhage (SAH) atau perdarahan subarachnoid (PSA)


menyiratkan adanya darah didalam ruang subarachnoid akibat beberapa proses patologis.
Penggunaan istilah medis umum SAH merujuk kepada tipe perdarahan non-traumatik,
biasanya berasal dari ruptur aneurisma Berry atau arteriovenous malformation
(AVM)/malformasi arteriovenosa (MAV).1

Insiden tahunan PSA aneurisma non-traumatik adalah 6-25 kasus per 100.000.
Lebih dari 27.000 orang Amerika menderita ruptur aneurisma intrakranial setiap tahunnya.
Insiden tahunan meningkat seiring dengan usia dan mungkin dianggap remeh karena
kematian dihubungkan dengan penyebab lain yang tidak dapat dipastikan dengan autopsi.
Beragam insiden PSA telah dilaporkan pada daerah lain di dunia (2-49 kasus per
100.000).1

insidennya 62% pendarahan subarachnoid timbul pertama kali pada 40-60 tahun.
Pecahnya pembuluh darah bisa terjadi pada usia berapa saja, tetapi paling sering
menyerang usia 25-50 tahun. Perdarahan subaraknoid jarang terjadi setelah suatu cedera
kepala. Pada MAV laki-laki lebih banyak daripada wanita.2

1.2 Mortalitas / Morbiditas

Diperkirakan 10-15% pasien meninggal sebelum akhirnya sampai di rumah sakit.


Angka mortalitas meningkat sebesar 40% dalam minggu pertama. Sekitar setengahnya
meninggal dalam 6 bulan pertama. Angka mortalitas dan morbiditas meningkat seiring
usia dan perburukan keseluruhan kesehatan pasien. Kemajuan dalam manajemen PSA
telah menghasilkan pengurangan relatif pada angka mortalitas yang melebihi 25%.
Bagaimanapun, lebih dari 1/3 yang selamat memiliki defisit neurologis mayor.1

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan tiba-tiba ke dalam rongga diantara otak


dan selaput otak (rongga subaraknoid).2 diantara lapisan dalam (pia mater) dan lapisan
tengah (arachnoid mater) para jaringan yang melindungan otak (meninges).3 Subarachnoid
hemorrhage adalah gangguan yang mengancam nyawa yang bisa cepat menghasilkan cacat
permanen yang serius. Hal ini adalah satu-satunya jenis stroke yang lebih umum diantara
wanita.3

2.2 Anatomi 2

Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meninges. Lapisan luarnya adalah


pachymeninx atau duramater dan lapisan dalamnya, leptomeninx, dibagi menjadi
arachnoidea dan piamater.

2
• Duramater

Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat dengan
suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal). Kedua lapisan dural yang
melapisi otak umumnya bersatu, kecuali di tempat di tempat dimana keduanya berpisah
untuk menyediakan ruang bagi sinus venosus (sebagian besar sinus venosus terletak di
antara lapisan-lapisan dural), dan di tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat di
antara bagian-bagian otak.

• Arachnoidea

Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya
terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia menutupi
spatium subarachnoideum yang menjadi liquor cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis
dan dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa yang membentuk suatu
anyaman padat yang menjadi system rongga-rongga yang saling berhubungan.

Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan piamater yang secara
relative sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer cerebrum, namun rongga tersebut
menjadi jauh bertambah lebar di daerah-daerah pada dasar otak. Pelebaran rongga ini
disebut cisterna arachnoidea, seringkali diberi nama menurut struktur otak yang
3
berdekatan. Cisterna ini berhubungan secara bebas dengan cisterna yang berbatasan
dengan rongga sub arachnoid umum.

• Piamater

Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi


permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,fissure dan sekitar pembuluh darah di
seluruh otak. Piamater juga membentang ke dalam fissure transversalis di abwah corpus
callosum. Di tempat ini pia membentuk tela choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis,
dan bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh darah choroideus untuk
membentuk pleksus choroideus dari ventrikel-ventrikel ini. Pia dan ependim berjalan di
atas atap dari ventrikel keempat dan membentuk tela choroidea di tempat itu.

2.3 Etiologi

Perdarahan subarachnoid secara spontan sering berkaitan dengan pecahnya


aneurisma (85%), kerusakan dinding arteri pada otak. Dalam banyak kasus PSA
merupakan kaitan dari pendarahan aneurisma. Penelitian membuktikan aneurisma yang
lebih besar kemungkinannya bisa pecah. Selanjunya 10% kasus dikaitkan dengan non
aneurisma perimesencephalic hemoragik, dimana darah dibatasi pada daerah otak tengah.
Aneurisma tidak ditemukan secara umum. 5% berikutnya berkaitan dengan kerusakan
rongga arteri, gangguan lain yang mempengaruhi vessels, gangguan pembuluh darah pada
sum-sum tulang belakang dan perdarahan berbagai jenis tumor.2

PSA primer dapat muncul dari ruptur tipe kesatuan patologis berikut ini (2 yang
pertama adalah yang tersering): 1

• Aneurisma sakular
• MAV
• Ruptur aneurisma mikotik
• Angioma
• Neoplasma
• Trombosis kortikal
• PSA dapat mencerminkan diseksi sekunder darah dari hematom intraparenkim (misal
perdarahan dari hipertensi atau neoplasma)
• 2/3 kasus PSA non-traumatik disebabkan ruptur aneurisma sakular
4
• Penyebab kongenital mungkin bertanggung jawab untuk PSA

o Kejadian familial sesekali

o Frekuensi aneurisma multipel

o Hubungan aneurisma dengan penyakit sistemik tertentu termasuk sindroma


Ehlers-Danlos, sindroma Marfan, coarctatio aorta, dan penyakit ginjal
polikistik

• Faktor lingkungan yang dihubungkan dengan defek dinding pembuluh darah dapatan
termasuk usia, hipertensi, merokok dan artrosklerosis.

2.4 Patofisiologi 2

Aneurisma merupakan luka yang yang disebabkan karena tekanan hemodinamic


pada dinding arteri percabangan dan perlekukan. Saccular atau biji aneurisma
dispesifikasikan untuk arteri intracranial karena dindingnya kehilangan suatu selaput tipis
bagian luar dan mengandung faktor adventitia yang membantu pembentukan aneurisma.
Suatu bagian tambahan yang tidak didukung dalam ruang subarachnoid.

Aneurisma kebanyakan dihasilkan dari terminal pembagi dalam arteri karotid


bagian dalam dan dari cabang utama bagian anterior pembagi dari lingkaran wilis. Selama
25 tahun John Hopkins mempelajari otopsi terhadap 125 pasien bahwa pecah atau tidaknya
aneurisma dihubungkan dengan hipertensi, cerebral atheroclerosis, bentuk saluran pada
lingkaran wilis, sakit kepala, hipertensi pada kehamilan, kebiasaan menggunakan obat
pereda nyeri, dan riwayat stroke dalam keluarga yang semua memiliki hubungan dengan
bentuk aneurisma sakular.

2.5 Gejala 3

Sebelum pecah aneurysm biasanya tidak menyebabkan gejala-gejala sampai


menekan saraf atau bocornya darah dalam jumlah sedikit, biasanya sebelum pecahnya
besar (yang menyebabkan sakit kepala). Kemudian menghasilkan tanda bahaya, seperti
berikut di bawah ini :

o Sakit kapala, yang bisa tiba-tiba tidak seperti biasanya dan berat (kadangkala disebut
sakit kepala thunderclap).

5
o Nyeri muka atau mata.

o Penglihatan ganda.

o Kehilangan penglihatan sekelilingnya.

Tanda bahaya bisa terjadi hitungan menit sampai mingguan sebelum pecah. Orang
harus melaporkan segala sakit kepala yang tidak biasa kepada dokter dengan segera.
Pecahnya bisa terjadi karena hal yang tiba-tiba, sakit kepala hebat yang memuncak dalam
hitungan detik. Hal ini seringkali diikuti dengan kehilangan kesadaran yang singkat.
Hampir separuh orang yang terkena meninggal sebelum sampai di rumah sakit. Beberapa
orang tetap dalam koma atau tidak sadar. Yang lainnya tersadar, merasa pusing dan
mengantuk. Mereka bisa merasa gelisah. Dalam hitungan jam atau bahkan menit, orang
bisa kembali menjadi mengantuk dan bingung. Mereka bisa menjadi tidak bereaksi dan
sulit untuk bangun. Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan cerebrospinal disekitar otak
melukai lapisan pada jaringan yang melindungi otak (meninges), menyebabkan leher kaku
sama seperti sakit kepala berkelanjutan, sering muntah, pusing, dan rasa sakit di punggung
bawah. Frekwensi naik turun pada detak jantung dan bernafas seringkali terjadi,
kadangkala disertai kejang.

Sekitar 25% orang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan kerusakan pada


bagian spesifik pada otak, seperti berikut di bawah ini :

o Kelelahan atau lumpuh pada salah satu bagian tubuh (paling sering terjadi).

o Kehilangan perasa pada salah satu bagian tubuh.

o Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa (aphasia).

Gangguan hebat bisa terjadi dan menjadi permanen dalam hitungan menit atau jam.
Demam adalah hal yang biasa selama 5 sampai 10 hari pertama.

2.6 Diagnosa dan Penatalaksanaan

Anamnesa 1

o Nyeri kepala

 Pasien mengalami onset mendadak nyeri kepala yang hebat.

6
 Nyeri kepala prodromal (peringatan) dari kebocoran darah kecil (ditunjuk
sebagai nyeri kepala sentinel) dilaporkan pada 30-50% aneurisma PSA.

 Nyeri kepala sentinel dapat muncul beberapa jam sampai beberapa


bulan sebelum ruptur, dengan nilai tengah yang dilaporkan adalah 2
minggu sebelum diagnosa PSA.

 Kebocoran kecil umumnya tidak memperlihatkan tanda-tanda


peningkatan tekanan intrakranial (TIK) atau rangsang meningeal.

 Kebocoran kecil bukanlah gambaran MAV.

 Lebih dari 25% pasien mengalami kejang mendekati onset akut; lokasi
pusat kejang tidak ada hubungannya dengan lokasi aneurisma.

 Mual dan/atau muntah

 Gejala rangsang meningeal (misal kaku kuduk, low back pain, nyeri tungkai
bilateral): ini terlihat pada lebih dari 75% kasus PSA, namun kebanyakan
membutuhkan waktu berjam-jam untuk terbentuk.

 Fotofobia dan perubahan visus

 Hilangnya kesadaran; sekitar setengah pasien mengalami hal ini ketika onset
perdarahan.

Pemeriksaan Fisik1

Temuan pada pemeriksaan fisik bisa jadi normal, atau dokter mungkin menemukan
beberapa hal berikut:

o Kelainan neurologis global atau fokal pada lebih dari 25% pasien

o Sindroma kompresi nervus kranialis

 Kelumpuhan nervus okulomotorius (aneurisma arteri komunis posterior)


dengan atau tanpa midriasis ipsilateral.

 Kelumpuhan nervus abdusens

7
 Hilangnya penglihatan monokuler (aneurisma arteri oftalmika menekan nervus
optikus ipsilateral)

o Defisit motorik dari aneurisma arteri serebral media pada 15% pasien

o Tidak ada tanda-tanda lokal pada 40% pasien

o Kejang

o Tanda-tanda oftalmologis

 Perdarahan retina subhyaloid (perdarahan bulat kecil, mungkin terlihat


miniskus, dekat dengan pangkal nervus optikus), perdarahan retina lainnya.

 Edema papil

o Tanda – tanda vital

 Sekitar setengah pasien memiliki peningkatan tekanan darah (TD) ringan


sampai sedang.

 TD menjadi labil seiring meningkatnya TIK.

 Demam tidak biasa pada awalnya namun umum setelah hari keempat dari
gangguan darah didalam ruang subarachnoid.

 Takikardi mungkin muncul selama beberapa hari setelah kejadian perdarahan.

o Tingkatan PSA berdasarkan skema berikut:

 Grade I – nyeri kepala ringan dengan atau tanpa rangsang meningeal

 Grade II – nyeri kepala hebat dan pemeriksaan non-fokal, dengan atau tanpa
midriasis

 Grade III – perubahan ringan pada pemeriksaan neurologis, termasuk status


mental

 Grade IV – pastinya penekanan tingkat kesadaran atau defisit fokal

 Grade V – posturisasi pasien atau koma


8
Studi Laboratorium4

• Jumlah sel darah lengkap

• Prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT)

• Pemeriksaan golongan darah

 Pemeriksaan golongan darah diindikasikan ketika PSA teridentifikasi atau


diduga ada perdarahan hebat.
 Transfusi intra operatif mungkin dibutuhkan
 Troponin I (cTnI): pengukuran cTnI adalah alat prediksi yang sangat hebat
pada kemunculan komplikasi pulmonal dan kardial, namun cTnI tidak
membawa nilai prognosis tambahan untuk hasil akhir klinis pada pasien dengan
aneurisma PSA.
Studi Pencitraan4
• Pilihan studi awal adalah CT-scan urgensi tanpa zat kontras

Brain CT scan showing subtle


finding of blood at the area of
the circle of Willis consistent
with acute subarachnoid
hemorrhage.

• Sensitivitas menurun seiring dengan waktu onset dan dengan resolusi scanner yang
lebih tua.
• Pada satu studi yang dipublikasikan New England Journal of Medicine, CT scan yang
berkualitas baik mengungkapkan PSA pada 100% kasus dalam 12 jam onset dan 93%
dalam 24 jam onset. Studi tradisional lainnya melaporkan sensitivitas 90-95% dalam
24 jam onset perdarahan, 80% dalam 3 hari, dan 50% dalam 1 minggu.

9
• CT scan juga dapat mendeteksi perdarahan intraserebral, pengaruh massa, dan
hidrosefalus.
• CT scan negatif palsu dapat dihasilkan dari anemia berat atau PSA volume kecil.
• Distribusi PSA dapat menyediakan informasi tentang lokasi aneurisma dan prognosis.
 Perdarahan intraparenkim dapat muncul dengan aneurisma arteri komunikan
media dan arteri komunikan posterior. Perdarahan intrahemisfer dan
intraventrikular dapat muncul dengan aneurisma arteri komunis posterior.
 Hasil akhir menjadi buruk pada pasien dengan bekuan luas pada cisterna basalis
dibandingkan mereka dengan perdarahan tipis yang difus.
• Angiografi serebral dilakukan ketika diagnosa PSA sudah dibuat.
 Studi ini menilai hal-hal berikut:
 Anatomi vaskular
 Tempat perdarahan terbaru
 Kehadiran aneurisma lainnya
 Studi ini membantu merencanakan pilihan operasi.
 Temuan angiografi negatif pada 10-20% pasien dengan PSA.
 Jika negatif, beberapa menganjurkan untuk angiografi ulangan beberapa
minggu kemudian.
• MRI jika tidak ditemukan lesi pada angiografi.
 Sensitivitasnya dalam mendeteksi darah dianggap sama atau lebih rendah
dibanding CT scan.
 Biaya lebih tinggi, availabilitas lebih rendah, dan waktu studi yang lebih lama
menjadikannya kurang optimal untuk mendeteksi PSA.
 MRI seringnya digunakan untuk mendeteksi kemungkinan MAV yang tidak
terlihat pada angiografi.
 MRI dapat kehilangan lesi simtomatik kecil yang belum ruptur.
 Magnetic resonance angiography (MRA) kurang sensitif dibandingkan
angiografi dalam mendeteksi lesi vaskular; bagaimanapun banyak yang percaya
angiografi CT dan/atau MRA akan memainkan peranan yang lebih terpusat
suatu hari nanti.
 Multidetector computed tomography angiography (MD-CTA) pada pembuluh
darah intrakranial sekarang ini merupakan pemeriksaan rutin, digabungkan

10
seutuhnya kedalam algoritma pencitraan dan perawatan pada pasien dengan
PSA akut di banyak pusat studi di Inggris dan Eropa. *Pengurangan-digital
angiografi serebral telah menjadi kriteria standar untuk mendeteksi aneurisma
serebral, namun angiografi CT lebih populer dan sering digunakan berdasar
pada sifat non-invasifnya dan; sensitifitas dan spesifitas dapat dibandingkan
dengan angiografi serebral.
Tes Lainnya4
• EKG
 Sekitar 20% kasus PSA memiliki iskemik miokard akibat peningkatan sirkulasi
katekolamin.
 Hasil khusus adalah ST non-spesifik dan perubahan gelombang-T, segmen
QRS memanjang, gelombang U, dan peningkatan interval QT.
 Perubahan EKG mencerminkan iskemik miokard atau infark dan harus diobati
dengan cara biasa. Dugaan PSA kontraindikasi untuk terapi trombolitik dan
antikoagulan.
Prosedur4
• Lumbal Punksi
 Punksi lumbal diindikasikan jika pasien memiliki kemungkinan PSA dan
temuan CT-scan negatif.
 Melakukan CT scan sebelum punksi lumbal untuk menyingkirkan efek massa
intrakranial penting atau perdarahan intrakranial yang nyata.
 Punksi lumbal bisa jadi negatif jika dilakukan kurang dari 2 jam setelah
perdarahan; punksi lumbal paling sensitif pada 12 jam setelah onset gejala.
 Sel darah merah pada cairan serebrospinal meningkat secara konsisten dalam 2
contoh tabung pada PSA, dimana jumlah sel darah merah pada trauma punksi
secara teknis menurun seiring berjalannya waktu.
 Xanthochromia (supernatan cairan serebrospinal kuning-merah muda) biasanya
terlihat 12 jam setelah onset perdarahan; idealnya diukur secara spektrografis
walaupun banyak laboratorium bersandar pada inspeksi visual.
 Temuan punksi lumbal disangka positif pada 5-15% dari seluruh gambaran
PSA yang tidak jelas pada CT-scan. Angka ini mungkin tidak lagi valid dengan
kehadiran generasi baru CT scan. Tabel retrospektif kecil akhir-akhir ini
meninjau ulang tentang pasien pada bagian emergensi yang mengalami
11
generasi kelima CT-scan dan punksi lumbal; menunjukkan tidak ada pasien
dengan lumbal punksi positif dan CT scan negatif.

2.7 Diagnosa Banding

• Ensefalitis
• Cluster headache
• Migraine headache
• Emergensi hipertensif
• Meningitis
• Stroke hemoragik
• Stroke iskemik
• Arteritis temporal
• Transient Ischemic Attack

2.8 Pengobatan1

Perawatan pra-rumah sakit


• Menilai prosedur ABC
• Triase dan pindahkan pasien dengan tingkat kesadaran berubah atau pemeriksaan
neurologis abnormal ke pusat medis terdekat yang memiliki CT scan dan bedah saraf.
• Idealnya, diarahkan untuk mencegah sedasi pada pasien ini.
Perawatan departemen emergensi
• Pada pasien yang diduga dengan PSA grade I atau II, perawatan departemen emergensi
dibatasi pada diagnosa dan terapi suportif.
 Identifikasi awal nyeri kepala sentinel merupakan kunci untuk mengurangi
angka mortalitas dan morbiditas.
 Penggunaan sedasi dengan bijaksana.
 Amankan akses intravena selama menetap di departemen emergensi dan pantau
status neurologis pasien.
• Pada pasien dengan PSA grade III, IV, atau V (misal, pemeriksaan neurologis
berubah), perawatan departemen emergensi lebih luas.
 Menilai prosedur ABC
12
 Intubasi endotrakeal pada pasien melindungi dari aspirasi yang disebabkan oleh
refleks proteksi saluran nafas yang tertekan.
 Intubasi untuk hiperventilasi pasien dengan tanda-tanda herniasi:
 Thiopental dan etomidate adalah agen induksi optimal pada PSA selama
intubasi. Thiopental bekerja singkat dan memiliki efek sitoprotektif barbiturat.
Thiopental harusnya hanya digunakan pada pasien hipertensi karena
kecenderungannya menurunkan tekanan darah sistolik, yang merupakan
penyebab cedera otak sekunder. Pada pasien hipotensi dan normotensi,
gunakanlah etomidate.
 Gunakan rangkaian intubasi cepat jika memungkinkan. Pada prosesnya, untuk
mengurangi peningkatan TIK, idealnya gunakanlah sedasi, defasikulasi, blok
neuromuskular kerja-singkat, dan agen lain dengan kemampuan mengurangi-
TIK (seperti lidokain intravena).
 Hindari hiperventilasi berlebihan atau hiperventilasi yang tidak mencukupi.
Target pCO2 adalah 30-35 mmHg untuk mengurangi peningkatan TIK.
Hiperventilasi berlebihan mungkin membahayakan daerah yang mengalami
vasospasme.
 Cegah sedasi berlebihan, yang menyebabkan pemeriksaan neurologis serial
menjadi lebih sulit dan telah dilaporkan meningkatkan TIK secara langsung.
• Jika disangka terjadinya herniasi, dapat dilakukan intervensi dibawah ini :
 Gunakan agen osmotik, seperti mannitol, yang mengurangi TIK sebesar 50%
dalam 30 menit, puncaknya setelah 90 menir, dan berakhir dalam 4 jam.
 Diuretik loop, seperti furosemid, juga menurunkan TIK tanpa meningkatkan serum
osmolalitas.
 Terapi steroid intravena untuk mengontrol edema otak adalah kontroversial dan
ditentang.
• Monitoring
 Awasi aktivitas jantung, oksimetri, tekanan darah otomatis, dan CO2 tidal-akhir,
ketika diaplikasikan.
 Pengawasan CO2 tidal-akhir pada pasien yang diintubasi memungkinkan klinisi
menghindari hiperventilasi berlebihan atau tidak mencukupi. Target pCO2 adalah
30-35 mmHg untuk mengurangi peningkatan TIK.

13
 Pengawasan lini arteri invasif ketika berurusan dengan tekanan darah yang labil
(sering pada PSA tingkat tinggi).
• Obat antihipertensi
 Agen anti hipertensi sebelumnya telah dianjurkan untuk tekanan darah sistolik >
160 mmHg atau tekanan darah diastolik > 90 mmHg.
 Jaga tekanan darah sistolik dalam rentang 90-140 mmHg sebelum pengobatan
aneurisma, kemudian biarkan hipertensi untuk mempertahankan tekanan darah
sistolik < 200 mmHg.
 Berkonsultasi dengan penyedia layanan kesehatan yang akan terlibat dalam
pengobatan pasien, seiring praktek individu yang beragam.
 Gunakan pengobatan yang dapat diencerkan dengan cepat.
 Vasopresor dapat diindikasikan untuk mempertahankan tekanan darah sistolik
melebihi 120 mmHg; hal ini mencegah kerusakan SSP pada penumbra iskemik dari
vasospasme reaktif yang terlihat pada PSA.
• Terapi adjuntif
 Sediakan oksigen tambahan untuk semua pasien dengan cacat SSP.
 Tinggikan kepala setinggi 30° untuk memudahkan drainase vena-vena intrakranial.
 Cairan dan hidrasi
 Pertahankan euvolemia (CVP, 5-8 mmHg); jika ada vasosapsme serebral,
pertahankan hipervolemia (CVP 8-12 mmHg, atau PCWP 12-16 mmHg)
 Jangan sampai pasien over hidrasi karena dapat meningkatkan resiko
hidrosfalus
 Pasien dengan PSA juga mengalami hiponatremia dengan terbuangnya garam
dari otak
 Serum glukosa: pertahankan pada level 80-120 mg/dL; gunakan bolus atau infus
insulin jika dibutuhkan.
 Suhu tubuh pusat: jaga agar tetap 37,2°C; berikan asetaminofen (325-650 mg per
oral setiap 4-6 jam) dan gunakan alat pendingin jika dibutuhkan.
 Memberikan antiemetik untuk mual atau muntah.
 Berikan sedasi dengan hati-hati untuk mencegah penyelubungan pemeriksaan
neurologis, yang dapat membahayakan hasil temuan. Bagaimanapun, cegah
peningkatan TIK sehubungan dengan agitasi luas dari nyeri dan ketidaknyamanan.

14
• Terapi Kejang
 Penggunaan anti konvulsan sebagai profilaksis tidak dengan segera
mencegah kejang setelah PSA, tapi gunakanlah anti konvulsan pada pasien yang
memang kejang atau jika praktek lokal menginginkan penggunaan rutin.
 Mulailah dengan anti konvulsan yang tidak merubah tingkat kesadaran
(misal, awalnya fenitoin, barbiturat atau benzodiazepin hanya untuk menghentikan
kejang aktif).
• Kalsium antagonis untuk mengurangi tingkat keparahan vasospasme otak
 Penggunaannya yang bijak penting karena resiko kenaikan hipotensi primer
atau sekunder.
 Medikasi kerja-singkat direkomendasikan; diskusikan intervensi ini dengan
ahli bedah.
• Statin
 Statin dapat memperbaiki reaktivitas vasomotor serebral melalui
mekanisme kolesterol-dependen dan kolesterol-independen.
 Penggunaannya masih kontroversial, namun 2 studi kecil cukup
menjanjikan. Pengobatan akut dengan statin memperbaiki vasospasme serebral dan
mengurangi vasospasme sehubungan dengan defisit iskemik tertunda.
• Magnesium
 Percobaan baru saat ini sedang mengevaluasi peran magnesium sulfat untuk
mencegah iskemik serebral tertunda. Magnesium adalah agen neuroprotektif yang
bertindak sebagai antagonis reseptor-NMDA dan penghambat kanal kalsium. Studi
dua fase telah menunjukkan efek yang bermanfaat, dan percobaan fase ketiga
sedang berlangsung.
• Penggunaan anti fibrinolitik, seperti asam aminokaproat epsilon, merupakan
kontroversi
 Anti fibrinolitik secara kompetitif menghambat aktivasi plasminogen dan
telah dilaporkan mengurangi insiden perdarahan ulang.
 Laporan lainnya memperingatkan pengurangan efek vasospasme dan
meningkatkan kemunculan hidrosefalus. Diskusikan dengan ahli bedah saraf
tentang penggunaannya.
• Drainase ventrikular emergensi oleh ahli bedah saraf mungkin penting.
Konsultasi
15
• Dapatkan konsultasi bedah saraf emergensi untuk pengobatan yang pasti.
• Intervensi radiologi mungkin dibutuhkan ketika intervensi bedah dianggap penting
oleh konsultan bedah saraf (misalnya, bekuan besar yang menyebabkan munculnya
efek massa dan membutuhkan pengangkatan emergensi)
• Banyak pusat-pusat pemeriksaan untuk angiografi dini pada semua pasien.
Medikasi
Tujuan medikasi adalah untuk mengurangi nyeri, edema, dan keparahan vasospasme
serebral, membebaskan mual dan muntah dan mencegah konvulsi.
• Analgetik
Kontrol nyeri penting untuk kualitas perawatan pasien. Analgetik memastikan
kenyamanan pasien. Kebanyakan analgetik memiliki kemampuan sedasi yang
menguntungkan pasien yang didukung oleh trauma.
Fentanyl citrate (Sublimaze)
Dosis
• Dewasa :
2- 3 mcg/kg BB i.v; tidak boleh melebihi 50 mcg
• Anak-anak :
< 12 tahun : tidak ditetapkan
> 12 tahun : pemberian seperti pada dewasa
• Antiemetik
Promethazine (phenergan)
Obat anti dopaminergik yang efektif dalam mengobati muntah. Menghambat
reseptor dopaminergik mesolimbik post sinaptik di otak dan mengurangi stimulus pada
sistem retikular batang otak.
Dosis
• Dewasa :
12,5 mg p.o/p.r 3 x sehari; 25 mg pada jam
25 mg i.v/i.m; diulang setiap 2 jam seperlunya
• Anak-anak :
< 2 tahun : kontraindikasi
> 2 tahun : 0,25-1 mg/kg BB p.o/i.v/i.m/p.r 4-6 x/hari seperlunya
• Antikonvulsi

16
Obat ini digunakan untuk mencegah kejang paska trauma. Penggunaan pada pasien
dengan PSA yang tidak kejang merupakan kontroversi dan bergantung pada pilihan bedah
saraf masing-masing individu; biasanya digunakan pada pasien yang kejang. Mungkin
diberikan dosis awal konvensional.

Phenytoin (Dilantin)
Bekerja di korteks motorik, dimana fenitoin dapat menghambat aktivitas kejang;
aktivitas pusat batang otak yang bertanggung jawab pada fase tonik kejang grand mal juga
dihambat.

Dosis individual; berikan dosis yang lebih besar sebelum dihentikan jika dosis tidak bisa
dibagi rata.
Dosis
• Dewasa
dosis muatan : 15-20 mg/kg BB p.o/i.v sekali atau dalam dosis terbagi, diikuti dengan
100-150 mg/dosis dengan interval 30 menit
dosis awal : 100 mg (suspensi 125 mg) p.o/i.v dibagi 3 x/hari
dosis pemeliharaan : 300-400 mg/hari p.o/i.v dibagi 3 x/hari (1 x sehari/2 x sehari jika
darurat); naikkan menjadi 600 mg/hari (suspensi 625 mg) seperlunya; tidak lebih dari 1500
mg/hari; infus rata-rata tidak lebih dari 50 mg/menit
• Anak-anak
dosis muatan : 15-20 mg/kg BB p.o/i.v sekali atau dalam dosis terbagi, diikuti dengan
100-150 mg/dosis dengan interval 30 menit
dosis awal : 5 mg/kg BB/hari p.o/i.v dibagi 2 x/hari atau 3 x/hari
dosis pemeliharaan : 4-8 mg/kg BB p.o/i.v dibagi 2 x/hari atau 3 x/hari
> 6 tahun : membutuhkan dosis dewasa minimal (300 mg/hari); tidak lebih dari 300
mg/hari

Fosphenytoin (Cerebyx)
Garam ester difosfat pada fenitoin yang bekerja sebagai prodrug fenitoin larut-air;
esterase plasma merubah fosfenitoin menjadi fosfat, formaldehida, dan fenitoin; fenitoin,
pada gilirannya, menstabilkan membran neuron dan menurunkan aktivitas kejang.

17
Dosis ditampilkan sebagai phenytoin equivalents (PE) untuk menghindari perlunya
melakukan penyesuaian berbasis berat molekul ketika mengubah antara dosis sodium
fosfenitoin dan fenitoin. Pemberian secara intravena merupakan pilihan dan harus
digunakan pada situasi emergensi

Dosis
• Dewasa
Dosis muatan : 15-20 mg PE/kg BB i.v/i.m pada 100-150 mg PE/menit
Dosis pemeliharaan : 4-6 mg PE/kg BB/hari i.v/i.m pada 150 mg PE/menit untuk
meminimalkan resiko hipotensi
• Anak-anak
Dosis muatan : 15-20 mg PE/kg BB i.v/i.m
Dosis awal : 5 mg PE/kg BB/hari i.v/i.m
Dosis pemeliharaan : 4-8 mg PE/kg BB i.v/i.m
> 6 tahun : membutuhkan dosis dewasa minimal (300 mg PE/hari); tidak lebih dari
300 mg PE/hari

Agen Osmotik
Obat ini digunakan dalam usaha menurunkan TIK dan edema otak dengan
menciptakan gradien osmotik melewati sawar darah otak yang tetap utuh; sebagaimana
difusi air dari otak ke kompartemen pembuluh darah, TIK menurun.

Mannitol (Osmitrol, Resectisol)


Dapat mengurangi tekanan ruang subaraknoid dengan menciptakan gradien
osmotik antara CSS didalam ruang subaraknoid dan plasma; tidak untuk pemakaian jangka
panjang
Dosis
• Dewasa : Awalnya menilai kecukupan fungsi ginjal dengan memasukkan dosis
percobaan sebesar 200 mg/kg BB i.v selama 3-5 menit (harus menghasilkan urin
sekurang-kurangnya 30-50 mL/jam urin selama 2-3 jam) 1,5-2 g/kg BB sebagai larutan

18
20% (7,5-10 mL/kg BB) atau larutan 15% (10-13 mL/kg BB) i.v selama setidaknya 30
menit
• Anak-anak : Awalnya menilai kecukupan fungsi ginjal dengan memasukkan dosis
percobaan sebesar 200 mg/kg BB i.v selama 3-5 menit; harus menghasilkan urin
sekurang-kurangnya 1 mL/kg BB/jam selama 1-3 jam; jika fungsi ginjal mencukupi,
berikan sebagai berikut: 0,5-1 g/kg BB i.v, diikuti dengan dosis pemeliharaan sebesar
0,25-0,5 g/kg BB i.v setiap 4-6 jam

Diuretik

Obat ini digunakan untuk menurunkan volume plasma dan edema dengan
menyebabkan diuresis.
Furosemide (Lasix)
Digunakan pada keadaan akut untuk mengurangi peningkatan TIK. Mekanisme
usulan dalam menurunkan TIK termasuk berikut: (1) supresi ambilan sodium serebral, (2)
hambatan karbonik anhidrase menghasilkan pengurangan produksi CSS, dan (3) hambatan
pompa kation-klorida membran sel, dengan demikian mempengaruhi perpindahan air
kedalam sel astroglial. Dosis tersendiri.
Dosis
• Dewasa : 20-40 mg/hari i.v/i.m diberikan lambat; bergantung pada respon, berikan
pada kenaikan 20-40 mg, tidak lebih dari 6-8 jam setelah dosis sebelumnya, sampai
muncul diuresis yang diinginkan
• Neonatus: 1 mg /kg BB i.v/i.m diberikan lambat dengan pengawasan cermat; encerkan
dengan 1 mg/kg BB/kenaikan dosis, tidak lebih dari 2 jam mengikuti dosis awal,
sampai dicapai efek yang memuaskan
• Anak-anak: 1 mg /kg BB i.v/i.m diberikan lambat dengan pengawasan cermat; tidak
melebihi 6 mg/kg BB

Penghambat kanal kalsium


Obat ini dapat mengurangi efek mengganggu influks kalsium pada pasien dengan
trauma saraf akut. Sayangnya studi eksperimental menggunakan penghambat kanal
kalsium konvensional pada model cedera kepala, hasilnya mengecewakan secara
keseluruhan; bagaimanapun, beberapa studi menyarankan penghambat kanal kalsium yang

19
mungkin efektif dalam mengurangi edema otak dan disfungsi kognitif dibandingkan
dengan plasebo.

Nimodipine (Nimotop)
Digunakan untuk memperbaiki cacat neurologis akibat spasme yang mengikuti
PSA disebabkan ruptur kongenital aneurisma intrakranial pada pasien dalam kondisi
neurologis yang baik. Ketika penelitian menunjukkan manfaatnya, tidak ada bukti yang
mengidentifkasikan obat untuk mencegah atau mengurangi spasme arteri serebral;
karenanya mekanisme aksi sesungguhnya tidak diketahui.
Memulai terapi dalam 96 jam setelah PSA. Jika pasien tidak dapat menelan kapsul
karena sedang dalam operasi atau dalam keadaan tidak sadar, buatlah lubang pada kedua
ujung kapsul dengan jarum 18-gauge dan pindahkan isinya kedalam spuit, kosongkan
isinya kedalam NGT pasien, dan bilas tabung dengan saline isotonik 30 mL.
Dosis
• Dewasa : 60 mg p.o/n.g setiap 4 jam selama 21 hari

Agen Hemostatik
Obat ini merupakan penghambat poten fibrinolisis dan dapat membalik keadaan
yang dihubungkan dengan fibrinolisis luas. Penggunaannya masih kontroversial; dihimbau
untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum menggunakannya.
Aminocaproic acid (Amicar)
Menghambat fibrinolisis melalui hambatan substansi plasminogen activator dan,
untuk mengurangi derajatnya, melalui aktivitas anti plasmin. Masalah utama pada
penggunaan obat ini adalah trombus yang terbentuk selama pengobatan tidak mengalami
lisis dan efektivitasnya tidak pasti. Telah digunakan untuk mencegah rekurensi PSA.
Dosis
• Dewasa : 36 g/hari p.o/i.v dibagi dalam 6 dosis, tidak boleh melebihi 30
g/hari
• Anak-anak : 5-30 g/hari p.o/i.v dibagi setiap 3-6 jam, tidak boleh melebihi
18 g/m2/hari

Obat anti hipertensi

20
Obat ini digunakan dalam usaha mengurangi TIK dengan mengurangi tekanan darah
perifer.
Nitroprusside (Nitropress)
Menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan aktivitas inotropik jantung. Kerja-
singkat dan poten. Pentingnya pengawasan yang cermat.
Dosis
• Dewasa
Dosis awal : 0,3-0,5 mcg/kg BB/menit i.v; meningkat pada kenaikan 0,5 mcg/kg
BB/menit; pengenceran untuk mendapatkan efek hemodinamik
Dosis rata-rata : 3 mcg/kg BB/menit
• Anak-anak
Diberikan seperti pada dewasa

Labetalol (Trandate, Normodyne)


Menghambat kedudukan reseptor α, β-1 dan β-2 adrenergik; menurunkan TD
Dosis
• Dewasa : 20-30 mg i.v selama 2 menit diikuti dengan 40-80 mg selang
10 menit; tidak boleh melebihi 300 mg/dosis
• Anak-anak : dosis yang dianjurkan 0,4-1 mg/kg BB/jam i.v, tidak boleh
melebihi 3 mg/kg BB/jam

2.9 Komplikasi 1
• Hidrosefalus dapat terbentuk dalam 24 jam pertama karena obstruksi aliran CSS dalam
sistem ventrikular oleh gumpalan darah.
• Perdarahan ulang pada PSA muncul pada 20% pasien dalam 2 minggu pertama.
Puncak insidennya muncul sehari setelah PSA. Ini mungkin berasal dari lisis gumpalan
aneurisma.
• Vasospasme dari kontraksi otot polos arteri merupakan simtomatis pada 36% pasien.
• Defisit neurologis dari puncak iskemik serebral pada hari 4-12.
• Disfungsi hipotalamus menyebabkan stimulasi simpatetik berlebihan, yang dapat
menyebabkan iskemik miokard atau menurunkan tekanan darah labil.
• Hiponatremia dapat muncul sebagai hasil pembuangan garam serebral.
• Aspirasi pneumonia dan komplikasi lainnya dapat muncul.
21
• Disfungsi sistole ventrikel kiri: disfungsi sistole ventrikel kiri pada orang dengan PSA
dihubungkan dengan perfusi miokard normal dan inervasi/persarafan simpatetik
abnormal. Temuan ini dijelaskan oleh pelepasan berlebihan norepinefrin dari nervus
simpatetik miokard, yang dapat merusak miosit dan ujung saraf.

2.10 Prognosis1

• Munculnya defisit kognitif, bahkan pada kebanyakan pasien yang dianggap memiliki
hasil akhir yang baik.
• Lebih dari 1/3 yang selamat dari PSA memiliki defisit neurologis mayor.
• Faktor yang mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas adalah sebagai berikut:
o Beratnya perdarahan
o Derajat vasospasme serebral
o Muculnya perdarahan ulang
o Lokasi perdarahan
o Usia dan kesehatan keseluruhan pasien
o Kemunculan kondisi komorbid dan sumber dari rumah sakit (misal infeksi,
infark miokard)
o Angka ketahanan hidup dihubungkan dengan tingkatan PSA saat
munculnya. Laporan menggambarkan angka ketahanan hidup 70% untuk grade I,
60% untuk grade II, 50% untuk grade III, 40% untuk grade IV dan 10% untuk
grade V.

22
BAB III
SARAN

Orang yang mengalami subarachnoid hemorrhage dirawat di rumah sakit dengan


segera. Istirahat total tanpa alasan adalah perlu. Analgesik seperti opoid (tetapi bukan
aspirin atau obat-obatan anti-inflammatory nonsteroidal lainnya, yang dapat memperburuk
pendarahan) diberikan untuk mengendalikan sakit kepala hebat. Pelembut tinja diberikan
untuk mencegah bersusah payah selama buang air besar. Nimodipine, penghambat saluran
kalsium, biasanya diberikan melalui mulut untuk mencegah vasospasm dan stroke
ischemis berikutnya. Dokter melakukan penghitungan (seperti memberikan obat-obatan
dan menyesuaikan jumlah cairan infus yang diberikan) untuk menjaga tekanan darah pada
level rendah yang cukup untuk menghindari pendarahan lebih lanjut dan cukup tinggi
untuk menjaga aliran darah menuju bagian-bagian rusak pada otak. Kadangkala, potongan
tabung plastik (shunt) kemungkinan diletakkan di dalam otak untuk mengeringkan cairan
cerebrospinal keluar dari otak. Prosedur ini menghilangkan tekanan dan mencegah
hydrochepalus.
Penderita segera dirawat dan tidak boleh melakukan aktivitas berat. Obat pereda
nyeri diberikan untuk mengatasi sakit kepala hebat. Kadang dipasang selang drainase
didalam otak untuk mengurangi tekanan.Pembedahan untuk menyumbat atau memperkuat
dinding arteri yang lemah, bisa mengurangi resiko perdarahan fatal di kemudian hari.
Pembedahan ini sulit dan angka kematiannya sangat tinggi, terutama pada penderita yang
mengalami koma atau stupor. Sebagian besar ahli bedah menganjurkan untuk melakukan
pembedahan dalam waktu 3 hari setelah timbulnya gejala. Menunda pembedahan sampai
10 hari atau lebih memang mengurangi resiko pembedahan tetapi meningkatkan
kemungkinan terjadinya perdarahan kembali.

23
DAFTAR PUSTAKA
1. Zebian RC. Subarachnoid Hemorrhage : Overview. Last updated 25 Februari 2009.
Available from http://emedicine.medscape.com/article/794076-overview
2. Perdarahan Subaraknoid. Last updated 2009. Available from
http://irwanashari.blogspot.com/2009/12/perdarahan-subaraknoid.html
3. Subarachnoid Hemorrhage. Available from
http://medicastore.com/penyakit/3103/Subarachnoid_Hemorrhage.html
4. Zebian RC. Subarachnoid Hemorrhage : Subarachnoid Hemorrhage: Differential
Diagnoses & Workup. Last updated 25 Februari 2009. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/794076-diagnosis
5. Zebian RC. Subarachnoid Hemorrhage : Treatment & Medication. Last updated 25
Februari 2009. Available from http://emedicine.medscape.com/article/794076-
treatment

24

You might also like